Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT THE LUCKY BASTARD (RACEBANNON - REVIVAL)

akhirnyaaaaa... Salah satu episode favorit gua nongol jug hahaa..
duh anggia gawattt, tegangan tinggi lagi nih kayak dulu pertama kali baca..
welcome back, anggia
 
Berbulan2 sejak MDT stop gw juga sempet stop baca cerita atau buka forum krn kesibukan di luar. Dan sebagai pembaca setia suhu RB sejak TLB versi pertama gw seneng banget pas balik lg bisa liat suhu RB kembali dengan cerita baru dan juga cerita lama edisi revisi. Semoga nanti bakal ada lanjutan dr MDT yg ngegantung dan cerita2 lain dr universe Bastard ini. Terlalu banyak hal yg bisa direlate dr cerita2 suhu RB soalnya. Mulai dr cerita cintanya, musik, universe dimana semuanya kejadian. Relatable bgt pokoknya. Heheh. Keep it up suhu.

Btw, dibanding MDT yg lebih drama, SS di TLB emg jauh lebih hot sih.
 
Cowok kayak si AKU ini, klo adikku sendiri sih, udah kugampar dari kemaren2.. Introvert, sibuk dgn kebaperannya sendiri. Sampe ngorbanin cewek2 di sekelilingnya, Dian, Anggi, Nica... Gak perjuangkan cintanya, tapi kontinya tetep aja gak tau diri...

The loser bastard with a lucky dick... ;)

Couldn't fucking agree more.
 
Hehehe..bener-bener bajingan beruntung, pas ama judulnya. Yang kek gini mesti dikerjain :pandajahat:
 
THE LUCKY BASTARD – PART 18

----------------------------------------

eco-dr10.jpg

Aku dan Nica diam saja selama perjalanan ke rapat. Perjalanan ke kantor rumah produksi hari ini terasa sangat panjang. Hari ini, kami berdua terpaksa bersama, demi tuntutan pekerjaan. Karena dia yang mengerjakan banyak bagian di pekerjaan ini, jadi dia yang ikut denganku untuk rapat.

Sore itu terasa sangat panjang. Nica hanya melipat tangannya di kursi penumpang, diam memperhatikan jalan. Aku berusaha fokus menyetir, dan pada akhirnya kami pun sampai ke tujuan.

Disana rapat berlangsung seperti biasa, dengan normal dan lancar. Dan karena rapatnya baru dimulai sore, kami baru pulang sekitar pukul 9 malam. Keheningan masih menyelimuti kami berdua dari tadi. Bahkan ketika sudah tiga minggu putus pun keheningan ini tidak selesai. Dan aku tak tahu kemana Nica harus diantar, apakah ke rumahnya atau ke kantor saja. Dengan enggan aku membuka percakapan.

"Dianter kemana?"
"Rumah......"
"Ok" dan hening kembali. Aku terus memaksa diriku diam. Karena membuka mulut bisa berarti macam-macam. Aku tidak ingin melukainya lagi, dan tidak ingin juga memberi harapan. Kulirik dia sejenak, dan dengan anehnya mata kami berdua bertemu.

"Kamu akhir taun ke Bali sama Mbak Anggia?" tanyanya dengan datar.
"Iya..."
"Aku pergi ke Aussie"
"Ok"
"Coba aku bisa ikut kamu ke Bali" celetuknya pelan tanpa emosi. Aku kaget, dan menyembunyikannya dengan menelan ludah.

"Mungkin bisa kita benerin hubungan kita disana" lanjutnya.
"Gak harus semuanya dibenerin kalo gak ada yang salah" jawabku.
"..." Nica hanya diam saja mendengarnya. D

an kami pun kembali diam.

Aku tak habis pikir, apa yang ada di pikiran Nica sehingga dia mengatakan hal seperti itu. Dengan enggan aku merayap dalam mobilku, menuju rumahnya untuk mengantarkannya. Dalam hati aku berharap supaya tidak sering berdua dengan Nica saja. Apakah sekarang posisi sudah berubah, aku yang jadi seperti Dian untuk Nica? Sehingga dia hanya memikirkanku saja dengan dan dalam cara-cara yang tidak sehat? Beban kepalaku bertambah berarti kalau itu benar.

------------------------------------------

38552010.jpg

"Lho mbak?" sapaku ke Mbak Mayang saat kami berpapasan di pintu lift.
"Hei, apa kabar?" balasnya ramah. Senyum manis yang sudah lama tidak kulihat. Karena selama ini aku selalu sibuk dengan Nica, maka aku sudah lama melewatkan Anggia dan Mbak Mayang. Teringat masa-masa dimana aku selalu berhubungan seks dengan dia. Tanpa ikatan, tanpa hubungan, tanpa komitmen, semuanya terlihat begitu mudah pada masa itu.

"Apa kabar pacarmu?" tanyanya sambil menunggu lift.
"Ah... itu..." aku speechless
"Loh kenapa?"
"Putus mbak..."
"Lho.... sayang banget..." aku hanya menghela nafas mendengar komentarnya. "Kamu kalo butuh temen ngobrol kasih atau aja...."
"Boleh Mbak..." jawabku ringan.
"Malem ini juga boleh lho... Mumpung si kecil gak ada..." Aku menelan ludah, membayangkan hal lain di kepalaku. Kenapa Anggia dan Mbak Mayang mendadak tiba-tiba muncul lagi setelah aku putus dengan Nica.

------------------------------------------

"Saya pusing Mbak" aku membuka obrolan dengan Mbak Mayang. Kami ditemani oleh minuman hangat di meja makannya. "Saya ngerasa berat pacaran sama dia... Dia terlalu banyak berkorban buat saya, dan saya gak ngerasain hal yang sama dengan yang dia rasain..." curhatku.

"Berat ya kayaknya buat kalian berdua" komentarnya
"Beratan di dia kayaknya"
"Tapi baru kali ini aku liat kamu ngomongin masalah mantan lancar banget, dulu pas ngomongin Dian susahnya minta ampun..." Aku terdiam mendengarnya.
"Kamu masih sayang ama Dian atau gimana sih?" tembaknya langsung, dengan senyum manisnya yang khas. Aku memberanikan diri membahasnya.

"Di satu sisi....... Saya pengen banget ketemu dia lagi, tapi tiap liat, denger namanya, atau ngebahas, rasanya masih gak enak banget....." Mbak Mayang hanya tersenyum mendengar jawabanku. "Yang pasti keputusan untuk bareng Nica kemaren itu sekarang jadi hal yang gak enak buat saya ama dia. Dia banyak ngarep, sayanya gak bisa ngasih apa-apa karena kepala saya di tempat lain. Celakanya dia sikapnya banyak nunggu saya berubah, dan di dalam kepalanya, yang ideal itu saya sama dia" penatku terasa lebih lega setelah membahasnya sekian panjang.

"Berarti sekarang kamu kayak Dian buat Nica?" tanyanya.
"Kayaknya"
"Kamu mesti jaga jarak..."
"Susah, sekantor dan dia bisa dibilang anak buah saya....."
"Gak coba ditegasin aja? Dia dari cerita kamu soal kejadian tadi kayaknya masih ngarep banget..."
"Gak tau Mbak... Kita liat nanti aja deh......" bicara dengan Nica panjang lebar mungkin akan malah makin menjebak narasiku ke dia. Lagipula sejauh ini belum ada hal yang harus kukhawatirkan dari dia. "Kamu kayaknya butuh rileks" Mbak Mayang tersenyum penuh arti kepadaku. Pikiranku mendadak terbang jauh ke waktu pertama kali kami berhubungan seks.

"Rileks yang kayak gimana Mbak?" senyumku.
"Kayak dulu... mungkin?" ucapannya meneduhkan hatiku.
Mbak Mayang mendadak bangkit dan mendekatiku. Dia duduk di pangkuanku dengan lembut, meraih bibirku dan menciumnya dengan manis. Kami berciuman cukup lama dan mesra.

Dia bangkit, dan menuntunku. Di perjalanan menuju kamar, dia membuka sedikit demi sedikit bajunya, melemparkannya begitu saja di lantai. Tubuh indahnya dibalut pakaian dalam berwarna hitam. Aku lantas duduk di kasur, tempat ia menuntunku. Dia lantas memelukku yang duduk di kasur dengan erat. "Kasian kamu..." aku merasa nyaman ada di dalam pelukannya. Walaupun kepalaku kemana-mana, tapi rasa hangat dari peluknya sangat membuatku merasa adem dan tenang. Badannya yang indah dibalut pakaian dalam berwarna hitam. Aku membenamkan kepalaku di belahan dadanya, mencoba menerbangkan pikiranku yang berat ini.

"Ini gak sempet kepake kemarin..." bisiknya penuh nafsu, menunjuk ke laci di kamarnya. Di dalamnya ada kondom yang disediakan untuk ami berdua. Untung belum lewat tanggal kadaluarsanya. Mbak Mayang membantuku melucuti bajuku. Aku telanjang bulat, defenseless di depan dirinya.

Entah mengapa itu semua terjadi begitu cepat. Mungkin kami berdua dipicu oleh memori semua hubungan seks yang sudah kami lakukan. Aku beringsut dan tidur telentang di kasurnya. Mbak Mayang bersimpuh di atas kasur, menekan kepalanya dan mencium lembut penisku. Adegan favoritnya. Tanpa tangan, dia mengulum dan menjilati penisku dengan lembut. Nafasnya terdengar stabil, tapi aku tahu dia sedang menahan nafsunya, supaya tidak langsung tertuang tanpa batasan. Berbeda dengan Anggia yang selalu ingin cepat menyelesaikan, atau Nica yang melakukannya dengan ragu apakah aku suka atau tidak, Mbak Mayang melakukannya dengan pasti, selain karena dia menyukainya juga. "Mmmmhhh...." Dia mendesah menikmatinya, karena kulihat perlahan ia meraba-raba vaginanya sendiri.

"Mmmm........." bisa kulihat dia menutup matanya, sambil terus mengulum penisku dengan perlahan. Rasanya luar biasa. Lebih nyaman dari keliaran Anggia dan keraguan Nica. Aku memejamkan mata dengan merasakan luar biasa nikmat saat dia mulai melakukan deep throat. Sangat nikmat dan penuh perasaan.

Aku sangat menikmatinya. What a great and sloppy blowjob. Dia tidak menghiraukan liurnya yang menyelimuti penisku. Dia sangat bersemangat melakukannya. Tak berapa kemudian dia menghentikannya. "enak?" tanyanya. Aku hanya mengangguk bersemangat, sambil berusaha membuka kondom yang dari tadi kugenggam. Dia membantuku memakaikannya, lalu dia melepas celana dalamnya dengan agak buru-buru. Rasa hangat itu muncul ketika dia menduduki penisku.

"Uuuhhhh...." dia mengerang keenakan ketika penisku pelan-pelan masuk ke dalam lubang vaginanya. Mbak mayang lalu berusaha membuka BH nya. Sepasang buah dada yang indah terpampang di hadapanku, siap untuk diremas dan digenggam. Dia perlahan mempermainkan pantatnya naik turun, memberikan kenikmatan yang luar biasa untuk diriku. Anggia dan Mbak Mayang memang selalu berusaha menjadikan seks sebagai hiburan, bahkan alasan sekecil apapun dapat dijadikan pemicu hubungan seksual.

Aku melihat tubuhnya beraksi, menggelinjang dengan indahnya di atas tubuhku. Desahannya menggema di ruangan. Aku berusaha mengimbanginya dengan bangkit, memeluknya, dan mempermainkan puting susunya dengan lidahku. "Mmmhhh.... Ahh... enak banget" bisiknya mesra ke telingaku. "Mbak... geli banget rasanya..." bisikku. "Kamu udah lama enggak ya..." Tanyanya. Hampir aku mengatakan bahwa sejak putus dengan Nica, Anggia selalu berusaha curi-curi kesempatan untuk berhubungan seks denganku. Aku hanya mengangguk pelan, lalu mencium bibirnya dengan ganas.

Kami berciuman dengan tidak sabar. Rasanya badan kami seperti menempel jadi satu. Aku lantas bermanuver, mendorongnya, menjadikan posisi tubuhnya dibawah tubuhku. Aku berganti menyerangnya, satu tanganku menjadi tempat bertumpu badanku, dan tangan satunya lagi meremas buah dadanya dengan ganas. Penisku terus bergerak maju mundur dengan ganasnya. Aku puas melihat reaksi wajahnya. Dia terus meracau tidak jelas, terbawa kenikmatan yang kuberikan. "Uhh... uhh... terus..." ujarnya menyemangatiku. Aku menahan orgasmeku cukup lama. aku menikmati sekali melihat ekspresi kenikmatan di wajahnya.

"Mbak..." bisikku, mengisyaratkan untuk berpindah posisi.

Dia menangkap sinyalku. Dia setuju saat kubalikkan badannya, dan kami berubah posisi. Pantatnya yang bulat menghadap diriku, bersiap untuk diserang. Aku meraih pinggangnya dan mulai kembali. Mbak Mayang sangat menikmati posisi doggystyle ini. Suara paha kami beradu terdengar dengan jelas. "Ahhh..... Aggh...." Mbak Mayang tampak sangat menikmatinya. Aku bergerak aktif memaju mundurkan penisku. Rasanya sudah tidak tahan lagi. Tapi aku harus membuatnya untuk orgasme duluan, sebab mengeluarkan spermaku di wajah atau mulutnya akan terasa sangat memuaskan. Seorang ibu rumah tangga manis yang berlumuran sperma. Fantasiku liar kemana-mana.

Aku akhirnya menegakkan badanku, mencoba untuk makin membuatnya merasakan sensasi tegangnya penisku di dalam vaginanya. Aku terus berusaha membuatnya merasakan kenikmatan sembari meremas-remas pantatnya. "Uuuh...." kurasakan badannya menegang. Aku selalu suka reaksi tubuh perempuan sebelum merasakan orgasme. Aku bergerak ke depan, menangkap tubuhnya dan memeluknya, sambil mencari kesempatan meremas buah dadanya. Aku dapat melihat mukanya mengekspresikan kenikmatan yang iya rasakan. "Terus... iya gitu... terus... Ahhhh...." Badannya menegang dalam pelukanku. Kurasakan gelinjangnya dan reaksi badannya yang luar biasa. "Uhhhh..." Tubuhnya lantas terkulai lemas dalam pelukanku, dan aku masih meremas dadanya dengan penuh nafsu.

Aku mencabut penisku, dan membiarkan dia telentang dibawah tubuhku. Aku lantas membuka kondomku, dan menyodorkan penisku ke arah mulutnya.

"Mmmmhh..." Dia langsung menyambutnya. Aku tak kuasa ikut aktif mengocok penisku di dalam mulutnya. "Mmmh... pelan-pelan..." dia tak kuasa langsung menerimanya di mulutnya. Aku mengeluarkan spermaku dengan brutal di mukanya. Dia tampak menikmatinya dengan membuka mulutnya. Mukanya basah, berlumur spermaku. Setidaknya malam ini kepusingan di kepalaku terangkat sedikit.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

desain10.jpg

"Mas... Minggu depan mereka minta rapat lagi" bahas Nica di mejaku.
"Oh oke, kamu sendiri bisa kan?"
"Belum bisa Mas"
"Kok?"
"Kalau mutusin sesuatu di rapat kayaknya bukan tanggung jawab saya"
"Kamu tampung dulu aja, nanti kita bahas bareng-bareng satu tim"
"Mereka suka minta cepet mas"
"Jadi?"
"Saya pasti terbantu banget kalo Mas ikutan ada di rapat" tegasnya dengan pandangan tajam. Aku menyerah. Membayangkan akan ada perbincangan macam apa lagi di dalam mobil.

"Oh iya" lanjutnya lagi.
"Kenapa?" tanyaku
"Bisa asistensi hari ini gak Mas buat design nya"
"Tapi sekarang udah mau balik...." sanggahku.
"Harus selesai besok soalnya kan Mas" aku menyerah lagi. Aku harus pulang agak lambat dari kantor ini. Dengan Nica di kantor, sementara kulihat anak-anak lain di ruanganku sudah mulai beres-beres pulang.

"Ya udah..." jawabku sambil menghela nafas.

------------------------------------------

"Sip, paling besok kamu revisi dikit aja untuk background nya" ujarku tanpa semangat. Waktu sudah menunjukkan jam setengah 9. Yang di kantor hanya ada aku, Nica dan ob yang memang menginap di kantor.

Nica membereskan kertas dari atas mejaku, tapi dia tak beranjak untuk pulang. Dia hanya duduk begitu saja, sambil menatapku dengan muka yang aneh.
"Ada apa?" aku memberanikan diri bertanya.
"Gak apa-apa" jawabnya dengan nada berbohong.
"Gak pulang?" tanyaku berbasa basi sambil mematikan laptop.
"Nanti mesen gojeknya" dia memang selalu pulang pergi ke kantor menggunakan layanan ojek online.
"Pesen sekarang aja biar ga kelamaan nunggunya"
"Udah lama kita gak ngobrol" mendadak dia membuka pembicaraan ke arah lain.
"Kan tadi baru ngobrol"
"Itu ngomongin kerjaan...." mukanya tampak memelas.
"Maksudnya?"
"Soal kita"
"Soal kita gak ada apa-apa lagi..." jawabku gusar.
"Kita harus cari cara bikin bener lagi"
"Yang bener ya gini Nica..."
"Kantor sepi ya..." ujarnya aneh sambil membuka kancing kemejanya.
"Kamu mau ngapain?" kagetku. Dia tidak menjawabku, dan terus membuka kancing kemeja putihnya di hadapanku, memperlihatkan buah dadanya yang mungil dan proporsional, berbalut bh berwarna hitam. Seluruh kancingnya kini terbuka.

"Kamu masih mau?" ujarnya dengan muka penuh harap sambil memegang kedua buah dadanya.
"Aku kangen kamu..." lanjutnya.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
What a lucky bastard.. Tapi kasian banget Nica, jadi desperate melakukan segala cara.
 
Bimabet
THE LUCKY BASTARD – PART 19

----------------------------------------

eco-dr10.jpg


Dengan gusar aku menyetir ke apartemen, agak mengebut. Gila. Masih terbayang jelas adegan tadi, saat Nica berusaha menggodaku. Dia terlihat begitu nekat dan penuh harap. Kata-kata itu masih terngiang-ngiang di kepalaku.

"Please....."
"Gila kamu ya" jawabku tanpa berusaha marah.
"Gak ada yang bisa liat kita disini"
"Kita gak bisa kayak gini, pake bajunya lagi" tegasku. Nica masih menatapku penuh harap.
Aku lantas langsung bangkit dan memasukkan laptopku ke dalam tas tanpa sempat mematikannya. Aku jalan keluar dengan agak buru-buru. Aku bahkan tak berani melihat dia dari sudut mataku.

Aku tak pernah berpikir dia akan senekat itu. Aku tahu dia masih tidak rela hubungan kami berakhir, tapi tindakan seperti tadi, jika kuladeni, hanya akan melukai kami berdua lebih dalam lagi.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

yolo-i10.jpg

"Gila" komentar Anggia.
"Ya kan" Aku menceritakan kejadian kemarin malam pada Anggia sambil makan siang.
"Hebat doi..."
"Kok kayak gitu lo bilang hebat?"
"Berani banget si Nica... Lo apain aja sebelomnya sampe kayak gitu?" Anggia tampak takjub mendengarnya. Aku malah menggerutu.

"Hai guys" Rendy mendadak datang ke meja makan.
"Lho" aku bingung
"Lah kirain lo tau ada gw" bingung Rendy
"Kagak"
"Nah karena lo semua udah dateng, kita mesti ngobrolin Bali lebih lanjut" Anggia tampak bersemangat.
"Ya ampun Nggi, pake sok surprise Rendy dateng kesini segala" keluhku.
"Heboh amat ngajakin rapat cuma buat ke Bali" sinis Rendy. Tapi toh dia datang juga, karena memang dimanapun Anggia meminta dia datang, Rendy pasti mau datang.
"Hari kerja lagi..." Keluhku
"Ini hari libur gw" senyum Rendy.

"Jadi gue udah berhasil minta izin ke om gue buat pake Villanya"
"Jadi kemaren itu belom ijin?" kagetku.
"Diem dulu, nah buat kamar di atas yang tidur disana gue ama calon pasangan gue" jelasnya.
"Calon pasangan elo?" bingung Rendy.
"Gue bilang diem dulu. Nah dibawah ada empat kan, atur sendiri lah kalian berdua gimananya, mau sekamar juga boleh. Ntar ada avanza nganggur disana, katanya pake aja, jangan lupa bensinin. Sayangnya cuma ada satpam, tapi ga ada pembantu...... Terus anu apa ya...... Nah jangan berisik soalnya villanya kan kayak di townhouse gitu, dan tempat parkirnya komunal"

"Jangan bilang lo udah manggil Rendy macet-macet cuma buat ngomong gini doang Nggi" kesalku.
"Gapapa kok men" jawab Rendy dengan muka penuh harap melihat Anggia.

"Terus, tiket tar kalian transfer ke gue kan, udah gue talangin dulu" ujarnya
"Ya ampun terus apa lagi" aku kesal mendengarnya.
"Kalian mesti jadi wingman gue" Mukanya sumringah aneh.
"Wingman?" heran kami berdua.
"Gue harus dapet cowok bule. Mudah-mudahan katolik juga biar ga ribet kalo dia pengen nikah ama gue." Aku menepuk jidatku.

"Gak penting sumpah" kesalku.
"Siap bu" Rendy berseru. Aku tahu dia hanya ingin melihat Anggia tersenyum.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

01937310.jpg

Aku kembali ada di mobil bersama Nica. Kami habis rapat. Rapat yang harusnya bisa ia lakukan sendiri. Aku bingung, kenapa dia menggunakan pekerjaan sebagai senjatanya. Sudah dua kali sebelumnya, waktu rapat yang minggu lalu, dan beberapa hari lalu ketika asistensi malam-malam. Mataku berusaha terus melekat ke jalanan.

"Sekarang langsung pulang apa ke kantor?" tanyaku.
"Kantor"
"Bukannya udah malem?"
"Adrian mau jemput aku, soalnya mau ngobrol ama Papa, sekalian pada makan di luar" jawabnya tanpa ekspresi.
"Oh" responku pendek.
"Kamu mau ikut?" tawarnya dengan aneh
"Enggak"
"Kenapa?"
"Ngapain aku sok-sok ada disana?"
"Karena aku pengen"
"Udah lah Nica.... Kita udah bukan siapa-siapa lagi"
"Atau kamu anterin aku aja ke restorannya" jawabnya tanpa menghiraukan argumenku.
"Stop... Kalau kamu kayak gini terus, kita berdua bisa gak move on"
"Kamu gak pernah move on dari Dian....." aku menelan ludah mendengarnya.

"Stop"
"Kamu gak pernah stop mikirin Dian"
"Please stop"
"....." Nica terdiam, tampaknya dia mencoba menahan tangisnya. Aku semakin tak sabar sampai ke kantor, berharap dia tak bicara lagi malam itu.

------------------------------------------

desain10.jpg


Aku lega melihat Fortuner hitam terparkir di depan kantorku. Aku belum pernah melihat mobil itu sebelumnya. Kuharap itu mobil Adrian. Setelah kuparkirkan mobilku, aku bergegas turun, melihat Adrian di teras kantor, dengan setelan yang necis, merokok, ditemani oleh Anggia.

"Belom balik Nggi?" sapaku.
"Eh, baru mau, tapi nemenin dia dulu, kasian dari tadi sendirian" senyum Anggia ramah.

Nica langsung berlalu ke dalam, mungkin mengambil tasnya atau membereskan mejanya sebelum pulang.
"Habis dari mana bro?" sapa Adrian.
"Rapat"
"Yang sabar ya" bisiknya.
"Hah?"
"Gue ngerti soal kalian"
"Oh...."
"Santai aja, emang belom dewasa dia, ngerengek curhat mulu ngomongin elo"
"Aduh... Maaf Dri" Anggia memperhatikan kami berdua tanpa suara.
"Gak usah minta maaf, biasa kali" ujarnya santai sambil tetap merokok.

Nica keluar dengan tasnya tanpa suara. Adrian tampak kalem dan membuka mobilnya. Tanpa permisi Nica langsung masuk ke dalam mobil Adrian. Adrian lalu berpamitan pada kami dan segera menaiki mobil.

Aku menghela nafas, duduk di teras kantor sambil merokok, sambil melihat mobil fortuner itu hilang perlahan.

"Geblek" komentar Anggia.
"Parah emang.... Dia persisten gitu lagi Nggi tadi di mobil" jelasku.
"Bukan Nica"
"Hah"
"Itu sepupunya kan?"
"Iya"
"Ganteng"
"Ya ampun Nggi...."

"Sumpah ganteng banget... Gue jadi horny...." Anggia tampak bersemangat. "Kayak Hugh Jackman versi Indonesia" lanjutnya dengan muka sumringah. "Kerjaannya apa?" tanyanya dengan antusias.

"Gak tau Nggi"
"Tajir kayaknya"
"Mereka sekeluarga emang tajir"
"Makmur dong gue entar"
"******. Kejauhan lo mikirnya" aku menanggapinya dengan agak gusar.

"Suruh dia ikut ke Bali dong..." perintah Anggia
"Ya kali...."
"Plis"
"Impossible"
"Minta nomer hapenya dong..." rajuk Anggia.
"Ga punya"
"Minta Nica"
"Lu aja Nggi"
"Duh sumpah ganteng banget... Brewoknya itu lho....."
"Ya ampun Nggi.... Gak segitunya juga kali"
"Sumpah gue jadi horny banget"
"Please behave dong..." Keluhku.
"Orangnya juga udah ga ada kali"
"Duh jadi ngebayangin ama dia"
"Puas-puasin aja Nggi" balasku sekenanya sambil mematikan rokok di asbak.
"Kalo malem ini lo ama gue tapi gue bayangin dia boleh gak?"
"Nggi..."
"Please.. lo juga pusing kan gara-gara Nica?"

Aku menelan ludah mendengarnya. Sepertinya tidak ada yang bisa menghentikan Anggia dari mendapatkan apapun yang dia mau.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd