Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Tono dan para wanitanya... Arc 2 : Intan

The EX 02 - Chapter 35
Timeline : 2011 Juli
Dua hari setelah chapter 33

–POV Intan–

Pagi ini aku bangun tidur dengan kondisi badan yang tidak baik-baik saja. Rasanya entah kenapa aku seperti pusing, lemas, dan mual. Tapi tetap kuputuskan untuk perlahan bangkit dari tempat tidur dan bersiap untuk pergi bekerja seperti biasa. Hari ini kedapatan jadwal shift ku di pagi hari. Aku terduduk sebentar untuk mengumpulkan tenaga ku sebelum keluar dari kamar agar kedua orang tua ku tak khawatir melihat anaknya yang sedang tidak enak badan ini. Aku tetap memaksakan diri karena sebenarnya masih terbesit dalam pikiranku apakah aku sebenarnya sedang hamil atau tidak. Mungkin aku akan mengeceknya nanti di RS dengan beberapa alat disana yang cukup akurat.

Sedari kemarin aku terus saja men-denial pemikiranku sendiri. Tetapi beberapa perkataan pak Pri cukup menggangguku. Kata dia, seharusnya obat yang disuntikkannya kepadaku tak mungkin membuatku bisa memproduksi ASI sebanyak ini. Ditambah lagi akhir-akhir ini aku cukup intense untuk berhubungan sex tanpa proteksi dengan Hasan, Tono, pak Pri, pak Soli, dan Indra. Namun Tono bisa aku coret dari daftar karena dia hampir tak pernah ejakulasi didalam. Kalau pun aku benar-benar hamil, cuma ada 2 kandidat yang mungkin, yaitu Hasan dan pak Soli. Kenapa aku berpikir demikian, karena yang masuk akal hanya mereka berdua. Terutama Hasan yang sebulan lalu menyetubuhiku berkali-kali saat kami berdua berlibur ke Jogja. Yang kedua pak Soli karena dia sering mengunjungiku di rumah dan terkadang meminta jatah di hotel. Aku cukup yakin dengan obat penunda kehamilan yang ku gunakan akhir-akhir ini sehingga membiarkan mereka untuk menyetubuhiku tanpa proteksi kondom. Disamping itu aku juga lebih suka demikian. Aku merasa lebih intim dengan lawan mainku saat itu. Dan juga sensasi sperma hangat yang memenuhi rahimku membuatku merasakan kenikmatan tersendiri.

Dengan sekuat tenaga aku berangkat ke RS pagi ini meski belum waktunya untuk ganti shift karena aku datang lebih pagi dari biasanya. Aku mengambil beberapa alat test dan segera menggunakannya. Dan akhirnya…ketakutanku benar. Semua alat test yang kugunakan menunjukkan kalau aku positif hamil. Seketika itu air mata ku berlinang. Perasaan sedih, takut, dan marah kepada diriku sendiri bercampur menjadi satu. Kenapa aku bisa lepas kendali lagi seperti ini. Aku yang terlalu percaya diri dengan apa yang aku lakukan kemarin untuk pencegahan ternyata sia-sia. Tetap saja aku sekarang berbadan dua. Aku bingung harus bagaimana sekarang dan aku pun mengurung diri untuk menangis di gudang belakang RS.

Cukup lama rasanya aku menenangkan diri sampai kering air mata ku dan aku beru terpikir untuk membicarakan ini ke pak Pri. Orang pertama yang aku pikirkan untuk membahas ini entah kenapa pak Pri, bukan Hasan atau pak Soli yang mungkin bapak dari benih yang kukandung ini, atau Tono yang menjadi pacarku sekarang. Bahkan aku seperti melupakan Tono dan tak memikirkan perasaannya bila tau aku sekarang sedang hamil. Aku berjalan keliling RS untuk mencari keberadaan pak Pri, namun tak terlihat sama sekali. Akhirnya aku ketuk kamarnya yang ada di belakang RS.
Intan : “pak…pak Pri…pak Pri…” namun tak ada jawaban. Dia seperti menghilang begitu saja. Tapi ada yang menepuk pundak ku dari belakang.
Giman : “nyari pak Pri mbak Intan?”
Intan : “eh pak Giman. Iya nih pak, kok gak kelihatan ya pak Pri dimana. Pak Giman tau gak?”
Giman : “oh emang mbak Intan gak dipamitin?”
Intan : “hah? Pamit? Maksudnya pak?”
Giman : “loh…pak Pri kan mudik mbak. Pulang kampung. Katanya ada saudara meninggal. Mbak Intan gak dipamitin? Gimana pak Pri ini. Punya pacar cantik gini gak dipamitin.”
Intan : “heh pak Giman. Siapa bilang aku pacaran sama pak Pri. jangan ngasal deh.” sambil ku cubit lengannya.
Giman : “hehehe iya deh mbak. Tenang, saya masih tutup mulut kok masalah kemarin. Asal…”
Intan : “asal apa?”
Giman : “mumpung gak ada pak Pri nih mbak. Main sama saya aja gimana?”
Intan : “jangan ngelunjak ya! Kemarin sudah janji cuma aku blowjob. Sudah sudah… aku lagi pusing ini pak.” segera saja aku pergi meninggalkan pak Giman dan kembali ke ruang jaga di RS.

Aku kembali merenung, apakah aku akan berterus terang ke Tono saja, atau aku bicarakan dulu ke pak Soli dan Hasan. Tapi aku juga takut dengan sikap Tono nanti. Dia pasti kecewa denganku. Bila aku membicarakan ini dengan Hasan, aku juga takut adikku ini akan tertekan. Mungkin sebaiknya aku bicarakan dulu dengan pak Soli. segera aku kirim pesan ke pak Soli sekarang.
Intan : “pak Soli. ada waktu gak siang ini. Aku mau ngobrol nih. Penting.”
Pak Soli : “pagi Intan sayang. Kalau nanti siang bapak gak bisa nih. Sekarang lagi ngantar istri bapak kerumah orangtua nya. Ke mertua bapak. Kalau nanti malam bagaimana? Di hotel biasanya.”
Intan : “ya udah nanti malam ya.” setelah itu tak dibalas lagi oleh pak Soli. mungkin nanti malam aku akan langsung menuju ke hotel biasanya saja.
Sedikit ada rasa marah dan cemburu terpicu ketika pak Soli seperti lebih mengutamakan istrinya daripada aku. Aku seperti tak sadar diri kalau aku lah yang terbawa perasaan dan saat ini aku yang salah karena jadi orang ketiga.

Seharian ini aku melamun tak jelas. Perasaan ku masih campur aduk. Masih ada rasa marah kenapa aku bisa sebodoh ini lagi terhanyut dalam nafsu.
Indra : “kenapa tan? Ngelamun terus dari tadi.”
Intan : “eh Indra…hmm…”
Indra : “kenapa? Sedih amat rasanya.”
Intan : “ndra… aku mau curhat dong… mumpung ada kamu nih. Tapi gak disini. Sambil makan siang aja gimana?”
Indra : “iya ayo tapi bayarin ya.”
Intan : “iya… iya…” untung ada Indra jadi sekalian buat teman curhat pikirku. Karena saat ini jujur saja aku bingung untuk menanggungnya sendiri sekarang. Aku dan Indra akhirnya cari tempat makan yang agak sepi sekalian ngobrol.

Indra : “kenapa tan? Dari tadi aku lihat kok kayak murung gak jelas gitu kamu. Diputusin pacarmu lagi ya?”
Intan : “hmm gak tau nih. Mungkin kalau aku ngomong hal ini ke dia juga bakalan diputusin. Aku gak mau itu. Cuma Tono yang rasanya bisa bikin aku keluar dari kota ini. Aku berharap banget dia nikahin aku ndra.”
Indra : “emang apaan sih tan? Kalau kamu gak ngomong ke dia juga gak apa apa kan.”
Intan : “gak bisa…”
Indra : “hah? Kenapa? Kan selama ini kamu juga ngewe sana sini juga gak bilang kan ke dia. Hehehehe”
Intan : “hush… bukan itu… kalau itu sih aku gak bilang aman-aman aja. Tapi yang kali ini kalau gak bilang bakalan kelihatan lama-lama. Lagian Tono belum bisa nikahin aku dalam waktu dekat ini.”

Indra : “sebenernya masalahmu apa sih tan? Penasaran nih dari tadi gak bilang-bilang.”
Intan : “duh…masa gak paham sih…”
Indra : “apaan memang?”
Intan : “ehmm…ini ndra…aku…kebobolan…”
Indra : “HAH! KOK BISA!” Indra terkejut.
Intan : “huss…pelan-pelan suaranya gak usah kaget gitu. Orang-orang jadi ngelihat kearah kita kan.”
Indra : “iya iya maaf. Tapi bukannya kamu pakai obat buat nyegah ya?”
Intan : “iya…itu yang aku bingung… aku bahkan sampai nyolong obat suntik kan…”

Indra : “hmm kira-kira bapaknya siapa nih? Aku kah? Atau pak Pri?”
Intan : “gak tau ndra. Tapi kalau aku hitung sih bukan kamu atau pak Pri.”
Indra : “terus siapa? Pacarmu Tono?”
Intan : “bukan juga…”
Indra : “lalu?”
Intan : “ehmm… mungkin adik ku Hasan.” aku tak menceritakan tentang pak Soli ke Indra. Indra juga seperti tertegun kaget.
Intan : “kamu kayak gak tau aja aku ada hubungan sama adik ku. Bulan kemarin inget gak aku cuti buat jalan-jalan ke Jogja. Ya sudah mungkin waktu itu kejadiannya. Ditambah lagi obat yang aku ambil kan yang mendekati expired date. Ada juga yg sudah expired kan yang kamu kasih. Aku paham biar aman dari audit kalau ada obat hilang. Tapi ternyata…”
Indra : “terus rencanamu sekarang gimana?”
Intan : “gak tau ndra…”
Indra : “gugurin aja lho tan. Kamu juga tau obatnya dimana kan. Mumpung masih kecil.”
Intan : “aku gak tau ndra…aku sanggup gugurin lagi atau enggak…kamu juga tau kan aku pernah gugurin sekali dulu. Ada beban sendiri ndra setelah ngelakuin itu.”

Indra : “tapi kalau kamu biarin juga lama-lama kelihatan. Kamu mau bilang apa ke orang tua mu nanti?”
Intan : “gak tau ndra… aku rasanya juga gak tega ngelakuin itu…” sambil aku elus perut ku.
Indra : “terus kamu biarin berkembang?”
Intan : “gak tau juga… jadinya aku bingung ini… dulu mungkin aku tega. Karena memang bukan keinginanku. Tapi kali ini aku merasa ikut punya andil untuk ini. Bukan dengan terpaksa kayak sebelumnya.”
Indra : “kalau sudah gini aku gak bisa bantu sih tan. Kecuali memang kamu mau gugurin. Sebelum tambah gede, aku bisa ambilin obat di gudang.”
Intan : “gak tau ah ndra. Bingung aku. Dah ah balik yuk. Kerja lagi…”
Indra : “ya udah tan, aku cuma bisa bantu itu aja, kalau kamu mau nanti kabarin aja.”

Kami pun akhirnya kembali bekerja. Meski memang aku masih tak konsen. Bahkan aku coba menelpon Tono tapi segera kumatikan. Aku masih tak tahu harus berbuat apa sekarang. Aku juga tak mungkin cerita ke Hasan. Aku belum siap, dan mungkin Hasan juga sama. Kucoba alihkan dengan bekerja seperti biasa. Sampai akhirnya aku pulang kerumah dan dirumah bertemu dengan Hasan. Ada perasaan aneh yang muncul. Seperti canggung bila bertemu Hasan. Aku pun langsung masuk ke kamar dan menguncinya dari dalam. Untungnya Hasan tak menanyaiku yang aneh-aneh karena ada Kukuh dirumah. Sekitar jam 8 malam aku baru keluar kamar dan mandi. Dengan beralasan akan menggantikan shift teman, akupun keluar rumah. Padahal aku sebenarnya janjian dengan pak Soli di hotel biasa.

Intan : “pak Soli. dimana? Aku sudah di hotel nih.”
Pak Soli : “sama tan. Aku tunggu di kamar ***** ya.”
Aku pun segera menuju ke kamar yang disebutkan. Sesampai ku di depan kamar, pak Soli mempersilahkanku masuk.
Pak Soli : “ayo masuk sayang. Kenapa nih kok tumben. Itu mata mu juga sembab kenapa?”
Aku langsung duduk di kasur dan kembali menangis. Entah kenapa air mata ku sekarang tak tertahan.
Pak Soli : “loh loh loh…kenapa ini? Kok tiba-tiba nangis? Ada apa sayang?” pak Soli mencoba menenangkan ku dengan memeluk pundakku dan aku pun memeluknya balik. Dan entah kenapa, tiba-tiba kami berdua terhanyut. Aku mencium bibirnya dan dia pun membalas ciumanku. Kami berdua mulai terhanyut dalam nafsu dan bergumul diatas kasur. Pak Soli mulai melepas pakaian yang kukenakan sampai akhirnya kami berdua telanjang bulat dan terus bergumul. Pak Soli yang sedari tadi meremas-remas payudaraku, nampaknya menyadari sesuatu. Dia merasakan ada cairan yang keluar dari putingku saat jari-jemarinya bermain di putingku.

Pak Soli : “sluurpp….mmmhhh…hehehe kok bisa keluar ASInya tan? Sluurppp…gini kan aku makin nafsu…”
Intan : “ohs…pak…hisap terus pak…ohs…terus pak…” seperti orang kehausan, pak Soli menghisap putingku bergantian dengan buasnya sambil terus diremas-remas. Tanganku pun mengelus kepalanya yang masih sibuk di area payudaraku. Aku juga melebarkan kaki ku untuk mempermudah pak Soli penetrasi. Dan benar saja, tak lama kemudian kurasakan batang penisnya mulai menyeruak masuk. Sambil berciuman penuh nafsu, pak Soli terus menghujamkan penisnya didalam kemaluanku. Entah kenapa aku yang sedang sedih ini malah kembali terhanyut dalam nafsu. Bahkan aku dan pak Soli berhubungan sex dengan berbagai posisi. Kenikmatan yang kurasakan seperti menghapus semua kegelisahanku hari ini. Sampai akhirnya… ada yang mengetuk pintu kamar saat aku dan pak Soli beristirahat bersiap untuk ronde selanjutnya.


–POV Tono–
Hari ini aku masih memata-matai Intan mulai dari pagi sampai sore. Ternyata semua masih normal-normal saja. Pagi hari Intan berangkat kerja, dan setelah shift selesai dia pulang ke rumah. Aku awasi beberapa saat di dekat rumahnya, ternyata tak ada yang aneh juga. Jadi aku kembali saja ke kost. Tetapi sekitar jam 8 malam, Hasan mengabariku kalau Intan mau berangkat kerja lagi. Disini aku juga curiga, jadi kuputuskan untuk mengikutinya saja. Dengan menggunakan motor kembali aku menunggu dari pertigaan dekat rumahnya. Sekitar jam 9 terlihat Intan lewat dengan motornya lalu dengan menjaga jarak kuikuti dari belakang. Awalnya kukira Intan akan menuju ke RS, ternyata dia berbelok ke arah yang berlainan. Dia menuju ke arah keluar kota. Setelah kuikuti ternyata dia berbelok ke sebuah Hotel.

Ku coba ikuti diam-diam sampai Intan masuk ke Lobby dan disitu aku kehilangan jejaknya. Ku sms Hasan untuk menyusul ke Hotel ini. Karena kehilangan jejak, aku pun coba mencari-cari info ke room service disini. Terlihat namanya Heru dari name tag yang dikenakan. Kebetulan orang ini juga mengenal Intan setelah aku menjabarkan ciri-cirinya.
Tono : “mas mas…maaf nih mau nanya. Tadi saya lihat mbak mbak tadi siapa ya?”
Heru : “yang mana mas?”
Tono : “itu tadi yang berjilbab, yang pakai seragam bidan.”
Heru : “oh yang susunya gede itu ya mas?”
Tono : “iya yang itu.”
Heru : “oh si Intan. Kenapa mas? Minat?”
Tono : “maksudnya gimana mas?”
Heru : “mas nya baru ya disini? Hehehe”
Tono : “iya nih mas. Masih baru saya disini. Tadi kok jalan-jalan lihat ada cewek cantik lewat ya saya ikuti sampai sini.” aku coba berbohong dulu untuk menggali informasi.

Tono : “tadi maksudnya gimana nih mas? Kalau saya minat gimana?”
Heru : “nanti bisa saya kenalin mas. Asal bagi persenan ya. Hehehe. Si Intan sudah biasa disini.”
Tono : “biasa gimana mas? Saya masih gak paham.”
Heru : “ya tau lah. Masa masih gak paham. Itu lho cewek panggilan.”
Tono : “wah berarti bisa ya saya booking.”
Heru : “bisa lah mas, saya dulu juga sering bawain tamu buat dia. Cuma ya persenan nya jangan lupa.” aku pun memberikan uang 200 ribu hitung-hitung membayar informasi yang dia berikan tadi dan untuk mengorek informasi lebih lanjut.
Tono : “nih aku kasih uang persenan deh. Meski belum aku booking. Hehehe”
Heru : “wah banyak amat mas, biasanya yang lain kasih duit 50 ribu aja.”

Tono : “memang sudah lama Intan main disini?”
Heru : “iya mas, pelanggannya disini biasanya. Itu aja kayaknya ditunggu om om di kamar sana. Yang diujung sana itu.”
Tono : “oh gitu. Gak bisa booking sekarang dong?”
Heru : “sepertinya gak bisa mas. Tapi nanti aku kenalin dulu coba ya. Biasanya juga 3 sampai 5 tamu semalam bisa dulu. Hehehe”
Tono : “wah laris ya?”
Heru : “iya lah mas. Orang cewek paling cantik disini. Tapi kayaknya bakalan lama sih ini Intan. Gak mau coba sama cewek yang lain dulu mas?”
Tono : “ah enggak ah, saya tunggu aja. Kali aja bisa. Saya coba keliling dulu ya mas sambil nunggu sama cari angin. Ngomong-ngomong terimakasih infonya ya.”
Heru : “tenang mas, kalau butuh bantuan saya bilang aja. Saya juga jual macam-macam barang, kayak obat kuat, kondom, obat perangsang buat ceweknya, mungkin butuh. Hehehe”
Tono : “ok mas, gampang itu nanti.”

aku pun segera pergi jalan-jalan disekitar sambil berusaha menghindari mas-mas room service tadi. Setelah kurasa aman, segera aku menuju kamar ujung yang ditunjukkan tadi. Samar-samar ku dengarkan desahan dari dalam kamar. Aku mengenali suara itu suara dari Intan. Bukan hanya desahan, nampaknya Intan sedang menjerit-jerit keenakan didalam sana. Tak lama kemudian aku mendapat SMS dari Hasan yang sudah sampai di parkiran jadi aku menjemputnya terlebih dahulu.

Tono : “San. Ntar jangan kaget ya. Sama jangan emosi berlebihan.”
Hasan : “iya mas. Emang kenapa mas?”
Tono : “mbak mu lagi main tuh.”
Hasan : “loh… ya udah kita dobrak aja mas. Kita labrak aja langsung.”
Tono : “sabar-sabar… kita coba sidang mbak mu nanti dengan kepala dingin. Kamu gak mau kan kalau ada apa-apa sama mbak mu nanti.” aku melihat Hasan sudah penuh dengan emosi rasanya. Ku coba redam dulu sebentar sebelum menggerebek kamarnya. Setelah Hasan sedikit tenang aku ajak ke depan kamar yang tadi. Sebenarnya aku sendiri juga berusaha menahan emosi ku yang membuat hati panas. Aku sendiri memang suka dengan wanita yang nakal, tetapi bukan dengan begini caranya. Andai dia jujur saja padaku mungkin aku juga santai-santai saja. Tapi di sisi lain trauma dari hubungan ku yang sebelumnya juga belum sembuh. Aku masih di persimpangan antara menyudahi gaya pacaran yang terlalu bebas ini atau terus mengikuti hawa nafsuku. Tapi disaat aku ingin untuk memperbaiki hidupku, ternyata pasanganku masih berpandangan bebas.

Hasan menunggu aba-abaku sebelum bergerak masuk kedalam kamar. Aku menunggu waktu yang tepat, yaitu setelah Intan tak lagi berteriak-teriak didalam. Ternyata cukup lama aku menunggu, sampai sekitar hampir setengah jam rasanya. Hasan pun mulai tak sabar, namun masih bisa kucegah. Setelah timingnya tepat, aku mengetuk pintu kamar itu berkali-kali. Kemudian pintu dibuka oleh seorang laki-laki yang sudah berumur yang sepertinya dia yang kurekam dulu. Pak Soli namanya. Hasan yang sudah tak sabar lagi segera menyerang pak Soli. Hasan mendorong dan mencekik pak Soli yang masih hanya berbalut handuk itu sampai tersungkur di lantai. Pak Soli yang nampak kaget pun tak bisa melawan karena masih nampak shock ketika kepergok Hasan. Intan pun nampak ketakutan dan bersembunyi menutupi tubuhnya yang masih telanjang bulat diatas kasur. Sedangkan aku sendiri mencoba melerai Hasan dan pak Soli. Bila tidak ku lerai mungkin saja nyawa pak Soli melayang karena cekikan Hasan. Setelah ku lerai entah kenapa pak Soli langsung saja meraih pakaiannya yang berada di kursi dan langsung lari keluar kamar. Aku mencegah Hasan untuk mengejarnya. Karena aku tak mau ini jadi ramai dan dilihat orang-orang di Hotel yang mungkin akan membuat malu kita sendiri.

Akhirnya ku tutup kembali pintu kamar. Hasan terduduk di kursi sambil menatap Intan yang masih menutupi ketelanjangannya di atas kasur. Dia masih mencoba meredam emosinya. Intan pun masih nampak ketakutan sambil menangis.
Tono : “sekarang coba kamu jelasin ke kita. Kamu ngapain tadi sama bapak tua itu hah!”
Intan : “maaf mas….maaf….maaf mas Tono… maafin mbak San…”
Tono : “kamu ngapain sih kayak gini itu! Aku kemarin yang cuma lupa buang peninggalan mantan ku aja kamu marahnya sampe segitunya. Sekarang kamu malah berhubungan badan sama itu pak tua. Mau mu apa sih!” mulai aku cecar Intan dengan berbagai pertanyaan.
Intan : “maaf mas Tono…maafin aku… aku khilaf…maafin aku…” Intan membalut tubuhnya dengan selimut seadanya lalu bersujud di depanku lalu beralih ke Hasan.
Intan : “maafin mbak ya san…maafin mbak…”
Hasan : “aku kecewa sama mbak. Aku tau masa lalu mbak. Mbak sudah janji kemarin. Kenapa mbak begini lagi?”
Intan : “iya san…maafin mbak san…maafin mbak…mbak khilaf san…”
Hasan : “mbak sudah janji loh!”
Intan : “iya san…iya…maafin mbak ya san…maafin mbak…”

Tono : “kamu gak cuma main sama pak tua tadi kan! Kamu main sama siapa lagi! JAWAB!”
Intan : “enggak mas Tono…enggak…cuma sama yang tadi aja…maafin aku mas Tono…”
Tono : “jangan bohong kamu ya!”
Intan : “enggak mas Ton… aku gak bohong… maafin aku mas Ton…aku gak mau putus sama kamu…maafin aku…”
Tono : “kamu tau kenapa Eko ku pecat kemarin? Kamu sudah gak pernah lihat Eko kan akhir-akhir ini. Kamu kira aku gak tau kamu main sama Eko di toko! Sekarang kamu jujur sama aku. Kamu main lagi sama siapa! Jawab!” Intan pun terduduk shock ternyata aku tahu tentang skandalnya dengan Eko. Kulihat Hasan masih mencoba menahan emosi juga

Tono : “aku tahu hubunganmu sama Hasan dan aku biarkan itu. Karena aku masuk di hidupmu setelah hubunganmu sama Hasan. Tapi kenapa sih harus kayak gini!”
Intan : “maafin aku mas Tono…maafin aku…aku khilaf…” kembali Intan meminta maaf sambil mengiba kepadaku.
Tono : “aku masih pacarmu, aku berhak tau kamu main sama siapa aja. Sekarang kamu jujur sama aku baru aku maafin.” aku mencoba mengorek pengakuan Intan.
Intan : “i…iya mas…maaf… cuma sama pak Soli tadi… Eko… Indra mantanku…si suaminya Ningsih…” sambil terbata-bata Intan menyebutkan sama siapa saja dia berhubungan badan selama ini.
Tono : “terus siapa lagi!”
Intan : “sama… Santo mas…teman SMA ku… Koh Liem… sama pak Pri… tukang bersih-bersih di rumah sakit…”
Tono : “sudah itu aja! Temen SMA mu yang jadi preman terminal gimana!”
Intan : “enggak mas…enggak sama yang itu… aku sudah bilang semuanya…maafin aku ya mas Tono…maafin aku ya San…jangan bilang ke bapak sama ibu…aku mohon… mas Tono…jangan putusin aku juga…maafin aku mas…aku jujur sudah sama itu saja kok…maafin aku…”
Tono : “bener sudah itu aja!” sebenarnya aku masih shock ketika dia menyebutkan nama Koh Liem dan Indra karena aku kenal juga dengan mereka.
Intan : “iya mas…itu aja…jangan putusin aku ya mas…aku mohon…”

Hasan masih terdiam tak merespon. Mungkin dia masih kecewa dengan Intan. Aku paham perasaan Hasan karena dia bukan hanya terikat darah dengan Intan, namun juga terikat hubungan terlarang juga.
Hasan : “dah lah mas… aku masih kecewa sama mbak Intan… aku pamit dulu pulang…” Hasan pamit kepadaku ingin pulang.
Intan : “san…maafin mbak ya san…jangan bilang ke bapak sama ibu…aku mohon san…”
Hasan : “gak tau lah mbak. Pusing aku.” Hasan menampik tangan Intan yang memegang kakinya untuk meminta maaf.

Akhirnya Hasan keluar dari kamar lalu kukejar dan Intan masih tetap berada didalam kamar.
Tono : “san…sabar…”
Hasan : “mau sabar gimana mas! Lihat kelakuan mbak ku sendiri kayak gini aku ya malu!”
Tono : “iya san… cuma aku mau berpesan ke kamu. Jangan gegabah ya. Aku tau kamu emosi. Aku juga sebenarnya. Cuma aku masih mencoba berfikir tenang. Kamu jangan gegabah ya. Bisa-bisa masalah ini nanti merembet ke kamu.”
Hasan : “hah? Gimana maksudnya mas?”
Tono : “kamu jangan bongkar kejadian hari ini ya. Terutama ke bapak ibumu. Bisa bahaya kalau hubungan kalian juga sampai ketahuan.” Hasan terdiam sejenak.
Tono : “kamu masih sayang juga kan sama mbak mu. Kalau sampai ketahuan hubungan terlarang kalian bisa berbahaya lho. Mbak mu bisa nekat nanti.”
Hasan : “terus aku harus gimana mas?”
Tono : “aku tau kamu masih mencoba buat meredam emosi. Cuma nanti kejadian hari ini sudah tutup mulut saja. Kita yang tau. Jangan sampai nyebar kemana-mana. Cukup kita saja yang simpan. Kamu masih sayang kan sama mbak mu?”
Hasan : “iya lah mas. Tau gak sih rasanya kecewa kayak diselingkuhi gitu mas.”
Tono : “iya san… paham. Cuma kalau kamu masih sayang sama mbak mu. Jangan sampai kejadian hari ini nyebar ya. Kasihan mbak mu nanti.”
Hasan : “iya deh mas. Aku pulang dulu mau nenangin diri. Aku nitip mbak dulu ya mas.”
Tono : “iya tenang aja coba aku ajakin ngobrol juga si Intan.” setelah itu Hasan menstarter motornya untuk pulang kerumah. Nampak dia masih emosi dengan meng-gas motornya kencang.

Aku pun kembali ke kamar. Terlihat Intan masih menangis diatas kasur. Aku masuk dan menutup pintunya kembali. Intan yang menyadari kedatanganku langsung berlari memelukku sambil terus meminta maaf.
Intan : “mas Tono…maafin aku ya mas…maafin aku…maafin aku…aku khilaf…” dengan ketelanjangan tubuhnya yang masih kotor ini dia memeluk ku erat sambil menangis. Aku juga akhirnya memeluknya karena jujur saja aku masih cinta dengan Intan. Ada perasaan senang melihat kenakalan pacarku disamping emosi yang kuhadapi sekarang dan aku merasa aku bisa memanfaatkan situasi ini.
Tono : “iya sudah sudah aku maafin. Asal…”
Intan : “asal apa mas Tono?”

Kucoba mendudukkan Intan di tepi kasur.
Tono : “kamu masih cinta kan sama aku?”
Intan : “iya mas Tono…sangat…”
Tono : “ya udah, aku mau tanya dan jawab yang jujur. Sejak kapan dan bagaimana kamu punya hubungan sama pak tua tadi?”
Intan : “itu pak Soli mas. Dia guru olahraga ku dulu pas SMP. dia tinggal di dekat rumah juga. Awalnya iseng aja sih mas. Habisnya gara-gara pas aku belanja, istrinya ngomongin aku dibelakang. Kayak ngegunjingin aku gitu mas.”
Tono : “terus? Kamu goda pak Soli?”
Intan pun mengangguk.
Tono : “kamu suka sama yang tua gitu?”
Intan : “ya enggak juga sih mas. Cuma… sensasinya beda… aku sama dia kayak main murid sama guru… terus keterusan… maafin aku ya mas…”

Tono : “terus yang sama koh Liem itu pas kamu jadi babysitter anaknya?”
Intan mengangguk lagi.
Tono : “sampai sekarang?”
Intan : “enggak kok mas…sudah gak sama koh Liem… cuma sampai selesai jadi baby sitternya aja…”
Tono : “terus Indra? Jatah mantan?”
Intan : “emmm…gak juga sih mas…”
Tono : “terus?”
Intan : “Indra bantuin aku buat ambil obat mas buat mencegah kehamilan. Akhir-akhir ini Hasan mainnya kayak gak kontrol mas. Jadi aku takut dan minta tolong si Indra. Cuma Indra minta bayaran lain soalnya istrinya lagi gak bisa. Si Ningsih kan lagi masa pasca lahiran mas.”

Tono : “ok aku mencoba paham disini. Terus pak Pri? Yang katamu tukang bersih-bersih di RS gimana?”
Intan : “itu… maaf ya mas. Gara-gara Indra.”
Tono : “gara-gara Indra gimana?”
Intan : “iya si Indra ngajak main di RS. terus ketahuan pak Pri. terus…”
Tono : “terus gimana?”
Intan : “entah aku masih bisa bilang begini apa enggak ya mas… tapi awalnya aku diperkosa pak Pri…” mendengar ini rasanya penisku tiba-tiba mengeras. Entah kenapa aku masih punya fetish kalau pacarku diperkosa orang.
Tono : “terus gimana?”
Intan : “ya akhirnya aku yang keterusan mas sama pak Pri. maaf ya mas. Pak Pri juga pakai obat suntik buat merangsangku. Maafin aku mas… ini sekarang gara-gara obat pak Pri, ASI ku masih ngalir…sampai sekarang…” Intan pun berdiri dan menunjukkan tubuh telanjangnya kepadaku. Nampak jelas asinya menetes keluar dari putingnya.

Tono : “kamu gak lagi hamil kan Tan?”
Intan : “eee….enggak mas…enggak kok…cuma…” dia menjawabku dengan agak ragu.
Tono : “cuma apa?”
Intan : “jangan tinggalin aku ya mas… aku sayang sama mas Tono… aku masih cinta sama mas Tono… maafin aku sama semua kekhilafan ku ya mas… maafin aku juga kalau aku suka marah-marah ke kamu… maafin aku mas…” dia kembali bersujud didepanku.
Tono : “ya sudah… aku maafin…asalkan aku minta ke kamu beberapa hal…”
Intan : “apa itu mas?”
Tono : “yang pertama, kamu jangan marah-marah gak jelas lagi ke aku. Kalau kamu marah sama aku, aku tinggalin kamu.”
Intan : “iya mas…iya…”
Tono : “terus kamu juga harus nurut sama aku. Apapun yang kusuruh ikutin aja. Jangan bantah. Apapun itu. Paham!”
Intan : “iya mas…apapun itu… aku ikutin mas…asal mas maafin aku sekarang…”

Tono : “ya sudah aku maafin kamu.”
Intan : “makasih mas… aku sayang sama kamu mas… aku cinta sama kamu… aku gak mau kehilangan kamu… makasih sudah maafin aku…”
Tono : “iya iya… aku maafin kamu. Tapi aku butuh bukti…”
Intan : “iya mas…apapun yang kamu suruh…aku ikutin…”
Aku pun berdiri dan membuka celanaku.
Tono : “sekarang kamu kulum penisku.”
Intan : “tapi… aku masih kotor mas…”
Tono : “lakuin sekarang gak!”
Intan : “i…i…iya mas…” Intan masih nampak ragu saat memasukkan penisku dimulutnya. Ku tarik rambutnya sambil kujejalkan penisku kedalam mulutnya sampai ke tenggorokan yang membuatnya seperti tercekik kesusahan bernafas. Tangannya menepuk-nepuk pahaku karena dia tak bisa bernafas. Sampai kulihat matanya memerah baru kulepaskan dan dia terbatuk-batuk. Entah kenapa sekarang amarahku kembali dan aku seperti dikuasai setan.

Tono : “sini kamu!” ku tarik rambutnya lagi dan ku dorong ke kasur sampai Intan tertelungkup.
Intan : “mas…aku bersih-bersih dulu mas…” Intan mencoba mencegahku untuk penetrasi. Mungkin dia masih merasa malu.
Tono : “hashh…udah gak usah…”
Intan : “mas…aku masih belepotan spermanya dia mas…aku bersih-bersih dulu…” masih kutahan tubuhnya yang tertelungkup sambil kuposisikan penisku di kemaluannya.
Intan : “ACH…MAS…AACHH…AMPUN MAS…AACHH…” Intan kembali menjerit-jerit ketika aku mulai menyetubuhinya. Ku setubuhi Intan dalam posisi doggystyle sambil tetap ku tahan tubuhnya.

Entah kenapa rasanya aku seperti memperkosa pacarku sendiri saat ini. Sampai akhirnya sekitar 10 menit kemudian dia menyerah pasrah tak lagi mencoba untuk melepaskan diri. Tapi disaat Intan sudah mulai menikmati, aku malah seperti tak ingin dia pasrah begitu saja.
Intan : “AACCKK…MAS…JANGAN…” Intan kembali menggeliat ketika mencoba melawan ketika kutusukkan 3 jari tanganku kedalam lubang pantatnya.
Tono : “sudah jangan ngelawan… ini siapa yang bikin pantatmu longgar hah! Katamu kamu gak suka main anal!” kurasakan
Intan : “HASAN MAS!!! HASAN!!! AACKKK!!! AMPUN!!!” terus kumainkan saja 3 jari dan perlahan aku tambah jadi 5 jari tanganku masuk di lubang pantatnya. Intan pun terdorong dan penisku terlepas dari vaginanya. Dia hanya bisa menahan sakit ketika 5 jariku masuk dan kudorong terus. Makin lama makin sempit rasanya. Tapi tetap saja aku dorong. Intan menggigit bantal untuk menahan sakit. Aku pun tetap tak peduli. Kudorong terus tanganku sampai akhirnya masuk kedalam pantatnya. Intan berkeringat deras ketika kulakukan ini. Perlahan aku tarik keluar masuk dari dalam pantatnya dan Intan terus merintih kesakitan. Sampai akhirnya kurasakan sudah mulai longgar, ku tarik tanganku dan kugantikan dengan penisku yang menghajar lubang pantatnya. Aku tak menyadari saat ini kalau Intan sudah pingsan saat aku tarik tanganku tadi. Tapi aku tak perduli, tetap saja aku setubuhi lubang analnya sampai akhirnya 30 menit kemudian aku ejakulasi di dalam pantatnya.

Setelah aku puas, aku pun beristirahat disamping Intan dan baru menyadari kalau Intan telah jatuh pingsan. Aku pergi membersihkan penisku terlebih dahulu sebelum akhirnya menemani Intan tidur disampingnya sampai esok pagi dan dia sudah terbangun terlebih dahulu. Sambil memelukku tidur disampingnya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd