Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Tak Seindah Kisah Cinta di Dalam Novel

Part 26: Derita

"Novel terbaru karya Raharjo yang berjudul Kerinduan Hati kembali meraih sukses besar. Buku tersebut langsung masuk cetakan kedua dan ketiga di masa pre-order, sebelum buku tersebut resmi diterbitkan dan dijual secara langsung di toko buku. Hal ini menandai kembalinya sang penulis roman populer yang sudah lama tidak menelurkan karya," begitulah isi sebuah artikel di portal berita ternama.

Tanpa harus menunggu lama, aku pun langsung kebanjiran ucapan selamat, baik lewat media sosial maupun yang mengucapkannya secara pribadi lewat pesan singkat ke nomor teleponku.

Harus kuakui, perasaanku saat ini benar-benar campur aduk. Aku jelas merasa bahagia karena kerja kerasku selama beberapa bulan terakhir akhirnya diterima dengan baik oleh para pembaca setiaku. Setelah ini, pasti akan banyak tawaran wawancara untuk mendiskusikan isi buku tersebut, baik yang berbentuk acara offline, diskusi di platform media sosial, maupun wawancara di layar kaca. Secara tidak langsung, publikasi seperti ini pasti akan melambungkan angka penjualan buku tersebut, sekaligus royalti yang nantinya akan aku terima.

Namun di saat yang sama aku sadar bahwa kesuksesan ini tidak lepas dari peran seseorang yang sangat penting dalam proses ini. Dia adalah editorku, Amanda. Dan mengingat dia kini tengah berusaha keras menjauhiku, hal tersebut membuat hatiku terasa sakit.

Tadi pagi, aku kembali mengirimkan pesan kepada perempuan muda tersebut, yang berisi ucapan terima kasih atas kerja keras dan bantuannya selama ini. Tak lupa, aku pun meminta maaf atas semua kesalahan yang telah aku perbuat kepadanya, baik yang disengaja maupun tidak. Namun seperti biasa, pesan tersebut pun tak kunjung dibalas olehnya.

Entah mengapa, aku yang sebenarnya sudah banyak berhubungan dengan perempuan, justru merasakan sesuatu yang berbeda kali ini. Padahal, Amanda adalah seorang perempuan yang umurnya terpaut jauh dari diriku, sudah mempunyai pacar, dan dia juga adalah editor bukuku. Tidak seharusnya aku menyimpan perasaan seperti ini kepadanya.

Yang masuk ke smartphone milikku justru pesan dari sahabatku, Rachmadi. "Mau ketemu di tempat biasa? Untuk merayakan kesuksesan buku terbarumu?"

Karena tidak ada rencana sama sekali hari ini, aku pun menyanggupi permintaan tersebut.

"Oke, kita ketemu di sana saja ya."

***​

Sesampainya aku di kedai kopi tempat kami berdua biasa bertemu, Rachmadi ternyata sudah duduk di pojok kedai. Pria tua tersebut tampak sudah memesan minuman kesukaannya, yang sudah habis setengah. Aku pun langsung menghampirinya.

"Sudah lama kamu sampai di sini, Rachmadi?" Tanyaku.

"Nggak kok, belum lama. Cuma tadi aku haus sekali, jadi menyeruput banyak sambil menunggu kamu," ujarnya sambil tersenyum.

Aku pun duduk di hadapannya dan memesan kopi yang biasa aku minum kepada seorang pelayan. Ia mengangguk karena kami berdua memang terhitung pelanggan setia di kedai kopi tersebut. Tidak ada ceritanya kami akan kabur meninggalkan kedai tersebut tanpa membayar.

"Jadi, bagaimana perasaannya menerbitkan buku baru lagi? Dan langsung sukses besar?" Tanya temanku tersebut. "Sudah kubilang, seharusnya kamu menerbitkan buku lagi sejak beberapa tahun lalu."

Aku hanya tersenyum seadanya. Aku tidak bisa berbohong atau memasang muka manis di hadapan dia, yang sudah mengenal aku selama bertahun-tahun. Apabila aku pura-pura bahagia, ia pasti akan mengetahuinya, dan justru membuat suasana jadi tidak menyenangkan.

"Ahh, sudah kuduga. Pasti tidak ada yang sederhana dari kehidupan kamu, Raharjo," ujar Rachmadi. "Semuanya pasti terlalu rumit."

"Jujur aku senang dengan keberhasilan buku terbaruku. Namun, rasanya ada yag kurang, itu saja."

"Boleh kutebak?"

"Silakan."

"Editormu."

Rachmadi memang salah satu orang yang paling mengerti kepribadianku. Dan dia adalah sosok tempatku mencurahkan hati selama beberapa tahun terakhir. Karena itu, lebih kurang ia bisa mengetahui ke mana arah pikiranku saat ini.

Aku hanya bisa mengangguk.

"Apa yang terjadi antara kamu dan dia?"

"Semuanya berawal dari pertemuan tak sengaja aku dengan Inggit."

"Kamu ketemu Inggit? Kapan?"

"Waktu aku ke Jogja beberapa waktu lalu. Saat turun dari pesawat, aku bertemu dengan dia dan suaminya di terminal kedatangan. Aku hendak menghindarinya, tapi ia justru menghampiriku dan memamerkan suami barunya."

"Ngapain kamu ke Jogja?"

Akhirnya aku menceritakan semuanya kepada Rachmadi. Mulai dari revisi yang harus aku lakukan terhadap naskah akhir dari novelku, dan mengapa Amanda justru memaksa aku untuk langsung pergi ke Jogja. Hal tersebut kemudian membuatku bertemu dengan Inggit, dan mendorong Amanda untuk membuat kami lebih dekat agar revisi naskah novel yang aku buat cepat selesai.

"Yakin kamu memang kesulitan mengerjakan revisi naskah tersebut? Bukan hanya akal bulusmu untuk membuat Amanda dekat denganmu?" Tanya Rachmadi.

"Memangnya kamu berpikir aku segila itu?"

"Saat dibutuhkan, kamu bisa saja bertindak seperti itu. Aku tidak akan heran."

Dalam hati aku mengakui kalau strategi seperti itu bisa saja muncul di kepalaku. Namun, saat bersama Amanda kemarin, aku memang benar-benar tidak bisa berpikir jernih karena kehadiran Inggit.

"Tidak, kali ini aku tidak segila itu."

"Dan kalian berdua sampai ..."

Aku mengangguk, meski Rachmadi tidak menyelesaikan kata-katanya.

Pria tua di hadapanku menghela napas panjang. "Ahhh, Raharjo ... Raharjo. Mengapa kamu selalu masuk ke dalam masalah yang tidak bisa kamu selesaikan sendiri. Ujung-ujungnya, aku juga yang menjadi tempat kamu membuang sampah pikiranmu tersebut."

Aku hanya diam mendengar kata-katanya.

"Tidak ada jalan lain kalau kamu mau menyelesaikan masalah ini."

"Bagaimana caranya?" Tanyaku penasaran.

"Kamu harus bertemu dia secara langsung."

"Maksudnya?"

"Ya, temui dia secara langsung. Katakan kamu minta maaf sambil memandang matanya. Dengan begitu, masalah di antara kalian akan mencari, terlepas dari apakah dia mau memaafkan kamu atau tidak."

Dalam hati aku mengakui bahwa Rachmadi memang selalu punya saran jitu untuk mengatasi masalah-masalah pelik.

"Waktu kalian melakukannya, dia masih perawan?"

Aku menggeleng.

"Baguslah, jauh lebih tidak berbahaya konsekuensi perbuatanmu kalau begitu."

"Lalu bagaimana caranya aku bisa bertemu dengannya?"

"Ya ampun, Raharjo. Masa untuk urusan begitu saja kamu harus bertanya kepadaku?"

Aku memasang wajah kebingungan. Kepalaku benar-benar buntu, tidak tahu cara untuk bertemu dengan Amanda di tengah masalah kami berdua seperti ini.

"Kamu tinggal datang ke kantornya. Kalau dia tidak ada di kantor, kamu tanya alamat dia pada bosnya. Kamu pasti kenal orang-orang penting di penerbit itu kan? Kamu kan sudah lama menerbitkan buku di sana."

"Apakah itu tidak masalah?"

"Yang jadi masalah adalah kamu tidak berusaha untuk menyelesaikan masalah ini, sehingga kamu terus terjebak di lumpur derita yang kamu ciptakan sendiri. Ini persis dengan apa yang terjadi setelah kamu cerai dengan Inggit. Kamu tidak mau keluar dari sarangmu yang nyaman, untuk menyelesaikan semuanya dan mulai kehidupan baru."

Tiba-tiba, aku mendengar suara notifikasi dari smartphone milikku. Aku mengeluarkannya dari kantong celana, dan terkejut melihat ada nama Amanda di sana. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Perempuan yang tengah kami bicarakan justru tiba-tiba mengirimkan pesan kepadaku. Aku pun langsung membaca pesannya.

Namun setelah itu, aku langsung tersenyum kecut.

"Kamu benar, aku memang akan bertemu dengannya, Rachmadi. Tapi bukan di waktu yang aku inginkan," ujarku.

"Maksud kamu?"

Aku langsung memberikan smartphone milikku kepada pria tua tersebut. Di sana tertera sebuah gambar undangan virtual yang berbunyi. "Anda diundang ke pernikahan bahagia antara Amanda Nur Izzati dan Jodi Purwanto."

(Bersambung)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd