Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAN IMPIAN

CHAPTER 11

Hari sudah gelap karena jam menunjukkan pukul 19.30 malam. Sebuah sedan hitam menyusuri jalan desa yang sudah diaspal. Sang pengemudi tak bisa membayangkan saat lima tahun yang lalu ketika dirinya berkunjung ke desa ini. Jalan yang sedang dilaluinya mungkin tidak semulus ini. Andi pun harus menginjak pedal gas lebih dalam karena di segmen terakhir itulah jalan menanjak dan berkelok mengikuti rona bumi lereng gunung. Setelah hampir sepuluh menit menanjak, akhirnya mobil memasuki halaman sebuah rumah besar dengan halaman luas. Andi memarkirkan mobil tepat di depan teras rumah tersebut. Lantas semua penumpang keluar kemudian bersama-sama menaiki tiga anak tangga di beranda, lalu melangkah menuju pintu utama.

Kelima orang yang baru saja keluar dari mobil tidak perlu mengetuk pintu atau memijit bel rumah sebab sang empunya rumah sudah berdiri di ambang pintu yang terbuka lebar. Rupanya sang empunya rumah sudah menantikan kedatangan mereka. Sambutan hangat pun mewarnai suasana kedatangan Diana dan keluarga. Kelima orang itu mencium tangan laki-laki tua tersebut sebagai bentuk penghormatan dan rasa sayang kepada orangtua. Ternyata rumah besar itu begitu ramai dipadati para tetangga yang membantu mempersiapkan acara pernikahan.

“Kalian langsung saja ke atas dan istirahat. Abah masih harus membantu orang-orang di belakang,” ujar si pria tua, ayah dari Diana dan Yuni, yang bernama Heriawan.

Tanpa membantah, Diana dan keluarga langsung ke lantai dua rumah. Di sana terdapat empat buah kamar. Akhirnya kelimanya bersepakat, Diana dan Yuni akan satu kamar, begitu pula dengan John dan Andi akan satu kamar, sementara Tina mempunyai kamar sendiri. Tak lama, mereka masuk ke dalam kamar masing-masing dan beristirahat. Di kamar yang mempunyai tempat tidur besar, John langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, dan Andi membongkar tasnya kemudian mempersiapkan kamera bermerek Sony beserta lensanya.

“Apakah aku pantas jadi model?” canda John sambil memperhatikan Andi yang sedang mengutak-atik kameranya.

“Kameraku bakalan rusak kalau membidikmu,” balas kelakar Andi tanpa menoleh sedikit pun.

“Sialan …” maki John tapi sambil tersenyum. “Apakah kameramu pernah dibawa mesum?” canda John lagi.

“Belum … Kamera ini masih perawan,” jawab Andi lagi yang masih mengutak-atik kameranya.

“Gimana kalau kita perawanin …!” ajak John sembari bangkit dari posisi tidurnya.

“Maksud?” kini Andi melirik ke arah John.

“Mama kita … Aku pengen kau fotoin mama kita … Bugil …” jawab John dengan penekanan kata di akhir kalimat.

“Gila …! Aku gak mau …! Mama kita bukan objek pelecehan …!” respon Andi sambil geleng-geleng kepala. Pemuda itu pun melanjutkan kerja dengan kameranya.

“Hei … Bukan pelecehan tapi berbagi …” tegas John.

“Berbagi??? Berbagi bagaimana???” tanya Andi bingung dan ia kembali menatap John dengan kening berkerut.

“Kamu bisa menikmati mamaku, dan aku bisa menikmati mamamu … Adilkan …” kata John lagi.

“Aku tidak percaya kamu tega mengatakan itu … Bagaimana pun mereka adalah ibu kita …!” mata Andi mendelik tidak senang.

“Hei, brother … Open your mind … Kau tidak boleh menuruti egomu sendiri. Kau harus sadar kalau mama kita mempunyai keinginan lebih untuk menikmati seks, bukan sekedar melakukannya dengan kita sendiri saja. Mereka juga ingin merasakan seks dengan orang lain selain diri kita,” John mulai lagi menanamkan isme-nya.

“Ah, tidak …” lirih Andi maksud hati ingin bertahan.

“Oke, kita balik … Aku ingin tanya … Apakah kau tidak tertarik melakukan seks dengan wanita lain?” tanya John yang membuat mata Andi terbuka lebar.

“A..aku …” Andi tak mampu menjawab karena ada rasa malu untuk mengatakan pendapatnya.

“Ayolah … Gak perlu malu seperti itu … Jujur saja …” John mendesak seolah tahu apa yang ada di hati sepupunya itu.

“Eeemm … Aku pernah berpikiran seperti itu,” akhirnya Andi mengakui.

“Aku suka dengan jawabanmu, brother … Kenapa tidak kau mulai?” John menantang.

“Tapi mereka itu kan …” kata-kata Andi langsung disambar oleh John.

“Kau jangan mengikuti alur pikirmu … Ikuti saja alur pikir mereka … Jika mama kita tidak suka dengan berbagi, maka kita wajib untuk tidak melakukannya. Tapi jika mereka menyukainya, kau tidak berhak melarang dan sebaiknya kau terjun masuk ke dalamnya,” tegas John berapi-api.

“Bukan begitu juga … Masalahnya aku sangat menyayangi mamaku,” lirih Andi.

“Egomu lagi yang bicara … Ucapanmu itu menunjukkan kalau kau tidak mencintai dan menyayangi mamamu karena mamamu terpenjara oleh egomu. Gimana rasanya dipenjara?? Enak? Nggak brother, hilangkan perasaan egoismu itu. Tunjukkan kalau kamu adalah anak yang benar-benar mencintai dan menyayangi mamamu dengan cara yang benar,” kata John lagi dan kini sangat mempengaruhi Andi.

“Aku harus bicara dulu dengan mamaku. Aku ingin membuktikan omonganmu,” ucap Andi yang merasa dirinya belum yakin sepenuhnya.

“Silahkan …” ucap John penuh keyakinan.

Akhirnya Andi keluar dari kamar dengan rasa penasaran di kepalanya. Pemuda itu tidak terima kalau dirinya dikatakan egois. Andi hanya menginginkan ibunya, tahu kalau apa yang ia lakukan semata-mata karena ibunya pun sangat mencintai dirinya. Andi tak percaya kalau ibunya menginginkan orang lain. Namun apabila ucapan John benar, ia pun akan menerima kenyataan dengan lapang dada walaupun itu adalah kenyataan pahit.

“Tok … Tok … Tok …” terdengar suara pintu diketuk.

“Siapa?” suara Diana terdengar dari dalam kamar.

“Andi …” jawab Andi.

“Masuklah … Tidak dikunci …” suara Diana terdengar lagi.

Andi membuka pintu dan melihat ibunya dan Diana sedang tiduran di atas ranjang. Andi masuk lalu menutup pintu itu kembali. Kedua wanita itu menatap Andi yang sedang menampakkan wajah penuh kebingungan, bahkan Diana dan Yuni bersama-sama bangkit dari posisi berbaring mereka. Andi berdiri kaku seperti patung di pinggir ranjang. Andi tidak tahu harus bereaksi seperti apa untuk saat ini.

“Ada apa?” tanya Yuni pada anaknya yang sedang kebingungan.

“Aku ingin bicara …” lirih Andi kaku.

“Kalau begitu aku akan keluar …” ucapan Diana tertahan karena disambar oleh Yuni.

“Tetap di tempatmu. Sepertinya Andi membutuhkan kita berdua,” ucap Yuni yang membuat Diana tertahan di tempatnya. “Ada apa? Kelihatannya kamu sedang punya masalah?” tanya Yuni kemudian pada anaknya.

“Aku ingin bertanya sesuatu,” kata Andi sambil duduk di sisi ranjang lalu menghadapkan mukanya ke wajah Yuni dan Diana. “Apakah aku egois jika menginginkan mama hanya untukku seorang?” tanya Andi serius.

“Maksudmu adalah mama tidak boleh dengan orang lain? Apakah itu maksudmu?” Yuni balik bertanya.

“Ya,” jawab Andi sambil menganggukan kepala.

“Tentu saja kamu egois, karena yang berhak bicara seperti itu adalah papamu. Apakah kamu tidak sadar kalau kamu sudah merebut mama dari papamu?” jawab Yuni tegas dan terarah. Tentu saja Andi terperanjat hebat. Otaknya seperti otomatis mengirim kebenaran berulang-ulang ke dalam hatinya.

“Kenapa kamu bertanya seperti itu?” kini Diana yang bertanya pada Andi.

“Karena aku tidak terima disebut egois oleh John,” jawab Andi pelan sambil mengalihkan pandangan ke arah jendela.

“Apa yang John katakan?” Diana bertanya lagi.

“Dia mengatakan kalau mama terpenjara karena egoku,” jawab Andi lagi.

“Mama rasa apa yang dikatakan John adalah benar. Jika kamu merasa memiliki mama sepenuhnya berarti kamu sudah membatasi mama. Padahal mama ingin dicintai dan disayangi oleh banyak orang. Karena kebahagiaan mama adalah dari rasa cinta dan sayang dari banyak orang,” ucap Yuni sambil menggeser tubuhnya mendekati Andi lalu memeluk anaknya itu.

“Seseorang disebut egois bukan karena mengejar kebaikannya sendiri, tetapi karena mengabaikan perasaan orang lain. Jangan memaksa orang lain untuk menjadi seperti yang kamu inginkan, karena tidak ada satu pun orang yang bisa menjadi orang lain,” kata Diana menambahkan.

“Jadilah dewasa, sayang … Luaskan hatimu supaya hidupmu lebih nikmat,” kata Yuni sambil mengelus kepala Andi.

“Terima kasih … Aku sekarang mengerti apa yang dikatakan John. Memang apa yang dikatakan John adalah benar. Sekarang, silahkan teruskan istirahatnya. Aku akan menemui John,” kata Andi sambil mengurai pelukan ibunya.

Andi segera beranjak pergi dari kamar itu. Hatinya seperti mendapat pencerahan yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya. Andi berpikir bahwa apa yang dilakukannya selama ini bukanlah hal yang baik untuk ibunya. Sesuai dengan ucapan John, ia akan mengikuti alur pikir dan keinginan ibunya. Jika ibunya ingin berbagi dengan orang lain, ia harus merelakan demi kebahagiannya.

“John …” ujar Andi pada John yang terbaring di atas kasur sambil memejamkan mata sesaat setelah masuk ke dalam kamar.

“Hhhmm …” respon John tanpa membuka mata.

“Kamu benar … Aku yang salah …” Andi mengakui. John pun membuka mata dan bangkit dari posisi tidurnya.

“Jadi …?” tanya John.

“Jadi apanya?” tanya Andi tak mengerti.

“Foto mereka … Telanjang …” jawab John tanpa merasa sungkan.

“Kagak ah …!” tolak Andi keras.

“Ha ha ha … Ya udah … Mendingan molor …” kata John seraya membantingkan badannya lagi di atas kasur.

“Masih sore …” ujar Andi.

“Ndi … Mau denger gak ceritaku?” lirih John namun terdengar serius.

“Hhhmm … Seperti mau bicara serius nih … Katakan …!” Andi pun penasaran dengan nada suara John yang tiba-tiba serius.

“Aku sedang merancang surga, tempat para ibu bahagia … Aku sudah punya villa di mana nanti para ibu dilayani oleh anak-anak mereka sampai puas,” kata John masih dengan nada serius.

“Aku kurang paham … Dilayani seperti apa? Terus, anak-anak siapa?” tanya Andi beruntun yang merasa tidak paham.

“Sebelum aku cerita banyak, aku ingin bertanya padamu. Apakah kamu percaya kalau ibu-ibu kita menginginkan seks yang lebih dari yang diterima mereka selama ini?” tanya John sembari bangkit lagi dari posisinya. Kini John duduk bersila di atas kasur menghadapkan dirinya pada Andi.

“Hhhmm … Aku percaya karena aku sudah membuktikannya sendiri. Ternyata ibuku ingin melakukan seks dengan orang lain juga,” jawab Andi dengan kepala yang terangguk-angguk pelan. Kini Andi meyakini sepenuhnya akan kebenaran ucapan John.

“Setuju … Oleh karena itulah aku ingin mewujudkan keinginan ibu-ibu kita tapi aku akan mewujudkannya oleh kita-kita sebagai anaknya. Aku merencanakan pesta orgy di tempat yang telah aku siapkan. Perlu kamu ketahui, aku sudah berhasil mengumpulkan delapan pasangan incest. Nanti kedelapan pasangan itu aku kumpulkan secara bersamaan. Kita akan orgy dengan pasangan yang berbeda-beda,” jelas John yang membuat Andi terbelalak.

“Artinya kita akan melakukan seks dengan ibu yang lain?” Andi ingin keyakinan.

“Ya … Kita akan melakukan seks secara bersama-sama dengan ibu bukan ibu kita yang asli. Bukankan itu yang diinginkan oleh ibu-ibu kita?” tegas John dan Andi pun kini tersenyum.

“Aku melihat seperti akal-akalan kamu saja. Padahal kamu ingin merasakan seks dengan ibu yang lain?” Andi coba menilai sepupunya.

“Aku berpikiran tidak sejauh itu. Tapi terserah penilaiamu saja. Yang aku pikirkan adalah bagaimana caranya aku memfasilitasi keinginan seks terliar dari ibu-ibu kita. Aku pikir, daripada ibu-ibu kita bermain dengan orang lain secara acak, lebih baik mereka bermain dengan orang-orang yang kita kenal saja, sehingga agak bisa kita kontrol,” jelas John diplomatis.

“Hhhmm … Baiklah. Aku ikut …” akhirnya Andi menyatakan keinginannya.

“Kau dan ibumu sudah aku simpan di daftar sebagai nomor dua setelahku … Ha ha ha …” John tertawa terbahak-bahak.

“Ha ha ha … Dasar kepedean …” Andi pun ikut tertawa terbahak-bahak.

John dan Andi kini terlibat pembicaraan yang serius tapi santai. Dalam pembicaraan serius tapi santai tersebut terungkap beberapa rencana yang akan dilakukan dalam rangka menyukseskan acara pembukaan dan pembentukan komunitas yang dibentuk oleh John yang intinya berupa acara pengenalan dan pengakraban masing-masing anggota. Disela obrolan mereka diselingi canda tawa. Kesatuan visi keduanya membuat banyak hal yang bisa menjadi topik obrolan mereka. Keasikan kedua pemuda itu terganggu saat smartphone Andi tiba-tiba bergetar dan berdering tanda pesan whatsapp yang masuk. Andi pun membuka aplikasi whatsapp dan matanya langsung terbuka lebar setelah membaca isi pesan whatsapp yang baru saja masuk ke smartphone miliknya.

“Ada apa?” tanya John penasaran.

“Coba ini lihat pesan dari ibumu …!” jawab Andi sambil menyodorkan smartphone-nya ke hadapan John. John pun tersenyum mesum setelah membaca isi pesan tersebut, yang isinya adalah, “Apakah kalian tidak ingin tidur bersama kami?

“Bagaimana menurutmu?” tanya John menantang Andi.

“Siapa takut …!!!” sahut Andi bersemangat sembari berdiri dari duduknya.

Kedua pemuda itu keluar dari kamar. Namun John menahan Andi untuk melangkah lebih lanjut karena melihat Tina baru saja keluar dari kamarnya. Tina pun menahan langkahnya karena agak terkejut saat melihat John dan Andi keluar dari kamar. Beberapa detik berselang, Tina akhirnya menghampiri kedua pemuda itu lalu berdiri di depan mereka seperti sengaja menghalangi langkah kedua pemuda di hadapannya.

“Kalian mau kemana?” tanya Tina dengan pandangan curiga.

“Tidak kemana-mana …” jawaban Andi yang kikuk membuat Tina tersenyum.

“Tidakkah kalian sehari saja menahan diri untuk tidak menggoda mama kalian?” ucap Tina sambil bertolak pinggang.

“Boleh … Tapi bagaimana kalau kamu menjadi gantinya?” canda John dengan tawa mesumnya.

“Aku gak tertarik …” jawab Tina tegas. “Sebelum kamu menggoda mama. Aku ingin bicara sesuatu denganmu … Berdua saja …” lanjut Tina sembari menatap John dalam-dalam.

“Aku …?” tanya John dengan menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuknya.

“Ya …” jawab Tina.

“Hhhmm … Baiklah … Ndi, kau duluan sana … Aku urus dulu adikku,” kata John seraya menepuk bahu Andi.

Andi tak menjawab hanya senyuman yang muncul di bibirnya. Sejurus kemudian, Andi melangkah mendekati kamar para ibu lalu masuk ke dalamnya. Sementara itu, John dan Tina masuk ke dalam kamar Tina dan keduanya pun duduk bersebelahan di pinggir ranjang. John mengerti kalau adiknya ini ingin mendengarkan sarannya. John tahu kalau Tina mempunyai masalah yang tak dapat ia selesaikan sendiri.

“Kenapa?” tanya John memulai pembicaraan.

“Kayaknya aku sedang jatuh cinta lagi …” lirih Tina sambil tersenyum tipis.

“Lah … Harusnya kau bahagia … Tapi kenapa seperti yang kebingungan?” tanya John lagi sembari menatap tajam wajah adiknya itu.

“Ya, aku bingung karena pikiranku sekarang seperti benang kusut,” lirih Tina sambil menghela nafas.

“Ceritakan dari awal, biar aku bisa mengerti duduk persoalannya,” pinta John bersahaja.

Tanpa ragu Tina menceritakan pertemuannya dengan Radhika dengan segala kejadiannya tadi siang sedetail mungkin kepada John. Barusan Tina menerima telepon dari Radhika walaupun hanya ‘say - hello’ saja tetapi Tina merasakan kalau Radhika tertarik padanya. Tina pun secara jujur mengungkapkan dirinya menyukai Radhika.

“Aku bingung John … Apakah aku harus meneruskan perasaanku ini, atau menghentikannya?” pungkas Tina yang lagi-lagi gadis itu menghembuskan nafas beratnya.

“Aku belum menangkap alasan kebingunganmu … Aku rasa kamu masih menyembunyikan sesuatu sehingga ceritamu terdengar tidak lengkap di telingaku,” kata John dengan prediksinya.

“Itulah yang aku suka darimu … Kamu sangat peka … Makanya aku mengajakmu untuk membicarakan masalahku ini,” puji Tina.

“Katakan saja, apa kegelisahanmu itu?” John mendesak.

“John … Kalau aku membiarkan perasaanku terhadap Radhika maka aku akan melepaskan kehidupan baruku bersama keluarga kita. Kalau aku benar-benar jadian dengan Radhika, aku akan meninggalkan kehidupan bahagia keluarga kita. Aku akan keluar dari kehidupan keluarga kita yang baru saja kalian ciptakan,” jelas Tina.

“Kamu ini aneh? Aku gak mengerti dengan pemikiranmu? Aku sangat ingat, dulu kamu sangat mencintai Andi dan kamu bisa menerima kehidupan keluarga kita yang baru. Tapi sekarang, kamu memutuskan untuk meninggalkan kami. Kenapa kamu jadi begini?” John menatap adiknya dengan tatapan heran.

“Karena Radhika tidak pernah akan memaafkan dengan namanya perselingkuhan dan seks menyimpang. Dia mengatakan padaku,” jawab Tina.

“Apakah kamu mengakui kalau kamu melakukan seks menyimpang padanya?” tanya John dengan menaikan nada suaranya.

“Tidak … Aku cuma bicara kalau di jaman edan seperti ini banyak orang yang melakukan seks menyimpang. Aku bicara padanya hanya memancing saja. Aku ingin tahu pendapatnya,” jelas Tina.

“Oh, aku mengerti sekarang … Saat ini hatimu ada di tengah-tengah antara ‘ya’ dan ‘tidak’. Kamu mencintai Radhika sementara kamu masih ingin menikmati seks menyimpang ini. Aku hanya bisa kasih saran, pikirkan matang-matang dulu untuk beberapa hari. Rasakan dulu dengan pelan-pelan untuk beberapa hari ke depan. Jalani dulu hubungan dengan Radhika tanpa harus berhenti berbahagia dengan keluarga kita. Setelah kau bisa memilih, kamu tinggal matikan satu pilihan yang dirasa kurang menguntungkan bagi dirimu,” John mengutarakan sarannya sambil merangkul bahu Tina.

“Hhhmm … Masuk akal …” Tina pun tersenyum lebar.

“Apakah aku bisa keluar sekarang?” tanya John lembut.

“Ya … Selamat bersenang-senang …” jawab Tina sambil mencubit kecil perut John.

John pun tertawa lalu berdiri. Pemuda itu segera meninggalkan kamar itu yang diikuti Tina di belakang John. Namun Tina berjalan menuju lantai satu rumah. Tina memutuskan untuk berbaur dengan orang-orang yang sedang sibuk menyiapkan acara pernikahan kakeknya. Sementara itu, John bergerak cepat menuju pintu kamar ibunya dan langsung membuka pintu tersebut. John pun tersenyum senang saat melihat penghuni kamar sudah dalam keadaan tanpa busana. Andi terbaring dan diapit oleh dua wanita cantik dengan kejantanannya dalam genggaman Diana. Terlihat kepala kejantanan Andi yang berwarna merah muda berbentuk seperti jamur.

“Nah … Datang juga … Apa yang kalian bicarakan?” tanya Diana ingin tahu.

“Tidak penting … Bisakah kita mulai sekarang?” jawab John sambil menatap wajah Yuni yang sedang tersenyum padanya.

“Ayo … Kita mulai sekarang …” kata Diana yang langsung bergerak ke selangkangan Andi lalu ‘menelan’ penis Andi ke dalam mulutnya.

John pun segera melucuti pakaiannya hingga tak bersisa, lalu mendekati Yuni dengan hasrat yang menggurita. John langsung memposisikan tubuhnya di antara paha Yuni kemudian menindih tubuh bugil yang sudah panas oleh gairah birahi itu. John membisikkan kata-kata mesra dan Yuni membalas dengan senyuman serta belaian lembut di wajah John. Dan akhirnya, John mendaratkan bibirnya ke bibir tipis milik Yuni. Kedua bibir kini mulai menyatu saling berciuman satu sama lain. Lidah mereka yang saling membelit membawa keduanya dalam ciuman yang sarat akan nafsu. Kontak bibir dan pertarungan lidah itu berlangsung selama beberapa menit, sebelum Yuni menarik diri dan menuntun kepala pemuda itu ke arah payudaranya. Secara tidak langsung, Yuni memerintahkan agar pemuda itu memberikan pelayanan di kedua bukit kembarnya.

Di sebelah John dan Yuni, desahan Andi begitu jelas terdengar saat penisnya dilingkupi rongga mulut Diana. Andi yang ingin sekali mencicipi manisnya vagina Diana segera menarik pinggul wanita itu. Tak lama Andi dan Diana sudah terjebak pada posisi 69 atau soixante-neuf, yaitu posisi dimana mulut kedua orang itu masing-masing terletak di alat kelamin pasangan masing-masing. Andi melihat sebuah gua kecil yang dikelilingi oleh bulu-bulu yang halus. Langsung saja lidah Andi bermain dengan vagina itu. Menyedot lalu menjilatnya. Ia lakukan berulang-ulang hingga Diana ngos-ngosan di atas sana, melepaskan kulumannya pada penis Andi, membuka mulutnya lebar-lebar, mencari udara sebanyak-banyaknya. Ketika Andi asik mempermainkan klitoris itu, saat itu pula pinggul Diana bergerak maju mundur mengikuti gerak lidah Andi.

Yuni yang tidak mau kalah dari pasangan sebelah, meminta John untuk melakukan hal yang sama. Akhirnya mereka pun saling memainkan bagian tersensitif satu sama lain, hingga membentuk angka 69. John segera menjilati dan melumat dengan ganas vagina Yuni yang berada di atasnya, hingga membuat Yuni harus menahan kenikmatan yang dibuat pasangannya itu. Sedangkan Yuni mulai memaju-mundurkan mulutnya saat kejantanan John yang sudah tegang berada di dalam mulutnya. Bagian tubuh yang bekerja terus memberikan jenjang kenikmatan yang terus meningkat. Suara erangan dan desahan yang tertahan sungguh menggelorakan gairah mereka.

Kedua pasang insan yang sedang dilanda birahi itu mengeluarkan lenguhan erotis ketika titik sensitif mereka semakin dieksplorasi, sehingga memunculkan area-area erotis baru. Kedua pemuda tersebut kini semakin bermain nakal dengan memasuki lubang nikmat para wanita, menggunakan jari telunjuk dan tengah yang beruntungnya mereka sangat lihai. Bergerak dan mengorek dengan gerakan pelan menghasilkan lonjakan terkejut lengkap dengan lenguhan juga liukan tubuh para wanita yang berusaha untuk menahan nikmat dari kerja jari ‘sialan’ itu.

Seakan telah direncanakan, tiba-tiba kedua wanita secara bersama-sama bangkit kemudian duduk di atas pangkuan para lelakinya. Serempak suara-suara cekikikan-cekikikan genit terdengar tak henti-hentinya. John dan Andi hanya tersenyum menanggapi parikan-parikan mesum itu. John dan Andi pun seperti sudah bersepakat, mereka kembali mencium bibir pasangan masing-masing sambil meremas bukit kembar wanita di atasnya. Diana dan Yuni pun kembali mendesah-desah di sela-sela ciuman mereka. Tangan John yang satunya tak luput bermain di dalam vagina Yuni yang basah itu.

“Ndi … Periksa memeknya … Apakah sebasah yang ini?” goda John pada Andi seraya jarinya terus menusuk-nusuk vagina Yuni. Andi pun menuruti perkataan John dan tentu saja mendapati kalau vagina Diana pun sangat basah.

“Wow … Basah sekali …” kini Andi yang menggoda Diana.

“Memang kalian ini sialan …!” kata Diana geram tapi mendesah.

Satu detik kemudian, Diana mengarahkan kejantanan Andi untuk masuk ke dalam vaginanya. Mencari kenikmatan yang lebih di sana. Setelah berhasil menelan kejantanan pemuda itu, Diana menggerakkan tubuhnya dengan perlahan, naik turun naik turun. Sedangkan Yuni pun segera melakukan gerakan yang sama di atas tubuh John setelah vaginanya sudah membungkus kejantanan John. Kedua pasangan kembali berciuman dengan tangan kedua pemuda itu meremas-remas payudara pasangannya masing-masing.

Kedua wanita yang haus seks itu meracau tak karuan merasakan nikmatnya hujaman-hujaman kejantanan sang pemuda yang berada di bawah mereka. Peluh-peluh birahi terus menetes membasahi tubuh. Jeritan, desahan dan lenguhan mewarnai pergumulan keempatnya. Menit demi menit kejantanan sang pemuda menebar kenikmatan di tubuh Diana dan Yuni. Magma birahi semakin menggelegak sampai akhirnya tubuh kedua wanita itu tak lagi mampu menahan letupannya. Lagi-lagi seperti yang telah direncanakan, Diana dan Yuni menjerit dan mengerang secara bersamaan. Tubuh mereka mengejang, magma birahi kedua wanita itu meledak, mengeluarkan cairan kenikmatan yang membanjiri relung-relung vagina mereka.

“Kamu memang pejantan tangguh, bisa memuaskan bunda,” bisik Diana di telinga sebelah kiri Andi.

“Terima kasih atas pujiannya. Apakah bunda siap untuk melanjutkannya?” tanya Andi yang juga berbisik.

“Bunda akan melanjutkannya, tapi bunda ingin melihat mamamu di double penetrasi. Mamamu sangat ingin dua lubangnya diisi …” bisik Diana lagi.

“Ah … Benarkah?” kini Andi tak bisa menahan suaranya. Wajah Andi menatap wajah ibunya yang telah bersandar di kepala John. Mata Yuni begitu sayu menanti tindakan anaknya.

“Sini … Mamamu sudah siap …” kata John pada Andi. Tangan John menekan kuat pinggang belakang Yuni sehingga bokong Yuni agak sedikit terangkat.

“Maaaa???” suara Andi terdengar tidak percaya. Yuni menjawab keraguan Andi dengan senyuman serta anggukan kecil kepala.

“Sana … Puaskan mamamu …” ucap Diana sambil mendorong dada Andi.

Andi pun bergerak dengan keraguannya. Andi kini sudah berada di belakang tubuh ibunya. Ia melihat vagina ibunya masih terjejal oleh kejantanan John yang terlumuri cairan kental putih. Andi mulai mengarahkan kepala penisnya ke anus ibunya setelah mendapatkan senyuman dan anggukan kepala dari Diana. Penis Andi yang juga masih terlumuri cairan cinta Diana mulai menembus lubang anus itu. Jeritan tertahan keluar dari mulut Yuni merasakan benda asing memasuki tubuhnya. Perlahan namun pasti, sedikit demi sedikit batang kejantanan Anda membelah anus ibunya dan tenggelam habis di dalamnya.

“Ooohhh … Tahan dulu …!” pekik Yuni sambil berusaha menyesuaikan kondisi yang dialaminya.

Separuh tubuh Yuni yang tengkurap sedikit membantu, dengan begitu memudahkan wanita itu untuk mencengkram dan menggigit bantal untuk mengurangi rasa ngilu. Berangsur-angsur rasa ngilu itu hilang, Yuni bahkan mulai menyukai dua kejantanan yang berada dalam tubuhnya. Perlahan-lahan perasaan nikmat mulai menjalar di sekujur tubuhnya. Akhirnya Yuni memberi tanda agar kedua pemuda yang mengapitnya untuk bergerak.

“Aaahh ... Aaauuhh ... Ooohh …” erang-erangan birahi Yuni mewarnai setiap sodokan dua penis yang besar itu. Bahkan Yuni dengan buas menghentak-hentakan pinggulnya sendiri. Semakin keras Andi dan John menghujamkan kejantanannya, semakin Yuni terbuai dalam kenikmatan.

Yuni terus mengerang, ia tak dapat menahannya. Sensasi ini membuatnya gila. Erangan tanpa hentinya menandakan seberapa banyak ia menikmati sensasi tersebut. Dibiarkannya dua kejantanan tersebut bergerak liar di kedua lubangnya, sementara Yuni terus membenamkan wajahnya pada bantal untuk meredam suara erangannya. Kulit antar kulit saling menabrak, saling berlomba mengeluarkan suara yang lebih keras diantara erangan dan desahan tertahan.

Yuni sudah tidak mampu lagi menahan deraan kenikmatan demi kenikmatan yang menghantam sekujur tubuhnya. Hantaman-hantaman kedua pemuda yang semakin buas sungguh tak terperikan rasanya. Hingga akhirnya, Yuni merasakan sesuatu di dalam vaginanya akan meledak, keliarannya pun semakin menjadi-jadi. Tubuh Yuni bergetar keras didera kenikmatan yang amat sangat dahsyat, tubuh wanita itu mengejang berbarengan dengan hentakan-hentakan di vaginanya.

John dan Andi pun tersenyum puas melihat Yuni terkapar lemas dengan kedua matanya yang tertutup. Kini, kedua pemuda itu ‘menyergap’ Diana yang memang sudah menantikan mereka. Ketiganya mendesah nikmat tak ada yang menahannya. Kedua kejantanan mereka saling berhimpitan walau dalam lubang yang berbeda dan hanya menyisakan sedikit ruang untuk benar-benar melakukan penetrasi, tetapi ‘kesempitan’ itu membuat kenikmatan itu benar-benar di luar kata ‘nikmat’.

Diana menikmati kedua penis besar pemuda tersebut yang sedang menggarap kemaluan dan lubang anusnya. Perasaan nikmat yang dirasakannya melingkupi segenap kesadarannya, menjalar dengan deras tak terbendung seperti air terjun yang tumpah deras ke dalam danau penampungan, menimbulkan getaran hebat pada seluruh bagian tubuhnya, tak terkendali dan meletup menjadi suatu orgasme yang spektakuler melandanya. Diana terlena oleh kedahsyatan orgasme yang dialaminya yang diterima dari kedua pemuda tersebut.

Tiba-tiba secara bersamaan John dan Andi merasakan sesuatu gelombang yang melanda dari di dalam tubuh mereka, mencari jalan keluar melalui penis masing-masing. Terasa suatu ledakan yang tiba-tiba mendorong keluar, sehingga secara bersamaan penis mereka terasa membengkak seakan-akan mau pecah. Akhirnya John dan Andi mengerang secara bersamaan. Tangan-tangan mereka memeluk erat-erat badan Diana, dan kejantanan mereka dengan kekuatan penuh menekan pada dua lubang milik Diana. John menekan ke bawah dalam-dalam pada lubang anus ibunya, sementara Andi mengangkat ke atas pinggulnya mendorong masuk penis terbenam habis ke dalam vagina Diana. Semburan cairan kental panas pada vagina dan anusnya membuat Diana merasakan suatu sensasi yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata, hanya reaksi badannya yang bergetar-getar dan ekspresi mukanya yang seakan-akan merasakan suatu kenikmatan yang tak terbayangkan, diikuti badannya yang tergolek lemas.

“Huuffftt … Ini sangat luar biasa …” kata Andi sambil memeluk tubuh Diana yang berada di atasnya.

“Kau bisa menikmatinya, tapi mama kita lebih menikmati daripada kita,” ucap John seraya bergerak meninggalkan tubuh Diana.

“Kalian memang kurang ajar. Berani-beraninya berbuat itu kepada kami,” umpat Yuni manja sambil memukulkan bantal pada John yang hendak memeluknya.

“He he he … Aku tahu kalau tante sangat menikmatinya … Em, dan aku yakin tante pernah melakukan anal sebelum ini,” ujar John sambil memeluk tubuh Yuni yang sedang terbaring. Kini tubuh John menindih Yuni.

“Kok, kamu tahu?” tanya Yuni memekik heran.

“Pantat tante sudah gak perawan karena langsung bisa menikmati pada saat dimasuki,” kata John lagi dengan menempelkan hidungnya ke hidung Yuni.

“Benarkah?” kini Andi yang bertanya pada Yuni. Pada saat itu, Diana beranjak dari atas tubuh Andi.

“Benarkah, Yun …?” tanya Diana yang nafasnya masih ngos-ngosan.

“Aku sering melakukannya, tapi pakai mainan …” jujur Yuni sembari tersenyum malu.

“Maksudmu … Dildo …?” Diana ingin keyakinan.

“Ya … Tapi tidak sebesar punya mereka …” lirih Yuni yang masih terdengar malu sambil menggapai kejantanan John.

“Hi hi hi … Ternyata oh ternyata …” goda Diana sambil tersenyum.

Mereka pun bercanda sambil berdebat tentang masalah acara pembukaan dan perkenalan komunitas yang digagas John. Tak lama berselang, Tina menelepon ibunya kalau hidangan makan malam sudah tersaji di meja sofa tengah ruangan lantai dua rumah. John dan Andi yang hanya memakai boxer mengambil hidangan makan malam itu. Mereka pun menikmati makan malam dengan menu tradisional tetapi begitu nikmat dirasakan.

Setelah makan malam selesai, mereka pun melanjutkan malam yang panas itu. Tanpa rasa malu mereka saling mendesah, saling menjerit dalam menikmati pergumulan mereka. Keempatnya mengulangi permainan cinta mereka dengan lebih bergairah tanpa ada rasa ragu-ragu lagi di antara mereka. Desahan dan lenguhan dibalut gairah yang semakin meninggi, membuat keempatnya lupa diri dan hilang kendali, karena dikuasai nafsu birahi yang sudah melingkupi.

#####

Malam semakin larut. Udara dingin berhembus menyelinap ke segala penjuru pojok desa ini. Tina mengusap usap tangannya sendiri. Asap dihembuskan dari mulut dan hidungnya dengan penuh kelegaan. Gadis itu sangat menyukai udara dingin, bahkan ia tak merasa kedinginan sama sekali. Sejak setengah jam yang lalu, Tina berdiri di bawah pohon yang lumayan jauh dari halaman belakang rumah kakeknya. Tina terus tersenyum memandangi keramaian di sebuah rumah sekitar sepuluh meter di depannya, sepertinya ada pesta kecil-kecilan di sana.

“Eheeem …” Suara deheman mengejutkan gadis itu. Tina menoleh, matanya membulat mengetahui siapa yang ada di hadapannya itu.

“Aih … Paman Giri … Bikin kaget saja …!” pekik Tina sambil memegangi dadanya. Pria yang umurnya 36 tahun itu adalah anak kakeknya dari istri kedua. Kebetulan Tina cukup dekat dengan pamannya yang satu ini.

“Kamu sedang apa di sini sendirian? Kamu gak takut dedemit yang menunggu pohon ini?” kata Giri mencandai keponakannya.

“Jaman now, paman … Dan aku gak percaya dengan yang begituan ... Oh, ya paman … Bukankah itu rumah paman?” Tina pun bertanya.

“Benar …” jawab Giri sambil memandang rumahnya yang ramai dengan orang-orang.

“Seperti ada pesta di sana … Apakah aku boleh bergabung?” Tina mengutarakan ketertarikannya.

“Em … Sebaiknya jangan. Lebih baik kamu kembali ke rumah kakekmu. Pesta itu tidak baik untukmu,” jawab Giri dengan tenang.

“Loh … Tidak baik kenapa?” tanya Tina malah menjadi penasaran.

“Kembalilah ke rumah kakekmu … Dan percayalah sama paman. Pesta itu tidak baik untukmu,” kata Giri lagi penuh penekanan.

“Kalau paman gak mau nganter, aku akan pergi sendiri,” ucap Tina seraya melangkahkan kaki hendak mendatangi keramaian yang ada di rumah pamannya.

“Tina …! Jangan …!” tiba-tiba Giri menarik tangan Tina hingga gadis itu tertahan.

“Kenapa sih paman?” tanya Tina agak menaikan nada suaranya.

“Paman gak bisa mengatakannya,” ucap Giri mulai panik.

“Semakin paman menahanku, semakin aku ingin pergi ke sana. Tapi, aku akan mengikuti saran paman kalau paman mengatakan alasan paman melarangku ke sana,” tegas Tina.

“Ba..baiklah … Di sana sedang ada pesta bujang,” lirih Giri membuat jantung Tina mendadak berdebar kencang. Yang Tina ketahui adalah pesta bujang dicerminkan sebagai sebuah pesta yang mengandung minuman beralkohol dan pesta ‘nakal’ yang dilakukan calon pengantin bersama teman-temannya.

“Ta..tapi … Kakek ada di rumahnya …” lirih Tina yang belum habis masa keterkejutannya.

“Memang … Tapi kakekmu yang mengadakan pesta itu untuk para pemuda desa ini,” jawab Giri sedikit menahan malu.

“Oh … Aku semakin penasaran …” ucap Tina pelan.

“Kamu kan berjanji akan kembali ke rumah kakek setelah paman bilang alasan paman melarangmu ke sana,” Giri memperingati Tina lagi.

“Ayolah, paman … Aku ingin melihatnya …” Tina bersikukuh karena merasa pesta itu pasti menarik untuk disaksikan.

“Tina … Kembalilah …! Kamu perempuan terhormat. Tidak pantas ke sana,” kini Giri memaksa.

“Tidak paman … Aku akan ke sana …!” Tina pun menarik-narik tangan yang masih dipegang erat pamannya.

“Ba..baiklah … Tapi kamu tidak bisa menampakkan diri begitu saja di hadapan mereka. Mereka di sana dalam keadaan mabuk. Paman takut kamu diapa-apain oleh mereka. Kita ambil jalan memutar saja,” kata Giri yang disambut senyuman oleh Tina.

Tina dan Giri akhirnya mengambil jalan memutar namun tetap terarah ke rumah tersebut. Keduanya melewati kebun singkong tepat di sebelah rumah. Mereka pun akhirnya tiba di bagian belakang rumah yang memang sepi. Tina dan Giri masuk lewat pintu belakang dan langsung menaiki tangga yang mengantarkan mereka pada sebuah ruangan kecil berukuran 2 x 2 meter yang mirip dengan gudang. Di ruangan itu terdapat kaca yang memungkinkan Tina dapat melihat apa yang sedang terjadi di lantai bawahnya.

“Kamu punya waktu setengah jam. Kunci pintunya. Nanti paman kembali lagi ke sini,” kata Giri lalu meninggalkan Tina. Gadis itu pun segera menutup pintu dan menguncinya.

Tina kemudian memposisikan diri di samping kaca yang tertutup kain dan membukanya sedikit secara perlahan. Jantung gadis itu semakin berpacu kencang saat maniknya melihat seorang wanita dalam posisi menungging di atas sofa sedang ‘dikerubuti’ oleh empat pria. Tubuh mereka telanjang bulat. Mulut si wanita disumpal penis salah satu dari pria yang mengerubutinya, sedangkan seorang pria lain sedang asik memompakan penisnya dari arah belakang si wanita. Anehnya, si wanita terlihat menikmati apa pun yang dilakukan semua pria padanya.

Mata Tina pun bergeser tak jauh dari sofa. Di sana terlihat seorang wanita sedang ‘menunggangi’ seorang pria di sebuah kursi kayu. Si wanita bergerak lincah sambil mulutnya mengulum penis pria lain yang berdiri tepat di samping kanannya, sementara pria di samping kirinya tampak sedang menanti giliran. Mata Tina terus berkeliling sepanjang jarak pandangnya dan yang jelas di sana-sini terdapat beberapa pasangan lain yang sedang melakukan seks, yang rata-rata seorang wanita ‘dikerjai’ oleh beberapa pria.

Tiba-tiba, Tina mulai merasa hormon-hormon seksualnya bekerja dan kemaluannya terasa gatal. Di tengah kesadaran yang berkabut ditutupi gairah, Tina merasakan keasikan yang teramat asik dari pemandangan di bawah sana. Libidonya serasa dipompa begitu cepat. Seluruh tubuhnya menjadi tegang dan entah kenapa bayangannya mulai mengawang seolah gadis itu bisa merasakan nikmat wanita yang sedang digagahi oleh beberapa pria di sana. Tina dengan sebelah tangan akhirnya meremasi payudaranya sendiri seirama dengan deru nafas dan nafsu dalam dirinya.

Tina tenggelam di dalam arus nikmat pada dirinya hingga waktu tak terasa. Sebuah ketukan pelan di pintu menyadarkan Tina dan secara perlahan menutup kembali kaca dengan kain penghalang. Tina pun berjalan pelan mendekati pintu lalu membukanya. Giri dengan wajah khawatir mengajak Tina untuk kembali ke rumah kakeknya. Kali ini Tina tidak membantah, gadis itu pun turun melalui tangga kayu dan kemudian berjalan di belakang Giri menuju ke rumah kakeknya.

Setelah sampai, tanpa berkata-kata Tina berlari menuju lantai dua rumah kemudian memburu pintu kamar ibunya. Langsung saja Tina disambut oleh suara erangan dan desahan yang saling mencari kenikmatan dari orang-orang yang berada di dalam kamar. Tangannya mulai menggapai knop pintu untuk masuk, namun pintu ternyata terkunci. Sejenak gadis itu menghela nafas dan memejamkan mata sebelum akhirnya ia berjalan menuju kamarnya. Tina memilih untuk tidak mengganggu ‘kesenangan’ orangtuanya dan berbaring di atas kasur sembari merasakan gejolak birahinya sendiri.

Bersambung

Chapter 12 di halaman 19​
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd