Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG TETANGGA PERKASA 2 : Mimpi Tak Tergapai

Anin Pulang
_____________




Pagi itu... Asty berkerja seperti biasa. Hubungannya dengan Nizam tak bisa di tutupi sejak kejadian kemarin mulai renggang. Asty menghindar, Nizam juga terlihat menjaga jarak.

Seperti saat ini, Asty belanja ke pasar diantar Nizam, tapi tak sepatah katapun terucap. Asty membisu di boncengan, Dan Nizam pun seperti tak hendak membuka kata, setidaknya untuk mencairkan suasana. Lelaki itu malah seperti sengaja meng acuhkan Asty, yang jelas sekali menambah rasa jengkel di hati wanita itu.

Mungkin Nizam mengira Asty ada rasa padanya, sehingga dengan kepercayaan diri berlebih, lelaki itu sengaja mendiamkan Asty, menunggu wanita itu sendiri yang memulai percakapan. Dia tak tahu, di hati Asty seperti berbulu.. Muak dia melihat tampang kucel Nizam yang sok kepedean itu.

Sesampainya di pasar, Asty melangkah sendirian menuju Los sayur mayur, sementara Nizam memilih beristirahat di depan sebuh warung sembari menikmati semangkuk es campur.

Ini hari minggu, dan suasana pasar lebih ramai dari biasanya. Pengunjung dari desa desa pesisir memang terbiasa berbelanja ke pasar itu seminggu sekali, dan kebanyakan memilih hari minggu, karena bertepatan dengan hari libur anak sekolah, sehingga mereka bisa ke pasar bareng keluarga.

Layaknya pasar tradisional pada umumnya, suasana hiruk pikuk langsung menyambut begitu langkah kaki Asty memasuki areal pasar.

"Terong, bu... ".

"Bayam.... ".

"Cari apa bu...? ".

"Lombok murah nih... ".

Semua ditawarkan, tapi Asty cuma membalas dengan senyum. Dia sudah punya langganan, dan tanpa banyak menoleh dia langsung saja menuju penjual sayur langganannya.

"Eh.. Bu Asty.. Silahkan di pilih, bu... ". Penjual sayur langganan Asty mwnyambut dengan ramah ketika Asty sampai di lapak.

"Tolong dipilihkan yang bagus ya, Bang.. Ini catatannya.. ". Sahut Asty sembari menyerahkan secarik kertas.

"Tumben.. Biasanya paling cerewet milih sendiri... ". Abang tukang Sayur menggoda.

"Lagi bete, bang... ".

"Oh... Ya udah.. Istirahat di bangku sana. Biar abang pilihin... ". Lalu dengan cekatan si abang tukang sayur memilih jenis jenis sayuran sesuai yang tertulis di catatan.

Asty sejenak mengedarkan pandang, kemudian duduk dibangku yang tadi ditunjukkan. Wanita itu menghela nafas. Berat. Kejengkelan nya kepada Nizam sampai terbawa kemana mana.

Suasana di lapak sayur langganannya itu agak sepi. Mungkin karena masih pagi, atau juga mungkin karena para pembeli langganan sudah belanja sedari tadi.

Lapak berupa kios kecil 3x4 meter itu penuh tumpukan aneka jenis sayur mayur. Lengkap. Apa saja ada. Harganya pun relatif lebih murah.

" Mbaknya gak ikut dagang Bang...? ". Asty bertanya sekedar menghilangkan jenuh. Meski pasar ini ramai, tapi hatinya terasa sepi... Sunyi...

"Ada tetangga hajatan. Jadi Istri saya rewang di situ bu... ". Jawab si penjual sayur.

"Ooh... Bang Syarif gak ikut rewang... ? ".

"Jatah saya nanti malam... Lek lek an... Hehe.. ". Sahut si Syarif sambil tertawa kecil. Entah apa yang baginya lucu.

"Bu Asty gak ikut rewang...? ".

"Kenal aja nggak... ". Sergah Asty cepat yang dibalas cengiran Syarif dengan ekspresi lucu.

"Yah.. Kali aja, bu.. Namanya juga berharap... ". Gumam Syarif pelan tapi masih cukup jelas terdengar.

"Eh... Maksudnya...? ". Kening Asty berkerut.

"Gak kok. Lupain... Nih, udah lengkap sayuran nya..". Syarif, pedagang Sayur berwajah lumayan good looking tapi agak kehitaman karena sering terpanggang matahari itu kemudian menyerahkan catatan harga yang harus dibayar. Sedangkan aneka sayur pesanan Asty telah rapih disusun didalam sebuah karung putih.

"Banyak amat, bang...? ". Asty pura pura terkejut. Naluri ibu ibu belanja keluar seketika.

"Sengaja di mahalin ya...? ". Tuduh nya. Tentu saja Syarif gelagapan. Perasaan itu harga sama saja dengan yang kemarin..

"Gak kok bu... ".

"Sama pelanggan cantik tuh, harusnya dimurahin, bukan dimahalin gini... ". Asty cemberut dibuat buat, sambil membuka dompet. Syarif cuma nyengir.

"Bisa kok di bikin Gratis, bu... ". Ucapnya berlahan sembari matanya melirik kiri kanan.

"Gimana caranya...? ". Asty sedikit terpancing.

"Kasih sun dulu kiri kanan, gimana....? ". Jawab Syarif bercanda.

"Ih... Emoh. Mending bayar dua kali lipat timbang di sun... ". Sahut Asty tertawa. Dia kemudian berlalu setelah membayar harga sayur ditambah upah mengangkat karung ke parkiran motor Nizam.

Sementara Syarif lantas memanggul karung sayuran belanjaan Asty dengan senyum simpul. Ada gerakan menggeliat di suatu tempat, hanya Syarif yang paham.


______________


Acara memasak di dapur telah selesai karena sepulangnya dari pasar Asty langsung berjibaku dengan segala macam alat alat tempur yang lengkap tersedia. Selain penginapan, Bu Darti juga membuka layanan catering serta rumah makan kecil, yang mana para tamu penginapan bisa memesan makanan tanpa harus repot repot keluar.

Usaha sampingan itu sengaja di kembangkan karena mendapati ternyata Karyawan barunya yang bernama Asty itu sangat pintar sekali memasak. Apapun yang di olah, pasti rasanya lezat. Dan tentu saja Asty kecipratan Uang tambahan selain gaji bulanan yang lumayan. Membuat wanita itu semakin bersemangat untuk berkerja di penginapan ini.

"Istirahat dulu, Ty... ". Darti tersenyum puas melihat cara Asty berkerja.

"Iya, Mbak... ".

"Eh.. Gimana tawaran ku kemarin... ? ". Darti mendekat kemudian duduk disebelah Asty.

"Kalo kamu keberatan.. Ya gak apa apa lho.. Jangan terlalu dipikirin... ". Sambungnya.

Asty diam.. Dadanya sedikit bergejolak. Dia ingin marah, tapi rasanya tak mampu. Toh... Darti cuma menawari, iya kalo mau... Kalau tak mau pun tak apa.


Kemarin sore sebelum Asty pulang, Darti mengatakan dengan berbisik bahwa ada tamu penginapan yang tertarik kepada nya. Tamu itu ingin tidur dengan Asty, dan sanggup membayar mahal untuk itu. Tentu saja Asty menolak. Tapi untuk menolak langsung, di tak berani. Khawatir kalau sampai Darti marah dan memecatnya. Padahal Asty sangat butuh perkerjaan.

Jadinya Asty memberi jawaban yang menggantung.

"Maaf, Mbak... Gaji yang saya Terima sudah lebih dari cukup untuk hidup. Jadi, tak ada alasan bagi saya untuk terjun ke lembah kotor... ". Begitu jawaban Asty yang dibalas senyum penuh arti dari Mbak Darti atau Bisa juga dipanggil Bu Darti, Sang pemilik penginapan.

"Ya.. Benar sekali. Tapi kalau saja kamu berminat dapat uang banyak tanpa harus kerja keras.. Itu aku tunjukin jalannya... ". Kata Bu Darti lagi dengan mata di kedip kedipnlkan dan bibir tersenyum nakal

Asty hanya diam. Dia sadar, dia bukanlah wanita baik baik, bukanlah wanita yang bisa menjaga mewah dan harga diri. Dia justru lebih kotor dari seorang pelacur, karena selama ini dia berkubang di lembah zinah bahkan tanpa embel embel harga..

Jika seorang pelacur sanggup menceburkan diri kedalam dunia kotor karena tuntutan ekonomi, dia justru sengaja berkubang tanpa mendapatkan materi. Dengan keinginan sendiri pula.

Selintas pikiran di benaknya, apa bedanya aku mau atau tidak?.. Toh aku telah kotor... Apa yang harus kupertahankan...? Kehormatan apa yang mesti kujaga...?.

Hampir saja kemarin Asty mengangguk mengiyakan dan setuju menjadi pelacur sebagaimana tawaran Bu Darti, tapi bayangan Kedua anak dan juga senyum manis Deni yang mendadak membayang membuat Asty tak jadi mengangguk.

Meski secuil, mungkin masih ada kehormatan yang aku punya... Bathinnya.

"Maaf sebelumnya, Mbak.. Apa Mbak Darti gak suka aku berkerja disini....? ". Akhirnya Asty bersuara. Dan Darti mengerenyit heran mendengarnya.

"Maksud kamu...? ".

"Mbak, kalau aku mau jadi pelacur, tentu saja aku akan berhenti berkerja. Dan total menekuni profesi baru ku. Dan lagi, sekalian melacur, mending aku menjajakan diri di kota. Buka di desa kecil seperti ini... ". Lugas jawaban Asty, membuat Mbak Darti mengangguk angguk.

"Kamu pintar.. Aku suka.. ". Darti tersenyum sumringah.

"Aku gak mau kehilangan sosok seperti kamu. Berkerja lah seperti biasa. Maafkan Mbak yang udah kurang ajar nawarin itu... ".

Asty hanya tersenyum sedikit. Dia masih jengkel, tapi berusaha disembunyikan.


"Selamat siang.... ". Tiba tiba suara dari pintu depan mengejutkan kedua wanita yang sedang asyik mengobrol itu.

"Selamat siang... ". Darti menjawab lantang.

"Ada tamu.... ". Ucapnya pelan kepada Asty kemudian dia melangkah menuju pintu utama yang setengah tertutup.

Sesosok pria muda terlihat berbicara, kemudian keluar sebentar. Tak lama kemudian pria itu kembali masuk dan langsung menuju ke lantai dua.

"Ada yang nginap lagi... ". Asty memperhatikan dari pintu ruang tengah kearah dapur. Tapi tiba tiba jantung wanita itu berdesir. Detaknya terasa lebih cepat berpacu. Sosok lelaki itu......

"Kristian....? ".


______________

Hari ini Anin tidak berangkat kerja. Dia sudah menandatangani surat cuti yang diambilnya kemarin. Anin Izin cuti satu bulan penuh. Dia bermaksud pulang ke desa Rahayu, menemui kedua orang tuanya, juga Asty adiknya. Dia berharap, setelah ini hubungan mereka akan kembali seperti sedia kala.

Capek rasanya Anin melayani ego pribadi. Dia juga ingin menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya. Sudah cukup waktu untuk menyembuhkan luka. Masa iya luka seperti itu gak sembuh sembuh.. Pikirnya.

Hidayah, Sang sahabat ikut serta. Hidayah yang memang sudah tak punya orang tua dan saudara itu ingin merasakan suasana desa tempat asal Anin. Lagipula, dia ingin melupakan Ridho, lelaki brengsek yang telah tega menghianati ketulusannya.

"Kapan berangkatnya Nin...? ". Hendra yang messnya tak jauh dari mess milik Anin menyempatkan bertanya sebelum dia berangkat berkerja sebagai mandor, sama seperti jabatan Anin.

"Bentar lagi.. Agak siangan.. ".

"Oh... Hati hati di jalan... Aku berangkat dulu... ".

"Oke... Makasih... ". Anin menatap punggung lelaki yang dia rasa cukup perhatian padanya selama ini. Laki-laki 40 an tahun, kawan akrab Dito, mantan suaminya dulu.

Mengingat sosok Dito, Air mata Sang Wanita merembes berlahan. Suaminya itu meninggal dunia lima tahun yang lalu, tertimpa tanah longsor ketika alat berat yang dikendalikannya jatuh dari tebing saat berkerja.

Almarhum Dito meninggalkan Anin dan seorang anak laki laki yang pada waktu itu baru berusia 4 tahun bernama Albifardzan.. Biasa dipanggil Abi. Saat ini Abi diasuh dan dirawat oleh kedua orang tua Dito, di sebuah daerah di Way Kanan, Lampung. Abi berusia 9 tahun dan duduk di bangku sekolah kelas 3 SD sekarang.


______________


Singkat kata.. Anin dan Hidayah telah berada didalam sebuah Bus Antar provinsi yang akan mengantarkan mereka berdua menuju ke tempat tujuan. Tak perlu diceritakan secara detail detik detik perjalanan Anin dan Hidayah karena memang tidak ada yang menarik untuk diceritakan, lagipula sepanjang perjalanan kedua wanita itu lebih banyak tertidur. Jadi... Apa yang mau diceritakan....?.

Singkat cerita lagi.... Kini Bus besar berwarna hijau silver itu sudah memasuki wilayah Lampung, dan sebentar lagi sampai dititik pemberhentian yang dituju oleh Anin dan Hidayah. Mereka memang tidak turun di terminal, karena justru akan jauh memutar. Mereka turun di sebuah perempatan yang salah satu simpang nya adalah menuju ke wilayah dimana Desa Rahayu berada. Desa yang penuh kenangan bagi Anin. Kenangan manis, kenangan pahit, dan berjuta kenangan lain yang mewarnai hari harinya dari usia belia sampai dewasa.

Semakin dekat, debaran didada Anin semakin keras terasa. Berjuta kemungkinan bermain di benaknya. Bagaimana keadaan desa, bagaimana keadaan kedua orang tuanya... Dan bagaimana juga kabar Asty Sang Adik..?.

Anin tahu, nomor ponsel yang biasa dipakai ibunya untuk menelpon adalah nomor Asty, tapi Anin tak punya cukup keberanian untuk menelpon Asty secara langsung. Satu hal yang menjadi beban gilirannya adalah, sanggupkah dia bertemu Deni...?. Mampukah Anin bersikap biasa saja ketika bertemu orang yang sudah memporak-porandakan perasaannya...?.

"Bodo amatlah.... Yang penting aku gak berniat buruk. Lagi pula, aku pulang untuk bertemu orang tua, bukan bertemu dia... ". Anin membathin, mencoba menguatkan hati.


_______________



"As.... Kamu nganggur kan....? ".

"Iya Mbak... ". Asty sedikit terkejut ketika Darti datang dan langsung bertanya ketika dia sedang tenggelam dalam lamunan di teras belakang. Melihat kehadiran sosok lelaki bernama Kristian tadi, serta merta Asty langsung teringat kenangan dulu yang pernah terjadi, antara dia dan Kristian diteras rumah Pak Mukhlis.

"Tolong bikin Kopi, terus antar ke kamar 19,..".

"Oke.. Mbak... ". Berdebar keras jantung Asty. Itu pasti pesanan Kristian. Sedangkan Darti yang tak tahu tentang apa yang pernah terjadi antara Asty dan Tamu penginapan nya yang akan menginap selama satu minggu itu bersikap biasa saja.

"Hati hati.. Kristian itu pesonanya Kuat. Mbak khawatir kamu bakal tergoda... ". Darti malah sengaja menggoda Asty yang sudah kalang kabut mengatur detak jantung.

Wanita itu cuma tersenyum sembari tangannya bergerak menyeduh segelas kopi hitam, kemudian berlahan melangkah kearah deretan kamar dilantai atas.

"Selamat sore.... ". Sudah payah Asty berusaha agar suaranya terdengar normal.

"Aku hanya berkerja. Bukan bermaksud apa apa.... ". Bathinnya bergejolak. Dia ingin pergi saja sebenarnya, tapi apa nanti kata Mbak Darti majikannya...?.

"Masuk saja.. Ngantar kopi kan...? ". Suara itu.. Asty mengenalnya.

Krieeeeettt......

Pintu berlahan terbuka, sesosok pria terlihat menggeletak begitu saja di atas kasur bisa tebal. Telanjang dada dan hanya memakai celana kolor pendek sepaha.

"Letakkan saja di meja... Eh.. Kamu...? ". Kristian terlonjak. Seketika dia bangun dan terduduk dengan mulut menganga. Seulas senyum manis berusaha dikembangkan Asty, walau bagaimanapun, dia harus bersikap ramah.. Kristian adalah tamu penginapan yang harus dilayani sebaik mungkin.

Kristian bermaksud bangkit, tapi kemudian mengurungkan niatnya ketika melihat Asty duduk dikursi plastik kecil disamping meja.

"A-apa ka-kabar.....? ". Lelaki itu sedikit gugup menyapa. Matanya menatap Asty dengan tatapan tajam, membuat wanita itu sedikit ngeri sebenarnya.

"Baik.. Apalagi yang Anda pesan, Tuan.... ".

"Gak ada. Kamu..... Kamu kerja di sini....? ". Mendengar pertanyaan itu, Asty mendesah..

"Seperti yang Anda lihat.. ". Wanita itu mencoba tersenyum lagi. Kemudian bangkit berdiri bermaksud keluar kamar. Dia sadar, tatapan Kristian mulai berwarna hijau.

"Sebentar... Aku masih agak kaget. Gak nyangka ketemu kamu disini... ". Ucap lelaki dari timur itu berusaha menahan Asty untuk lebih lama didalam kamar. Tangannya terulur menangkap pergelangan tangan Asty dan sedikit menarik tubuh wanita itu ke arah kasur.

"Ada apa...? ".

"Duduklah dulu. Kita ngobrol ngobrol sebentar.. ". Kristian kemudian sedikit bergeser, memberikan ruang bagi Asty untuk duduk di pinggiran kasur. Wanita itupun kemudian duduk, dengan perasaan aneh yang mulai menyelusup.

Asty masih jelas mengingat apa yang dulu pernah diperbuat oleh lelaki gagah itu, sebagai wanita dewasa yang berulang kali dijamah banyak lelaki, jujur saja Asty merinding. Apalagi saat ini Kristian tidak memakai baju dan hanya bercelana pendek ketat. Tubuh berbulu dan kekar berotot itu membuat sekujur tubuh Asty meremang. Tonjolan itu... Ah...... Asty menggelengkan kepala. Mencoba mengusir bayangan bayangan jorok di fikirannya..

Wajah Sang Wanita sedikit memerah, dan Kristian menyadari itu. Tanpa banyak bicara, lelaki kekar itu meraih tubuh mungil Asty, kemudian merebahkan nya dikasur, lantas menyusul dengan lumatan lembut dibibir.

Asty ingin menolak, dia ingin berontak. Tapi pesona Kristian terasa begitu Kuat. Kuat sekali sampai sampai Asty lupa jika pintu kamar masih terbuka lebar. Wanita itu pasrah.. Membebaskan Kristian untuk berbuat apa saja.

Bayangan peristiwa di teras rumah Pak Mukhlis seolah menjadi stimulan yang kuat sekali mendorong gairah menuju puncak keinginan. Asty yang sudah lama tidak merasakan sentuhan lelaki benar benar terlena. Dia ingin menuntaskan segera. Apalagi yang sekarang sedang menggumulinya adalah Kristian, sosok pria gagah berwajah jantan khas Orang orang timur. Pria bertubuh bersih dan wangi, jauh berbeda dibandingkan Nizam yang kemarin hampir saja berhasil mendapatkan kehangatan tubuhnya.

Membandingkan Nizam Dan Kristian, sontak alam bawah sadar Asty ber reaksi. Pahanya membuka ketika Kristian memposisikan tubuh nya disana. Tonjolan dicelana laki laki itu semakin mengeras.

"Aku rindu kamu, Asty... ". Bisik Sang Lelaki.

"Lama sekali aku mencarimu.. Aku seperti gila kehilangan jejakmu.. ". Tambahnya membuat Asty terbuai.

Kemudian lidah itu menjilat, menggelitik, dan sedikit menggigit bagian leher Asty yang putih mulus.

"Wangi tubuhmu tak bisa aku lupakan... ". Kristian terus saja melambungkan jiwa Sang Wanita dengan bisikan lembut dan rayuan rayuan maut yang membuat Asty merasa dihargai. Merasa dibutuhkan. Merasa di ratu kan dengan sentuhan sentuhan pemancing gairah.

"Pintunya...... ". Lirih sekali Asty berucap.



_____________



Pukul 15 lewat sedikit.

Setelah sampai di simpang empat, Anin dan Hidayah ganti mobil yang agak kecil menuju pasar utama di mana tak am jauh dari situ adalah Desa tempat tinggal kedua orang tuanya.

Bisa kecil itu telah memasuki areal pasar, kemudian parkir di dekat POM bensin. Anin dan Hidayah turun, kemudian langsung menuju ke sebuah rumah makan sederhana tak jauh dari situ.

"Lapar... ". Ucapnya setelah duduk, membuat Hidayah tersenyum lebar.

Setelah memesan makanan, kedua wanita itu lantas terdiam cukup lama. Memori Anin berputar, di pasar inilah dulu untuk pertama kalinya dia kenal Deni. Lelaki yang saat ini menjadi adik iparnya.

"Kita langsung Ke desamu, apa cari tempat menginap dulu...? ". Hidayah bertanya untuk memecah sepi.

"Kita lihat nanti. Untuk ke desa, cuma ada ojek. Jalan sudah lumayan bagus, tapi gak ada taksi yang kearah situ.. ". Jawab Anin sembari matanya tetap sibuk memperhatikan keramaian. Dia benar benar mencoba mengingat ingat kembali masa lalu nya di pasar ini. Pasar yang dulu menjadi ajang kumpul kumpul para remaja seusianya pada masa pertengahan tahun 2000an..

"Ini pesanannya, mbak... ".

"Oh.. Iya Terima kasih... ". Kedua wanita yang memang sedang dilanda lapar itu pun langsung menyantap hidangan tanpa banyak basa basi lagi.



_______________



Asty sedikit mengerejapkan sepasang mata. Ini tidak benar... Ini salah... Tapi,....

Wanita itu tak sempat berfikir lebih jauh ketika dia merasakan celananya ditarik kebawah. Sensasi dingin terasa dikedua paha yang sudah terekspos bebas. Dan rasa dingin itu seketika berubah menjadi geli geli nikmat ketika kepala Kristian menyeruak, kemudian lidah hangat itu memulas permukaan kewanitaan Asty yang basah. Rasa yang laksana candu, membuat yang merasakan menjadi ingin lagi dan lagi..

Kangkangan kaki semakin lebar, membuat Kristian Sang Lelaki dari Indonesia Timur itu sejenak seperti tertegun seolah tak percaya. Bagaimana tidak, dia yang selama ini cuma bisa bermimpi bisa bertemu Asty lagi, sekarang mendapati Sang Wanita Impian telah tergolek pasrah terkangkang di depannya. Siap di masuki barang besar miliknya, siap disirami cairan cinta darinya.

Jika saja Kristian Tahu lebih Awal, tentu dia tidak akan menunda nunda tugas dari Sang Bos untuk mengecek pemasukan dari dermaga Speedboat yang sekarang Dikuasai Pak Mukhlis. Dia tentu akan dengan senang hati melaksanakan tugas, kemudian mereguk kenikmatan duniawi bersama Asty di penginapan ini.

Sungguh berkah yang tidak terduga bagi Kristian. Karena semenjak kejadian tempo hari sewaktu Pesta di tempat Sang Bos, dia memang tidak bisa melupakan pesona Asty yang telah menjeratnya.



***


Di lantai bawah........

"Lama sekali cuma ngantar kopi....? ". Darti penasaran. Jangan jangan........

"Asty..... Asty....!! ". Suara Sang pemilik penginapan berteriak memanggil Asty, Sang pembantu cantik itu.





Bersambung
 
apakah memek dan tubuh asty akan berlabuh dikontol kristian pertama kali setelah semua peristiwa yg akan dilupakannya dan akan membuat gairah asty kembali binal....ditunggu masbro
 
Abah Panca
____________



Sesampainya di tanah kelahiran Desi Sang Istri, Joko bergerak cepat mencari info tentang orang pintar yang mampu mewujudkan impiannya. Dari informasi salah seorang tetangga, Lelaki itu telah mengatongi nama seorang Dukun katakanlah... Yang terkenal sakti mandraguna bernama Abah Panca. Alamat lengkap Sang Abah pun telah di catat lengkap, tinggal menunggu hari yang pas bagi Joko dan Desi untuk datang berkunjung.

Joko sendiri sadar, untuk mendatangi rumah Abah Panca bukanlah hal yang mudah, karena letak rumah Abah sakti itu sangat jauh di pedalaman. Tidak bisa diakses kendaraan roda empat, hanya bisa dilalui motor. Itupun kalau malamnya tidak hujan, karena sebagian besar jalan menuju rumah Sang Abah masih berupa jalan setapak tanah hitam.

Rumah Abah Panca jauh dari perkampungan. Terletak di lereng bukit dengan medan jalan yang sulit. Setelah menaiki motor, maka harus dilanjutkan dengan jalan kaki sekitar setengah jam. Sungguh perjuangan yang cukup berat, tapi demi Tercapainya sebuah impian, sepasang suami istri itu telah memantapkan hati, berusaha maksimal apapun yang terjadi.

Bukankah keberhasilan itu akan terasa semakin indah jika kita mendapatkannya melalui perjuangan...?. Semakin keras berjuang, semakin indah pula sebuah keberhasilan.. Kata orang.......

"Istirahatlah dulu.. Nanti baru kesana... ". Saran Orang tua Desi, yang hanya tahu kalau tujuan anak menantu nya menemui Abah Panca adalah untuk berobat, seperti yang sudah sudah.

Memang sudah sering Joko dan Desi mencari orang pintar untuk berobat, dengan harapan mereka lekas dikaruniai momongan, tapi sampai jenuh mereka menanti, belum juga ada perkembangan berarti. Jangankan Hamil, mual mual sedikit saja Desi tidak pernah.

Kadang Joko sempat sempatnya berfikiran apakah ukuran kejantanannya terlalu kecil atau bagaimana, bahkan sesekali dia pernah sengaja membandingkan senjata miliknya dengan milik teman teman nya. Tapi sekilas ukurannya sama saja, bahkan milik Joko malah sedikit lebih panjang dan besar.

Apakah soal durasi...? .. Pernah Joko bertanya kepada tetangganya di tambak, soal berapa lama waktu yang diperlukan untuk berhubungan badan. Dan kawan kawannya yang sudah punya anak menjawab hanya sekitar 15 menit saja. Waktu yang tidak jauh berbeda ketika Joko menggauli Sang Istri. Bahkan kadang kadang Joko malah bisa lebih lama. Apalagi kalau sebelum berhubungan Joko minum anggur ginseng terlebih dahulu. Pasti lama sekali baru keluar. Sampai pegal pegal rasanya di pinggang.

Tapi tetap saja, mereka harus melalui hari hari dengan kesunyian tanpa kehadiran buah hati belahan jiwa.

Sampai akhirnya muncul ide gila untuk mencari pejantan bagi istrinya. Sungguh ide yang tidak masuk logika, tapi orang putus asa tidak aken memperdulikan segala macam logika.

Sejujurnya Joko telah patah arang, hilang kepercayaan diri dan yakin bahwa dialah yang bermasalah. Dialah yang mandul, tapi lelaki itu merasa tak perlu memeriksakan diri kedokter. Karena yang ada cuma periksa doang, tanpa ada solusi. Cuma buang uang sia sia fikirnya.

Memeriksakan diri ke dokter, seolah olah cuma untuk meresmikan status mandulnya saja, setelah di cek, dia akan mendapatkan sertifikat kemandulan yang sah.. Dan tentu saja bagi Joko itu sama sekali tidak penting. Unfaedah.....

Dalam benak Joko saat ini Deni lah jalan keluar terbaik. Jika Desi berhasil dihamili Deni, maka Joko berjanji akan merawat anak itu baik baik, menganggapnya sebagai anak kandungnya sendiri. Karena dimata Joko, Deni adalah sosok lelaki yang sempurna dari segi fisik dan juga mental serta emosi.. Tidak ada kandidat yang lebih baik dari Deni.. Hanya Deni, lelaki yang bisa membuat Joko rela Istrinya di tiduri.

Masalahnya adalah.... Deni tidak mau... Itu saja. Dan kali ini Joko menyerahkan kepada Abah Panca untuk menyelesaikan nya. Joko tak perduli jika harus membayar mahal, dia cukup punya uang. Bahkan seandainya mau, Sebenarnya Joko bisa membeli tambak sendiri, tidak hanya mengurus tambak milik orang. Tapi memang fokus Joko belum sampai kesitu. Targetnya saat ini adalah anak. Setelah berhasil memiliki anak, barulah dia akan fokus menata masa depan.


__________


"Asty.... Asty.....!! ".

" Mbak Darti.... ". Asty terperanjat kaget mendengar teriakan dari lantai bawah memanggil namanya. Serta merta wanita itu mendorong kuat tubuh Kristian yang masih menindih nya. Wanita itu panik seketika begitu menyadari dia sudah hampir telanjang. Rambut panjangnya acak acakan..

"Kamu.... Apa yang kamu lakukan.... ? ". Sepasang matanya melotot. Menatap Kristian dengan tatapan tajam.

"Maaf.... ". Sang Pemuda hanya menjawab lirih. Dadanya bergemuruh karena nafsu yang terhempas seketika disaat ada dipuncak. Kristian tak tahu harus berbuat apa. Dia hanya diam mematung melihat Asty sibuk memunguti pakaian dan mengenakannya dengan tergesa-gesa.

Setelah dirasa sudah cukup rapih dan tidak akan menimbulkan kecurigaan, Asty kemudian melangkah keluar kamar. Beruntung para tamu penginapan yang lain sedang keluar, sehingga tidak ada yang memergokinya. Tapi tak urung Sang wanita mengeluh dalam hati..

"Ya Tuhan. Kenapa susah sekali untuk bertobat.. Kenapa mudah sekali aku terpancing..?". Sedikit membasah kedua mata Asty ketika turun dari lantai dua, dan itu jelas tidak luput dari perhatian mata tajam Mbak Darti yang menatap penuh curiga..

"Mbak memanggil saya....? ".

"Hmmmm.. Jangan bilang kalau diatas tadi kamu sedang.... ".

"Sedang apa....? ". Asty menukas cepat dengan wajah memerah.

"Cuma ngobrol sebentar kok... ". Lanjutnya berusaha bersikap setenang mungkin. Tapi yang di hadapannya sekarang adalah Darti, wanita sarat pengalaman dalam hal hubungan pria dan wanita. Dan senyum aneh di bibir wanita gemuk tersungging tak lama kemudian, mengiringi langkah kaki Asty menuju dapur.

"Aku harus menemui Kristian. Enak saja dia maen serobot tanpa membayar.... Huh...!! ".

______________

"Hmmm... Jadi begitu.... ". Abah Panca manggut manggut sambil menggaruk jenggot.

"Itu soal gampang... ". Katanya kemudian.

Mendengar kata gampang, Joko sedikit bernafas lega. Menuju ke sini saja sudah setengah mati, Joko tentu tak mau jika nanti persyaratan dari Abah Panca juga sangat menyulitkan. Joko kasihan kepada Sang Istri yang terlihat sangat kelelahan karena medan perjalanan yang berat.

"Tapi tentu saja tetap ada syarat yang harus dipenuhi... ". Abah Panca berucap lagi. Sorot matanya tajam menelisik ke seluruh bagian tubuh Desi.

"Ada energi Hitam mengikuti Istrimu.. ".

Joko hanya diam menyimak, sedangkan Desi duduk dengan mata terkantuk-kantuk. Betapa tidak. Berangkat pagi buta, selepas maghrib mereka baru sampai si pondok milik Abah Panca.

Setelah membersihkan diri, pukul 19.00 baru Abah Panca memanggil mereka. Dan kemudian mereka bertiga terlibat bahasan serius tentang tujuan Sepasang suami istri itu datang kesini.

Abah Panca di pondok ini tinggal bertiga dengan dua asistennya. Sedangkan keluarga dukun sakti itu memilih tinggal di perkampungan. Pondok Sang Abah kira kira berjarak 5 kilometer dari batas kampung. Agak jauh keatas lereng perbukitan.

"Istri mu harus menginap disini. Sedangkan kamu, besok pagi segeralah pulang, cari Syarat syarat seperti yang tadi Abah sudah sebutkan.. ".

"Apa memang harus menginap Abah...? ". Desi seperti keberatan di tinggal sendirian di pondok kecil sepi ini.

"Kau tahu sendiri bagaimana susahnya perjalanan kesini. Apa kau sanggup bolak balik kesini dalam dua tiga hari...? ". Jawab Abah Panca sedikit keras. Agak terkesan membentak. Tapi baik Joko Ataupun Desi tidak ada yang berani membantah. Mereka menundukkan kepala, takzim.

Aura yang terpancar dari sosok lelaki tua di hadapan mereka membuat kedua sejoli itu tak berani bahkan untuk sekedar beradu pandang.

"Baik Abah.. Secepatnya saya akan mendapatkan syarat syarat itu... ". Joko yang kemudian terdengar berucap berlahan.

"Bagus. Lebih cepat lebih baik.. ". Sahut Abah Panca.. Matanya menatap Desi dengan sinar mata yang agak aneh. Tapi keanehan itu tidak ada yang sempat memperhatikan.

"Sekarang, istirahat lah.. Besok pagi kau langsung saja berangkat... ". Tatapan Abah Panca tertuju kepada Joko yang cuma mengangguk kecil menyetujui.


____________


Pagi harinya... Joko berangkat turun bukit untuk mencari syarat syarat yang dibutuhkan dalam ritual nanti. Sebenarnya didalam hati Joko merasa tidak enak. Seperti ada beban fikiran yang entah tak jelas apa. Tapi demi terkabulnya keinginan, Joko harus bisa mengesampingkan segala macam keraguan.

Singkat kata, saat ini hanya ada Desi dan Abah Panca di pondok kecil itu. Asisten Sang Abah entah kemana. Tidak terlihat batang hidungnya.

"Bisa kita mulai....?.". Abah Panca bertanya, yang dibalas anggukan kecil Desi. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan, wanita itu memutuskan menurut saja.

"Buka pakaian mu... ".

"A.. Apa.....? ". Desi terkesiap mendengar perintah Abah Panca.

"Buka pakaian mu, semuanya. Dan pakai sarung ini... ". Ucap Abah kemudian melemparkan sebuah sarung berwarna hitam kepangkuan Desi.

"Setelah itu, kamu berbaring di dipan sana.. ". Ucapnya lagi kemudian keluar pondok. Desi cuma bisa mengiyakan kemudian beranjak untuk melepas pakaian yang dikenakan. Ada degup aneh didadanya, tapi saat ini dia bisa apa...?. Membantah...?. Desi tak punya keberanian. Apalagi sekarang Joko Sang Suami sudah pergi.

Sosok Abah Panca sudah tidak terlihat. Dukun yang tampak berusia 60am tahun itu cukup lama diluar pondok. Entah apa yang dia kerjakan.

Sang Abah memang sudah cukup tua. Tapi tubuhnya masih tegap, masih terlihat gagah dengan tubuh yang gempal tapi pendek. Rambutnya sebahu semua masih berwarna hitam. Entah alami atau memakai pewarna.

Tapi matanya.... Sepasang mata Abah Panca berwarna kemerahan dibagian yang biasanya putih. Sepintas seperti orang yang kurang tidur, tapi jika diperhatikan, warna merah itu lebih kental, lebih tajam. Seperti memang sudah berwarna seperti itu dari sana nya.

Setelah melepaskan semua pakaian yang melekat si badan dan mengganti dengan sehelai sarung, Desi kemudian berbaring di atas dipan kayu. Dingin sekali rasanya dipan itu di tubuh Desi.

Aroma asap kemenyan tiba tiba menyeruak, membuat pening kepala. Desi mengeluh.. Dia benci aroma ini. Nafasnya mulai sesak. Sesekali wanita itu seperti hendak terbatuk.

"Sudah....? ". Suara Abah Panca mengagetkan sekali. Desi sampai mengurut dada berusaha meredam detak jantung.

" Su.. Sudah Abah.... ".

"Bagus.. Kita mulai ritual pembukaan... ". Abah Panca duduk bersila di tepian dipan yang tak terlalu tinggi itu. Kedua tangan Sang Abah tanpa ragu terjulur mencengkeram paha kiri Desi. Alhasil Sang wanita terkejut dan sontak memekik tertahan.

"Tenang.... ". Ucap Abah Panca tetap fokus menatap bagian perut Desi yang tertutup sarung.

Perut yang rata tanpa lemak itu memang sedari kemarin telah menarik perhatian Abah Panca. Lelaki 60an tahun itu tidak menampik kenyataan bahwa perut itu sangat indah. Padahal Si Abah hanya melihatnya dalam keadaan tertutup pakaian. Penasaran juga Abah Panca, bagaimana bentuk perut Desi jika dilihat langsung tanpa penutup.

Abah Panca hanya seorang dukun. Paranormal yang ilmunya berasal dari ajaran turun temurun dan bukan bersumber dari ilmu agama. Bahkan tidak jelas agama apa yang dianut Abah Panca. Sesekali memang Sang Abah pernah tergoda oleh kemolekan tubuh pasien yang datang kepadanya. Ada beberapa kali terjadi skandal antara Abah Panca dan pasiennya, tapi selama ini Skandal itu tidak pernah terungkap, sehingga nama Sang dukun tetap terjaga bersih dan tetap menjadi rujukan bagi pasien yang membutuhkan jasanya.

Seperti kali ini, sebenarnya Abah Panca tidak perlu menyiapkan syarat apapun untuk mengabulkan keinginan sepasang suami istri ini, cukup dengan mengutus makhluk peliharaan nya, maka biasanya apapun yang diinginkan oleh Pasien akan tercapai. Tapi,.... Abah Panca telah jatuh hati kepada Desi. Sehingga dia sengaja memerintahkan Joko untuk segera pergi mencari benda benda sebagai Syarat ritual, yang tentu saja berupa benda benda yang relatif susah di dapat. Tujuannya adalah agar Joko sedikit lama mencari, sehingga Abah Panca memiliki banyak Waktu untuk menggarap Desi.

Abah Panca memang dukun yang sakti dan pintar, kalau tidak mau dikatakan licik.

Jemari kasar dan besar besar milik Abah Panca bergerak meremas paha Desi, membuat Sang Wanita mendesah, antara perasaan marah diperlakukan seperti itu, dan perasaan Takut jika sampai Abah Panca marah kalau dia menolak.

"Ada Jin di tubuhmu. Itu yang membuat kau tak hamil hamil... ". Ucap Abah kemudian, Desi mengangguk, antara percaya dan tidak. Tapi dia tak mungkin menyanggah ucapan Sang Dukun saat ini.

"Abah akan usir jin itu... ".

Tangan Abah Panca berpindah ke bagian perut. Sedikit naik turun mengusap dan mengelus, kemudian tangan satunya meraih ujung sarung dibagian dada lantas menurunkan nya kebawah.

Alhasil perlakuan Abah Panca membuat Desi tersentak dan membuka mulut hendak berteriak. Tapi tangan Abah yang tadi menurunkan sarung bergerak cepat membekap mulut Desi. Abah Panca tak ingin suara teriakan Desi memancing perhatian kedua Asistennya yang berada di kebun kecil belakang pondok sedang memetik dedaunan untuk bahan meracik jamu.

Duduk di sisi sebelah kanan Desi, dengan posisi tangan kanan Abah Panca yang terangkat membekap mulut Sang Wanita, maka dengan sedikit saja menundukkan kepala, sampailah bibir Sang Dukun menyentuh puncak bukit kembar sehalus salju itu.

Desi menggigit jari tangan Abah Panca, tapi Sang Pemilik jari hanya tertawa. Malah sekarang puncak bukit salju itu telah dicaplok mulut Sang Abah sampai pipi Dukun sakti itu menggembung. Lidahnya memilin dan memainkan puting payudara yang mulai mengeras. Membuat gigitan Desi di jari tangan Abah Panca berlahan melemah. Dari sepasang bibir itu keluar desahan halus.

Desi sadar, yang dilakukan Abah Panca sekarang bukanlah dalam rangka mengusir Jin, dan Wanita itu juga Tahu, bukan ditubuhnya Jin bersarang, tapi di dalam otak Abah Panca lah sarang Jin sesungguhnya. Tapi dalam dekapan Sang Dukun, Desi tak mampu berontak, lebih tepatnya tak berani. Aura Sang Dukun terlalu kuat, bahkan Desi sampai merasa takut meski hanya sekedar untuk menggeliat. Tubuhnya tegang Kaku dengan bibir yang dikatupkan rapat rapat.



Bersambung
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd