The EX 02 - Chapter 07 H
Timeline : 2009 Juli
Flashback ke masa dimana Intan masih PKL.
--POV Intan--
Hari ke 10
Tak terasa sudah 10 hari aku PKL. Sebentar lagi akan kembali ke kampus dan mengubur sudah semua skandal ku di desa ini. Entah apa aku akan kangen dengan keperkasaan pak Darno atau tidak setelah ini. Yang jelas aku sudah harus kembali dan bekerja di kampung halaman ku. Sudah rindu untuk pulang kerumah lagi setelah lulus nanti.
Setelah bu Yati memeriksa mbak Sari hari ini ternyata sudah boleh pulang besok siang. Kesempatan terakhir aku dan Lisa untuk observasi hanya sampai hari ini. Jadi kami tak menyia-nyiakan kesempatan. Hari ini kami kembali menginap di klinik. Aku dan Lisa sudah membawa baju ganti untuk malam ini. Tetapi betapa cerobohnya aku, aku tak membawa celana dalam ganti untuk malam ini. Hanya membawa bra, baju atasan dan bawahan saja. Aku baru sadar setelah sore ini ingin berganti pakaian. Sekitar jam 7 malam. Andai saja aku menyadarinya dari tadi siang.
Akhirnya aku meminta tolong ke mas Rijal untuk kembali mengantarkan aku ke rumah pak Darno dengan membawa tas baju ganti ku. Di jalan kami pun mengobrol.
Intan : “mas Rijal, maaf ya mas nganterin saya lagi malam ini.”
Rijal : “gak apa kok mbak”
Intan : “eh tapi mas, kok lewat sini?”
Rijal : “iya mbak saya ada perlu sebentar.” jalan yang kami lewati ke arah rumah pak Darno yang biasanya lewat tepi sawah, entah kenapa sekarang berbelok ke arah hutan. Karena aku percaya dengan mas Rijal akhirnya aku tak bertanya lagi. Mungkin saja memang ada keperluan sekalian mengantarkanku malam ini. Tapi ternyata aku salah…
Mas Rijal berhenti di sebuah gubuk yang sedang ramai. Aku pun bertanya-tanya dalam hati.
Pak Tejo : “oi jal, lama amat?”
Rijal : “sabar pak. Masih juga jam segini. Yuk mbak Intan turun dulu sebentar.”
Intan : “eh… iya mas.” aku melihat ada pak Tejo, pak Lukman, pak Nur, pak Ipul, dan pak Udin sedang main kartu. Rata-rata bapak-bapak ini sudah berumur. Ya seumuran dengan pak Darno mungkin.
Pak Lukman : “yuk mbak Intan masuk dulu di gubuk saya ini.” ternyata ini adalah rumah dari pak Lukman. Rumahnya hanya diterangi lampu minyak yang remang-remang.
Intan : “ah enggak pak makasih, saya tunggu disini saja.”
Tiba-tiba ada yang merangkul pundakku.
Pak Tejo : “ayo mbak masuk dulu lah.”
Intan : “eh pak...” pak Tejo pun mendorongku masuk ke dalam gubuk. Aku sadar ada yang tidak beres dengan hal ini. Aku berusaha menolak, tapi tenaga pak Tejo lebih kuat. Aku terdorong masuk kedalam rumah pak Lukman.
Intan : “lepasin pak!” tapi pak Tejo tidak melepaskan cengkramannya pada pundak ku.
Pak Tejo : “jangan takut mbak. Hehe”
Intan : “kalian mau ngapain sih! Mas Rijal, kenapa aku dibawa kesini!” pak Udin dan mas Rijal ikut masuk kedalam rumah lalu pak Lukman menutup pintunya dari dalam, sedangkan pak Nur dan pak Ipul masih diluar. Rumah gubuk ini mirip seperti 1 kamar kecil saja seperti gubuk-gubuk yang sering aku lihat di desa ini. Hanya ada 1 dipan yang beralaskan tikar anyaman dan lemari kayu kecil. Lantai nya juga masih tanah liat. Ukuran ruangan ini cukup kecil, mungkin hanya 3x4 meter.
Mas Rijal : “hehe… tenang dulu mbak Intan. Jangan marah-marah gitu dong. Nanti cantiknya hilang.”
Intan : “apa sih mas maksudmu! Tolong lepasin aku!” karena aku masih meronta akhirnya pegangan pak Tejo lepas. Aku berusaha lari keluar walau aku tahu pintunya sudah ditutup oleh pak Lukman. Tapi pak Udin sigap memegang tangan kananku dan membuat pak Tejo punya kesempatan untuk menyergapku lagi. Kini tangan kanan dan kiri ku dipegang oleh mereka. Aku menatap mereka semua dengan penuh emosi untuk menutupi ketakutan ku saat ini.
Intan : “lepasin !!!” tangan pak Lukman menyentuh dagu ku.
Pak Lukman : “cantik ya memang. Gak salah pak Darno kesengsem sama mbak Intan. Gak mau bagi-bagi.”
Intan : “apa maksudmu !!!”
Pak Lukman : “kita-kita disini sudah pada tau kok mbak kalau mbak ada main kan sama pak Darno.” aku terdiam mendengar omongan pak Lukman karena aku tak bisa menyangkalnya juga.
Pak Udin : “kami juga mau dong mbak kayak pak Darno. Gak ada cewek secantik mbak di desa ini.” aku masih berusaha melepaskan diri, meronta agar bisa kabur meski tak mungkin. Dari luar ada yang menutup jendela. Mas Rijal maju mendekati ku yang masih dipegang pak Udin dan pak Tejo. Lalu mas Rijal mulai meraba-raba payudaraku.
Mas Rijal : “wah bener guede pak susune.”
Pak Lukman : “wes puas-puas no sek ae Jal.”
Intan : “AHH… LEPASIN !!!” mas Rijal mulai meremas-remas payudaraku.
Mas Rijal : “wuih gedean susu mu mbak timbangane bojo ku.”
Pak Lukman : “percuma mbak mbengok, gak onok sing nulungi nang kene.”
Pak Tejo : “sudah nikmatin aja lah mbak.” pak Tejo dan pak Udin mulai menelikung tangan ku kebelakang, membuat postur tubuhku membusung kedepan. Hal ini tak disia-siakan oleh mas Rijal yang masih menikmati payudaraku.
Karena tak tahan lagi atas perlakuan mereka, aku mencoba menendang mas Rijal yang berada didepanku. Tetapi kaki ku berhasil dipegang olehnya.
Pak Tejo : “wah galak ternyata. hahaha”
Intan : “LEPASIN !!!”
Mas Rijal : “wes gak usah kesuen wes pak. Ayo angkat ae nang dipan.” kedua kaki ku diangkat oleh mas Rijal dan badan ku di angkat oleh pak Tejo dengan dipeluk dari belakang. Kemudian aku dibaringkan diatas dipan. Aku yang masih meronta berhasil melepaskan diri lagi tapi kembali, kedua tangan ku dipegang oleh pak Tejo dan pak Lukman.
Pak Udin : “sek gak nyerah pengen kabur arek e. Haha”
Intan : “LEPASIN SAYA PAK !!!”
Pak Lukman : “iya nanti kami lepasin kok, setelah kami puas. Hehehe”
Intan : “ENGGAK !! AKU ENGGAK MAU !!!”
Pak Lukman : “gak usah jual mahal deh mbak. hahaha”
Pak Udin : “wes kene Jal, sikil e aku ae sing cekeli. Awakmu ndang dimulai.” kaki ku sekarang dipegang oleh pak Udin, sedangkan kedua tangan ku dipegang oleh pak Lukman dan pak Tejo.
Tak lama kemudian mas Rijal mulai membuka bajunya. Aku melihat tubuhnya yang hitam legam dan berotot mulai naik.
Intan : “UGH” dia mulai menghempaskan tubuhnya duduk diatas perutku dan tangannya mulai kembali menggerayangi payudaraku.
Intan : “MAS !!! SUDAH MAS !!! LEPASIN AKU !!!”
Mas Rijal : “iya mbak ini mau aku lepasin. Hehehe” tangan mas Rijal mulai melepaskan kancing bajuku satu persatu dari atas sampai akhirnya terlepas semua.
Mas Rijal : “wuih, mulus men. Susune ketok urat e. Pak. onok gunting a pak?”
Pak Lukman : “onok jal. Sek cekelono tangane sek” tangan kanan ku dipegang oleh mas Rijal sekarang dan pak Lukman mengambil gunting di lemarinya.
Intan : “mas… jangan mas… jangan...” aku mulai takut dia akan melukai ku meski aku masih meronta-ronta. Gunting itu dimainkan diatas bongkahan payudaraku, lalu mulai diselipkan ke belahan dan mas Rijal berniat menggunting bra ku. Tangan ku kembali dipegangi Pak Lukman dan mas Rijal mulai menggunting bra yang kukenakan. Dan akhirnya tubuh bagian atas ku sudah terbuka semua, hanya menyisakan baju seragam ku yang masih menggantung saja tidak digunting oleh mas Rijal.
Mas Rijal : “hahaha… pentil e ireng men pak. Koyok bojo ku ae. Wah perek temen arek iki jane. Wes akeh yo sing nyusu. Hahaha” aku merasa terhina ketika mereka menyoroti areola ku yang memang lebar dan air mata ku mulai mengalir.
Pak Tejo : “kok saiki meneng. Hahaha wes pasrah palingo ya.”
Pak Lukman : “wes ndang sikat Jal...” mas Rijal menarik jilbabku sampai lepas dan mulai menciumi leherku sambil meremas-remas payudaraku. Aku memejamkan mata dan menoleh kekiri tak ingin melihat mereka lagi. Tapi dengan kasarnya mas Rijal yang sudah bernafsu memegang kepalaku agar menghadap ke dia lalu menciumku dengan ganas sampai aku susah bernafas. Aku menatapnya dengan penuh emosi. Tak ku kira malam ini aku diperlakukan sehina ini.
Hawa dingin malam ini tak sanggup mendinginkan suasana gubuk yang semakin panas. Keringat pun mulai membasahi tubuhku. Bukan hanya keringatku sendiri, tapi juga keringat dari mas Rijal yang menetes ditubuhku. Aku pun menahan gejolak nafsuku yang mulai bangkit karena dirangsang oleh mas Rijal dengan terus meremas-remas payudaraku. Mas Rijal yang sedari tadi menciumi bibirku mulai berpindah ke payudaraku lalu menghisap kuat-kuat putingku dan menggigitnya sesekali.
Intan : “UUAACHH… ” aku kembali menggeliat seperti tersetrum karena rangsangan-rangsangan yang dilakukannya. Kedua payudaraku menjadi bulan-bulanannya sudah, bergantian diremas dan dihisapnya.
Intan : “ENGGGHHHHH…..” Tak lama kemudian aku menggapai orgasme pertama ku hanya dengan dirangsang seperti ini. Tangan ku mengepal dan masih dipegangi oleh pak Lukman dan pak Tejo. aku berusaha menahan gejolak ini namun tak bisa. Cairan kewanitaan ku pun mengalir deras membasahi celana yang masih kukenakan.
Pak Udin : “eh katok e teles rek. Hahaha. Wes banjir ae mbak iki.” pak Udin yang sedari tadi memegangi kaki ku menyadarinya ketika aku mengejan dan squirting sampai bagian selangkangan celana ku basah.
Pak Lukman : “enak yo mbak. Hehe. sek tas 5 menit mbak. Kepuyuh sampek an. Wes Jal wes teles arek e. Ndang diplorot ae.”
Mas Rijal : “iyo wes pak.” tak lama kemudian mas rijal beringsut ke bawah dan menarik lepas celana sekaligus celana dalam ku dibantu pak Udin. terpampanglah sudah area bawah tubuhku di hadapan mereka sekarang dan mas Rijal mulai melepas celananya. Aku melihat batang panjang dan hitam itu mengacung tegak. Meski gubuk ini remang-remang tapi aku masih bisa dengan jelas melihat penis mas Rijal yang rasanya sama besar dengan milik pak Darno. Tetapi lebih berurat dan berotot.
Aku berusaha mengatupkan kaki ku meskipun itu tindakan yang sia-sia. Tak lama kemudian kaki ku dipegang oleh pak Udin dan pak Tejo, sedangkan kedua tangan ku dipegang oleh pak Lukman
Intan : “mas… jangan mas… tolong… jangan...” aku mulai bergidik ngeri membayangkan penis seperkasa itu akan mengobrak-abrik kewanitaanku.
Mas Rijal : “wes ta mbak, nikmatin ae lah. Hehe” dia mulai menempatkan posisinya diantara selangkanganku dan meraba-raba kemaluanku.
Intan : “mas… jangan… jangan mas...” aku merasakan 1 jarinya mulai menggesek labia mayoraku dan mulai bergerak keluar masuk di dalam vaginaku.
Mas Rijal : “gak loro kok mbak, hehe, malah enak kok. Wes teles yo an. Anggepen ae nulungi aku sing mari ngene kudu poso gak oleh ngentu mbek bojo ku.” kemudian dia menarik jarinya dan menuntun penisnya yang mengerikan itu ke arah vaginaku. Tak lama aku merasakan kepala penis nya sudah menempel dan mulai menekan masuk membuka lubang vaginaku.
Intan : “mas sudah mas… jangan… AAAAAAAHHHHHHHH” tiba-tiba dia menyentakkan penisnya langsung menerobos vaginaku yang membuatku berteriak karena kepala penisnya terasa memukul lubang rahimku. Tanpa ampun mas Rijal mulai menggenjotku dengan kencang membuat dipan ini mulai berderit.
Intan : “AAHHHH...AAAAAHHHHHH...AAAAHHHHH….AAAHHHH” aku mulai berteriak-teriak seiring dengan tusukan-tusukan yang membentur lubang rahimku. Kini tangan ku sudah ditahan oleh mas Rijal sembari dia bertumpu untuk menggenjotku semakin kencang. Kaki ku juga sudah tidak ditahan lagi yang membuatku menghentak-hentak bebas. Sorak sorai bapak-bapak yang lain melihat ku diperkosa oleh mas Rijal juga memenuhi gubuk ini.
“Terus jal… hajar terus… hahaha”
“Gae en meteng jal… hahaha”
“Sing kenceng neh Jal… ayo mosok sek enom alon alon… hahaha”
Aku sudah tak tau siapa saja yang meracau karena aku sendiri sedang kelojotan dihajar mas Rijal sedemikian kencangnya. Bahkan aku dengar ada yang menyuruh mas Rijal untuk menggenjotku lebih cepat lagi.
Tak sampai 5 menit aku orgasme dan squirting lagi. Mas Rijal tetap tidak juga memperlambat tempo nya. tusukan demi tusukannya membuat kewanitaanku semakin ngilu rasanya. Aku pun meringis karena menahan rasa ngilu dan nikmat yang menjadi satu. Payudaraku yang besar ini pun mengayun ayun cepat karena tempo genjotan mas Rijal yang sangat kencang. Kepalaku sampai terantuk-antuk ke dinding triplek gubuk ini karena dorongan kuat dari mas Rijal.
Intan : “HHHHHH….MAS...HHHHHHH...AAAAHHHHH…..OOOOOGGGHHHHH” Tak sampai semenit kemudian aku mencapai orgasmeku lagi. Jantungku semakin berpacu kencang seperti mau mati rasanya.
Mas Rijal lalu melepas cengkramannya di pergelangan tanganku dan mulai mengangkat kakiku ke atas pundaknya. Beberapa detik saja aku dapat beristirahat rasanya sebelum dia mulai menghujamkan lagi penisnya didalam vaginaku. Tubuhku terangkat sedikit dan aku sekarang bisa melihat lebih jelas kalau penis mas Rijal ternyata belum masuk semua. Padahal sedari tadi aku merasakan kalau penisnya sudah membentur lubang cervix ku. Aku menyimpulkan kalau penis mas Rijal ternyata lebih panjang daripada punya pak Darno.
Intan : “mas… ampun mas… ampun… jangan lagi… ampun...” aku pun memohon ampun ke mas Rijal agar dia segera menyudahi ini semua. Tapi dia malah tersenyum puas melihatku terkapar seperti ini. Tak lama kemudian…
Intan : “AAAACKKK….AAAAHHH… AAAAAHHHH… AAAAAHHHHH...” mas Rijal kembali menghujamkan penisnya sambil berusaha menusuk lebih dalam. Aku pun mulai berteriak-teriak kesakitan dan tanganku mulai menggebrak-gebrak dipan. Tanpa ampun mas Rijal menghujamkan penisnya sampai akhirnya aku orgasme lagi… dan lagi...
Kedua tangan mas Rijal yang semula memegangi paha ku, sekarang mulai turun bertumpu dan meremas-remas payudaraku. Membuat tubuhku semakin tertekuk. Tetapi posisi ini membuatnya tak menekan-nekan lubang rahimku terlalu kuat. Walau masih kurasakan vaginaku penuh dengan penisnya yang mengerikan itu. Sekitar setengah jam, aku disetubuhi dalam posisi ini. Sampai akhirnya…
Mas Rijal : “ah mbak intan… aku sudah gak tahan lagi...” aku pun terkejut. Dengan sisa sisa tenaga ku aku memohon kepadanya.
Intan : “Mas.... Mas…. jangan didalam MAS….NGGGHHHH” tapi mas Rijal mala menciumku dan tak lama kemudian dengan sentakan keras aku terbelalak karena aku merasakan cairan panas menyembur kuat masuk kedalam rahimku.
Intan : “NGGGHHHHHHH…. NGGHHHHHH...” tubuhku yang masih tertekuk ini ditahan olehnya sekitar 1 menit sampai dia puas mengeluarkan seluruh spermanya didalam rahimku dan akhirnya dia mencabut penisnya. Lalu meninggalkan ku yang terkapar di atas dipan sendirian. Sudah hampir pingsan rasanya karena jantungku yang terpacu kencang ini.
Pak Udin : “wah edan koe Jal. hahaha”
Pak Tejo : “mbok tok e nang jero jal?”
Mas Rijal : “iyo lah pak. Hehe… jarang jarang kan oleh cewek ayu koyok bidadari ngene.”
Pak Tejo : “haha iyo seh”
Mas Rijal : “wes sopo gantian mari ngene?”
Pak Lukman : “wes pak Tejo sek ae ketok e wes gak sabar. Iku ngaceng e ketok nemen mari ndelok awakmu mau.”
Pak Tejo : “yo wes giliran ku yo. Hahaha”
Pak Tejo ini type bapak-bapak berperawakan tinggi dan yang paling gemuk diantara mereka semua. Ukuran penisnya sepertinya tak sepanjang mas Rijal. Namun karena dia gemuk, ukurannya lebih besar. Dia mulai melepas seluruh pakaiannya dan mendekatiku yang masih terkapar di atas dipan. Dengan sisa-sisa tenaga ku, aku duduk beringsut ke tembok dibelakangku.
Intan : “pak jangan pak...”
Pak Tejo : “gak usah takut begitu mbak… hehe” aku berusaha mendorong tubuh pak Tejo yang sudah mendekatiku dan menjamah tubuhku. Tapi kaki ku ditarik dan aku terbanting diatas dipan kemudian dengan sigapnya pak Tejo sudah menindih tubuhku. Aku masih berusaha mendorong tubuhnya yang kini sudah berada diatasku. Pak Tejo dengan sangat bernafsu mulai berusaha mencium bibirku.
Pak Tejo : “hehe seru gini ya mbak kalau mbaknya ngelawan.”
Intan : “pak… sudah pak… jangan… aku gak mau...”
Sekuat tenaga aku berusaha menggeliat dan mendorong tubuh pak Tejo. Namun dengan sigapnya tanganku dicengkeram dan kembali pergerakanku dikunci olehnya. Kembali dia berusaha menciumku. Tetapi karena aku terus menghindari ciumannya, akhirnya dia mengalihkan serangannya ke payudaraku.
Intan : “ungghh… pak… jangan… ungghhh...” pak Tejo mulai menciumi payudaraku yang membuatku kegelian. Nampaknya dia gemas dengan bongkahan payudaraku yang bergoyang bebas ini.
Intan : “pak… jangan… lepasin...” aku tetap meronta-ronta.
Pak Lukman : “butuh bantuan ta Jo? Kangelan ketok e. Hahaha”
Pak Tejo : “gak usah pak. Wes ta jok ganggu ae. Hehehe”
Pak Tejo mengunci tangan ku di atas kepalaku dengan tangan kanannya, membuat tangan kiri nya bebas meremas-remas payudara kananku.
Pak Tejo : “sayang men mbak ayu ayu ngene, susune guede sisan, dadi bojo ke 3 ku ae yok opo. Hehe”
Intan : “gak sudi aku !! cuih!!” aku meludahi mukanya. Pak Tejo nampak marah. Tatapan nya seram kearahku. Payudara kanan ku tiba-tiba dicengkeram dengan sangat kuat membuatku menjerit kesakitan.
Intan : “AAAAHHHH...SAKIIITTTT...” dia mencengkeramnya sekuat tenaga.
PLAKKK… PLAKKK.. PLAKKK… pak Tejo mulai menampar-nampar payudara ku.
Pak Tejo : “mangkane ojok kurang ajar. Wes talah, nikmati ae.”
Intan : “ampun pak...”
Dengan paksa dia membuka kakiku dengan kedua kakinya, membuatku kembali mengangkang. Dia mulai menempatkan penisnya tepat di kemaluanku dan langsung memaksa masuk.
Intan : “NNGGGHHH… AACCKKKK… AAACKKK...” aku kembali menjerit-jerit ketika dia sudah mulai menyetubuhiku. Sudah 2 penis yang mengobrak-abrik kemaluanku malam ini. Tubuhnya yang gemuk juga menindihku, membuat ku susah bernafas. Meski genjotannya tak sekencang mas Rijal dan tak beritma. Namun tetap saja aku sudah orgasme berulang kali rasanya dalam waktu singkat ini. Mungkin tubuhku sudah seperti ini dari dulu, gampang sekali terangsang.
Intan : “AAAHHH… SUDAH PAK… AAAAHHHHH….” pak Tejo terus menyetubuhiku dalam posisi misionaris. Sekitar 10 menit kemudian kuncian di tangan ku dilepaskannya dan ini membuat kedua tangannya dengan bebas meremas-remas kedua payudaraku. Tangan ku yang sudah terbebas kembali mencoba mendorong tubuhnya yang sedang menyetubuhiku ini. Karena tak berhasil, aku yang terus melawan akhirnya mencakar mukanya. Membuatnya kembali marah dan kini menampar pipiku. PLAKK…
Pak Tejo : “hehe sek ngelawan ae mbak iki...” aku hanya bisa menatapnya dengan penuh kebencian. Dia tetap menggenjotku dan terus meremas-remas payudaraku dengan kuat.
Berulang kali aku menggelepar karena mendapatkan orgasme bertubi-tubi. Tulang-tulangku seperti dilolosi dari sendi sendinya. Kini perlawanan ku sudah mulai melemah dan lebih ke pasrah menerima ini semua.
Intan : “AAAHHH… PAAKKK… AAAAHHHH… AHHHH...”
Pak Tejo : “jerit aja sesukanya mbak… hahaha… ”
Intan : “AAAHH… PAKK… AKU GAK KUAT LAGI… AAAHHHH...” entah sudah keberapa kali aku orgasme sekarang. Pak Tejo pun semakin mempercepat genjotannya dan nafasnya mulai tak beraturan. Lalu memelukku erat-erat.
Pak Tejo : “ah mbak Intan… bapak juga keluar… ah...” sroot...srott...sroott…
Intan : “AHHH… PAK… JANGAN… DIDALAM… AAHHH”
Rahimku kembali disirami benih untuk kedua kalinya malam ini. Pak Tejo menyemprokannya cukup banyak rasanya karena sampai meleleh keluar. Entah mungkin karena rahimku sudah penuh dengan sperma mas Rijal sebelumnya atau memang sperma Pak Tejo juga sangat banyak. Pak Tejo tetap memelukku sambil nafas kami sudah tak beraturan sampai aku merasakan penisnya mulai mengecil dari dalam.
Pak Tejo : “terimakasih ya mbak bidan… hehe… ” pak Tejo mencium pipiku lalu turun dari atas dipan dan kembali mengenakan pakaiannya. Aku hanya bisa terdiam ngos-ngosan tak ada tenaga lagi sekarang. Aku hanya berusaha sekuat tenaga jangan sampai aku pingsan sekarang. Aku takut apa yang terjadi dengan ku kalau aku sudah tak sadarkan diri. Tetapi aku sudah tak ada tenaga lagi untuk melawan mereka. Apakah aku akan menyerah begini saja?
Pak Lukman : “wes puas Jo? Hahaha”
Pak Tejo : “iyo pak uwes aku, enak pak sek seret, masio wes di hajar Rijal.”
Pak Udin : “aku sek yo pak. Wes gak sabar aku pak pengen nyusu. Susu ne nggemesno.”
Pak Lukman : “yo wes ndang. Mari ngono aku Din.”
Pak Udin yang perawakannya hampir mirip dengan pak Tejo mulai mendekatiku dan melepas seluruh pakaiannya. Penisnya pun sama-sama panjang dan besar seperti 2 orang sebelumnya.
Pak Udin : “makin seksi ae mbak iki nek keringeten ngene. Mulus mbak susumu. Hehe” pak Udin duduk di tepian dipan dan mulai mengelus-elus tubuh ku. Aku yang masih terengah-engah hanya bisa pasrah jarinya bermain-main di payudaraku.
Pak Udin : “sek mbak klambine dicopot ae. Wes teles poll iki lho. Hehe” baju seragam ku yang masih aku kenakan sedari tadi yang hanya dibuka kancing depannya saja sekarang dibantu pak Udin untuk melepas semuanya. Pak Udin menyangga tubuhku yang sudah tidak kuat lagi bergerak, menyandarkan ku di tubuhnya dan mulai menarik lepas baju seragam ku. Setelah itu dia mulai merebahkan tubuhku lagi. Dengan lembutnya dia mulai menciumi dan menjilati seluruh inci tubuhku. Membuat ku kegelian dan menggelinjang.
Pak Udin : “weh memekmu wes lengket-lengket ngene mbak. Peju mu Jo akeh men. Sek nyeleh lap.” lalu pak Lukman melemparkan jilbabku yang terjatuh di bawah dan itu digunakan pak Udin untuk mengelap vaginaku yang belepotan sperma pak Tejo. Tangannya yang menggesek-gesek kemaluanku membuatku semakin kegelian. Pak Udin kembali memancing nafsuku dengan menggesek-gesek kelentitku sekarang. Lama-lama jarinya masuk 2 kedalam vaginaku dan mulai mengocok dengan cepat. Karena tak tahan lagi aku pegang tangannya untuk berhenti dengan kedua tangan ku.
Intan : “AHH… PAK… AAHH...” tiba-tiba kembali aku squirting lagi.
Pak Udin : “hehe enak yo mbak.”
Aku hanya ngos-ngosan sudah tak bisa menjawabnya.
Pak Udin : “ayo mbak njengking (nungging)” nampaknya dia ingin menyetubuhiku dengan gaya doggystyle. Dengan sisa-sisa tenaga ku, aku pun menurutinya. Entah karena aku sudah menyerah atau tak ingin melihat muka mereka ketika mereka memperkosaku.
Pak Udin : “nah nek nurut ngene kan enak.” aku merasa pak Udin bergeser kearah belakangku dan tangannya mulai mengelus-elus punggungku. Lalu mulai perlahan turun ke pantatku.
PLAKK… pantat ku ditampar olehnya.
Pak Udin : “bokong mu yo semok men ngene mbak. Hehe” kedua tangannya sekarang mulai meremas-remas pantatku dan aku merasakan ada benda tumpul yang mulai menggesek di belahan vaginaku.
SLEPPP….
Intan : “AAACHHHHHH….” aku kembali menjerit ketika penisnya yang besar itu langsung dijejalkan ke dalam. Pak Udin mulai menyetubuhi ku dengan brutal. Penisnya keluar masuk dengan cepat di dalam kemaluanku. Diperkosa dalam posisi ini entah kenapa memberiku sensasi lain. Seperti ada tenaga tambahan yang mengalir di tubuhku. Bisa dibilang aku keenakan dan akhirnya aku mengimbangi genjotan pak Udin. kami bergerak maju mundur seirama membuat dipan ini berderit kencang.
Intan : “aahh.. Ahhh.. ahhhh… enak pak… aaahhh...” teriakan ku sebelumnya mulai berubah menjadi desah-desah keenakan. Mungkin aku sudah tak sadar ketika aku mengucapkan “enak”.
Pak Udin : “oh.. Mbak… goyangan mu enak ngene mbak… ohh...”
Intan : “aahh… iya pak… terus pak… enak… ooohhh… ooohhhhsss… aku dapet pak...ooohhh” tak lama kemudian aku kembali orgasme. Pak Udin terus menggenjotku dengan semangat. Tangannya sekarang sudah berpindah meremas-remas payudaraku dari belakang. Dengan kedua tangannya dia bermain dengan payudaraku. Ditarik-tarik kearahnya seiring gerakan tusukan penisnya didalam vaginaku. Tak hanya itu, terkadang putingku yang sudah mencuat keras ini di pelintirnya dengan jari-jarinya. Sambil sesekali menarik rambutku yang panjang ini.
Intan : “ahhh.. Pak… enak pak… aahhhh” mereka yang mendengar aku mendesah-desah sekarang semakin bersorak sorai. Aku pun mendengar pintu dibuka dan pak Nur serta pak Ipul ikut masuk kedalam sekarang karena pintunya dibukakan oleh mas Rijal. Mereka ber 5 sekarang menonton persetubuhanku dengan pak Udin. rasanya gubuk ini semakin pengap dan panas. Bayangkan saja 7 orang berada dalam gubuk sempit berukuran 3x4 ini dengan pintu dan jendela tertutup. Riuh ricauan mereka serta tawa mesum pun memenuhi ruangan ini bersama dengan desahan ku dan pak Udin.
Rasanya sekarang sudah 30 menitan pak Udin menyetubuhiku dalam posisi doggy style ini tiba-tiba gerakannya semakin cepat.
Intan : “aahhh.. Pak… aaahhh… ooohhhh…”
Tangan pak Udin berpindah dari sebelumnya meremas-remas payudaraku, sekarang berpindah ke pundakku. Menekan agar sodokan nya lebih dalam. Aku pun merasakan seperti lubang rahimku ingin ditembus oleh kepala penisnya.
Pak Udin : “AH… AHH… AAHHH” sroott...sroooot… srooott...
Intan : “PAK!!! OOOOOHHHHH….” aku seperti melolong seiring dengan sperma pak Udin yang menyembur deras mengisi rahimku. Lubang rahimku pun serasa gatal dan berkedut-kedut dari dalam seperti menyedot-nyedot penisnya agar spermanya mengisi penuh kedalam.
Aku kembali ambruk dengan posisi masih menungging ketika pak Udin melepaskan cengkramannya pada pundakku karena tangan nya kembali meremas-remas pantatku.
Pak Udin : “memekmu enak men mbak, sek seret tapi nek nyedot gak kalah mbek rondo.” sampai 5 menitan rasanya dia membiarkan ku pada posisi ini sampai akhirnya penisnya mengecil dan ditariknya dari dalam. Aku pun ambruk diatas dipan lagi dan pak Udin sudah turun.
Pak Lukman : “wes mari ngene giliran ku.”
Pak Nur : “wah aku yo pengen pak.”
Pak Ipul : “aku sek rek wes ngenteni ket mau nang njobo.”
Pak Lukman : “lah sek talah aku sek.”
Pak Tejo : “wes timbangane rebutan, garapen barengan wong telu lak wes.”
Pak Lukman : “nah ayo wes.”
Aku yang mendengar ini sedikit bergidik ngeri karena aku belum pernah bermain langsung dengan 3 orang sekaligus.
Intan : “pak… jangan pak… satu-satu ya… pak… aku layani… tapi… satu-satu ya pak...” dengan sisa sisa tenaga ku, aku berusaha bernegosiasi dengan mereka. Tapi ternyata mereka tak mendengarkan ku. Pak Lukman, pak Ipul, dan pak Nur langsung melepas pakaian mereka dan mendekati ku. Penis mereka bertiga juga berukuran super jumbo seperti yang lainnya. Aku heran kenapa di desa ini para lelakinya memiliki penis yang panjang dan besar.
Intan : “pak jangan pak… ” aku kembali berusaha menolak mereka tapi mereka langsung menyerangku. Pak Lukman menelentangkan aku kembali dibantu pak Nur yang memegang kaki ku. Lalu pak Lukman naik diatas tubuhku, dan menjepitkan penisnya diantara kedua payudaraku lalu mulai digesek-geseknya di belahanku ini. Sedangkan pak Nur mulai membuka kaki ku. Sedangkan pak Ipul menyodorkan penisnya ke mulutku.
Pak Ipul : “ayo mbak di mut sek mbak.”
Intan : “mmmmmmm...mmmmmhhh...mmmhhhh...” aku berusaha mengatupkan mulutku yang terus disodori penisnya. Kepala penisnya menggesek-gesek bibirku sekarang. Aku juga merasakan ada benda tumpul yang mulai menggesek-gesek vaginaku.
Intan : “AH….OOGHH...OOGGHH...OOGGGHH” tiba-tiba saja pak Nur sudah melesakkan penisnya kedalam vaginaku membuat ku terkejut dan tak sadar aku membuka mulutku. Kesempatan ini tak disia-siakan oleh pak Ipul yang segera menusukkan penisnya kedalam mulutku. Karena ini membuatku gelagapan dan susah bernafas. Penisnya yang panjang ini langsung menyeruak kedalam tenggorokanku. Terlebih lagi penisnya cukup berbau tak sedap. Sekarang 3 orang sedang memperkosaku bersamaan dan membuatku kewalahan.
Untungnya sekitar 5 menit kemudian pak Ipul mencabut penisnya dari mulutku dan pergi dari hadapanku. Aku kira dia mungkin sudah cukup dan ingin menunggu giliran saja. Ternyata aku salah, pak Nur mencabut penisnya dan sekarang berganti pak Ipul yang menyetubuhiku.
Intan : “AHHH...PAKK...NGGGHHHH… NGGGGHHHH….” pergantian penis dengan cepat ini memicu orgasmeku. Aku mengejan hebat. Cairan kewanitaanku kembali muncrat dan ini memudahkan pak Ipul untuk menggenjotku dengan kencang.
Tak lama kemudian pak Lukman menyodorkan penisnya ke mulutku dan akhirnya mulai menggenjot mulutku sekarang.
Intan : “OOOGGGHHH… OOGGGHHH… OOOOGGHHH” kembali rasanya aku kesusahan bernafas. Pak Nur gantian sekarang yang mempermainkan payudaraku. Diremas-remas dan dihisapnya bergantian kiri kanan. Seperti tak ada habisnya seluruh tubuhku dipermainkan mereka.
Sekitar 10 menit kemudian pak Ipul mencabut penisnya.
Pak Ipul : “sek man ganti posisi.” sambil menepuk pinggangku. Pak Lukman pun berhenti menghujamkan penisnya dimulutku.
Pak Lukman : “hahaha ganti yok opo pul?”
Pak Ipul : “digenjot nang ngisor ae Man.” lalu mereka menurunkan ku dari atas dipan kebawah. Gubuk ini masih beralaskan tanah liat dan aku diposisikan menungging. Yang lainnya mulai berpindah mengelilingiku.
Tak lama kemudian pak Ipul kembali menyetubuhiku dari belakang dengan gaya doggystyle.
Intan : “ahhh...pak….ahhhh….” kembali aku mendesah dibuatnya. Lalu dengan kasarnya pak Lukman menjambak rambutku dan kembali menjejalkan penisnya di mulutku. Dengan begini aku disodok berbarengan dari depan dan belakang. Aku hanya bisa mengerang-ngerang tidak jelas sekarang. Lengan dan lututku perih rasanya tergesek-gesek tanah liat yang masih berbatu ini. Terlebih lagi payudaraku menggantung bebas juga ikut berayun tergesek-gesek juga. Apalagi kecepatan sodokan mereka sangat-sangat brutal. Pak Nur sekarang hanya bisa menciumi area punggungku saja.
Kurang lebih 15 menitan pak Lukman menarik lepas penisnya dari mulutku dan nampak penisnya berlumuran air liurku. Sekarang posisinya digantikan oleh pak Nur dengan pak Ipul tetap menyodok vaginaku dari belakang. Tapi ini tak berlangsung lama, posisi pak Ipul sekarang digantikan oleh pak Lukman. Pak Ipul sekarang menepuk-nepukkan penisnya di punggung ku yang basah dengan keringat ini.
Karena sudah tak tahan melihatku disetubuhi pak Lukman , pak Ipul, dan pak Nur secara bergantian ini, ketiga orang lainnya mulai terangsang dan mulai mengocok penis mereka masing-masing. Sekarang setelah 15 menit, posisi pak Lukman digantikan kembali oleh pak Nur. sedangkan pak Ipul kembali menjejalkan penisnya di mulutku. Kalau aku tak mau mengulum penis mereka, maka mereka akan menjambak rambut panjangku kembali sampai akhirnya mulutku bisa dijejali oleh penis mereka, bahkan pantatku juga jadi bulan-bulanan tamparan mereka.
Secara bergiliran sekarang mereka bertiga menyetubuhiku. Sampai aku tak kuat lagi rasanya. Sudah ingin pingsan, tapi aku berusaha untuk tetap kuat. Rasanya kurang lebih sudah 2 jam sejak mereka bertiga bergantian menyetubuhiku sekarang. Tak sadar air mata ku berlinang karena aku kesusahan bernafas. Dan sekarang yang berada didalam vaginaku adalah penis pak Lukman. Dan dimulutku penis pak Nur.
Pak Nur : ”pak Lukman, gantian sek pak. Aku wes gak kuat. Ate ngecrot.” lalu pak Lukman mencabut penisnya dan minggir untuk memberikan posisinya ke pak Nur. tak lama kemudian aku kembali merasakan penis pak Nur menyeruak masuk dan bergerak dengan kencang.
Intan : “aahhs...ahhhhs…. Ahhhhss” aku meracau tak jelas sekarang karena mulutku sudah terbebas tak dijejali lagi. Lalu pak Nur menarik lenganku yang membuatku sekarang bertumpu kelantai ini dengan tubuh bagian depanku. Sekarang pipiku dan payudaraku sudah bersentuhan dengan tanah yang kasar dan dingin ini sambil digenjot dengan brutal oleh pak Nur.
Croott...ccrooott...crooot… pak Nur akhirnya berejakulasi didalam vaginaku. Aku hanya bisa terbelalak menerima semburan spermanya. Tangan ku ditarik kencang-kencang olehnya ke belakang seperti mau terpelintir rasanya agar penisnya masuk semakin dalam kedalam vaginaku.
Setelah pak Nur puas, sekarang posisinya digantikan oleh pak Ipul yang kembali menggenjotku dengan posisi yang sama. Sampai akhirnya 5 menitan kemudian dia juga memuntahkan spermanya didalam. Aku sudah tak kuat lagi, sudah ngos-ngosan dan jantungku berdebar terlalu kencang. Sampai-sampai aku sudah tak kuat lagi mempertahankan posisi ini dan akhirnya ambruk. Tak menyia-nyiakan kesempatan, pak Lukman kembali menelentangkan ku dan kembali menyetubuhiku dengan posisi misionaris. Pandanganku mulai kabur sekarang. Sudah tak kuat lagi ingin pingsan rasanya. Mulutku hanya bisa menganga lebar seperti ikan yang terdampar didaratan. Dalam pandangan ku yang kabur ini aku melihat 3 orang sebelumnya (mas Rijal, pak Udin, dan pak Tejo) mengocok penisnya di dekatku dan spermanya disemburkan sesuka mereka. Aku tak yakin siapa saja tapi aku menerima semburan sperma di payudara, perut, dan muka ku.
Sekitar 15 menit kemudian, kaki ku diangkat ke pundak pak Lukman dan dia menghujamkan sedalam-dalamnya lalu menyemburkan spermanya ke dalam rahimku. Perut bawahku seperti menggembung sekarang rasanya. Karena entah kenapa secara naluri vaginaku menyedot-nyedot penisnya lubang rahimku menerima semua semburan spermanya. Dan akhirnya aku dibiarkan terkapar dibawah setelah pak Lukman puas. Aku yang sudah hampir pingsan ini sudah tak jelas lagi mendengar mereka berbicara apa saja. Yang aku tahu mereka semua akhirnya memakai kembali pakaian mereka dan keluar dari gubuk ini.
Sekitar 30 menit kemudian, dengan sedikit tenaga ku yang sudah pulih, aku mencoba bangkit. Dengan terhuyung-huyung aku duduk kembali di atas dipan. Aku merasakan tubuhku sakit semua, terlebih lagi rasanya kemaluanku perih. Cukup lama mereka menyetubuhiku bergantian. Pandangan ku yang mulai jelas melihat jam dinding yang tertempel di gubuk ini. Sudah jam 2 malam ternyata. Ini berarti sekitar 7 jam mereka menyetubuhiku. Aku pun tertunduk lesu dan mulai menangis. Mendengar suaraku mereka ber 6 masuk lagi kedalam gubuk.
Pak Lukman : “eh si mbak Intan sudah bangun. Makasih loh mbak, sudah puasin kami. Hehehe” Aku memandangnya dengan muka penuh kebencian. Aku pun menutupi tubuhku yang telanjang ini hanya dengan kain jilbabku yang kutemukan disebelahku.
Intan : “sudah, puaskan kalian semua !!! **** ” dengan emosi aku mengumpat mereka. Mereka hanya tertawa mesum menanggapi ku.
Pak Tejo : “iya dong mbak, puas banget malahan, malem-malem dapet bidadari kayak mbak. Hehehe” sambil mendekatiku dan mencolek payudaraku.
Intan : “aku laporin kalian nanti ke pak kades !!!”
Pak Lukman : “laporin aja mbak, kalau mbak mau hubungan mbak sama pak Darno kebongkar.” seketika itu aku terdiam. Aku tak ingin merusak rumah tangga pak Darno.
Pak Lukman : “palingan kalau terbongkar nanti pak Darno disuruh nikahin mbak Intan. Atau nggak paling kalian ber dua diarak dulu keliling kampung. Hahaha”
Pak Tejo : “iya mbak, itu artinya mbak akan dinikahkan paksa secara adat desa ini dan mbak akan tetap tinggal disini. Tau kan artinya. Hehehe” mereka semua mulai tertawa lagi.
Pak Lukman : “sudah sekarang mbak tutup mulut saja. Toh juga kita sama-sama puas. Wes Jal anterno balik wes. Haha” kemudian mereka semua keluar dari gubuk dan mas Rijal memberikanku tas berisi baju ganti ku tadi. Aku tak mungkin mengenakan kembali baju seragam ku tadi yang sudah lusuh dan kotor. Setelah itu aku memakai kembali pakaian ku dan meninggalkan gubuk nista ini diantar mas Rijal kembali kerumah pak Darno awalnya.
Intan : “kearah mana kita nih mas!”
Mas Rijal : “ke rumah pak Darno mbak.”
Intan : “gak usah, antar aku balik ke klinik aja sekarang !” dengan masih emosi aku menyuruh mas Rijal untuk putar balik ke arah klinik. Sesampainya disana aku segera ke kamar mandi yang berada diluar untuk membersihkan tubuhku dulu sebelum masuk ke dalam klinik. Mas Rijal juga kembali menunggu di depan klinik. Setelah sedikit membilas tubuhku dengan air dingin malam ini, aku masuk ke dalam klinik. Ini semua agar Lisa tak curiga dengan ku. Walau dia pasti bertanya-tanya kenapa aku kembali dengan masih tanpa mengenakan bra. Karena bra ku juga sudah dirusak tadi.
Lisa : “lama amat Tan, dah jam 3 nih. Kemana aja sih?”
Intan : “iya maaf maaf lama. Sudah gantian jaga gih, kamu tidur dulu sana.”
Lisa : “iya gantian jaga lho”
Intan : “iya iya… bawel deh...”
Akhirnya Lisa pun tidur dan aku berjaga sekarang, setelah itu aku coba mencari-cari obat pencegah kehamilan di rak obat. Tapi nampaknya sudah kehabisan tak bersisa. Sekarang aku sudah bingung harus bagaimana lagi. Hanya berdoa agar kejadian barusan tak membuatku hamil. Lagian 1 hari lagi aku juga sudah kembali ke Malang. Kembali ke kost ku di dekat kampus. Aku kembali menangis mengingat-ingat kejadian barusan yang menimpaku. Pengalaman pertamaku di perkosa 6 orang.
Keesokan paginya aku pamit ke bu Yati untuk kembali ke rumah pak Darno dan hari ini terakhir kami membantu di klinik ini. Hari ini gantian aku diantar pak Rahman sedangkan Lisa dengan mas Rijal. Tak lupa kami berpamitan dengan mbak Sari dan memberikannya ucapan selamat lagi untuk kelahiran anaknya.
Hari ke 12 di desa ini, akhirnya aku pamit dengan keluarga pak Darno dan juga ke pak Kades. Mereka merasa sangat berterima kasih untuk bantuan kami di desa mereka. Kami pun diantar ke terminal bus terdekat untuk kembali ke kota Malang. Tak lupa pak Kades memberi kami amplop berisi uang yang lumayan (500ribu) masing-masing untuk rasa terimakasih bantuan jasa kami di desanya. Berakhir sudah PKL kami di desa ini.
Tiga Minggu Kemudian
“Hoek… hoek… duh gak enak bener badan ku rasanya...” pagi ini rasanya aku mual-mual dan kepala ku pening. Aku yang sekarang sudah di kost sendiri tak bisa minta pertolongan siapapun ketika sakit begini. Lisa minggu ini sudah pulang ke kampung nya terlebih dahulu, tinggal aku sendirian di kost. Kembali aku teringat dengan kejadian yang menimpaku di desa itu. Aku segera melihat kalender dan benar saja sudah telat 2 minggu dari jadwal menstruasiku. Segera aku ambil testpack di laci dan ternyata benar saja hasilnya membuatku menangis. Aku positif hamil dan tak tahu ini hasil benih siapa.