Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG SSI Teman dari SD yang Alim hingga Menikah [REAL STORY] (UPDATE 16 APRIL 2024)

Apakah pengambilan pengalaman di cerita nya cukup detail, atau kurang detail?


  • Total voters
    177


Untuk Part 4 ternyata bisa ditulis lebih cepat dari biasanya. Tapi karena bagian ini terlalu panjang, yang ada nanti bakal sulit dibaca dan bakal makin lama publish. Untuk Part 5 sendiri sudah 20%, paling lambat bakal selesai di hari Minggu besok.​

________________________________

[MAIN STORY] PART 4​

First (Indirect) Kiss​

________________________________


e28bb315-60f0-4919-b6e7-6f1af426b053.jpg

Sudah 2 tahun lamanya sejak hubungan asmara antara saya dan Anggi berakhir, dan selama itu pula kami tidak pernah saling berkomunikasi apalagi bertemu secara langsung hingga kami berdua lulus SMA. Hubungan kami yang secara sepihak saya hentikan agar kami berdua tidaklah berpacaran dan menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya adalah faktor yang membuat kami berdua menahan diri untuk tidak lagi berkomunikasi ataupun bertemu, hanya dari kabar teman-teman kami di setiap sekolah yang menjadi pembawa pesan bagaimana kabar kami berdua.

Saya mengetahui kabar Anggi dari teman-teman yang saya yang juga satu sekolah dengan dia, begitupula Anggi yang mengetahui kabar saya dari teman-teman dia yang berada satu sekolah dengan saya. Namun dari setiap kabar yang saya terima tentang Anggi dari teman-teman saya, apa yang saya ketahui hanyalah kepribadian serta penampilan dirinya yang berubah 180 derajat, beserta informasi di mana Anggi ikut bergabung dengan kelompok pengajian yang sama dengan saya.

Perpisahan yang terjadi di antara saya dan Anggi selama 2 tahun lamanya menciptakan perubahan yang signifikan dalam penampilan Anggi, penampilan Anggi yang dulu biasa menggunakan kerudung yang tidak sepenuhnya menutup dada, kini Anggi terbiasa menggunakan kerudung syar'i yang lebar dan juga panjang. Perubahan penggunaan jenis kerudung Anggi ini terjadi di sekolah dan juga di luar sekolah, dalam hal penggunaan pakaian di luar sekolah pun Anggi yang sekarang tidak lagi memakai model kaos lengan panjang ataupun sweater lengan panjang, dia sudah terbiasa memakai gamis polos berwarna hitam. Setelan pakaian yang biasa Anggi gunakan selalu memiliki warna yang serupa, terkadang Anggi menggunakan Kerudung dan Gamis berwarna hitam ataupun merah marun, namun seringkali dia menggunakan Kerudung dan Gamis berwarna hitam, walaupun tidak menggunakan cadar.

Bergabungnya Anggi dengan kelompok pengajian yang sama dengan saya juga membuat perubahan yang signifikan dengan kepribadian Anggi. Dari kabar yang saya dapatkan dari teman-teman saya pada saat itu, Anggi keluar dari Ekstrakurikuler Pramuka dan memilih bergabung dengan Rohis. Kepribadian nya yang cenderung tomboy seperti mudah berkawan dan mengobrol dengan lawan jenis pun semakin memudar, Anggi kini lebih pendiam dan tenang, serta tidak lagi mengobrol dengan lawan jenis tanpa ada kepentingan yang memaksa seperti tugas sekolah dan semacamnya. Anggi yang biasanya sangat supel (pintar bergaul) kini menjadi lebih pasif dalam berinteraksi dengan siapapun, khususnya ketika berinteraksi dengan lawan jenis. Penggambaran perubahan Anggi bisa dipahami dengan analogi berupa kucing, Anggi yang dahulu seperti anak kucing (2-4 bulan) yang sangat aktif, kini seperti kucing dewasa (2-4 tahun keatas) yang cenderung lebih tenang dan kurang aktif.

Dampak dari kelompok pengajian yang kami berdua ikuti tidak hanya berpengaruh pada perubahan Anggi saja, namun juga kepada saya sendiri yang mengalami perubahan dalam hal ibadah dan juga kepribadian. Hanya dalam 2 tahun lamanya saya menjadi seseorang yang tidak lagi menonton video porno ataupun yang serupa, kebiasaan onani pun berhenti total, dan tutur bicara serta kepribadian saya pun menjadi lebih baik dari yang sebelumya. Ingatan akan percakapan dan hal yang pernah terjadi antara saya dengan Anggi di masa lalu sebenarnya masih tersimpan di pojok memori ingatan saya, namun statusnya tengah dalam kondisi ditekan agar tidak diingat dengan bantuan kegiatan-kegiatan positif seperti kajian dan juga ibadah yang saya lakukan.

Jalinan komunikasi diantara saya dan Anggi yang sudah putus selama 2 tahun lamanya, secara tiba-tiba kembali terjalin dengan kemunculan pesan yang saya terima di HP saya. Masih teringat dalam ingatan saya, Anggi mengirimkan pesan kepada saya sekitar jam 9 pagi pada hari Rabu di bulan Juli ketika status kami berdua sudah lulus dari SMA.​

Anggi : "Assalamu'alaikum fajar, keluarga ada di rumah ga?"

Pada waktu itu saya sedang berkunjung ke rumah saudara saya untuk bersilaturahmi bersama keluarga, dan saya membaca pesan Anggi tersebut ketika kami sekeluarga tengah bersiap-siap dan menunggu salah satu mobil untuk pergi berziarah ke Bandung. Pesan pertama dari Anggi semenjak 2 tahun lamanya sangatlah membekas dalam diri saya pada saat itu hingga sekarang, karena walaupun kami berdua putus dan tidak lagi bertemu dan berkomunikasi selama 2 tahun, pada dasarnya kami berdua masih saling mencintai satu sama lain. Perasaan senang yang teramat sangat pada saat itu dalam diri saya mempengaruhi balasan pesan yang saya berikan kepada Anggi, dan inilah titik awal di mana usaha kami berdua untuk "Hijrah" pun runtuh.​

Saya : "Wa'alaikumssalam, aku sama keluarga masih di rumah saudara. Ayah sama Ibu sih bentar lagi mau pergi ke Bandung buat ziarah sama saudara, paling cuma aku doang sendiri di rumah"

Perasaan senang yang saya alami pada saat itu mendorong saya untuk mengirimkan pesan bohon yang berisikan "umpan" untuk Anggi. Pada saat itu saya sudah memiliki rencana untuk pergi bersama keluarga ke Bandung, namun jika Anggi mengambil "umpan" di dalam pesan saya, maka saya akan meminta izin untuk tidak ikut bersama keluarga pergi ke Bandung. Alasan mengapa saya melempar "umpan" pun sebenarnya lebih kepada ingin bertemu dan ingin kembali mengobrol langsung dengan Anggi, tidak ada tujuan tersembunyi yang bersifat seksual, karena pada saat itu saya tahu bahwa Anggi sudah "Hijrah" dan berubah total, sehingga akan berbahaya jika saya kembali memiliki tujuan yang sifatnya seksual.​

Anggi : "Kamu ga ikut sama mereka ke Bandung?"
Saya : "Engga, malas karena jauh. Kenapa emang? .-."
Anggi : "Oh gitu, aku tadinya mau silaturahmi ke rumah kamu nanti"
Saya : "Hmm, cuma ada aku doang sih nanti dirumah. .-."
Anggi : "Terus mereka pulangnya kapan?"
Saya : "Pastinya sih malam, soalnya pasti macet juga sih kalau hari ini ke Bandung .-."
Anggi : "Hmm yaudah kalau gitu nanti aja deh"

Dari pesan terakhir Anggi tersebut sudah jelas kalau Anggi tidak menangkap "umpan" yang saya lempar. Tindakan Anggi yang tidak menangkap umpan disebabkan dirinya yang pada saat itu berupaya menahan untuk tidak lagi berinteraksi denga saya secara berlebihan, khususnya seperti bertemu dan mengobrol berduaan di dalam rumah yang sepi. Anggi pada saat itu pun sebenarnya ingin bertemu dan mengobrol langsung dengan saya lagi, namun dia enggan mengambil kesempatan itu karena dia takut saya yang sudah "Hijrah" tidak menyukai keinginan dirinya untuk bertemu dan berduaan di rumah yang sepi.

Dengan demikian, kami berdua sebenarnya ingin kembali bertemu dan berduaan, namun ekspektasi bahwa kedua belah pihak yang telah "Hijrah" lah yang menahan hal tersebut untuk terjadi. Oleh sebab itulah saya mengirimkan "umpan" kepada Anggi, namun karena Anggi tidak menangkap "umpan" saya, membuat saya terpaksa harus melemparkan "umpan" tambahan.​

Saya : "Kamu kan mau silaturahmi ke keluarga aku, kenapa ga silaturahmi dulu aja ke aku terus nanti ke orangtua aku nyusul di lain waktu? .-."
Anggi : "Berarti kan cuma ada kita berdua di rumah kamu, emang ga bakal jadi masalah kalau ada orang liat aku ke rumah kamu?"
Saya : "Ga bakal jadi masalah sih, selain karena emang biasanya jarang ada orang di depan rumah, kita tinggal duduk aja di ruang tamu terus pintunya dibuka gitu, supaya ga ada orang curiga ._."

Ada sekitar 30 menit lamanya Anggi belum membalas pesan saya walaupun dari statusnya sendiri Anggi sudah membaca pesan saya, dan mobil saudara yang akan digunakan keluarga saya untuk berangkat ziarah pun akan segera tiba. Saya kemudian mengatakan kepada keluarga saya bahwa saya tidak akan ikut berziarah dan memilih tinggal dirumah karena sedang tidak enak badan, walaupun diwarnai dengan sedikit penolakan dari kelaurga saya, namun mereka akhirnya mengizinkan saya untuk tinggal di rumah dan tidak ikut berziarah. Setelah itu saya pun bergegas untuk pulang kerumah menggunakan motor, dan Anggi ternyata menjawab pesan saya sebelumnya ketika saya sedang berada di jalan.​

Anggi : "Hmm, yaudah deh kalau gitu aku siap-siap dulu ya"
Saya : "Iya, nanti tinggal masuk aja ya kerumah. Gerbang depan sama pintu rumahnya ga aku kunci ini. .-."
Anggi : "Iya"

Dengan cepat saya pun menyiapkan beberapa snack di atas meja ruang tamu, dan menunggu Anggi datang dengan melihat pagar depan rumah dari jendela ruang tamu. Jantung saya berdegup kencang dan semakin tidak sabar menunggu kedatangan Anggi di rumah, ada sekitar 10 menit saya mengawasi pagar depan rumah hingga saya melihat seorang perempuan memakai masker hitam dengan kerudung dan gamis yang juga berwarna hitam berjalan di sepanjang sisi pagar sambil membawa plastik hitam kecil. Itu adalah Anggi, yang kemudian berhenti di depan gerbang untuk sebentar menengok kiri kanan seperti mengawasi kondisi. Selanjutnya Anggi pun membuka gerbang dan masuk ke pekarangan rumah, tidak lupa dia menutup kembali sambil mengunci gerbangnya.

Detak jantung beserta tarikan nafas saya pun semakin cepat, rasa senang, rasa takut dan juga rasa tidak sabar bergabung menjadi satu saya alami di satu waktu secara bersamaan. Anggi pun berjalan cepat dari pekarangan rumah ke pintu depan rumah, lalu Anggi pun melepaskan sepatu yang dia pakai sesampainya dia di teras depan rumah, saya yang masih mengawasi dari balik jendela ruang tamu pun bergegas menyambut Anggi dengan membuka pintu. Tampak ekspresi mata Anggi menunjukkan perasaan kaget ketika melihat pintu rumah saya terbuka secara tiba-tiba dan melihat ada orang di depannya.​

Anggi : "Astagifrullah. Ih, aku kira siapa. Jangan ngagetin dong!"
Saya : "Eh maaf, aku ga ada niat buat ngagetin. Awalnya aku cuma ingin bukain pintu buat kamu doang"
Anggi : "Ih dasar, yaudah aku masuk ya kalau gitu. Assalamu'alaikum"
Saya : "Wa'alaikumssalam, langsung duduk aja ya di sofa"
Anggi : "Iya oke"

Sesaat ketika Anggi masuk ke dalam rumah, saya pun keluar untuk mengambil sepatu Anggi yang tergeletak di teras depan rumah untuk disimpan di dalam rumah, hal ini saya lakukan untuk mencegah ada orang yang curiga ketika melihat ada sepatu perempuan di depan rumah saya. Ketika saya kembali ke dalam rumah, saya langsung menutup dan mengunci rumah dari dalam. Seusai pintu rumah saya tutup, Anggi pun heran dan bertanya kepada saya :

Anggi : "Eh itu kenapa pintu rumahnya ditutup terus dikunci? Katanya mau dibuka aja?"
Saya : "Kalau pintunya kebuka, takut ada tetangga yang datang buat silaturahmi terus mergokin kita berduaan di rumah. Makannya sepatu kamu aku simpan di dalam rumah, terus pintunya aku kunci supaya ga ada orang curiga"
Anggi : "Lah bukannya malah orang bakal curiga kalau kita berduaan di rumah dengan kondisi pintu dikunci ya?"
Saya : "Mereka bakal curiga kalau konteksnya mereka itu tau cuma ada kita berdua di rumah, kalau mereka ga tau kan sama aja kayak mikirnya rumah aku kosong atau cuma ada aku doang."
Anggi : "Hmm, iya juga sih. Yaudah terserah kamu aja kalau gitu. Terus ini Mangga dari Ibu, katanya buat Ayah sama Ibu kamu"
Saya : "Makasih banyak nih ya Mangga nya, tolong simpan dulu aja di meja ya"

Saya pun bergegas untuk duduk menemani Anggi di sofa, di ruang tamu saya terdapat 2 sofa kecil dan 1 sofa panjang di mana posisi sofa kecil saling berhadapan satu sama lain dan sofa panjang berada di samping sofa panjang dengan posisi meja berada di antara ketiga sofa. Anggi sudah duduk di sofa kecil, sedangkan saya pun duduk di sofa panjang agar bisa duduk lebih dekat dengan Anggi walaupun tidak sepenuhnya bersebalahan.

Kami berdua sudah duduk bersebalahan walaupun berada di sofa yang terpisah, dan cukup lama kami berdua diam tanpa ada satupun pihak yang mencoba memulai pembicaraan. Sambil menunggu Anggi membuka pembicaraan, saya mencuri-curi kesempatan untuk mengamati penampilan Anggi. Perbedaan penampilan Anggi pada saat itu dengan penampilan Anggi saat kami masih berpacaran bagaikan langit dan bumi. Penampilan Anggi kini lebih menunjukkan sisi kewanitaan seperti seorang Akhwat, Anggi menggunakan kerudung hitam polos yang tertempel jepit kerudung kecil dengan motif bunga berwarna biru, setelan gamis yang dia gunakan berwarna hitam polos sepanjang mata kaki, menggunakan masker hitam sehingga terkesan seperti menggunakan cadar, dan terlihat di pergelangan tangan Anggi bahwa dia menggunakan manset hitam.

Cukup lama kami diam, tidak sampai sekitar 5 menit lamanya namun baik saya maupun Anggi tidak ada yang memulai pembicaraan. Anggi pada saat itu duduk dengan posisi kaki dirapatkan dengan kedua tangan memegang paha nya, pandangan Anggi pun menunduk dan sepertinya tidak pernah mencoba menoleh untuk melihat saya. Keheningan yang sangat berisik karena masing-masing di antara kami berdua tidak ada yang mau mengakhiri keheningan yang ada, dan pada saat itu saya merasa perlu memulai pembicaraan sebab ini adalah kejadian langka yang pasti bakal sulit terjadi untuk kedua kalinya :​

Saya : "Oh iya lupa, kalau mau cemilan tinggal ambil aja ya. Terus ini minumnya kamu mau apa?
Anggi : "Hmmm, iya. Air putih dingin juga cukup kok gapapa"
Saya : "Yaudah aku ambil dulu airnya di dapur ya"
Anggi : "Iya"

Saya pun meninggalkan Anggi dan pergi ke Dapur untuk mengambil air putih dingin. Sambil mempersiapkan air untuk Anggi, saya bepikir keras bagaimana cara untuk mencairkan suasana agar tidak canggung. Kecanggungan ini tentu saja terjadi karena kami yang sadar untuk tidak berinteraksi dengan lawan jenis secara berlebihan, Sehingga jawaban yang diberikan Anggi cenderung datar dan terkesan tidak ada upaya untuk melanjutkan pembicaraan. Waktu yang tersedia bagi saya untuk berpikir sedikit, sehingga satu-satunya cara adalah dengan bersikap seperti kami berdua masih berpacaran. Saya pun bergegas membawa gelas 2 buah dan 1 botol berisikan air tawar dingin lalu kemudian diletakkan di atas meja.​

Saya : "Ini minumannya ya"
Anggi : "Iya makasih"
Saya : "Daritadi diem mulu, kenapa sih? kamu marah tadi aku ngagetin kamu?"
Anggi : "Iya aku marah, ngapain coba ngagetin kayak tadi?"
Saya : "Maaf lah, aku kan ga sengaja. Aku dari tadi liat kamu udah ada di teras rumah lagi buka sepatu, makannya ya aku ngebukain pintu depan rumahnya"
Anggi : "Nyebelin banget tau ga sih? Aku kira yang bukain pintu itu ayah atau saudara kamu, karena tadi di chat kan kamu bilang gerbang sama pintu rumah ga dikunci, jadi aku pikir aku tinggal masuk doang"
Saya : "Iya maaf, serius tadi itu ga sengaja. Dimaafin ga?"
Anggi : "Ga, ga aku maafin. Nyebelin soalnya kamu"

Anggi pun memalingkan wajahnya sambil cemberut, dan ini tentu saja adalah lampu hijau, karena pembicaraan lebih baik daripada berdiam diri saja, walaupun pembicaraan tersebut adalah sebuah pertengkaran. Saya pun meraih dan membuka kemasan snack keju yaitu Rich**se kesukaan Anggi, lalu mengambil 2 buah kemudian disodorkan ke arah Anggi.

Saya : "Masa ga mau dimaafin sih? Kan kita udah sekitar 2 tahun ga ketemu apalagi berdua kayak gini, ga mungkin dong waktunya dihabisin buat berantem? Ini snack kesukaan kamu supaya mood nya lebih baik"
Anggi : "Ya lagian udah tau kita udah lama ga ketemu, kamu malah bikin aku kaget kayak tadi"
Saya : "Kan aku udah bilang, aku ga sengaja. Aku tuh kegirangan kamu mau datang kerumah, makannya pas aku liat kamu udah di teras tuh aku refleks bukain pintunya buat kamu. Beneran, ga ada maksud buat bikin kamu kaget"

Anggi masih memalingkan wajahnya dari saya sambil menggumam tipis, namun pada akhirnya Anggi pun menyerah dan berakhir menunjukkan wajahnya ke saya. Wajahnya sendiri tertutup oleh masker, namun rasa kesalnya masih terlihat dengan sangat jelas dari tatapan matanya. Segera ketika Anggi menunjukkan wajahnya ke arah saya, dia pun langsung mengambil snack yang saya julurkan di tangan kanan saya.

Anggi : "Yaudah, aku maafin. Jangan nyebelin kayak tadi lagi pokoknya"
Saya : "Iya, maafin ya. Snack sama minumnya dimakan aja, kamu capek kan jalan dari rumah kesini?"
Anggi : "Iya emang, Padahal belum jam 12, tapi udah panas banget gini coba"
Saya : "Oh baru inget kalau kipas angin nya belum dinyalain, sebentar ya aku ambil dulu di ruang tengah"
Anggi : "Iya"

Bisa saya rasakan pada saat itu suasana yang semula canggung pun sudah mencair dan mengalir normal, perasaan gugup dan bingung yang awalnya saya rasakan pun mulai memudar. Awalnya saya tidak mengira proses pencairan suasana kami berdua akan semudah ini, tetapi sepertinya Anggi pun juga merasakan hal yang sama dengan saya sehingga dia juga berusaha untuk mencairkan suasana.

Tidak lama saya mengambil kipas angin lalu dipasang di ruang tamu, mode nomor 3 pun langsung saya pilih agar ruangan tamu bisa segera sejuk. Ketika saya kembali duduk di sofa, saya melihat Anggi pun sudah melepaskan masker nya.​

Saya : "Oh kamu pake masker ya, aku kira kamu pake cadar gitu"
Anggi : "Iya aku pake masker, ini modelan masker yang warnanya cocok buat kerudung. Jadi emang keliatannya kayak pake cadar, padahal bukan"
Saya : "Masker aja kamu keliatan cantik, apalagi kalau pake cadar, pasti cantik banget deh keliatannya"
Anggi : "Waduh, gombal nih ya bapak satu ini. Awalnya juga aku mikir pingin pake cadar, tapi ga dibolehin sama Ayah, katanya takut susah jodoh. Kalau udah nikah, terserah mau pake juga gapapa katanya"
Saya : "Lah kan aku itu jodohnya kamu, ga masalah dong pake cadar sekarang juga"
Anggi : "Yaudah nikah aja dulu, baru nanti aku pake cadar di depan kamu"
Saya : "Kebalik ga sih? harusnya kalau udah nikah itu ga pake apa-apa di depan suami, ini malah udah nikah malah pake full set kerudung gamis sama cadar"

(Pertanyaan terakihr tersebut keluar dari mulut saya tanpa pikir panjang. Ucapan tersebut tentu saja bisa dianggap sudah berlebihan untuk dibahas dengan lawan jenis yang bukan muhrim, tetapi tidak ada respon ataupun gestur penolakan dari Anggi ketika mendengar pertanyaan saya tersebut)
Anggi : "Ya emang, intinya kalau udah nikah tuh aku disuruh telanjang di depan kamu atau apapun itu juga pasti aku bakal nurut. Kan namanya istri itu harus nurut ke suami"
Saya : "Iya emang sih, ga sabar deh ingin segera nikah sama kamu jadinya"
Anggi : "Ya tinggal nikah aja, kan udah lulus SMA juga sekarang. Kamu tinggal datang dulu aja ke orangtua aku, bilang kalau mau ngelamar aku gitu"
Saya : "Inginnya gitu sih, cuma kan harus dapat izin dulu dari orangtua aku kan ya. Selain karena ini baru lulus dan belum punya kerja, aku juga ternyata diterima di Kampus *** Bandung, Prodinya ****** "
Anggi : "Asli kamu diterima di ***? selamat dong, kapan nih traktiran nya?"
Saya : "Itu kue sama minuman yang kamu makan tuh kan traktiran dari aku"
Anggi : "Dih nyebelin banget, ini tuh makanan buat memuliakan tamu, jadi ga kehitung dong. Aku aja tadi bawain Mangga buat keluarga kamu, hadiah silaturahmi dari Ibu"
Saya : "Iya deh iya, nanti aku traktir makanan yang kamu mau ya"
Anggi : "Beneran ya? Kapan? Minggu besok?"
Saya : "Minggu besok masih pada banyak yang tutup ga sih karena masih suasana lebaran? Nanti aja Minggu Lusa nya"
Anggi : "Okee, awas aja jangan sampai bohong ya"
Saya : "Iya, janji ga akan bohong kok"
Anggi : "Btw, kamu mau aku kupasin Mangga yang aku bawa ga?"
Saya : "Boleh, kamu tau aja aku ga bisa kupas buah."
Anggi : "Soalnya aku sebelum pergi ke sini tuh baru nyobain sedikit, keburu disuruh Ibu buat nganterin Mangga sama sekalian silaturahmi ke kamu"
Saya : "Yaudah sebentar aku ambilin dulu pisau nya ya di dapur"

Saya pun pergi ke Dapur untuk mengambil pisau dan juga piring untuk dipakai Anggi mengupas buah Mangga, setelah menemukan pisau dan piring pun saya langsung bergeras kembali ke ruang tamu.

Saya : "Ini pisau sama piringnya. Hati-hati kesayat pisau, tajam soalnya"
Anggi : "Tenang aja, aku udah biasa kok"

Anggi dengan telaten mulai mengupas sedikit demi sedikit kulit Mangga yang tengah dia pegang hingga habis. Namun diluar perkiraan, Anggi secara tidak sengaja mengiris jari telunjuk tangan kirinya ketika sedang mengupas kulit Mangga, Anggi pun reflek berteriak kesakitan dan terlihat tetesan darah pun mulai keluar dari jarinya. Saya yang menyaksikan hal tersebut pun juga ikut kaget melihatnya.​

Anggi : "Aw! Aduuuh jariku keiris"
Saya : "Ya Allah, hati-hati dong! Mana sini jarinya aku liat"
Anggi : "Jangan dibentak dong, namanya juga kecelakaan."

Anggi pun memberikan tangan kirinya kepada saya, lalu saya pegang telapak tangan kirinya. Saya dekatkan jari telunjuk tangan kiri Anggi agar saya bisa mengamati seberapa dalam luka irisan yang dia dapatkan, saya coba usap bagian luka irisan agar bisa mengetahui seberapa lebar dan dalam luka irisan tersebut. Anggi pun berteriak kecil karena kesakitan, namun untunglah luka irisan yang dia dapatkan tidak terlalu lebar dan juga tidak terlalu dalam.

Saya : "Alhamdulillah, ga terlalu lebar sama dalam luka irisan nya"
Anggi : "Tapi sakit lho, rasanya perih gitu"
Saya : "Mau dipakein hansaplast?"
Anggi : "Kamu emang punya?"
Saya : "Engga sih"
Anggi : "Dih terus ngapain nawarin pake hansaplast coba?"
Saya : "Kan cuma nawarin doang, tapi karena lukanya kecil paling dibuat lukanya beku dulu ya sama aku"

Dengan reflek saya pun memasukan jari telunjuk tangan kiri Anggi yang terkena irisan pisau ke dalam mulut saya, kemudian saya jilat secara perlahan bagian yang terena luka. Anggi yang tidak menduga saya mengulum jarinya sontak berontak kecil dan berusaha menarik jarinya, namun saya tetap tahan dan paksa agar jarinya tetap berada di dalam mulut saya.
Anggi : "Ih, Fajar. Jangan dijilatin gitu, geliiii"​

Anggi pun mendesah kecil karena merasa geli akibat jarinya yang tengah dijilat dan dikulum oleh saya. Protes Anggi pada saat itu tidak saya hiraukan, agar darah di luka irisan di jari Anggi tersebut bisa cepat membeku. Tindakan menjilat dan mengulum jari Anggi tersebut saya lakukan selama kira-kira 1 menit, kemudian jari tersebut langsung saya keluarkan dari mulut dan langsung saya tunjukkan bagian luka nya kepada Anggi, pendarahan di luka tersebut pun sudah berhenti.
Saya : "Nih liat, luka irisan nya udah membeku"
Anggi : "Geli tau jari aku, kamu ngejilatin jari aku ga bilang-bilang dulu ih!"
Saya : "Lah aku kira kamu tau kalau pertolongan pertama buat jari yang keiris itu harus dijilat sama dihisap darahnya, tapi karena kamu ga mau ngelakuin itu makannya aku kira kamu minta aku ngelakuin itu"
Anggi : "Sumpah geli banget tau, gelinya itu sampai ke seluruh tubuh gitu. Tangan aku sampai merinding karena saking gelinya"​

Mendengar ucapan Anggi tersebut, saya baru sadar bahwa itulah momen pertama kalinya kami berdua saling bersentuhan kulit dengan kulit. Pada saat itu pun saya pertama kali merasakan kelembutan tangan Anggi, dan momen tersebut pun membuat penis saya ereksi. Tanpa pikir panjang saya pun kembali mengulum dan menjilat-jilat jari Anggi, dan Anggi pun kembali mendesah dan memberontak.
Anggi : "Ah~, udah ngulum jarinya dong~"
Anggi : "Geli banget~"
Anggi : "Udah~, sumpah geli banget~"​

Anggi berontak berupaya mengeluarkan jarinya, namun jari Anggi terus saya tahan agar berada di dalam mulut saya. Pada saat itu saya kulum jari Anggi, lalu saya masukkan dan keluarkan secara perlahan berulang-ulang. Lalu terkadang saya jilat ujung jarinya, sambil saya keluar dan masukkan secara perlahan dan berulang-ulang. Desahan dan suara lirihan Anggi yang sangat lembut dan menggoda, ditambah ekspresi wajah Anggi yang sangat menikmati dengan kepala menghadap keatas dan mata terpejam membuat penis saya ereksi dengan hebatnya. Cukup lama saya mengulum dan menjilat jari Anggi, lalu secara tiba-tiba saya mengeluarkan Anggi
Saya : "Kenapa, geli ya?"
Anggi : "Iya geli tauu, ngapain dikulum lagi sih?
Saya : "Seneng aja ngeliat ekspresi kamu, apalagi ngedengerin suara kamu"
Anggi : "Ih nyebelin banget sumpah, nih sini kamu coba rasain rasanya jari kamu dikulum"​

Secara tiba-tiba Anggi menarik lengan saya dan langsung mengulum jari telunjuk tangan kanan saya. Anggi mengulum dengan memasukkan dan mengeluarkan jari saya secara perlahan, sensasi kuluman yang diberikan oleh Anggi ke jari telunjuk saya sangat sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata. Kelembutan bagian dalam bibir Anggi yang bergesekan dengan jari telunjuk saya mengirimkan sinyal kenikmatan yang teramat sangat dan menjalar hingga ke ubun-ubun kepala dan ujung kaki, tidak pernah terbayangkan sebelumnya dalam diri saya jika bibir kecil Anggi yang lembut tersebut akan mengulum jari saya.

Saya memejamkan mata agar sensasi kuluman Anggi tersebut bisa secara maksimal bisa saya rasakan, dan secara tidak sadar pun saya mengeluarkan suara desahan kecil. Saya coba tatap wajah Anggi yang tengah mengulum jari saya, dan itu adalah suatu pemandangan yang sangat indah. Mata Anggi terpejam menghayati tindakannya mengulum jari saya, ketika mengulum tersebut Anggi secara bergiliran mengeluarkan jari saya dengan tangannya dan dengan memaju-mundurkan kepalanya, penis saya pun ereksi dengan keras karenanya. Cukup lama saya menikmati pemandangan tersebut, Anggi pun membuka mata dan kami berdua saling menatap mata satu sama lain. Bahkan ketika mata kami bertemu, Anggi tetap lanjut mengulum dan mengemut jari saya, mata Anggi tampak seperti menunjukkan rasa penasaran akan respon yang saya berikan, sehingga saya menarik jari yang tengah Anggi kulum pada saat itu.
Anggi : "Gimana rasanya? ga enak kan gelinya?"
Saya : "Engga juga kok, malah geli enak. Kenapa kamu bisa protes kalau rasanya enak gini?"
Anggi : "Soalnya buat aku itu terlalu geli gitu, rasanya kayak digelitikin terus-terusan"
Saya : "Ah tapi engga kayak gitu kok sensasinya, malah enak. Apalagi sambil liatin ekspresi kamu ngulum jari aku"
Anggi : "Emang ekspresi aku kayak gimana?
Saya : "Cantik sama menggoda banget malah"
Anggi : "Dih, menggoda di mananya coba?"
Saya : "Jadi inget film yang waktu dulu ditonton, mirip soalnya"
Anggi : "Film apaan emang?"
Saya : "Film BF hehe"
Anggi : "Ih parah banget, malah disamain sama film BF coba"​

Anggi menunjukkan ekspresi marah saat saya samakan wajahnya dengan artis film porno ketika sedang mengulum jari saya. Namun ekspresi kemarahan nya bukanlah ekspresi marah seperti kebencian, malah lebih terkesan seperti kesal bercanda. Sulit memang untuk dijelaskan, namun pada intinya Anggi tidaklah berupaya menolak atau mengalihkan topik ketika pembicaraan kami mulai bergeser ke arah yang berbau seksual.

Pada momen tersebut, rasa penasaran saya akan hal yang dulu hampir terjadi pun muncul kembali dan mengalahkan akal sehat saya. Kondisi di mana saya hampir bisa merasakan oral seks dan anal seks untuk pertama kalinya kembali muncul, dan rasa penasaran tersebut pun langsung memenuhi otak saya. Detak jantung saya yang berdebar hebat semenjak Anggi mengulum jari saya pun belum mereda, bahkan semakin menjadi-jadi ketika saya mengingat kembali hal di masa lalu. Saya pun untuk pertama kalinya setelah sekian lama, berupaya menggoda Anggi kembali dengan membahas hal-hal berbau seks.
Saya : "Ga sama banget kok, cuma ekspresi wajah kamu doang. Soalnya kalau di film kan bukan ngulum jari"
Anggi : "Emang ekspresi cewek pas ngulum titit sama kayak aku ngulum jari kamu?
Saya : "Ya hampir sama sih, cuma kalau sensasi nya ga tau apakah sama atau engga, kan aku ga ga pernah ngerasain gitu"
Anggi : "Mungkin aja sama, kan bentuknya sendiri sama-sama panjang gitu"
Saya : "Cuma karena sama-sama panjang, bukan berarti sama dong. Tapi emang penasaran juga sih rasanya gimana, ga kebayang sensasi kuluman bibir kamu yang kecil sama lembut ke jari tadi itu dilakuin ke penis."
Anggi : "Yaudah sabar ya, kamu lamar aku dulu terus nanti kita nikah, baru nanti kamu bisa ngerasain itu hahaha"
Saya : "Masih lama banget juga kayaknya kita nikah, soalnya ya aku kan kuliah dulu"
Anggi : "Mau gimana lagi kan? aku juga bakal nungguin kamu ini kok"
Saya : "Hmm yaudahlah."​

Saya pun menunjukkan ekspresi cemberut untuk menunjukkan rasa kekecewaan saya, dan diam tidak melanjutkan pembicaraan ataupun membahas topik baru. Apa yang saya lakukan ini pun sebenarnya adalah akting saya saja, karena saya berupaya membuat Anggi merasa bersalah, dan melihat apa yang akan dilakukan oleh Anggi selanjutnya. Cukup lama kami berdiam diri, Anggi pun yang menyadari diamnya saya pun langsung menunjukkan ekspresi seperti seseorang yang tengah memikirkan sesuatu, lalu kemudian keheningan pun pecah saat Anggi pun memulai pembicaraan :
Anggi : "Udah ga usah kecewa gitu dong, suasana nya jadi ga enak"
Saya : "Ya soalnya kamu udah bikin aku terangsang sama tegang"
Anggi : "Oh titit kamu tegang gitu? Kan bukan salah aku, tadinya aku kulum jari kan niatnya supaya kamu ngerasain aja."
Saya : "Ini aku udah ngerasain terangsang sama tegang, tapi ga ada tindak lanjutnya. Nyebelin banget"
Anggi : "Maaf ya, aku ga nyangka tadi bakal bikin kamu terangsang. Kalau yang lain dulu aja gimana?"
Saya : "Hmm, yang lain gimana maksudnya?"
Anggi : "Yang lain, selain oral gitu"
Saya : "Anal?
Anggi : "Ih, itu malah lebih parah dong. Ada ga di pikiran kamu pilihan selain oral sama anal?
Saya : "Hmm, apa dong ya. Kalau Kiss"
Anggi : "Yaudah gapapa, Kiss aja ya. Tapi jangan sambil peluk badan ya, janji?"
Saya : "Beneran nih?"
Anggi : "Iya beneran, tapi janji kamu jangan peluk badan atau pegang-pegang aku pas lagi Kiss ya"
Saya : "Iya aku janji deh, tapi kamunya jangan duduk misah gitu dong. Selain susah buat Kiss nya, ga enak juga masa jauh-jauhan gini"
Anggi : "Yaudah deh iya, aku pindah"

Tidak disangka Anggi menawarkan pengganti selain memberikan oral seks, walaupun itu hanya sekedar ciuman. Tapi itu lebih baik dibandingkan tidak sama sekali, dan tidak ada jaminan juga saya bisa berciuman dengan Anggi ketika saya meminta itu, karena hanya ketika Anggi memberikan izin saja baru pasti kami berdua bisa berciuman. Anggi pun lantas berdiri dan duduk di sofa panjang tempat saya duduk, kami berdua dalam posisi bersebalahan. Sebelum kami berdua bertatap-tatapan, Anggi memasang kembali maskernya terlebih dahulu, dan itu membuat saya heran.
Saya : "Kok dipake maskernya?"
Anggi : "Kenapa emang?"
Saya : "Masa kita ciuman terus kamu pake masker, nanti kehalang dong"
Anggi : "Ya gapapa dong, kan tadi kamu ga ngasih aturan buat ga boleh pake masker juga"
Saya : "Dih sumpah nyebelin banget"
Anggi : "Hahaha, salah sendiri tadi ga detail. Terus gimana? Kiss nya jadi ga nih?
Saya : "Yaudah jadi dah"​

Ciuman pertama sudah pasti merupakan momen yang akan dikenang sepanjang hidup, namun ciuman dengan menggunakan masker apakah masih bisa disebut dengan ciuman? Walaupun ciuman pertama kali saya sifatnya Indirect Kiss seperti itu, hal tersebut tetap saja merangsang hawa nafsu saya. Saya teringat Anggi hanya mengatakan jika saya hanya diberikan ciuman saja dan dilarang memeluk tubuhnya, tapi dia tidak mengatakan jika ciuman ini haruslah ciuman biasa apalagi sambil memegang kepalanya. Anggi bermain-main kata ketika membuat aturan, sehingga saya pun terpaksa bermain-main kata untuk melanggar aturan tanpa dianggap melanggar aturan.

Kami berdua saling bertatapan satu sama lain, sedangkan bibir Anggi terhalang oleh masker sehingga sulit bagi saya untuk menentukan di mana posisi bibirnya. Anggi pada saat itu hanya terdiam, tatapan matanya seakan menggambarkan dirinya tengah menunggu saya untuk mencium bibirnya. Saya pun secara perlahan mendekatkan wajah saya kearah Anggi, lalu memposisikan kepala agar bibir saya bisa bertemu dengan bibir Anggi yang tertutup masker. Ketika bibir saya mengenai permukaan masker Anggi, saya merasakan sebuah gumpalan kecil bibir Anggi, kemudian saya melumat secara perlahan bibirnya yang tertutup masker.

French Kiss, sebuah ciuman yang belum pernah saya lakukan dan hanya saya ketahui dari film-film saja. Saya memejamkan mata sambil berupaya mencium dan melumat bibir Anggi yang tertutup masker, gairah saya yang sudah memuncak membuat suara nafas dan desahan saya pun muncul secara refleks. Saya memegang kedua bagian telinga Anggi yang tertutup kerudung dengan kedua tangan saya, upaya melumat bibir Anggi yang tertutup masker dipadukan dengan elusan dan permainan jari saya di telinga Anggi yang tertutup kerudung rupanya membuat Anggi kaget. Saya rasakan upaya Anggi memberontak dengan menjauhkan badan nya ke belakang, namun upaya tersebut saya gagalkan dengan semakin memperkuat intensitas dan tempo ciuman saya serta permainan tangan saya kedua telinga Anggi

Pemberontakan Anggi pun saya rasakan semakin melemah, hingga pada akhirnya Anggi pun seakan mengikuti tempo permainan. Bisa saya rasakan bibir Anggi yang terhalang masker pun berupaya mengikuti permainan bibir saya, suara desahan dan nafas Anggi yang semakin berat pun mulai terdengar dan menambah panas ciuman yang kami berdua lakukan. Tangan Anggi mulai memegang kepala dan bahu saya, berupaya mengusap dan juga memainkan kedua telinga saya. Saya coba untuk membuka kedua mata saya, nampak Anggi terpejam dan terlihat menikmati permainan bibir saya.​

Beberapa menit kami berciuman dan memainkan telinga masing-masing, hingga tiba-tiba Handphone Anggi berdering. Kami yang tengah menikmati permainan tersebut kaget dan terpaksa menghentikan permainan. Anggi pun kemudian meraih HP nya lalu mengangkat panggilan, ternyata panggilan tersebut berasal dari Ibunya.

Saya kurang mengingat apa yang terjadi pada saat itu, namun yang saya ingat sedikit adalah Ibu Anggi memanggil Anggi untuk kembali ke rumah karena mobil saudara nya telah datang. Ternyata Anggi pada saat itu pergi ke rumah saya untuk bersilaturahmi sekaligus menunggu mobil tiba. Kemudian Anggi berbicara akan segera pulang ke Ibunya lalu kemudian menutup panggilan.​

Saya : "Kenapa Ibu kamu telepon?"
Anggi : "Mobil bude udah datang katanya, aku disuruh pulang cepet karena kan mau silaturahmi ke keluarga di Ku******n"
Saya : "Yah, padahal lagi enak-enaknya"
Anggi : "Capek banget lho, aku aja nafasnya sampai ngos-ngosan gini. Kamu ciuman nya malah ngelumat bibir aku kayak tadi"
Saya : "Kan tadi kamu ga ngasih aturan berapa lama kita ciuman sama, lagian kamu sendiri juga ga bilang ciuman nya harus kayak gimana"
Anggi : "Aku kira cuma ciuman biasa, kecup bibir doang. Kamu malah mainin sama lumat bibir aku, masker aku jadi basah gara-gara kamu"
Saya : "Yaudah nanti lagi lepas aja maskernya, salah sendiri mau ciuman pake masker. Ga enak kan?"
Anggi : "Lagian kan aku kira cuma biasa, kecup bibir terus udah aja gitu"
Saya : "Tapi enak ga?"
Anggi : "Ya enak sih, cuma capek aja gitu"
Saya : "Lebih enak ciuman kayak tadi dibandingkan kecup bibir doang, apalagi kalau ga pake masker"
Anggi : "Emang sih, udah ah jangan dibahas lagi. Tadi tuh kita udah kelewatan tau?"
Saya : "Kelewatan gimana?"
Anggi : "Ya kelewatan, kan kayak gitu harusnya pas kita udah nikah"
Saya : "Ciuman doang ini kan, lagian kan kamu ngasih izin"
Anggi : "Iya emang sih"
Saya : "Yaudah berarti untuk sementara kita cuma bisa ciuman gitu aja ya?"
Anggi : "Hey, kok gitu?"
Saya : "Lah kan kamu sendiri yang ngasih saran buat ciuman aja dulu sebelum kita nikah"
Anggi : "Tapi maksudku tuh ciuman biasa, bukan kayak tadi yang mainin bibir sama lidah"
Saya : "Terus nanti ga boleh lagi kayak gini?"
Anggi : "Hmmm, aku takut kita kebablasan sebenernya"
Saya : "Tenang aja, aku kan juga udah janji bakal nikahin kamu. Lagian selain kita udah lulus SMA, aku sendiri udah janji ga bakal buat melewati batas gitu kan? Kita udah saling kenal lama juga ini, keluarga kita juga kan sama"
Anggi : "Hmmm, iya juga sih"
Saya : "Terus gimana, bisa lagi nanti kalau ketemu?"
Anggi : "Gimana nanti aja deh, udah ya aku mau pulang nih disuruh sama Ibu"
Saya : "Yaudah okeee, nanti kita chat lagi aja di HP"
Anggi : "Iya oke"​

Anggi pun membereskan kerudung nya yang berantakan karena permainan jari saya di telinga nya, lalu menggunakan maskernya kembali. Saya mengamati Anggi sambil mencoba memproses ke dalam otak hal yang barusan kami berdua lakukan, salah satu hal yang hanya menjadi imajinasi ternyata berakhir menjadi kenyataan. Selesai Anggi bersiap-siap kembali, dia pun pamit untuk pulang dan berjanji akan mengirimkan chat ketika dirinya sudah ada di rumah.

Ciuman pertama walaupun Indirect Kiss yang tertutupi oleh masker, hanya tinggal menunggu waktu hingga kami berdua bisa berciuman secara langsung. Setidaknya foreplay berupa ciuman tersebut kami lakukan selama 30 menit lamanya, namun sayangnya foreplay tersebut tidaklah berakhir ke adegan di mana penis saya mengalami ejakulasi, sehingga dengan sangat terpaksa saya harus melakukan onani seorang diri dengan membayangkan ulang apa yang saya alami beberapa waktu lalu.​

=== BERSAMBUNG ===


___________________________​


Tidak Menerima PK

Tidak terima ajakan 3S, Swinger, Dsb

Tidak menerima PM apapun

 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd