Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAN IMPIAN

Bimabet
CHAPTER 14

Semua berlalu begitu cepat. Waktu berjalan sesuai dengan apa yang ia inginkan. Sampai datanglah hari yang ditunggu-tunggu oleh delapan pasang ibu dan anak yang saling memberi dan melengkapi. Semuanya telah berkumpul di villa yang mereka sepakati akan disebut sebagai ‘Taman Impian’. Pada tahap awal, kesemua pasangan saling berbaur, berkomunikasi antar mereka dan menjalin hubungan hingga saling mengenal satu sama lain. Tak pelak, keakraban pun cepat terjalin sejak sesi perkenalan antar anggota hingga acara makan malam bersama.​
















Delapan pasang ibu dan anak kini semua duduk di ruang utama. Sebagian duduk di sofa besar setengah lingkaran, sebagian duduk di kursi kayu yang kokoh dan kuat. Mereka duduk berkeliling, beberapa di antaranya berbincang-bincang kecil, dengan suara rendah. Namun mereka semua nampak bahagia. Pada saat itu peraturan yang berlaku adalah para wanita bebas memilih siapapun pria yang ia mau untuk menjadi pasangannya, dan bisa berganti kapanpun ia mau. Tidak ada istilah ibu ataupun anak di sana, semua anak dianggap sama.

“Perhatian semuanya …!” tiba-tiba John bersuara kencang. Semuanya berhenti berbicara dan mengalihkan pandangan mereka pada si pemilik suara. “Untuk memanaskan suasana, bagaimana kita adakan game?” lanjut John masih dengan suara lantang.

“Wow … Seru tuh …!” kata Fina yang berada di pangkuan Rafael.

“Game apa, John? Bikin yang agak menantang!” sambung Yenni yang juga berada di pangkuan Andi.

“Oke … Nama game-nya Music Chair,” kata John.

“Music Chair???” gumam dari beberapa orang hampir bersamaan.

“Ya, Music Chair … Cara mainnya adalah untuk para laki-laki duduk di sofa. Coba untuk para laki-laki mencari tempat duduk dulu masing-masing,” John memerintahkan semua pria untuk menempatkan diri di sofa yang membentuk farmasi setengah lingkaran. Setelah tujuh pria muda mendapatkan tempat duduk barulah John meneruskan aturan permainannya, “Untuk para wanita berkumpul di tengah,” lanjut John yang kemudian para wanita berkumpul di tengah berjarak dua langkah dari para pria muda.

“Terus …?” tanya Diana penasaran.

“Para wanita bentuk lingkaran dan saling berjabatan tangan. Nanti aku akan menyetel musik dan kalian para wanita berjalan berkeliling memutari sofa. Saat musik dimatikan, kalian para wanita harus secepat-cepatnya duduk di pangkuan para laki-laki. Laki-laki ada tujuh di sana, sementara wanita ada delapan. Pasti ada satu yang tidak mendapat pasangan. Siapa yang tidak mendapatkan pasangan, dialah yang mendapat penalti,” jawab John sambil tersenyum.

“Penaltinya … Buka baju …” teriak Agam bersemangat.

“Bagaimana? Apakah kalian setuju kalau penaltinya buka pakaian satu persatu …?” tanya John dengan senyuman mesumnya.

“Gak adil dong … Masa hanya para wanita saja yang buka baju … Harusnya laki-lakinya juga …” Diana berkomentar.

“Iya … Harusnya laki-laki juga ada yang kena penalti,” sambung Yenni.

“Baiklah … Aturannya begini … Bagi siapa wanita yang terkena penalti, dia dapat memilih laki-laki yang harus membuka pakaiannya,” jawab John.

“Nah … Itu aku setuju …” kata Yenni senang.

“Oke … Kita mulai saja game-nya …” Diana mulai memegang tangan wanita di sampingnya.

Game pun dimulai. John sebagai wasit segera menyetel musik dari HP ke speaker aktif tanpa kabel. Para wanita berjalan mengelilingi sofa dengan sikap waspada. Musik baru berjalan dua menit, tiba-tiba John menghentikan musik. Kontan saja para wanita berhamburan mencari pasangan untuk duduk di pangkuannya. Teriakan-teriakan dan tawa ria dari para peserta membahana, membuat suasana menjadi ramai dan riang. Ternyata Maya duluan yang tidak mendapatkan pasangan.

“Buka … Buka … Buka …!” riuh rendah suara orang-orang menyemangati Maya.

Maya pun membuka blouse yang dikenakannya dan tampak gunung kembar yang terbalut bra hitam miliknya. Maya terlihat percaya diri dengan mengembangkan senyum setelah memamerkan tubuhnya di depan semua orang. Bagaimana tidak percaya diri, selain bentuk tubuhnya yang terlihat seksi, ia memiliki payudara yang terbilang cukup besar dibandingkan wanita lainnya.

“Wow … Amazing …!” teriak Dedi yang kelihatannya sangat berhasrat kepada Maya.

“Ha ha ha … Maya … Siapa laki-laki yang ingin kamu telanjangi?” tanya John.

“Hhhmm … Andi …” jawab Maya.

“Oh … No …” pekik Andi namun tak bisa menolak.

“Ha ha ha … Oke! Para wanita kembali ke tengah … Dan Andi, lepas bajumu!” perintah John yang langsung dituruti para wanita dan juga Andi.

Permainan pun dimulai kembali. Keseruan semakin terasa ketika permainan ini sedang berlangsung. Semua orang menikmati game-nya, para wanita berteriak-teriak dan tertawa lepas. Semakin lama makin seru dan banyak peserta yang nyaris telanjang. Namun yang jelas gerakan atau aktivitas fisik yang semua orang lakukan menghangatkan tubuh mereka dan tentu juga memberikan sensasi yang lain dan lebih meningkatkan adrenalin. Hampir 30 menit berlangsung, akhirnya permainan usai. Alhasil semua orang yang berada di ruangan itu telanjang bulat secara sempurna. Meski dalam kondisi dingin, namun senyum manis dan tubuh seksi para wanita seakan menjadi penghangat di malam hari itu.

John pun kembali menyetel musik disco dan mengajak semua orang berjoget. Joget yang hot! Tanpa sungkan dan canggung, mereka berjoget seperti penari diskotek sembari tertawa-tawa. Gerakan joget kedelapan wanita seksi itu memang sangat merangsang. Apalagi dengan keadaan telanjang seperti itu, membuat buah dada mereka berguncang-guncang secara liar, sehingga batang milik para pria menjadi tegang. Tangan para pria pun beberapa kali menyentuh buah dada para wanita yang terbuka. Bahkan terkadang beberapa wanita dengan santainya mendekap tangan si pria ke dadanya, membuat suasana semakin memanas.

Fina mendekati Andi, dan kemudian tangannya menggenggam batang kejantanannya yang sudah keras itu mengacung tanpa tertutup. Fina merapatkan tubuhnya pada tubuh Andi. Kemudian mereka berdua saling menggesekkan alat kelamin mereka secara berirama. Fina sampai mendesah-desah keenakan.

Sementara itu Tati mendekati John, dan tangannya yang halus terasa nikmat menyentuh batang milik John, menggosok-gosok dan membelai batang kemaluannya. Tidak lama kemudian John merasa hangat dan basah pada batangnya, dan ternyata Tati telah mengulumnya. Tati melahap serakah penis John dan mengulum penis itu dengan langkah-langkah nakal.

“Tati … Aku sudah gak tahan pengen menyodok punyamu,” kata John sambil mengangkat tubuh Tati yang sedang berjongkok. Tati pun melepaskan mulutnya dari kemaluan John. Wanita itu membawa John ke ujung ruangan lalu mendorongnya hingga duduk di kursi kayu, kemudian Tati mengangkangi John lalu menggenggam batang kemaluan pria itu dan diarahkan ke liang senggamanya.

“Siap ya, tampan .... Kita mulai,” kata Tati sambil duduk di atas kemaluan John dan kemaluan pria itu langsung amblas ditelan oleh vaginanya. Tati mendesah sesaat ketika seluruh batang John sudah berada dalam kehangatan vaginanya, dan kemudian mulai bergerak naik turun.

Amboi, alat kelamin John terasa disedot oleh vaginanya yang hangat, basah dan legit. Gesekan yang terjadi antara dinding vaginanya dengan kemaluan pria itu membuatnya seperti melayang-layang keenakan. Apalagi dengan posisi seperti ini John dapat melihat jelas ekspresi kenikmatan di wajah Tati serta buah dadanya yang membulat kencang.

Tiba-tiba Maya datang dan menyodorkan buah dadanya yang montok itu ke wajah John seraya berkata, “John, nyusu dulu ya?” John pun segera meraih buah dadanya yang indah itu dan mengulum putingnya. ”Ahhh, isep yang kuat, John..!” pinta Maya.

Ternyata Maya tidak datang sendirian. Di belakang Maya yang sedang menungging tampak Gugun yang sedang mengarahkan batangnya yang berkilat-kilat ke arah selangkangan Maya, dan, “Aaaahhhhhhh …!” Maya mendesah panjang saat batang kejantanan Gugun memasuki rahimnya, dan Gugun langsung beraksi menyodok-nyodok.

Di lain pihak, Rafael sedang menggenjot vagina Yuni di sofa. Dan sebelahnya Diana sedang ditunggangi Ronny. Di sebelahnya, Rina asik menggoyang batang kemaluan Dedi. Sementara itu, Fahri sedang mendoggy Yenni tak jauh dari sofa. Yang tak kalah serunya adalah persetubuhan Agam dan Citra, karena keduanya paling berisik. Rintihan dan erangan kenikmatan bercampur baur saat itu diiringi dengan musik, membuat gairah semua orang semakin memuncak. Tak ada rasa canggung, karena birahi sudah menyelimuti. Pesta benar-benar liar.

Tergoda, angin malam ikut serta. Menghembus goda tubuh-tubuh yang bergelinjang penuh hasrat tanpa benang, yang polos tercampak akan noda lendir yang terjalur, membasahi rajah tubuh mereka yang bersimbah peluh, meliuk-liuk mengikat semuanya dalam sebuah kenikmatan seks. Kenikmatan dan seks, dua kata yang membuat naluri binatang semakin terhasrat dalam rasa senang dan nikmat di saat bersamaan. Tubuh mereka menginginkan lebih. Lebih. Dan lebih lagi, sebanyak yang mereka bisa terima. Sampai nafsu menutupi logika sehat semata.

Sudah lima belas menit berlalu, setiap pasangan masih terus memacu birahi mereka. Sementara itu. Tati semakin mempercepat gerakan naik turunnya, menambah dahsyat kenikmatan yang John rasakan dari gesekan dengan dinding kemaluannya. Kedua tangan Tati meraih tangan John dan membimbing ke arah payudaranya yang bebas. Lalu Tati meremas kedua payudaranya sendiri dengan kuat menggunakan tangan John.

“Aaahh … Ssshh ... Ee..nak banget, John ... Aaahhss ...” Tati mendesis. John pun merasa sangat nikmat dengan daging payudara wanita di kedua tangan serta di mulutnya. Tati semakin cepat naik turun sampai akhirnya wanita itu mengejang karena orgasmenya dengan melepas sebuah teriakan kenikmatan.

“Aaaaahhhh … Ssshh ... Akuuhhh … Aaaacchhh …!!!” Lia memekik kenikmatan.

Tati terkulai di atas tubuh John. Pria itu melepaskan hisapannya dari puting susu Maya dan memeluk Tati. Sayangnya John belum puas. Tati pun bangkit dan kemudian duduk di kursi sebelah kursi John, untuk beristirahat. Namun, tiba-tiba Gugun menghampirinya dan ia sangat menginginkan ibunya, dan Gugun membuka kaki ibunya ke kanan dan ke kiri sehingga mengangkang, kemudian siap menusukkan batangnya pada liang kenikmatan ibunya.

“Aduhh ... Gun, nanti dulu dong, aku masih lemes nih,” pinta Tati memelas. Tapi Gugun tidak memperdulikannya dan menghunjamkan batangnya. Batang kemaluannya langsung bergerak keluar masuk dengan cepat, membuat testisnya menampar-nampar pantat Tati.

Maya yang juga baru mencapai orgasmenya kemudian duduk di pangkuan John. John yang belum mencapai puncak lalu berusaha membangkitkan gairah bercinta wanita yang ada di pangkuannya. John mencium bibirnya penuh perasaan. Tangan pria itu meremas payudara Maya dan memainkan putingnya. Tak butuh waktu lama, setiap sentuhan John mengirimkan sengatan listrik yang mampu membangkitkan gelenyar untuk membuat gairah Maya kembali berkobar. Maya memegang kejantanan John yang berurat dan mengarahkannya ke liang hangat miliknya.

“Aaaahhhh …” Maya mendesah ketika batang kemaluan John tenggelam dalam dirinya.

Maya mulai menggerakan pinggulnya naik turun, menciptakan gesekan dua kelamin yang menghasilkan rasa geli dan nikmat. Dan lidah John sudah menjalar dan meliuk-liuk di puting Maya, menghisap dan meremas-remas payudara wanita di atasnya. Maya sudah seperti tersihir kenikmatan birahi. Hentakan-hentakan birahi sepertinya telah menguasai Maya, tubuhnya menggelinjang keras disertai desahan dan erangan yang tidak berkeputusan, tangannya mengusap-usap dan menarik-narik rambut John, seakan tidak ingin melepaskan kenikmatan yang ia rasakan.

“Teruss ... John ... enak banget ... Ooohh ... Isep yang kerass sayangghh …” Maya meracau.

“Aku suka sekali payudara kamu Maya ... Mmmhh …” ucap John.

"Aku juga suka kamu isep, John ... Aahh …” Maya menyorongkan dadanya membuat John bertambah mudah melumatnya.

Pergumulan semakin panas, Maya menggerakan pinggulnya semakin keras, mereka mengerang menikmati sentuhan antara kedua kelamin mereka yang saling mengisi. Peluh-peluh birahi mulai menetes membasahi tubuh. Jeritan, desahan dan lenguhan mewarnai pergumulan mereka bercampur baur dengan jeritan nikmat pasangan yang lain. Menit demi menit gerakan Maya yang semakin liar menebar kenikmatan di tubuh keduanya. Magma birahi semakin menggelegak sampai akhirnya tubuh Maya tak lagi mampu menahan letupannya.

“John ... Ooohh ... Eennaakk, agghh ... Nikmat sekali …!” jeritan dan erangan panjang terlepas dari mulut Maya. Tubuh Maya mengejang dengan kepala terdongak ke atas dengan gerakan bawah tubuhnya semakin kuat. Mulut basahnya terbuka dan kedua matanya terputar ke atas, menampilkan wajah yang sangat erotis dan sangat menggairahkan untuk disetubuhi.

John berusaha bertahan untuk tidak cepat ejakulasi, namun kejantanannya sudah tidak sanggup lagi. Organ vitalnya itu berdenyut-denyut tidak terkendali, dan siap menumpahkan cairan spermanya keluar. John mendesah hebat. Pahanya bergetar tidak terkendali. Cairan spermanya terpompa dengan cepat melewati saluran urinal, bersiap menembakkan benihnya keluar.

“Aaaaarrggghhh …!” John menggeram rendah bak binatang buas saat spermanya menyembur deras ke dalam lubang nikmat Maya.

John dan Maya sama-sama meloloskan desahan panjang ketika keduanya mencapai puncak secara bersamaan. Tubuh Maya yang sudah dipenuhi keringat ambruk di atas John. Keduanya kini terengah menikmati pelepasan dahaga nafsu seksual mereka. Tak lama, Maya bergerak melepas pelukannya. Sesaat mereka saling tatap dan ketika tatapan mereka saling bertaut, mereka pun sama-sama tersenyum puas.

“Terima kasih …” lirih maya.

“Sama-sama …” jawab John mendesah.

Maya langsung saja beranjak dari atas tubuh John. John pun melirik ke samping di mana Gugun baru saja melepaskan spermanya di dalam vagina Tati. John pun tersenyum, ternyata Gugun bisa diandalkan. John pun lebih melebarkan senyum saat melihat Dedi masih ‘bekerja’ namun kini pasangannya adalah Fina. Akhirnya John berdiri dan melangkahkan kakinya menghampiri Yenni yang sudah bergabung dengan Diana, Yuni, Citra, dan Rina di sofa.

“Mau jalan-jalan denganku?” John mengulurkan tangannya pada Yenni.

“Oh … Aku???” tanya Yenni tak percaya.

“Iya …” jawab John santai.

“Wow … Mau kamu apakan Yenni?” goda Diana sambil cekikikan.

Semua pun tertawa tapi Yenni menyambut ajakan John. Sambil berdiri Yenni menggapai tangan John dengan mesra. Sedetik kemudian John dan Yenni yang masih dalam keadaan telanjang bulat berjalan keluar gedung utama. Dan ternyata John mengajak Yenni ke kolam renang yang letaknya berada di belakang halaman villa. Keduanya duduk di pinggiran kolam dengan sebagian kaki mereka masuk ke dalam air.

“Sebenarnya aku sudah menunggu kesempatan ini,” John memulai pembicaraan sambil melingkarkan tangannya di pinggang ramping Yenni.

“Emangnya ada apa?” tanya Yenni sedikit terkejut namun kepalanya kini bersandar di bahu John.

“Mungkin ini terdengar sedikit gombal. Tapi kamulah wanita tercantik di antara mereka,” ucap John sungguh-sungguh. John sebenarnya sudah lama tertarik akan kecantikan Yenni. John sudah lama tidak melihat Yenni sebagai ibu sahabatnya, melainkan sudah menyukainya sebagai wanita. Hanya saja, ketertarikannya itu tertahan oleh rasa takut salah penempatan.

“Wow … Kamu benar-benar ngegombal, John … Tapi aku suka itu …” ungkap Yenni sambil membalas pelukan John.

“Terserah katamu, tapi aku berkata dari dalam hati yang paling dalam. Kamu adalah wanita tercantik yang pernah aku temui. Dan aku benar-benar jatuh cinta padamu,” ungkap John sepenuh hati.

“Hi hi hi … Kedengarannya lucu ya … Tapi aku merasa tersanjung. Dan aku akan jawab perasaanmu itu. Aku juga mencintaimu John. Tapi, cintaku ini tidak akan seluruhnya aku berikan padamu. Kalau kamu memang mencintaiku, kamu harus siap berbagi cinta dengan yang lain. Di sana ada suamiku, ada Rafael, dan ada beberapa laki-laki lain yang aku cintai,” kata Yenni dengan suara serius.

“Ya, aku sangat sadar akan hal itu. Hanya saja aku sekedar ingin mengungkapkan perasaanku supaya tidak ada beban lagi di hati. Aku hanya ingin kamu tahu kalau aku benar-benar mencintaimu,” ungkap John lagi.

“Terima kasih, sayang …” kata Yenni yang tiba-tiba melepaskan pelukan.

Yenni dengan cepat menangkup wajah John dan membawa ke wajahnya. Kedua belah bibir mereka bertemu, saling menempel dan merasakan kelembutan bibir masing-masing. John merasakan ribuan mantra sihir dihujamkan ke tubuhnya saat itu juga. Bibir Yenni terasa seperti laut dan matahari senja. Satu batalyon pasukan semut seperti menggelitik bagian dalam perut John. Pekerja otaknya menjerit. Tidak ada satu pun bagian dari distriknya yang luput terisi Yenni saat ini. Sedangkan bagi Yenni, belum sepenuhnya merasakan getaran yang dirasakan John. Yenni masih menganggap kalau pria itu biasa-biasa saja. Kasarnya, hanya sebagai pemuas nafsunya. Yenni tahu apa yang ia lakukan ini salah, memberikan harapan pada John walau sedikit, sebenarnya Yenni sudah tidak percaya dengan namanya cinta yang tulus.

John menarik bibirnya lebih dulu. Ia memastikan pandangannya tak lepas dari Yenni. Menyalurkan berbagai perasaan yang tidak perlu diucapkan dengan kata. Membuat suatu diplomasi besar-besaran antara kedua kota di masing-masing kepala. John jatuh cinta dan Yenni tahu itu. Dengan wajah yang masih sama-sama merah, mereka tersenyum bersamaan.

“Bagaimana kalau malam ini kita habiskan berdua saja?” goda Yenni.

“Dengan senang hati,” jawab John sangat antusias.

Yenni berdiri duluan yang diikuti John kemudian. Keduanya kembali ke gedung utama. John sebagai leader group mengumumkan kalau acara selanjutnya acara bebas namun jangan sampai larut malam karena semuanya akan pulang besok pagi. Setelah itu, John dan Yenni memasuki salah satu kamar yang ada di lantai satu dan mereka benar-benar menghabiskan sisa malam dengan bercumbu. Malam itu menjadi malam yang sangat sacral bagi John. Pria tersebut mencumbui Yenni dengan sepenuh hati bahkan cinta. Tapi lain halnya dengan Yenni yang hanya sekedar memuaskan nafsu birahinya saja.

#####

Tina gelisah di atas tempat tidurnya. Mata gadis itu terpejam tetapi ia tidak bisa tertidur sama sekali. Rasa sepi menyelimuti Tina karena ia sendirian di rumah. Ayahnya masih bertugas di luar kota, sedangkan ibunya dan John pelesiran entah kemana. Hingga ia turun dari tempat tidur, dan melirik jam dinding yang terletak di atas pintu kamar yang sudah menunjukkan pukul 9 malam. Tina mengganti pakaian dengan kaos merah tak berlengan dan jaket kulit hitam serta celana jeans panjang. Setelahnya, Tina segera bergegas pergi ke garasi lalu mengeluarkan motor kesayangannya.

Mesin motor pun dinyalakan dan membuat sebuah deruman motor yang mulai dipanaskan. Satu menit kemudian Tina menjalankan motornya dan pergi meninggalkan rumah. Motor melaju cukup cepat, membelah jalan raya yang lengang. Tina yang ingin cepat sampai di tempat tujuan membuatnya menjadi seseorang yang ego, ia melihat jalan kiri kanannya yang sepi membuatnya terkadang menerobos lampu merah. Hampir dua jam di jalanan, akhirnya Tina sampai di rumah pamannya. Ia memarkir motornya di depan teras dan langsung menuju pintu rumah yang tiba-tiba saja terbuka.

“Waduh … Malem-malem begini … Apa gak takut?” tanya Giri terheran-heran.

Tina tidak langsung menjawab tetapi matanya membulat pertanda terkejut. Tina tercengang bahkan mulutnya tak sanggup tertutup saking terkejutnya. Sekilas Tina memindai penampilan pamannya yang sangat jauh berbeda dengan penampilan sebelumnya. Rambut tertata rapi, kumis dan jenggot tercukur rapi, dan tidak ada satu pun jerawat di wajahnya. Kulitnya bersih dan kencang bahkan wajah pria itu begitu bersinar layaknya seorang remaja.

“Paman … Ini paman Giri bukan?” tanya Tina menggoda sambil berjalan mendekatinya.

“Kamu ini kenapa? Ayo masuk!” kata Giri sedikit merasa malu.

“Waw … Paman beda sekali … Paman ternyata ganteng juga … Hi hi hi …” puji Tina sedikit banyolan.

“Makasih … Makasih … Tapi paman gak punya receh …” respon Giri sambil tersenyum.

Mereka pun masuk ke dalam rumah. Giri mempersilahkan Tina masuk duluan dan setelah menutup pintu Giri kemudian mengikuti keponakannya dari belakang. Tak lama, keduanya sudah berada di dapur. Giri membuat dua gelas kopi sambil ngobrol ngaler-ngidul. Setelah kopi siap, mereka duduk berhadapan yang dibatasi oleh meja makan.

“Rumah kamu sepi, gak ada siapa-siapa? Emangnya keluargamu pada kemana?” tanya Giri setelah mengetahui alasan Tina datang ke rumahnya.

“Papa masih dinas luar kota, baru pulang mungkin minggu depan. Mama dan John pergi juga entah kemana,” jawab Tina lalu menyeruput kopinya yang masih panas.

“Apa kamu gak nanya ibumu mau pergi ke mana?” tanya Giri penasaran.

“Sudah … Cuma dijawab mau pelesiran …” jawab Tina lagi.

“Lah … Kenapa kamu gak ikut?” Giri sudah seperti wartawan saja.

“Itu dia yang bikin aku kesal. Aku gak boleh ikut,” Tina cemberut.

“Hhhmm … Aneh ya … Kok cuma John saja yang diajak?” Giri mengerutkan dahi.

“Ah, biarin saja paman … Gak usah dipikirin … Sekarang aku mau tanya, bagaimana pekerjaan paman?” Tina mengalihkan tema pembicaraan.

“Paman merasa kerasan kerja di rumah konglomerat itu, Tina … Orang-orangnya sangat ramah dan baik-baik. Lagi pula kerjaan paman sekarang sesuai dengan keahlian paman dan gak berat,” jawab Giri sambil tersenyum senang.

“Syukurlah kalau begitu. Aku merasa senang kalau paman betah kerja di sana,” respon Tina yang ikut merasa senang.

“Terima kasih ya … Karena kamu paman bisa seperti ini,” kata Giri.

“Gak usah terus-terusan berterima kasih dong, paman … Cukup sekali saja … Hi hi hi …” canda Tina sambil tertawa.

Giri pun ikut tertawa dan keduanya ngobrol seru seputar pekerjaan Giri sambil menikmati kopi. Tak terasa malam semakin larut membuat mereka harus menyudahi perbincangan mereka. Tina akhirnya tidur di kamar sebelah kamar Giri. Dan lagi-lagi ia tidak bisa memejamkan matanya. Tina berpikir ini akibat kopi yang ia minum. Dengan perasaan kesal, Tina pun keluar dari kamar dan mengetuk kamar pamannya.

“Ya …” terdengar suara Giri dari dalam kamar.

“Aku gak bisa tidur, paman …” kata Tina memelas. Tak lama, pintu pun terbuka.

“Kenapa?” tanya Giri yang sudah setengah mengantuk.

“Gara-gara kopi kali …?” kata Tina.

“Ya sudah, paman temenin ngobrol …” sahut Giri.

Saat Giri berjalan tiba-tiba Tina merangkul tangan pamannya itu dengan manja. Mereka berjalan ke ruang tengah dan duduk bersebelahan di atas sofa. Sebuah televisi berukuran 32 inci tepat berada di depan mereka. Tina mengambil remote lalu menyalahkan dan mencari saluran televisi yang menurut Tina menarik untuk ditonton. Setelah beberapa detik Tina melihat berita infotainment yang menayangkan sosok wanita cantik yang bernama Yenni.

“Menurut paman wanita cantik atau nggak?” tanya Tina sambil kembali merangkul lengan Giri dan membaringkan badannya ke tubuh Giri.

“Ya cantiklah … Masa artis gak cantik?” jawab Giri polos.

“Hi hi hi … Dia bukan artis loh paman … Dia itu majikan paman … Istri dari Tuan Lee, anak dari Rafael,” jelas Tina membuat Giri lumayan terkejut.

“Oh, begitu ya …?!” kata Giri sambil membuka matanya lebar-lebar menatap layar televisi.

“Emang paman belum ketemu sama dia?” tanya Tina sambil ingin tertawa.

“Belum …” jawab Giri sambil tersenyum malu.

“Dia itu namanya Tante Yenni … Eh, paman harus menyebutnya Nyonya Lee …” kata Tina menjelaskan.

“Oh iya … Nyonya Lee …” gumam Giri masih dengan tatapannya ke layar televisi.

“Cantik ya paman?” tanya Tina mengulang.

“Iya … Em, cantik sekali …” gumam Giri yang kini benar-benar merasa tertarik dengan majikannya. Tina pun tersenyum melihat mimik muka dan gesture Giri.

“Paman bisa kok mendapatkan dia …” bisik Tina genit.

“Wah … Kamu ini ada-ada saja … Mustahil …!!!” kata Giri.

“Serius paman … Asalkan paman berani saja, pasti dia akan jatuh ke pelukan paman,” kata Tina lagi coba meyakinkan Giri.

“Jangan ngelantur ah … Masa majikan mau sama pegawai seperti paman ini?” Giri tidak percaya.

“Paman … Dengerin … Dia itu perempuan yang suka daun muda … Asal sedikit ada wajah gantengnya, majikan paman itu pasti nyosor. Dia suka brondong seperti paman,” kata Tina.

“Aku brondong? Gak pantes lah aku disebut brondong. Umur paman kan sudah tua, udah hampir 35 tahun,” kata Giri yang sebenarnya mulai penasaran. Entah kenapa tiba-tiba saja ia ‘memakan’ provokasi Tina dengan suka rela.

“Paman itu ganteng … Percayalah! Kalau paman itu ganteng dan aku sangat yakin kalau majikan paman itu akan datang menemui paman,” kata Tina penuh keyakinan.

“Ah … Paman kurang yakin … Tapi kalau seandainya benar … Terus gimana?” tanya Giri seperti orang linglung.

“Hi hi hi … Ikuti permainannya. Kalau diajak ngamar harus mau,” kata Tina lugas tanpa penyaringan.

“Kamu ini kok ngawur … Ngajarin yang gak bener sama paman …” Giri berkata yang berlainan dengan suara hatinya. Dan yang sebenarnya Giri sangat mengharapkan kalau ucapan Tina itu menjadi kenyataan.

“Bukan begitu paman … Kalau paman sudah bisa merebut hatinya, masa depan paman sangat dipastikan akan cemerlang. Paman akan dimanjakan olehnya dengan kekayaannya. Jangan khawatir paman, kekayaan majikan paman gak akan habis tujuh turunan. Kalau paman memintanya sedikit saja gak akan merugikan mereka,” jelas Tina.

“Hhhmm … Kamu ini pintar juga … Otak paman gak sampai ke situ … Tapi, paman belum yakin kalau majikan paman itu mau sama paman,” kata Giri yang sebenar-benarnya.

“Mau dengerin ilmu menggaet cewek? Supaya majikan paman itu jatuh cinta sama paman,” tanya Tina sambil memperbaiki posisi duduknya yang kini menghadapkan diri ke arah Giri.

“Oh … Boleh … Boleh …” jawab Giri bersemangat.

“Gini … Pelajaran pertama berjudul sikap … Jika paman kebetulan bertemu dengan Tante Yenni atau Nyonya Lee bersikaplah seolah-olah paman senang berada di dekatnya. Buat dia merasa istimewa, buat dia bahagia. Aku kasih contoh ya, misalnya tiba-tiba Tante Yenni datang ke paman, paman langsung sambut dan berkonsentrasi padanya. Ajak ngobrol dia yang seru tapi sopan seakan-akan paman sudah mengenalnya lama. Saya kasih tips supaya ngobrol paman berkesan bagi Tante Yenni. Cari atau pancing kesukaan Tante Yenni, pasti banyak. Buat menjadi topik obrolan kesukaan Tante Yenni itu. Kemudian tunjukkan ketulusan dengan memberikannya pujian atau respon yang positif terhadap hal tersebut,” jelas Tina panjang lebar.

“Hhhmm … Ya, paman mengerti,” respon Giri sambil mengangguk-anggukan kepala.

“Pastikan paman sudah benar-benar selesai dengan langkah pertama tadi. Karena langkah pertama tadi adalah fondasi untuk masuk ke langkah-langkah selanjutnya,” jelas Tina.

“Cirinya kalau sudah selesai itu bagaimana?” tanya Giri ingin tahu.

“Kalau Tante Yenni sudah menemui paman dan ingin selalu bersama paman. Kemana-mana ingin ditemani sama paman. Intinya, Tante Yenni sudah merasa nyaman berdekatan dengan paman,” jawab Tina.

“Ok … Paman mengerti … Next …” kata Giri.

“Pelajaran kedua berjudul sentuhan ringan … Tapi aku sekali lagi wanti-wanti, sebelum melakukan langkah kedua ini, paman harus benar-benar selesai dengan langkah pertama,” kata Tina penuh penekanan.

“Ya, paman selalu akan ingat …” jawab Giri.

“Sentuhan ringan … Paman harus menyentuh dia tapi sentuhan ringan. Misal, saat Tante Yenni sedang berbelanja, paman harus berada di sampingnya dan sekali-kali pegang tangannya seolah-olah paman sedang melindunginya. Paman harus tahu bahwa sentuhan ringan pada tangan wanita juga akan memberikan sensasi yang tertentu. Dan perlu paman ingat, buatlah sentuhan itu seakan-akan paman sedang melindungi dia. Jangan coba-coba sengaja menyentuh tangannya tanpa alasan,” tegas Tina.

“Ya, paman mengerti,” jawab Giri semakin merasa tertantang,

“Nah keberhasilan langkah kedua ini adalah kalau Tante Yenni sudah berani menyentuh paman seperti mengusap, mencubit, memukul pelan, bahkan yang paling nyata adalah sudah berani memeluk paman,” jawab Tina.

“Oh, iya … Siap …” respon Giri sambil tersenyum.

“Pelajaran selanjutnya berjudul perhatian. Perasaan wanita cukup sensitif sehingga dia sering merasa diabaikan jika perkataan mereka tidak direspon oleh si pria. Oleh karena itu, paman harus memberikan perhatian lebih kepada Tante Yenni. Jika paman sudah perhatian, Tante Yenni pun akan melakukan hal yang sama. Tapi pada saat yang sama, jangan sampai paman terlihat seperti sedang berencana memasuki kehidupannya,” jelas Tina.

“Contohnya?” tanya Giri yang mulai kebingungan.

“Misalnya tanya kabar, atau sudah makan belum. Bisa juga kalau Tante Yenni kelihatan lesu, beri komentar perlu diantar ke rumah sakit atau dokter. Dan yang paling bagus adalah memberinya kejutan. Wanita sangat senang diberikan kejutan. Misalnya membelikan dia sesuatu yang dibutuhkan. Tante Yenni pasti akan meleleh kalau paman bisa melakukan itu,” jawab Tina.

“Hhhmm … Baiklah … Paman sepertinya bisa melakukannya,” kata Giri.

Keberhasilan langkah ketiga ini adalah kalau Tante Yenni sudah mau dipeluk dan dicium. Bahkan keberhasilan paling tingginya kalau Tante Yenni sudah mau diajak tidur,” kata Tina dengan senyumnya yang genit.

“Berarti hanya tiga langkah itu?” tanya Giri yang dijawab anggukan oleh Tina.

“Tapi paman … Ketiga langkah itu tidak akan ada gunanya kalau paman tidak percaya diri. Karena aku melihat paman orangnya minderan, kepercayaan diri paman kecil,” ungkap Tina.

“Masa sih?” gumam Giri.

“Paman … Percaya diri adalah modal dasar agar paman sukses meraih keinginan paman. Tanpa percaya diri tak akan terjadi perubahan. Dan tanpa perubahan, keinginan paman tidak akan terwujud,” jelas Tina lagi.

“Bagaimana kamu bisa menilai paman tidak percaya diri?” tanya Giri ragu-ragu.

“Mudah paman dan sangat kelihatan,” Tina menahan ucapannya sambil menatap wajah pamannya lekat-lekat.

“Apa itu?” tanya Giri.

“Aku tahu kalau paman menginginkan aku. Tapi paman menahannya karena tidak percaya diri,” ungkap Tina yang membuat Giri terhenyak. Apa yang diucapkan Tina adalah kebenaran dari hatinya.

“Ya … Paman mengakuinya. Paman merasa kalau paman tidak pantas untukmu. Memang paman menginginkanmu tapi paman hanya ingin menunggu kepastian darimu saja,” ungkap Giri pelan sambil mengalihkan pandangan.

“Paman …” lirih Tina sambil menangkup wajah Giri dan menghadapkan ke wajahnya. “Paman harus peka dan agresif pada wanita. Paman punya modal kok. Paman itu tampan. Aku saja sampai menyukai ketampanan paman. Apakah selama ini aku kurang memberikan sinyal kalau aku ingin mengulangi kejadian di air terjun tempo hari. Aku sangat yakin kalau paman bisa menangkap sinyalku itu tapi paman tidak percaya diri,” jelas Tina.

“Jadi …?” mata Giri membulat.

“Ya, aku merindukan itu. Tapi aku ingin tindakan dari paman. Lagi pula masa sih harus perempuan dulu yang mengatakannya?” kata Tina sambil tersenyum manis.

“Maafkan paman, sayang … Mulai sekarang paman akan berusaha mengubah sifat paman. Paman akan menjadi orang yang percaya diri dan peka juga agresif …” tegas Giri bersungguh-sungguh.

“Aku senang mendengarnya … Sekarang … Mau bagaimana?” desah Tina.

Giri hanya tersenyum lalu bergerak perlahan mengangkat tubuh Tina dengan gaya bridal style dan membawa Tina masuk ke dalam kamarnya. Saat tubuh Tina diletakkan di atas kasur, kedua tangan Tina enggan terlepas dari leher Giri. Keduanya pun akhirnya saling tindih, bibir mereka menyatu dalam ciuman panas dan menggairahkan, juga berharap agar sesuatu yang mendesak di bawah sana kembali dibebaskan.

Bersambung
nuhun suhu @Mawar_Berduri
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd