Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Tak Seindah Kisah Cinta di Dalam Novel

Part 11: Kesepian


Astari-1.jpg

Astari

Berbeda dari hari biasa, parkiran motor di gedung pencakar langit tempat kantorku berada tampak sudah penuh begitu aku sampai. Aku pun harus menggeser sebuah motor Vario berwarna merah terlebih dahulu sebelum motor Satria-ku bisa mendapatkan tempat yang cukup untuk parkir.

"Hufth, padahal cuma telat bangun setengah jam saja, langsung gak dapat tempat parkir seperti ini," ujarku menggerutu sambil melangkah menuju kantorku yang terletak di lantai 11.

Demi menghemat waktu, aku memang selalu menggunakan sepeda motor untuk berangkat ke kantor. Banyak yang menyarankan perempuan sepertiku untuk menggunakan angkutan umum saja, atau minta diantar oleh orang lain. Namun apabila aku memang bisa mengendarai sepeda motor, apa salahnya kan? Kalau aku tidak bisa mengendarainya seperti Kak Amanda, nah itu baru beda cerita.

Tak perlu lama bagiku untuk sampai di lobby gedung dan lift yang akan mengantarkanku ke lantai atas, tempat kantorku berada. Saat sedang menunggu lift, seorang security yang harus kuakui bertubuh cukup gagah menghampiriku. Ini sudah kesekian kalinya dia mendekatiku di pagi hari, saat aku baru sampai di kantor. Aku sempat berpikir barangkali dia memang sengaja menunggu aku datang apabila kebagian tugas jaga di shift pagi.

"Selamat pagi, Mbak Astari. Tumben hari ini datangnya telat," ujar pria tersebut.

Hal itu jelas membuatku risih karena ada beberapa orang lain yang juga menunggu lift bersamaku. Apa jadinya kalau mereka mengira aku ada hubungan spesial dengan security itu? Lagipula, kok dia bisa tahu kalau aku terlambat? Apa jangan-jangan waktu kedatanganku setiap pagi dicatat juga olehnya?

"Iya, Mas Roni. Tadi macet di jalan," ujarku tanpa memandang petugas keamanan yang baru saja kusebut namanya tersebut. Aku berusaha tidak terlalu menanggapinya karena khawatir dia menganggap aku merespon baik perhatiannya.

"Kalau mau gak kena macet, biar saya antar aja ke kantornya, biar bisa lewat jalan tikus. Gak usah bayar deh Mbak, gratis. Khusus buat Mbak Astari."

"Mending gw naik ojek online daripada bareng sama dia," gumamku dalam hati. "Gagah sih iya, tapi pasti orangnya norak dan mesum deh."

Untungnya, tak lama kemudian pintu lift terbuka, dan aku pun langsung masuk ke dalamnya. Pagi ini, aku kembali terselamatkan.

"Duluan ya Mas Roni," ujarku.

Ia jelas tak mungkin mengikutiku karena tidak bisa meninggalkan lokasinya berjaga di lantai dasar. Ia mengatakan sesuatu untuk membalas kata-kataku, tapi tidak sempat terdengar karena pintu lift sudah terlebih dahulu tertutup. Aku pun tersenyum puas.

***​

Lift tersebut sempat beberapa kali berhenti di lantai 6 dan 7, tempat sebuah perusahaan e-commerce terkenal di tanah air berada. Aku bisa mengenali karyawan-karyawan perusahaan tersebut dari lanyard berwarna oranye yang khas. Hampir semuanya adalah anak muda yang seumuran denganku, beberapa di antaranya bahkan lelaki yang berparas sangat tampan, hingga menarik perhatianku. Entah kapan aku bisa bekerja dengan mereka di sana.

Hanya tersisa beberapa orang yang masih berada di lift saat kotak besi raksasa tersebut berhenti tepat di lantai 11. Begitu keluar, langsung terlihat logo media tempatku bekerja, lengkap dengan seorang resepsionis yang siap menerima setiap tamu yang datang. Aku melewati resepsionis bernama Nita tersebut sambil tersenyum ke arahnya. Ia membalas senyuman tersebut singkat, dan langsung kembali sibuk dengan tumpukan dokumen di hadapannya.

"Judes amat sih lo Nit," ujarku dalam hati.

Di belakang "ruang kerja" Nita, ada koridor yang lengang dan tidak begitu ramai. Semua karyawan sudah berkutat di hadapan laptop, di kubikel mereka masing-masing, mengerjakan apa pun yang menjadi tugas mereka hari ini. Aku pun langsung menuju meja kerjaku yang berada di sisi barat gedung. Di sinilah tempat para kacung-kacung sepertiku berada, sedangkan para bos berkantor di sisi timur gedung.

"Tumben baru sampai," ujar seorang perempuan yang duduk tepat di samping meja kerjaku. Ia mengatakannya dengan mata yang tidak lepas dari laptop di hadapannya.

Meski meja kami terpisah oleh pembatas kubikel yang terbuat dari plastik, aku bisa melihat jelas bahwa perempuan tersebut sedang asyik memeriksa akun Instagram seorang selebritas terkenal. Itulah pekerjaannya setiap pagi, menjadi kepo setengah mati agar kemudian bisa menulis hal menarik tentang para selebriti tersebut di akhir hari.

"Telat bangun," ujarku singkat sambil mengeluarkan laptop dari dalam tas, lalu meletakkannya di atas meja. Tas tersebut kemudian aku masukkan ke dalam laci besar yang terletak di bagian bawah meja.

"Kok bisa telat? Semalam bergadang lagi?"

"Perlu banget ditanya? Kayak baru kenal kemarin aja, Mbak Vera."

Ya, aku memang tipe orang yang susah tidur dan selalu terjaga di malam hari. Namun biasanya aku tetap bisa bangun tepat waktu. Namun semalam ada hal spesial yang aku pikirkan, sehingga aku gagal bangun di waktu yang tepat pagi ini.

"Emang mikirin apa sih?"

"Yang pasti bukan mikirin Mas Roni. Awas lo kalau nyebarin gosip aneh-aneh lagi."

Aku teringat kejadian di kantin minggu lalu saat aku dan Mbak Vera tengah makan siang berdua. Saat sedang menunggu makanan disiapkan, tiba-tiba Mas Roni sang security kantor menghampiri dan menyapa kami.

"Ciee, yang disamperin sama pacarnya," Mbak Vera langsung berkata seperti itu setelah Mas Roni pergi. Praktis hal tersebut membuat ibu penjaga kantin tersenyum. Aku pun menjitak kepalanya, tak peduli usianya yang lebih tua dariku.

"Hahaa, lagi-lagi Mas Roni. Memangnya dia godain kamu lagi pagi ini?" Kali ini Mbak Vera memutuskan untuk menghentikan pekerjaannya dan memalingkan wajah ke arahku.

Ia memang selalu tertarik pada hal-hal berbau gosip seperti ini. Pantas saja dia betah menulis tentang gosip-gosip para aktor dan penyanyi terkenal, sesuatu yang aku tahu tidak akan sanggup aku lakukan sebagai pekerjaan sehari-hari.

"Gitu deh. Pake ngajakin mau anter jemput segala. Najis lah, pasti mesum banget tuh orangnya."

"Jangan suka terlalu benci gitu. Nanti malah "benci" lho ... benar-benar cinta, hahaa."

"Amit-amit jabang bayi," ujarku sambil mengelus-elus perutku sendiri, membuat Mbak Vera tertawa terbahak-bahak.

"Udah berapa bulan emang itu anaknya di perut?"

"Ya, baru lima bulan lah, tambah lima tahun, hee," jawabku menanggapi candaannya.

"Hahaa ... Makanya kamu cepetan punya pacar. Biar kalau digodain orang bisa ngancem, awas ya nanti saya bilangin pacar saya."

"Emangnya sepenting itu ya punya pacar?"

"Ya iya lah, biar bisa cepet nikah terus ena-ena kayak gue," ujar Mbak Vera sambil mengedipkan mata dengan binal ke arahku.

"Ah, salah neh ngobrol sama ibu-ibu mesum kayak lo," aku pun balas menjulurkan lidah ke arahnya.

"Ya terserah aja sih. Nanti kalau udah kena sekali juga ketagihan."

"Apaan sih," ujarku yang diakhiri dengan tawa kami berdua. "Eh, tapi gw mau minta pendapat lo deh. Kemarin pacarnya kakak gw bilang mau ngenalin gw sama temennya. Menurut lo gw musti tanggepin gak Mbak?"

"Ya kenapa nggak?"

"Gw males aja kalau hubungan dimulai dengan kenalan-kenalan gitu. Kalau misalnya di kemudian hari gak cocok, gw takut merasa bersalah sama yang ngenalin. Apalagi ini pacarnya kakak gw sendiri."

"Ahh, itu lo aja yang terlalu kebawa sensitif. Bodo amat aja harusnya. Kalau cocok ya lanjut, kalau nggak ya cabut."

"Gitu ya?"

"Iya. Gw sama suami juga awalnya kenal gara-gara dikenalin temen gw. Udah biasa yang kayak gitu mah," perempuan yang satu ini kalau sudah ngoceh emang seperti kereta api, susah berhentinya. "Emang lo mau cari pacar kayak gmana lagi sih?"

Aku terngiang akan wajah Pak Raharjo yang tampak dewasa. Ia tentu tidak tahu bahwa aku sudah beberapa kali menghadiri acara bedah buku dengan dirinya sebagai pengisi acara. Namun di tiap kesempatan tersebut, aku tidak pernah berani untuk menyapa dirinya, atau sekadar meminta tanda tangan. Aku takut bertindak bodoh apabila berbincang dengan penulis terkenal tersebut. Apa pria seperti itu adalah jodoh yang aku inginkan?

"Malah cengar cengir lagi. Jawab donk lo mau cari pacar kayak apa, Astari?"

"Udah ah ngobrolnya. Nanti diomelin Pak Bos. Ayo kerja kerja ..."Jawabku sambil mengabaikan Mbak Vera yang sepertinya masih ingin mengorek informasi pribadi dariku.

"Dasar Astari, selalu saja berkelit kalau diajak ngobrol soal cowok," ujarnya sambil kembali berkutat dengan pekerjaannya sendiri. Entah artis siapa lagi yang akan ia tulis hari ini.

Aku tidak mengindahkan kata-katanya, dan langsung memandang sebuah draf tulisan di laptopku. Aku memang tengah menulis artikel tentang konsistensi penulis senior di tengah kemunculan penulis muda. Menurutku hal ini menarik, karena penulis senior biasanya tidak terlalu mengerti teknologi, sehingga mereka lumayan ketinggalan dalam mengadopsi platform menulis online yang sedang marak saat ini. Padahal para pembaca usia muda sekarang memilih tulisan berdasarkan apa yang terkenal di dunia maya, terlebih dengan kehadiran berbagai media sosial baru seperti Instagram dan TikTok.

Aku telah mewawancarai beberapa penulis muda, dan berhasil mendapatkan beberapa hal menarik dari obrolan dengan mereka. Namun editorku mengatakan bahwa aku juga harus berbincang dengan satu atau dua penulis senior agar tulisanku lebih berimbang. Aku tentu setuju, tapi aku bingung untuk mencari siapa penulis senior yang harus aku wawancara, karena aku tidak mengenal siapa pun.

Awalnya aku hendak meminta bantuan Kak Amanda, yang memang bekerja sebagai editor di penerbit besar. Ia pasti mau membantuku. Namun sebelum aku sempat mengatakannya, Pak Raharjo sudah terlebih dahulu mem-follow akun twit**terku. Betapa kagetnya aku ketika mengetahui hal tersebut. Butuh waktu berhari-hari sebelum aku bisa menghilangkan ketegangan dan memberanikan diri untuk berbincang langsung dengannya.

Anehnya, ia seperti menanggapiku dengan santai. Hal tersebut begitu berbeda dengan para pria lain yang biasanya begitu kaku saat berbicara denganku. Pak Raharjo justru bersikap seperti teman lama yang sudah lama tidak aku temui, meski usianya mungkin sudah sama dengan Papa yang kini sudah tiada. Apakah mungkin ia tertarik denganku?

Menariknya lagi, Kak Amanda mengatakan bahwa Pak Raharjo sekarang tengah menulis karya baru, dan kakakku sendiri yang akan mengeditnya. "Sungguh sempit sekali dunia ini," ujarku dalam hati begitu mengetahui hal tersebut.

Aku pun memikirkan kata-kata Pak Raharjo saat kami berbincang di telepon beberapa hari lalu, yang sayangnya harus terputus karena Mama tiba-tiba memanggilku. Aku ingat dia mengatakan:

"Emang kamu gak kesepian, hee ... "

Apakah kata-kata tersebut biasa ia katakan ke semua perempuan? Apakah ia juga mengatakan hal tersebut pada kakakku? Apakah ada arti lebih dalam dari kata-kata tersebut? Ahh, daripada bingung, bukankah lebih baik kalau aku tanyakan sendiri pada dirinya saat bertemu.

Aku pun mengambil smartphone milikku dan menyusun kata-kata yang akan aku kirimkan kepada penulis tua tersebut.

(Bersambung)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd