Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Tono dan para wanitanya... Arc 2 : Intan

The EX 02 - Chapter 27 E
Timeline : 2011 Juni
Hari ke 4 di Jogja

–POV Intan–

Tak terasa sudah hari ke 4 aku di Jogja dengan Hasan. Semakin hari, semakin aku tak bisa bangun pagi. Kulihat jam di meja sudah menunjukkan pukul 11 siang dan aku baru bangun. Badanku rasanya makin hari makin pegal-pegal. Bagaimana tidak, tiap malam si Hasan mengajakku bersetubuh dengan berbagai gaya. Lebih gilanya lagi sekarang Hasan suka gaya doggy style bergantian menusuk vagina dan lubang duburku. Bahkan sampai jam 5 pagi kami baru berhenti dan tidur. Jadi terasa mengganjal di area pantatku sekarang. Namun makin lama aku juga makin terbiasa dan mulai bisa menikmatinya. Aku belum bilang ke Tono juga kalau sekarang Hasan sudah sering meng-anal pantatku. Semoga saja dia tidak kaget nanti.

Saat aku bangun, adikku Hasan sudah tak ada disampingku. Kemana dia pergi ini. Tumben gak bilang-bilang dulu. Mentang-mentang aku sudah minta 2 akses card karena kejadian kemarin si Hasan gak bisa masuk ke kamar dan minta akses card 1 lagi. Alasanku sih tidur jadi kekunci didalam, sebenarnya saat itu aku sedang “bermain” dengan room service. Akhirnya ku telpon saja dia.
Intan : “.... san… lagi dimana?” agak lama baru diangkat
Hasan : “lagi dibawah mbak renang hehe”
Intan : “oh kirain kemana.”
Hasan : “sini lah mbak renang.”
Intan : “ah…ntar sore aja, jam segini panas san. Mbak lapar ini. Beli makan siang yuk.”
Hasan : “ok mbak. Aku balik dulu ke kamar.”
Intan : “iya, mbak mandi dulu ya.”
Hasan : “yah…tunggu dong mbak.”
Intan : “gak mau…wekk…”

Aku segera mandi dengan cepat agar ketika Hasan sampai dikamar sudah selesai. Kalau tidak demikian bakalan minta main lagi nanti si Hasan. Harusnya 5 sampai 10 menit bisa sih mandi cepet. Kurang dari 10 menit aku sudah selesai mandi dan Hasan baru sampai kamar. Antri di lift nya memang cukup lama.
Hasan : “yaaah…sudah selesai mandi ya mbak?” Hasan melihatku masih berbalut handuk dan sedang dandan di depan cermin di meja ujung.
Intan : “sudah dong. Cepetan mandi sana. Mbak lapar nih. Kamu gak lapar emang?”
Hasan : “hehe iya sih mbak belum sarapan sama sudah mau makan siang sebentar lagi.”
Intan : “iya mangkanya sana mandi cepetan.”

Intan : “heh…apa sih san…dah sana mandi.” Hasan malah mendekat dan berdiri dibelakangku.
Hasan : “hehe mbak wangi banget deh. Jadi pengen lagi mbak.”
Intan : “udah udah nanti lagi aja san. Kamu gak laper apa? Sana mandi.” aku merasakan Hasan menggesekkan penisnya ke punggungku dan juga mulai meraba-raba pundak ku.
Intan : “san..burungmu tuh lho…mbak udah mandi nih.”
Hasan : “hehehe…liat mbak kayak gini jadi pengen lagi. Mana wangi lagi. Hehe” sambil mulai mencium tengkuk leherku.

Intan : “sudah san…geli ih…”
Hasan : “bentar yuk mbak…hehe”
Intan : “hampir jam 12 loh…makan dulu aja deh san…eh…” Hasan menggendongku dan membawaku ke atas kasur.
Intan : “san. San. udah deh…” tapi dengan cepat Hasan menurunkan celana kolornya dan langsung menancapkan penisnya yang sudah tegang itu ke dalam kemaluanku. Aku juga belum memakai celana dalam sehingga dia dengan mudah melakukan penetrasi,
Intan : “eh eh eh…san… ACH….” dengan cepat Hasan menggenjotku diatas kasur. Dia juga membuka lilitan handuk ku yang membuatku telanjang bulat sudah.
Intan : “san…ach…sudah…aach…sudah dong…ohs…ngghh…ach…”

Kemaluanku yang sebelumnya masih kering, langsung saja dihajar bertubi-tubi membuatku kesakitan awalnya. Tetapi lama-lama cairanku keluar dan membasahi kemaluanku seiring dengan naiknya nafsuku. Bagaimana tidak, Hasan langsung menghajar kemaluanku dengan penisnya sampai menghantam cervix ku rasanya. Tangannya juga tak tinggal diam, meremas-remas payudaraku sambil bertumpu saat menggenjotku dengan posisi misionaris. Aku kembali dikasari oleh adikku yang tak tahu diri ini.

Intan : “ach…san…san…sudah…san…aach…mmmpppff…” Hasan mencium bibirku dan berhenti menggenjotku. Aku malah jadi bingung kenapa dia berhenti dan mulai menciumku.
Hasan : “mbak…pindah yuk.”
Intan : “hah pindah kemana? Kamar mandi?” ternyata Hasan hanya ingin pindah tempat.
Hasan : “enggak mbak. Ke balkon yuk.”
Intan : “eh…gila…panas san…keliatan orang juga nanti…”
Hasan : “enggak enggak mbak. Aman kok…”
Intan : “ah enggak ah…gila aja nanti diliatin orang lho san… masih siang ini. Mana matahari lagi diubun-ubun jam 12 siang.” memang hari ini cuacanya cerah dan sepertinya diluar sedang panas-panasnya.

Hasan : “ayolah mbak…hehe aman aman. Kan kamar sebelahan sama kita kosong.”
Intan : “iya sih kosong tapi enggak ah. Sana san…udahan…” aku mendorong Hasan dengan kaki ku sampai penisnya tercabut dari kemaluanku dan aku kembali bangkit dari kasur sambil membenarkan posisi handuk yang kukenakan tadi.
Intan : “dah sana…” sebenarnya kemaluanku saat ini sudah basah dan nafsuku sudah naik, tapi aku masih bisa menahannya.
Hasan : “hehe ayolah mbak…” Hasan juga bangkit dari kasur lalu memelukku.
Intan : “kamu nih…dah deh san…sana-sana…” aku mencoba melepaskan diri dari pelukan Hasan. Tapi memang perbedaan kekuatan jadi susah. Adikku semakin dewasa dan aku semakin kewalahan untuk melawannya.

Intan : “san…udah deh…kok maksa sih…” Hasan yang sedang memelukku seakan mendorongku ke arah balkon. Benar saja dia membuka sliding door ke arah balkon dan mendorongku diluar sambil menarik handuk yang kukenakan.
Intan : “san…jangan gila deh…balikin…” aku yang telanjang bulat karena handuk yang kukenakan tadi ditarik lepas oleh Hasan akhirnya jongkok dibawah railing balkon dan menutup tubuh bagian atasku dengan tanganku. Aku masih takut ada orang yang melihat. Hasan hanya tersenyum melihatku dan melemparkan handuk ku tadi ke dalam kamar. Dia juga menjaga di depan pintu masuk ke kamar. Sedikit gambaran, balkon nya memiliki railing dari beton dan atasnya ada pegangan besi.

Akhirnya aku berdiri dan berusaha masuk karena lama-lama aku merasakan panas yang menyengat, tapi kembali dipeluk oleh Hasan.
Hasan : “gak ada siapa-siapa loh mbak. Hehe”
Intan : “san…udah dong..masuk lagi aja…panas ini…” aku tak berani membentak Hasan karena takut ada yang dengar.
Hasan : “hehe kan makin panas makin hot mbak.”
Intan : “yee…adik ******…udah dong…didalam aja san…”

Hasan masih memelukku dan sekarang mendorongku kembali ke tepi railing. Telapak kaki ku terasa panas karena memang sekarang sudah siang sekitar jam 12.
Intan : “san…panas ini…” aku kembali berupaya masuk dan menolak Hasan.
Hasan : “hehe…sebentar aja loh mbak…aman kok gak ada siapa-siapa…”
Intan : “kamu nih apa bisa sebentar? Semalam aja berulang kali kamu bikin mbak lemes.”
Hasan : “satu kali keluar deh…”
Intan : “hish…kamu nih…enggak ah… san…auch…panas nih…” Hasan membalikkan tubuhku dan mendorongku ke arah railing jadi aku otomatis memegang pegangan besi itu. Segera tanganku aku turunkan untuk memegang bagian betonnya yang tak terlalu panas. Posisi Hasan sekarang berada di belakangku dan bersiap untuk penetrasi.
Intan : “ach….san…ach…ach…ach…pelan pelan…ach…” dengan cepat Hasan menusukkan kembali penisnya kedalam kemaluanku yang membuat tubuhku terdorong seiring dengan ritme hentakannya.

Intan : “san…ach…pelan…pelan…” aku menyuruh Hasan untuk tak terlalu kencang menggenjotku dari belakang agar aku tak mendesah terlalu kencang karena keenakan, disamping itu aku juga takut kalau goyangan payudaraku menyentuh besi railing yang panas itu.
Intan : “ach..san..ach…ach…pelan…ach…ACH…ACH…ACH…SAN…ACH…MUNDURAN… ACH….” nampaknya Hasan tak peduli dan semakin cepat ritme genjotannya dari belakang yang membuatku terdorong kedepan.
Intan : “ACH…SAN…ACHH…PANAS…OOOHSS…SAN…MUNDURAN…PANAS…” aku menyuruh Hasan untuk mundur karena aku semakin terdorong dan akhirnya benar saja payudaraku menyentuh besi railing yang sedang panas-panasnya ini.
Hasan : “hehehe…enak kan mbak…ohs...panas-panas…”
Intan : “SAN…PANAS…MUNDURAN…OOH…OOOHS…”

Dia tak menghiraukanku dan semakin mendorongku. Posisi badanku semakin lama semakin tegak karena tak ada tempat lagi untuk maju. Payudaraku yang bergoyang menyentuh bagian besi panas berulang kali seiring tusukan penis Hasan.
Intan : “SAN…SUSU MBAK…PANAS…ACH...SAN…UDAH…SAN…” Hasan yang tak menghiraukan terus saja menggenjotku dengan brutal. Tangannya yang sebelumnya berada di pinggulku mulai bergerak naik ke arah payudaraku. Dia pun memegangi area payudaraku. Aku sedikit tenang karena Hasan meremasnya dan menariknya ke bawah membuat payudaraku tak lagi menyentuh railing itu.
Hasan : “ohs..enak ya mbak…ohs…panas…”
Intan : “ach…nggak san…ach…ach…sudah…ach…“

Namun Hasan yang usil punya ide lain. Dia menyelipkan putingku yang sudah tegang ini diantara jari-jarinya dan dengan sengaja dia menempelkannya ke railing besi ini lagi.
Intan : “ACH…SAN…PANAS…SAKIT…SAN….SUDAH…” aku memohon untuk menyudahi tapi Hasan terus saja mendorongku sampai putingku tersentuh besi panas itu.
Intan : “SAN!!!...SUDAH…PANAS…SAN!!!” akhirnya aku mulai berteriak karena tak kuat lagi menahan panas yang menjalar di putingku ini. Seperti terbakar rasanya.
Hasan : “ohs..mbak…aku mau keluar…tahan sebentar mbak…ohs..”
Intan : “SAN!! SUDAH!!! SAN!! OOOHSS….” kurasakan cairan hangat mengalir kedalam rahimku. Nampaknya Hasan sudah ejakulasi. Sensasi yang kurasakan membuat tubuhku bingung sekarang. Disatu sisi aku kesakitan dan kepanasan karena area sensitifku ditempelkan ke railing. Tapi disatu sisi rasa nikmat mulai menjalar di tubuhku. Tak bisa ku pungkiri juga kalau aku sendiri sangat terangsang sekarang. Bahkan putingku mencuat tegak. Tangan Hasan kembali berpindah ke pinggulku dan menekan penisnya dalam-dalam saat menyelesaikan ejakulasinya.

Cukup lama Hasan menahan posisi ini sampai rahimku terasa penuh oleh spermanya.
Intan : “san…lepasin mbak san…”
Hasan : “dikit lagi mbak…ohs…lagi enak mbak…” mau tak mau aku tetap bertahan sampai Hasan selesai mengeluarkan semua benihnya. Sampai akhirnya dia melepaskanku juga.
PLAK…. Aku balik badan dan menampar mukanya. Hasan nampak kebingungan kenapa aku menamparnya barusan.
Intan : “puting mbak sakit tau san… kamu tempelin ke besi situ…panas san…”
Hasan : “iya maaf mbak…hehe pengen cobain…”
Intan : “kamu lama-lama masokis jadinya san…”
Hasan : “hah? Masokis itu apa mbak?”
Intan : “hish….sudah sudah…mbak mau masuk…spermamu belepotan semua di kaki mbak ini.” aku pun kembali masuk ke kamar dan mengambil tisu untuk mengelap ceceran sperma yang mengalir keluar di kakiku.

Hasan : “hmm mbak…gak mandi lagi aja?”
Intan : “enggak…kelamaan. Kamu sana mandi aja cepetan.”
Hasan : “hmm…masih marah ya mbak?”
Intan : “enggak…mbak cuma laper. Malah kamu ajakin main lagi.”
Hasan : “hehe mbak sih seksi banget jadi bikin pengen.”
Intan : “dah sana kalau mau mandi cepetan kalau enggak ya udah.” sambil aku masih mengelap ceceran spermanya di kemaluanku.
Hasan : “iya mbak, aku mandi dulu.”
Intan : “iya sana.” jawabku ketus. Sebenarnya aku ingin marah karena perlakuannya tadi. Tapi aku sendiri sayang dengan adikku jadi tak tega untuk memarahinya lebih dari ini.

Aku juga seperti menyesal tadi kenapa menampar Hasan. Memang tindakanku tadi reflek karena aku sendiri kesakitan. Tapi aku merasa tak tega tadi kenapa bisa tanganku melayang ke mukanya. Disatu sisi aku juga tak bisa menahan perilaku adikku yang semakin menjadi-jadi. Hasrat seksualnya seperti ingin mencoba berbagai macam hal denganku dan hal yang paling tak kusuka bila dia mulai mencoba hal-hal yang berbau masokis. Aku takut dia keterusan dan jadi berbuat kasar ke cewe lain. Itu yang ada di dalam pikiranku. Apakah aku harus memaklumi rasa ingin tahu adikku ataukah harus kuarahkan. Bagaimana coba caranya kuarahkan untuk lebih baik, hubungan kami berdua saja sudah salah.

Aku memakai celana jeans dan crop top lalu outer jaket karena cuaca panas hari ini membuatku gerah. Tak lama kemudian Hasan sudah selesai mandi dan kami pun pergi keluar dari hotel untuk makan siang dan jalan-jalan. Tapi ada sesuatu hal yang menggangguku. Aku seperti melihat seseorang yang sangat ku kenal. Tapi aku tak yakin jadi sudah begitu saja. Aku mengabaikannya karena memang tak yakin. Orang yang sudah lama menghilang dari hidupku terlalu kebetulan rasanya kalau ketemu di hotel ini. Ya, aku seperti melihat mantanku Dwi yang sudah lama menghilang tiba-tiba meninggalkanku begitu saja setelah membuatku jadi wanita panggilan.


–Sore hari–
Setelah siang tadi aku dan Hasan keluar makan sekalian jalan-jalan. Akhirnya sekitar jam 5 kami sudah kembali ke hotel. Tak lupa sudah beli cemilan untuk di kamar.
Hasan : “mbak, renang yuk.”
Intan : “masih males ah san.”
Hasan : “kalau sorean gini kan sepi biasanya mbak. Hehe ayo lah. Mbak bawa baju renang kan?”
Intan : “iya bawa sih…”
Hasan : “ya udah yuk mbak.”
Intan : “iya deh…” aku pun ganti pakaian dan mengenakan baju renang tapi outer aku pakai kimono ku biasanya untuk turun kebawah.

Ternyata tak begitu sepi juga, ada beberapa orang di kolam renang. Membuatku jadi ingin kembali ke dalam kamar saja. Agak malas rasanya kalau ramai. Karena aku tau tabiat adik ku ini.
Intan : “masih rame gini lho san…balik aja yuk.”
Hasan : “gak apa kali mbak, emang takut apa? Kan ada aku juga disini.”
Intan : “dih…sok sok an kamu san…iya iya. Gak takut apa-apa kok. Ngapain juga mbak takut di apa-apain orang. Tapi kamu juga jangan usil ya. Gak bisa minta main di kolam. Rame tuh.”
Hasan : “wah mbak bisa baca pikiran ku ternyata.”
Intan : “halah, mbak kan tau tabiatmu san. Dah ya gak bisa aneh-aneh.”
Hasan : “hehe iya deh mbak.”

Akhirnya aku dan Hasan masuk ke kolam. Bukannya renang serius malah main air dan lebih lama berendam di area kolam air panasnya. Hasan pamit mau jajan dulu di food area dekat kolam renang. Aku juga tak sendirian di kolam air panas karena semakin malam semakin ramai. Aku tak seberapa khawatir karena adikku memang tak berbuat aneh-aneh sedari tadi. Paling cuma curi-curi meremas pantatku tadi di dalam air. Karena tak terlihat orang jadi aku biarkan saja.

Tak lama ada orang yang menepuk pundak ku. Siapa nih, karena aku masih melihat Hasan di food counter memilih makanan. Dan aku pun menoleh.
Dwi : “eh bener kamu ternyata ya tan…”
Intan : “Dwi…” aku masih kaget ternyata benar yang kulihat tadi.
Dwi : “gak usah kaget gitu…haha kayak lihat hantu aja.”
Intan : “kamu disini Dwi?”
Dwi : “iya tan, aku pindah ke Jogja. Apa kabar nih?”
Intan : “eee…baik…” aku masih kikuk. Sudah lama tak bertemu dengan Dwi.
Dwi : “haha santai lah tan. Kamu kesini sama adikmu ya?”
Intan : “iya itu dia lagi beli makan disana.”

Dwi : “iya aku lihat kok. Jangan kaku gitu dong sayang. Haha”
Intan : “jangan panggil sayang deh. Kan kita sudah bukan siapa-siapa.”
Dwi : “hehe kata siapa? Kan kita gak pernah putus.”
Intan : “kamu ngilang itu sudah sama aja kayak kita putus.”
Dwi : “haha iya iya. Tapi aku belum anggap kita putus.”
Intan : “dah lah jangan bahas masa lalu. Kita sudah gak ada hubungan apa-apa sekarang. Aku juga sudah punya pacar lagi.”
Dwi : “oh… tapi kamu kesini cuma sama adikmu kan? Berarti hubunganmu sama adikmu masih kayak dulu ya.”

Intan : “terus maumu apa sekarang? Kenapa kamu tiba-tiba muncul gini?”
Dwi : “hey…tenang dong sayang…aku gak ada niatan buruk kok. Kita cuma gak sengaja ketemu aja kan.”
Intan : “iya tapi kamu duluan yang bahas masa lalu.”
Dwi : “hehe sorry tan… aku kesini juga sama istri dan teman ku tuh.” Dwi menunjuk ke arah seorang wanita dan 2 orang lelaki yang sedang duduk di gazebo dekat kolam renang yang sedang makan.
Intan : “jadi kamu sudah nikah sekarang?”
Dwi : “ya menurutmu kenapa aku tiba-tiba ngilang dari kamu dulu. Hehe”
Intan : “harusnya kamu kasih kabar ke aku, setidaknya beri aku kejelasan hubungan kita dulu.”
Dwi : “buat apa? Aku juga sebenarnya tak ingin putus dari kamu tan.”
Intan : “terus kenapa kamu nikah sama cewe lain? Sejak kapan kamu sama dia?”
Dwi : “hehe maaf ini aku sebenarnya dulu dijodohin sama keluargaku. Tapi aku gak bilang ke kamu tan. Terus kecelakaan ya sudah akhirnya aku buru-buru nikah.”
Intan : “jadi… aku orang ke 3 dihubungan mu dulu gitu?”
Dwi : “ya gak gitu juga sih tan. Ya rumit lah. Aku juga gak yakin si Mila hamil anak ku.” ternyata nama istrinya adalah Mila.

Intan : “terus? Maksudmu?”
Dwi : “iya, hubunganku dengan Mila, sama seperti aku dengan kamu dulu.”
Intan : “hah? Jadi kamu juga jual dia?”
Dwi : “hehe iya. Kalau gak gitu, kamu tau kan aku gak nafsu kalau bukan sama wanita yang sudah dijamah orang. Itu sih yang bikin aku suka sama kamu dulu. Apalagi kamu dulu datang ketempatku butuh bantuan karena dihamili orang kan. Kalau ingat-ingat dulu bikin burungku tegang nih tan. Haha”
Intan : “sudah sudah jangan bahas masa lalu. Kita sudah punya jalan hidup masing-masing sekarang. Tapi… jangan bilang 2 temanmu itu disana mau sewa istrimu ya?”
Dwi : “ya… tepat sekali. Menurutmu kenapa aku ke hotel sekarang?”
Intan : “masih gila aja kamu ini.”
Dwi : “eh aku balik dulu ya, tapi sepertinya kita masih butuh banyak ngobrol, aku gak tau kabarmu sudah cukup lama nih. Ini nomer hapeku.” aku mengabaikan begitu saja. Namun Dwi mendekat dan berbisik.
Dwi : “aku masih nyimpen video mu dulu lho tan. Hubungi aku ya….hehe” lalu dia pergi begitu saja. Ini membuatku cukup kaget, nampaknya dia ingin memerasku lagi dengan rekam jejak videoku dulu.

Tak lama kemudian Hasan menghampiriku.
Hasan : “eh mbak maaf ini aku perginya lama, tiba-tiba pengen ke toilet dulu.”
Intan : “iya gak apa.”
Hasan : “makanannya belum datang ya mbak?”
Intan : “kamu pesan apa aja? Emang ada duit?”
Hasan : “hehe aku pesan makan malam dan minta dianter kesini sih mbak. Duit…hmm…ada dong di kasih mas Tono sebelum berangkat kesini. Hehe”
Intan : “dasar…kok gak bilang kamu dikasih uang saku sama mas Tono. kan gak enak aku sama mas Tono.”
Hasan : “hehe…uang jajannya buat aku kok mbak. Bukan buat mbak.”
Intan : “ya meski gitu…”
Hasan : “eh makanannya dah datang. Makan dulu yuk mbak.”
Intan : “haish… ya udah, jangan makan disini, ke meja kosong sebelah sana aja san.”
Hasan : “ya udah aku bawain deh mbak.”
Akhirnya pembicaraanku dengan Hasan terpotong karena makan malam sudah tersedia…
 
Terakhir diubah:
The EX 02 - Chapter 27 E
Timeline : 2011 Juni
Hari ke 4 di Jogja

–POV Intan–

Tak terasa sudah hari ke 5 aku di Jogja dengan Hasan. Semakin hari, semakin aku tak bisa bangun pagi. Kulihat jam di meja sudah menunjukkan pukul 11 siang dan aku baru bangun. Badanku rasanya makin hari makin pegal-pegal. Bagaimana tidak, tiap malam si Hasan mengajakku bersetubuh dengan berbagai gaya. Lebih gilanya lagi sekarang Hasan suka gaya doggy style bergantian menusuk vagina dan lubang duburku. Bahkan sampai jam 5 pagi kami baru berhenti dan tidur. Jadi terasa mengganjal di area pantatku sekarang. Namun makin lama aku juga makin terbiasa dan mulai bisa menikmatinya. Aku belum bilang ke Tono juga kalau sekarang Hasan sudah sering meng-anal pantatku. Semoga saja dia tidak kaget nanti.

Saat aku bangun, adikku Hasan sudah tak ada disampingku. Kemana dia pergi ini. Tumben gak bilang-bilang dulu. Mentang-mentang aku sudah minta 2 akses card karena kejadian kemarin si Hasan gak bisa masuk ke kamar dan minta akses card 1 lagi. Alasanku sih tidur jadi kekunci didalam, sebenarnya saat itu aku sedang “bermain” dengan room service. Akhirnya ku telpon saja dia.
Intan : “.... san… lagi dimana?” agak lama baru diangkat
Hasan : “lagi dibawah mbak renang hehe”
Intan : “oh kirain kemana.”
Hasan : “sini lah mbak renang.”
Intan : “ah…ntar sore aja, jam segini panas san. Mbak lapar ini. Beli makan siang yuk.”
Hasan : “ok mbak. Aku balik dulu ke kamar.”
Intan : “iya, mbak mandi dulu ya.”
Hasan : “yah…tunggu dong mbak.”
Intan : “gak mau…wekk…”

Aku segera mandi dengan cepat agar ketika Hasan sampai dikamar sudah selesai. Kalau tidak demikian bakalan minta main lagi nanti si Hasan. Harusnya 5 sampai 10 menit bisa sih mandi cepet. Kurang dari 10 menit aku sudah selesai mandi dan Hasan baru sampai kamar. Antri di lift nya memang cukup lama.
Hasan : “yaaah…sudah selesai mandi ya mbak?” Hasan melihatku masih berbalut handuk dan sedang dandan di depan cermin di meja ujung.
Intan : “sudah dong. Cepetan mandi sana. Mbak lapar nih. Kamu gak lapar emang?”
Hasan : “hehe iya sih mbak belum sarapan sama sudah mau makan siang sebentar lagi.”
Intan : “iya mangkanya sana mandi cepetan.”

Intan : “heh…apa sih san…dah sana mandi.” Hasan malah mendekat dan berdiri dibelakangku.
Hasan : “hehe mbak wangi banget deh. Jadi pengen lagi mbak.”
Intan : “udah udah nanti lagi aja san. Kamu gak laper apa? Sana mandi.” aku merasakan Hasan menggesekkan penisnya ke punggungku dan juga mulai meraba-raba pundak ku.
Intan : “san..burungmu tuh lho…mbak udah mandi nih.”
Hasan : “hehehe…liat mbak kayak gini jadi pengen lagi. Mana wangi lagi. Hehe” sambil mulai mencium tengkuk leherku.

Intan : “sudah san…geli ih…”
Hasan : “bentar yuk mbak…hehe”
Intan : “hampir jam 12 loh…makan dulu aja deh san…eh…” Hasan menggendongku dan membawaku ke atas kasur.
Intan : “san. San. udah deh…” tapi dengan cepat Hasan menurunkan celana kolornya dan langsung menancapkan penisnya yang sudah tegang itu ke dalam kemaluanku. Aku juga belum memakai celana dalam sehingga dia dengan mudah melakukan penetrasi,
Intan : “eh eh eh…san… ACH….” dengan cepat Hasan menggenjotku diatas kasur. Dia juga membuka lilitan handuk ku yang membuatku telanjang bulat sudah.
Intan : “san…ach…sudah…aach…sudah dong…ohs…ngghh…ach…”

Kemaluanku yang sebelumnya masih kering, langsung saja dihajar bertubi-tubi membuatku kesakitan awalnya. Tetapi lama-lama cairanku keluar dan membasahi kemaluanku seiring dengan naiknya nafsuku. Bagaimana tidak, Hasan langsung menghajar kemaluanku dengan penisnya sampai menghantam cervix ku rasanya. Tangannya juga tak tinggal diam, meremas-remas payudaraku sambil bertumpu saat menggenjotku dengan posisi misionaris. Aku kembali dikasari oleh adikku yang tak tahu diri ini.

Intan : “ach…san…san…sudah…san…aach…mmmpppff…” Hasan mencium bibirku dan berhenti menggenjotku. Aku malah jadi bingung kenapa dia berhenti dan mulai menciumku.
Hasan : “mbak…pindah yuk.”
Intan : “hah pindah kemana? Kamar mandi?” ternyata Hasan hanya ingin pindah tempat.
Hasan : “enggak mbak. Ke balkon yuk.”
Intan : “eh…gila…panas san…keliatan orang juga nanti…”
Hasan : “enggak enggak mbak. Aman kok…”
Intan : “ah enggak ah…gila aja nanti diliatin orang lho san… masih siang ini. Mana matahari lagi diubun-ubun jam 12 siang.” memang hari ini cuacanya cerah dan sepertinya diluar sedang panas-panasnya.

Hasan : “ayolah mbak…hehe aman aman. Kan kamar sebelahan sama kita kosong.”
Intan : “iya sih kosong tapi enggak ah. Sana san…udahan…” aku mendorong Hasan dengan kaki ku sampai penisnya tercabut dari kemaluanku dan aku kembali bangkit dari kasur sambil membenarkan posisi handuk yang kukenakan tadi.
Intan : “dah sana…” sebenarnya kemaluanku saat ini sudah basah dan nafsuku sudah naik, tapi aku masih bisa menahannya.
Hasan : “hehe ayolah mbak…” Hasan juga bangkit dari kasur lalu memelukku.
Intan : “kamu nih…dah deh san…sana-sana…” aku mencoba melepaskan diri dari pelukan Hasan. Tapi memang perbedaan kekuatan jadi susah. Adikku semakin dewasa dan aku semakin kewalahan untuk melawannya.

Intan : “san…udah deh…kok maksa sih…” Hasan yang sedang memelukku seakan mendorongku ke arah balkon. Benar saja dia membuka sliding door ke arah balkon dan mendorongku diluar sambil menarik handuk yang kukenakan.
Intan : “san…jangan gila deh…balikin…” aku yang telanjang bulat karena handuk yang kukenakan tadi ditarik lepas oleh Hasan akhirnya jongkok dibawah railing balkon dan menutup tubuh bagian atasku dengan tanganku. Aku masih takut ada orang yang melihat. Hasan hanya tersenyum melihatku dan melemparkan handuk ku tadi ke dalam kamar. Dia juga menjaga di depan pintu masuk ke kamar. Sedikit gambaran, balkon nya memiliki railing dari beton dan atasnya ada pegangan besi.

Akhirnya aku berdiri dan berusaha masuk karena lama-lama aku merasakan panas yang menyengat, tapi kembali dipeluk oleh Hasan.
Hasan : “gak ada siapa-siapa loh mbak. Hehe”
Intan : “san…udah dong..masuk lagi aja…panas ini…” aku tak berani membentak Hasan karena takut ada yang dengar.
Hasan : “hehe kan makin panas makin hot mbak.”
Intan : “yee…adik ******…udah dong…didalam aja san…”

Hasan masih memelukku dan sekarang mendorongku kembali ke tepi railing. Telapak kaki ku terasa panas karena memang sekarang sudah siang sekitar jam 12.
Intan : “san…panas ini…” aku kembali berupaya masuk dan menolak Hasan.
Hasan : “hehe…sebentar aja loh mbak…aman kok gak ada siapa-siapa…”
Intan : “kamu nih apa bisa sebentar? Semalam aja berulang kali kamu bikin mbak lemes.”
Hasan : “satu kali keluar deh…”
Intan : “hish…kamu nih…enggak ah… san…auch…panas nih…” Hasan membalikkan tubuhku dan mendorongku ke arah railing jadi aku otomatis memegang pegangan besi itu. Segera tanganku aku turunkan untuk memegang bagian betonnya yang tak terlalu panas. Posisi Hasan sekarang berada di belakangku dan bersiap untuk penetrasi.
Intan : “ach….san…ach…ach…ach…pelan pelan…ach…” dengan cepat Hasan menusukkan kembali penisnya kedalam kemaluanku yang membuat tubuhku terdorong seiring dengan ritme hentakannya.

Intan : “san…ach…pelan…pelan…” aku menyuruh Hasan untuk tak terlalu kencang menggenjotku dari belakang agar aku tak mendesah terlalu kencang karena keenakan, disamping itu aku juga takut kalau goyangan payudaraku menyentuh besi railing yang panas itu.
Intan : “ach..san..ach…ach…pelan…ach…ACH…ACH…ACH…SAN…ACH…MUNDURAN… ACH….” nampaknya Hasan tak peduli dan semakin cepat ritme genjotannya dari belakang yang membuatku terdorong kedepan.
Intan : “ACH…SAN…ACHH…PANAS…OOOHSS…SAN…MUNDURAN…PANAS…” aku menyuruh Hasan untuk mundur karena aku semakin terdorong dan akhirnya benar saja payudaraku menyentuh besi railing yang sedang panas-panasnya ini.
Hasan : “hehehe…enak kan mbak…ohs...panas-panas…”
Intan : “SAN…PANAS…MUNDURAN…OOH…OOOHS…”

Dia tak menghiraukanku dan semakin mendorongku. Posisi badanku semakin lama semakin tegak karena tak ada tempat lagi untuk maju. Payudaraku yang bergoyang menyentuh bagian besi panas berulang kali seiring tusukan penis Hasan.
Intan : “SAN…SUSU MBAK…PANAS…ACH...SAN…UDAH…SAN…” Hasan yang tak menghiraukan terus saja menggenjotku dengan brutal. Tangannya yang sebelumnya berada di pinggulku mulai bergerak naik ke arah payudaraku. Dia pun memegangi area payudaraku. Aku sedikit tenang karena Hasan meremasnya dan menariknya ke bawah membuat payudaraku tak lagi menyentuh railing itu.
Hasan : “ohs..enak ya mbak…ohs…panas…”
Intan : “ach…nggak san…ach…ach…sudah…ach…“

Namun Hasan yang usil punya ide lain. Dia menyelipkan putingku yang sudah tegang ini diantara jari-jarinya dan dengan sengaja dia menempelkannya ke railing besi ini lagi.
Intan : “ACH…SAN…PANAS…SAKIT…SAN….SUDAH…” aku memohon untuk menyudahi tapi Hasan terus saja mendorongku sampai putingku tersentuh besi panas itu.
Intan : “SAN!!!...SUDAH…PANAS…SAN!!!” akhirnya aku mulai berteriak karena tak kuat lagi menahan panas yang menjalar di putingku ini. Seperti terbakar rasanya.
Hasan : “ohs..mbak…aku mau keluar…tahan sebentar mbak…ohs..”
Intan : “SAN!! SUDAH!!! SAN!! OOOHSS….” kurasakan cairan hangat mengalir kedalam rahimku. Nampaknya Hasan sudah ejakulasi. Sensasi yang kurasakan membuat tubuhku bingung sekarang. Disatu sisi aku kesakitan dan kepanasan karena area sensitifku ditempelkan ke railing. Tapi disatu sisi rasa nikmat mulai menjalar di tubuhku. Tak bisa ku pungkiri juga kalau aku sendiri sangat terangsang sekarang. Bahkan putingku mencuat tegak. Tangan Hasan kembali berpindah ke pinggulku dan menekan penisnya dalam-dalam saat menyelesaikan ejakulasinya.

Cukup lama Hasan menahan posisi ini sampai rahimku terasa penuh oleh spermanya.
Intan : “san…lepasin mbak san…”
Hasan : “dikit lagi mbak…ohs…lagi enak mbak…” mau tak mau aku tetap bertahan sampai Hasan selesai mengeluarkan semua benihnya. Sampai akhirnya dia melepaskanku juga.
PLAK…. Aku balik badan dan menampar mukanya. Hasan nampak kebingungan kenapa aku menamparnya barusan.
Intan : “puting mbak sakit tau san… kamu tempelin ke besi situ…panas san…”
Hasan : “iya maaf mbak…hehe pengen cobain…”
Intan : “kamu lama-lama masokis jadinya san…”
Hasan : “hah? Masokis itu apa mbak?”
Intan : “hish….sudah sudah…mbak mau masuk…spermamu belepotan semua di kaki mbak ini.” aku pun kembali masuk ke kamar dan mengambil tisu untuk mengelap ceceran sperma yang mengalir keluar di kakiku.

Hasan : “hmm mbak…gak mandi lagi aja?”
Intan : “enggak…kelamaan. Kamu sana mandi aja cepetan.”
Hasan : “hmm…masih marah ya mbak?”
Intan : “enggak…mbak cuma laper. Malah kamu ajakin main lagi.”
Hasan : “hehe mbak sih seksi banget jadi bikin pengen.”
Intan : “dah sana kalau mau mandi cepetan kalau enggak ya udah.” sambil aku masih mengelap ceceran spermanya di kemaluanku.
Hasan : “iya mbak, aku mandi dulu.”
Intan : “iya sana.” jawabku ketus. Sebenarnya aku ingin marah karena perlakuannya tadi. Tapi aku sendiri sayang dengan adikku jadi tak tega untuk memarahinya lebih dari ini.

Aku juga seperti menyesal tadi kenapa menampar Hasan. Memang tindakanku tadi reflek karena aku sendiri kesakitan. Tapi aku merasa tak tega tadi kenapa bisa tanganku melayang ke mukanya. Disatu sisi aku juga tak bisa menahan perilaku adikku yang semakin menjadi-jadi. Hasrat seksualnya seperti ingin mencoba berbagai macam hal denganku dan hal yang paling tak kusuka bila dia mulai mencoba hal-hal yang berbau masokis. Aku takut dia keterusan dan jadi berbuat kasar ke cewe lain. Itu yang ada di dalam pikiranku. Apakah aku harus memaklumi rasa ingin tahu adikku ataukah harus kuarahkan. Bagaimana coba caranya kuarahkan untuk lebih baik, hubungan kami berdua saja sudah salah.

Aku memakai celana jeans dan crop top lalu outer jaket karena cuaca panas hari ini membuatku gerah. Tak lama kemudian Hasan sudah selesai mandi dan kami pun pergi keluar dari hotel untuk makan siang dan jalan-jalan. Tapi ada sesuatu hal yang menggangguku. Aku seperti melihat seseorang yang sangat ku kenal. Tapi aku tak yakin jadi sudah begitu saja. Aku mengabaikannya karena memang tak yakin. Orang yang sudah lama menghilang dari hidupku terlalu kebetulan rasanya kalau ketemu di hotel ini. Ya, aku seperti melihat mantanku Dwi yang sudah lama menghilang tiba-tiba meninggalkanku begitu saja setelah membuatku jadi wanita panggilan.


–Sore hari–
Setelah siang tadi aku dan Hasan keluar makan sekalian jalan-jalan. Akhirnya sekitar jam 5 kami sudah kembali ke hotel. Tak lupa sudah beli cemilan untuk di kamar.
Hasan : “mbak, renang yuk.”
Intan : “masih males ah san.”
Hasan : “kalau sorean gini kan sepi biasanya mbak. Hehe ayo lah. Mbak bawa baju renang kan?”
Intan : “iya bawa sih…”
Hasan : “ya udah yuk mbak.”
Intan : “iya deh…” aku pun ganti pakaian dan mengenakan baju renang tapi outer aku pakai kimono ku biasanya untuk turun kebawah.

Ternyata tak begitu sepi juga, ada beberapa orang di kolam renang. Membuatku jadi ingin kembali ke dalam kamar saja. Agak malas rasanya kalau ramai. Karena aku tau tabiat adik ku ini.
Intan : “masih rame gini lho san…balik aja yuk.”
Hasan : “gak apa kali mbak, emang takut apa? Kan ada aku juga disini.”
Intan : “dih…sok sok an kamu san…iya iya. Gak takut apa-apa kok. Ngapain juga mbak takut di apa-apain orang. Tapi kamu juga jangan usil ya. Gak bisa minta main di kolam. Rame tuh.”
Hasan : “wah mbak bisa baca pikiran ku ternyata.”
Intan : “halah, mbak kan tau tabiatmu san. Dah ya gak bisa aneh-aneh.”
Hasan : “hehe iya deh mbak.”

Akhirnya aku dan Hasan masuk ke kolam. Bukannya renang serius malah main air dan lebih lama berendam di area kolam air panasnya. Hasan pamit mau jajan dulu di food area dekat kolam renang. Aku juga tak sendirian di kolam air panas karena semakin malam semakin ramai. Aku tak seberapa khawatir karena adikku memang tak berbuat aneh-aneh sedari tadi. Paling cuma curi-curi meremas pantatku tadi di dalam air. Karena tak terlihat orang jadi aku biarkan saja.

Tak lama ada orang yang menepuk pundak ku. Siapa nih, karena aku masih melihat Hasan di food counter memilih makanan. Dan aku pun menoleh.
Dwi : “eh bener kamu ternyata ya tan…”
Intan : “Dwi…” aku masih kaget ternyata benar yang kulihat tadi.
Dwi : “gak usah kaget gitu…haha kayak lihat hantu aja.”
Intan : “kamu disini Dwi?”
Dwi : “iya tan, aku pindah ke Jogja. Apa kabar nih?”
Intan : “eee…baik…” aku masih kikuk. Sudah lama tak bertemu dengan Dwi.
Dwi : “haha santai lah tan. Kamu kesini sama adikmu ya?”
Intan : “iya itu dia lagi beli makan disana.”

Dwi : “iya aku lihat kok. Jangan kaku gitu dong sayang. Haha”
Intan : “jangan panggil sayang deh. Kan kita sudah bukan siapa-siapa.”
Dwi : “hehe kata siapa? Kan kita gak pernah putus.”
Intan : “kamu ngilang itu sudah sama aja kayak kita putus.”
Dwi : “haha iya iya. Tapi aku belum anggap kita putus.”
Intan : “dah lah jangan bahas masa lalu. Kita sudah gak ada hubungan apa-apa sekarang. Aku juga sudah punya pacar lagi.”
Dwi : “oh… tapi kamu kesini cuma sama adikmu kan? Berarti hubunganmu sama adikmu masih kayak dulu ya.”

Intan : “terus maumu apa sekarang? Kenapa kamu tiba-tiba muncul gini?”
Dwi : “hey…tenang dong sayang…aku gak ada niatan buruk kok. Kita cuma gak sengaja ketemu aja kan.”
Intan : “iya tapi kamu duluan yang bahas masa lalu.”
Dwi : “hehe sorry tan… aku kesini juga sama istri dan teman ku tuh.” Dwi menunjuk ke arah seorang wanita dan 2 orang lelaki yang sedang duduk di gazebo dekat kolam renang yang sedang makan.
Intan : “jadi kamu sudah nikah sekarang?”
Dwi : “ya menurutmu kenapa aku tiba-tiba ngilang dari kamu dulu. Hehe”
Intan : “harusnya kamu kasih kabar ke aku, setidaknya beri aku kejelasan hubungan kita dulu.”
Dwi : “buat apa? Aku juga sebenarnya tak ingin putus dari kamu tan.”
Intan : “terus kenapa kamu nikah sama cewe lain? Sejak kapan kamu sama dia?”
Dwi : “hehe maaf ini aku sebenarnya dulu dijodohin sama keluargaku. Tapi aku gak bilang ke kamu tan. Terus kecelakaan ya sudah akhirnya aku buru-buru nikah.”
Intan : “jadi… aku orang ke 3 dihubungan mu dulu gitu?”
Dwi : “ya gak gitu juga sih tan. Ya rumit lah. Aku juga gak yakin si Mila hamil anak ku.” ternyata nama istrinya adalah Mila.

Intan : “terus? Maksudmu?”
Dwi : “iya, hubunganku dengan Mila, sama seperti aku dengan kamu dulu.”
Intan : “hah? Jadi kamu juga jual dia?”
Dwi : “hehe iya. Kalau gak gitu, kamu tau kan aku gak nafsu kalau bukan sama wanita yang sudah dijamah orang. Itu sih yang bikin aku suka sama kamu dulu. Apalagi kamu dulu datang ketempatku butuh bantuan karena dihamili orang kan. Kalau ingat-ingat dulu bikin burungku tegang nih tan. Haha”
Intan : “sudah sudah jangan bahas masa lalu. Kita sudah punya jalan hidup masing-masing sekarang. Tapi… jangan bilang 2 temanmu itu disana mau sewa istrimu ya?”
Dwi : “ya… tepat sekali. Menurutmu kenapa aku ke hotel sekarang?”
Intan : “masih gila aja kamu ini.”
Dwi : “eh aku balik dulu ya, tapi sepertinya kita masih butuh banyak ngobrol, aku gak tau kabarmu sudah cukup lama nih. Ini nomer hapeku.” aku mengabaikan begitu saja. Namun Dwi mendekat dan berbisik.
Dwi : “aku masih nyimpen video mu dulu lho tan. Hubungi aku ya….hehe” lalu dia pergi begitu saja. Ini membuatku cukup kaget, nampaknya dia ingin memerasku lagi dengan rekam jejak videoku dulu.

Tak lama kemudian Hasan menghampiriku.
Hasan : “eh mbak maaf ini aku perginya lama, tiba-tiba pengen ke toilet dulu.”
Intan : “iya gak apa.”
Hasan : “makanannya belum datang ya mbak?”
Intan : “kamu pesan apa aja? Emang ada duit?”
Hasan : “hehe aku pesan makan malam dan minta dianter kesini sih mbak. Duit…hmm…ada dong di kasih mas Tono sebelum berangkat kesini. Hehe”
Intan : “dasar…kok gak bilang kamu dikasih uang saku sama mas Tono. kan gak enak aku sama mas Tono.”
Hasan : “hehe…uang jajannya buat aku kok mbak. Bukan buat mbak.”
Intan : “ya meski gitu…”
Hasan : “eh makanannya dah datang. Makan dulu yuk mbak.”
Intan : “haish… ya udah, jangan makan disini, ke meja kosong sebelah sana aja san.”
Hasan : “ya udah aku bawain deh mbak.”
Akhirnya pembicaraanku dengan Hasan terpotong karena makan malam sudah tersedia…
Makasih apdetnya bro @haze1998
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd