Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Tono dan para wanitanya... Arc 2 : Intan

The EX 02 - Chapter 38
Timeline : 2011 Agustus

–POV Intan–

Sudah 3 hari setelah kejadian waktu itu. Perlahan nampaknya Tono dan Hasan sudah mulai memaafkanku. Meski sikap mereka berdua kepadaku belum seperti biasa. Meskipun mereka belum lagi menjamah tubuhku. Memang kemarin aku yang salah dan ceroboh. Kenapa juga aku tiba-tiba terhanyut suasana. Aku sendiri tak tahu kenapa yang awalnya aku ingin cerita ke pak Soli tentang kondisiku sekarang, malah berakhir dengan persetubuhan terlarang lagi. Entah kenapa sepertinya aku semakin tidak bisa mengontrol tubuhku. Bahkan hanya dengan provokasi atau sentuhan sedikit saja sudah bisa melemahkan pertahanan martabatku. Rasanya hormon dalam tubuhku semakin tidak stabil.

Aku ingin melakukan apapun agar Tono dan Hasan dapat memaafkanku. Penyesalanku seperti tak berujung sekarang. Janji ku ke Hasan sudah aku khianati, begitu pula dengan kesetiaanku ke Tono. Apapun akan aku lakukan demi mengembalikan semua seperti sedia kala. Saat Tono menyuruhku melayani Heru, aku tak menolaknya. Kulakukan dengan ikhlas demi mendapatkan maafnya. Meski tak menggunakan obat perangsang pun tetap akan aku lakukan dengan tulus. Begitu juga dengan Hasan. Hasan memintaku menuruti permintaannya, akan tetap aku lakukan demi mendapatkan maafnya. Hasan nampak jauh lebih kecewa kepadaku karena janjiku kepadanya waktu itu.

Hubunganku dan Hasan sudah terlalu jauh jadi aku paham kenapa dia seperti itu. Kemarin dia menyuruhku untuk exhib di area yang selama ini aku hindari, yaitu area di sekitar rumahku. Aku tak ingin bapak dan ibu terimbas dari kelakuanku diluaran. Sudah terlalu banyak isu buruk berhembus. Aku yakin bapak dan ibu tahu, tapi mereka lebih memilih diam dan menjaga martabatku. Tapi demi Hasan, aku lakukan permintaannya itu. Walaupun akhirnya hal buruk terjadi padaku.

Aku merasa tak nyaman saat mas Kus (tukang nasi goreng langgananku) curi-curi pandang ke arah belahan payudaraku yang terlihat jelas karena zipper jaket yang kukenakan terlalu kebawah. Selain itu juga hawa dingin malam itu menggangguku. Membuatku ingin buang air kecil karena dingin. Tetapi itu adalah sebuah kesalahan fatal. Mas Kus mengikutiku ke toilet belakang warungnya. Dia membekapku dan melecehkanku. Mas Kus menarik lepas zipper jaketku. Untungnya aku masih bisa melepaskan diri dengan cara berkompromi dengannya. Jika tidak, mungkin saja aku sudah diperkosa olehnya. Cuma aku harus merelakan diriku menjatuhkan harga diriku lagi dengan menservice mas Kus dengan mulutku. Kini mungkin mas Kus sudah menganggapku sebagai wanita murahan karena aku telah menggodanya dan dengan sukarela mengulum penisnya sampai dia ejakulasi di dalam mulutku. Aku sudah tak tahu lagi akan ada omongan buruk apa yang akan menyebar selanjutnya.

Hari ini aku kembali bekerja seperti biasa di RS dan kata teman-teman disini aku tak seperti biasanya. Lebih murung dan terkadang melamun. Bagaimana tidak, aku masih bingung akan kondisiku sekarang. Karena disamping kesalahan yang kulakukan kemarin, masih ada hal besar lagi yang harus aku hadapi. Yaitu kehamilanku saat ini. Aku belum bisa mengatakannya pada mas Tono ataupun Hasan. Karena aku takut akan reaksi mereka selanjutnya. Mereka sudah cukup marah kepadaku dengan kejadian kemarin. Ditambah lagi aku juga takut dugaanku bahwa anak yang kukandung ini adalah anak dari Hasan. Karena saat di Jogja, aku tak hanya berhubungan badan dengan Hasan. Aku sempat tak bisa menahan nafsuku dan menggoda 2 orang room service hotel. Lalu pertemuan ku dengan Dwi yang tak disengaja itu membuatku harus melayani 10 orang clientnya. Beberapa dari mereka ada yang tak memakai kondom waktu itu. Meski Hasan yang paling intense menyirami rahimku dengan benihnya, namun kemungkinan orang lain yang membuahiku tetap ada. Ini membuatku tak tahu harus berbuat apa lagi sekarang.

Ditengah lamunanku siang ini, aku dikejutkan dengan tepukan di pundakku.
Indra : “tan… ngelamun aja ini.”
Intan : “eh… emmm… iya ndra… butuh apa nih?”
Indra : “oh enggak, maaf kalau ngagetin. Lagi gak butuh apa-apa. Tapi bisa ngobrol sebentar?”
Intan : “disini aja lah.”
Indra : “enggak, ini penting.”
Intan : “ya udah.” aku pamitan ke perawat yang berjaga dengan ku hari ini untuk keluar sebentar. Aku mengikuti Indra yang berjalan didepanku sampai di taman RS yang cukup sepi. Dia mengajakku duduk sebentar disana.
Intan : “kenapa ndra?”
Indra : “eh ini tan. Kamu sudah tau belum berita terbaru?”
Intan : “berita apa?”
Indra : “berita duka.”
Intan : “berita duka? Maksudnya? Siapa yang meninggal?” aku yang masih belum paham dengan omongannya, semakin bertanya-tanya.
Indra : “itu tan. Kamu belum tau kah kalau pak Pri meninggal kemarin.”
Intan : “hah! Serius! Kok bisa! Meninggal kenapa!” aku kaget mendengar berita dari Indra.
Indra : “dia kena serangan jantung tan. Meninggal mendadak kemarin pas masih di kampungnya. Dan aku rasa kamu harus tau ini sih Tan.”

Aku masih shock mendengarnya. Beberapa hari yang lalu aku masih beradu nafsu dengan pak Pri dan sekarang aku mendengar kabar bahwa dia sudah tiada.
Intan : “ini berita beneran ndra? Kamu gak bohong kan?”
Indra : “beneran tan. Rencananya nanti sore dokter Danu mau kesana buat nyelawat. Ini kamu duluan yang ku kasih tau kabarnya sebelum ku umumin ke yang lain.”
Intan : “kok bisa dia serangan jantung?” saat pertanyaanku terlontar, seketika itu juga aku ingat akan obat-obatan yang sering digunakan oleh pak Pri.
Indra : “ya gak tau ya tan. Umur gak ada yang tau kan.”
Intan : “iya sih…”
Indra : “hmm…tan…aku mau nanya… kamu yakin kan ya kalau yang ada di perutmu itu bukan anak pak Pri?”
Intan : “emmm… gak tau ndra. Aku cuma ngira-ngira dari hitungan tanggal aja sih kayaknya bukan pak Pri.”
Indra : “duh, semoga aja bukan ya tan. Kasihan di kamu aku kalau itu anaknya pak Pri. kamu sudah gak bisa minta tanggung jawab sekarang soalnya orangnya sudah gak ada. Tapi kamu sudah ngomong sama pacarmu atau adikmu?”
Intan : “belum ndra…”
Indra : “kenapa?”
Intan : “belum berani… aku masih takut mereka gak bisa nerima.”
Indra : “tapi mau sampai kapan kamu sembunyiin? Lama-lama makin gede perutmu.”
Intan : “gak tau ndra… aku sendiri bingung buat ngomong ke mereka gimana.” aku ragu apakah akan kuceritakan kejadian kemarin yang aku ke gep sedang bersama pak Soli atau tidak.

Indra : “agak rumit ya Tan…”
Intan : “...” teringat lagi dengan kondisiku sekarang membuat air mata ku mengalir.
Intan : “ndra…aku ke toilet dulu ya…” aku segera pergi sebelum orang-orang salah paham karena aku menangis. Di dalam toilet ku kunci dan ku menangis sejadi-jadinya sampai aku tenang kembali. Aku masih bingung bagaimana menceritakan semuanya ke Tono dan Hasan. Aku takut mereka akan bersikap tak seperti harapanku. Terlebih lagi aku takut mereka curiga ini adalah benih dari pak Soli. Sedangkan aku sendiri juga mulai ragu apakah benar ini benih dari adikku Hasan. Aku mengingat-ingat kembali semua kejadian di Jogja waktu itu dan itu semakin membuatku ragu.

Setelah aku kembali tenang, aku kembali ke pos jaga. Tapi tak lama kemudian dokter Danu muncul dan meminta ku untuk ikut dengannya ke ruangannya. Tak seperti biasanya dokter Danu memanggil salah satu bidan disini secara langsung kecuali Ratna karena beliau biasanya menyuruh orang lain untuk memanggil. Karena beliau pemilik rumah sakit ini juga, mau tak mau aku harus ikut dengannya. Nampak darinya ada sesuatu hal yang ingin dia sampaikan. Setelah sampai di ruangannya, dokter Danu menyuruhku duduk dulu di kursi pasien.
Dr Danu : “gini tan. Saya memanggil kamu kesini mau kasih kabar aja.”
Intan : “kabar apa dok?”
Dr Danu : “kamu sudah tau belum kalau pak Pri meninggal?”
Intan : “emm… sudah dok. Lalu apa hubungannya dengan saya ya dok?”
Dr Danu : “aku tau kamu sama pak Pri ada hubungan spesial kan?” dr Danu berdiri dari tempat duduknya dan beranjak ke arahku lalu menepuk pundakku dari belakang.
Intan : “emm… enggak kok dok. Masa iya saya mau sama yang tua begitu. Dokter Danu tau sendiri kan kalau saya juga mantannya dokter Alvin.”
Dr Danu : “oh begitu…beneran gak ada hubungan spesial?”
Intan : “enggak kok dok… memang dokter dengar isu itu dari siapa?”
Dr Danu : “dari pak Pri sendiri.” dokter Danu menunjukkan sebuah foto di BB nya.

Dr Danu : “ini kamu kan Tan?” aku pun kaget, ternyata pak Pri memfotoku saat tidur dengannya waktu itu. Saat aku sudah terlelap tidur dan tak sadarkan diri di kamarnya. Aku pun tak bisa mengelak lagi.
Dr Danu : “saya juga tau kok kalau pak Pri nyuntik kamu pakai obatnya kan. Gak usah kaget gitu Tan. itu semua racikannya dari saya kok. Ada efek samping apa saja di kamu Tan. coba ceritakan saja.”
Intan : “...” aku masih terdiam.
Dr Danu : “gak usah malu. Disini cuma kita berdua. Saya ingin tau efek sampingnya di kamu seperti apa. Karena asal kamu tau saja, pak Pri meninggal serangan jantung karena berlebihan pakai obatnya. Kamu pasti tau kan kalau pak Pri ukuran penisnya tidak normal.”
Intan : “...” aku masih terdiam.
Dr Danu : “saya cuma penasaran efeknya di kamu seperti apa tan. Gak usah malu. Kamu juga gak malu kan berhubungan badan dengan pak Pri. masa cuma cerita ke saya efeknya saja malu. Saya cuma mau tau dan kalau bisa mencegah jangan sampai ada korban lagi.” dokter Danu berbisik di dekat telingaku sambil mengelus pundakku.

Akhirnya dengan sedikit ragu aku bercerita ke Dokter Danu
Intan : “emm… iya dok… sebelumnya maaf kalau sudah menyalahgunakan obat… itu semua bukan kehendak saya dok… semua ide dari pak Pri…”
Dr Danu : “maksudnya gimana Tan?”
Intan : “emm… saat itu saya sudah terhanyut dengan permainan pak Pri dok. Jadi saya gak sadar kalau pak Pri nyuntikin obat-obat itu ke dalam tubuh saya.”
Dr Danu : “lalu efeknya apa?”
Intan : “emm… ini dok… dia suntikin di payudara saya… gak tau kenapa efeknya air asi saya keluar…”
Dr Danu : “oh obatnya merangsang asi mu buat keluar ya.”
Intan : “emm… iya dok…”
Dr Danu : “pantas aja kayaknya ukuran payudaramu makin besar Tan.”
Intan : “...” aku semakin canggung karena dokter Danu membicarakan hal ini. Terlebih lagi tangannya yang masih mengelus pundakku, perlahan mulai seperti curi-curi kesempatan dengan jari-jemarinya turun mengusap area atas payudaraku.

Dr Danu : “coba sekarang kamu kesana tan. Aku mau cek kesehatanmu dulu.” dokter Danu menyuruhku untuk berbaring diatas tempat tidur pasien dan aku mengikuti perintahnya. Dokter Danu mulai mengecek kesehatanku. Beliau menyuruhku untuk membuka seragam bagian atas, jadi aku hanya tinggal memakai bra dan celana seragam bawahan. Aku menyadari saat . Namun setelah mengecek kesehatanku, tiba-tiba dokter Danu bertanya…
Dr Danu : “kamu lagi hamil tan?” seketika itu aku kembali bingung. Aku hanya bisa mengangguk.
Dr Danu : “anak pak Pri?” aku pun menggeleng.
Dr Danu : “kamu yakin?” dan aku kembali menggeleng.
Dr Danu : “ya sudah sini. Sebentar. Aku USG ya. Coba celana mu turunin tan.” dokter Danu mengambil alat USG dan mulai mengecek kehamilanku.

Dr Danu : “sudah sekitar 10 minggu ya Tan. kamu belum nikah kan?”
Intan : “belum dok…”
Dr Danu : “terus ini bapaknya siapa? Kamu yakin bukan pak Pri?” aku tak mungkin cerita ke Dokter Danu tentang hubunganku dengan adikku Hasan jadi kujawab saja pacarku Tono yang menghamiliku.
Dr Danu : “coba kamu pindah ke meja obgyn Tan.” aku pun mengikuti perintahnya untuk berpindah tempat ke meja obgyn.
Dr Danu : “coba kamu lepas aja celanamu sana. Aku mau mengecek kesehatanmu semua Tan.”
Intan : “tapi dok…” aku tau harusnya prosedurnya aku harus berganti pakaian pasien terlebih dahulu. Tapi dokter Danu tak memberikannya dan tak ada pakaian untuk itu disini. Disini aku mulai menaruh curiga. Tapi aku berusaha menepis pikiran buruk ku saja.
Dr Danu : “sudah lepas saja celanamu.” Itu artinya dokter Danu menyuruhku untuk telanjang di depannya saat ini karena untuk cek obgyn harus melepas bagian bawah pakaianku. Hanya bra ku saja yang masih kukenakan saat ini.

Mau tak mau aku pun menuruti perintahnya. Dengan rasa malu aku melepas celana seragamku menyisakan pakaian dalamku saja lalu naik ke meja obgyn. Dokter Danu pun membantuku untuk naik. Setelah itu dokter Danu jongkok tepat di depan kemaluanku dan mengambil spekulum untuk memeriksa kemaluanku. Perlahan alat besi yang dingin itu menyeruak masuk kedalam vaginaku.
Intan : “ahs…”
Dr Danu : “gak usah tegang gitu Tan. kamu kan sudah biasa cek pasien juga.” dokter Danu menyuruhku relax dan kembali melanjutkan observasinya. Karena aku masih tegang dan ada perasaan geli mulai menjalar dari kemaluanku, akhirnya dokter Danu mengikat kedua kaki ku agar tak banyak bergerak dan melanjutkan observasinya lagi.
Dr Danu : “nampaknya kamu cukup sehat ya Tan meski sudah sexualy active sebagai wanita.” akhirnya dokter Danu selesai juga dan mencabut spekulum itu dari dalam. Tapi dokter Danu berdiri terdiam beberapa saat dihadapanku yang masih terlentang di meja obgyn ini. Bukannya melepaskan ikatan di kaki ku tapi kurasakan mata beliau seperti menyusuri seluruh tubuhku kemudian tersenyum.

Dokter Danu kembali jongkok memperhatikan kemaluanku yang masih terbuka dibawah. Aku mulai takut karena tatapan matanya seolah dia ingin menerkamku dan aku tahu ini semua akan berujung kemana.
Intan : “dok…ngapain dok?”
Dr Danu : “tenang aja tan… relax…” kurasakan jari jemari dokter Danu mengusap vaginaku dan tak lama kemudian kurasakan jarinya masuk kedalam.
Intan : “ahs…dok…” dokter Danu mengocok vaginaku dengan jari-jarinya. Clit ku yang menegang karena rangsangan yang ku terima juga di gosok-gosok dengan jarinya.
Dr Danu : “hehehe clitorismu kalau tegang ukurannya cukup menonjol ya tan…sluurpp…”
Intan : “dok…jangan dok…aaahss…” dokter Danu menghisap clitoris ku dan mulai mengoral kemaluanku. Lidahnya dan jarinya kurasakan terus merangsang area sensitif ku. Sampai akhirnya aku merasakan akan orgasme tapi dokter Danu menghentikan aksinya tepat ketika vaginaku berkedut-kedut. Membuatku kesal karena orgasme yang tertunda.

Dr Danu : “aku masih heran. Kamu kok mau-maunya sama Supri. padahal Alvin saja kamu putusin kan. Apa gara-gara penisnya gede Tan?”
Intan : “enggak dok… tapi dok… dok…” aku shock ketika dokter Danu yang berdiri di hadapanku mulai membuka zipper celananya sambil tersenyum. Aku yang tak bisa melepaskan diri dari meja obgyn ini berusaha membebaskan diri. Aku melihat penis dokter Danu yang sudah tegang dikeluarkan dari celananya dan mulai ditempelkan ke vaginaku.
Dr Danu : “hehehe jangan panik gitu dong Tan. kamu suka kan penis yang gede-gede gini.” aku melihat penisnya memang cukup besar, sepertinya sebesar punya pak Pri.
Intan : “dok… jangan dok… jangan…” aku paham sebentar lagi dokter Danu akan melakukan penetrasi karena kepala penisnya sudah mulai menggesek-gesek labia mayoraku. Tapi dokter Danu tetap saja melakukan aksinya. Sampai akhirnya kurasakan penisnya perlahan masuk kedalam vaginaku. Aku pun tersentak saat kepala penisnya sudah menyentuh bibir cervixku. Ku cengkram erat meja obgyn karena tubuhku seperti tersetrum kenikmatan. Aku tak menduga dokter Danu akan berbuat seperti ini. Tubuhku terasa panas dingin dan keringat mulai bercucuran meski dokter Danu hanya baru menusukkan penisnya masuk penuh. Dia belum menggerakkannya keluar masuk.

Dr Danu : “relax aja Tan… kenapa? Gak kaget kan sama ukuran segini… kamu juga sudah biasa main sama pak Pri kan…” aku yang masih dalam posisi mengangkang di meja obgyn serta kemaluanku masih licin karena pelumas sebelumnya membuat dokter Danu dengan mudahnya menjejalkan penisnya di kemaluanku.
Intan : “dok… sudah dok… jangan…” tangan dokter Danu mulai menjamah tubuhku dan berusaha melepas bra yang masih kukenakan. Dengan cekatan, kaitan bra ku lepas dalam beberapa jentikan. Dia menariknya lepas sehingga sekarang sudah tak ada sehelai pakain pun yang menutupi tubuhku.
Dr Danu : “untuk ukuran cewek seusiamu, ukuran payudaramu terlalu besar ya tan. Hmmmpppphhh… pantas saja Alvin sama Supri tergila-gila sama kamu… tanda tanda kesuburan… hmmmppphhh…” dokter Danu membenamkan mukanya beberapa kali ke payudaraku.
Intan : “dok… sudah dok… sudah… ACKKK…” aku terpekik saat dokter Danu mulai mengeluar masukkan penisnya yang perlahan temponya semakin cepat.

Tak bisa kubayangkan kalau hari ini aku akan disetubuhi oleh dokter Danu. Beliau memang tak lepas dari isu miring selama ini. Banyak berita kalau beberapa bidan pernah jadi selirnya. Yang aku tahu sekarang cuma Ratna yang punya skandal dengannya. Sebelum Ranta, Ningsih sebelum dinikahi oleh Indra juga selir dari dokter Danu. Aku tak tahu mereka awalnya dipaksa seperti aku saat ini atau sukarela karena mencari kenikmatan duniawi saja. Tapi yang jelas aku sekarang semakin hancur. Aku pastinya tak bisa mengelak dari dokter Danu setelah ini. Aku juga tak tahu lagi harus bilang apa ke mas Tono dan Hasan. Dan bagaimana nanti bila teman-teman disini tahu. Aku juga pasti tak enak hati dengan Ratna. Disamping itu, aku juga sama sekali tak tertarik dengan dokter Danu yang terkenal playboy ini. Meski aku bukan wanita baik-baik, aku masih punya setitik harga diri.

Aku masih terus mencoba meronta berusaha melepaskan diri walau sia-sia saja karena ikatan di kaki ku cukup erat. Aku berusaha mendorongnya saat dia berusaha kembali membenamkan kepalanya di payudaraku. Dokter Danu mulai menghisap payudaraku dan menikmati ASI ku yang keluar. Beliau nampak semakin bernafsu saat melakukan itu.
Intan : “dok…sudah dok…aachh…sudah dok…aachh…ampun dok…” aku terus memohon agar beliau menyudahi perbuatannya. Tapi beliau tak mau mendengarkan. Bahkan hujaman penisnya semakin lama semakin kencang membuat tubuhku yang masih terikat ini terguncang-guncang. Beliau terus saja melakukan aksinya sampai aku kehabisan tenaga untuk melawannya.

Rangsangan demi rangsangan juga sudah mulai menjalar di tubuhku dan mulai mengambil alih kewarasanku. Meski hujaman penisnya semakin kencang dan tangannya mulai menampar nampar serta meremas keras payudaraku, bukan rasa sakit yang kurasakan. Namun kenikmatan yang semakin lama semakin memuncak. Sampai akhirnya aku mendapatkan orgasme pertamaku dari dokter Danu. Ku cengkram tangannya sambil menikmati ledakan hasrat. Dokter Danu pun menyadarinya dan dia membenamkan penisnya sedalam mungkin di kemaluanku untuk menikmati pijatan otot bagian dalamku. Beliau tahu aku sudah ditaklukan olehnya sehingga sekarang dia melepas ikatan di kaki ku.

Aku yang sudah lemas tak berdaya dibopongnya ke atas kasur pasien dan dokter Danu kembali menyetubuhiku dengan posisi misionaris. Kurasakan dokter Danu sama brutalnya dengan pak Pri. Aku tak diberi ampun sekarang sampai kasur ini berdecit kencang. Dia menciumi bibirku dengan ganas dan menghisap-hisap lidahku meski aku tak bisa meresponnya karena terlalu lemas. Tenagaku belum pulih sepenuhnya dari orgasme pertama tadi yang begitu meledak-ledak rasanya. Tangannya pun tetap tak tinggal diam. Tetap menjadikan payudaraku sebagai bulan-bulanan remasan, tamparan dan cubitan. Putingku yang sudah menegang ini dicubit dan ditariknya keras sampai ASI ku memancar.

Sekitar 10 menit kemudian, tenaga ku mulai pulih sedikit demi sedikit. Meski demikian aku tak mencoba untuk melarikan diri darinya. Rasanya pertahanan ku yang sudah hancur ini tak ada gunanya lagi bila aku mencoba untuk menghentikan aksinya lagi. Aku putuskan untuk mencoba menikmati permainannya saja. Dengan memejamkan mata, aku mulai mencoba untuk menikmati dan mengimbangi permainannya. Aku mulai menghisap balik bibirnya dan meraba punggungnya dengan tanganku.
Intan : “mmmhh…dok…ahs…terus dok…oohss…terus…oohss…”
Dr Danu : “akhirnya kamu menyerah juga…hehehe…nikmatin aja tan…” kaki ku juga mengait ke pahanya agar dia bisa menghujamkan penisnya lebih dalam lagi meski sekarang pun sudah mentok menghantam bibir cervixku karena aku tahu penisnya belum masuk semuanya.

Tapi kemudian dokter Danu melepaskan kaitan kakiku dan mencabut penisnya. Seketika itu terasa ada yang hilang dari diriku. Nafsuku yang sedang memuncak tiba-tiba harus terhenti begitu saja. Tapi ternyata dokter Danu menarikku untuk pindah posisi. Dia mendorongku ke arah meja kerjanya dan memelukku dari belakang. Tak lama kemudian mulai kurasakan kembali penisnya ditekan masuk kedalam vaginaku. Dengan bertumpu diatas meja, aku kembali disetubuhi dokter Danu. Dalam posisi ini rasanya penisnya bisa menusuk lebih keras lagi. Sampai cervixku terasa ngilu karena dihantam bertubi-tubi. Tangan dokter Danu bertumpu di pinggulku yang memudahkannya untuk melakukan penetrasi yang lebih kencang lagi. Aku pun tak mau kalah. Aku coba untuk mengimbanginya kali ini.

Intan : “oohs…yes dok…oohss…terus…oohss…oohhss…ngilu dok…ooouuhhss…”
Dr Danu : “ohs…tan… aku mau keluar… ohs…” saat dokter Danu akan ejakulasi, dia mencabut penisnya dan mendorongku jatuh terduduk dilantai tepat didepan penisnya lalu penisnya memuncratkan sperma ke arah muka ku. Aku yang terkaget dihujani sperma hanya bisa menutup mata membiarkannya puas ejakulasi di muka ku. Tapi belum selesai dia ejakulasi, tangannya menarik rambutku dan membuat penisnya ejakulasi saat menyentuh bibirku. Aku tetap menutup bibirku sampai beliau menyodorkan penisnya. Mau tak mau aku membuka mulutku dan terus merasakan bermili-mili sperma keluar dari penisnya sampai aku tersedak.

Setelah selesai ejakulasi, dokter Danu meninggalkanku begitu saja terduduk di lantai dengan keadaan masih shock lalu memakai kembali celananya.
Dr Danu : “mulai sekarang, kamu kalau saya panggil segera datang untuk melayani saya ya.”
Intan : “tapi dok… ” aku memandangnya dengan penuh tanda tanya.
Dr Danu : “gak usah banyak komplain. Kamu mau nurutin perintah saya, atau resign. Saya panggil, kamu datang dan layani saya. Simple kan.”
Intan : “...” aku tak bisa merespon apa-apa lagi.
Dr Danu : “sudah sekarang kamu beberes sana. Saya mau keluar RS dulu.” dokter Danu meninggalkan ku yang masih telanjang terduduk dilantai berlumuran spermanya begitu saja. Aku pun terdiam beberapa saat memikirkan banyak hal yang tiba-tiba saja terjadi ini. Ini berarti sekarang aku juga jadi gundiknya dokter Danu. Bagaimana nanti bila ada masalah dengan Ratna. Aku juga tak enak hati dengannya. Ratna mungkin akan berpikir aku merebut dokter Danu darinya. Padahal aku tak ada niatan demikian. Aku juga tidak bisa tiba-tiba resign. Bekerja disini merupakan impian ku sedari dulu dan juga menjauhkan pertanyaan-pertanyaan tentang kapan aku akan menikah dari orang tua ku.

Setelah aku bisa menenangkan pikiranku, aku bangkit dan mengelap sisa-sisa sperma dokter Danu dari wajahku. Aku pun kembali mengenakan pakaian seragamku lalu setelah itu keluar dari ruangan ini. Aku berharap tak bertemu Ratna dulu saat ini karena aku tak enak hati dengannya. Sebenarnya bukan salahku juga. Semua salah dokter Danu. Tapi tetap saja aku tak ingin dianggap sebagai orangnya merebutnya dari Ratna. Ketakutanku terjadi saat aku keluar dari ruangan dokter Danu, aku berpapasan dengan Ratna.
Ratna : “eh Tan. dokter Danu ada?”
Intan : “eh Rat. gak ada ini. Kamu nyari dokter Danu ya?”
Ratna : “iya. Kamu ngapain dari ruangannya?”
Intan : “eee…ini…aku…” otak ku berusaha mencari-cari jawaban.
Intan : “ini aku mau ngajuin cuti Rat. mau ke Surabaya lagi nemenin pacarku.”
Ratna : “oh… padahal tadi dokter Danu manggil aku disuruh kesini. Tapi belum jam ku shift jadi ya aku kesini siangan aja. Eh kamu sudah tau belum? Pak Pri meninggal.”
Intan : “iya sudah tadi dikasih tau sama Indra. Kasihan ya pak Pri, tiba-tiba aja meninggal gitu.”
Ratna : “hmm…kasihan apa kasihan?” Ratna tersenyum seakan dia tahu sesuatu.
Ratna : “iya sih dia kena jantungan. Ini besok aku diajakin nyelawat ke kampungnya sana sama dokter Danu. kamu mau ikut gak? Secara kan kamu deket sama pak Pri.”
Intan : “eh… enggak ah. Besok aku kerja aja biar nanti diijinin cuti sama dokter Danu.”
Ratna : “oh ya udah kalau gitu.” Ratna masuk begitu saja keruangan dokter Danu dan aku kembali ke pos jaga. Semoga saja Ratna tak menemukan atau mencurigai sesuatu. Timbul pertanyaan ku. Apakah dokter Danu cerita ke Ratna tentang hubunganku dengan pak Pri. Karena tadi sepertinya saat dia mengetahui sesuatu. Aku berharap semua yang terlintas didalam pikiran ku ini hanya sebuah pemikiran salah saja.
 
Terakhir diubah:
Kalau boleh saran sih pelan2 setiap adegan SSnya dan biar seru Intan kepergok lg
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd