Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT THE CITY'S RHAPSODY (racebannon)

Ayo, Jo!! Keluarkan jurus SSI yang paling ampuh. Tapi tetep, skripsi lebih penting. Kalo malah bermasalah, menarik juga sih liat Anggia keluar tanduk. Wkwkwk.
Thanks & sehat selalu, masters. Have a good time 4 yaall.
 
Cerita yg exe nya cuma bumbu dan mengedepankan kualitas cerita.. salah satu cerita yg selalu ane tunggu updatenya.. semoga selalu lancar RL dan cerita nya suhu @racebannon ..
 
The Lucky Bastard
Matahari Dari Timur Season 1
Matahari Dari Timur Season 2
Penanti
Okasan No Hatsu Koi
Lelawah
Rhapsody in The Office
Rhapsody in The Campus

Kelar juga baca maraton....
Kesimpulannya... TOP BGT
Ditunggu hu lanjutannya
 
THE CITY'S RHAPSODY
RHAPSODY IN THE CAMPUS – PART 5

------------------------------

hessel10.jpg

Georgina Cindy Wongso. Itu nama lengkapnya. Bapaknya pengusaha di Bali. Entah pengusaha apa, pokoknya usaha ini itu. Agamanya Katolik, which is keliatan banget dari nama baptis Georgina yang ada di depan namanya.

Jonathan belum pernah melihat perempuan selucu itu lagi selain Tante Tara. Bedanya Tante Tara 100 persen gak ada campuran orang luarnya. Dan dari namanya, keliatan kalau Cindy ada keturunan Tionghoa. Dari hasil ngobrol-ngobrol Jonathan sama Cindy, katanya bapaknya itu keturunan Tionghoa Jawa, tapi malah mereka udah gak pernah imlekan lagi saking jauhnya sama budaya Tionghoa.

Emaknya campuran Bali – Australia. Jadi gini bentuknya kalau Jawa + Cina + Bule Australia + Bali. Jadi imut kayak Cindy.

“Gak ada yang percaya kalau aku bilang ada darah Australianya Kak….” senyum Cindy manis banget, pikir Jonathan. Ini sudah entah keberapa kalinya dia dan Cindy makan bareng di Kantin kampus. Jonathan tidak menghitungnya, dan ini menjadi penyemangatnya dalam menyusun skripsi.

“Kayak temenku, dia ibunya orang Jepang, tapi gak keliatan kalo dia ada setengah Jepangnya”
“Ah masa?”
“Iya, kalo diantara orang-orang disini mah keliatannya Indonesia-Indonesia aja” balas Jonathan.

Jonathan menopang dagunya dengan tangannya, sambil memperhatikan Cindy makan di depannya. Dan lucu banget. Cewek ini bawa bekal sendiri, berupa sandwich sederhana yang dia siapin sendiri. Karena dia asal Bali, jadi dia ngekos disini. Dan Jonathan memang belum pernah mengantarnya pulang ke kosannya.

Pelan-pelan, pikir Jonathan yang sebenarnya sudah tidak sabar untuk memiliki Cindy. Apalagi dia tahu mata-mata anak-anak yang seangkatan dengan Andini sedang menyelidik ke arahnya, sejak dia putus dengan Andini. Putus yang gak enak, minimal gak enak buat Andini, gak ada angin gak ada ujan langsung diputusin. Itu menurut Andini.

Kalau menurut Jonathan, Andini dan teman-temannya sudah ganggu banget, apalagi status mereka sebagai geng gosip di angkatan mereka. Apalagi ngomongin Cindy yang mereka gak kenal. Ganggu, sumpah.

“Tapi dipikir-pikir, keliatan sih menurutku sisi bule-nya kamu” sambung Jonathan.
“Ah masa….”
“Keliatan”
“Kata orang engga”

“Itu kan kata orang” Jonathan tak bisa berhenti mengagumi Cindy. Tante Tara mini yang tampak baik-baik dan innocent di hadapannya ini benar-benar sangat menggemaskan. Lihat saja dandanannya. Rok berlipit yang bermotif kotak-kotak dan t-shirt polos putih. Minimalis tapi sangat manis. Jonathan seperti tak sabar ini memanjakan Cindy habis-habisan.

Mendadak, mata Jonathan menangkap bergerakan yang tak wajar di ujung Kantin. Haha, Andini. Jonathan tersenyum sendiri sambil mencibir dalam hati. Andini bersama dengan geng-nya, Indah dan Tami. Mereka pun merasakan keberadaan Jonathan disana. Mereka tampak gusar melihat Jonathan sedang berdua dengan Cindy.

Tapi Jonathan cuek. Awas saja kalau Cindy disenggol. Perempuan ini, akan Jonathan lindungi habis-habisan.

------------------------------
------------------------------
------------------------------

“Kamu dimana?” tanya Anggia di telpon. Jonathan tampak bingung menjawabnya, karena dia sedang ada di common room gedung kuliahnya, sambil mengerjakan skripsinya.

“Di kampus Ma” jawab Jonathan kaget.
“Lupa ya?”
“Eh?”
“Kita kan harusnya makan malem bareng sekarang…… Mama udah jalan ke tempat makannya..”

“Aku pikir besok…” Jonathan menggaruk-garuk kepalanya sambil celingukan. Iya, dia kalau tidak salah ada janji dengan bapak ibunya dan adiknya untuk makan bareng malam itu. Hari itu hari jumat, sebelum weekend.

“Besok dari mana, buruan jalan kalau masih di kampus…..”
“Iya”
“Ajak Andini”
“Eh tapi…”
“Gak usah pake tapi, dia kan belom pernah ketemu Papa…”
“Maksudnya aku …”

“Bye, ditunggu” Jonathan lantar melongo. Hari ini ya, sialan. Dia juga belum cerita ke ibunya, kalau dia sudah tidak bersama dengan Andini lagi. Padahal sudah sebulan lebih dia putus dengan perempuan itu Nanti saja ceritanya, itu tidak penting. Eh, tapi itu berarti sudah reserve tempat untuk lima orang ya? Ah bodo. Ntar aja ceritanya. Sekarang beresin laptop dulu, masukin ke tas, lalu jalan ke arah parkiran motor.

Tidak butuh waktu lama untuk Jonathan ada di parkiran motor. Suasana Jakarta sudah mulai gelap. Dia sepertinya lupa waktu saat mengerjakan skripsi. Dia celingukan, melihat keadaan sekitar, lalu dia memakai helm, bersiap-siap untuk jalan.

Di saat sudah siap, dia lalu meluncur pelan, meninggalkan area parkir, menuju salah satu restoran di daerah Jakarta Selatan, yang selalu dipakai jadi tempat acara makan-makan, setiap sang ayah, Rendy, sukses membereskan sebuah project.

Tapi, sejenak matanya tertambat ke sosok manis yang sedang berjalan pelan, menyusuri trotoar sambil memeluk memainkan jam tangan / handphonenya.

Cindy. Kepala Jonathan mendadak berputar-putar. Jantungnya berdegup kencang. Lihat Cindy. Dia begitu menggemaskan. Dia memakai celana jeans berwarna hitam, sneakers putih, dan T-Shirt putih kebesaran. Dia memakai Tote Bag yang berlambangkan kampus mereka. Tak seperti biasanya, Cindy memakai kacamata.

Tanpa diminta dan tanpa disuruh, Jonathan merapat ke Trotoar.

“Hai”
“Eh, Kak, bikin kaget aja” senyum Cindy, menatap Jonathan yang berhenti di sebelahnya, sambil membuka helmnya.

“Kamu yang bikin kaget, kok mendadak pake kacamata?”
“Habisnya soft-lens ku udah abis, belum sempet beli lagi” bodo amat. Mau pake soft lens, mau pakai kacamata, dua-duanya lucu.

“Lagi sibuk gak?”
“Enggak sih, mau pulang ke kosan, kenapa?”
“Mau makan malem bareng?” tanya Jonathan, dengan semangat empat lima di dalam hatinya, tapi dengan ekspresi yang pura-pura cool.

“Ngg….” Mata besar Cindy menatap Jonathan dengan berbinar. Dia tampak bingung harus menjawab apa. “Mnnn…. Boleh deh?” jawab Cindy dengan aneh, karena dia juga mungkin merasa deg-degan. Jonathan lantas mencopot helm yang menggantung di motor sportnya dan memberikannya ke Cindy. Cindy memakainya dengan canggung, dan lantas naik secara perlahan ke motor itu.

“Anu…”
“Ya?”
“Ini pegangannya gimana?” bingung Cindy, yang tampaknya jarang membonceng motor sport.

“Emm….” Semua perempuan yang naik motor sportnya Jonathan selalu pegangan ke badannya Jonathan, bahkan termasuk Haruko sekalipun. Tapi ini Cindy. Belum-belum Jonathan sudah tegang. “Pegangan ke badan…………… Ku?”

“Eh?” Cindy tampak kaget, mukanya mungkin bersemu merah di dalam helm itu.
“Yaa….” Jonathan meringis di dalam helmnya. Jantungnya berdegup kencang.

“Oke deh kak” Cindy meringis, dan dia memegang pinggang Jonathan dari belakang. Sial. Itu kontak kedua Cindy dan Jonathan setelah mereka berkenalan waktu Jonathan membantu Cindy memungut kertas makalahnya yang jatuh.

Dan dengan langkah yang gak benar, Jonathan pun maju, meluncur, menuju tempat dimana keluarganya akan berada dan makan malam bersama.

------------------------------

itemed10.jpg

Anggia liat-liatan dengan Rendy. Yang dibawa oleh Jonathan bukan Andini. Sang ayah tampaknya bingung, karena menurut informasi sang ibu, Jonathan datang bersama dengan Andini, dan sang ayah sudah pernah melihat muka Andini seperti apa, dari sosial media anaknya.

Sekarang, Cindy tampak bingung harus bertingkah laku seperti apa karena Anggia dan Rendy tampaknya bingung harus bicara apa.

Shirley bolak-balik menggelengkan kepalanya saat dia melihat aura kemenangan terpancar dari wajah kakaknya. Pertama kali ngajak Cindy makan malam bersama, malah diajak ketemu keluarganya, apa-apaan ini, pikir Shirley.

Anggia punya ribuan pertanyaan di kepalanya. Tapi tak satupun yang bisa dijawab. Karena sangat-sangatlah tidak sopan untuk membicarakan Andini di depan Cindy, walaupun Cindy bukan pacarnya Jonathan. Dan bingungnya, Jonathan memperkenalkannya sebagai “teman” ke ayah dan ibunya.

“Cindy dari Bali ya?” tanya Shirley, membuka obrolan sambil mencoba breaking the ice.
“Iya kak” jawab Cindy dengan sopan. Jarang-jarang Jonathan bawa cewek yang malu-malu dan bentuknya imut seperti ini.

“Tunggu” Anggia memotong pembicaraan itu. Dia menatap Jonathan erat-erat. “Kok Mama kayak apal muka dia”
“Apal dari mana Ma”
“Bentar” Anggia memutar kepalanya, sambil menunjuk-nunjuk ke arah langit. “Wah…” dia lantas dengan gemas berpikir, mirip siapa anak ini.

“Mirip Tara” Rendy berbisik ke telinga Anggia.
“Ah iya! Kamu mirip Tara”

“Eh?” Cindy tampak kaget, celingukan, dengan tatapan yang penuh tanya. Dia menatap ke arah Jonathan, dan terlihat raut muka agak kecewa. Mungkin dia berpikir, Tara itu nama mantan pacarnya Jonathan, dan Jonathan mendekatiknya hanya karena dia mirip mantannya.

“Jangan khawatir, itu Tante-tante, dia temennya orang tua kita” bisik Shirley, menenangkan suasana hati Cindy.
“Oh..”

“Kamu masih saudaranya Tara?”

“Aku gak kenal, Tante” senyum Cindy dengan akward. Pertanyaan yang aneh di pertemuan pertama mereka. Dan Anggia juga merasa aneh, karena setahu dia, pacar anaknya namanya Andini dan bentuknya gak kayak gini.

“Tara Giva Amanda, yang punya Red Comet Burger? Jangan-jangan kamu keponakannya”
“Bukan Tante, aku gak kenal….”
“Udah pernah kesana?”

“Belum pernah sama sekali” jawab Cindy pelan, dengan suara yang hampir tidak terdengar, karena dia malu dan bingung. Masa belum pacaran sudah ketemu dengan orang tuanya Jonathan, aneh dong.

“Wajib cobain” senyum Anggia.
“Iya hehehe”
“Ntar kapan-kapan aku ajak kesana” Jonathan membuka mulutnya, sambil menatap Cindy dengan tatapan berbinar.
“Iya kak…” Cindy tersenyum ke arah jonathan dengan tatapan polosnya.

“Jadi kamu itu temennya Jonathan?” Rendy berusaha bertanya soal Cindy, karena dia penasaran kepada pendatang baru ini.

“Iya”
“Angkatannya dibawah Jonathan tapi?”
“Aku baru masuk…”

“Yakin kalian temenan?” bingung Anggia, dengan nada penuh curiga dan keinginan penuh untuk melakukan penyelidikan.
“Temen Ma…..”
“Hmm….” Anggia tampak tak puas dengan jawaban Jonathan, dan dia langsung menatap Jonathan dengan tatapan penuh kecurigaan.

“Kalo temen, kalian udah main kemana aja?”
“Ma…” Rendy berusaha menghentikan pertanyaan Anggia, karena sepertinya Cindy merasa tertekan oleh dominasi sang ibu.
“Bentar, aku penasaran” Anggia tidak mengindahkan teguran Rendy, dan dia tetap melanjutkan pertanyaannya.

“Engg aku… Sama Kak Jonathan itu…… Paling, cuma makan siang di Kantin aja….” Jawab Cindy polos dan apa adanya.

“Hmmm….” Anggia menatap Jonathan lekat-lekat dan sepertinya, nanti setelah sesi makan malam, Jonathan harus bicara panjang lebar di rumah. Anggia pasti akan mencecarnya, apalagi sang ibu belum tahu kalau dia sudah putus dengan Andini.

Sementara itu, Shirley tertawa tanpa suara, melihat muka galak ibunya yang terus-terusan menatap Jonathan dengan lekat. Buat sang adik, keberanian dan kenekatan sang kakak membawa Cindy secara mendadak ke acara makan malam keluarga patut diacungi jempol, apalagi Mama Anggia belum tahu kalau Jonathan sudah putus dengan Andini.

“Maaf ya kalo aku banyak nanya, soalnya Jonathan belum pernah cerita apapun soal kamu….” Anggia menatap Cindy dengan wajah penasaran, sekaligus bertanya-tanya, ulah apa lagi yang dibuat oleh anak sulungnya ini.

“Gakpapa Tante, tapi aku seneng kok bisa kenal sama keluarganya Kak Jonathan….”
“Dan rasanya geli, anakku dipanggil pake awalan Kak terus” Anggia tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya.

“Hehe… Euh..” Jonathan tertawa kecil dengan bodohnya, dan mendadak tercekat begitu sang ibu menatap wajahnya dengan perasaan kesal. Awas nanti malam, semua harus diceritakan pokoknya, begitu pikir Anggia.

Sepertinya, malam ini akan jadi panjang sekali untuk Jonathan dan Cindy.

------------------------------

“Makasih ya Kak, udah diajakin makan malam bareng” Cindy tersenyum di depan pintu gerbang kosannya, sambil memberikan helm yang baru saja ia pakai ke Jonathan.
“Aku yang makasih, kamu udah mau diajak, dan maaf ya, Mamaku nanya-nanya mulu” Jonathan meringis mengingat kelakuan ibunya tadi.

“Gakpapa, kan belum kenal, hehe”
“Yaudah, kalo gitu….. Sampe ketemu senen ya?”
“Eh anu…”
“Hmm?”

“Apa Kak Jonathan gak capek, langsung jalan? Gak mau sebentar istirahat dulu?” muka Cindy terlihat merah, dan dia tampaknya malu sekali, mengajak Jonathan untuk istirahat sebentar di tempat kost-nya.

“Hmm…. Boleh juga sih, belum malem-malem amat kan? Apa gapapa?” tanya Jonathan sambil menyelidik ke dalam. Dia khawatir kalau-kalau di tempat ini ada jam malam atau semacamnya.

“Gapapa sih, kan ini kost-an campur juga….. Tapi emang kalau tamu harus izin kalau mau nginep, tapi kan Kak Jonathan Cuman bentar aja kan ya? Kasian nyetir motor terus daritadi” Cindy memainkan jari-jarinya, sambil menggigit bibirnya, menahan perasaan awkwardnya, mengundang anak lelaki ke kamar kost-nya.

“Hmm… Ok” Jonathan tersenyum dan dia menyalakan mesin motornya. “Aku bisa parkir dimana?”
“Nah, itu, disitu….” Cindy menunjuk ke arah parkiran motor, dan dia menemani Jonathan membawa motornya kesana. Setelah motor sport Jonathan terparkir dengan baik, dia lantas mengikuti langkah kecil Cindy ke kamarnya.

Kamar Cindy terletak di lantai tiga. Dengan gerakan yang agak lama dan canggung, Cindy membuka pintu kamar kosannya.

“Silakan Kak…” Cindy menyalakan lampu dengan jam tangan / handphonenya. Dan Jonathan pun masuk.
“Permisi ya”

img_4310.jpg

Jonathan mendadak tersenyum. Kamar mungil ini sungguh sangat imut. Rasanya seperti masuk ke kamar Shirley, waktu dia masih SD. Ada kasur mungil yang hanya cukup untuk satu orang di ujung. Meja rias kecil, yang penuh dengan foto polaroid menghiasi sudut kamar yang terlihat meriah. Ada beberapa boneka binatang tergeletak di atas karpet yang berwarna pink lembut. Duh, bahkan lemari bajunya saja imut dan lucu.

Di atas meja rias, ada salib tergantung, dan Jonathan tersenyum. Dia sendiri katolik, tapi tak sampai menggantung salib di kamarnya.

“Silakan duduk ya kak, aku bikin teh dulu”
“Eh gak usah” Jonathan tampak mencoba menahan Cindy.
“Gak, gapapa” Cindy meletakkan tasnya lalu dia berlalu, meninggalkan Jonathan yang duduk di karpet berwarna manis itu.

Jonathan kembali menyelidik ke seluruh kamar. Ada keranjang pakaian kotor yang lucu, lalu ada laptop kecil yang lucu, ada tumpukan buku-buku pelajaran kuliah, ada foto keluarga yang dibingkai manis, dan segala macam lainnya yang begitu menggemaskan.

Jonathan mengambil salah satu boneka yang tergeletak dengan lucunya di atas karpet. Boneka anjing, yang tampangnya lucu itu dengan kuping panjang yang menjuntai. Bentuk tubuhnya seperti teddy bear, tapi dia anjing. Tapi kenapa anjing ini pakai sweater berwarna kuning dan kupluk berwarna biru? Lucu amat sih.

Cindy tampaknya lama di pantry kosan, dan Jonathan meletakkan boneka itu. Dia mengambil satu boneka lagi yang tergeletak disana. Boneka gajah, pakai piyama. Apa-apaan ini. Jonathan tertawa kecil melihat boneka gajah pakai piyama itu. Dan dia mendudukkannya lagi di kasur.

“Tenang, gue gak akan apa-apain tuan kalian” dia mendadak mengajak ngobrol boneka-boneka itu dalam hati. Dia tertawa sendiri karenanya. “Tuan kalian lucu ya, gue suka banget” ucapnya dalam batin, lagi.

Kalau kata Shirley, Kak Jon udah gila. Iya, dia udah gila, saking gemesnya dia sama Cindy, dan malam ini dia ada di kosannya Cindy. Tapi lama juga ya Cindy bikin teh? Apa harus dibantu dia karena kerepotan?

“Sorry lama ya kak…” Mendadak Cindy masuk, membawa nampan berisi dua buah cangkir yang berisi teh hangat dan satu piring kecil yang ada cake di atasnya. Cake kecil dan lucu, yang tampak menggemaskan, persis seperti Cindy.

“Eh, kenapa?”
“Makasih udah diajakin makan malem….” bisik Cindy malu-malu.
“Emm.. Sama-sama” Jonathan tersenyum dan dia mengambil piring kecil itu dari nampan.

“Silakan Kak”
“Aku makan ya”
“Iya…”

Jonathan mulai memakan kue itu perlahan-lahan, sambil berusaha untuk tidak menatap Cindy terus-terusan. Cindy duduk tak jauh dari dia, jarak mereka hanya sekitar satu meter saja.

“Enak kuenya” Jonathan mulai berbasa-basi.
“Itu dikirimin sama Tante Aku…”
“Oh…” Jonathan berusaha memutar otak, mencari topik bahasan malam itu. “Tantenya tinggal di Jakarta?”

“Iya”
“Di?”
“Sebenernya agak deket dari kampus….”

“Enak dong, sebenernya, kalo ada apa-apa bisa minta tolong kesana…”

“Iya..” Cindy tersenyum, dengan manisnya. Dia melepas kacamatanya, melipatnya dengan baik, dan menyimpannya di atas kasur. Mata besarnya yang menggemaskan membius Jonathan, yang secara tidak sadar menatap dengan begitu lekatnya ke arah Cindy. Cindy mendadak membuang mukanya, dan Jonathan juga pura-pura tidak melihat. Tapi muka Cindy memerah. Dia tampak malu.

“Em anu… Sebenernya aku itu disuruh tinggal sama Tante aku di Jakarta” lanjut Cindy, dengan awkwardnya.
“Oh, kok enggak…”
“Ya, gimana ya… Sedeket-deketnya aku sama mereka, aku pengen sih, hidup mandiri, di Jakarta, nyobain jadi orang dewasa gimana sih rasanya” senyumnya dengan muka merona.

“Oh…” Jonathan menghabiskan kue itu, lantas menyimpan piring kecil itu di nampan, sambil mengambil secangkir teh hangat, lalu menyeruput minuman itu, sambil berusaha tidak menatap Cindy terus-terusan.

Mendadak mereka berdua diam. Mereka kehabisan topik. Jonathan celingukan, sambil bingung. Cindy diam saja, sambil menatap karpet. Jonathan menatap pintu kamar yang tertutup. Jonathan lagi-lagi bingnunh, eh bingung.

“Itu Kak… Apa, aku mau nanya…….” Cindy bertanya dalam susana hening itu.
“Ya?”
“Kenapa….. aku diajak makan malem sama keluarga kakak?”

“Hmmmm……” Jonathan tampak bingung harus berkata apa. Dia tidak bisa banyak bicara secara gamblang karena dia sendiri bingung, jawaban yang tepatnya apa. “Aku… Pengen…..”

Jonathan mendadak meregangkan tangannya, dan dia menatap mata Cindy dalam-dalam. Mukanya terasa panas. Dia akan menjawab apapun yang ia bisa jawab.

“Aku pengen kenalin kamu ke keluargaku” jawabnya jelas.
“Eh?” Cindy bingung. Wajahnya merona merah, berusaha menghindari tatapan Jonathan yang terlihat begitu tajam.

“Iya, itu jawabannya” Jonathan meringis sejadi-jadinya, tanpa bisa menghindar dari situasi itu.
“Kenapa…. Pengen ngenalin aku ke keluarga Kak Jonathan…. Aku kan….. Cuma….”
“Cuma apa?”
“Cuma temen…. Kenalan aja…..”

“Ya gimana ya?” Jonathan meringis. “Gimana kalo…. Mulai sekarang kita bukan temen?”

“Gimana?” Cindy tampak bingung dengan kata-kata Jonathan yang tidak jelas. Jonathan, sang penakluk wanita, mati kutu dihadapan Georgina Cindy Wongso, perempuan yang super duper manis, imut dan penyebab diabetes ini.

“Aku… Kamu…. Bukan sekedar kenalan lagi…” Jonathan memberanikan dirinya, maju selangkah, mendekat ke arah Cindy. Tangannya lantas bergerak sendiri di tengah keheningan kamar di malam itu. Cindy hanya melongo, menatap ke arah tangan Jonathan. Tangan Jonathan tampak bergerak dalam gerakan slow motion, padahal hanya bergerak beberapa senti untuk menggenggam tangan Cindy.

“……” Cindy diam beribu bahasa, saat tangan Jonathan yang dingin menyentuh tangannya. Dia menelan ludahnya. “Kak… Aku….”

Jonathan hanya diam. Wajah Cindy terlihat makin merah.

“Aku pengen bareng sama kamu” Jonathan berbisik ke Cindy, sambil berusaha tersenyum, dan menggenggam tangan Cindy. Tanpa disangka, tangan Cindy dengan otomatis ikut mengenggam tangan Jonathan. Tangan Cindy yang juga terasa dingin, terasa lembut dan begitu menenangkan untuk Jonathan.

“It’s weird, but I want to be with you, since I saw you” lanjut Jonathan.
“Masa gitu kak….” suara Cindy terdengar bergetar, merajuk. Mukanya merah, sambil menatap tangannya yang sedang berpegangan dengan tangan Jonathan.

“Serius” bisik Jonathan. “Aku gak bisa berhenti mikirin kamu dari pertama kali…… Dan aku seneng bisa dengan nekat berani ajak kamu makan malem dengan keluargaku, dimana aku biasanya males bawa orang lain yang bareng sama aku….. Tapi kamu, aku pengen ajak kamu kemana-mana, pengen bareng sama kamu terus dimana-mana”

“Kak…”
“Hmm”

“Aku mau…. aku mau kemana-mana dan dimana-mana sama Kak Jonathan” balas Cindy. Dia lantas memberanikan diri melihat ke arah Jonathan, dan Jonathan melihat mata Cindy sedikit berkaca-kaca.

“Kenapa kamu?”
“Gapapa” bisik Cindy sambil tersenyum. Sepertinya perempuan manis itu terharu.
“Sini”

Jonathan menarik Cindy, dan Cindy mengikuti arah tangan Jonathan. Dia dengan memberanikan dirinya, memeluk Cindy. Badan Cindy masuk dalam pelukan Jonathan, dan mereka merasakan kehangatan yang mendadak datang. Mereka terdiam, Cindy merasa aman di dalam pelukan Jonathan, dan begitu pula sebaliknya.

“Aku gak pengen lepas ini” Jonathan menghirup aroma wangi dari rambut pendek Cindy, dan tangannya benar-benar merasakan badan Cindy yang menurutnya sangatlah butuh dilindungi.

Cindy tak bersuara, dia menutup matanya, dan dia merasa begitu nyaman ada di dalam pelukan lelaki itu.

“Aku bakal jagain kamu terus ya, mulai hari ini” bisik Jonathan.
“Iya” balas Cindy.
“Seriously, aku bakal jagain terus kamu, bahkan dari diri aku sendiri”
“Kalau gitu, biarin sekarang aku ngerasain rasanya kayak gini dulu……..” balas Cindy, dan mereka berdua terdiam.

Jonathan melihat bayangan dirinya di cermin. Dia tersenyum ke arah dirinya sendiri. Cindy, yang membuat hatinya berhenti ketika pertama kali mereka bertemu, kini ada di pelukannya.

Dan Jonathan, akan terus-terusan menjaga Cindy mulai hari ini. Dia akan melindungi kekasih barunya ini sampai-sampai, dia tidak akan mengizinkan dirinya sendiri melukai dan menodai Cindy.

Untuk beberapa saat, mereka akan terus begitu, berpelukan berdua dalam hening, saling merasakan perasaan mereka masing-masing.

Pada akhirnya, Jonathan memiliki perempuan yang pantas dia lindungi dan dia sayangi.

Mulai saat ini, Jonathan akan terus bersama Cindy. Dan tak ingin berpisah lagi.

------------------------------

TAMAT
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd