Anin Pulang
_____________
Pagi itu... Asty berkerja seperti biasa. Hubungannya dengan Nizam tak bisa di tutupi sejak kejadian kemarin mulai renggang. Asty menghindar, Nizam juga terlihat menjaga jarak.
Seperti saat ini, Asty belanja ke pasar diantar Nizam, tapi tak sepatah katapun terucap. Asty membisu di boncengan, Dan Nizam pun seperti tak hendak membuka kata, setidaknya untuk mencairkan suasana. Lelaki itu malah seperti sengaja meng acuhkan Asty, yang jelas sekali menambah rasa jengkel di hati wanita itu.
Mungkin Nizam mengira Asty ada rasa padanya, sehingga dengan kepercayaan diri berlebih, lelaki itu sengaja mendiamkan Asty, menunggu wanita itu sendiri yang memulai percakapan. Dia tak tahu, di hati Asty seperti berbulu.. Muak dia melihat tampang kucel Nizam yang sok kepedean itu.
Sesampainya di pasar, Asty melangkah sendirian menuju Los sayur mayur, sementara Nizam memilih beristirahat di depan sebuh warung sembari menikmati semangkuk es campur.
Ini hari minggu, dan suasana pasar lebih ramai dari biasanya. Pengunjung dari desa desa pesisir memang terbiasa berbelanja ke pasar itu seminggu sekali, dan kebanyakan memilih hari minggu, karena bertepatan dengan hari libur anak sekolah, sehingga mereka bisa ke pasar bareng keluarga.
Layaknya pasar tradisional pada umumnya, suasana hiruk pikuk langsung menyambut begitu langkah kaki Asty memasuki areal pasar.
"Terong, bu... ".
"Bayam.... ".
"Cari apa bu...? ".
"Lombok murah nih... ".
Semua ditawarkan, tapi Asty cuma membalas dengan senyum. Dia sudah punya langganan, dan tanpa banyak menoleh dia langsung saja menuju penjual sayur langganannya.
"Eh.. Bu Asty.. Silahkan di pilih, bu... ". Penjual sayur langganan Asty mwnyambut dengan ramah ketika Asty sampai di lapak.
"Tolong dipilihkan yang bagus ya, Bang.. Ini catatannya.. ". Sahut Asty sembari menyerahkan secarik kertas.
"Tumben.. Biasanya paling cerewet milih sendiri... ". Abang tukang Sayur menggoda.
"Lagi bete, bang... ".
"Oh... Ya udah.. Istirahat di bangku sana. Biar abang pilihin... ". Lalu dengan cekatan si abang tukang sayur memilih jenis jenis sayuran sesuai yang tertulis di catatan.
Asty sejenak mengedarkan pandang, kemudian duduk dibangku yang tadi ditunjukkan. Wanita itu menghela nafas. Berat. Kejengkelan nya kepada Nizam sampai terbawa kemana mana.
Suasana di lapak sayur langganannya itu agak sepi. Mungkin karena masih pagi, atau juga mungkin karena para pembeli langganan sudah belanja sedari tadi.
Lapak berupa kios kecil 3x4 meter itu penuh tumpukan aneka jenis sayur mayur. Lengkap. Apa saja ada. Harganya pun relatif lebih murah.
" Mbaknya gak ikut dagang Bang...? ". Asty bertanya sekedar menghilangkan jenuh. Meski pasar ini ramai, tapi hatinya terasa sepi... Sunyi...
"Ada tetangga hajatan. Jadi Istri saya rewang di situ bu... ". Jawab si penjual sayur.
"Ooh... Bang Syarif gak ikut rewang... ? ".
"Jatah saya nanti malam... Lek lek an... Hehe.. ". Sahut si Syarif sambil tertawa kecil. Entah apa yang baginya lucu.
"Bu Asty gak ikut rewang...? ".
"Kenal aja nggak... ". Sergah Asty cepat yang dibalas cengiran Syarif dengan ekspresi lucu.
"Yah.. Kali aja, bu.. Namanya juga berharap... ". Gumam Syarif pelan tapi masih cukup jelas terdengar.
"Eh... Maksudnya...? ". Kening Asty berkerut.
"Gak kok. Lupain... Nih, udah lengkap sayuran nya..". Syarif, pedagang Sayur berwajah lumayan good looking tapi agak kehitaman karena sering terpanggang matahari itu kemudian menyerahkan catatan harga yang harus dibayar. Sedangkan aneka sayur pesanan Asty telah rapih disusun didalam sebuah karung putih.
"Banyak amat, bang...? ". Asty pura pura terkejut. Naluri ibu ibu belanja keluar seketika.
"Sengaja di mahalin ya...? ". Tuduh nya. Tentu saja Syarif gelagapan. Perasaan itu harga sama saja dengan yang kemarin..
"Gak kok bu... ".
"Sama pelanggan cantik tuh, harusnya dimurahin, bukan dimahalin gini... ". Asty cemberut dibuat buat, sambil membuka dompet. Syarif cuma nyengir.
"Bisa kok di bikin Gratis, bu... ". Ucapnya berlahan sembari matanya melirik kiri kanan.
"Gimana caranya...? ". Asty sedikit terpancing.
"Kasih sun dulu kiri kanan, gimana....? ". Jawab Syarif bercanda.
"Ih... Emoh. Mending bayar dua kali lipat timbang di sun... ". Sahut Asty tertawa. Dia kemudian berlalu setelah membayar harga sayur ditambah upah mengangkat karung ke parkiran motor Nizam.
Sementara Syarif lantas memanggul karung sayuran belanjaan Asty dengan senyum simpul. Ada gerakan menggeliat di suatu tempat, hanya Syarif yang paham.
______________
Acara memasak di dapur telah selesai karena sepulangnya dari pasar Asty langsung berjibaku dengan segala macam alat alat tempur yang lengkap tersedia. Selain penginapan, Bu Darti juga membuka layanan catering serta rumah makan kecil, yang mana para tamu penginapan bisa memesan makanan tanpa harus repot repot keluar.
Usaha sampingan itu sengaja di kembangkan karena mendapati ternyata Karyawan barunya yang bernama Asty itu sangat pintar sekali memasak. Apapun yang di olah, pasti rasanya lezat. Dan tentu saja Asty kecipratan Uang tambahan selain gaji bulanan yang lumayan. Membuat wanita itu semakin bersemangat untuk berkerja di penginapan ini.
"Istirahat dulu, Ty... ". Darti tersenyum puas melihat cara Asty berkerja.
"Iya, Mbak... ".
"Eh.. Gimana tawaran ku kemarin... ? ". Darti mendekat kemudian duduk disebelah Asty.
"Kalo kamu keberatan.. Ya gak apa apa lho.. Jangan terlalu dipikirin... ". Sambungnya.
Asty diam.. Dadanya sedikit bergejolak. Dia ingin marah, tapi rasanya tak mampu. Toh... Darti cuma menawari, iya kalo mau... Kalau tak mau pun tak apa.
Kemarin sore sebelum Asty pulang, Darti mengatakan dengan berbisik bahwa ada tamu penginapan yang tertarik kepada nya. Tamu itu ingin tidur dengan Asty, dan sanggup membayar mahal untuk itu. Tentu saja Asty menolak. Tapi untuk menolak langsung, di tak berani. Khawatir kalau sampai Darti marah dan memecatnya. Padahal Asty sangat butuh perkerjaan.
Jadinya Asty memberi jawaban yang menggantung.
"Maaf, Mbak... Gaji yang saya Terima sudah lebih dari cukup untuk hidup. Jadi, tak ada alasan bagi saya untuk terjun ke lembah kotor... ". Begitu jawaban Asty yang dibalas senyum penuh arti dari Mbak Darti atau Bisa juga dipanggil Bu Darti, Sang pemilik penginapan.
"Ya.. Benar sekali. Tapi kalau saja kamu berminat dapat uang banyak tanpa harus kerja keras.. Itu aku tunjukin jalannya... ". Kata Bu Darti lagi dengan mata di kedip kedipnlkan dan bibir tersenyum nakal
Asty hanya diam. Dia sadar, dia bukanlah wanita baik baik, bukanlah wanita yang bisa menjaga mewah dan harga diri. Dia justru lebih kotor dari seorang pelacur, karena selama ini dia berkubang di lembah zinah bahkan tanpa embel embel harga..
Jika seorang pelacur sanggup menceburkan diri kedalam dunia kotor karena tuntutan ekonomi, dia justru sengaja berkubang tanpa mendapatkan materi. Dengan keinginan sendiri pula.
Selintas pikiran di benaknya, apa bedanya aku mau atau tidak?.. Toh aku telah kotor... Apa yang harus kupertahankan...? Kehormatan apa yang mesti kujaga...?.
Hampir saja kemarin Asty mengangguk mengiyakan dan setuju menjadi pelacur sebagaimana tawaran Bu Darti, tapi bayangan Kedua anak dan juga senyum manis Deni yang mendadak membayang membuat Asty tak jadi mengangguk.
Meski secuil, mungkin masih ada kehormatan yang aku punya... Bathinnya.
"Maaf sebelumnya, Mbak.. Apa Mbak Darti gak suka aku berkerja disini....? ". Akhirnya Asty bersuara. Dan Darti mengerenyit heran mendengarnya.
"Maksud kamu...? ".
"Mbak, kalau aku mau jadi pelacur, tentu saja aku akan berhenti berkerja. Dan total menekuni profesi baru ku. Dan lagi, sekalian melacur, mending aku menjajakan diri di kota. Buka di desa kecil seperti ini... ". Lugas jawaban Asty, membuat Mbak Darti mengangguk angguk.
"Kamu pintar.. Aku suka.. ". Darti tersenyum sumringah.
"Aku gak mau kehilangan sosok seperti kamu. Berkerja lah seperti biasa. Maafkan Mbak yang udah kurang ajar nawarin itu... ".
Asty hanya tersenyum sedikit. Dia masih jengkel, tapi berusaha disembunyikan.
"Selamat siang.... ". Tiba tiba suara dari pintu depan mengejutkan kedua wanita yang sedang asyik mengobrol itu.
"Selamat siang... ". Darti menjawab lantang.
"Ada tamu.... ". Ucapnya pelan kepada Asty kemudian dia melangkah menuju pintu utama yang setengah tertutup.
Sesosok pria muda terlihat berbicara, kemudian keluar sebentar. Tak lama kemudian pria itu kembali masuk dan langsung menuju ke lantai dua.
"Ada yang nginap lagi... ". Asty memperhatikan dari pintu ruang tengah kearah dapur. Tapi tiba tiba jantung wanita itu berdesir. Detaknya terasa lebih cepat berpacu. Sosok lelaki itu......
"Kristian....? ".
______________
Hari ini Anin tidak berangkat kerja. Dia sudah menandatangani surat cuti yang diambilnya kemarin. Anin Izin cuti satu bulan penuh. Dia bermaksud pulang ke desa Rahayu, menemui kedua orang tuanya, juga Asty adiknya. Dia berharap, setelah ini hubungan mereka akan kembali seperti sedia kala.
Capek rasanya Anin melayani ego pribadi. Dia juga ingin menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya. Sudah cukup waktu untuk menyembuhkan luka. Masa iya luka seperti itu gak sembuh sembuh.. Pikirnya.
Hidayah, Sang sahabat ikut serta. Hidayah yang memang sudah tak punya orang tua dan saudara itu ingin merasakan suasana desa tempat asal Anin. Lagipula, dia ingin melupakan Ridho, lelaki brengsek yang telah tega menghianati ketulusannya.
"Kapan berangkatnya Nin...? ". Hendra yang messnya tak jauh dari mess milik Anin menyempatkan bertanya sebelum dia berangkat berkerja sebagai mandor, sama seperti jabatan Anin.
"Bentar lagi.. Agak siangan.. ".
"Oh... Hati hati di jalan... Aku berangkat dulu... ".
"Oke... Makasih... ". Anin menatap punggung lelaki yang dia rasa cukup perhatian padanya selama ini. Laki-laki 40 an tahun, kawan akrab Dito, mantan suaminya dulu.
Mengingat sosok Dito, Air mata Sang Wanita merembes berlahan. Suaminya itu meninggal dunia lima tahun yang lalu, tertimpa tanah longsor ketika alat berat yang dikendalikannya jatuh dari tebing saat berkerja.
Almarhum Dito meninggalkan Anin dan seorang anak laki laki yang pada waktu itu baru berusia 4 tahun bernama Albifardzan.. Biasa dipanggil Abi. Saat ini Abi diasuh dan dirawat oleh kedua orang tua Dito, di sebuah daerah di Way Kanan, Lampung. Abi berusia 9 tahun dan duduk di bangku sekolah kelas 3 SD sekarang.
______________
Singkat kata.. Anin dan Hidayah telah berada didalam sebuah Bus Antar provinsi yang akan mengantarkan mereka berdua menuju ke tempat tujuan. Tak perlu diceritakan secara detail detik detik perjalanan Anin dan Hidayah karena memang tidak ada yang menarik untuk diceritakan, lagipula sepanjang perjalanan kedua wanita itu lebih banyak tertidur. Jadi... Apa yang mau diceritakan....?.
Singkat cerita lagi.... Kini Bus besar berwarna hijau silver itu sudah memasuki wilayah Lampung, dan sebentar lagi sampai dititik pemberhentian yang dituju oleh Anin dan Hidayah. Mereka memang tidak turun di terminal, karena justru akan jauh memutar. Mereka turun di sebuah perempatan yang salah satu simpang nya adalah menuju ke wilayah dimana Desa Rahayu berada. Desa yang penuh kenangan bagi Anin. Kenangan manis, kenangan pahit, dan berjuta kenangan lain yang mewarnai hari harinya dari usia belia sampai dewasa.
Semakin dekat, debaran didada Anin semakin keras terasa. Berjuta kemungkinan bermain di benaknya. Bagaimana keadaan desa, bagaimana keadaan kedua orang tuanya... Dan bagaimana juga kabar Asty Sang Adik..?.
Anin tahu, nomor ponsel yang biasa dipakai ibunya untuk menelpon adalah nomor Asty, tapi Anin tak punya cukup keberanian untuk menelpon Asty secara langsung. Satu hal yang menjadi beban gilirannya adalah, sanggupkah dia bertemu Deni...?. Mampukah Anin bersikap biasa saja ketika bertemu orang yang sudah memporak-porandakan perasaannya...?.
"Bodo amatlah.... Yang penting aku gak berniat buruk. Lagi pula, aku pulang untuk bertemu orang tua, bukan bertemu dia... ". Anin membathin, mencoba menguatkan hati.
_______________
"As.... Kamu nganggur kan....? ".
"Iya Mbak... ". Asty sedikit terkejut ketika Darti datang dan langsung bertanya ketika dia sedang tenggelam dalam lamunan di teras belakang. Melihat kehadiran sosok lelaki bernama Kristian tadi, serta merta Asty langsung teringat kenangan dulu yang pernah terjadi, antara dia dan Kristian diteras rumah Pak Mukhlis.
"Tolong bikin Kopi, terus antar ke kamar 19,..".
"Oke.. Mbak... ". Berdebar keras jantung Asty. Itu pasti pesanan Kristian. Sedangkan Darti yang tak tahu tentang apa yang pernah terjadi antara Asty dan Tamu penginapan nya yang akan menginap selama satu minggu itu bersikap biasa saja.
"Hati hati.. Kristian itu pesonanya Kuat. Mbak khawatir kamu bakal tergoda... ". Darti malah sengaja menggoda Asty yang sudah kalang kabut mengatur detak jantung.
Wanita itu cuma tersenyum sembari tangannya bergerak menyeduh segelas kopi hitam, kemudian berlahan melangkah kearah deretan kamar dilantai atas.
"Selamat sore.... ". Sudah payah Asty berusaha agar suaranya terdengar normal.
"Aku hanya berkerja. Bukan bermaksud apa apa.... ". Bathinnya bergejolak. Dia ingin pergi saja sebenarnya, tapi apa nanti kata Mbak Darti majikannya...?.
"Masuk saja.. Ngantar kopi kan...? ". Suara itu.. Asty mengenalnya.
Krieeeeettt......
Pintu berlahan terbuka, sesosok pria terlihat menggeletak begitu saja di atas kasur bisa tebal. Telanjang dada dan hanya memakai celana kolor pendek sepaha.
"Letakkan saja di meja... Eh.. Kamu...? ". Kristian terlonjak. Seketika dia bangun dan terduduk dengan mulut menganga. Seulas senyum manis berusaha dikembangkan Asty, walau bagaimanapun, dia harus bersikap ramah.. Kristian adalah tamu penginapan yang harus dilayani sebaik mungkin.
Kristian bermaksud bangkit, tapi kemudian mengurungkan niatnya ketika melihat Asty duduk dikursi plastik kecil disamping meja.
"A-apa ka-kabar.....? ". Lelaki itu sedikit gugup menyapa. Matanya menatap Asty dengan tatapan tajam, membuat wanita itu sedikit ngeri sebenarnya.
"Baik.. Apalagi yang Anda pesan, Tuan.... ".
"Gak ada. Kamu..... Kamu kerja di sini....? ". Mendengar pertanyaan itu, Asty mendesah..
"Seperti yang Anda lihat.. ". Wanita itu mencoba tersenyum lagi. Kemudian bangkit berdiri bermaksud keluar kamar. Dia sadar, tatapan Kristian mulai berwarna hijau.
"Sebentar... Aku masih agak kaget. Gak nyangka ketemu kamu disini... ". Ucap lelaki dari timur itu berusaha menahan Asty untuk lebih lama didalam kamar. Tangannya terulur menangkap pergelangan tangan Asty dan sedikit menarik tubuh wanita itu ke arah kasur.
"Ada apa...? ".
"Duduklah dulu. Kita ngobrol ngobrol sebentar.. ". Kristian kemudian sedikit bergeser, memberikan ruang bagi Asty untuk duduk di pinggiran kasur. Wanita itupun kemudian duduk, dengan perasaan aneh yang mulai menyelusup.
Asty masih jelas mengingat apa yang dulu pernah diperbuat oleh lelaki gagah itu, sebagai wanita dewasa yang berulang kali dijamah banyak lelaki, jujur saja Asty merinding. Apalagi saat ini Kristian tidak memakai baju dan hanya bercelana pendek ketat. Tubuh berbulu dan kekar berotot itu membuat sekujur tubuh Asty meremang. Tonjolan itu... Ah...... Asty menggelengkan kepala. Mencoba mengusir bayangan bayangan jorok di fikirannya..
Wajah Sang Wanita sedikit memerah, dan Kristian menyadari itu. Tanpa banyak bicara, lelaki kekar itu meraih tubuh mungil Asty, kemudian merebahkan nya dikasur, lantas menyusul dengan lumatan lembut dibibir.
Asty ingin menolak, dia ingin berontak. Tapi pesona Kristian terasa begitu Kuat. Kuat sekali sampai sampai Asty lupa jika pintu kamar masih terbuka lebar. Wanita itu pasrah.. Membebaskan Kristian untuk berbuat apa saja.
Bayangan peristiwa di teras rumah Pak Mukhlis seolah menjadi stimulan yang kuat sekali mendorong gairah menuju puncak keinginan. Asty yang sudah lama tidak merasakan sentuhan lelaki benar benar terlena. Dia ingin menuntaskan segera. Apalagi yang sekarang sedang menggumulinya adalah Kristian, sosok pria gagah berwajah jantan khas Orang orang timur. Pria bertubuh bersih dan wangi, jauh berbeda dibandingkan Nizam yang kemarin hampir saja berhasil mendapatkan kehangatan tubuhnya.
Membandingkan Nizam Dan Kristian, sontak alam bawah sadar Asty ber reaksi. Pahanya membuka ketika Kristian memposisikan tubuh nya disana. Tonjolan dicelana laki laki itu semakin mengeras.
"Aku rindu kamu, Asty... ". Bisik Sang Lelaki.
"Lama sekali aku mencarimu.. Aku seperti gila kehilangan jejakmu.. ". Tambahnya membuat Asty terbuai.
Kemudian lidah itu menjilat, menggelitik, dan sedikit menggigit bagian leher Asty yang putih mulus.
"Wangi tubuhmu tak bisa aku lupakan... ". Kristian terus saja melambungkan jiwa Sang Wanita dengan bisikan lembut dan rayuan rayuan maut yang membuat Asty merasa dihargai. Merasa dibutuhkan. Merasa di ratu kan dengan sentuhan sentuhan pemancing gairah.
"Pintunya...... ". Lirih sekali Asty berucap.
_____________
Pukul 15 lewat sedikit.
Setelah sampai di simpang empat, Anin dan Hidayah ganti mobil yang agak kecil menuju pasar utama di mana tak am jauh dari situ adalah Desa tempat tinggal kedua orang tuanya.
Bisa kecil itu telah memasuki areal pasar, kemudian parkir di dekat POM bensin. Anin dan Hidayah turun, kemudian langsung menuju ke sebuah rumah makan sederhana tak jauh dari situ.
"Lapar... ". Ucapnya setelah duduk, membuat Hidayah tersenyum lebar.
Setelah memesan makanan, kedua wanita itu lantas terdiam cukup lama. Memori Anin berputar, di pasar inilah dulu untuk pertama kalinya dia kenal Deni. Lelaki yang saat ini menjadi adik iparnya.
"Kita langsung Ke desamu, apa cari tempat menginap dulu...? ". Hidayah bertanya untuk memecah sepi.
"Kita lihat nanti. Untuk ke desa, cuma ada ojek. Jalan sudah lumayan bagus, tapi gak ada taksi yang kearah situ.. ". Jawab Anin sembari matanya tetap sibuk memperhatikan keramaian. Dia benar benar mencoba mengingat ingat kembali masa lalu nya di pasar ini. Pasar yang dulu menjadi ajang kumpul kumpul para remaja seusianya pada masa pertengahan tahun 2000an..
"Ini pesanannya, mbak... ".
"Oh.. Iya Terima kasih... ". Kedua wanita yang memang sedang dilanda lapar itu pun langsung menyantap hidangan tanpa banyak basa basi lagi.
_______________
Asty sedikit mengerejapkan sepasang mata. Ini tidak benar... Ini salah... Tapi,....
Wanita itu tak sempat berfikir lebih jauh ketika dia merasakan celananya ditarik kebawah. Sensasi dingin terasa dikedua paha yang sudah terekspos bebas. Dan rasa dingin itu seketika berubah menjadi geli geli nikmat ketika kepala Kristian menyeruak, kemudian lidah hangat itu memulas permukaan kewanitaan Asty yang basah. Rasa yang laksana candu, membuat yang merasakan menjadi ingin lagi dan lagi..
Kangkangan kaki semakin lebar, membuat Kristian Sang Lelaki dari Indonesia Timur itu sejenak seperti tertegun seolah tak percaya. Bagaimana tidak, dia yang selama ini cuma bisa bermimpi bisa bertemu Asty lagi, sekarang mendapati Sang Wanita Impian telah tergolek pasrah terkangkang di depannya. Siap di masuki barang besar miliknya, siap disirami cairan cinta darinya.
Jika saja Kristian Tahu lebih Awal, tentu dia tidak akan menunda nunda tugas dari Sang Bos untuk mengecek pemasukan dari dermaga Speedboat yang sekarang Dikuasai Pak Mukhlis. Dia tentu akan dengan senang hati melaksanakan tugas, kemudian mereguk kenikmatan duniawi bersama Asty di penginapan ini.
Sungguh berkah yang tidak terduga bagi Kristian. Karena semenjak kejadian tempo hari sewaktu Pesta di tempat Sang Bos, dia memang tidak bisa melupakan pesona Asty yang telah menjeratnya.
***
Di lantai bawah........
"Lama sekali cuma ngantar kopi....? ". Darti penasaran. Jangan jangan........
"Asty..... Asty....!! ". Suara Sang pemilik penginapan berteriak memanggil Asty, Sang pembantu cantik itu.
Bersambung