"Eh neng Tania, mau kemana?" Tanya Bimo yang merupakan kepala keamanan apartmen
"Mau ke taman pak Bimo, cari udara segar " jawab Tania sambil menerima uluran tangan Bimo.
"Aduh buru - buru amat neng kelihatannya, disini saja dulu" Ujar Bimo terus menggenggam tangan Tania dengan wajah centilnya.
"Hmm, saya teh lagi ditunggu temen pak ditaman, lain kali saja saya mampir" ujar Tania berusaha melepas genggaman pak Bimo.
"Oh ya sudah"
"Mari pak Bimo" Sahut Tania berlalu meninggalkan Pak Bimo.
Bimo hanya dapat memandang Tania yang belalu meninggalkanya. Tak seinchipun ia berpaling memandangnya. Bimo memang selalu memperhatikan Tania semenjak ia bekerja sebagai pembantu di kediaman Imam Santoso. Setiap ada kesempatan Bimo selalu berusaha mendekati Tania, namun Tania selalu bisa mencari alasan untuk menjauh darinya.
Selain sebagai kepala keamanaan di apartemen ini, Bimo adalah kaki tangan Imam Santoso. Dialah yang merahasiakan segala aktifitas yang dilakukan Imam Santoso didalam apartemennya. Bimo bukanlah seorang lelaki yang buruk rupa hingga Tania selalu menghindarinya. Hanya saja Bimo bukanlah tipe pria yang diidamkan oleh Tania.
Setelah sempat terhalang oleh Bimo, Tania segera menuju taman. Entah apa yang hendak ia lakukan disana. Yang jelas ia hanya ingin menikmati hari ini, hari kebebasannya atau begitulah Tania selalu menyebutnya.
Setiap ada waktu bersantai di taman, Tania selalu membawa sebuah buku catatan. Buku yang selalu ia gores dengan kisah hidupnya yang begitu pahit. Kisah yang tidak pantas ia ceritakan. Bahkan ia tidak pernah sekalipun membaca kembali kisah yang pernah ia tuliskan. Baginya terlalu sakit untuk mengingat lagi apa yang dia alami selama ini. Namun dengan menuliskan semua kisah, rasa sakit itu seolah terlupakan.
Diam seorang diri dibawah pohon rindang. Menghiraukan puluhan orang yang tengah berlalu - lalang. Semilir angin terkadang menghembus, menyibakkan mantel yang menutupi seragam kerjanya. Tanganya terus saja meliuk menggoreskan tinta dikertas putih. Sampai panggilan dari seorang kawan tidak ia hiraukan sedari tadi.
"Nia.. Taniaa"
"Heey!" Seru Bibie menepuk pundak Tania.
"Ehh KONTOL eh KOntol..." Tania tersentak terkejut akan kehadiran Bibie.
"Ihh kamu bikin kaget aja sihhh..." Keluh Tania sembari menepuk pantat Bibie.
"Awwwch.."
"Ih kamu yah latahnya kontol melulu" ledek Bibie berlanjut duduk disebalah Tania.
"Biarin sihh, dah dari dulu kali." Tegas Tania.
"Kamu aku tadi ketok - ketok pintu gak ada yang nyaut, taunya disini. Lagi ngapain sih" Tanya Bibie sembari berusaha melihat buku catatan Tania.
"Gak lagi ngapa - ngapain kok" Jawab Tania menyembunyikan tulisannya dari pandangan Bibie.
"Ihh nulis apaan sih sampe gak boleh dilihat." Tanya Bibie lagi terus berusaha meraih buku itu.
"Huuuh, kepo deh kamu!." Seru Tania sambil memanyunkan bibirnya kearah Bibie.
"Huuuh pelit kamu, kayak sama siapa aja.." Keluh Bibie menonyol kepala Tania.
"Biarin. Eh ada apaan nyariin aku? Mau neraktir makan yah?." Tanya Tania dengan muka sumringahnya.
"Neraktir.. Orang bulan ini belum gajian. "
"Enggak cuma pengen ngajak ngobrol aja sih, biasa ngegosip. Hehehe..."
"Huh, dasar pembantu tukang gosip" ledek Tania.
"Dari pada kamu pembantu...."
~~~The Bastian's Holiday~~~
Habibah atau kerap dipanggil dengan Bibie adalah seorang asisten rumah tangga dari sepasang suami istri. Bibie dan Tania begitu dekat, karena unit majikan mereka berdua berada pada lantai yang sama. Sejak Bibie hadir dilingkungan apartemen ini, Tanialah orang yang pertama menjadi sahabatnya. Mereka kerap bertemu, bergosip, bahkan sering sekali Tania singgah ke apartemen ketika majikan Bibie tengah bekerja. Namun sebaliknya, Bibie tak pernah sekalipun masuk kedalam unit milik majikan Tania. Karena tak seorangpun diperkenankan masuk tanpa sepengetahuan dan seizin Imam Santoso.
Hampir dua jam Tania dan Bibie bergosip menggunjingkan banyak hal. Mulai dari pembantu baru yang kecentilan, kepala keamanan yang juga super kecentilan hingga botaknya pak Mahmud menjadi objek gosip mereka. Namun satu orang yang menjadi objek baru pergosipan mereka yaitu si tampan Willy.
Willy belum genap dua bulan tinggal di apartemen ini. Namun namanya selalu menjadi perbincangan hangat seluruh pengghuni terutama dari kalangan asisten rumah tangga. Ia lelaki muda masih mahasiswa namun sudah mewarisi bisnis orangtuanya. Wajah tampan khas artis hollywood selalu membuat wanita mematung ketika menatapnya. Sungguh lelaki yang sempurna terutama suara beratnya yang selalu membuat wanita terlena.
"Masa bie kamu pernah ngobrol sama dia?" Tanya Tania tak percaya.
"Ya aku ketemu dia di tempat fitnes, eh dianya malah ngajak kenalan Tan" Jawab Bibie
"Malahan nih ya, beberapa hari kemudian aku diajak main ke apartementnya." Lanjut Bibie membanggakan diri.
"Ihh kamu ihhh, bikin ngiri aja dehh. Terus waktu itu kamu ngapain aja..?" Tanya Tania makin penasaran.
"Hmmm... Ngapain yah..." Bibie mencoba menggoda Tania.
"Ngapain - ngapain? Ceritain doonk..!" Rengek Tania semakin dibuat penasaran.
"Hmmmm... "
"Gak ngapa - ngapain sih, wong dia minta diajarin masak kok. Pasti kamu mikirnya yang enggak - enggak?" Sahut Bibie.
"Hehe.. Yah kan siapa tahu aja" Ujar Tania tersipu malu.
"Huuh dasar pembantu centil, pikirannya ngeres mulu." Ledek Bibie puas
"Kayak kamu enggak aja.."
"Hehehe.. Udah ah balik yuk panas nih!"
"Ya udah yuk."
Dengan begitu mereka berdua pun kembali. Namun masih ada sejuta tanya akan sosok si tampan Willy diotak Tania. Ia berusaha melupakanya karena ia sadar dirinya bukan apa - apa bagi seorang Willy.
Didalam lift Habibah memiliki sebuah ide yang sedikit gila.
"Heh bengong aja kamu, masih penasaran yah sama mas Willy?"
"Ahh enggak sok tahu kamu" sanggah Tania dengan merah dipipinya.
"Ahh tapi itu pipinya merah tuhh.."
"Ahh kamu Bie enggak lah, lagian gak mungkin juga kan aku suka sama mas Willy, aku kan tahu siapa aku." Jelas Tania sedikit ngawur.
"Emang aku nanya sejauh itu ya?"
"Apa mau aku kenalin nih.." Lanjut Bibie.
"Boleh" Seru Tania cukup semangat.
"Tuh kan...ya udah yuk kita ke apartemennya aja kalau gitu" ajak Bibie
"Haah! Gak usah ahh malu tau"
"Yaelah Tan, ngapain malu sih, orangnya asyik kok"
"Yah kan aku gak kenal lagian aku masih pake seragam" Ujar Tania membuka mantelnya memperlihatkan seragam kerjanya.
"Yah sama aja dong, aku juga masih pake seragam kerja kan. Dah kita mampir doang sebentar"
Tanpa berfikir panjang keduanya langsung menuju lantai 10, tempat si Tampan berada. Entah apa yang ada dipikiran keduanya yang ingin menemui Willy Olsen. Mereka tidak tahu lelaki seperti apa Willy itu.
~~~The Bastian's Holiday~~~
Sesampainya dilantai 10 keduanya langsung bergegas menuju apartemen milik Willy Olsen. Ketika sampai dikoridor menuju apartemen Willy ada seorang wanita yang baru saja keluar dari dalam dengan meninggalkan makian yang memekikan telinga.
"Anjing lo, awas lo ye ngontek gue lagi gak sudi gue."
"CUIH"
Wanita dengan paras cantik dan dandanan menor itu melontarkan seluruh makianya. Entah apa yang baru saja terjadi. Terlihat amarah yang begitu besar diraut wajah wanita itu sehingga menghilangkan sedikit kecantikan yang dimiliki. Pemerah dibibir wanita itu terlihat memudar dan sedikit menodai dagunya. Ia terus berjalan dengan terburu melewati Tania dan Habibah yang hendak menuju pintu itu.
"Apa lo lihat - lihat!" Seru wanita itu pada Tania dan Habibah.
Entah apa salah keduanya hingga ikut menjadi sasaran wanita dengan pakaian mini super ketat itu. Wanita itupun berlalu meninggalkan pemandangan yang memuakan bagi kedua sahabat ini. Mereka berdua tidak mempedulikan siapa wanita itu dan terus berlanjut untuk menemui Willy Olsen.
"Siapa sih tuh cewek, jutek amat udah dandanannya menor" gerutu Habibah.
"Tahu tuh, pacarnya mas Willy mungkin" celetuk Tania.
"Gak tahu juga sih, setahuku mas Willy gak punya pacar. Tapi gak tahu juga, dah ah bodo amat yuuk."
"Yuk.."
Merekapun sampai didepan pintu berwarna hitam. Namun satupun dari keduanya yang berani untuk mengetuk. Tampak rasa gerogi diraut wajah keduanya, bahkan Habibah yang memiliki ide ini tak kalah gerogi dari Tania yang sedari tadi berkeringat.
"Tan.. Pencet belnya dong" pinta Habibah.
"Kok aku sih kamu dong! Kan kamu yang ngajakin gimana sih?."
"Iyaa tapi..."
"Katanya pernah kesini kok sekarang gerogi sih?"
"Yah sih tapi kan beda situasinya." Jawab Habibah mulai tersipu.
"Ayo donk Tan..!" Bujuk Habibah lagi.
"Iya deh iya aku yang mencet." Jawab Tania akhirnya memberanikan diri.
TINGTONG...
TINGTONG....
"Bie gak nyaut Bie.."
"Dah pencet lagi aja."
TINGTONG
Jreeg!
Pintu hitam itu terbuka dan keluarlah sosok lelaki tampan dengan tubuh kekarnya, dan tanpa pandang bulu ia langsung membentak.
"Apa lagi sih?? Tadi kan sudah aku bayar! Ada urusan apa lagi sii.."
"Ehh maaf aku pikir temanku." Sahut Willy Olsen salah mengira.
"Loh mba Bibie kan?" Sapa Willy mencoba menghilangkan malunya.
Namun bukannya Tania dan Bibie menjawab, mereka malah terdiam menatap tubuh telanjang dada Willy Olsen. Dia pasang mata mereka terus menyusuri bidang tubuh Willy yang berotot. Terus saja mereka menelusuri hingga berakhir pada tonjolan besar diantara dua pangkal paha lelaki bertinggi badan 183 cm itu. Nampaknya Willy tidak sadar kalau dia hanya mengenaka celana boxer, hingga membuat dua wanita cantik ini dibuat terperangah oleh tonjolan yang terlihat begitu besar.
"Mba.. Mbaa..."
"MBA Bibie..." Seru Willy membuat kedua wanita didepanya terkejut.
"Haaah.. Besarr.. Ehhh.." Tania sedikit terbelit.
"Ahhh.. Hmmm.. Mas Willy hehehe.."
Keduanya nampak tersipu malu atas apa yang mereka lakukan barusan. Pipi mereka memerah dan tak bisa mereka sembunyikan. Melihat ekspresi yang terpancar dari wajah cantik Bibie dan Tania, baru membuat Willy tersadar bahwa dirinyalah yang telah membuat kekikukan ini.
"Ehh silahkan masuk dulu mba.. Silahkan silahkan..!" Willy mempersilahkan.
Dengan wajah yang masih membisu keduanyapun masuk. Willy yang menyadari ia masih bertelanjang langsung berlalir kearah belakang.
"Bie.. Dadanya Biee.. Berotot, berbulu.. Sixpack..." Gumam Tania pelan
"Iya Tan Bulu Tan.. Besar juga Tan... Hmmmmfft..." Balas Bibie berusaha masuk kedalam.
Tak lama Willy kembali dengan Kaos hitam ketat dan celana pendek warna senada. Walau sudah mengenakan kaos namun tetap otot ditubuhnya tidak bisa disembunyikan dan tetap membuat hati kedua pembantu ini terhanyut.
~~~The Bastian's Holiday~~~
"Ohh Maaf Mba Bibie, tadi saya habis pijat jadi belum sempat pake baju.. Hee hee..."
"Oh iya duduk dulu mba" Willy mempersilahkan.
"Ohhh.. Jadi yang tadi itu tukang pijat atau temennya mas" celetuk Bibie tak sadar.
"Ahhhh.. Ahhh.. . Sudahlah gak usah dipikirin Hehe Hehe." Ujar Willy menutupi dengan tawa.
"Oh iya Mba ada perlu apa yah kesini?" Tanya Willy yang membuat Bibie dan Tania tersentak.
"Ahhh.. Ahhh.. Perlu apa yahh.."
"Tan perlu apaa tan.." Gumam Tania pelan.
"Ya gak tahu kan kamu yang ngajakin gimana sihh." gumam Tania tak kalah geroginya.
"Ehhh..."
"Oh iya mas kenalin dulu ini teman aku.. Tania.."
"Tan Tania salam ke kenal..."
"Salam kenal aku Willy." Sahut Willy dengan senyumnya yang penuh sihir.
Nampak ketiganya sadar akan situasi yang terjadi diruangan itu. Kejanggungan dan kebingunganpun terjadi diantara ketiganya. Tak tahu hendak bertanya apa dan tak tahu harus menjawab apa. Semuanya hanya bisa terbata - bata dan cengar - cengir tak tahu arah. Namun setelah mendapat penjelasan ala kadarnya dari Bibie baru suasana sedikit mencair, sedikit.
"Ohh jadi cuma mampir.., ya gak apa - apa. Kan pintu rumahku selalu terbuka."
"Iya mas hehe.." Jawab Bibie sedikit tertawa.
"Jadi cewe yang tadi keluar itu tukang pijet ya mas? Aku pikir. Pacarnya mas Willy." Tanya Tania mulai terbiasa berhadapan dengan Willy.
"Ehh ehh.. Iyaa. Kemarin habis main basket agak pegel - pegel gitu."
"Ohhhh..."
"Hehe he hehe" Willy nampak sedikit panik.
"Oh iya mau minum apa?"
~~~The Bastian's Holiday~~~
Minuman yang disajikan oleh Willy berhasil mencairkan suasana. Tidak ada lagi rasa kikuk yang sebelumnya mereka alami. Obrolanpun terjadi begitu lancarnya bahkan membuat mereka lupa waktu. Mereka terus dan terus mengobrol layaknya sahabat lama. Padahal satu jam yang lalu Tania begitu malu dan gerogi berhadapan dengan Willy.
Mengisi kesunyian, sebuah film dramapun diputar. Bibie begitu antusiasnya menonton hingga tak mau lagi diajak berbincang . Ia terus menatap layar datar seolah ia terhipnotis masuk kedalam adegan. Sesaat kemudian sebuah panggilan masuk ke telepon genggam milik Tania, yang mengharuskan dia untuk menyingkir sesaat dari keriuhan.
"Iya, Baik tuan akan saya siapkan sebelum tuan pulang."
"Ya sudah jangan sampai lupa, malam ini saya pulang cepat." Seru Imam Santoso dibalik sana.
"Oh iya kamu sedang dimana?"
"Ehh Saya dirumah saja Tuan dari pagi, hari ini saya gak jadi keluar"
"Hmm Baguslah kalau begitu, nanti saya akan belikan kamu hadiah atas kepatuhan kamu hari ini"
"Ya udah Kamu istirahat saja dulu."
"Baik tuan"
"Haaaahh" Tania menghela nafas sambil menutup telepon dari majikannya
"Telepon dari siapa mba?" Suara Willy sedikit mengagetkan Tania yang tengah berdiri menghadap jendela.
"Dari majikanku Mas, biasa ngingetin aku untuk siapin masakan buat makan malam" Jawab Tania sambil memasukan telepon genggam kedalam saku mantel coklat mudanya.
"Ohh, tapi tadi kok bilangnya lagi gak keluar sih?" Tanya Willy sedikit penasaran.
"Hehehe... Habis, sebenernya aku gak dibolehin main ketempat orang mas tanpa sepengetahuan majikanku."
"Ohh gitu. Galak yah mba majikannya?"
"Ya gitu deh?"
"Kalau galak kenapa gak minta berhenti aja?" Tanya Willy lagi semakin mendekatkan tubuhnya disamping Tania.
"Ya mau bagaimana lagi mas, ini semuakan untuk anak - anakku. Kalau aku berhenti aku mau kerja dimana lagi? Cari kerja kan susah mas."
"Iya sih, ehh.. Tapi kok mba yang harus cari uang sih? Emangnya suami mba kemana?"
"Suamiku sudah meninggal 5 tahun yang lalu. Jadi yaa aku yang harus cari nafkah buat dua anakku."
"Oooppss. Sorry aku gak tahu" tanggap Willy sedikit menyesal.
"Gak apa - apa kok. Oh iya, ngomong - ngomong mas Willy sendiri sudah punya pacar?
"Belum mba, gak ada yang mau sama aku." Jawab Willy sedikit merendah.
"Ahh mas Willy ini merendah deh, masa ganteng gini gak ada yang mau sih?" Selidik Tania sedikit centil.
"Ya belum kepengen aja sih sebenernya, lagian aku masih sibuk kuliah dan ngurusih perusahaan papah. Jadi gak sempetlah buat pacaran - pacaran." Jelas Willy
"Hmmmm. Terus disini tinggal sama siapa mas?"
"Aku tinggal sama Andre sepupuku, cuma dia lagi keluar. Ya biasanya sih jam segini dia pulang." Jelas Willy.
"Ohh kirain tinggal sendiri!"
"Emang kalau aku tinggal sendiri mba Tania mau nemenin yah?" Sahut Willy mulai sedikit menggoda.
Namun pertanyaan itu tak dijawab oleh Tania, ia hanya tersenyum sambil menaikan satu alisnya. Nampaknya Tania mulai termakan rayuan Willy.
"Oh iya Mba makasih yah"
"Loh makasih buat apa mas?" Tanya Tania heran.
"Ya makasih aja udah mau main ke tempatku. Aku beneran gak nyangka loh siang bolong gini ada dua bidadari cantik yang datang.." Lanjut Willy dengan suaranya yang semakin berat.
"ahh bisa aja, emangnya aku cantik yah mas?" Tania kembali bertanya dengan wajahnya yang semakin ia dekatkan kearah Willy.
"Wow. Ya cantik lah, malah sebenarnya aku gak percaya kalau mba Tania ini seorang pembantu. Aku pikir mba ini kalau gak model yah penyanyi."
"Ah mas terlalu berlebihan nih mujinya, masa aku disamain kaya model sih? Ya jauh laah!" Jawab Tania semakin memerah wajahnya.
"Mba mah gak percaya, mba Tania tuh wanita tercantik yang pernah aku kenal" goda Willy sembari membelai lembut rambut dan wajah Tania.
"Ahh mas gombal terus niihchhh, Tania kan jadi malu" semakin tersipu oleh godaan itu hingga wanita cantik ini terus memegangi mantel yang menutupi tubuhnya hingga ke lutut.
"Mas Willy jangan godain Tania terus dong" lanjut Tania sambil menyenggol Willy dengan tubuhnya.
"Hahahah.. Enggak mba aku gak lagi ngegoda kok." Ujar Willy sambil menahan tubuhnya agar tak terhuyung.
"Eh mba kok dari tadi mantelnya gak dibuka sih? Emang gak gerah yah? Sejak dateng kesini gak dilepas - lepas?" Tanya Willy setelah melihat Tania terus memegangi mantelnya.
"Ya gerah sih mas, cuma kalau dibuka Tania malu." Jawab Tania semakin merapatkan tanganya didepan mantel.
"Emang kenapa? Banyak panunya yah pasti?" Gurau Willy.
"Enak aja banyak panunya, Tania sehari mandi 3 kalu tahu" protes Tania cemberut.
"Ya udah dibuka aja, sini sini aku bantuin"
Willy segera beralih kebelakang tubuh Tania dan segera membantu melepas mantel yang terus ia kenakan. Dengan perlahan Willy melepaskan mantel milik Tania, dan Taniapun mengikuti gerak tangan Willy untuk mempermudah.
Sesaat setelah melepaskan mantel milik Tania, willy terdiam. Ia tertegun oleh tubuh yang begitu indah. Putih bersih tanpa ada goresan sekecil apapun. Pria mana yang tidak tergiur melihat tubuh secantik itu. Willy segera meletakan mantel diatas meja tak jauh dari mereka berdiri, dan lekas kembali berdiri dihadapan Tania yang terlihat sedikit risih dengan pakaian yang ia kenakan.
Willy berdiri, terdiam dan mematung dihadapan tubuh Tania yang terbungkus pakaian yang bercorak hitam putih dengan hiasan renda putih dibagian bawahnya. Bagai tak pernah melihat wanita mengenakan pakaian seperti itu, Willy terus memandanginya sampai menelan banyak ludah.
~~~The Bastian's Holiday~~~
"Kenapa mas? Kok ngelihatin Tania kayak gitu banget? " Tanya Tania membuyarkan lamunan Willy.
"Ah ah.. Enggak, ehhh.... ehhh.. Hmm. Tuh kan jadi enak kelihatanya?" Jawab Willy mulai gugup.
"Enak apanya?" Tanya Tania lagi sedikit memancing.
"Yaa Enak, jadi gak gerah lagi. Hehe"
Tania hanya tersenyum, ia tahu bahwa Willy pasti tertarik akan tubuhnya. Namun ia berusaha menjual mahal.
"Jadi seragam kerja mba Tania seperti ini yah?" Tanya Willy mengomentari seragam pembantu ala prancis yg selalu dikenakan Tania.
"Iya mas, semua seragam kerja Tania seperti ini, cuma coraknya aja yang beda - beda" Jawab Tania sedikit memegangi roknya yang hanya mampu menutupi separuh pahanya.
"Ohh. Jadi setiap hari mba Tania pake baju ini??" Tanya Willy hingga tak sadar mengitari tubuh Tania.
"Iya mas setiap hari pake ini, habis majikan Tania maunya seperti itu sih.." Jelas Tania sembari terus memandang wajah Willy yang terus mengitari tubuhnya.
Willy berhenti dibelakang tubuh Tania dan lanjut bertanya. "Oh gitu."
"Iya, bahkan keluar apartemenpun Tania pake baju ini, makanya kadang Tania tutupin pake mantel." Jawab Tania menolehkan wajahnya kebelakang.
"Hmm.. Pake mantel biar gak ketahuan yah kalau gak pake daleman" Tanya Willy menggoda dengan suaranya.
"Ahh mas Willy... Kok tahu sih" Tania terkejut, menyentak dan sedikit melotot.
"Ya tahu donk, kan mataku bisa tembus pandang."
"Ahhh maaasss.. "
"Hmmm, kok sekarang jadi aku yang gerah yah" Seru Willy mulai bergairah.
"Ihh genit deh mas Willy" seru Tania sambil berjalan menjauh dari Willy.
Tania berdiri dekat sekali dengan kaca jendela. Ia membuka tirai besar yang menutupi pemandangan gedung - gednung pencakar langit. Namun tak ada yang mampu menutupi bahwa Tania sedang dilanda birahi. Tubuhnya berkeringat dan sedikit bergetar. Ia sudah tak mampu menahan, 5 tahun sudah terlalu lama baginya. Ia berfikit apakah ini kesempatan?.
"Haahhhh... Haaahh."
Tanpa sadar keluar desasahan kecil dari bibir bertabur gincu milik Tania. Matanya terpejam dan pikiranya perlahan menghilang. Melihat itu Willy memberanikan diri mendekati Tania dan perlahan meraba pinggul sempurna itu.
"Mas..
Ahhh.."
"Iyaa mba ada apa?"
"Hmmm"
Kembali dengan perlahan Willy merapatkan tubuhnya ke punggung Tania hingga batang kemaluannya menyentuh bongkahan pantat Tania.
"Hmmmmftt..."
"Massss....
Ahhhhh..."
"Mba Sange yaa?" Bisik Willy ditelinga Tania.
Tania tak menjawab, ia hanya sedikit mengangguk. Mendapat tanggapan dari Tania, Willy memberanikan diri memindahkan tangannya dari pinggul menuju gundukan kembar diatasnya.
~~~The Bastian's Holiday~~~
Pinggul kekar Willy mulai bergerak, seolah menyetubuhi kewanitaan Tania dari belakang. Tanganya terus bergerilya menyusuri setiap sudut indah tubuh Tania Santoso. Tania hampir sepenuhnya hilang kesadaran. Ia tidak peduli lagi apa yang akan terjadi, baginya ini satu satunya kesempatan ia akan mendapatkan kembali sebuah kenikmatan nyata. Bukan kenikmatan semu yang sesaat memudar.
Dengan sedikit kesadaran Tania berbalik menyentuh tubuh Willy Olsen, meraba paha dan pantat Willy yang terasa begitu keras. Tanganya yang lain berusaha menarik tangan sibuk Willy agar menyentuh kemaluannya yang sudah terasa begitu lembab.
"Ahhhh. Pegang memek Tania mas, Tania udah gak tahan, ahhhh."
"Iya sayang, ia sudah aku pegang, hmmm. Udah basah yah?" Jawab Willy dengan cepat memainkan jemarinya.
"Ahhhhhh."
"Udah dari lama Tania suka sama mas Willy, tapi Tania takut gak berani.. "
"Achhhhhh... Enak mass. Achhhh.."
"Enak yah diginiin."
"Hee eehhh... Terus mas.."
TINGTONG
"Mas Willy mau kan entotin Tania?"
"Dengan senang hati mba Tania, aku tahu mba sudah menunggu lama selama ini.
TINGTONG
"Aaaaachhhhhhhhh, "
"Iya Mas ditusuk kayak gitu enak... Achhhh" desah Tania ketika jari tengah Willy menusuk belahan vaginanya.
"Mas Willy, Tania kalian lagi ngapain?" Seru Bibie membuat Willy dan Tania terperanjat dan berbalik kebelakang.
"Haaaah..."
"Eewwhhh...!"
"Eh, mba Bibie, gak lagi ngapa - ngapain kok" jawab Willy setelah menjabut jarinya dari vagina Tania.
"Hmmm gak ngapa - ngapain kok Bie," Sahut Tania begitu merah padam.
"Hehehe... Ada apa mba Bibie?" Tanya Willy begitu gugup.
"Hmmppt.. Itu ada tamu mencet - mencet bel." Jelas Bibie menahan tawanya.
"Oh ohhh.. Hehe"
~~~The Bastian's Holiday~~~