The EX 02 - Chapter 15
Timeline : 2011 Maret
--POV Tono--
Hari ini jadwal giliran ku untuk menjaga toko. Sekarang pekerjaan ku dan Ramdan lumayan terbantu dengan bertambahnya 1 personil untuk giliran jaga toko. Namanya Eko, dia orang dari desa yang putus sekolah dan butuh pekerjaan. Seumuran dengan Hasan tapi sudah tak sekolah lagi semenjak lulus SD. Selama ini dia hanya jadi kuli panggul di pasar. Karena dia butuh pemasukan yang lebih pasti meski kecil maka aku dan Ramdan pekerjakan di toko. Disamping itu juga, dia sering membantu mengangkat barang ke dalam gudang toko.
Eko kerjanya juga cukup rajin walau terkadang lupa dengan harga barang dan harus melihat catatan. Karena tak punya tempat tinggal juga, maka aku dan Ramdan mengijinkannya tinggal di toko. Hitung-hitung sekalian jaga toko dan kalau ada supplier kirim barang bisa di masukkan ke gudang sewaktu-waktu tanpa harus menungguku atau Ramdan terlebih dahulu. Tapi sekarang aku jadi tak bisa mengajak Intan untuk berbuat di Toko lagi.
Sedikit gambaran tentang Eko ini, dia jawa madura, berkulit gelap karena memang tinggal di pasar secara nomaden. Badannya kurus dengan tinggi badan sekitar 170cm dan kekar karena memang selama ini jadi kuli panggul di pasar. Dia kurang lancar berbahasa Indonesia dan lebih sering berbicara dengan bahasa lokal disini. Setidaknya aku masih bisa paham dengan bahasa yang dia maksud.
Kami rekrut dia karena aku dan Ramdan akan sibuk sebentar lagi untuk mengerjakan skripsi yang tertunda. Ibuku sudah berulang kali menelpon ku untuk segera kembali saja ke Surabaya dan menyelesaikan skripsi ku dirumah. Karena ibuku khawatir bila aku tak bisa konsen kalau sambil bekerja. Ibu juga ingin melihatku lulus menjadi wisudawan sebelum ajal menjemput. Ya… saat ini ibuku sudah di diagnosa dengan kanker stadium akhir yang bisa sewaktu-waktu bisa merenggut nyawanya. Tak hanya ibu ku, tapi Intan juga menuntutku untuk segera lulus karena dia juga sudah mendapat tekanan dari keluarganya untuk segera menikah. Bahkan tak jarang Intan mengatakan kalau aku tak segera melamarnya, mungkin dia akan dijodohkan oleh orang tuanya.
Tapi aku sendiri belum siap untuk pulang ke Surabaya. Aku masih belum sembuh dari masa lalu ku dengan Rency. Sampai sekarang pun terkadang aku masih merindukannya. Aku tak ingin pulang ke Surabaya karena kemungkinan nanti aku bisa bertemu kembali dengan Rency. Rasa bersalahku dan ketidak beranian ku dalam mengambil keputusan saat itu selalu menghantuiku. Harusnya aku saja yang bertanggung jawab. Bukan lari seperti sekarang. Meski sekarang aku sudah punya Intan yang menemani, tetap saja tak bisa membuatku melupakan Rency. Memang dasar akunya yang kurang bersyukur sekarang sudah mempunyai ganti Intan.
Intan sekarang kalau pulang sore dari shit pagi juga sering membantuku di Toko agar aku bisa off dulu sambil mencicil skripsi. Selain itu dia juga mengawasi ku agar tidak malas-malasan. Maksud dia baik, dia ingin aku segera lulus kuliah. Tapi yang namanya mengerjakan skripsi kadang juga ketika tidak dapat moodnya juga tidak selesai. Alhasil yang aku kerjakan seperti sia-sia. Sudah 1 judul ditolak oleh dosen pembimbingku dan sekarang aku sedang mengerjakan proposal judul ke 2.
Sore ini Intan mau ke toko dan seharusnya sebentar lagi dia datang. Tadi pagi tidak kuantar ke RS jadi dia bisa kesini (toko) naik motor sendiri. Aku sudah jarang untuk antar jemput Intan lagi sekarang. Tak lama kemudian aku melihat Intan datang sedang parkir di depan toko ku.
Eko : “mas itu mbak Intan datang.” Eko memberitahuku.
Tono : “udah tau ko, itu aku juga keliatan kok.” aku pun kedepan menyambutnya.
Tono : “lelah bener yank kelihatannya. Hehe” kulihat mukanya nampak lelah dan dia juga belum ganti baju. Masih mengenakan seragam dinasnya hari ini.
Intan : “iya yank namanya juga baru pulang kerja langsung kesini aku. Gimana skripsinya?”
Tono : “proposalnya dikit lagi kelar langsung ku kirim kok.”
Intan : “nah gitu dong. Eh yank nanti malem habis tutup toko ke cafe baru yuk.”
Tono : “hah? Yang dimana?”
Intan : “itu lho temen SMA ku si Santo kan buka cafe baru. Hari ini dah buka. Barangkali kan kita di kasih diskon yank. Hehe”
Tono : “oh ya udah oke oke. Tapi langsung gitu dari sini?”
Intan : “iya, lama kalau pulang dulu.”
Tono : “idih… bau asem kamu tuh. Hahaha”
Intan : “ya udah aku mandi dulu deh. Tadi gak sempet di RS buru-buru kesini aku. Aku mandi di belakang ya.”
Tono : “iya sana yank.” Intan langsung ke belakang menuju ke kamar mandi. Memang letak kamar mandi nya di dekat gudang. Dia memang selalu bawa baju ganti setelah selesai dari RS.
Aku kembali ke meja tempat ku mengerjakan proposal skripsi ku tadi dan melanjutkannya. Sebenarnya sudah tidak mood untuk melanjutkan sore ini. Eko juga sedang melayani pelanggan sore ini. Tak banyak, hanya 2 orang beli sembako karena memang sudah sore dan Eko nampak bisa menghandle sendiri kerjaan ini. Ramai nya kalau pagi sekitar jam 6 sampai jam 10.
Sudah 15 menit Intan mandi tapi belum balik kedepan lagi. Keisengan ku mulai muncul lagi.
Tono : “ko, tolong cek dibelakang. Intan kok gak balik-balik ya. Sekalian ambil stok minyak goreng buat taruh di depan ya.”
Eko : “iya mas.” Eko segera beranjak kebelakang mengecek Intan. Aku membayangkan bagaimana kalau Eko mengintip Intan yang sedang mandi. Apakah yang akan terjadi kalau seandainya benar-benar terjadi. Tapi ternyata tak lama kemudian Intan dan Eko bersamaan kedepan membawa beberapa minyak goreng untuk di display di depan. Intan membantu Eko untuk menata barang-barang jualan. Mereka nampak akrab karena memang Intan gampang akrab dengan orang. Bahkan Intan juga sudah kenal dengan penjual disekitar. Ditambah lagi Eko juga tipe “orang pasar” yang mudah bergaul dengan orang lain. Mereka juga menata barang sambil bercanda.
Nampaknya setan kembali menghasut pikiran ku. Aku membayangkan, bagaimana kalau Intan ada affair dengan Eko. Intan yang berkulit putih dan lembut itu serasa kontras dengan Eko yang hitam legam karena memang biasa bekerja kasar. Bagaimana jika Intan berhubungan badan dengan Eko. Mungkin Intan akan digenjot brutal oleh Eko sambil Intan berteriak-teriak minta ampun. Membayangkan ini semua membuatku “tegang” dan senyum-senyum sendiri.
Intan : “hayooo ngelamunin apa? Sudah kelar belum yank?”
Tono : “belum nih dikit lagi.”
Intan : “ya udah kelarin cepetan. Jangan ngelamun.”
Tono : “iya iya” akhirnya aku menyelesaikan proposal skripsi ku dengan terpaksa. Intan dan Eko sekarang melayani pembeli yang masih datang sore ini.
Sekitar 2 jam kemudian sudah selesai dan ku kirim ke email dosen pembimbingku.
Tono : ”nah udah nih.”
Intan : “akhirnya. Sudah dikirim?”
Tono : “sudah dong yank. Ya udah aku mandi dulu ya.”
Intan : “iya sana cepetan.”
Aku pun mandi dan sengaja aku lama-lamakan agar Intan makin akrab dengan Eko. Sambil mandi aku membayangkan lagi kejadian yang ada di pikiranku tadi. Karena tak tahan lagi, aku pun onani sendiri didalam kamar mandi. Biasanya aku mandi cukup 10-15 menit, sekarang sampai 30 menitan. Saat aku kembali kedepan, kulihat mereka berdua sedang bersenda gurau. Mereka ngobrol dengan bahasa lokal sini yang aku kurang faham.
Intan : “eh yank lama amat mandinya?” Intan sadar aku melihat mereka dari belakang.
Tono : “hehe mules tadi sekalian boker. Jadi kita ke cafe nya Santo?”
Intan : “jadi yank, sekarang?”
Tono : “iya, boleh. Ko tolong nanti ditutup aja ya rolling door nya separuh.”
Eko : “iya mas.”
Intan : “yuk yank. Pergi dulu ya ko. Jaga tokonya yang bener. Nitip motor juga ya. Haha”
Eko : “siap mbak.”
Setelah itu aku dan Intan pergi ke Cafe Santo dengan motorku. Barang-barang Intan juga ditinggal biar enak tidak membawa tas.
Setelah itu kami berdua di cafe Santo cukup lama, kami juga bertemu dengan Santo yang memperkenalkan istrinya. Karena Intan kenal baik dengan mereka, jadinya kami diberi diskon. Sekitar jam 8 malam kami baru kembali ke ruko. Karena aku juga sebenarnya sudah horny dari tadi gara-gara imajinasiku tadi sore. Akhirnya aku menyuruh Eko untuk keluar sebentar dari ruko.
Tono : “Eko… sudah makan malam belum kamu? Kalau belum ini kamu beli makan dulu ya diluar.” dengan beralasan aku menyuruhnya untuk membeli makan diluar biar Eko bisa pergi dulu dari toko. Aku memberinya selembar uang 50ribu untuk membeli makan.
Eko : “makasih mas.”
Tono : “jangan buru-buru balik ya. Saya mungkin masih lama juga di sini.” Intan tersenyum memandangku seakan dia tau apa yang akan aku lakukan selanjutnya. Setelah Itu Eko pergi dan aku langsung menggandeng Intan masuk kedalam toko. Langsung saja aku gandeng dia ke gudang belakang yang agak gelap dan memeluk nya.
Intan : “eh yank, bentar itu nanti kelihatan sama Eko.”
Tono : “sudah pergi dianya.”
Intan : “mmmmhh… bentar yank.. Mmmmhh… itu belum ditutup...” aku yang sudah tak tahan lagi mulai menciumi Intan sambil melucuti pakaiannya.
Tono : “sudah gak apa, sudah gak ada Eko juga. Hehe” dalam waktu singkat aku sudah melepas jilbab dan kaos luar yang dikenakan Intan. Hanya menyisakan celana jeans dan bra yang masih menempel ditubuhnya.
Intan : “yank.. Bentar ih… nafsu banget sih...”
Tono : “iya nih sudah tegang aku yang.”
Intan : “hayoo mikirin apa nih?”
Tono : “ada deh...” Intan jongkok didepanku dan membuka zipper celanaku lalu penisku yang sudah tegang mulai dikulum olehnya. Aku pun menekan-nekan penisku keluar masuk dengan kasar didalam mulut Intan.
Intan : “ogh.. Oghh… oogghh… ooghh...” penisku yang masuk sampai ke tenggorokannya membuatnya susah bernafas. Kepalanya pun terantuk-antuk ke tumpukan kardus yang berada dibelakangnya. Rasanya sekarang aku seperti sedang memperkosa mulutnya dengan batangku.
Sampai akhirnya Intan mendorong pahaku karena tak bisa bernafas.
Intan : “uhuk...hoek… pelan pelan dong yank... ”
Tono : “hehe maaf sudah gak tahan nih yank.”
Intan lalu berdiri dan melepas celana beserta bra nya. Sampai akhirnya dia telanjang bulat didepanku.
Intan : “kamu rebahan aja yank biar aku yang service kamu.” nampaknya Intan ingin main dengan gaya women on top. Aku pun rebahan di bawahnya dengan beralaskan tikar.
Bless… penisku masuk kedalam kemaluan Intan dan dia pun mulai menggoyangnya diatasku.
Intan : “auch.. Yes… ach… ahh… oohs...” Intan pun mulai mendesah-desah tak karuan. Dia naik turun diatasku sambil meremas-remas payudaranya sendiri. Tanganku menahan pinggangnya agar tetap terjaga tidak lepas karena Intan bergoyang begitu semangat.
Plak plak plak plak… bunyi paha kami yang saling beradu memenuhi gudang yang remang-remang ini. Aku merasakan penisku seperti di pijat-pijat didalam dan juga berulang kali Intan squirting. Rasanya penisku sangat mudah keluar masuk didalam vaginanya.
Intan : “ahs..aahh… ahhhs… ACHHS….” Intan mengejan hebat lalu ambruk diatas tubuhku ngos-ngosan. Rasanya cukup lama Intan menggoyangku tadi sekitar 15 menitan. Ku peluk tubuhnya yang penuh dengan keringat.
Tono : “mmmhhh… slurp...” lidah kami beradu saat aku menciumnya. Dia nampak sangat kelelahan.
Sekarang giliranku beraksi, kubalikkan tubuhnya dan sekarang giliranku menggenjotnya dengan posisi misionaris.
Intan : “aachh… yank… aachh… aachh… ngilu… aachh… oohss...” Intan kembali menggelinjang seiring dengan hujaman penisku.
Intan : “aachhs...aku…. Dapet lagi yank… AACHHS….NNNGGGGHHHH” Intan orgasme sambil memeluk erat tubuhku. Aku tak memberinya waktu istirahat dan terus kuhujamkan penisku didalam kemaluannya dengan kencang karena vaginanya sudah sangat licin oleh cairannya sendiri sedari tadi. Tiap kali ku tusuk dalam-dalam, serasa bibir cervixnya mencium kepala penisku menginginkan untuk segera kusirami.
Intan : “AAHHHS… AAHHSS… YES... YANK...AAAHHHSS… HAMILI AKU YANK… AACCHHHSSSS….” Intan semakin kencang meracau tidak karuan. Tubuhnya mengejan-ngejan dan punggungku tercakar oleh kuku jari tangannya. Aku pun sudah hampir mencapai limit ku.
Tono : “oh… ku keluarin didalam yank… oh...” croot croot croot crooot…. Kuhujamkan penisku dalam dalam sembari menyemburkan spermaku tepat di ujung terdalam. Aku sudah tak memikirkan lagi apakah hari ini aman untuk ejakulasi didalam atau tidak. Sampai akhirnya aku pun puas dan mencabut penisku lalu rebahan disampingnya. Intan bergeser menghadap kearahku dan rebahan berbantalkan tangan kiriku sambil tersenyum.
Intan : “hihihi… keluar banyak banget kamu yank didalam. Mmmuuah...” tangan kiri Intan mulai mengelus penisku yang sudah lemas.
Tono : “hehe iya nih, gak kontrol aku barusan. Maaf ya.”
Intan : “ngapain yank minta maaf, aku puas kok. Pengen kamu hamili juga. Hihihi”
Tono : “haha… eh hari ini aman gak sih?”
Intan : “hmmm… aman gak ya… hehe… ya kalau gak aman kan kamu tanggung jawab kan yank.”
Tono : “iya sih.. Cuma kan belum kelar kuliah nih.”
Intan : “iya sebentar lagi kan lulus. Semangat yank. Muuuah… hari ini aman kok. Palingan nanti aku minum pil aja. hehe” Intan kembali menciumku.
Intan : “tadi tuh loh, kamu kok nafsu amat yank. Stress mikirin skripsi atau bayangin apa nih?” aku sebenarnya punya fantasi yang cukup gila tadi, tapi aku ragu apakah harus aku jujur ke Intan. Karena memang aku tidak se open dulu saat bersama Rency.
Tono : “kayaknya emang stress mikirin skripsi sih.” akhirnya aku tak berterus-terang ke Intan.
Intan : “beneran itu aja? Kamu kan jarang yank bilang ke aku masalah fantasi mu. Curiga aku.”
Tono : “haha iya beneran mungkin stress skripsi aja. Eh yank yuk buruan pakai baju ntar keburu Eko balik kita ketauan kan bahaya.”
Intan : “bahaya kenapa? Kan kamu yang punya toko. Biarin aja sih. Haha.”
Tono : “ya masa nanti kita ke gep Eko, kamu masih telanjang gini yank.”
Intan : “biarin, emang kenapa?” sambil berdiri dan bertolak pinggang sambil membusungkan payudaranya. Seakan ingin memamerkan tubuhnya yang tidak mengenakan apa-apa.
Tono : “yee… kalau Eko pengen gimana? Mau kamu?”
Intan : “emang kamu ijinin?hehe” seperti Intan balik menantangku.
Tono : “ah sudah-sudah nih yang pakai dulu baju mu.” aku pun memberikan bajunya agar segera ia kenakan.
Intan : “hahaha iya iya yank. Aku pakai di kamar mandi deh. Sekalian nih cuci bekas-bekas spermamu. hehe” Intan pun berjalan ke arah kamar mandi. Tak disangka berpapasan dengan Eko yang baru masuk dari depan. Intan nampaknya kaget dan buru-buru lari kedalam kamar mandi.
Eko : “eh mas maaf tadi, ini mas kembaliannya.” Eko menyerahkan uang kembalian dari dia beli makan tadi.
Tono : “lah ngapain ko? Udah itu buat kamu aja semua.”
Eko : “makasih ya mas.”
Tono : “iya sama-sama. Ayo ko ke depan dulu.” Eko pun mengikutiku.
Eko : “anu mas… eee…. Maaf ya tadi saya gak sengaja liat mbak Intan.” sepertinya dia takut kalau aku marah setelah Eko tak sengaja melihat tubuh telanjang Intan.
Tono : “iya sudah gak apa ko.” aku duduk di bangku yang berada di depan toko dengan Eko.
Tono : “anggep aja tadi gak ada apa-apa sudah. Toh kamu juga gak sengaja kan.”
Eko : “iya mas. Maaf ya mas.”
Tono : “iya udah gpp ko.hehe. Udah anggep aja rejeki. Gimana, seksi gak?”
Eko : “iya sih mas.” Eko masih sedikit sungkan menjawabnya.
Tono : “kalau gak seksi, aku juga gak tertarik ko. Haha. kalau menurutmu, bagian mana nya Intan yang bikin kamu tertarik?”
Eko : “waduh saya gak berani mas. Itu kan pacarnya mas. Gak berani bilang saya.”
Tono : “halah sudah santai aja, sesama lelaki ini masa gak mau ngomong terus terang Ko. kamu gak homo kan? Hahaha”
Eko : “ya enggak lah mas. Haha. cuma sungkan saya sama mas.”
Tono : “halah santai aja.”
Eko : “iya mas. Hehe. tadi emang habis begituan ya mas?”
Tono : “iya mangkanya tadi kamu ku usir sebentar beli makan diluar biar bebas aku. Haha. dulu sebelum kamu jaga toko disini juga sering ko. Masa iya tadi ada kamu jaga disini pas aku main sama Intan kan gak enak.”
Eko : “ya kalau mau gitu sih bilang aja mas. Saya bisa jaga diluar kan. Hehe”
Tono : “entar kamu ngintipin ko.”
Eko : “ya saya juga pengen sih mas aslinya. Haha kalau cuma lihat aja sesekali boleh lah mas.”
Tono : “emang gak pengen cobain juga?” aku agak berbisik ke Eko.
Eko : “ah yang bener mas masa iya saya cobain begituan. Sama siapa? Pacar aja saya belum punya mas.”
Tono : “sama Intan lah. Emang gak pengen ngerasain teteknya yang gede itu?”
Eko : “ya kalau ditanya pengen atau enggaknya ya pengen sih mas cuma kan itu pacarnya mas. Masa iya saya berani.”
Tono : “kalau pas gak ada aku gimana? Berani?”
Eko : “ah enggak mas, nanti saya masuk penjara gara-gara perkosaan. Gak berani saya mas. Kalau liat aja berani. Kalau buat nyentuh saya masih takut mas.”
Tono : “haha eko eko.”
Tiba-tiba Intan muncul dari belakangku.
Intan : “hayoo lagi ngobrolin apa?”
Tono : “eh udah mandinya?”
Intan : “udah lah ini dah seger lagi kan.” Eko nampak kikuk melihat Intan, dia hanya berani menundukkan mukanya kebawah.
Tono : “eh yank, ni Eko jadi kikuk tuh. Haha gara-gara gak sengaja liat kamu tadi.”
Intan : “ish dibahas... ” Intan mencubit lengan ku.
Eko : “hehe maaf ya mbak gak sengaja.”
Intan : “iya ko gak apa. Ini nih gara-gara mas Tono lagi nafsu-nafsunya sampai gak liat tempat tadi.” nampaknya Intan juga agak malu.
Tono : “iya iya, udah ya rahasiain ya ko.”
Eko : “siap mas.”
Intan : “eh yank, aku pulang dulu ya.”
Tono : “ku anter sambil convoy gak yank?”
Intan : “gak usah, aku pulang sendiri aja yank. Bye...” Intan lalu menstarter motor nya dan pulang sendiri.
Tono : “ya udah ko, aku juga mau pulang dulu nih. Sorry ya tempat tidurmu tadi jadi alas. Hehe nitip bersihin juga di area belakang ya.”
Eko : “iya mas siap.”
Aku pun pulang ke rumah Ramdan karena demi menghemat pemasukan akhirnya aku tidak kost lagi dan numpang tinggal disana.
Sesampai ku di rumah Ramdan, aku lanjut chatting dengan Intan.
Intan : “yank… sudah dirumah?”
Tono : “udah yank, kamu juga?”
Intan : “iya nih udah, ini aku mau cuci baju. Tapi kok cd yang aku pake tadi pas kerja ilang ya yank. Ketinggalan apa ya tadi di kamar mandi.”
Tono : “hah masa?”
Intan : “iya nih… aduh kok bisa kelupaan aku.”
Tono : “besok aku cek in di Toko ya?”
Intan : “iya deh yank. Semoga aja beneran ketinggalan. Dah aku mau nyuci dulu ya.”
Tono : “ok yank.”
Nampaknya Intan ketinggalan CD yang dia kenakan tadi. Apakah memang ketinggalan atau Eko mengambilnya diam-diam dari tas nya saat aku dan Intan pergi ke Cafe milik Santo tadi sore. Tapi nampaknya Eko masih tak seberani itu.
--POV Hasan--
Hari-hari menjelang ujian semakin dekat, membuatku semakin stress rasanya. Tiap hari harus try out untuk UN. aku melihat jam sudah pukul 9 malam. Rasanya sudah cukup untukku belajar malam ini. Rasa suntuk sudah menumpuk, aku harus lulus. Meski aku bukan yang terpintar di sekolah tapi harusnya aku cukup optimis untuk ini. Hal ini juga yang membuatku enggan untuk melanjutkan kuliah. Itu berarti aku harus lanjut belajar lagi. Aku lebih memilih untuk kerja saja setelah ini. Untung ada kesempatan sementara untuk bantu mas Tono jaga warnet meski cuma di gaji 500ribu perbulan. Setengah dari UMR kota ini. Untuk awal kerja rasanya tak apa. Setidaknya aku sudah memiliki penghasilan sendiri. Aku juga masih tinggal dirumah sendiri, tak perlu bayar untuk sewa tempat tinggal.
Aku keluar dari kamarku dan kulihat bapak, ibu, dan adik ku sedang menonton TV di ruang tamu depan.
Ibu : “sudah selesai San belajarnya?”
Hasan : “sudah bu. Mbak Intan kemana bu? Biasanya ikutan nonton TV.”
Ibu : ”itu mbak mu lagi cuci baju dibelakang. Makan dulu sana San. jangan sampai sakit menjelang ujian.”
Hasan : “iya bu.” aku pun pergi ke belakang untuk mengambil makan.
Aku melihat mbak Intan yang sedang mencuci pakaian di halaman samping dekat jemuran yang agak remang-remang karena penerangan cuma ada lampu dari jendela kamarnya. Dia sedang mencuci dengan mengenakan daster seperti biasa saat di rumah. Entah kenapa penisku tiba-tiba tegang melihat mbak Intan. Teringat kembali dengan keusilan ku akhir-akhir ini menghack FB nya rasanya membuatku semakin tak tahan lagi. Buru-buru aku menyelesaikan makan ku dan segera menemani mbak Intan.
Ku tepuk pundaknya dari belakang.
Intan : “eh… bikin kaget aja kamu San.”
Hasan : “hehe maaf mbak.” aku duduk menemani mbak Intan yang sedang mencuci.
Intan : “mau nitip cucian juga? Sini.”
Hasan : “ah enggak mbak. Udah kok cucian ku.”
Intan : “oh ya udah. Udah selesai belajarnya?”
Hasan : “sudah mbak.”
Intan : “awas ya sampai gak lulus kamu besok.”
Hasan : “kalau lulus minta hadiah dong mbak.”
Intan : “iya mbak kasih hadiah nanti. Mau apa? Hape baru?”
Hasan : “enggak mbak. Gak pengen hape baru kok.”
Intan : “terus mau apa?”
Hasan : “hmm… jalan-jalan ke Yogya yuk mbak. Mbak bayarin tapi. Hehe”
Intan : “iya udah nanti mbak bayarin. Mbak ngajak mas Tono juga ya. Kamu sama Fitri.”
Hasan : “yaah… berdua aja lho mbak. Gimana?”
Intan : “hmm mbak curiga nih kamu mau ngapain. San san.”
Hasan : “ya kata mbak gak boleh ngapa-ngapain Fitri dulu. Hehe. kalau sama mbak boleh kan.”
Intan : “ya udah tapi harus lulus dulu lho.”
Hasan : “hehe siap mbak. Hmm mbak… bentar yuk...” aku berdiri sambil membenarkan posisi penisku yang sudah tegang.
Intan : “enggak ah San. cucian mbak belum selesai. Lagian bapak sama ibu juga masih belum tidur kan.”
Hasan : “yah mbak, bentar aja dong mbak. Cuciannya tinggal dibilas kan mbak.” sambil ku raba-raba pundaknya.
Intan : “san… bapak sama ibu belum tidur tuh. Nanti kalau ketahuan gimana?”
Hasan : “hmm di belakang sana kan aman mbak. Hehe” aku mengajak mbak Intan ke area belakang rumahku. Disana ada celah sekitar 1 meteran antara dinding belakang rumah dengan tembok pagar belakang. Selebihnya aman dibalik tembok belakang rumah hanya ada kebun orang. Apalagi tidak ada lampu dan gelap jadi seharusnya aman.
Intan : “san.. Mbak capek san... jangan sekarang ya.” mbak Intan tetap menolak. Tapi aku tak putus asa. Aku coba merangsangnya pelan-pelan. Tanganku turun dari pundak ke arah payudaranya lalu ku remas-remas lembut.
Intan : “san.. Udah dong… nanti ketauan bapak ama ibu… cucian mbak gak selesai-selesai nih...” nafas mbak Intan mulai berat dan matanya terpejam. Nampaknya nafsunya juga sudah naik.
Intan : “eh...” tangan ku dengan sigap melepas kaitan bra yang mbak intan kenakan membuatnya terkaget.
Intan : “ih nakal ih… pasangin lagi san...” mbak Intan berdiri sambil memasang muka cemberutnya. Kesempatan buatku, aku langsung menarik tangannya dan mengajaknya ke belakang rumah. Mbak Intan berusaha melepaskan tanganku yang menariknya tapi nampaknya tenaga ku lebih kuat.
Intan : “san… lepasin iihh...” mbak Intan meronta tapi tak berani teriak karena bisa terdengar bapak dan ibu. Saat sudah sampai di belakang rumah, aku mendorong mbak Intan ke dinding dan langsung mencium bibirnya.
Intan : “nnngghhh...nggghhh...mmmmghhhh...” mbak Intan tetap meronta berusaha mendorong tubuhku yang mendekap erat tubuhnya.
Hasan : “sssttt… jangan kenceng-kenceng mbak nanti ada yang dengar lho.”
Intan : “lah kamu sih… mmmhhhh….” kembali kucium mbak Intan sambil berusaha memasukkan lidahku kedalam mulutnya. Tangan ku juga sudah bergerilya di area payudaranya. Kedua tangannya yang sedari tadi mencoba mendorongku akhirnya ku kunci dengan tangan kanan ku diatas kepalanya. Sedangkan tangan kiriku mulai menarik keatas dasternya dari bawah. Sampai akhirnya dasternya terlepas dan mbak intan hanya mengenakan bra yang sudah tak terkait dan celana dalam saja.
Intan : “san… udah dong san… kasar ih… mbak gak suka kamu gini...”
Hasan : “sssttt...” aku kembali memberi tanda agar mbak Intan tak bersuara terlalu keras. Mbak Intan memasang muka cemberut sambil menutupi payudaranya dengan tangannya. Karena aku sudah tak tahan lagi langsung saja kutarik cd nya ke bawah dan ku balik tubuhnya menghadap tembok lalu kuturunkan celana kolorku sendiri. Dan akhirnya… bless… masuk sudah penisku kedalam vaginanya. Ku setubuhi mbak Intan dari belakang sambil dia bertumpu di dinding tembok belakang rumah. Langsung saja kuhajar dengan kecepatan tinggi.
Intan : “ngghh… nggghh… nggghh...” mbak Intan berusaha menahan suara desahannya. Tubuhnya pun ter huyung-huyung kencang seiring dengan tusukanku di kemaluannya.
Kembali terlintas di dalam pikiranku, bagaimana kalau benar-benar kejadian mbak Intan diperkosa. Seperti ini mungkin rasanya. Ku genjot dengan brutal, tak lagi kupikirkan untuk harus jaga tempo dan membuat mbak Intan merasa nikmat juga. Yang kuinginkan hanya kenikmatan yang kuraih sendiri. Membayangkan itu semua membuatku semakin kencang menggenjot mbak Intan. Payudaranya yang sudah keluar dari dalam branya karena hentakanku, membuatku ingin untuk meremasnya kuat-kuat. Kucengkram erat-erat dengan kedua tanganku dan kutarik keras.
Intan : “nggh… san.. Sakit san… ngghh...” nampaknya mbak Intan kesakitan karena payudaranya kuremas kuat-kuat. Tangan kanannya berusaha melepaskan cengkraman ku dipayudaranya, sedangkan tangan kirinya masih bertumpu ke tembok agar tidak terbentur karena doronganku. Namun semua sia-sia saja. Aku yang sudah kesetanan ini sudah tak peduli lagi dan terus memperkosa mbak Intan.
Intan : “nggghh.. San… sakit… nggghh.. Lepasin… nggghhh...” mbak Intan terus memintaku untuk melepaskannya.
Sekitar 10 menit kemudian, kucubit kedua putingnya yang mengeras ini sambil kutarik ke arahku dan kugigit pundaknya.
Hasan : “ah mbak...heggghhh….” croot...crooott...crooott….crooot… kutusukkan dalam-dalam penisku sambil menyemburkan semua spermaku didalam. Karena dorongan ku terlalu kuat, mbak Intan pun terhimpit kedinding yang kasar ini. Sampai akhirnya kucabut dan mbak Intan terduduk di atas rumput. Nampaknya mbak Intan menangis karena aku melihat airmata membasahi pipinya.
Hasan : “maaf mbak.. Maaf maaf...” aku yang mulai sadar jongkok didepan mbak Intan yang masih terduduk.
PLAKK… mbak Intan pun menamparku
Intan : “gak suka aku kalau kamu kasar gini san.” mbak Intan tampak marah kepadaku.
Hasan : “maaf mbak… maaf… gak bisa kontrol aku tadi… maaf ya mbak… gara-gara stress nih aku… maaf mbak...” aku pun berkelit dengan alasan stress mau ujian. Mbak Intan pun langsung mengambil dasternya dan mengenakannya kembali lalu pergi begitu saja. Dia melanjutkan cucian nya yang tadi yang tinggal dibilas saja dan dijemur esok pagi. Kembali kudekati mbak Intan untuk meminta maaf.
Hasan : “maaf ya mbak aku gak bisa kontrol tadi… maafin ya mbak...” nampaknya mbak Intan tak menggubris omonganku. Dan aku terus saja meminta maaf kepadanya. Mungkin karena dia tak tahan lagi atau takut terdengar oleh bapak dan ibu akhirnya mbak Intan menatapku dengan tajam.
Intan : “kamu tadi kenapa sampai begitu?” dia menatapku dengan muka yang masih nampak marah.
Hasan: “iya mbak lagi stress nih aku mungkin jadi gak bisa kontrol. Maaf ya mbak...”
PLAKK…. Kembali tamparan tangannya mendarat di pipiku.
Intan : “mbak gak suka kalau kamu kayak gitu tadi ! ”
Hasan : “iya mbak maaf ya mbak...” aku pun terus meminta maaf.
Intan : “ya sudah sana masuk rumah. Sudah puas kan tadi. Mbak mau bilas ini cucian dikit lagi.”
Hasan : “iya mbak.” aku pun menurut dan masuk kedalam rumah. Nampaknya bapak ibu ku juga masih asik nonton tv diruang tengah. Aku pun pamit langsung masuk kedalam kamar ku untuk beristirahat. Nampaknya mbak Intan benar-benar marah kepadaku hari ini. Ya memang nampaknya aku yang sudah keterlaluan tadi.
----------
credit to :
@Manic_attack ,
@hjaika ,
@dudewhy