Bastian Tito
(23 Agustus 19452 Januari 2006)
Adalah seorang penulis cerita silat asal Indonesia. Karyanya yang paling terkenal adalah Wiro Sableng. Ia mulai tekun menulis sejak duduk di bangku SD kelas 3. Karyanya mulai diterbitkan sejak tahun 1964 dan Wiro Sableng sendiri, yang ditulisnya berdasarkan rekaan ditambah bacaan buku sejarah Tanah Jawa mulai terbit pada tahun 1967. Selain Wiro Sableng, karya lainnya yang ia tulis antara lain adalah Boma si Pendekar Cilik dan fiksi bernuansa Minang berjudul Kupu-kupu Giok Ngarai Sianok. Bastian meninggalkan lima orang anak, yang salah satunya adalah Vino Bastian, seorang aktor film.
1. Penulisan Buku
Dalam menyelesaikan satu episode rata-rata menghabiskan waktu 3 minggu
Pengetikan dilakukan oleh penulis sendiri, untuk proses pengeditan dan penyelesaian buku dilakukan oleh asisten
Sekali menulis serial Pendekar 212, biasanya penulis menyelesaikan sekaligus langsung 2 sampai dengan 3 buku
Waktu penerbitan buku episode baru di pasaran tergantung stok cerita selanjutnya atau jumlah buku selanjutnya yang akan diterbitkan, jadi apabila mengalami keterlambatan berarti stok buku berikutnya sudah hampir habis sedangkan penulis masih dalam proses menyelesaikan tulisannya
Apabila jumlah stok buku yang akan diterbitkan habis sedangkan penulis masih dalam proses penulisan biasanya akan terjadi keterlambatan terbit lebih dari 2 sampai 3 bulan
Keterlambatan ini biasanya disebabkan lamanya waktu yang dihabiskan penulis untuk survei tempat-tempat yang dikunjungi demi kepentingan penulisan
2. Survei Tempat
Untuk memperkuat dan menambah kualitas cerita, penulis langsung mengunjungi dan mensurvei tempat atau daerah yang akan ada di serial Pendekar 212
Untuk satu tempat biasanya membutuhkan waktu sampai 2 minggu sehingga penulis benar-benar bisa mengetahui adat, budaya, legenda maupun cerita-cerita masyarakat setempat dan dihubungkan dengan situasi, suasana alam dan keadaan di masa silam
3. Penulis Selalu Membawa Alat Perekam
Kemanapun penulis pergi selalu membawa alat perekam
Hal ini dilakukan untuk merekam semua yang dilihat dan didengar penulis, jadi setiap apa yang dilihat maupun percakapan yang didengar penulis kadang dituangkan ke dalam bukunya, jadi tidak mengherankan apabila isi cerita, isi percakapan para tokoh, gaya bahasa serta gaya penulisan penulis terasa benar-benar hidup
Tentu saja semua itu harus disertai pula ilmu dan bakat yang memadai untuk menjadi seorang penulis yang handal
4. Penghasilan dari Serial Pendekar 212 Wiro Sableng
Penghasilan dari serial Pendekar 212 tergantung omzet penjualan
Jumlah pembuatan buku yang akan diterbitkan berdasarkan sistem target dan tergantung banyaknya peminat dilihat dari jumlah buku yang telah terjual sebelumnya
Laba yang dihasilkan juga tergantung banyaknya buku yang laku terjual
Keuntungan yang dihasilkan nantinya dilakukan proses bagi hasil dengan pengorbit, berapa jumlahnya tidak pada tempatnya bila saya tanyakan dan mungkin hanya bisa kita raba-raba sendiri dari hasil jumlah buku yang dijual dikalikan harga jualnya
Sekali penerbitan biasanya terjual sebanyak 700.000-an buku
Satu buku biasanya tidak hanya mengalami satu kali proses penerbitan, tetapi bisa 2 sampai 3 kali di bulan atau bahkan di tahun-tahun berikutnya tergantung permintaan pembeli yang disampaikan para agen dan penerbit
5. Judul Buku Terlaris (istilah perdagangan berhasil orbit)
Serial Wiro Sableng berhasil mencapai 2 kali orbit, tepatnya tahun 1989 dan 1994
Buku yang berhasil orbit ternyata buku terbitan lama tapi dicari kembali dan laris di tahun 90-an
Dua buku yang berhasil orbit berjudul Makam Tanpa Nisan dan Guci Setan
Judul Makam Tanpa Nisan meledak 921.020 exemplar tahun 1989
Judul Guci Setan meledak 924.078 exemplar tahun 1994
Berikut 10 judul serial Pendekar 212 yang terlaris selain 2 judul diatas (rata-rata terjual di atas 800.000 eksemplar): Badai Di Parang Tritis, Topeng Buat Wiro Sableng, Wasiat Iblis, Geger Di Pangandaran, Kiamat Di Pangandaran, Gerhana Di Gajah Mungkur, Kembali Ke Tanah Jawa, Senandung Kematian, Kematian Kedua dan episode terakhir Jabang Bayi Dalam Guci
6. Waktu Senggang Penulis
Penulis menyukai permainan catur, salah satu hal yang disukai penulis dari catur yaitu dimana bidaknya selalu berwarna hitam dan putih
Tentu saja waktu senggang penulis utamanya dihabiskan untuk berkumpul, bercengkerama dan sesekali berekreasi bersama keluarga...
#terimakasih eyang bastian, berkat karya2mu, ncez lebih menghargai arti "bhinneka tunggal ika".