The EX 02 - Chapter 27 H
Timeline : 2011 Juni
Hari ke 6 di Jogja
–POV Intan–
“Aaahh…yes..ungghh…oohs..aaahhs…nngghhh…aaahhs…terus dek…aahs…ACHSS…” pagi ini diawali dengan persetubuhanku dengan adikku. Sebelum nanti sore kami sudah kembali ke rumah. Adikku Hasan tak membuang-buang waktu yang tersisa untuk menyetubuhiku berulang kali. Meski semalam kemaluanku masih kesakitan, namun Hasan mulai pintar untuk memancing nafsuku bangkit. Alhasil aku “melayani” adikku lagi pagi ini. Dalam posisi misionaris, Hasan menggenjotku dengan kencang.
Hasan : “ohs..mbak…ngghh…ohs…”
Intan : “nnnggghhh…aaachs…jangan ditahan…aaachs…keluarin aja san…oohhs…”
Hasan : “ohs..mbak…hengghhh….”
Intan : “NGGHHH….” Hasan ejakulasi di dalam kemaluanku. Spermanya mengalir deras memenuhi rahimku. Dia memelukku sambil menikmati ejakulasinya. Kupeluk juga dirinya yang ambruk diatas tubuhku.
Intan : “sudah puas dek?”
Hasan : “belum lah mbak…mmmmuuah…”
Intan : “eh cium-cium…”
Hasan : “mmmuuuah…emang gak boleh mbak?”
Intan : “emm…boleh san…sini cium mbak…mmmmhhh…mmmmhh…slurpp….” kamipun beradu lidah sambil kurasakan perlahan-lahan penisnya mengeras lagi di dalam kemaluanku.
Intan : “eh dek…kok…ganjel lagi…ACHS…OOOCHHSS” Hasan kembali menggenjotku setelah merasa penisnya cukup tegang.
Hasan : “uhs…enak mbak…uhs…unghh…” Hasan mendengus. Nampaknya setelah kuceritakan kejadian kemarin, dia semakin bernafsu saat berhubungan denganku. Sebelum-sebelumnya juga bernafsu, namun lebih seperti seorang bocah yang penasaran dengan mainan barunya. Sedangkan sekarang lebih seperti seorang pria yang ingin menikmati nafsu sexnya dengan pasangan. Dalam hal ini, aku yang menjadi pasangannya dan aku anehnya aku juga semakin menikmatinya.
Intan : “oohs…yes dek…oohhs…nggghh… ganti posisi dek…ohhs…” kudorong tubuhnya dan sekarang gantian aku yang berada diatasnya.
Intan : “ooohs…ooohhs…oooohs…nnnggghhh…dekkk…nnnnggghhhh…” aku menggoyang Hasan sampai aku merasakan orgasme sendiri.
Hasan : “ohhs..mbak..uhs..mmmhh…”
Intan : “ohs…ooohs…terus dek…oooohs…hisap terus dek…oooohss…” sambil ku goyang, Hasan menghisap puting payudaraku kanan kiri bergantian.
Hasan : “mmmmhhh…slurp…mmhhh…mmmhhhh…”
Intan : “ooohs…dek…nggghhh…ngghhh…aaach…ooohss…nngggghhhh…” aku pun kembali orgasme. Remasan tangan Hasan di payudaraku juga semakin keras. Hasan mendorong tubuhku ke samping lagi dan terus menggenjotku dalam posisi misionaris.
Hasan : “ohs..mbak…aku keluar…henggghhhhh…..”
Intan : “ooohsss…dekkk….nnggghhhhh…..” kembali spermanya menyirami rahimku.
Sampai beberapa saat Hasan memeluk erat tubuhku. Setelah itu dia melepaskan ku dan berbaring disebelahku. Nafas kami berdua pun masih berpacu.
Intan : “udahan nih dek…hihihi…“
Hasan : “belum dong mbak…”
Intan : “halah burungmu sudah lemes gitu dek…”
Hasan : “hehe iya mbak…isinya sudah ku keluarin semua…butuh istirahat dulu mbak…”
Intan : “sini mbak bersihin…mmmhhh…mmmmhhhh….mmmhhhhh….” ku kulum penisnya yang sudah mengecil dan berlumuran sperma itu sambil kusedot-sedot. Nampaknya masih ada sisa-sisa sperma di zakarnya karena ketika ku hisap masih bisa keluar didalam mulutku.
Hasan : “aahs…mbak…mbak…”
Intan : “mmmhhhh…mmmhhh…mmmhhh…slurrpp… hehe…masih ada spermanya nih…” sambil ku tunjukkan lidahku ke Hasan.
Hasan : “geli mbak…tapi…enak…hehe”
Intan : “glekk…mmhhh… dah kutelan dek…hehe”
Hasan : “duh jadi tegang lagi nih mbak…”
Intan : “tegang apanya…hahaha masih kecil tuh…”
Hasan : “auch…kok disentil mbak?”
Intan : “habisnya bilang tegang tapi masih kecil tuh gak segede tadi. Haha”
Hasan : “hehe istirahat dulu mbak…mmmmuah…”
Intan : “eh…cium gak jijik kamu kena bekasmu sendiri?”
Hasan : “kan sudah mbak telan tadi. Hehe”
Aku merebahkan diri juga disamping Hasan.
Intan : “kamu kok rasanya makin nafsu sih san?”
Hasan : “ah enggak kok mbak, kayak biasanya aja. Cuma iya sih makin enak aja main sama mbak. Hehe”
Intan : “huh dasar…kenapa? Masih horny ya tau mbaknya diperkosa orang kemarin?”
Hasan : “ah enggak lah mbak… lebih gak rela aku kalau ingat-ingat kemarin.”
Intan : “halah omong kosong, buktinya semalam main gaya perkosaan sama mbak. Hahaha”
Hasan : “hehe ya namanya juga cowo normal mbak.”
Intan : “hayoo…jangan perkosa si Fitri lho san.”
Hasan : “haha enggak enggak mbak…”
Intan : “janji ya…”
Hasan : “iya mbak ku yang paling cantik…aku janji gak akan perkosa cewe lain. Mmmhhhh…” sambil menciumku dia berjanji.
Intan : “hmm mbak jadi ingat-ingat lagi, kenapa ya kita jadi punya hubungan kayak gini san…”
Hasan : “kayak gini gimana mbak? Hehe”
Intan : “ya hubungan lebih dari kakak adik gini… kamu tuh lho, kenapa coba kamu nih sange nya sama mbak, sampai foto dikamar mbak kamu ambil. Kan kamu juga sudah pacaran sama Fitri kan. Sange kok sama mbak sendiri. Haha”
Hasan : “ya gimana mbak, jujur aja cantikan mbak.”
Intan : “halah gombal, kalau gitu ngapain pacarin Fitri?”
Hasan : “ya kan dia baik mbak. Hehe”
Intan : “ya gak gitu juga san. Baik itu penting, tapi kebutuhan jasmani mu juga penting dek.”
Hasan : “gitu ya mbak?”
Intan : “iya lah… nanti kalau kamu sudah nikah sama Fitri, terus gak nafsu sama dia mau gimana? Bisa berantem terus kamu nanti. Mau kamu burungmu gak bangun gara-gara gak nafsu sama istrimu?”
Hasan : “kan masih ada mbak. Hehe”
Intan : “huuu…dasar. Eh kamu belum jawab pertanyaan mbak tadi? Masa iya cuma gara-gara mbak cantik doang kamu nafsunya sama mbak?”
Hasan : “hmm iya mbak, cantik dan seksi. Aku tuh suka ngintip mbak mandi dari dulu hehe. Apalagi tetek mbak gede. Pernah aku juga ngintip mbak dulu lagi main sama mantan mbak di ruang tamu.”
Intan : “hah? Kapan?”
Hasan : “hehehe sudah lama banget mbak, sebelum aku nyolong fotonya mbak. Sejak itu aku makin nafsu sama mbak. Cuma berani onani pakai fotonya mbak. Ngebayangin aku yang ada di posisi mantannya mbak dulu.”
Intan : “terus? Kamu ngintip darimana?”
Hasan : “dari jendela depan mbak, hehe pas itu aku pulang cepet ada rapat guru. Terus ya udah sejak itu aku penasaran mbak. Eh ketangkap basah nyimpen foto mbak.”
Intan : “iya gimana gak ketauan san. Kan yang bersih-bersih rumah juga mbak.”
Hasan : “hehe iya mbak, makasih juga lho mbak, mbak dulu gak marah. Malah ngajarin aku yang bener gimana.”
Intan : “iya mbak khawatir aja kalau kamu sampai berbuat sama pacarmu bisa bahaya kalau gak diarahkan, apalagi kamu dah diam-diam berani curi foto mbak. Pasti juga berani berbuat yang enggak-enggak nanti sama pacarmu. Belum tentu pacarmu bisa ngitung kalender kayak mbak kan. Apalagi kamu juga sering lepas kontrol main tusuk aja kalau mbak nolak.”
Hasan : “ya habisnya gimana mbak, enak sih. Hehe”
Intan : “hmmm…iya deh… mbak penasaran juga, kukuh kalau sudah mulai puber, kayak kamu gak ya?”
Hasan : “mungkin aja mbak. Hehe”
Intan : “duh masa iya mbak jadi pemuas adik-adik mbak.”
Hasan : “hehe seru tuh mbak.”
Intan : “seru-seru apanya…haha dasar adik mesum.” aku pun beranjak dari atas kasur untuk mengambil obat pencegah kehamilan yang biasa ku minum.
Hasan : “mbak…”
Intan : “eh…napa san…kok meluk tiba-tiba.”
Hasan : “mbak, kalau gak usah minum itu gimana?”
Intan : “heh ngawur. Nanti mbak hamil bahaya dek…emang mau mbak hamil?”
Hasan : “hehe pengen sih…”
Intan : “hush…enggak ah…mbak bilang apa nanti sama mas Tono…terus sama bapak ibu…”
Hasan : “tapi aku penasaran nih mbak. Hehe…”
Intan : “penasaran apanya?”
Hasan : “penasaran pengen minum ASI nya mbak. Hehe” sambil meremas-remas payudaraku.
Intan : “hush…ngawur… terus nasib anakmu gimana? Gak mikir ini…”
Hasan : “hmm aku masih punya jatah permintaan kan mbak?”
Intan : “mau dipakai sekarang permintaannya?”
Hasan : “katanya mbak, kalau nanti hamil. Main kasar bisa keguguran.”
Intan : “jadi cuma bikin mbak hamil doang terus anaknya di gugurin gitu? Sakit dek… mbak sudah cerita kan semalam, kalau habis ****** dulu, mbak jadi susah jalan lama. Lagian kalau masih hamil muda, ASI mbak juga gak keluar san. Dulu pas mbak pulang kan main sama kamu juga gak keluar ASI nya. Jangan minta itu ya adikku sayang.”
Hasan : “hehehe kali aja nanti yang ini keluar mbak.”
Intan : “heh…dek…kamu sayang sama mbak nggak?”
Hasan : “sayang dong mbak. Aku cinta sama mbak malahan. Kalau boleh nikahin kakak sendiri paling aku bakalan nikahin mbak.”
Intan : “halah gombal”
Hasan : “beneran mbak. Aku gak bohong. Perasaanku ke mbak lebih.”
Aku terkejut mendengar kata-kata Hasan. Ku kira selama ini hanya omong kosongnya semata. Dari tatapan matanya aku bisa merasakan keseriusan omongannya barusan.
Intan : “haha jangan bercanda deh dek. Mbak juga sayang dan cinta sama kamu.”
Hasan : “beneran mbak?”
Intan : “iya…tapi sebagai kakak ke adik. Hehe dah sana mandi, mbak lapar ini, beli sarapan yuk.”
Hasan : “yaaah…kirain serius.”
Intan : “buruan sana mandi…mbak laper…habis itu kita main lagi di kamar…ok dek?”
Hasan : “iya deh mbak…”
Intan : “nah gitu dong…”
Akhirnya Hasan pergi mandi dan aku duduk di kursi sambil meminum obat ku tadi. Aku masih terkejut dengan omongan Hasan yang ternyata dia bersungguh-sungguh. Selama ini selalu ku acuhkan begitu saja. Apalagi dia punya permintaan untuk aku tak lagi meminum obat pencegah kehamilan ini. Sebenarnya, aku sendiri juga tak yakin sekarang. Obat ini akan ampuh atau tidak. Mengingat kelakuan Hasan yang selalu menyirami rahimku dengan spermanya berulang kali beberapa hari ini. Aku sudah berjanji untuk mengijinkan Hasan sesukanya kepadaku selama di Jogja ini. Tak mungkin aku tarik lagi omonganku. Setidaknya dengan tetap meminum obat ini, membuat ku sedikit tenang agar tidak was-was dan tetap menikmati hubunganku dengan adik ku.
Masalah perasaan adikku… sebenarnya, aku sendiri juga mulai merasakan hal yang sama. Entah kenapa aku juga merasa makin nyaman dengan Hasan. Pagi ini persetubuhan kami terasa lebih nikmat dari biasanya. Mungkin karena aku sudah pakai perasaan ke Hasan. Bukan perasaan sebagai seorang kayak lagi, tapi lebih seperti seorang kekasih ke pasangannya. Apakah aku sudah selingkuh dari Tono bila begini terus… tiba-tiba saja aku memikirkan hal yang tidak-tidak ini. Aku sampai tak sadar melamun cukup lama dan disadarkan lagi oleh Hasan.
Hasan : “mbak…mbak…”
Intan : “eh…napa san?”
Hasan : “ngapain ngelamun? Hahaha mikirin apa hayooo….”
Intan : “ish…enggak ah…mbak mandi dulu ya san. Kamu mau mbak pakai baju apa hari ini?”
Hasan : “hehe yang seksi aja mbak…cuma makan bentar kan?”
Intan : “heh dasar…hahaha habis mandi masih mesum aja. Ya udah mbak mandi dulu.”
Setelah mandi aku, berdandan dan memakai pakaian yang cukup seksi menurutku. Dengan tanktop mini yang memperlihatkan area perutku dengan outer warna hitam.
Intan : “gimana dek? Sudah sesuai request? Hehe”
Hasan : “mantab mbak…”
Intan : “huh dasar…minta mbak pakai baju yang seksi biar diperkosa orang kan nanti?”
Hasan : “eeee…gak gitu mbak…eeee” adikku seperti tersipu malu karena mungkin tebakanku benar.
Intan : “halah kayak mbak gak tau isi pikiranmu aja san san… dasar adik mesum… nafsu aja kamu kalau tau mbak diperkosa orang…nih burungmu bangun. Hahaha” sambil kupegang penisnya dari balik celana.
Hasan : “hehehe…”
Intan : “malah ketawa… ntar mbak diperkosa orang beneran terus hamil lagi, nanti kamu yang tanggung jawab ya. Dah ah yuk makan san…”
Hasan mengajakku makan di luar di sekitaran hotel, sepanjang jalan banyak yang melirik ke arahku. Bahkan ketika aku berjalan sendiri didepan Hasan agak jauh, banyak kudapati catcalling dari pria-pria yang kulewati. Namun ketika Hasan menggandeng tanganku, mereka sudah tak berani lagi. Aku juga semakin merasa nyaman dengan adikku ini. Seperti terlindungi kalau disampingnya. Tapi terkadang aku juga ingin menggodanya setelah tahu fantasinya sekarang. Saat makan, outer yang kukenakan sengaja kulepas dengan beralasan panas. Tapi sebenarnya hanya menggoda Hasan saja. Aku juga tak risih dengan pandangan orang disekitarku. Tapi aku malah membayangkan, kalau tak ada Hasan disampingku mungkin setelah selesai dari warung ini aku diculik orang dan diperkosa.
Saat kembali ke hotel aku bilang ke Hasan apa yang kupikirkan tadi. Hasan nampak mencoba untuk tenang, namun aku tahu sebenarnya dia menahan nafsunya sedari tadi. Aku terus saja menggodanya sepanjang jalan. Sampai akhirnya kami di kamar lagi.
Intan : “eh san….sebentar dong dek…” setelah aku membuka pintu, Hasan langsung memelukku dari belakang dan mendorongku ke dalam kamar.
Hasan : “aku sudah gak tahan mbak…mmmhhh…” Hasan menciumi tengkuk ku sambil melucuti outer yang kukenakan.
Intan : “san…nngghhh…” dia mendorongku ke tembok sambil meremas-remas payudaraku. Dengusan nafasnya yang memburu membuatku sadar dia sudah berada di puncak nafsunya. Dengan kasar Hasan meremas-remas payudaraku sambil menciumi area belakang tubuhku. Mulai dari tengkuk, pundak, dan punggungku bergantian menjadi target ciumannya.
Hasan : “mmmhhh…mbak…wangimu bikin aku nafsu….mmmhhh…” brett… ditariknya atasan yang kukenakan sampai robek dan tak butuh waktu lama bawahanku juga dilepas olehnya lepas.
Intan : “ah…san…mmmhhh….san…” tubuhku yang sudah telanjang bulat kembali diciumi oleh Hasan. Dia juga mulai melepaskan semua pakaiannya.
Intan : “uh…” belum mulai penetrasi saja rasanya tubuhku sudah memanas karena nafsuku sendiri juga sedang tinggi-tingginya sekarang. Keringat mulai bercucuran meski ruangan kamar ini ber AC. Ku akui nafsuku hari ini tak terkontrol rasanya. Bahkan saat aku iseng menggoda Hasan tadi otakku dipenuhi bayangan yang tidak-tidak dan kemaluanku juga sudah basah saat itu.
Tak lama kemudian kurasakan batang penisnya sudah menerobos di liang kewanitaanku…
Slep…
Intan : “ACH…SAN…AAACHH…ACH…OOCH…YES…OOOCHH…” tangannya yang berpegangan di pinggulku membuatnya mudah penetrasi dengan kecepatan tinggi. Akupun mengimbangi gerakannya dan melebarkan kakiku agar dia semakin mudah mengobrak-abrik vaginaku dengan penisnya.
Clap…clap…clap…clap… bunyi pahaku yang beradu kencang dengan pahanya.
Intan : “ACH…ACH…OCH…SAN…OCH…TERUS…OCH…ENAK SAN…OCH…”
Hasan : “OHS…MBAK…OHS…OHS…”
Intan : “OCH…OCH…OH…SAN…YANG KENCENG…OCH…MBAK MAU KELUAR…AAAACH…” akhirnya aku orgasme, namun Hasan tetap menggenjotku sekuat tenaga.
BRAKKKK… Hasan menarik tubuhku dan mengarahkannya ke atas meja… membuat benda-benda diatas meja berserakan jatuh kebawah.
Intan : “OCH…OHSS…OCH…OCH…OCH…” aku bertumpu di atas meja sekarang sambil terus digenjot Hasan dari belakang tanpa mengurangi kecepatannya sedikitpun.
Intan : “OCH…SAN…OCH…ACH…TERUS…SAYANG…AACH…YANG KENCENG…SAYANG…AACH…” entah kenapa terlontar kata sayang dari mulutku saat memanggil Hasan. Selama ini saat berhubungan badan dengannya selalu ku panggil dek atau namanya saja. Selama seminggu ini saat bersama Hasan, entah kenapa aku juga merasakan batasan ku dengannya sebagai seorang kakak mulai memudar.
Intan : “NNNGGHH…SAN….NNGGGGHHH…MMMMHHH…MMMHHH…” aku menegakkan diriku dengan menopang tubuhku diatas meja sambil mencium Hasan yang berada dibelakangku. Meski susah entah kenapa aku ingin menciumnya. Hasan pun menopang tubuhku dengan memegang kedua payudaraku dengan tangannya sambil diremas-remas.
Intan : “OCH…OCH…OOCH…SAN…TERUS…SAN….BEBASIN IMAJINASIMU SAYANG…OOOCH…”
Intan : “OOCH…AACH…ACH…MBAK…TAU…ACCH…KAMU PENGEN MBAK DIPERKOSA KAN…AACHH…BAYANGIN SAYANG…AACH…PERKOSA MBAK….AAAACH…TERUS SAYANG….” kurasakan penis Hasan makin membesar dan membentur-bentur lubang cervix ku yang berkedut-kedut menyambut kepala penisnya. Rasanya seperti aku menginginkannya untuk penetrasi lebih dalam lagi. Kurasakan juga lubang cervix ku seperti sedikit terbuka karena orgasme yang berturut-turut kualami.
Hasan : “OOOCH…MBAK….” Hasan memegang erat perutku dan ejakulasi didalam.
Intan : “AAAAAAAAHHHH…..SAN….” sambil terus memompakan cairan spermanya, Hasan tak berhenti menggenjotku terus menerus. Biasanya dia hanya menusuk dalam-dalam dan membiarkan spermanya mengalir kedalam rahimku, tapi kali ini dia tak berhenti sama sekali.
Ukuran penisnya pun tak mengecil bahkan setelah semenit dia ejakulasi di dalam. Bahkan kurasakan kepala penisnya terus mendesak masuk menghantam lubang cervix ku. Baru kali ini Hasan tak berhenti setelah ejakulasi. Seperti ada tenaga tambahan yang membuatnya tetap ereksi dan terus tak berhenti. Rahimku pun dibuat ngilu olehnya. Sedikit demi sedikit kurasakan kepala penisnya mulai menyeruak masuk lebih dalam lagi di setiap hantamannya. Entah mungkin penis Hasan yang semakin membesar karena imajinasinya, atau mungkin justru aku yang terhanyut dalam nafsu yang membuat tubuhku seakan ingin dibuahi olehnya.
Hasan menarik tanganku dan mendorongku berpindah ke atas kasur. Setelah itu, dia kembali menggenjotku tanpa ampun.
Intan : “ooohs…san…terus san…bayangin mbak…diperkosa orang san…ooohss…”
Hasan : “ooouhss.. Mbak… kamu nakal banget tadi… kamu biarin mereka liat badanmu… oouhs… kalau gak ada aku… kamu tadi sudah diperkosa mereka mbak… oouhs…”
Intan : “oooch… iya san… biarin mereka perkosa mbak san… kamu mau mbak diperkosa orang kan… ooohs… itu kan yang kamu mau san… bayangin mbak diperkosa mereka san… aaaach…”
Hasan : “ohs mbak… mbak… kamu nanti disekap sama mereka… ditampar… dikasarin… ooohs…”
Intan : “aach…iya san…bayangin san…aach…bayangin mbak dihamili mereka…aach… AUCH…” Hasan menarik rambutku dengan tangan kanannya dan membuat ku mendongak. Sedang tangan kirinya bertumpu di pundakku tanpa menghentikan genjotannya sedikitpun.
Intan : “AACH…SAN…ACH…ACH…AACH…” aku pun kembali menjerit-jerit merasakan sakit karena rambutku yang tertarik bersamaan dengan rasa nikmat yang menjalar dari kemaluanku. Kurasakan kembali cairan panas mengalir didalam rahimku tetapi Hasan tak juga berhenti menggenjotku dengan ganasnya dan cenderung semakin tak beraturan dan cepat.
Hasan semakin lama semakin kesetanan. Kini pantatku jadi bulan-bulanannya, ditamparnya berulang kali sampai perih terasa. Penisnya yang masih saja keras, terus menusuk-nusuk tepat di bibir cervix ku.
Intan : “OUHS…SAN…OUHS…OOHS…AACH…SAKIT…ENAK…AACH…”
Hasan : “uhs..uhs…mbak…kamu mau dihamili mereka…uuhs…”
Intan : “iya sayang…ouhs…demi kamu…oohhhs…ach…enak san…aach… terus san… bayangin mbak hamil diperkosa mereka…aach…” aku terus memancing fantasy Hasan walau aku tahu nafsunya sudah berada dipuncak.
Intan : “kamu suka…kan san…aach…uuhss...aaach…oohs… suka kan mbak digilir…aach…” kurasakan tusukan penisnya semakin kencang, nafasnya juga sudah mendengus-dengus, dan lagi bibir cervix ku dihantam terus tanpa henti seperti ingin membuka lebih dalam lagi. Entah karena penisnya yang semakin memanjang karena dorongan nafsu, atau rahimku yang turun karena ingin dibuahi olehnya sehingga membuat tiap tusukan penisnya seperti mentok membentur area bibir cervix ku.
Tiba-tiba saja Hasan mencengkeram pundakku dengan kedua tangannya. Seperti menarikku ke arahnya untuk menusukkan penisnya lebih dalam lagi. Celakanya aku tak mempertimbangkan hal ini akan terjadi.
Hasan : “ah…yes mbak…aah…aku mau kamu hamil mbak…AARRRGGHHH…” Hasan terus menekan penisnya yang masih tegang sempurna itu tepat di bibir cervix ku. Seperti ingin membuka jalan masuk kedalam rahimku. Lubang cervix yang biasanya cukup kecil, kini kurasakan sedikit demi sedikit terbuka karena tusukkan dari penis Hasan yang memaksa masuk. Ditambah lagi dengan multi orgasme yang kualami membuatnya sedikit kendur. Meski susah, Hasan terus mendorongnya masuk. Sampai akhirnya kurasakan ada benda tumpul terjepit di dalam area perut bawahku.
Intan : “AACH…SAN…SAN…SAKITTTT…AACH…HENGGGGHHHHHH…NNNGGGHHHH…” aku pun memekik saat penisnya sudah menembus area cervix ku dan kepala penisnya sudah menembus area rahimku.
Hasan : “AAARRGGGHH…MBAKKK…AAAAARHHH…” Hasan menembakkan spermanya lagi, langsung tepat didalam rahimku dan kembali mengisinya sampai penuh. Kurasakan perut bawahku menggelembung karenanya.
Intan : “HHIIIGGHHHH…” aku terbelalak dan menggertakkan gigi ku karena sensasi ngilu, sakit, dan nikmat yang bercampur jadi satu.
Cukup lama Hasan memuntahkan spermanya langsung didalam rahimku. Tapi entah kenapa rasanya penis Hasan tak kunjung mengecil. Aku masih merasakan benda tumpul itu mengganjal tepat di bibir cervix ku. Tangan Hasan yang berada di pundakku perlahan bergerak turun meremasi payudaraku yang menggantung bebas ini. Dia juga sedikit membungkuk untuk mencium dan menjilati area tengkuk dan leherku yang basah dengan keringat.
Hasan : “mbak… aku sayang sama mbak… aku cinta sama mbak… aku pengen mbak hamil anak ku…” bisiknya pelan di telingaku sebelum Hasan mencengkeram erat pinggulku dan kembali menggenjotku tanpa ampun.
Intan : “HHHIIIIIIIIIIIIGGGGGGGGGGGHHHHHHHHHHHH….” aku pun terpekik karena penisnya yang masih menyangkut didalam rahimku dia paksakan untuk keluar masuk. Rahimku serasa ditarik-tarik oleh penisnya. Rasa sakit dan ngilu semakin tak tertahankan lagi sampai air mata ku mengalir. Hasan seperti tanpa ampun terus saja menarik keluar masuk penisnya walau tak bisa lepas.
Intan : “HHHHHIIIIIIIIGGGHHHH…NNNNNGGGGGHHHHH…NGGGGHHHHH…” kucoba menahan rasa sakit ini dengan menggigit sprei kasur.
Hasan : “OOUHSS…MBAK…” tak lama kemudian Hasan kembali ejakulasi. Kembali kurasakan cairan panas memenuhi rahimku. Dia menahan posisinya dengan memegang erat pinggulku. Sampai akhirnya dia puas setelah beberapa saat. Dengan paksa, Hasan seperti menarik penisnya dari dalam sambil mendorong pantatku maju.
Intan : “SAN…SAKITTT…SAN….AAAAACCHHH…” akhirnya penisnya bisa terlepas dari dalam kemaluanku. Aku pun tersungkur diatas kasur tak mampu bergerak lagi. Kurasakan ada cairan yang keluar dari dalam kemaluanku namun ku biarkan saja karena sudah tak sanggup lagi.
Hasan pun terduduk lemas di lantai setelah puas menuntaskan nafsunya. Namun dia kembali berdiri menghampiriku yang sedang terkulai lemas diatas kasur.
Hasan : “mbak…mbak…mbakk…” Hasan menggoyang tubuhku seperti membangunkanku. Dia nampak panik.
Intan : “iya san…kenapa…mbak udah gak kuat gerak lagi san…”
Hasan : “itu mbak…itu…”
Intan : “kenapa san?”
Hasan : “itu mbak… kamu pendarahan mbak…” mukanya seperti tegang mengatakan hal itu.
Intan : “duh…san…mbak gak kuat gerak…perut mbak masih sakit semua…” kurasakan memang area perut bawahku sakit namun karena adrenalin ku masih terpacu seperti tak begitu terasa. Perlahan ku coba meraba area paha ku dan benar saja cairan sperma Hasan yang cukup kental ini bercampur dengan darah segar.
Intan : “san…gendong mbak san… ke kamar mandi…”
Hasan : “iya mbak…” akhirnya Hasan menggendongku kedalam kamar mandi dan kuminta dia untuk menurunkanku di bawah shower. Perlahan rasa sakit yang teramat sangat mulai menjalar.
Intan : “dah kamu keluar dulu san… mbak mau duduk dulu disini…”
Cukup lama aku berdiam didalam kamar mandi, karena tak bisa bergerak. Kalau aku bergerak sedikit saja, rasa nyeri menjalar di dalam kemaluanku. Sampai akhirnya aku cukup kuat untuk berdiri dan membilasnya. Untungnya pendarahan ku tak berkepanjangan. Sampai sekitar 1 jam lebih aku didalam kamar mandi untuk membilas diri dan membersihkan sisa-sisa sperma yang meleleh di kaki ku. Setelah itu aku keluar dari kamar mandi dengan langkah yang masih susah. Rasa nyeri kurasakan tiap kali aku melangkah, lebih nyeri daripada saat Hasan memasukkan terong ke dalam kemaluanku kapan lalu.
Intan : “san san… kamu nih… nafsu banget ya tadi?”
Hasan : “hehe iya mbak… kamu juga sih mbak tadi seksi banget. Terus gimana mbak? Mbak gak apa-apa?”
Intan : “iya gak apa-apa san. Cuma nyeri dikit aja. Untungnya sudah gak berdarah lagi.”
Hasan : “maaf ya mbak…”
Intan : “iya sudah gak apa san…mmmuah…” aku pun memeluknya dan menciumnya.
Intan : “kamu lho kok bisa nafsu gitu bayangin mbak diperkosa orang sih?”
Hasan : “hehe maaf mbak. Kadang bayanginnya seru sih mbak…”
Intan : “ish..dasar…adik bejad… katanya sayang sama mbak, tapi kok pengen mbak diapa-apain orang.” sambil ku toyor kepalanya.
Intan : “dah san…sana kamu aja yang berberes. Habis ini kita checkout terus ke terminal.”
Hasan : “iya mbak… mbak mau pakai baju apa nih aku yang ambilin, biar mbak duduk aja diatas kasur.”
Intan : “hmm apa ya? Yang tadi aja deh san.”
Hasan : “serius mbak? Kita pulang ke rumah naik bus lho.”
Intan : “iya serius. Biar gak panas juga. Kenapa? Kan kamu suka kalau mbak dilirik orang. Terus mbak diperkosa orang. Ya kan?”
Hasan : “ya nggak gitu sih mbak…”
Intan : “gak gitu gimana? Itu burungmu tegang lagi.”
Hasan : “hehe ya udah ini mbak baju mu tadi. Aku berberes dulu ya.”
Intan : “eits…sini dulu.”
Hasan : “kenapa mbak?”
Intan : “kasihan ini kamu masih tegang. Sini mbak kulum dulu dek…” akhirnya ku kulum dulu penisnya sampai dia ejakulasi di dalam mulutku. Tak banyak spermanya yang keluar lagi. Setelah itu Hasan melanjutkan packing barang dan aku mengenakan pakaianku lagi sebelum akhirnya kami berdua checkout. Setelah itu kami memesan taksi untuk menuju ke terminal dan pulang kembali kerumah. Aku berpesan ke adikku Hasan agar dia tutup mulut dengan apa yang menimpaku di Jogja. Aku sudah menganggap masalahku kemarin dengan Dwi selesai sampai disini dan Jogja menjadi penutup kisahku dengannya. Semoga dia tak menimbulkan masalah lagi untukku kedepannya agar aku bisa move on dan memulai hidup baru dengan Tono.