Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

The Bastian's Holiday [DISCONTINUE]

Sifat seperti apa yang agan suka dari Bastian untuk kedepannya ?

  • Tetap Polos dan Lugu

    Votes: 99 31,7%
  • Penyayang dan Semakin Romantis

    Votes: 110 35,3%
  • Agresif dan Lebih Liar

    Votes: 47 15,1%
  • Hyper Terhadap Semua Wanita

    Votes: 64 20,5%
  • Misterius

    Votes: 47 15,1%

  • Total voters
    312
  • Poll closed .
Chapter IV
Act 17

AFTER MATCH
By : Marucil
3rd PoV



Mungkin sejam, dua jam atau lebih. Coba kumelihat jam tanganku, arah jarumnya menunjuk arah setengah 4 sore, hmm aku tertidur belum lama, Hanya sekitar satu jam, karena tadi kami sampai kerumah Rifki sekitar Jam 2 lebih. Ahhh Tapi memang aku sangat ngantuk tadi. Tunggu kemana Rifki dan yang lainya. Samar kudengar suara sorakan mereka dari arah lantai dua atau lantai tiga. Aku tak tahu karena memang rumah ini begitu besar. Kucoba mengendalikan mataku, kukucek mataku agar penglihatanku kembali jelas. Ouch, badanku terasa sangat pegal, namun aku mencoba menggerakannya. Aku mengeluarkan kompres yang masih ada didalam celanaku. Penisku sudah tidak terasa memar lagi, kompres tadi rupanya berhasil. Walau masih ada satu titik yang sedikit nyeri terutama otot sekitar selangkanganku.


Kuambil sisa minuman yang masih ada diatas meja. Kutenggak habis untuk menghilangkan dahagaku. Lalu kucoba beranjak dari sofa mewah ini dan mencari dimana Rifki dan yang lainya berada. Namun ketika aku hendak mencari dimana Rifki berada, aku mendengar suara seorang wanita yang begitu berwibawa. Khas suara wanita yang sangat berumur, sepertinya itu suara Ibunya Rifki. Apakah Ibunya sudah pulang. Dan benar saja, rupanya arah suara tadi bersal dari ruang makan, kulihat ada seorang wanita yang menggunakan setelan baju kerja panjang dengan rambut yang sedikit di gelung (Sanggul)


"Permissi" Kucoba menyapa

"Yaahhh Ehhh nak Bastian sudah bangun rupanya" Jawab wanita tersebut dengan senyum khasnya
.
"Sudah Bu Arum, sudah bangun saya" balasku singkat.


Sesungguhnya aku masih belum mempercayai situasi ini. Rifki adalah salah satu Temanku di Jogja. Bu Arum adalah wanita yang kutemui secara tidak sengaja dan juga di jogja. Aku dan Rifki berteman sejak kami satu kelompok ketika Ospek lalu. Sedangkan Bu Arum, kami bertemu dan dia mengulum penisku dengan sangat luar biasa. Kenapa kearah situ aku mengingatnya. Tapi mau seperti apa lagi. Perkenalan singkatku dengan bu Arum memang demikian, tidak ada hal special lainya yang dapat kuingat. Paling, hanya ratusan foto mesumnya di Laptopku yang beberapa hari lalu ia kirimkan kepadaku.

Aku mendekat kearah Bu Arum. Aku sedikit canggung begitu juga dengan Bu Arum. Nampaknya kami sama sama tidak menyangka akan semua hal ini. dapat kulihat dari Wajah bu Arum yang begitu berkaca. Ia tersenyum namun tak bersuara. Ia menawarkan minuman kepadaku, aku mengiakan. Sembari Bu Arum membuatkan minuman kepadaku, aku duduk diatas kursi tinggi disebuah Mini Bar didalam Ruang Makan yang begitu luas nan dipenuhi dengan perabotan Mewah. Tak Lama bu Arum membawakanku gelas tinggi berwarna kuning muda. Kucoba merasakan minuman itu. Rupanya ini adalah Es Jeruk Nipis, wahh mataku seketika menjadi segar. Bu Arum duduk berjarak satu kursi denganku. Aku tahu maksud semua ini. Ia tidak mau semua berprasangka macam macam.

"Jadi, Nak Bastian sama Rifki sudah saling kenal? " Tanya Bu Arum lirih

" Iya Bu, kita kenal waktu Ospek dulu gak nyangka yah ternyata Bu Arum Ibunya Rifki, tadi itu aku sempet kaget bukan main loh ketika lihat di Foto keluarga kok ada Bu Arum juga. Bener bener kebetulan yah Bu "Sahutku

"yah begitu lah Nak, Dunia kan memang sangat sempit, tadi Pas Ibu pulang Ibu juga sedikit terkejut waktu lihat kamu tidur di Sofa. Tadinya Ibu gak percaya, eh setelah dilihat lebih jelas itu beneran nak Bastian."
Hahahaha Iya tertawa ringan

"Sekarang Rifkinya dimana Bu? "Tanyaku

"Ada dikamarnya mungkin sedang main game. Tadinya mereka nyoba bangunin kamu, tapi kamunya gak bangun2 deh. Jadi kamu ditinggal. Sok sana disamperin Rifkinya" Jawab Bu Arum senyum

"Ohh gitu, kalau gitu Aku ke kamar Rifki deh Bu, kamar Rifki diatas kan" Jawabku setelah menghabiskan Es Jeruk Nipis. Lalu turun dari Kursi bar.

"Iya diatas, kesana saja. Hmmm" Jawab Bu Arum

"Yah sudah saya tinggal ya Bu." Seraya meninggalkan Bu Arum yang masih duduk diatas Kursi Bar

"Ehh tapi nak Bastian." Panggilnya

"Iyaa Bu.." Jawabku kembali berpaling kearahnya.

"Tapi bukan berarti kita gak bisa seperti itu lagi kan? "Tanyanya penuh makna


Aku hanya senyum lebar dan mengangguk beberpa kali. Bu Arum mengerti maksudku dan ia juga tersenyum seolah lega atas jawabanku barusan. Akhirnya aku benar benar meninggalkannya dan menuju Kamar Rifki. Bu Arumpun segera beranjak dan menuju kesalah satu ruangan dirumah yang lebih pantas disebut dengan Istana ini. Ternyata benar rumah ini berlantai tiga. Dan kamar Rifki berada dilantai paling atas.

Setelah menemukan kamar Rifki dan masuk kedalamnya, kulihat mereka semua tengah asyik bermain game PES. Pantas saja meraka begitu asyik rupanya mereka memainkan Game kegemaran semua laki-laki. Aku mencoba ikut satu permainan dan setelah cukup puas bermain aku mencoba memberi isyarat untuk mengajak Willy pulang. Akhirnya Willy mengerti dan ia memutuskan untuk pulang juga

Kami semua turun dari kamar Rifki. Sebelum pulang kami berpamitan dengan Ibunya Rifki, kami bersalaman dengannya. Begitu juga denganku, aku bersalaman dengan Ibunya Rifki, bu Arum seolah aku dan dia tidak pernah mengenal sebelumnya. Ku lihat Rifki sama sekali tidak tahu bahwasanya Ibunya memiliki affair dengan temannya ini. Aku tersenyum lega dan bergegas menuju Mobil Willy. Willy segera masuk kedalam Mobilnya dan segera melaju menghantarku pulang kerumah.


Setelah beberapa lama akhirnya kami sampai dirumahku. Papah dan Mamah seperti biasa sedang ngobrol dan ngeteh di Teras depan. Kulihat Mba Melanie dan Pak RT juga ada disana. Setelah Willy mematikan mesin Mobilnya, ia segera turun dan menghampiri kerumunan didepan teras itu. Willy memang begitu dekat dengan kedua orang tuaku, sehingga ia tak canggung sama sekali menyapa kedua orangtuaku tersebut.


"Haloo Om Tante Apa kabar Sapa Willy" sambil berjalan menuju teras.

"Yah Ampuun Willy kamu tuh loh udah jarang main kesinii yaaah." Sahut papa menjawab sapaan Willy

"Hehe, biasa Om sibuk bantuin Papa juga, Om Apa kabar?" Tanya Willy sambil bersalaman dan mencium tangan papa.

"Kabar Om Baik.. ayoo duduk duduk, gimana Papa kamu sehat juga kan? "Tanya Papa kepada Willy

"Sehat Om, sekarang masih di Singapura, biasa ngurursin kantor yang disana, om sendiri lancer kan kerjaannya
Kerjaan sih Lancar.?"

Papa dan Willy langsung asik membicarakan bisnis. Walau Usia Willy belum genap 22 tahun, tetapi dia sudah mengerti betul tentang bisnis. Saat ia lulus SMA dan masuk kuliah dia sudah diberi kepercayaan oleh papanya untuk memegang salah satu perusahaan yang dibangun oleh orang tua Willy. Sementara Papa dan Willy asik berbicara Bisnis, aku duduk saja samping mama dan Mba Melanie. Melihat semakin ramai disini. Pak RT berpamitan dengan halus.

Aku hanya mendengarkan saja mama dan Mba Melani berbincang karena aku juga cukup malas bergabung. Aku memilih menyandarkan punggungku ke sofa untuk sekedar meluruskan otot2 yang sedikit kaku pasca main Futsal tadi siang.

"Habis dari mana kalian? "Tanya mama kepadaku

"Biasa Mah main futsal, udah lama gak main soalnya" jawabku sambil mencoba memejamkan mata.

"Nih Mba Melan mau ngomong sesuatu nih.." Kata mama yang membuatku sedikit terkejut. Apakah Mba Melani sudah tahu.

"Bas. Besok pagi kamu gak kemana mana kan? Mba bisa minta tolong anterin gak?" Sahut Mba Melanie

Hufftt aku pikir dia sudah tahu kalau anaknya sudah tidak perawan lagi oleh ku Huffttt.

"Enggak deh kayaknya, emang mau kemana Mba" Tanyaku sedikit lega karena Mba Melani menanyakan hal lain.

"Cuma kedokter sih sebentar, nanti pulangnya sekalian belanja bulanan. Soalnya didapur Mba udah pada kosong, tolong yah Bas"

"Siangaan kan mba?" Tanyaku

"yah jangan siang dong, berangkatnya pagi sekalian nganter Bryan sama Melly, bisa kan?" Tambahnya

"Waduh Pagi betul dong Mba..? "Sahutku kaget karena musti pagi pagi bangun

"Naaah, berarti kamu besok harus bangun pagi.. awas kalau bangun siang lagi" ujar Mama

"Iya iya maaah, Ya Aku usahaain yah Mba" Jawabku

"Makasih loh Bas, besok Mba tunggu"

"Kalau gitu aku pulang dulu yah mba sudah sore" pamit mba Melanie kepada mama dan berdiri dari duduknya

"Mari Mas" sahut Mba Melanie menyapa Papa

"Ohh Mari Mari. " Jawab papa seadanya dan lanjut ngobrol bersama Willy

"Sudah makan belum kalian?" Tanya Mama kepadaku.

"Beluum tante, Willy belum makan" Willy langsung menyambar dan menjawab pertanyaan mama tersebut

"Ahhh kamu Will, aku yang ditanya kenapa kamu yang jawab." Protesku

"Nah, kalau gitu sana kamu mandi sudah mau maghrib juga kan. Nanti kita makan bareng yaah"Pinta Mamah.

"Iyaa Maah.." jawabku.


Setelah itu kami semua masuk kedalam rumah karena terdengar kumandang adzan dari Masdjid di perumahan kami. Aku dan Willy langsung ke kamarku. Aku mandi terlebih dahulu, setelah itu menyusul papa dan mama untuk sholat maghrib berjamaah sementara Willy gantian mandi dikamarku. Tak lama Willy turun, ia telah berpakaian rapi karena ia memang membawa pakaian ganti di tasnya.

Setelah makan bersama Aku dan keluarga, Willy berpamitan karena hari sudah kunjung Malam. Setalah aku mengantar Willy kedepan aku kembali menuju ruang keluarga dimana Papa dan Mama sedang duduk santai disana. Mama sedang asik membaca buku dan Papa asyik membaca berita melalui ipad. Aku duduk dihadapan mereka, ingin sekali aku membakar rokok namun aku sudah janji untuk tidak merokok di dalam rumah. Akhirnya aku tahan saja keinginanku itu.

"Bas.. Bilangin Habibah yah Papa minta Kopi, "Sahut Papa sambil tetap membaca berita.

Akhirnya aku berjalan menuju dapur denggan sedikit terseret karena pahaku masih sedikit sakit karena tersepak bola tadi siang. Sebenarnya sudah tidak sakit sih. Namun aku sengaja melakukan itu.Setelah meminta pesanan Papa kepada Mba Habibah (Bibie) aku segera kembali menuju ruang keluarga. Mama memperhatikan langkahku yang terlihat cukup berat.

"Kaki kamu kenapa Bas?" Tanya Mama..

"Cuma sedikit keseleo aja Maahh tadi pas main Futsal, dibawa tidur juga ilang nanti"

"Hmmm, makanya mainnya yang hati hati dong Bas, kalau kenapa - kenapa kan Mama Papa juga yang repot" Sahut Mama.

"yah namanya juga main Futsal mah, kan gak tahu bakal kejadian apa tadi tiba tiba kesenggol lawan terus aku jatohh dehhh."

"Hmmm Kamu ada ada saja hmmmm" gumam Mama.

Tak lama Mba Habibah datang membawa dua cangkir Kopi untukku dan papa dan secangkir the untuk mamah.
Silahkan Pa, Bu Mas sahut Mba habibah seteah menaruh cangkir-cangkir itu diatas meja.

"Oh makasih Bah, nda Manis kan" Sahut Papa.

"Endak Pak, seperti biasanya.." Jawab Mba Habibah sambil menggapit Baki dilengannya. Lalu ia berpamitan untuk kembali ke dapur.

"Ehh tunggu Baah.. sini sebentar" Panggil Mama..

"Iya ada apa lagi Buu.?" Jawab Mba Habibah bertanya, kembali lagi kesini.

"Kamu nanti tolong pijitin Bastian yah, katanya keseleo itu habis main Futsal." Perintah Mamah.

"Baik Buu" Jawab Habibah

"Memang Mba Habibah pinter mijet?" Tanyaku padahal aku sudah tahu semuanya.

"Hmmm Jangan salah kamu Bas, Bibah ini jago mijet loh, sekarang aja kalau Papa sama Mama pegel2 minta pijetnya sama Bibah. Udah nanti kamu biar dipijet sama Bibah aja biar nda makin sakit nanti kakinya"Jelas Mama.

"Iya dehh. nanti ke kamar aja yah mba" Sahutku sambit tersenyum



Sambil menikmati minuman hangat obrolan antara Orang Tua dan Anakpun terjadi. Sambil menyeruput Kopi Hitam Pahit, papa terus bercerita, saat sat seperti inilah yang aku suka. Saat saat keintiman sebagai sebuah keluarga. Aku merasakan kedamaian dihati ketika kami berinteraksi seperti ini. Lalu ketika sudah tidak ada lagi air didalam cangkir, dan semua topic sudah diperbincangkan Papa dan Mama memutuskan untuk Istirahat.

"Eitss Kamu jangan begadang yah, kasihan tuh mba Melanie kalau gak kamu temenin sudah hamil besar soalnya" Sahut Mama mengingatkanku lagi

"Iya Mah iya.. Bastian inget kokk" Jawabku meyakinkan.

Setelah Papa dan Mama masuk dan mengunci pintu kamar mereka aku memanggil Mba Habibah untuk mengangkat cangkir2 kosong diatas meja. Mba Habibah langsung bergegas menuju kemari. Dan aku bilang juga kalau aku minta dipijat dikamar saja

"Mba aku tunggu di kamar aja yah Mba" Pintaku

"Iya Mas, habis Cuci piring saya kesana, Nanti mau pake Jahe atau pake Minyak urut?" Tanya Mba Habibah

"Aduh jangan yang panas deh.. Yang adem aja, handbody atau minyak zaitun gituu.. "Pintaku

"Ohh iya saya ngerti, ya sudah saya kembali ke dapur lagi yah mas Bastian"


Belum ada hal hal yang mencurigakan, semua berjalan sesuai yang aku harapkan. Hmmm oke aku kembali kekamarku dan menunggu Mba Habibah sembari tiduran diatas kasur. Kunyalakan Televisi sembari menunggu. Kuraih Hp berniat menghubungi Eva hmm tapi nanti saja lah. Lalu tak lama Mba Habibah datang membawa sebotol Minyak Zaitun yang biasa diguanakan mamah untuk pijat.


"Mas Bastiaan" Sapa Mba Habibah

"Masukk Ajaa, terus dikunci aja sekalian yah Bie".. Jawabku

Tanpa curiga Mba Habibah masuk dan mengunci pintu kamarku

"Mba bagian betisnya dulu yah, agak pegel disitu". Pintaku


Lalu aku posisikan tubuhku tengkurap diatas kasur lalu mba Habibah duduk disamping Betisku dan mulai membalur kakiku dengan Minyak Zaitun yang wangi itu. Hmm memang benar Pijatannya sungguh enak, baru sebentar betisku ia pegang, otot2ku sudah terasa sedikit longgar. Hmmmm. Enaak Mbaa.. gumamku.


"Jadi Miss Bibie ini dulu lama ya kerja di Delta Spa? "Sahutku membuat Mba Habibah terdiam dan melepas tangannya dari Betisku

"D-da-Dari mana Mas Bastian tahu dengan nama Itu.?" Tanya Mba Habibah sedikit terbata- bata

"Aku tahu semuanya, Miss Bibie, Delta Spa, sampai kemana Mba pergi sama laki2 kemarin sore, aku tahu.."kataku sambil membalikan tubuh dan duduk bersila.

"Sekarang Mba ceritakan semua yang Mba sembunyikan tenang Aku jaga kok rahasianya"

Mba Habibah menghela nafas. Wajahnya terlihat Pucat mengetahui aku tahu semua rahasia hidupnya. Sejenak ia terdiam dan kembali mengambil nafas panjang..
 
Terakhir diubah:
hajaaaar................:D
 
hajar miss bibe Bas. :lol:
satu lagi buat donor sperma. :D
 
otong kena bola, obatnya dimasukin ke memek. :lol:
 
maap, ada bbrp typo dkit suhu :ampun:

Namun ketika aku hendak mencari dima
Rifki berada, aku mendengar suara

Perkenalan singkatku
dengan bu Arum memang demikian, tidak ada hal
special lainya yang dapat kuingat.

Sok sana disamerin Rifkinya” Jawab Bu Arum
senyum

Aku hanya senyum lebar dan mengangguk beberpa
kali. Bu Arum mengerti maksduku dan ia juga
tersenyum seolah lega atas jawabanku barusan.
Akhirnya aku benar benar meninggalkannya dan
menuju Kamar Rifki. Bu Arumpu segera

Aku mencoba ikut satu
permainan dan seteah cuukup puas bermain aku
mencoba member isyarat untuk mengajak Willy
pulang.

Willy segera masuk
kedalam Mobinya dan segera

Nanti kita makan baren.yaah”
Pinta Mamah.

Aku mandi terlebih dahulu, seteah itu
menyusul papa dan mama untuk sholat maghrib
berjamaah sementara Willy gentian mandi
dikamarku.

maap kalo nubi sok tau
:ampun: :ampun: :ampun:
 
Tega bener bikin ane kentang :( ditunggu ya suhu... :)
 
Malam masih panjang kawan,
Asem, pas bener tuh sikon nya
Bener2 bakal banyak cerita nie
Mis bibie, mbak melanie, bu arum, eva, belum lagi mbak icha! Eh si melly juga
Haduh.......,
Hayuk om selesein dulu yg buat malem ini bersama miss bibie
:ngiler:
 
maap, ada bbrp typo dkit suhu :ampun:

Namun ketika aku hendak mencari dima
Rifki berada, aku mendengar suara

Perkenalan singkatku
dengan bu Arum memang demikian, tidak ada hal
special lainya yang dapat kuingat.

Sok sana disamerin Rifkinya" Jawab Bu Arum
senyum

Aku hanya senyum lebar dan mengangguk beberpa
kali. Bu Arum mengerti maksduku dan ia juga
tersenyum seolah lega atas jawabanku barusan.
Akhirnya aku benar benar meninggalkannya dan
menuju Kamar Rifki. Bu Arumpu segera

Aku mencoba ikut satu
permainan dan seteah cuukup puas bermain aku
mencoba member isyarat untuk mengajak Willy
pulang.

Willy segera masuk
kedalam Mobinya dan segera

Nanti kita makan baren.yaah"
Pinta Mamah.

Aku mandi terlebih dahulu, seteah itu
menyusul papa dan mama untuk sholat maghrib
berjamaah sementara Willy gentian mandi
dikamarku.

maap kalo nubi sok tau
:ampun: :ampun: :ampun:

Aduh makasih banyak gan koreksinya. sip nanti ane cek lagi. biasa keseleo Keyboard kalau pake laptop kursor gerak gerak sendiri sihh hehehe
sekali lagi Thanks koreksinya. ini lagi nyipapin babak selanjutnya. moga typonya berkurang yahh...
Sori kentang dan selanjutnya jauh lebih kentang
:dansa:
 
Chapter IV
Act 18

THE TERAPIST
By : Marucil







Habibah PoV

Jadi awalnya saya tidak pernak terpikir untuk mengambil jalan itu. Bahkan saya sendiri jijik melihat perempuan yang mau menjajahkan tubuhnya hanya demi uang. Saya berasal dari keluarga yang terbilang berkecukupan dikampung saya. Abah saya juragan beras yang terbilang cukup sukses didaerah saya. Lalu suatu hari saya mengenal laki- laki yang sekarang menjadi suami saya. Saya jatuh cinta sama dia karena ketampanannya, namun abah tidak merestui saya dekat dengan laki-laki itu. Karena Abah menganggap saya tidak punya masa depan bila menikah dengan laki-laki itu. Namun saya tetap menjalani hubungan itu secara diam – diam diluar sepengetahuan Abah.


Lalu tragedi itu terjadi. Saya Hamil dengan laki-laki itu. Abah marah besar terhadap saya. Namun akhirnya Abah terpaksa merestui hubungan saya dengan pacar saya. Kami menikah walaupun Abah tidak sepenuhnya merestui. Beberapa bulan sejak pernikahan , saya melahirkan anak pertama. Dari situ mulai terjadi sedikit permasalahan. Benar apa kata Abah suami saya tidak bisa menafkahi saya dan anak saya. Tapi saya yakin dengan suami saya, dengan bujukan saya dan Mertua saya akhirnya suami saya mendapat pekerjaan sebagai buruh disebuah Pabrik di Bekasi. Akhirnya suami saya memiliki penghasilan. Meski kecil namun mampu menafkahi saya dan anak pertama saya.


Dua tahun sejak kelahiran anak pertama, saya hamil anak kedua. Lalu ketika kelahiran anak kedua. Ekonomi keluarga saya mulai terguncang. Dimuai dari Penyakit Abah yang membutuhkan banyak biaya. Akhirnya demi mengobati penyakit Abah, Saya dan Umi menjual semua harta kekayaan yang kami miliki. Sawah, Toko dan semua perhiasan sudah habis terjual namun Abah tak kunjung memulih. Hingga akhirya ia meninggal dunia. Sejak saat itu kami sekeluarga jatuh pada jurang kemiskinan. Akhirnya kami memutuskan menjual rumah kami untuk membayar hutang – hutang. Dari sisa penjualan rumah itu kami membeli sebuah rumah yang kecil namun layak untuk dihuni oleh saya, kedua anak saya, Umi dan Adik saya yang saat itu masih duduk di bangku SMP.


Tahun demi tahun kami jalani. Saya sebagai anak tertua banting tulang untuk mempertahankan keluarga ini. Suamiku memang masih memberikan nafkah kepadaku namun itu semua tak cukup. Hanya cukup untuk makan sehari – hari. Tidaklah cukup untuk keperluan yang jauh lebih besar. Akhirnya anakku mulai masuk ke bangku SD. Saya memutar otak kembali untuk mendapat uang agar bisa menyekolahkan anak saya. Akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke Jakarta. Mencoba mengais Rupiah di kota dengan sejuta harapan ini. Kedua anaku saya tinggal bersama Umi. Untung mereka mengerti akan keadaan. Saya menangis karena harus meninggalkan kedua anakku. Saya tidak pernah tahu, apakah saya mampu membuat mereka bahagia.


Di Jakarta dengan modal informasi dari teman saya yang lebih dulu merantau dikota ini saya mencari kerja. Saya diterima bekerja di sebuh Café sebagai seorang pelayan. Memang bukan pekerjaan yang saya harapkan. Namun saya hanya lulusan SMA dan tak mampu untuk bekerja lebih dari ini, Akhirnya saya menekuni pekerjaan ini hingga akhirnya pemilik café menyukai hasil kerja saya. Saya banyak belajar ketika bekerja disini. Membuat kopi yang enak adalah kelebihan saya, sehingga para pengunjung café terkadang hanya mau memesan kopi apabila saya yang membuat. Setahun sejak saya bekerja di Café saya sudah mampu membelikan anak saya baju baru, buku baru dan segala perlengkapan sekolah lainya. Namun ketika anak kedua saya memasuki usia sekolah. Kebutuhan menjadi bertambah besar. Saya harus berjuang lagi, saya tidak mau kedua anak saya bernasip sama dengan Ibunya.


Gaji saya sebagai pelayan café ditambah gaji Suami saya sebagai Buruh Pabrik ternyata tidak cukup. Belum lagi saya juga harus menghidupi Umi yang telah lelah mengasuh kedua anak saya. Belakangan saya mengetahui bahwa Suami saya gemar menghamburkan uang untuk berjudi. Saya marah besar namun saya tidak bisa berbuat apa apa. Suatu hari ia berjanji akan berhenti bermain judi. Namun kebiasaannya itu sama sekali tidak menghilang darinya.


Lalu suatu hari saya ditawari seorang teman untuk bekerja disebuah Salon. Dia biang penghasilnya jauh melebihi penghasilan saya sebagai pelayan café. Akhirnya saya mengundurkan diri, dan memupuk tekad mengambil pekerjaan baru. Saya tidak tahu akan bekerja seperti apa disini. Namun kelamaan saya paham kenapa teman saya mengatakan bahwa penghasilan disini akan jauh lebih besar.


Disini saya harus melayani para hidung belang yang mengharapkan sentuhan sentuhan lembuat para pemijat disini. Ya, saya memang bekerja sebagai tukang pijat atau therapist, namun bila ada lelaki yang meminta pelayanan lebih saya harus mau memberikannya. Awalnya saya kaget ketika mengetahui bahwa ini adalah Salon plus 2. Namun ketika uang begitu mudahnya masuk kedalam kantong saya. Sayapun menikmati pekerjaan ini walau dalam hati saya menangis. Saya tidak mau kedua anak saya mengetahui pekerjaan sesungguhnya dari Ibu mereka. Saya menutup diri dan bahkan saya sudah jarang pulang kekampung. Hanya telpon dan uang yang bisa saya berikan kepada keluarga dirumah.


Saya mengerti uang yang saya peroleh adalah uang haram. Namun ini adalah jalan satu satunya saya bisa menghidupi keluarga saya. Suatu hari Suami saya mengetahui saya bekerja sebagai pemijat plus plus. Ia mengetahu itu dari salah seorang temannya yang kebetulan pernah berkunjung ditempat saya bekerja. Kami bertengkar karena itu. Namun akhirnya saya dan suami bersepakat. Saya diperbolehkan tetap bekerja sebagai therapist namun apabila ada pelanggan yang meminta lebih sebisa mungkin harus saya tolak. Saya menyanggupi syarat itu. Karena saya juga tidak mau kehilangan suami saya.


Namun ternyata saya tidak bisa melakukan kesepakatan itu. Saya sudah terlanjur menyukai pekerjaan ini. Bukan karena menghasilkan uang lebih banyak dengan cara cepat, tetapi saat para pelanggan itu mengharapkan untuk tidur dengan saya , itulah yang saya nikmati. Entah kenapa saya begitu menikmatinya, terebih ketika saya mengetahui bahwa pelanggan saya adalah lelaki beristri. Kenikmatannya jauh lebih besar ketimbang lelaki yang masih bujangan.


Di dunia ini saya lebih dikenal dengan sebutan Bibie, entah siapa yang memulai menyebt saya dengan panggilan itu. Namun saya menyukai nama itu. Saya tidak hanya menerima pelanggan dari dalam saja. Namun adakala seseorang yang membutuhkan saya untuk bertemu diluar. Saya menyanggupi bahkan uang yang saya peroleh jauh lebih besar karena tidak dipotong untuk mamih dan salon.
Namun akhirnya suami saya mengetahui bahwa saya masih tetap melayani nafsu birahi para pria hidung belang. Ia memaksaku berhenti atau dia akan memberitahukannya kepada Umi dan anak anakku. Akhirnya saya mengalah saya berhenti dari pekerjaan hina itu. Namun saya bingung hendak mencari nafkah dari mana sedangkan suami saya masih saja menghamburkan uangnya untuk berjudi. Akhirnya setahun lalu saya disarankan untuk masuk kesebuah penyalur tenaga pembantu. Sampai akhirnya saya bekerja sebagai seorang pembantu. Sampai sekarang


Kini saya bekerja dikediaman bapak Arga Wiguna dan Ibu Sulastri (Orang tua Bastian). Mereka menerima saya tidak hanya sebagai seorang pembantu, namun juga sebagai keluarga. Mereka sungguh baik, bahkan belum genap satu bulan saya bekerja saya diperbolehkan meminjang uang dengan jumlah yang besar. Saya beruntung bekerja di keluarga ini. dan mulai saat itu saya akan bekerja dengan penuh dedikasi dan berusaha melupakan dunia saya yang dahulu. Namun ternyata itu sulit. Belum genap satu bulan lalu saya ditawari untuk kembali kepada jalan hitam itu. Tadinya saya menolak namun akhirnya hati saya tergoyah. Saya kembali pada dunia itu dengan catatan hanya pada hari Sabtu dan Minggu. Saya beralasan kepada keluarga Pak Arga kalau hari Sabtu dan Minggu saya kembali ke kampong untuk menjenguk kedua anak saya.



Maafkan saya Pak Arga dan bu Lastri bukan maksud saya
membohongi dan merusak kepercayaan kalian.
Namun ini sudah menjadi jalan hidup saya.
Maafkan saya





Bastian PoV

Sungguh miris aku aku mendengar cerita dari Mba Habibah. Ternyata dia melakukan semua itu demi keluarganya. Aku tahu itu pahit, namun bagaimanapun itulah hidup kita tidak bisa menentukan mau berjalan dijalan putih atau dijalan hitam. Semuanya sudah diatur dan mungkin itulah jalan Mba Habibah. Ia terlihat sedih ketika menceritakan itu semua. Cukup lama ia bercerrita hingga tak sadar waktu terus berputar.

"Hmm, aku jadi terharu Mba mendengar cerita Mba tadi" sahutku menyapu mataku yang sedikit berkaca-kaca
"Halah sudahlah mas, lagian ini memang jalan hidup saya, jadi terserah Mas bastian mau menganggap saya wanita hina atau apapun itu keputusan mas, tapi boleh saya minta satu hal, mohon Mas Bastian jangan memberitahukan ini kepada bapak dan Ibu mas Bastian. Mereka sudah terlalu baik sama saya. Saya Paham saya telah membohongi mereka..." Sahut Mba Habibah.


"Aku ngerti kok Mba, dan aku akan rahasiain ini, asal Mba mau ngelakuin permintaan ku. Aku harap Mba jangan menerima lagi pelanggan kalau Mba masih dirumah. Kalau Mba sudah diluar si terserah Mba. Aku gak mau terjadi masalah dikemudian hari. Aku pikir mba ngerti maksud aku ini." Kataku mencoba memita suatu hal darinya.


"Iya Mas, saya Janji besok besok saya gak akan menerima pelanggan lagi seperti kemarin sore...."jawab Mba Habibah.
"Hoaaaaaahhhhhhh" Aku menguap begitu lebar. Tak terasa cerita Mba habibah yang begitu panjang membuatku sangat mengantuk.
"Aduh cerita saya kepanjangan yah Mas, sampe ngantuk gituu..." Tanya Mba Habibah
"Iya nih Mba ngantuk banget, lumayan cape sih tadi pas Futsalan..." Jawabku sambil sedikit terkantuk-kantuk.


"Hmmm terus Mas Bastian jadi mau dipejetin?" Tanya Mba Habibah sambil membenahi alat pijatnya.
"Kayaknya besok aja deh Mba... lagian sebenernya aku gak pegel2 banget sih tadi Cuma pura2 biar Mama nyuru Mba mijitin aku, kan aku Cuma pengen Tanya hal itu ke Mba..." Jawabku jujur.
"Ohhh gitu, kalau gitu gak apa apa deh."jawabnya sedikit nakal

"Eh tapi Mba, mulai sekarang kalau lagi gak ada Papa sama Mama, boleh gak kalau aku manggilnya Bibie aja, atau Miss Bibie gitu..."Tanyaku.
"Boleh kooook.., Mas Bastian boleh panggil saya apa saja. Apalagi kan mas Bastian Ganteng" jawabnya sedikit genit
"Ahh Bibie bisa ajaa..."

"Hooaahhhhh......" kembali aku menguap dan mataku semakin berat.
"Kalau Mas Bastian mau tidur, tidur aja Mas, tapi sebelum Mas Bastian tidur boleh gak saya kasih sesuatu biar tidur Mas Bastian nyenyak." Kata Bibie
"Kasih Apaan Bie?" Jawabku sambil menjaga tubuhku yang sedikit lagi ambruk

"Udah Mas nikmatin aja yaahh, anggep saja ini hadiah dari saya" Ujarnya sambil mencoba melepaskan kaos yang aku kenakan

Aku hampir tidak sadar ketika Bibie melakukan semua itu karena memang mataku sudah sangat berat.Lalu tak terasa aku sudah berbaring diatas tempat tidurku, dan kulihat Bibie tengah meloloskan celana pendeku. Kini aku sudah telanjang bulat penisku yang sudah tertidur itu terpampang begitu saja. Namun akupun sadar dan mencoba menghentikan Bibie.


"Bibie, kamu mau ngapain?" Jawabku semakin lemas.
"Udah Mas Bastian nikmatin ajaa, kalau mau sambil tidur juga ngak apa kok" Jawabnya dengan nada suara yang begitu menggoda


Akhirnya aku biarkan saja Bibie melakukan semua itu. Tubuhku sudah sangat lemas, dan mata sudah begitu berat. Perlahan mataku mulai terpejam namun aku merasakan sesuatu yang basah menempel diputing susuku. Geli, basah nikmat. Hanya itu yang dapat kurasakan, kucoba dengan sekuat tenaga untuk membuka mataku kembali. Setelah berusaha membuka, kulihat Bibie sudah duduk diatas tubuhku namun mengambang. Ia tengah asik menjilati putingku dan sesekali ia gigit dengan giginya perlahan. Ia plintir putingku dengan bibirnya yang cukup tebal.
Ia masih mengenakan dasternya. Namun kini ia menurunkan dasternya sebatas pinggulnya. Ia segera meraih botol Minyak Zaitun lalu ia tumpahkan cukup banyak diatas dadaku. Hidungku langsung mencium wangi yang membuatku sedikit terjaga. Kini aku semakin bisa mengontrol rasa kantukku dan menikmati semua perlakuan Bibie kepadaku.


Setelah menumpahkan Minyak Zaitun diatas dadaku, ia segera melepas BH yang ia kenakan dan buah dadanya yang begitu besar kini dengan jelas kulihat. Ternyata jauh lebih besar ketimbang yang kulihat di foto. Tak sadar aku bertanya ukuranya dan ia menjawab ukurannya 36D. waw sungguh besar. Lalu kini ia telungkup diatas tubuhku, kurasakan penisku terganjal oleh Daster yang melingkar dipinggulnya. Bibie mendekatkan bibirnya ditelingaku dan ia berkata,


"Mas Bastian yang ganteng merem ajaaa... Malam ini bakal Bibie buat enak pokoknya, Biar tidur mas Bastian nyenyak....." Bisiknya disusul dengan kecupan ditelingaku

Muachhh

Setelah itu ia meletakan Payudaranya yang begitu besar diatas dadaku yang sudah begitu licin oleh Minyak Zaitun. Perlahan ia menekan payudaranya hingga dadaku terasa sesak. Ia terus menggesekan payudaranya disekujur tubuhku,rasanya seperti payudaranya tengah memijat badanku yang lelah ini.Ia terus menggesekan payudaranya itu, gesekan tersebut membuat bagian selangkanganya ikut menggesek penisku yang kini perlahan mulai bangkit dan mengeras. Aku yakin Bibie menyadari hal itu.


"Ahhhhh.... Bibieee... enaaaak bieee..." Ceracauku sambil terus memejamkan mata.


Kini posisi tubuh Bibie semakin menurun kearah Pinggulku. Payudaranya terus mengelus perutku dan lidahnya yang begitu hangat terus menari diatas puting susuku dan seluruh permukaan kulitku. Kini ia menggapit penisku yang sudah dalam kondisi sempurna dengan kedua payudaranya yang besar. Panisku serasa tergencit oleh dua dinding yang begitu keras. Sungguh kenikmatan yang tiada tara.Kucoba membuka mataku lagi dan melihat apa yang tengah dilakukan oleh Bibie. Kini Bibi menggoyangkan tubuhnya maju mundur dan terus mengelus Penisku dengan Payudaranya. Lidahnya tidak berhenti meliuk – liuk, terus saja ia menyapu dan menghisap pusarku dengan ganasnya.


"Achhhh,... Bibieee.. kamu luarr biasaa. Achhhhhh" Ceracauku seraya memegang kepala Bibie dan meremas rambutnya perlahan.
"Mas Bastiaaan Syukaa..." Sahutnya sambil mengangkat wajahnya dan menghadapku.
"Sukaaa... achhhh"
"Kontol Mas Bastian juga enak koook, pas ditetenya Bibie... hihihi" Sahutnya begitu manja.
"Sejak tahu mas Bastian suka Coli, Bibi jadi makin penasaran sebenernya Mas, Cuma yah Bibie tahu diri, kan Bibie disini pembantu dan Mas Bastian Majinan"' sahutnya semakin manja
"ahhh udah Mbaaa, gak usah dipikir, aahhhhh... enaaak Mbaaa susunya...." Desahku.
"kalau diginiin lebih enak Mas..." sahutnya sambil memundurkan tubuhnya


Bibie kembali menggepit Penisku dengan Payudaranya dan ia menahannya dengan kedua tanganya agar payudaranya terus menggencet penisku. Achhh. Bibie menggerakan tubuhnya keatas kebawah dan mengocok penisku dengan Payudaranya. Sesekali Lidah panasnya ia julurkan dan ia kenai di lubang kencingku. Payudara bak melon itu bergerak indah, beralun alun dengan putting yang begitu hitam besar dan mencuat. Ingin rasanya aku menggigitnya hingga putus namun tubuhku sudah tak mampu aku gerakan lagi.


"Achhhhhh"
"assssstttt"
"Ugrrrghhhh....."


Kenikmatan yang begitu mengganda diberikan oleh Bibie sang Terapist sensasional. Sungguh enak sekali. Kulihat Bibie juga sedikit bernafsu. Ia semakin manja memainkan batang kemaluanku. Kini Penisku ia kocok dengan dengan kedua tanganya. Tak hanya dikocok, ia juga sedikit meremas dan menarik-narik Batangku sampai kurasa nyilu yang berujung kenikmatan. Terserah apa yang dilakukan oleh Bibie terhadap Penisku. Aku hanya bisa pasrah, yang jelas, rasa pegal karena terkena bola tadi siang sudah tak lagi kurasakan.
Puas mengocok penisku dengan sangat liar, Bibi langsung memasukan Penisku kedalam Mulutnya. Mulutnya membuka lebar dan kini penisku sudah masuk sepenuhnya hingga kurasakan ujung penisku menyentuh tenggorokannya.


"Slruuuuppp"
"Ohoorhhhhhgggg"
"Ssttttt"

Bebunyian yang terdengar erotis bercampur menjadi satu mewarnai kamarku malam ini. Bibie semakin dalam menghisap penisku dan benar seperti yang kubaca di FR kemarin hisapannya benar benar membuat penisku serasa hendak copot. Didalam mulutnya kurasakan lidahnya menari2 dan menyapu seluruh permukaan penisku. Ia memainkan juga ujung lidahnya tepat diatas lubang kencingku. Ia menggelitik dan semakin menggelitik. Tak hanya atangku yang ia permainkan, namun buah zakarku keduanya ia masukan satu persatu kedalam mulutnya.


"Ouccchhhh"
"Bibieeeee.... Enaaaak Bieeeee,, achhhhh akuu gak kuaat Bieeeee...."


Racauku begitu tak teratur, tapi aku tak peduli, toh dari luar tak sedikitpun terdengar. Kalaupun terdengar hanya suara dengungan saja. Kini aku merasakan penisku hendak memuntahkan laharnya. Namun Bibie tetap saja menghisapnya seolah setahun tidak diberi makan. Ia asyik bermain dengann buah zakarku sementara tanganya tetap mengocok penisku semakin kencang. Namun ketika terdengar desahan dariku ia sadar bahwa aku akan segara mencapai puncak. Lalu ia bergegas memasukan penisku lagi kedalam mulutnya dan mengisapnya dengan begitu kuat, Kulihat sampai kedua pipisnya kempis kedalam.

"achhhhh"

Kuhanya terlentang tak berdaya sementara bibie tetap berkuasa. Dan akhirnya yang dinantipun datang juga,


CROOOOTTTTT

CROOOOOTTTTT


Beberapa kali aku mutahkan spermaku tepat kedalam rongga mulutnya. Bibi semakin merapatkan mulutnya agar Air maniku tak ada yang meleh keluar. Saat Semburan terakhir kudengar hisapan panjang dibwah sana. Bibie menghisap seluruh air maniku dan menelannya tanpa sisa setetspun. Semakin ia menghisap air maniku semakin dalam juga batangku terhisap oleh kekuatannya.

"Achhhhhhh"
Achhhhhhhhhh
"eenaaaaaaaakkk mbaaaaa....achhhhhhh"

Perlahan lahan penisku mulai mengendur dan Bibipun melepaskanya dari dalam mulutnya. Mataku semakin berat setelah aku orgasme tadi dan kesadaranku mulai hilang. Yang dapat aku rasakan hanya Bibi sudah tidak berada lagi diatas tubuhku. Kubuka mataku sedikit dan melihat ia tengah merapihkan kembali dasternya. Lalu ia menarik selimut dan menutup tubuh telanjangku.
Ia mendekat kearahku dan berbisik dengan begitu manja..

"Selamat Bobo Mas Bastian, segitu dulu yaahhh besok besok dilanjutin kalau Mas Bastian gak ngantuk.."
Bisiknya disusul dengan ia meninggalkan kamarku. Kini aku seorang diri didalam Kamarku, menikmati sisa sisa kenikmatan yang telah diberikan oleh pembantuku


Habibah...
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd