Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Tono dan para wanitanya... Arc 2 : Intan

The EX 02 - Chapter 27 E
Timeline : 2011 Juni
Hari ke 4 di Jogja

–POV Intan–

Tak terasa sudah hari ke 5 aku di Jogja dengan Hasan. Semakin hari, semakin aku tak bisa bangun pagi. Kulihat jam di meja sudah menunjukkan pukul 11 siang dan aku baru bangun. Badanku rasanya makin hari makin pegal-pegal. Bagaimana tidak, tiap malam si Hasan mengajakku bersetubuh dengan berbagai gaya. Lebih gilanya lagi sekarang Hasan suka gaya doggy style bergantian menusuk vagina dan lubang duburku. Bahkan sampai jam 5 pagi kami baru berhenti dan tidur. Jadi terasa mengganjal di area pantatku sekarang. Namun makin lama aku juga makin terbiasa dan mulai bisa menikmatinya. Aku belum bilang ke Tono juga kalau sekarang Hasan sudah sering meng-anal pantatku. Semoga saja dia tidak kaget nanti.

Saat aku bangun, adikku Hasan sudah tak ada disampingku. Kemana dia pergi ini. Tumben gak bilang-bilang dulu. Mentang-mentang aku sudah minta 2 akses card karena kejadian kemarin si Hasan gak bisa masuk ke kamar dan minta akses card 1 lagi. Alasanku sih tidur jadi kekunci didalam, sebenarnya saat itu aku sedang “bermain” dengan room service. Akhirnya ku telpon saja dia.
Intan : “.... san… lagi dimana?” agak lama baru diangkat
Hasan : “lagi dibawah mbak renang hehe”
Intan : “oh kirain kemana.”
Hasan : “sini lah mbak renang.”
Intan : “ah…ntar sore aja, jam segini panas san. Mbak lapar ini. Beli makan siang yuk.”
Hasan : “ok mbak. Aku balik dulu ke kamar.”
Intan : “iya, mbak mandi dulu ya.”
Hasan : “yah…tunggu dong mbak.”
Intan : “gak mau…wekk…”

Aku segera mandi dengan cepat agar ketika Hasan sampai dikamar sudah selesai. Kalau tidak demikian bakalan minta main lagi nanti si Hasan. Harusnya 5 sampai 10 menit bisa sih mandi cepet. Kurang dari 10 menit aku sudah selesai mandi dan Hasan baru sampai kamar. Antri di lift nya memang cukup lama.
Hasan : “yaaah…sudah selesai mandi ya mbak?” Hasan melihatku masih berbalut handuk dan sedang dandan di depan cermin di meja ujung.
Intan : “sudah dong. Cepetan mandi sana. Mbak lapar nih. Kamu gak lapar emang?”
Hasan : “hehe iya sih mbak belum sarapan sama sudah mau makan siang sebentar lagi.”
Intan : “iya mangkanya sana mandi cepetan.”

Intan : “heh…apa sih san…dah sana mandi.” Hasan malah mendekat dan berdiri dibelakangku.
Hasan : “hehe mbak wangi banget deh. Jadi pengen lagi mbak.”
Intan : “udah udah nanti lagi aja san. Kamu gak laper apa? Sana mandi.” aku merasakan Hasan menggesekkan penisnya ke punggungku dan juga mulai meraba-raba pundak ku.
Intan : “san..burungmu tuh lho…mbak udah mandi nih.”
Hasan : “hehehe…liat mbak kayak gini jadi pengen lagi. Mana wangi lagi. Hehe” sambil mulai mencium tengkuk leherku.

Intan : “sudah san…geli ih…”
Hasan : “bentar yuk mbak…hehe”
Intan : “hampir jam 12 loh…makan dulu aja deh san…eh…” Hasan menggendongku dan membawaku ke atas kasur.
Intan : “san. San. udah deh…” tapi dengan cepat Hasan menurunkan celana kolornya dan langsung menancapkan penisnya yang sudah tegang itu ke dalam kemaluanku. Aku juga belum memakai celana dalam sehingga dia dengan mudah melakukan penetrasi,
Intan : “eh eh eh…san… ACH….” dengan cepat Hasan menggenjotku diatas kasur. Dia juga membuka lilitan handuk ku yang membuatku telanjang bulat sudah.
Intan : “san…ach…sudah…aach…sudah dong…ohs…ngghh…ach…”

Kemaluanku yang sebelumnya masih kering, langsung saja dihajar bertubi-tubi membuatku kesakitan awalnya. Tetapi lama-lama cairanku keluar dan membasahi kemaluanku seiring dengan naiknya nafsuku. Bagaimana tidak, Hasan langsung menghajar kemaluanku dengan penisnya sampai menghantam cervix ku rasanya. Tangannya juga tak tinggal diam, meremas-remas payudaraku sambil bertumpu saat menggenjotku dengan posisi misionaris. Aku kembali dikasari oleh adikku yang tak tahu diri ini.

Intan : “ach…san…san…sudah…san…aach…mmmpppff…” Hasan mencium bibirku dan berhenti menggenjotku. Aku malah jadi bingung kenapa dia berhenti dan mulai menciumku.
Hasan : “mbak…pindah yuk.”
Intan : “hah pindah kemana? Kamar mandi?” ternyata Hasan hanya ingin pindah tempat.
Hasan : “enggak mbak. Ke balkon yuk.”
Intan : “eh…gila…panas san…keliatan orang juga nanti…”
Hasan : “enggak enggak mbak. Aman kok…”
Intan : “ah enggak ah…gila aja nanti diliatin orang lho san… masih siang ini. Mana matahari lagi diubun-ubun jam 12 siang.” memang hari ini cuacanya cerah dan sepertinya diluar sedang panas-panasnya.

Hasan : “ayolah mbak…hehe aman aman. Kan kamar sebelahan sama kita kosong.”
Intan : “iya sih kosong tapi enggak ah. Sana san…udahan…” aku mendorong Hasan dengan kaki ku sampai penisnya tercabut dari kemaluanku dan aku kembali bangkit dari kasur sambil membenarkan posisi handuk yang kukenakan tadi.
Intan : “dah sana…” sebenarnya kemaluanku saat ini sudah basah dan nafsuku sudah naik, tapi aku masih bisa menahannya.
Hasan : “hehe ayolah mbak…” Hasan juga bangkit dari kasur lalu memelukku.
Intan : “kamu nih…dah deh san…sana-sana…” aku mencoba melepaskan diri dari pelukan Hasan. Tapi memang perbedaan kekuatan jadi susah. Adikku semakin dewasa dan aku semakin kewalahan untuk melawannya.

Intan : “san…udah deh…kok maksa sih…” Hasan yang sedang memelukku seakan mendorongku ke arah balkon. Benar saja dia membuka sliding door ke arah balkon dan mendorongku diluar sambil menarik handuk yang kukenakan.
Intan : “san…jangan gila deh…balikin…” aku yang telanjang bulat karena handuk yang kukenakan tadi ditarik lepas oleh Hasan akhirnya jongkok dibawah railing balkon dan menutup tubuh bagian atasku dengan tanganku. Aku masih takut ada orang yang melihat. Hasan hanya tersenyum melihatku dan melemparkan handuk ku tadi ke dalam kamar. Dia juga menjaga di depan pintu masuk ke kamar. Sedikit gambaran, balkon nya memiliki railing dari beton dan atasnya ada pegangan besi.

Akhirnya aku berdiri dan berusaha masuk karena lama-lama aku merasakan panas yang menyengat, tapi kembali dipeluk oleh Hasan.
Hasan : “gak ada siapa-siapa loh mbak. Hehe”
Intan : “san…udah dong..masuk lagi aja…panas ini…” aku tak berani membentak Hasan karena takut ada yang dengar.
Hasan : “hehe kan makin panas makin hot mbak.”
Intan : “yee…adik ******…udah dong…didalam aja san…”

Hasan masih memelukku dan sekarang mendorongku kembali ke tepi railing. Telapak kaki ku terasa panas karena memang sekarang sudah siang sekitar jam 12.
Intan : “san…panas ini…” aku kembali berupaya masuk dan menolak Hasan.
Hasan : “hehe…sebentar aja loh mbak…aman kok gak ada siapa-siapa…”
Intan : “kamu nih apa bisa sebentar? Semalam aja berulang kali kamu bikin mbak lemes.”
Hasan : “satu kali keluar deh…”
Intan : “hish…kamu nih…enggak ah… san…auch…panas nih…” Hasan membalikkan tubuhku dan mendorongku ke arah railing jadi aku otomatis memegang pegangan besi itu. Segera tanganku aku turunkan untuk memegang bagian betonnya yang tak terlalu panas. Posisi Hasan sekarang berada di belakangku dan bersiap untuk penetrasi.
Intan : “ach….san…ach…ach…ach…pelan pelan…ach…” dengan cepat Hasan menusukkan kembali penisnya kedalam kemaluanku yang membuat tubuhku terdorong seiring dengan ritme hentakannya.

Intan : “san…ach…pelan…pelan…” aku menyuruh Hasan untuk tak terlalu kencang menggenjotku dari belakang agar aku tak mendesah terlalu kencang karena keenakan, disamping itu aku juga takut kalau goyangan payudaraku menyentuh besi railing yang panas itu.
Intan : “ach..san..ach…ach…pelan…ach…ACH…ACH…ACH…SAN…ACH…MUNDURAN… ACH….” nampaknya Hasan tak peduli dan semakin cepat ritme genjotannya dari belakang yang membuatku terdorong kedepan.
Intan : “ACH…SAN…ACHH…PANAS…OOOHSS…SAN…MUNDURAN…PANAS…” aku menyuruh Hasan untuk mundur karena aku semakin terdorong dan akhirnya benar saja payudaraku menyentuh besi railing yang sedang panas-panasnya ini.
Hasan : “hehehe…enak kan mbak…ohs...panas-panas…”
Intan : “SAN…PANAS…MUNDURAN…OOH…OOOHS…”

Dia tak menghiraukanku dan semakin mendorongku. Posisi badanku semakin lama semakin tegak karena tak ada tempat lagi untuk maju. Payudaraku yang bergoyang menyentuh bagian besi panas berulang kali seiring tusukan penis Hasan.
Intan : “SAN…SUSU MBAK…PANAS…ACH...SAN…UDAH…SAN…” Hasan yang tak menghiraukan terus saja menggenjotku dengan brutal. Tangannya yang sebelumnya berada di pinggulku mulai bergerak naik ke arah payudaraku. Dia pun memegangi area payudaraku. Aku sedikit tenang karena Hasan meremasnya dan menariknya ke bawah membuat payudaraku tak lagi menyentuh railing itu.
Hasan : “ohs..enak ya mbak…ohs…panas…”
Intan : “ach…nggak san…ach…ach…sudah…ach…“

Namun Hasan yang usil punya ide lain. Dia menyelipkan putingku yang sudah tegang ini diantara jari-jarinya dan dengan sengaja dia menempelkannya ke railing besi ini lagi.
Intan : “ACH…SAN…PANAS…SAKIT…SAN….SUDAH…” aku memohon untuk menyudahi tapi Hasan terus saja mendorongku sampai putingku tersentuh besi panas itu.
Intan : “SAN!!!...SUDAH…PANAS…SAN!!!” akhirnya aku mulai berteriak karena tak kuat lagi menahan panas yang menjalar di putingku ini. Seperti terbakar rasanya.
Hasan : “ohs..mbak…aku mau keluar…tahan sebentar mbak…ohs..”
Intan : “SAN!! SUDAH!!! SAN!! OOOHSS….” kurasakan cairan hangat mengalir kedalam rahimku. Nampaknya Hasan sudah ejakulasi. Sensasi yang kurasakan membuat tubuhku bingung sekarang. Disatu sisi aku kesakitan dan kepanasan karena area sensitifku ditempelkan ke railing. Tapi disatu sisi rasa nikmat mulai menjalar di tubuhku. Tak bisa ku pungkiri juga kalau aku sendiri sangat terangsang sekarang. Bahkan putingku mencuat tegak. Tangan Hasan kembali berpindah ke pinggulku dan menekan penisnya dalam-dalam saat menyelesaikan ejakulasinya.

Cukup lama Hasan menahan posisi ini sampai rahimku terasa penuh oleh spermanya.
Intan : “san…lepasin mbak san…”
Hasan : “dikit lagi mbak…ohs…lagi enak mbak…” mau tak mau aku tetap bertahan sampai Hasan selesai mengeluarkan semua benihnya. Sampai akhirnya dia melepaskanku juga.
PLAK…. Aku balik badan dan menampar mukanya. Hasan nampak kebingungan kenapa aku menamparnya barusan.
Intan : “puting mbak sakit tau san… kamu tempelin ke besi situ…panas san…”
Hasan : “iya maaf mbak…hehe pengen cobain…”
Intan : “kamu lama-lama masokis jadinya san…”
Hasan : “hah? Masokis itu apa mbak?”
Intan : “hish….sudah sudah…mbak mau masuk…spermamu belepotan semua di kaki mbak ini.” aku pun kembali masuk ke kamar dan mengambil tisu untuk mengelap ceceran sperma yang mengalir keluar di kakiku.

Hasan : “hmm mbak…gak mandi lagi aja?”
Intan : “enggak…kelamaan. Kamu sana mandi aja cepetan.”
Hasan : “hmm…masih marah ya mbak?”
Intan : “enggak…mbak cuma laper. Malah kamu ajakin main lagi.”
Hasan : “hehe mbak sih seksi banget jadi bikin pengen.”
Intan : “dah sana kalau mau mandi cepetan kalau enggak ya udah.” sambil aku masih mengelap ceceran spermanya di kemaluanku.
Hasan : “iya mbak, aku mandi dulu.”
Intan : “iya sana.” jawabku ketus. Sebenarnya aku ingin marah karena perlakuannya tadi. Tapi aku sendiri sayang dengan adikku jadi tak tega untuk memarahinya lebih dari ini.

Aku juga seperti menyesal tadi kenapa menampar Hasan. Memang tindakanku tadi reflek karena aku sendiri kesakitan. Tapi aku merasa tak tega tadi kenapa bisa tanganku melayang ke mukanya. Disatu sisi aku juga tak bisa menahan perilaku adikku yang semakin menjadi-jadi. Hasrat seksualnya seperti ingin mencoba berbagai macam hal denganku dan hal yang paling tak kusuka bila dia mulai mencoba hal-hal yang berbau masokis. Aku takut dia keterusan dan jadi berbuat kasar ke cewe lain. Itu yang ada di dalam pikiranku. Apakah aku harus memaklumi rasa ingin tahu adikku ataukah harus kuarahkan. Bagaimana coba caranya kuarahkan untuk lebih baik, hubungan kami berdua saja sudah salah.

Aku memakai celana jeans dan crop top lalu outer jaket karena cuaca panas hari ini membuatku gerah. Tak lama kemudian Hasan sudah selesai mandi dan kami pun pergi keluar dari hotel untuk makan siang dan jalan-jalan. Tapi ada sesuatu hal yang menggangguku. Aku seperti melihat seseorang yang sangat ku kenal. Tapi aku tak yakin jadi sudah begitu saja. Aku mengabaikannya karena memang tak yakin. Orang yang sudah lama menghilang dari hidupku terlalu kebetulan rasanya kalau ketemu di hotel ini. Ya, aku seperti melihat mantanku Dwi yang sudah lama menghilang tiba-tiba meninggalkanku begitu saja setelah membuatku jadi wanita panggilan.


–Sore hari–
Setelah siang tadi aku dan Hasan keluar makan sekalian jalan-jalan. Akhirnya sekitar jam 5 kami sudah kembali ke hotel. Tak lupa sudah beli cemilan untuk di kamar.
Hasan : “mbak, renang yuk.”
Intan : “masih males ah san.”
Hasan : “kalau sorean gini kan sepi biasanya mbak. Hehe ayo lah. Mbak bawa baju renang kan?”
Intan : “iya bawa sih…”
Hasan : “ya udah yuk mbak.”
Intan : “iya deh…” aku pun ganti pakaian dan mengenakan baju renang tapi outer aku pakai kimono ku biasanya untuk turun kebawah.

Ternyata tak begitu sepi juga, ada beberapa orang di kolam renang. Membuatku jadi ingin kembali ke dalam kamar saja. Agak malas rasanya kalau ramai. Karena aku tau tabiat adik ku ini.
Intan : “masih rame gini lho san…balik aja yuk.”
Hasan : “gak apa kali mbak, emang takut apa? Kan ada aku juga disini.”
Intan : “dih…sok sok an kamu san…iya iya. Gak takut apa-apa kok. Ngapain juga mbak takut di apa-apain orang. Tapi kamu juga jangan usil ya. Gak bisa minta main di kolam. Rame tuh.”
Hasan : “wah mbak bisa baca pikiran ku ternyata.”
Intan : “halah, mbak kan tau tabiatmu san. Dah ya gak bisa aneh-aneh.”
Hasan : “hehe iya deh mbak.”

Akhirnya aku dan Hasan masuk ke kolam. Bukannya renang serius malah main air dan lebih lama berendam di area kolam air panasnya. Hasan pamit mau jajan dulu di food area dekat kolam renang. Aku juga tak sendirian di kolam air panas karena semakin malam semakin ramai. Aku tak seberapa khawatir karena adikku memang tak berbuat aneh-aneh sedari tadi. Paling cuma curi-curi meremas pantatku tadi di dalam air. Karena tak terlihat orang jadi aku biarkan saja.

Tak lama ada orang yang menepuk pundak ku. Siapa nih, karena aku masih melihat Hasan di food counter memilih makanan. Dan aku pun menoleh.
Dwi : “eh bener kamu ternyata ya tan…”
Intan : “Dwi…” aku masih kaget ternyata benar yang kulihat tadi.
Dwi : “gak usah kaget gitu…haha kayak lihat hantu aja.”
Intan : “kamu disini Dwi?”
Dwi : “iya tan, aku pindah ke Jogja. Apa kabar nih?”
Intan : “eee…baik…” aku masih kikuk. Sudah lama tak bertemu dengan Dwi.
Dwi : “haha santai lah tan. Kamu kesini sama adikmu ya?”
Intan : “iya itu dia lagi beli makan disana.”

Dwi : “iya aku lihat kok. Jangan kaku gitu dong sayang. Haha”
Intan : “jangan panggil sayang deh. Kan kita sudah bukan siapa-siapa.”
Dwi : “hehe kata siapa? Kan kita gak pernah putus.”
Intan : “kamu ngilang itu sudah sama aja kayak kita putus.”
Dwi : “haha iya iya. Tapi aku belum anggap kita putus.”
Intan : “dah lah jangan bahas masa lalu. Kita sudah gak ada hubungan apa-apa sekarang. Aku juga sudah punya pacar lagi.”
Dwi : “oh… tapi kamu kesini cuma sama adikmu kan? Berarti hubunganmu sama adikmu masih kayak dulu ya.”

Intan : “terus maumu apa sekarang? Kenapa kamu tiba-tiba muncul gini?”
Dwi : “hey…tenang dong sayang…aku gak ada niatan buruk kok. Kita cuma gak sengaja ketemu aja kan.”
Intan : “iya tapi kamu duluan yang bahas masa lalu.”
Dwi : “hehe sorry tan… aku kesini juga sama istri dan teman ku tuh.” Dwi menunjuk ke arah seorang wanita dan 2 orang lelaki yang sedang duduk di gazebo dekat kolam renang yang sedang makan.
Intan : “jadi kamu sudah nikah sekarang?”
Dwi : “ya menurutmu kenapa aku tiba-tiba ngilang dari kamu dulu. Hehe”
Intan : “harusnya kamu kasih kabar ke aku, setidaknya beri aku kejelasan hubungan kita dulu.”
Dwi : “buat apa? Aku juga sebenarnya tak ingin putus dari kamu tan.”
Intan : “terus kenapa kamu nikah sama cewe lain? Sejak kapan kamu sama dia?”
Dwi : “hehe maaf ini aku sebenarnya dulu dijodohin sama keluargaku. Tapi aku gak bilang ke kamu tan. Terus kecelakaan ya sudah akhirnya aku buru-buru nikah.”
Intan : “jadi… aku orang ke 3 dihubungan mu dulu gitu?”
Dwi : “ya gak gitu juga sih tan. Ya rumit lah. Aku juga gak yakin si Mila hamil anak ku.” ternyata nama istrinya adalah Mila.

Intan : “terus? Maksudmu?”
Dwi : “iya, hubunganku dengan Mila, sama seperti aku dengan kamu dulu.”
Intan : “hah? Jadi kamu juga jual dia?”
Dwi : “hehe iya. Kalau gak gitu, kamu tau kan aku gak nafsu kalau bukan sama wanita yang sudah dijamah orang. Itu sih yang bikin aku suka sama kamu dulu. Apalagi kamu dulu datang ketempatku butuh bantuan karena dihamili orang kan. Kalau ingat-ingat dulu bikin burungku tegang nih tan. Haha”
Intan : “sudah sudah jangan bahas masa lalu. Kita sudah punya jalan hidup masing-masing sekarang. Tapi… jangan bilang 2 temanmu itu disana mau sewa istrimu ya?”
Dwi : “ya… tepat sekali. Menurutmu kenapa aku ke hotel sekarang?”
Intan : “masih gila aja kamu ini.”
Dwi : “eh aku balik dulu ya, tapi sepertinya kita masih butuh banyak ngobrol, aku gak tau kabarmu sudah cukup lama nih. Ini nomer hapeku.” aku mengabaikan begitu saja. Namun Dwi mendekat dan berbisik.
Dwi : “aku masih nyimpen video mu dulu lho tan. Hubungi aku ya….hehe” lalu dia pergi begitu saja. Ini membuatku cukup kaget, nampaknya dia ingin memerasku lagi dengan rekam jejak videoku dulu.

Tak lama kemudian Hasan menghampiriku.
Hasan : “eh mbak maaf ini aku perginya lama, tiba-tiba pengen ke toilet dulu.”
Intan : “iya gak apa.”
Hasan : “makanannya belum datang ya mbak?”
Intan : “kamu pesan apa aja? Emang ada duit?”
Hasan : “hehe aku pesan makan malam dan minta dianter kesini sih mbak. Duit…hmm…ada dong di kasih mas Tono sebelum berangkat kesini. Hehe”
Intan : “dasar…kok gak bilang kamu dikasih uang saku sama mas Tono. kan gak enak aku sama mas Tono.”
Hasan : “hehe…uang jajannya buat aku kok mbak. Bukan buat mbak.”
Intan : “ya meski gitu…”
Hasan : “eh makanannya dah datang. Makan dulu yuk mbak.”
Intan : “haish… ya udah, jangan makan disini, ke meja kosong sebelah sana aja san.”
Hasan : “ya udah aku bawain deh mbak.”
Akhirnya pembicaraanku dengan Hasan terpotong karena makan malam sudah tersedia…
Update nya selalu gw tunggu suhuuu... :)
 
The EX 02 - Chapter 27 F
Timeline : 2011 Juni
Hari ke 4 di Jogja

–POV Hasan–

Setelah kembali dari kolam renang tadi, nampaknya mbak Intan jadi gelisah. Apa karena tadi ngobrol dengan mas Dwi. Ya, aku tahu tadi itu mantan mbak Intan, mas Dwi yang aku lihat di banyak rekaman video bersama mbak Intan. Aku tahu mbak Intan didekati mas Dwi tadi saat di kolam dan kubiarkan begitu saja. Aku pantau dari tempat yang mereka tak bisa melihatku. Sengaja memang karena aku penasaran ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tetapi setelah itu mbak Intan nampak seperti orang linglung.

Aku tak tahu apa yang mereka bicarakan, karena posisiku agak jauh. Namun masih cukup jelas untuk memantau mereka. Aku melihat mas Dwi seperti berbisik dan mencium pipi mbak Intan, dan sepertinya tangannya juga meraba-raba area payudara mbak Intan didalam air. Karena air kolam yang jernih jadi aku bisa melihatnya.

Hasan : “mbak…” aku tepuk pundaknya karena mbak Intan tiba-tiba melamun di balkon kamar.
Intan : “hmm…napa san?”
Hasan : “kok ngelamun tumben mbak?”
Intan : “gak apa…”
Hasan : “habis dari kolam tadi kok tiba-tiba gak kayak biasanya gitu mbak.”
Intan : “iya gak ada apa-apa kok san. Cuma kepikiran beberapa hal aja.”
Hasan : “cerita dong mbak, daripada dipikirin sendirian.”
Intan : “hmm…kamu mungkin gak akan paham dek…” mbak Intan hanya tersenyum kearahku. Kupeluk saja dia dari belakang, di samping karena aku sedang horny melihat mbak Intan yang berbalut kimono, aku juga ingin sedikit menenangkannya.

Intan : “dek…malem ini mbak boleh istirahat dulu gak? Mbak lagi banyak pikiran nih dek.”
Hasan : “ya cerita aja dong mbak. Kali aja habis itu jadi lebih enak kan.”
Mbak Intan lalu berbalik badan dan memegang mukaku sambil tersenyum lagi.
Intan : “mbak istirahat dulu ya adik ku sayang malam ini aja. Besok kamu minta apapun mbak kabulin. Semalam aja ya dek. Mmmmuuah… boleh ya dek…”
Hasan : “hmm beneran nih mbak. Besok aku minta kayak gimana aja dikabulin?”
Intan : “iya adikku sayang…”
Hasan : “ya udah deh mbak.”
Intan : “makasih san…mmmuah…” kembali mbak Intan menciumku.
Hasan : “masuk aja yuk mbak daripada mbak masuk angin nanti.”
Intan : “udah kamu duluan aja, mbak masih mau di balkon dulu.”
Hasan : “beneran nih? Ya udah aku masuk dulu ya mbak.”

Akhirnya aku meninggalkan mbak Intan sendirian di balkon. Aku segera tidur saja malam ini karena mbak Intan memang tidak mood untuk kuajak main malam ini. Ya mungkin memang butuh istirahat. Tapi aku juga penasaran, apa yang dipikirkan mbak Intan. Mungkin karena aku kelelahan juga, entah kenapa aku langsung tertidur begitu saja. Aku baru bangun di jam 6 pagi. Kulihat mbak Intan juga sudah bangun pagi dan sedang bermain hape disebelahku.

Hasan : “hari ini mau kemana mbak enaknya ya? sudah hari ke 5 nih. Besok lusa kita sudah pulang ke rumah.”
Intan : “hmm gak tau san. Mbak kayaknya hari ini ada urusan dulu. Kamu mau gak jalan-jalan sendiri dulu hari ini?”
Hasan : “urusan apa mbak?”
Intan : “iya ada yang harus mbak selesaikan dulu sih san hari ini. Kamu jalan-jalan sendiri dulu ya san. Jangan lupa pilih-pilih oleh-oleh buat dibawa pulang. Biar besok kita seharian di hotel aja.”
Hasan : “oh gitu mbak. Ya udah kalau gitu. Mbak mau nitip apa?”
Intan : “itu nanti mbak bikinin listnya ya san. Kamu jam berapa keluar nanti?”
Hasan : “jam jam 9 paling ya mbak, biar buka dulu toko-tokonya”
Intan : “ok deh san.”

Hasan : “eh tapi mbak, janjinya jangan lupa lho yang semalam?”
Intan : “iya iya, mbak turutin semua maumu. Emang kamu mau minta apa san?”
Hasan : “hehe apa ya mbak, kalau misal aku minta mbak gak minum obat lagi, mbak bisa hamil gak sih mbak? Hehehe”
Intan : “hush… ngawur kamu, jangan minta yg gitu dong. Dikira kalau aku hamil gak bingung apa kamu nanti?”
Hasan : “hehehe iya sih mbak…cuma penasaran aja gitu. Kalau mbak hamil anakku gimana ya nantinya.”
Intan : “gak usah penasaran, kasihan anaknya nanti bisa cacat san. Hubungan sedarah itu bikin anak cacat. Emang kamu kepikiran gitu kenapa?”
Hasan : “hehe pengen pas main sama mbak, mbak gendutan perutnya, sama pentilnya mbak bisa keluar asinya.”
Intan : “hmm dasar adik mesum. Dikira enak apa main pas hamil. Kadang sakit tau san kalau kekencengan nyodoknya kayak kamu biasanya gitu. Bisa pendarahan mbak.”

Hasan : “hehehe ya kan terus keguguran aman kan mbak. Emang mbak pernah hamil apa? Kok tau kalau sakit?”
Intan : “ya belum lah… mbak tau kan mbak bidan san. Yang boleh main itu kalau sudah hamil tua, buat ngebantu jalan lahir. Kalau belum hamil tua bisa-bisa keguguran. Dan itu pasti sakit. Gak cuma enaknya doang yang dipikirin. Huh… adikku ini emang mesumnya gak ketulungan.”
Hasan : “hehe kan seru gitu mbak, ada anakku di perutmu.” sambil ku usap perutnya.
Intan : “minta yang lain aja dek, jangan yang itu ya. Mmmuuuah…”
Hasan : “hehe berarti mbak ingkar janji nih, katanya mau kabulin apapun.”
Intan : “hmmm… jangan minta yang itu ya dek… kamu mau memang diusir sama bapak?”
Hasan : “ya jangan sampai ketahuan bapak lah mbak terus mbak gugurin.”
Intan : “haha ngawur kamu san. Udah ah minta yang lain aja.”
Hasan : “hmm… belum aku pikirin sih mbak yang lain. Hehe”

Intan : “ya udah kan bebas, masih ada waktu. Mbak akan kabulin 1 permintaanmu deh.”
Hasan : “hehehe…eh mbak mau aku beliin sarapan dulu diluar?”
Intan : “iya boleh deh san sebelum kamu belanja oleh-oleh nanti. Dah burusan sana mandi.”
Hasan : “mandi bareng yuk mbak.”
Intan : “mau pakai permintaannya buat mandi bareng nih?”
Hasan : “yah… kan sudah sering mbak mandi bareng masa dihitung sih.”
Intan : “ya kali aja. Hehe dah sana mandi duluan. Mbak masih males nih bangun dari kasur.”
Hasan : “iya deh mbak…” akhirnya aku pergi mandi dan beli sarapan dulu buat mbak Intan. Aku heran dia ada urusan apa ya. Sampai dia minta aku buat jalan-jalan sendirian dulu. Aku curiga ada sangkut pautnya dengan mas Dwi.

Akhirnya hari ini aku jalan-jalan sendiri dan belanja oleh-oleh. Mbak Intan juga memberiku uang tambahan untuk belanja. Aku juga memikirkan bawa oleh-oleh apa ya nanti untuk Fitri. Aku belikan cincin silver saja, pasti dia senang nanti. Ku kira-kira saja ukuran jarinya Fitri seberapa. Setelah selesai berbelanja, aku keliling jalan-jalan menggunakan motor dan baru kembali sekitar jam 3 sore. Aku masuk ke kamar dan tak mendapati mbak Intan disana. Nampaknya dia belum kembali jadi ku sms saja mbak Intan.

Hasan : “mbak. Aku sudah di hotel lagi. Mbak dimana mbak?” namun smsku baru berbalas cukup lama.
Intan : “mbak belum selesai nih dek. nanti balik mungkin agak malam.”
Hasan : “ok mbak, aku tunggu di kamar ya.” setelah itu sms ku tak berbalas lagi. Aku menghabiskan waktu dikamar dengan nonton tv sambil main game di hape. Sampai akhirnya jam 8 malam ada yang membuka pintu kamar. Kulihat ternyata mbak Intan yang baru kembali. Mukanya nampak kusut dan kelelahan. Langkahnya pun nampak kesusahan.
Hasan : “darimana mbak? Kok kayak orang kecapekan.” tapi pertanyaanku diacuhkan oleh mbak Intan. Dia membaringkan dirinya diatas kasur, lalu menangis.

Hasan : “mbak… mbak… mbak kenapa? Kok tiba-tiba nangis.” mbak Intan masih saja mengacuhkanku.
Hasan : “mbak… kalau ada yang bikin mbak sakit hati biar aku hajar sekarang. Siapa yang bikin mbak nangis gini?” akhirnya mbak Intan memelukku.
Intan : “sudah…mbak gak apa kok san…”
Hasan : “terus mbak kenapa sampai nangis gini?”
Intan : “enggak gak apa kok san… mbak gak apa apa… setidaknya sekarang masalah mbak sudah selesai… makasih ya adikku sayang sudah khawatirin mbak.” mbak Intan mencoba tersenyum didepanku, meski aku tau dia sedang menahan tangisnya.

Kucium mbak Intan karena lama-lama aku tak tahan lagi. Mukanya yang begitu dekat dengan mukaku seakan memancing gairahku untuk menciumnya.
Intan : “mmmhhh…mmmhhhh…mmhhhhh…” kamipun berciuman panas di atas kasur. Kemudian kutindih tubuhnya dibawahku sambil terus berciuman. Aku mulai melucuti pakaiannya dengan membuka kancing bajunya satu persatu. Tapi tiba-tiba mbak Intan menyetop apa yang sedang aku lakukan sekarang.
Intan : “san… mbak mandi dulu ya…”
Hasan : “gak usah mbak…mmhhh….” aku kembali menciumi mbak Intan. Tapi dia kembali menahanku untuk berbuat lebih jauh lagi.
Intan : “badan mbak masih kotor san…”
Hasan : “gak apa kok mbak… mbak masih cantik kok… mmmhhh…”

Mbak Intan mulai pasrah, dia hanya memejamkan matanya saat kugerayangi. Satu persatu pakaiannya kulucuti dan mbak Intan tetap diam saja. Seperti pasrah akan apa yang kulakukan. Nampak bekas-bekas kemerahan di area payudara. Nampaknya mbak Intan baru saja “bermain” entah dengan siapa. Apa mungkin perbuatan mas Dwi. Ingin sekali ku pertanyakan, tetapi aku urungkan karena aku tak ingin merusak suasana. Kembali kutindih mbak Intan diatas kasur dan mulai kuciumi seluruh tubuhnya.

Intan : “ah…san…” tanganku yang bermain di kemaluannya dihentikan oleh mbak Intan. Nampak mbak Intan agak meringis ketika jari-jariku menyentuh klitorisnya. Aku beringsut kebawah dan mulai mengoral kemaluan mbak Intan.
Intan : ”sshhh….san…sssshhh…ah…san…” mbak Intan masih meringis saat lidahku menyapu kemaluannya. Memang kemaluannya nampak sangat merah dan kering. Aku tak tau lecet entah karena apa. Apa mungkin tadi mbak Intan habis main berjam jam tanpa henti? Kalau denganku juga tak seperti ini. Mbak Intan baru meringis kesakitan ketika kapan lalu kemaluannya kumasuki terong. Apa mbak Intan habis main dengan orang yang memiliki kemaluan sebesar terong? Atau mungkin mbak Intan habis diperkosa tadi. Ah membayangkan itu semua membuat nafsuku semakin naik.

Entah kenapa aku semakin bernafsu ketika membayangkan mbak Intan diperkosa orang. Aku segera melucuti celanaku dan mengeluarkan penisku. Aku tak perduli lagi dengan mbak Intan yang merintih-rintih.
Intan : ”san…pelan-pelan ya…mmmhhh…mmmhhh…” sambil berciuman, kugesekkan penisku di kemaluannya. Makin nampak jelas muka mbak Intan yang menahan sakit. Dengan 1 hentakan keras kutusukkan penisku kedalam vaginanya.
Intan : “UUAACHH….SAKIT…PELAN SAN…AAAAACH…AAAACH…” tanpa ampun aku menusukkan penisku dengan kecepatan penuh. Mbak Intan pun menggeliat tak karuan. Ku cengkram tangannya sambil terus kuhujamkan penisku.
Intan : “SAN….PELAN…SAKIT…AAAACHH…SAKIT…AAAAAAACH…” mbak Intan terus merintih kesakitan tak seperti biasanya. Nampaknya memang kemaluannya lecet, tapi tanpa ampun ku genjot dengan kencang. Raut mukanya yang kesakitan malah membuat nafsuku memuncak.

Mbak Intan seperti sedikit melawan, mungkin karena kesakitan. Tapi aku tak berhenti begitu saja. Seperti adegan pemerkosaan yang selalu ada dalam bayanganku.
Intan : “SAN…SAN…SAKIT…SAN….STOP…OOOOOCHH….” akupun menyeringai seperti menikmati ekspresi kesakitannya.
Intan : “AAAAACH…AAACH…SAKITT…AAAACHH…” mbak Intan menggelepar semakin kuat dan akhirnya tangan kirinya terbebas dari cengkramanku. Dengan sekuat tenaga mbak Intan mendorong tubuhku. Namun apa daya, tenagaku lebih kuat. Kembali ku cengkram lagi tangannya dan kurentangkan diatas kepalanya. Ku cengkram dengan 1 tangan kananku.
Hasan : “ohs…yes..mbak…ohss…ohs…”
Intan : “SAN…SUDAH…AAACH…AAAACHH...SUDAH…AAAACH…” kuremas-remas keras payudara kanannya dengan tangan kiriku.

Hasan : “ohs..mbak…ohs…kamu…habis main sama siapa? Ohs… susumu merah gini mbak…ohs…”
Intan : “SAN…SUDAH SAN…AAACH…SAKITT SAN…AAAACH…” mbak Intan masih tak menjawabku.
Hasan : “kamu…kalau gini makin bikin aku horny mbak…ohs..mmmhhh…”
Intan : “SAN…STOP…OOCH…OOOHHSS… STOP….” genjotanku semakin kencang tak beraturan. Clap…clap…clap…clap… bunyi peraduan kulitku dengan mbak Intan pun semakin kencang.

Karena aku tak bisa mengontrol nafsuku lagi, aku jadi tak bisa menahan waktu ejakulasiku agar lebih lama.
Hasan : “ohs..mbak…mbak…aku mau keluar…” kudekap erat-erat tubuhnya dan kutusukkan dalam-dalam peniskus sampai menekan lubang cervixnya dan seperti masuk lebih dalam. Terasa ada dinding lunak yang bisa kumasuki lebih dalam dan akhirnya…
Crooot…croooot…crooott…crooott…. Kutembakkan semua spermaku didalam rahimnya.
Intan : “OOHSS…SAN…NNNGGGGHHHH….NGGGGHHHH….AAAAACHH…”
Hasan : “ohs..mbak…mmmhh…mmhhh…” kubungkam mulutnya dengan ciumanku. Mbak Intan pun membalas ciumanku. Tapi setelah itu dia kembali meneteskan air mata.

Sekitar 5 menit kemudian aku baru mencabut penisku dari dalam vaginanya. Entah kenapa penisku saat ini juga masih tegang setelah menyemburkan spermaku tadi. Biasanya langsung melemah tapi kali ini berbeda. Apakah mungkin aku ingin mbak Intan diperkosa. Atau memang fetishku senang melihat mbak Intan tersiksa. Kurebahkan tubuhku disebelah mbak Intan. Kulihat mbak Intan masih menangis dan matanya sembab.
Hasan : “maaf ya mbak aku gak nahan lihat mbak Intan gini. Mbak nangis gara-gara aku kasar tadi ya mbak?”
Intan : “....” mbak Intan masih terisak.
Hasan : “maaf ya mbak…”
Intan : “gak apa kok san…bukan salahmu…”
Hasan : “terus mbak kenapa? Hari ini seperti gak bisa menikmati kayak biasanya mbak.”
Intan : “iya san… mbak lagi gak pengen… sebenarnya…”
Hasan : “maaf ya mbak tadi aku maksa…”
Intan : “enggak kok san…mmmmhhhh… bukan salahmu kok adikku sayang…” mbak Intan menciumku sambil berusaha tersenyum. Namun memang masih terlihat air matanya mengalir.

Hasan : “mbak tadi habis dari mana? Kok balik-balik nangis tadi.”
Intan : “gak kemana-mana kok san. Mbak di hotel aja. Cuma tadi ketemu teman mbak. Mau beresin urusan aja.”
Hasan : “terus kenapa kok ada bekas-bekas merah gitu mbak? Mbak ketemu siapa dan ngapain tadi? Gak mungkin kan ketemu teman terus nangis gitu aja.” mbak Intan kembali terdiam dan memelukku sebelum akhirnya bercerita.
Intan : “sebenernya…” mbak Intan nampak ragu mau bercerita dan kembali terdiam.
Hasan : “kenapa mbak? Cerita aja kalau memang bukan aku yang salah.” tapi aku terus saja memojokkannya untuk bercerita.
Intan : “mbak tadi ketemu sama mantan mbak san… kemarin sih gak sengaja ketemu di kolam renang.”
Hasan : “jadi tadi mbak Intan nemuin dia?”
Intan : “iya san… namanya Dwi. mungkin kamu pernah tau. Pernah mbak ajakin ke rumah juga. Dia dulu temen mbak pas SMA.”
Hasan : “oh iya aku tau mbak, si mas Dwi. terus hubungannya apa sama mbak nangis ini?”

Intan : “mbak sebenernya punya rahasia dari kamu san… yang tahu cuma Dwi… ”
Hasan : “hah? Apa itu mbak? Rahasia apa?”
Intan : “emmm…” mbak Intan nampak masih ragu untuk bercerita.
Hasan : “cerita aja dong mbak…”
Intan : “kamu sayang kan sama mbak…kalau mbak cerita… kamu jangan kasih tau siapa-siapa ya…”
Hasan : “iya mbak…aku sayang sama mbak… kalau boleh bilang cinta mungkin aku bilang cinta ke mbak… aku lebih cinta sama mbak daripada pacarku sendiri si Fitri...”
Intan : “hus…ngawur kamu…masa kamu punya perasaan kayak gitu sama mbak san…”
Hasan : “iya beneran mbak… sudah…mbak cerita aja… jangan bikin aku penasaran gini… aku janji gak bakal bilang siapa-siapa…”
Intan : “beneran ya dek…”
Hasan : “iya mbak…”

Intan : “mbak bingung mau mulai cerita darimana san…”
Hasan : “dari awal mula aja mbak… aku pengen tau kenapa bisa sampai bikin mbak nangis kayak gini…”
Intan : “mbak jadian sama Dwi dulu karena hutang budi awalnya san… tapi…”
Hasan : “hah? Hutang budi gimana mbak? Mbak pernah ditolong apa?”
Intan : “eeemmm…” mbak Intan kembali ragu untuk melanjutkan ceritanya.
Intan : “kamu jangan kaget ya… mbak dulu pernah ditolongin sama Dwi untuk ****** san…”
Hasan : “jadi…mbak Intan pernah…” mbak Intan pun mengangguk mengiyakan.

Hasan : “itu…hasil sama aku kah mbak? Atau sama pacar mbak dulu sebelum mas Dwi?” mbak Intan menggeleng kali ini.
Intan : “bukan san… pas itu mbak juga gak pacaran sama siapa-siapa. Dan itu juga bukan hasil dari kamu…”
Hasan : “terus?”
Intan : “mbak pernah…diperkosa orang san…pas magang kuliah…” air matanya kembali mengalir. Aku pun kaget mendengar cerita mbak Intan.
Hasan : “hah? Terus pelakunya gimana? Mbak kok gak cerita sama bapak?” aku masih terkejut mendengar penuturan mbak Intan.
Intan : “nggak san…kalau mbak cerita…yang ada mbak nanti disuruh nikah sama pelakunya.”
Hasan : “ya bukannya harusnya gitu mbak? Biar dia bertanggung jawab.”
Intan : “gak bisa san…”
Hasan : “gak bisa gimana mbak?”
Intan : “ya gak bisa san… gak bisa… gak bisa 5 orang nikahin mbak semua…”
Hasan : “jadi…mbak diperkosa 5 orang?”
Mbak Intan mengangguk lagi…

Intan : “maafin mbak gak pernah cerita ini ya san…”
Hasan : “iya mbak… terus gimana?”
Intan : “iya san…mbak hamil anaknya siapa juga mbak gak tau… tapi yang jelas kejadian dari mbak magang. Soalnya pas itu kan kamu sama mbak juga lagi gak ketemu 3 bulanan kan sebelum mbak magang. Habis itu… si Dwi nolongin mbak. Dia ngerawat mbak 1 bulan habis ****** san… jadinya mbak juga jatuh hati sama dia. Apalagi dia dulu perhatian…”
Hasan : “terus kenapa mbak putus sama dia?”
Intan : “mbak belum putus sama dia san… dianya yang tiba-tiba ngilang gitu aja. Setelah mbak lakuin semuanya buat dia…”
Hasan : “semua?”
Intan : “iya san…mbak nurutin mau nya dia… apapun itu… termasuk… jual diri mbak…”

Sekarang giliran aku yang terdiam karena kaget. Aku memang tahu mbak Intan punya beberapa rekaman rahasia. Tapi aku tak menyangka ternyata mbak ku dijual selama ini oleh mas Dwi. Ku kira selama ini rekaman yang aku tonton atas dasar suka sama suka karena nampak raut muka mbak Intan juga menikmati.
Hasan : “terus? Mbak mau mau aja gitu?” mbak Intan pun kembali mengangguk.
Intan : “iya gimana san…mbak dulu udah terlanjur sayang sama dia…terus dia ngilang gitu aja…dan baru ketemu kemarin itu… dan ternyata dia sudah nikah sama orang lain…”
Hasan : “jadi mbak nangis tadi gara-gara itu?” rasanya cukup aneh bila mbak Intan cuma menangis gara-gara ketemu dengan mantan.
Intan : “enggak san… karena hal lain…”
Hasan : “terus apa mbak yang bikin mbak nangis tadi?” mbak Intan kembali ragu untuk berbicara. Dia diam untuk beberapa saat dan kucoba untuk kutenangkan dengan mengusap-usap rambutnya.

Intan : “mbak disuruh ngelayanin tamunya dia tadi dek… mbak gak mau…”
Hasan : “hah? Terus?”
Intan : “mbak gak mau lagi kayak dulu san… jadi mbak tolak… tapi…”
Hasan : “tapi apa mbak?”
Intan : “aku malah… diperkosa mereka dek…”
Hasan : “hah! Sekarang dimana mereka! Aku datangi sekarang!” aku yang panas hati langsung emosi dan bangkit dari kasur.
Intan : “jangan san… gak perlu…”
Hasan : “aku gak bisa biarin mbak gini aja!”
Intan : “sudah san sudah…aku gak mau kamu kenapa kenapa… mereka ber 10 dan kamu sendirian…” aku pun shock dan terduduk kembali diatas kasur. Mbak Intan memelukku dari belakang.
Hasan : “jadi…mbak diperkosa 10 orang?”
Intan : “iya san…sudah ya…aku gak mau kamu yang kenapa kenapa… mbak gak apa kok… mereka juga pakai pengaman tadi… sudah ya san… sudah… jangan diperpanjang… besok lusa kita pulang kerumah dan lupakan semua ini… aku lebih bingung ditanya bapak kalau kamu kenapa kenapa…”
Intan : “mbak pesen…kamu jangan bilang mas Tono ya… sudah ini selesai sampai disini saja… nanti sepulang kita kerumah sudah anggap tak ada apa-apa ya san…”


Aku masih emosi, ingin rasanya ku hajar mas Dwi sekarang. Tapi memang benar kata mbak Intan, kalau lawan 10 orang rasanya aku yang akan mati konyol. Suatu saat nanti, kalau ketemu akan ku hajar itu mas Dwi. Akhirnya aku berusaha untuk menahan diri sekarang…
Hasan : “ya sudah mbak…kalau mau mbak begitu…”
Intan : “iya dek…makasih ya…”
Hasan : “ya udah mbak…yuk tidur aja…besok kita jalan-jalan saja hari terakhir disini…”
Intan : “yakin nih mau tidur san?” nampak mbak Intan mulai tersenyum lagi.
Hasan : “iya mbak tidur aja, aku kasihan sama mbak…”
Intan : “duuu…sekarang aja kasihan, tadi ngehajar mbak gak dikasih ampun…hihi…nih burungmu masih keras aja…”
Hasan : “ya gimana mbak kan masih telanjang gitu, gimana burungku gak berdiri mbak.”

Intan : “hihihi adikku sayang nih lucu kok…burungmu masih bangun lihat mbak telanjang apa nafsu mbak ceritain mbak habis diperkosa 10 orang tadi?”
Hasan : “nggak kok mbak…” aku pun berbohong karena memang aku sedari tadi juga horny terlebih lagi setelah tahu mbak Intan di perkosa 10 orang.
Intan : “jangan bohong deh dek… mbak tau kok tabiatmu…” mbak Intan turun dari kasur dan jongkok didepanku.
Intan : “sini dek…mbak emut burungmu…kasihan tuh…masih bisa keluar lagi…hihi” entah kenapa sekarang mbak Intan malah menggodaku. Padahal tadi moodnya sangat tidak enak. Bahkan dia sampai menangis saat kusetubuhi.

Intan : “mmmhh…mmmhh…mmhhh…mmhhh…” mbak Intan nampak begitu nafsu mengulum penisku.
Hasan : “mbak… kamu gak apa nih mbak?”
Intan : “hihi… emang kenapa dek?”
Hasan : “ya mbak tadi moodnya gak enak kok tiba-tiba sekarang berubah kan aku bingung.” mbak Intan bangkit berdiri dan melempar senyum lalu berjalan ke arah pintu balkon.

Intan : “kamu gak mau perkosa mbak lagi san? Kalau mau…sini…” aku pun berdiri menghampiri mbak Intan, tanpa pikir panjang lagi kubalik badannya dan kudorong kembali ke kasur.
Intan : “auch…” mbak Intan yang terlempar ke kasur seperti terhentak langsung saja kuposisikan penisku di vaginanya dan slep… kembali ku tusukkan penisku yang masih tegang ini.

Intan : “AAAACH….AAACHH..AACH…AAACHH…SAN…AAACCHH…” mbak Intan kembali menjerit-jerit saat penetrasi penisku keluar masuk di dalam kemaluannya. Serasa masih kering dan kesat tapi tetap kupaksakan saja untuk menggenjotnya. Jujur saja aku ingin merasakan memperkosa mbak Intan. Ditambah lagi kondisi yang dia ceritakan tadi membuat fetish ku terpenuhi. Kugenjot dengan kencang dari belakang.
Intan : “AAAACH…SAN…SAN…OOOCHH….OOOHHSS….”
Plak…plak…plak…plak…plak… sambil ku tampar pantatnya berulang kali.
Hasan : “tadi kamu diginiin gak mbak!!”
Intan : “OOOCH…IYAH…SAN…IYAAAH…AAACHH…SAN…..AAAACHH…PERIH….”
Plak…plak…plak…plak… kutampar terus pantatnya sampai lecet.

Hasan : “tadi kamu diapain lagi mbak!!!”
Intan : “OOOCH…OOOCHH…AKU DIJAMBAK…OOOCH…DICEKIK….OOOCH… DITAMPAR….AAACHHH”
Hasan : “kayak gini!!!” kutarik rambut panjangnya.
Intan : “AAACHH…IYAAAHH…AAAACH…SAKIT SAN….AAAACHH…AACHH…” kutarik keras rambutnya sampai ada beberapa yang patah di tanganku tak sampai tercabut karena rambut mbak Intan ini kuat terawat. Akhirnya ku lilitkan di tangan kananku, seperti mengendarai kuda ku tarik seiring gerakan tusukanku di kemaluannya.
Intan : “AAAACHH…SANN…AAAACHH…MBAKK.***K KUAT….AAAACHHHHH…” tubuhnya mengejan sebelum ambruk di atas kasur.

Tapi saat mbak Intan ambruk, ku tarik rambutnya lagi. Tak kubiarkan dia beristirahat.
Intan : “AAAH…SAN…SAKITTT…AAACHH…” tak lama kemudian kudorong ke lantai diatas karpet. Mbak Intan terjungkal jatuh dan langsung kutindih lagi. Ku buka lebar-lebar kakinya dan kembali kumasukkan penisku didalam kemaluannya.
Intan : “AACH…AAAACH…AAACH…AAAACHH…” mbak Intan kembali menjerit-jerit. Nampak raut mukanya sekarang berbeda dengan yang tadi. Seperti lebih menikmati walau masih merintih kesakitan. Melihat ekspresinya yang keenakan seperti ini membuatku tak tahan lagi.
Hasan : “aahh..mbak…ku keluarin ya….”
Intan : “AAACH….IYAAAH…AAACHH…” aku mencabut penisku dan langsung ku kocok di atas payudaranya. Spermaku membanjiri payudara dan mukanya muncrat tak beraturan. Mbak Intan memejamkan mata menerima semburan spermaku.
Hasan : “aaahs…yes…mbak….ohs…”
Intan : “ih…san…san…”
sampai akhirnya aku selesai dan terduduk disampingnya.

Intan : “ish…kamu nih… protein kok dibuang-buang… keluarin dimulut aja napa san…”
Hasan : “hehe sudah gak nahan mbak…”
Intan : “hmmm…jadi beringas banget kamu ya, tau mbak nya diperkosa orang malah pengen. Hihi… dah ah mbak mau mandi dulu. Mau ikut gak?”
Hasan : “aku istirahat dulu deh mbak…” entah kenapa tenagaku seperti habis begitu saja.
Intan : “hmmm…dasar… gitu katanya tadi mau ngehajar orang. Baru 2 ronde aja udah lelah kamu. Tapi kamu lebih ganas dari biasanya sih emang dek…dah mbak mandi dulu ya…”

Mbak Intan akhirnya pergi mandi dan aku duduk dulu istirahat di kursi sambil nonton tv. Aku senang mbak Intan moodnya sudah membaik. Tapi disisi lain, rasanya aku punya dendam tersendiri ke mas Dwi. tak tega rasanya kakak ku dipermainkan olehnya. Mungkin nanti aku akan ingkari janjiku ke mbak Intan untuk tidak membicarakan ini ke mas Tono. Aku rasa mas Tono perlu tahu akan kejadian hari ini.
 
The EX 02 - Chapter 27 F
Timeline : 2011 Juni
Hari ke 4 di Jogja

–POV Hasan–

Setelah kembali dari kolam renang tadi, nampaknya mbak Intan jadi gelisah. Apa karena tadi ngobrol dengan mas Dwi. Ya, aku tahu tadi itu mantan mbak Intan, mas Dwi yang aku lihat di banyak rekaman video bersama mbak Intan. Aku tahu mbak Intan didekati mas Dwi tadi saat di kolam dan kubiarkan begitu saja. Aku pantau dari tempat yang mereka tak bisa melihatku. Sengaja memang karena aku penasaran ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tetapi setelah itu mbak Intan nampak seperti orang linglung.

Aku tak tahu apa yang mereka bicarakan, karena posisiku agak jauh. Namun masih cukup jelas untuk memantau mereka. Aku melihat mas Dwi seperti berbisik dan mencium pipi mbak Intan, dan sepertinya tangannya juga meraba-raba area payudara mbak Intan didalam air. Karena air kolam yang jernih jadi aku bisa melihatnya.

Hasan : “mbak…” aku tepuk pundaknya karena mbak Intan tiba-tiba melamun di balkon kamar.
Intan : “hmm…napa san?”
Hasan : “kok ngelamun tumben mbak?”
Intan : “gak apa…”
Hasan : “habis dari kolam tadi kok tiba-tiba gak kayak biasanya gitu mbak.”
Intan : “iya gak ada apa-apa kok san. Cuma kepikiran beberapa hal aja.”
Hasan : “cerita dong mbak, daripada dipikirin sendirian.”
Intan : “hmm…kamu mungkin gak akan paham dek…” mbak Intan hanya tersenyum kearahku. Kupeluk saja dia dari belakang, di samping karena aku sedang horny melihat mbak Intan yang berbalut kimono, aku juga ingin sedikit menenangkannya.

Intan : “dek…malem ini mbak boleh istirahat dulu gak? Mbak lagi banyak pikiran nih dek.”
Hasan : “ya cerita aja dong mbak. Kali aja habis itu jadi lebih enak kan.”
Mbak Intan lalu berbalik badan dan memegang mukaku sambil tersenyum lagi.
Intan : “mbak istirahat dulu ya adik ku sayang malam ini aja. Besok kamu minta apapun mbak kabulin. Semalam aja ya dek. Mmmmuuah… boleh ya dek…”
Hasan : “hmm beneran nih mbak. Besok aku minta kayak gimana aja dikabulin?”
Intan : “iya adikku sayang…”
Hasan : “ya udah deh mbak.”
Intan : “makasih san…mmmuah…” kembali mbak Intan menciumku.
Hasan : “masuk aja yuk mbak daripada mbak masuk angin nanti.”
Intan : “udah kamu duluan aja, mbak masih mau di balkon dulu.”
Hasan : “beneran nih? Ya udah aku masuk dulu ya mbak.”

Akhirnya aku meninggalkan mbak Intan sendirian di balkon. Aku segera tidur saja malam ini karena mbak Intan memang tidak mood untuk kuajak main malam ini. Ya mungkin memang butuh istirahat. Tapi aku juga penasaran, apa yang dipikirkan mbak Intan. Mungkin karena aku kelelahan juga, entah kenapa aku langsung tertidur begitu saja. Aku baru bangun di jam 6 pagi. Kulihat mbak Intan juga sudah bangun pagi dan sedang bermain hape disebelahku.

Hasan : “hari ini mau kemana mbak enaknya ya? sudah hari ke 5 nih. Besok lusa kita sudah pulang ke rumah.”
Intan : “hmm gak tau san. Mbak kayaknya hari ini ada urusan dulu. Kamu mau gak jalan-jalan sendiri dulu hari ini?”
Hasan : “urusan apa mbak?”
Intan : “iya ada yang harus mbak selesaikan dulu sih san hari ini. Kamu jalan-jalan sendiri dulu ya san. Jangan lupa pilih-pilih oleh-oleh buat dibawa pulang. Biar besok kita seharian di hotel aja.”
Hasan : “oh gitu mbak. Ya udah kalau gitu. Mbak mau nitip apa?”
Intan : “itu nanti mbak bikinin listnya ya san. Kamu jam berapa keluar nanti?”
Hasan : “jam jam 9 paling ya mbak, biar buka dulu toko-tokonya”
Intan : “ok deh san.”

Hasan : “eh tapi mbak, janjinya jangan lupa lho yang semalam?”
Intan : “iya iya, mbak turutin semua maumu. Emang kamu mau minta apa san?”
Hasan : “hehe apa ya mbak, kalau misal aku minta mbak gak minum obat lagi, mbak bisa hamil gak sih mbak? Hehehe”
Intan : “hush… ngawur kamu, jangan minta yg gitu dong. Dikira kalau aku hamil gak bingung apa kamu nanti?”
Hasan : “hehehe iya sih mbak…cuma penasaran aja gitu. Kalau mbak hamil anakku gimana ya nantinya.”
Intan : “gak usah penasaran, kasihan anaknya nanti bisa cacat san. Hubungan sedarah itu bikin anak cacat. Emang kamu kepikiran gitu kenapa?”
Hasan : “hehe pengen pas main sama mbak, mbak gendutan perutnya, sama pentilnya mbak bisa keluar asinya.”
Intan : “hmm dasar adik mesum. Dikira enak apa main pas hamil. Kadang sakit tau san kalau kekencengan nyodoknya kayak kamu biasanya gitu. Bisa pendarahan mbak.”

Hasan : “hehehe ya kan terus keguguran aman kan mbak. Emang mbak pernah hamil apa? Kok tau kalau sakit?”
Intan : “ya belum lah… mbak tau kan mbak bidan san. Yang boleh main itu kalau sudah hamil tua, buat ngebantu jalan lahir. Kalau belum hamil tua bisa-bisa keguguran. Dan itu pasti sakit. Gak cuma enaknya doang yang dipikirin. Huh… adikku ini emang mesumnya gak ketulungan.”
Hasan : “hehe kan seru gitu mbak, ada anakku di perutmu.” sambil ku usap perutnya.
Intan : “minta yang lain aja dek, jangan yang itu ya. Mmmuuuah…”
Hasan : “hehe berarti mbak ingkar janji nih, katanya mau kabulin apapun.”
Intan : “hmmm… jangan minta yang itu ya dek… kamu mau memang diusir sama bapak?”
Hasan : “ya jangan sampai ketahuan bapak lah mbak terus mbak gugurin.”
Intan : “haha ngawur kamu san. Udah ah minta yang lain aja.”
Hasan : “hmm… belum aku pikirin sih mbak yang lain. Hehe”

Intan : “ya udah kan bebas, masih ada waktu. Mbak akan kabulin 1 permintaanmu deh.”
Hasan : “hehehe…eh mbak mau aku beliin sarapan dulu diluar?”
Intan : “iya boleh deh san sebelum kamu belanja oleh-oleh nanti. Dah burusan sana mandi.”
Hasan : “mandi bareng yuk mbak.”
Intan : “mau pakai permintaannya buat mandi bareng nih?”
Hasan : “yah… kan sudah sering mbak mandi bareng masa dihitung sih.”
Intan : “ya kali aja. Hehe dah sana mandi duluan. Mbak masih males nih bangun dari kasur.”
Hasan : “iya deh mbak…” akhirnya aku pergi mandi dan beli sarapan dulu buat mbak Intan. Aku heran dia ada urusan apa ya. Sampai dia minta aku buat jalan-jalan sendirian dulu. Aku curiga ada sangkut pautnya dengan mas Dwi.

Akhirnya hari ini aku jalan-jalan sendiri dan belanja oleh-oleh. Mbak Intan juga memberiku uang tambahan untuk belanja. Aku juga memikirkan bawa oleh-oleh apa ya nanti untuk Fitri. Aku belikan cincin silver saja, pasti dia senang nanti. Ku kira-kira saja ukuran jarinya Fitri seberapa. Setelah selesai berbelanja, aku keliling jalan-jalan menggunakan motor dan baru kembali sekitar jam 3 sore. Aku masuk ke kamar dan tak mendapati mbak Intan disana. Nampaknya dia belum kembali jadi ku sms saja mbak Intan.

Hasan : “mbak. Aku sudah di hotel lagi. Mbak dimana mbak?” namun smsku baru berbalas cukup lama.
Intan : “mbak belum selesai nih dek. nanti balik mungkin agak malam.”
Hasan : “ok mbak, aku tunggu di kamar ya.” setelah itu sms ku tak berbalas lagi. Aku menghabiskan waktu dikamar dengan nonton tv sambil main game di hape. Sampai akhirnya jam 8 malam ada yang membuka pintu kamar. Kulihat ternyata mbak Intan yang baru kembali. Mukanya nampak kusut dan kelelahan. Langkahnya pun nampak kesusahan.
Hasan : “darimana mbak? Kok kayak orang kecapekan.” tapi pertanyaanku diacuhkan oleh mbak Intan. Dia membaringkan dirinya diatas kasur, lalu menangis.

Hasan : “mbak… mbak… mbak kenapa? Kok tiba-tiba nangis.” mbak Intan masih saja mengacuhkanku.
Hasan : “mbak… kalau ada yang bikin mbak sakit hati biar aku hajar sekarang. Siapa yang bikin mbak nangis gini?” akhirnya mbak Intan memelukku.
Intan : “sudah…mbak gak apa kok san…”
Hasan : “terus mbak kenapa sampai nangis gini?”
Intan : “enggak gak apa kok san… mbak gak apa apa… setidaknya sekarang masalah mbak sudah selesai… makasih ya adikku sayang sudah khawatirin mbak.” mbak Intan mencoba tersenyum didepanku, meski aku tau dia sedang menahan tangisnya.

Kucium mbak Intan karena lama-lama aku tak tahan lagi. Mukanya yang begitu dekat dengan mukaku seakan memancing gairahku untuk menciumnya.
Intan : “mmmhhh…mmmhhhh…mmhhhhh…” kamipun berciuman panas di atas kasur. Kemudian kutindih tubuhnya dibawahku sambil terus berciuman. Aku mulai melucuti pakaiannya dengan membuka kancing bajunya satu persatu. Tapi tiba-tiba mbak Intan menyetop apa yang sedang aku lakukan sekarang.
Intan : “san… mbak mandi dulu ya…”
Hasan : “gak usah mbak…mmhhh….” aku kembali menciumi mbak Intan. Tapi dia kembali menahanku untuk berbuat lebih jauh lagi.
Intan : “badan mbak masih kotor san…”
Hasan : “gak apa kok mbak… mbak masih cantik kok… mmmhhh…”

Mbak Intan mulai pasrah, dia hanya memejamkan matanya saat kugerayangi. Satu persatu pakaiannya kulucuti dan mbak Intan tetap diam saja. Seperti pasrah akan apa yang kulakukan. Nampak bekas-bekas kemerahan di area payudara. Nampaknya mbak Intan baru saja “bermain” entah dengan siapa. Apa mungkin perbuatan mas Dwi. Ingin sekali ku pertanyakan, tetapi aku urungkan karena aku tak ingin merusak suasana. Kembali kutindih mbak Intan diatas kasur dan mulai kuciumi seluruh tubuhnya.

Intan : “ah…san…” tanganku yang bermain di kemaluannya dihentikan oleh mbak Intan. Nampak mbak Intan agak meringis ketika jari-jariku menyentuh klitorisnya. Aku beringsut kebawah dan mulai mengoral kemaluan mbak Intan.
Intan : ”sshhh….san…sssshhh…ah…san…” mbak Intan masih meringis saat lidahku menyapu kemaluannya. Memang kemaluannya nampak sangat merah dan kering. Aku tak tau lecet entah karena apa. Apa mungkin tadi mbak Intan habis main berjam jam tanpa henti? Kalau denganku juga tak seperti ini. Mbak Intan baru meringis kesakitan ketika kapan lalu kemaluannya kumasuki terong. Apa mbak Intan habis main dengan orang yang memiliki kemaluan sebesar terong? Atau mungkin mbak Intan habis diperkosa tadi. Ah membayangkan itu semua membuat nafsuku semakin naik.

Entah kenapa aku semakin bernafsu ketika membayangkan mbak Intan diperkosa orang. Aku segera melucuti celanaku dan mengeluarkan penisku. Aku tak perduli lagi dengan mbak Intan yang merintih-rintih.
Intan : ”san…pelan-pelan ya…mmmhhh…mmmhhh…” sambil berciuman, kugesekkan penisku di kemaluannya. Makin nampak jelas muka mbak Intan yang menahan sakit. Dengan 1 hentakan keras kutusukkan penisku kedalam vaginanya.
Intan : “UUAACHH….SAKIT…PELAN SAN…AAAAACH…AAAACH…” tanpa ampun aku menusukkan penisku dengan kecepatan penuh. Mbak Intan pun menggeliat tak karuan. Ku cengkram tangannya sambil terus kuhujamkan penisku.
Intan : “SAN….PELAN…SAKIT…AAAACHH…SAKIT…AAAAAAACH…” mbak Intan terus merintih kesakitan tak seperti biasanya. Nampaknya memang kemaluannya lecet, tapi tanpa ampun ku genjot dengan kencang. Raut mukanya yang kesakitan malah membuat nafsuku memuncak.

Mbak Intan seperti sedikit melawan, mungkin karena kesakitan. Tapi aku tak berhenti begitu saja. Seperti adegan pemerkosaan yang selalu ada dalam bayanganku.
Intan : “SAN…SAN…SAKIT…SAN….STOP…OOOOOCHH….” akupun menyeringai seperti menikmati ekspresi kesakitannya.
Intan : “AAAAACH…AAACH…SAKITT…AAAACHH…” mbak Intan menggelepar semakin kuat dan akhirnya tangan kirinya terbebas dari cengkramanku. Dengan sekuat tenaga mbak Intan mendorong tubuhku. Namun apa daya, tenagaku lebih kuat. Kembali ku cengkram lagi tangannya dan kurentangkan diatas kepalanya. Ku cengkram dengan 1 tangan kananku.
Hasan : “ohs…yes..mbak…ohss…ohs…”
Intan : “SAN…SUDAH…AAACH…AAAACHH...SUDAH…AAAACH…” kuremas-remas keras payudara kanannya dengan tangan kiriku.

Hasan : “ohs..mbak…ohs…kamu…habis main sama siapa? Ohs… susumu merah gini mbak…ohs…”
Intan : “SAN…SUDAH SAN…AAACH…SAKITT SAN…AAAACH…” mbak Intan masih tak menjawabku.
Hasan : “kamu…kalau gini makin bikin aku horny mbak…ohs..mmmhhh…”
Intan : “SAN…STOP…OOCH…OOOHHSS… STOP….” genjotanku semakin kencang tak beraturan. Clap…clap…clap…clap… bunyi peraduan kulitku dengan mbak Intan pun semakin kencang.

Karena aku tak bisa mengontrol nafsuku lagi, aku jadi tak bisa menahan waktu ejakulasiku agar lebih lama.
Hasan : “ohs..mbak…mbak…aku mau keluar…” kudekap erat-erat tubuhnya dan kutusukkan dalam-dalam peniskus sampai menekan lubang cervixnya dan seperti masuk lebih dalam. Terasa ada dinding lunak yang bisa kumasuki lebih dalam dan akhirnya…
Crooot…croooot…crooott…crooott…. Kutembakkan semua spermaku didalam rahimnya.
Intan : “OOHSS…SAN…NNNGGGGHHHH….NGGGGHHHH….AAAAACHH…”
Hasan : “ohs..mbak…mmmhh…mmhhh…” kubungkam mulutnya dengan ciumanku. Mbak Intan pun membalas ciumanku. Tapi setelah itu dia kembali meneteskan air mata.

Sekitar 5 menit kemudian aku baru mencabut penisku dari dalam vaginanya. Entah kenapa penisku saat ini juga masih tegang setelah menyemburkan spermaku tadi. Biasanya langsung melemah tapi kali ini berbeda. Apakah mungkin aku ingin mbak Intan diperkosa. Atau memang fetishku senang melihat mbak Intan tersiksa. Kurebahkan tubuhku disebelah mbak Intan. Kulihat mbak Intan masih menangis dan matanya sembab.
Hasan : “maaf ya mbak aku gak nahan lihat mbak Intan gini. Mbak nangis gara-gara aku kasar tadi ya mbak?”
Intan : “....” mbak Intan masih terisak.
Hasan : “maaf ya mbak…”
Intan : “gak apa kok san…bukan salahmu…”
Hasan : “terus mbak kenapa? Hari ini seperti gak bisa menikmati kayak biasanya mbak.”
Intan : “iya san… mbak lagi gak pengen… sebenarnya…”
Hasan : “maaf ya mbak tadi aku maksa…”
Intan : “enggak kok san…mmmmhhhh… bukan salahmu kok adikku sayang…” mbak Intan menciumku sambil berusaha tersenyum. Namun memang masih terlihat air matanya mengalir.

Hasan : “mbak tadi habis dari mana? Kok balik-balik nangis tadi.”
Intan : “gak kemana-mana kok san. Mbak di hotel aja. Cuma tadi ketemu teman mbak. Mau beresin urusan aja.”
Hasan : “terus kenapa kok ada bekas-bekas merah gitu mbak? Mbak ketemu siapa dan ngapain tadi? Gak mungkin kan ketemu teman terus nangis gitu aja.” mbak Intan kembali terdiam dan memelukku sebelum akhirnya bercerita.
Intan : “sebenernya…” mbak Intan nampak ragu mau bercerita dan kembali terdiam.
Hasan : “kenapa mbak? Cerita aja kalau memang bukan aku yang salah.” tapi aku terus saja memojokkannya untuk bercerita.
Intan : “mbak tadi ketemu sama mantan mbak san… kemarin sih gak sengaja ketemu di kolam renang.”
Hasan : “jadi tadi mbak Intan nemuin dia?”
Intan : “iya san… namanya Dwi. mungkin kamu pernah tau. Pernah mbak ajakin ke rumah juga. Dia dulu temen mbak pas SMA.”
Hasan : “oh iya aku tau mbak, si mas Dwi. terus hubungannya apa sama mbak nangis ini?”

Intan : “mbak sebenernya punya rahasia dari kamu san… yang tahu cuma Dwi… ”
Hasan : “hah? Apa itu mbak? Rahasia apa?”
Intan : “emmm…” mbak Intan nampak masih ragu untuk bercerita.
Hasan : “cerita aja dong mbak…”
Intan : “kamu sayang kan sama mbak…kalau mbak cerita… kamu jangan kasih tau siapa-siapa ya…”
Hasan : “iya mbak…aku sayang sama mbak… kalau boleh bilang cinta mungkin aku bilang cinta ke mbak… aku lebih cinta sama mbak daripada pacarku sendiri si Fitri...”
Intan : “hus…ngawur kamu…masa kamu punya perasaan kayak gitu sama mbak san…”
Hasan : “iya beneran mbak… sudah…mbak cerita aja… jangan bikin aku penasaran gini… aku janji gak bakal bilang siapa-siapa…”
Intan : “beneran ya dek…”
Hasan : “iya mbak…”

Intan : “mbak bingung mau mulai cerita darimana san…”
Hasan : “dari awal mula aja mbak… aku pengen tau kenapa bisa sampai bikin mbak nangis kayak gini…”
Intan : “mbak jadian sama Dwi dulu karena hutang budi awalnya san… tapi…”
Hasan : “hah? Hutang budi gimana mbak? Mbak pernah ditolong apa?”
Intan : “eeemmm…” mbak Intan kembali ragu untuk melanjutkan ceritanya.
Intan : “kamu jangan kaget ya… mbak dulu pernah ditolongin sama Dwi untuk ****** san…”
Hasan : “jadi…mbak Intan pernah…” mbak Intan pun mengangguk mengiyakan.

Hasan : “itu…hasil sama aku kah mbak? Atau sama pacar mbak dulu sebelum mas Dwi?” mbak Intan menggeleng kali ini.
Intan : “bukan san… pas itu mbak juga gak pacaran sama siapa-siapa. Dan itu juga bukan hasil dari kamu…”
Hasan : “terus?”
Intan : “mbak pernah…diperkosa orang san…pas magang kuliah…” air matanya kembali mengalir. Aku pun kaget mendengar cerita mbak Intan.
Hasan : “hah? Terus pelakunya gimana? Mbak kok gak cerita sama bapak?” aku masih terkejut mendengar penuturan mbak Intan.
Intan : “nggak san…kalau mbak cerita…yang ada mbak nanti disuruh nikah sama pelakunya.”
Hasan : “ya bukannya harusnya gitu mbak? Biar dia bertanggung jawab.”
Intan : “gak bisa san…”
Hasan : “gak bisa gimana mbak?”
Intan : “ya gak bisa san… gak bisa… gak bisa 5 orang nikahin mbak semua…”
Hasan : “jadi…mbak diperkosa 5 orang?”
Mbak Intan mengangguk lagi…

Intan : “maafin mbak gak pernah cerita ini ya san…”
Hasan : “iya mbak… terus gimana?”
Intan : “iya san…mbak hamil anaknya siapa juga mbak gak tau… tapi yang jelas kejadian dari mbak magang. Soalnya pas itu kan kamu sama mbak juga lagi gak ketemu 3 bulanan kan sebelum mbak magang. Habis itu… si Dwi nolongin mbak. Dia ngerawat mbak 1 bulan habis ****** san… jadinya mbak juga jatuh hati sama dia. Apalagi dia dulu perhatian…”
Hasan : “terus kenapa mbak putus sama dia?”
Intan : “mbak belum putus sama dia san… dianya yang tiba-tiba ngilang gitu aja. Setelah mbak lakuin semuanya buat dia…”
Hasan : “semua?”
Intan : “iya san…mbak nurutin mau nya dia… apapun itu… termasuk… jual diri mbak…”

Sekarang giliran aku yang terdiam karena kaget. Aku memang tahu mbak Intan punya beberapa rekaman rahasia. Tapi aku tak menyangka ternyata mbak ku dijual selama ini oleh mas Dwi. Ku kira selama ini rekaman yang aku tonton atas dasar suka sama suka karena nampak raut muka mbak Intan juga menikmati.
Hasan : “terus? Mbak mau mau aja gitu?” mbak Intan pun kembali mengangguk.
Intan : “iya gimana san…mbak dulu udah terlanjur sayang sama dia…terus dia ngilang gitu aja…dan baru ketemu kemarin itu… dan ternyata dia sudah nikah sama orang lain…”
Hasan : “jadi mbak nangis tadi gara-gara itu?” rasanya cukup aneh bila mbak Intan cuma menangis gara-gara ketemu dengan mantan.
Intan : “enggak san… karena hal lain…”
Hasan : “terus apa mbak yang bikin mbak nangis tadi?” mbak Intan kembali ragu untuk berbicara. Dia diam untuk beberapa saat dan kucoba untuk kutenangkan dengan mengusap-usap rambutnya.

Intan : “mbak disuruh ngelayanin tamunya dia tadi dek… mbak gak mau…”
Hasan : “hah? Terus?”
Intan : “mbak gak mau lagi kayak dulu san… jadi mbak tolak… tapi…”
Hasan : “tapi apa mbak?”
Intan : “aku malah… diperkosa mereka dek…”
Hasan : “hah! Sekarang dimana mereka! Aku datangi sekarang!” aku yang panas hati langsung emosi dan bangkit dari kasur.
Intan : “jangan san… gak perlu…”
Hasan : “aku gak bisa biarin mbak gini aja!”
Intan : “sudah san sudah…aku gak mau kamu kenapa kenapa… mereka ber 10 dan kamu sendirian…” aku pun shock dan terduduk kembali diatas kasur. Mbak Intan memelukku dari belakang.
Hasan : “jadi…mbak diperkosa 10 orang?”
Intan : “iya san…sudah ya…aku gak mau kamu yang kenapa kenapa… mbak gak apa kok… mereka juga pakai pengaman tadi… sudah ya san… sudah… jangan diperpanjang… besok lusa kita pulang kerumah dan lupakan semua ini… aku lebih bingung ditanya bapak kalau kamu kenapa kenapa…”
Intan : “mbak pesen…kamu jangan bilang mas Tono ya… sudah ini selesai sampai disini saja… nanti sepulang kita kerumah sudah anggap tak ada apa-apa ya san…”


Aku masih emosi, ingin rasanya ku hajar mas Dwi sekarang. Tapi memang benar kata mbak Intan, kalau lawan 10 orang rasanya aku yang akan mati konyol. Suatu saat nanti, kalau ketemu akan ku hajar itu mas Dwi. Akhirnya aku berusaha untuk menahan diri sekarang…
Hasan : “ya sudah mbak…kalau mau mbak begitu…”
Intan : “iya dek…makasih ya…”
Hasan : “ya udah mbak…yuk tidur aja…besok kita jalan-jalan saja hari terakhir disini…”
Intan : “yakin nih mau tidur san?” nampak mbak Intan mulai tersenyum lagi.
Hasan : “iya mbak tidur aja, aku kasihan sama mbak…”
Intan : “duuu…sekarang aja kasihan, tadi ngehajar mbak gak dikasih ampun…hihi…nih burungmu masih keras aja…”
Hasan : “ya gimana mbak kan masih telanjang gitu, gimana burungku gak berdiri mbak.”

Intan : “hihihi adikku sayang nih lucu kok…burungmu masih bangun lihat mbak telanjang apa nafsu mbak ceritain mbak habis diperkosa 10 orang tadi?”
Hasan : “nggak kok mbak…” aku pun berbohong karena memang aku sedari tadi juga horny terlebih lagi setelah tahu mbak Intan di perkosa 10 orang.
Intan : “jangan bohong deh dek… mbak tau kok tabiatmu…” mbak Intan turun dari kasur dan jongkok didepanku.
Intan : “sini dek…mbak emut burungmu…kasihan tuh…masih bisa keluar lagi…hihi” entah kenapa sekarang mbak Intan malah menggodaku. Padahal tadi moodnya sangat tidak enak. Bahkan dia sampai menangis saat kusetubuhi.

Intan : “mmmhh…mmmhh…mmhhh…mmhhh…” mbak Intan nampak begitu nafsu mengulum penisku.
Hasan : “mbak… kamu gak apa nih mbak?”
Intan : “hihi… emang kenapa dek?”
Hasan : “ya mbak tadi moodnya gak enak kok tiba-tiba sekarang berubah kan aku bingung.” mbak Intan bangkit berdiri dan melempar senyum lalu berjalan ke arah pintu balkon.

Intan : “kamu gak mau perkosa mbak lagi san? Kalau mau…sini…” aku pun berdiri menghampiri mbak Intan, tanpa pikir panjang lagi kubalik badannya dan kudorong kembali ke kasur.
Intan : “auch…” mbak Intan yang terlempar ke kasur seperti terhentak langsung saja kuposisikan penisku di vaginanya dan slep… kembali ku tusukkan penisku yang masih tegang ini.

Intan : “AAAACH….AAACHH..AACH…AAACHH…SAN…AAACCHH…” mbak Intan kembali menjerit-jerit saat penetrasi penisku keluar masuk di dalam kemaluannya. Serasa masih kering dan kesat tapi tetap kupaksakan saja untuk menggenjotnya. Jujur saja aku ingin merasakan memperkosa mbak Intan. Ditambah lagi kondisi yang dia ceritakan tadi membuat fetish ku terpenuhi. Kugenjot dengan kencang dari belakang.
Intan : “AAAACH…SAN…SAN…OOOCHH….OOOHHSS….”
Plak…plak…plak…plak…plak… sambil ku tampar pantatnya berulang kali.
Hasan : “tadi kamu diginiin gak mbak!!”
Intan : “OOOCH…IYAH…SAN…IYAAAH…AAACHH…SAN…..AAAACHH…PERIH….”
Plak…plak…plak…plak… kutampar terus pantatnya sampai lecet.

Hasan : “tadi kamu diapain lagi mbak!!!”
Intan : “OOOCH…OOOCHH…AKU DIJAMBAK…OOOCH…DICEKIK….OOOCH… DITAMPAR….AAACHHH”
Hasan : “kayak gini!!!” kutarik rambut panjangnya.
Intan : “AAACHH…IYAAAHH…AAAACH…SAKIT SAN….AAAACHH…AACHH…” kutarik keras rambutnya sampai ada beberapa yang patah di tanganku tak sampai tercabut karena rambut mbak Intan ini kuat terawat. Akhirnya ku lilitkan di tangan kananku, seperti mengendarai kuda ku tarik seiring gerakan tusukanku di kemaluannya.
Intan : “AAAACHH…SANN…AAAACHH…MBAKK.***K KUAT….AAAACHHHHH…” tubuhnya mengejan sebelum ambruk di atas kasur.

Tapi saat mbak Intan ambruk, ku tarik rambutnya lagi. Tak kubiarkan dia beristirahat.
Intan : “AAAH…SAN…SAKITTT…AAACHH…” tak lama kemudian kudorong ke lantai diatas karpet. Mbak Intan terjungkal jatuh dan langsung kutindih lagi. Ku buka lebar-lebar kakinya dan kembali kumasukkan penisku didalam kemaluannya.
Intan : “AACH…AAAACH…AAACH…AAAACHH…” mbak Intan kembali menjerit-jerit. Nampak raut mukanya sekarang berbeda dengan yang tadi. Seperti lebih menikmati walau masih merintih kesakitan. Melihat ekspresinya yang keenakan seperti ini membuatku tak tahan lagi.
Hasan : “aahh..mbak…ku keluarin ya….”
Intan : “AAACH….IYAAAH…AAACHH…” aku mencabut penisku dan langsung ku kocok di atas payudaranya. Spermaku membanjiri payudara dan mukanya muncrat tak beraturan. Mbak Intan memejamkan mata menerima semburan spermaku.
Hasan : “aaahs…yes…mbak….ohs…”
Intan : “ih…san…san…”
sampai akhirnya aku selesai dan terduduk disampingnya.

Intan : “ish…kamu nih… protein kok dibuang-buang… keluarin dimulut aja napa san…”
Hasan : “hehe sudah gak nahan mbak…”
Intan : “hmmm…jadi beringas banget kamu ya, tau mbak nya diperkosa orang malah pengen. Hihi… dah ah mbak mau mandi dulu. Mau ikut gak?”
Hasan : “aku istirahat dulu deh mbak…” entah kenapa tenagaku seperti habis begitu saja.
Intan : “hmmm…dasar… gitu katanya tadi mau ngehajar orang. Baru 2 ronde aja udah lelah kamu. Tapi kamu lebih ganas dari biasanya sih emang dek…dah mbak mandi dulu ya…”

Mbak Intan akhirnya pergi mandi dan aku duduk dulu istirahat di kursi sambil nonton tv. Aku senang mbak Intan moodnya sudah membaik. Tapi disisi lain, rasanya aku punya dendam tersendiri ke mas Dwi. tak tega rasanya kakak ku dipermainkan olehnya. Mungkin nanti aku akan ingkari janjiku ke mbak Intan untuk tidak membicarakan ini ke mas Tono. Aku rasa mas Tono perlu tahu akan kejadian hari ini.
Makasih apdetnya bro @haze1998 ...
 
Bimabet
The EX 02 - Chapter 27 F
Timeline : 2011 Juni
Hari ke 4 di Jogja

–POV Hasan–

Setelah kembali dari kolam renang tadi, nampaknya mbak Intan jadi gelisah. Apa karena tadi ngobrol dengan mas Dwi. Ya, aku tahu tadi itu mantan mbak Intan, mas Dwi yang aku lihat di banyak rekaman video bersama mbak Intan. Aku tahu mbak Intan didekati mas Dwi tadi saat di kolam dan kubiarkan begitu saja. Aku pantau dari tempat yang mereka tak bisa melihatku. Sengaja memang karena aku penasaran ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tetapi setelah itu mbak Intan nampak seperti orang linglung.

Aku tak tahu apa yang mereka bicarakan, karena posisiku agak jauh. Namun masih cukup jelas untuk memantau mereka. Aku melihat mas Dwi seperti berbisik dan mencium pipi mbak Intan, dan sepertinya tangannya juga meraba-raba area payudara mbak Intan didalam air. Karena air kolam yang jernih jadi aku bisa melihatnya.

Hasan : “mbak…” aku tepuk pundaknya karena mbak Intan tiba-tiba melamun di balkon kamar.
Intan : “hmm…napa san?”
Hasan : “kok ngelamun tumben mbak?”
Intan : “gak apa…”
Hasan : “habis dari kolam tadi kok tiba-tiba gak kayak biasanya gitu mbak.”
Intan : “iya gak ada apa-apa kok san. Cuma kepikiran beberapa hal aja.”
Hasan : “cerita dong mbak, daripada dipikirin sendirian.”
Intan : “hmm…kamu mungkin gak akan paham dek…” mbak Intan hanya tersenyum kearahku. Kupeluk saja dia dari belakang, di samping karena aku sedang horny melihat mbak Intan yang berbalut kimono, aku juga ingin sedikit menenangkannya.

Intan : “dek…malem ini mbak boleh istirahat dulu gak? Mbak lagi banyak pikiran nih dek.”
Hasan : “ya cerita aja dong mbak. Kali aja habis itu jadi lebih enak kan.”
Mbak Intan lalu berbalik badan dan memegang mukaku sambil tersenyum lagi.
Intan : “mbak istirahat dulu ya adik ku sayang malam ini aja. Besok kamu minta apapun mbak kabulin. Semalam aja ya dek. Mmmmuuah… boleh ya dek…”
Hasan : “hmm beneran nih mbak. Besok aku minta kayak gimana aja dikabulin?”
Intan : “iya adikku sayang…”
Hasan : “ya udah deh mbak.”
Intan : “makasih san…mmmuah…” kembali mbak Intan menciumku.
Hasan : “masuk aja yuk mbak daripada mbak masuk angin nanti.”
Intan : “udah kamu duluan aja, mbak masih mau di balkon dulu.”
Hasan : “beneran nih? Ya udah aku masuk dulu ya mbak.”

Akhirnya aku meninggalkan mbak Intan sendirian di balkon. Aku segera tidur saja malam ini karena mbak Intan memang tidak mood untuk kuajak main malam ini. Ya mungkin memang butuh istirahat. Tapi aku juga penasaran, apa yang dipikirkan mbak Intan. Mungkin karena aku kelelahan juga, entah kenapa aku langsung tertidur begitu saja. Aku baru bangun di jam 6 pagi. Kulihat mbak Intan juga sudah bangun pagi dan sedang bermain hape disebelahku.

Hasan : “hari ini mau kemana mbak enaknya ya? sudah hari ke 5 nih. Besok lusa kita sudah pulang ke rumah.”
Intan : “hmm gak tau san. Mbak kayaknya hari ini ada urusan dulu. Kamu mau gak jalan-jalan sendiri dulu hari ini?”
Hasan : “urusan apa mbak?”
Intan : “iya ada yang harus mbak selesaikan dulu sih san hari ini. Kamu jalan-jalan sendiri dulu ya san. Jangan lupa pilih-pilih oleh-oleh buat dibawa pulang. Biar besok kita seharian di hotel aja.”
Hasan : “oh gitu mbak. Ya udah kalau gitu. Mbak mau nitip apa?”
Intan : “itu nanti mbak bikinin listnya ya san. Kamu jam berapa keluar nanti?”
Hasan : “jam jam 9 paling ya mbak, biar buka dulu toko-tokonya”
Intan : “ok deh san.”

Hasan : “eh tapi mbak, janjinya jangan lupa lho yang semalam?”
Intan : “iya iya, mbak turutin semua maumu. Emang kamu mau minta apa san?”
Hasan : “hehe apa ya mbak, kalau misal aku minta mbak gak minum obat lagi, mbak bisa hamil gak sih mbak? Hehehe”
Intan : “hush… ngawur kamu, jangan minta yg gitu dong. Dikira kalau aku hamil gak bingung apa kamu nanti?”
Hasan : “hehehe iya sih mbak…cuma penasaran aja gitu. Kalau mbak hamil anakku gimana ya nantinya.”
Intan : “gak usah penasaran, kasihan anaknya nanti bisa cacat san. Hubungan sedarah itu bikin anak cacat. Emang kamu kepikiran gitu kenapa?”
Hasan : “hehe pengen pas main sama mbak, mbak gendutan perutnya, sama pentilnya mbak bisa keluar asinya.”
Intan : “hmm dasar adik mesum. Dikira enak apa main pas hamil. Kadang sakit tau san kalau kekencengan nyodoknya kayak kamu biasanya gitu. Bisa pendarahan mbak.”

Hasan : “hehehe ya kan terus keguguran aman kan mbak. Emang mbak pernah hamil apa? Kok tau kalau sakit?”
Intan : “ya belum lah… mbak tau kan mbak bidan san. Yang boleh main itu kalau sudah hamil tua, buat ngebantu jalan lahir. Kalau belum hamil tua bisa-bisa keguguran. Dan itu pasti sakit. Gak cuma enaknya doang yang dipikirin. Huh… adikku ini emang mesumnya gak ketulungan.”
Hasan : “hehe kan seru gitu mbak, ada anakku di perutmu.” sambil ku usap perutnya.
Intan : “minta yang lain aja dek, jangan yang itu ya. Mmmuuuah…”
Hasan : “hehe berarti mbak ingkar janji nih, katanya mau kabulin apapun.”
Intan : “hmmm… jangan minta yang itu ya dek… kamu mau memang diusir sama bapak?”
Hasan : “ya jangan sampai ketahuan bapak lah mbak terus mbak gugurin.”
Intan : “haha ngawur kamu san. Udah ah minta yang lain aja.”
Hasan : “hmm… belum aku pikirin sih mbak yang lain. Hehe”

Intan : “ya udah kan bebas, masih ada waktu. Mbak akan kabulin 1 permintaanmu deh.”
Hasan : “hehehe…eh mbak mau aku beliin sarapan dulu diluar?”
Intan : “iya boleh deh san sebelum kamu belanja oleh-oleh nanti. Dah burusan sana mandi.”
Hasan : “mandi bareng yuk mbak.”
Intan : “mau pakai permintaannya buat mandi bareng nih?”
Hasan : “yah… kan sudah sering mbak mandi bareng masa dihitung sih.”
Intan : “ya kali aja. Hehe dah sana mandi duluan. Mbak masih males nih bangun dari kasur.”
Hasan : “iya deh mbak…” akhirnya aku pergi mandi dan beli sarapan dulu buat mbak Intan. Aku heran dia ada urusan apa ya. Sampai dia minta aku buat jalan-jalan sendirian dulu. Aku curiga ada sangkut pautnya dengan mas Dwi.

Akhirnya hari ini aku jalan-jalan sendiri dan belanja oleh-oleh. Mbak Intan juga memberiku uang tambahan untuk belanja. Aku juga memikirkan bawa oleh-oleh apa ya nanti untuk Fitri. Aku belikan cincin silver saja, pasti dia senang nanti. Ku kira-kira saja ukuran jarinya Fitri seberapa. Setelah selesai berbelanja, aku keliling jalan-jalan menggunakan motor dan baru kembali sekitar jam 3 sore. Aku masuk ke kamar dan tak mendapati mbak Intan disana. Nampaknya dia belum kembali jadi ku sms saja mbak Intan.

Hasan : “mbak. Aku sudah di hotel lagi. Mbak dimana mbak?” namun smsku baru berbalas cukup lama.
Intan : “mbak belum selesai nih dek. nanti balik mungkin agak malam.”
Hasan : “ok mbak, aku tunggu di kamar ya.” setelah itu sms ku tak berbalas lagi. Aku menghabiskan waktu dikamar dengan nonton tv sambil main game di hape. Sampai akhirnya jam 8 malam ada yang membuka pintu kamar. Kulihat ternyata mbak Intan yang baru kembali. Mukanya nampak kusut dan kelelahan. Langkahnya pun nampak kesusahan.
Hasan : “darimana mbak? Kok kayak orang kecapekan.” tapi pertanyaanku diacuhkan oleh mbak Intan. Dia membaringkan dirinya diatas kasur, lalu menangis.

Hasan : “mbak… mbak… mbak kenapa? Kok tiba-tiba nangis.” mbak Intan masih saja mengacuhkanku.
Hasan : “mbak… kalau ada yang bikin mbak sakit hati biar aku hajar sekarang. Siapa yang bikin mbak nangis gini?” akhirnya mbak Intan memelukku.
Intan : “sudah…mbak gak apa kok san…”
Hasan : “terus mbak kenapa sampai nangis gini?”
Intan : “enggak gak apa kok san… mbak gak apa apa… setidaknya sekarang masalah mbak sudah selesai… makasih ya adikku sayang sudah khawatirin mbak.” mbak Intan mencoba tersenyum didepanku, meski aku tau dia sedang menahan tangisnya.

Kucium mbak Intan karena lama-lama aku tak tahan lagi. Mukanya yang begitu dekat dengan mukaku seakan memancing gairahku untuk menciumnya.
Intan : “mmmhhh…mmmhhhh…mmhhhhh…” kamipun berciuman panas di atas kasur. Kemudian kutindih tubuhnya dibawahku sambil terus berciuman. Aku mulai melucuti pakaiannya dengan membuka kancing bajunya satu persatu. Tapi tiba-tiba mbak Intan menyetop apa yang sedang aku lakukan sekarang.
Intan : “san… mbak mandi dulu ya…”
Hasan : “gak usah mbak…mmhhh….” aku kembali menciumi mbak Intan. Tapi dia kembali menahanku untuk berbuat lebih jauh lagi.
Intan : “badan mbak masih kotor san…”
Hasan : “gak apa kok mbak… mbak masih cantik kok… mmmhhh…”

Mbak Intan mulai pasrah, dia hanya memejamkan matanya saat kugerayangi. Satu persatu pakaiannya kulucuti dan mbak Intan tetap diam saja. Seperti pasrah akan apa yang kulakukan. Nampak bekas-bekas kemerahan di area payudara. Nampaknya mbak Intan baru saja “bermain” entah dengan siapa. Apa mungkin perbuatan mas Dwi. Ingin sekali ku pertanyakan, tetapi aku urungkan karena aku tak ingin merusak suasana. Kembali kutindih mbak Intan diatas kasur dan mulai kuciumi seluruh tubuhnya.

Intan : “ah…san…” tanganku yang bermain di kemaluannya dihentikan oleh mbak Intan. Nampak mbak Intan agak meringis ketika jari-jariku menyentuh klitorisnya. Aku beringsut kebawah dan mulai mengoral kemaluan mbak Intan.
Intan : ”sshhh….san…sssshhh…ah…san…” mbak Intan masih meringis saat lidahku menyapu kemaluannya. Memang kemaluannya nampak sangat merah dan kering. Aku tak tau lecet entah karena apa. Apa mungkin tadi mbak Intan habis main berjam jam tanpa henti? Kalau denganku juga tak seperti ini. Mbak Intan baru meringis kesakitan ketika kapan lalu kemaluannya kumasuki terong. Apa mbak Intan habis main dengan orang yang memiliki kemaluan sebesar terong? Atau mungkin mbak Intan habis diperkosa tadi. Ah membayangkan itu semua membuat nafsuku semakin naik.

Entah kenapa aku semakin bernafsu ketika membayangkan mbak Intan diperkosa orang. Aku segera melucuti celanaku dan mengeluarkan penisku. Aku tak perduli lagi dengan mbak Intan yang merintih-rintih.
Intan : ”san…pelan-pelan ya…mmmhhh…mmmhhh…” sambil berciuman, kugesekkan penisku di kemaluannya. Makin nampak jelas muka mbak Intan yang menahan sakit. Dengan 1 hentakan keras kutusukkan penisku kedalam vaginanya.
Intan : “UUAACHH….SAKIT…PELAN SAN…AAAAACH…AAAACH…” tanpa ampun aku menusukkan penisku dengan kecepatan penuh. Mbak Intan pun menggeliat tak karuan. Ku cengkram tangannya sambil terus kuhujamkan penisku.
Intan : “SAN….PELAN…SAKIT…AAAACHH…SAKIT…AAAAAAACH…” mbak Intan terus merintih kesakitan tak seperti biasanya. Nampaknya memang kemaluannya lecet, tapi tanpa ampun ku genjot dengan kencang. Raut mukanya yang kesakitan malah membuat nafsuku memuncak.

Mbak Intan seperti sedikit melawan, mungkin karena kesakitan. Tapi aku tak berhenti begitu saja. Seperti adegan pemerkosaan yang selalu ada dalam bayanganku.
Intan : “SAN…SAN…SAKIT…SAN….STOP…OOOOOCHH….” akupun menyeringai seperti menikmati ekspresi kesakitannya.
Intan : “AAAAACH…AAACH…SAKITT…AAAACHH…” mbak Intan menggelepar semakin kuat dan akhirnya tangan kirinya terbebas dari cengkramanku. Dengan sekuat tenaga mbak Intan mendorong tubuhku. Namun apa daya, tenagaku lebih kuat. Kembali ku cengkram lagi tangannya dan kurentangkan diatas kepalanya. Ku cengkram dengan 1 tangan kananku.
Hasan : “ohs…yes..mbak…ohss…ohs…”
Intan : “SAN…SUDAH…AAACH…AAAACHH...SUDAH…AAAACH…” kuremas-remas keras payudara kanannya dengan tangan kiriku.

Hasan : “ohs..mbak…ohs…kamu…habis main sama siapa? Ohs… susumu merah gini mbak…ohs…”
Intan : “SAN…SUDAH SAN…AAACH…SAKITT SAN…AAAACH…” mbak Intan masih tak menjawabku.
Hasan : “kamu…kalau gini makin bikin aku horny mbak…ohs..mmmhhh…”
Intan : “SAN…STOP…OOCH…OOOHHSS… STOP….” genjotanku semakin kencang tak beraturan. Clap…clap…clap…clap… bunyi peraduan kulitku dengan mbak Intan pun semakin kencang.

Karena aku tak bisa mengontrol nafsuku lagi, aku jadi tak bisa menahan waktu ejakulasiku agar lebih lama.
Hasan : “ohs..mbak…mbak…aku mau keluar…” kudekap erat-erat tubuhnya dan kutusukkan dalam-dalam peniskus sampai menekan lubang cervixnya dan seperti masuk lebih dalam. Terasa ada dinding lunak yang bisa kumasuki lebih dalam dan akhirnya…
Crooot…croooot…crooott…crooott…. Kutembakkan semua spermaku didalam rahimnya.
Intan : “OOHSS…SAN…NNNGGGGHHHH….NGGGGHHHH….AAAAACHH…”
Hasan : “ohs..mbak…mmmhh…mmhhh…” kubungkam mulutnya dengan ciumanku. Mbak Intan pun membalas ciumanku. Tapi setelah itu dia kembali meneteskan air mata.

Sekitar 5 menit kemudian aku baru mencabut penisku dari dalam vaginanya. Entah kenapa penisku saat ini juga masih tegang setelah menyemburkan spermaku tadi. Biasanya langsung melemah tapi kali ini berbeda. Apakah mungkin aku ingin mbak Intan diperkosa. Atau memang fetishku senang melihat mbak Intan tersiksa. Kurebahkan tubuhku disebelah mbak Intan. Kulihat mbak Intan masih menangis dan matanya sembab.
Hasan : “maaf ya mbak aku gak nahan lihat mbak Intan gini. Mbak nangis gara-gara aku kasar tadi ya mbak?”
Intan : “....” mbak Intan masih terisak.
Hasan : “maaf ya mbak…”
Intan : “gak apa kok san…bukan salahmu…”
Hasan : “terus mbak kenapa? Hari ini seperti gak bisa menikmati kayak biasanya mbak.”
Intan : “iya san… mbak lagi gak pengen… sebenarnya…”
Hasan : “maaf ya mbak tadi aku maksa…”
Intan : “enggak kok san…mmmmhhhh… bukan salahmu kok adikku sayang…” mbak Intan menciumku sambil berusaha tersenyum. Namun memang masih terlihat air matanya mengalir.

Hasan : “mbak tadi habis dari mana? Kok balik-balik nangis tadi.”
Intan : “gak kemana-mana kok san. Mbak di hotel aja. Cuma tadi ketemu teman mbak. Mau beresin urusan aja.”
Hasan : “terus kenapa kok ada bekas-bekas merah gitu mbak? Mbak ketemu siapa dan ngapain tadi? Gak mungkin kan ketemu teman terus nangis gitu aja.” mbak Intan kembali terdiam dan memelukku sebelum akhirnya bercerita.
Intan : “sebenernya…” mbak Intan nampak ragu mau bercerita dan kembali terdiam.
Hasan : “kenapa mbak? Cerita aja kalau memang bukan aku yang salah.” tapi aku terus saja memojokkannya untuk bercerita.
Intan : “mbak tadi ketemu sama mantan mbak san… kemarin sih gak sengaja ketemu di kolam renang.”
Hasan : “jadi tadi mbak Intan nemuin dia?”
Intan : “iya san… namanya Dwi. mungkin kamu pernah tau. Pernah mbak ajakin ke rumah juga. Dia dulu temen mbak pas SMA.”
Hasan : “oh iya aku tau mbak, si mas Dwi. terus hubungannya apa sama mbak nangis ini?”

Intan : “mbak sebenernya punya rahasia dari kamu san… yang tahu cuma Dwi… ”
Hasan : “hah? Apa itu mbak? Rahasia apa?”
Intan : “emmm…” mbak Intan nampak masih ragu untuk bercerita.
Hasan : “cerita aja dong mbak…”
Intan : “kamu sayang kan sama mbak…kalau mbak cerita… kamu jangan kasih tau siapa-siapa ya…”
Hasan : “iya mbak…aku sayang sama mbak… kalau boleh bilang cinta mungkin aku bilang cinta ke mbak… aku lebih cinta sama mbak daripada pacarku sendiri si Fitri...”
Intan : “hus…ngawur kamu…masa kamu punya perasaan kayak gitu sama mbak san…”
Hasan : “iya beneran mbak… sudah…mbak cerita aja… jangan bikin aku penasaran gini… aku janji gak bakal bilang siapa-siapa…”
Intan : “beneran ya dek…”
Hasan : “iya mbak…”

Intan : “mbak bingung mau mulai cerita darimana san…”
Hasan : “dari awal mula aja mbak… aku pengen tau kenapa bisa sampai bikin mbak nangis kayak gini…”
Intan : “mbak jadian sama Dwi dulu karena hutang budi awalnya san… tapi…”
Hasan : “hah? Hutang budi gimana mbak? Mbak pernah ditolong apa?”
Intan : “eeemmm…” mbak Intan kembali ragu untuk melanjutkan ceritanya.
Intan : “kamu jangan kaget ya… mbak dulu pernah ditolongin sama Dwi untuk ****** san…”
Hasan : “jadi…mbak Intan pernah…” mbak Intan pun mengangguk mengiyakan.

Hasan : “itu…hasil sama aku kah mbak? Atau sama pacar mbak dulu sebelum mas Dwi?” mbak Intan menggeleng kali ini.
Intan : “bukan san… pas itu mbak juga gak pacaran sama siapa-siapa. Dan itu juga bukan hasil dari kamu…”
Hasan : “terus?”
Intan : “mbak pernah…diperkosa orang san…pas magang kuliah…” air matanya kembali mengalir. Aku pun kaget mendengar cerita mbak Intan.
Hasan : “hah? Terus pelakunya gimana? Mbak kok gak cerita sama bapak?” aku masih terkejut mendengar penuturan mbak Intan.
Intan : “nggak san…kalau mbak cerita…yang ada mbak nanti disuruh nikah sama pelakunya.”
Hasan : “ya bukannya harusnya gitu mbak? Biar dia bertanggung jawab.”
Intan : “gak bisa san…”
Hasan : “gak bisa gimana mbak?”
Intan : “ya gak bisa san… gak bisa… gak bisa 5 orang nikahin mbak semua…”
Hasan : “jadi…mbak diperkosa 5 orang?”
Mbak Intan mengangguk lagi…

Intan : “maafin mbak gak pernah cerita ini ya san…”
Hasan : “iya mbak… terus gimana?”
Intan : “iya san…mbak hamil anaknya siapa juga mbak gak tau… tapi yang jelas kejadian dari mbak magang. Soalnya pas itu kan kamu sama mbak juga lagi gak ketemu 3 bulanan kan sebelum mbak magang. Habis itu… si Dwi nolongin mbak. Dia ngerawat mbak 1 bulan habis ****** san… jadinya mbak juga jatuh hati sama dia. Apalagi dia dulu perhatian…”
Hasan : “terus kenapa mbak putus sama dia?”
Intan : “mbak belum putus sama dia san… dianya yang tiba-tiba ngilang gitu aja. Setelah mbak lakuin semuanya buat dia…”
Hasan : “semua?”
Intan : “iya san…mbak nurutin mau nya dia… apapun itu… termasuk… jual diri mbak…”

Sekarang giliran aku yang terdiam karena kaget. Aku memang tahu mbak Intan punya beberapa rekaman rahasia. Tapi aku tak menyangka ternyata mbak ku dijual selama ini oleh mas Dwi. Ku kira selama ini rekaman yang aku tonton atas dasar suka sama suka karena nampak raut muka mbak Intan juga menikmati.
Hasan : “terus? Mbak mau mau aja gitu?” mbak Intan pun kembali mengangguk.
Intan : “iya gimana san…mbak dulu udah terlanjur sayang sama dia…terus dia ngilang gitu aja…dan baru ketemu kemarin itu… dan ternyata dia sudah nikah sama orang lain…”
Hasan : “jadi mbak nangis tadi gara-gara itu?” rasanya cukup aneh bila mbak Intan cuma menangis gara-gara ketemu dengan mantan.
Intan : “enggak san… karena hal lain…”
Hasan : “terus apa mbak yang bikin mbak nangis tadi?” mbak Intan kembali ragu untuk berbicara. Dia diam untuk beberapa saat dan kucoba untuk kutenangkan dengan mengusap-usap rambutnya.

Intan : “mbak disuruh ngelayanin tamunya dia tadi dek… mbak gak mau…”
Hasan : “hah? Terus?”
Intan : “mbak gak mau lagi kayak dulu san… jadi mbak tolak… tapi…”
Hasan : “tapi apa mbak?”
Intan : “aku malah… diperkosa mereka dek…”
Hasan : “hah! Sekarang dimana mereka! Aku datangi sekarang!” aku yang panas hati langsung emosi dan bangkit dari kasur.
Intan : “jangan san… gak perlu…”
Hasan : “aku gak bisa biarin mbak gini aja!”
Intan : “sudah san sudah…aku gak mau kamu kenapa kenapa… mereka ber 10 dan kamu sendirian…” aku pun shock dan terduduk kembali diatas kasur. Mbak Intan memelukku dari belakang.
Hasan : “jadi…mbak diperkosa 10 orang?”
Intan : “iya san…sudah ya…aku gak mau kamu yang kenapa kenapa… mbak gak apa kok… mereka juga pakai pengaman tadi… sudah ya san… sudah… jangan diperpanjang… besok lusa kita pulang kerumah dan lupakan semua ini… aku lebih bingung ditanya bapak kalau kamu kenapa kenapa…”
Intan : “mbak pesen…kamu jangan bilang mas Tono ya… sudah ini selesai sampai disini saja… nanti sepulang kita kerumah sudah anggap tak ada apa-apa ya san…”


Aku masih emosi, ingin rasanya ku hajar mas Dwi sekarang. Tapi memang benar kata mbak Intan, kalau lawan 10 orang rasanya aku yang akan mati konyol. Suatu saat nanti, kalau ketemu akan ku hajar itu mas Dwi. Akhirnya aku berusaha untuk menahan diri sekarang…
Hasan : “ya sudah mbak…kalau mau mbak begitu…”
Intan : “iya dek…makasih ya…”
Hasan : “ya udah mbak…yuk tidur aja…besok kita jalan-jalan saja hari terakhir disini…”
Intan : “yakin nih mau tidur san?” nampak mbak Intan mulai tersenyum lagi.
Hasan : “iya mbak tidur aja, aku kasihan sama mbak…”
Intan : “duuu…sekarang aja kasihan, tadi ngehajar mbak gak dikasih ampun…hihi…nih burungmu masih keras aja…”
Hasan : “ya gimana mbak kan masih telanjang gitu, gimana burungku gak berdiri mbak.”

Intan : “hihihi adikku sayang nih lucu kok…burungmu masih bangun lihat mbak telanjang apa nafsu mbak ceritain mbak habis diperkosa 10 orang tadi?”
Hasan : “nggak kok mbak…” aku pun berbohong karena memang aku sedari tadi juga horny terlebih lagi setelah tahu mbak Intan di perkosa 10 orang.
Intan : “jangan bohong deh dek… mbak tau kok tabiatmu…” mbak Intan turun dari kasur dan jongkok didepanku.
Intan : “sini dek…mbak emut burungmu…kasihan tuh…masih bisa keluar lagi…hihi” entah kenapa sekarang mbak Intan malah menggodaku. Padahal tadi moodnya sangat tidak enak. Bahkan dia sampai menangis saat kusetubuhi.

Intan : “mmmhh…mmmhh…mmhhh…mmhhh…” mbak Intan nampak begitu nafsu mengulum penisku.
Hasan : “mbak… kamu gak apa nih mbak?”
Intan : “hihi… emang kenapa dek?”
Hasan : “ya mbak tadi moodnya gak enak kok tiba-tiba sekarang berubah kan aku bingung.” mbak Intan bangkit berdiri dan melempar senyum lalu berjalan ke arah pintu balkon.

Intan : “kamu gak mau perkosa mbak lagi san? Kalau mau…sini…” aku pun berdiri menghampiri mbak Intan, tanpa pikir panjang lagi kubalik badannya dan kudorong kembali ke kasur.
Intan : “auch…” mbak Intan yang terlempar ke kasur seperti terhentak langsung saja kuposisikan penisku di vaginanya dan slep… kembali ku tusukkan penisku yang masih tegang ini.

Intan : “AAAACH….AAACHH..AACH…AAACHH…SAN…AAACCHH…” mbak Intan kembali menjerit-jerit saat penetrasi penisku keluar masuk di dalam kemaluannya. Serasa masih kering dan kesat tapi tetap kupaksakan saja untuk menggenjotnya. Jujur saja aku ingin merasakan memperkosa mbak Intan. Ditambah lagi kondisi yang dia ceritakan tadi membuat fetish ku terpenuhi. Kugenjot dengan kencang dari belakang.
Intan : “AAAACH…SAN…SAN…OOOCHH….OOOHHSS….”
Plak…plak…plak…plak…plak… sambil ku tampar pantatnya berulang kali.
Hasan : “tadi kamu diginiin gak mbak!!”
Intan : “OOOCH…IYAH…SAN…IYAAAH…AAACHH…SAN…..AAAACHH…PERIH….”
Plak…plak…plak…plak… kutampar terus pantatnya sampai lecet.

Hasan : “tadi kamu diapain lagi mbak!!!”
Intan : “OOOCH…OOOCHH…AKU DIJAMBAK…OOOCH…DICEKIK….OOOCH… DITAMPAR….AAACHHH”
Hasan : “kayak gini!!!” kutarik rambut panjangnya.
Intan : “AAACHH…IYAAAHH…AAAACH…SAKIT SAN….AAAACHH…AACHH…” kutarik keras rambutnya sampai ada beberapa yang patah di tanganku tak sampai tercabut karena rambut mbak Intan ini kuat terawat. Akhirnya ku lilitkan di tangan kananku, seperti mengendarai kuda ku tarik seiring gerakan tusukanku di kemaluannya.
Intan : “AAAACHH…SANN…AAAACHH…MBAKK.***K KUAT….AAAACHHHHH…” tubuhnya mengejan sebelum ambruk di atas kasur.

Tapi saat mbak Intan ambruk, ku tarik rambutnya lagi. Tak kubiarkan dia beristirahat.
Intan : “AAAH…SAN…SAKITTT…AAACHH…” tak lama kemudian kudorong ke lantai diatas karpet. Mbak Intan terjungkal jatuh dan langsung kutindih lagi. Ku buka lebar-lebar kakinya dan kembali kumasukkan penisku didalam kemaluannya.
Intan : “AACH…AAAACH…AAACH…AAAACHH…” mbak Intan kembali menjerit-jerit. Nampak raut mukanya sekarang berbeda dengan yang tadi. Seperti lebih menikmati walau masih merintih kesakitan. Melihat ekspresinya yang keenakan seperti ini membuatku tak tahan lagi.
Hasan : “aahh..mbak…ku keluarin ya….”
Intan : “AAACH….IYAAAH…AAACHH…” aku mencabut penisku dan langsung ku kocok di atas payudaranya. Spermaku membanjiri payudara dan mukanya muncrat tak beraturan. Mbak Intan memejamkan mata menerima semburan spermaku.
Hasan : “aaahs…yes…mbak….ohs…”
Intan : “ih…san…san…”
sampai akhirnya aku selesai dan terduduk disampingnya.

Intan : “ish…kamu nih… protein kok dibuang-buang… keluarin dimulut aja napa san…”
Hasan : “hehe sudah gak nahan mbak…”
Intan : “hmmm…jadi beringas banget kamu ya, tau mbak nya diperkosa orang malah pengen. Hihi… dah ah mbak mau mandi dulu. Mau ikut gak?”
Hasan : “aku istirahat dulu deh mbak…” entah kenapa tenagaku seperti habis begitu saja.
Intan : “hmmm…dasar… gitu katanya tadi mau ngehajar orang. Baru 2 ronde aja udah lelah kamu. Tapi kamu lebih ganas dari biasanya sih emang dek…dah mbak mandi dulu ya…”

Mbak Intan akhirnya pergi mandi dan aku duduk dulu istirahat di kursi sambil nonton tv. Aku senang mbak Intan moodnya sudah membaik. Tapi disisi lain, rasanya aku punya dendam tersendiri ke mas Dwi. tak tega rasanya kakak ku dipermainkan olehnya. Mungkin nanti aku akan ingkari janjiku ke mbak Intan untuk tidak membicarakan ini ke mas Tono. Aku rasa mas Tono perlu tahu akan kejadian hari ini.
Mantapppp suhuuu tq lancroootnyaa
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd