Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Tono dan para wanitanya... Arc 2 : Intan

The EX 02 - Chapter 41 A
Timeline : 2011 Agustus


–POV Intan–

Makin hari rasanya perutku semakin membesar. Sudah memasuki 13 minggu kalau dihitung dan di cek dokter Danu. Semakin lama ini membuatku semakin bingung karena semakin susah aku tutup-tutupi. Entah aku harus bahagia atau sedih sekarang. Semuanya membuatku makin tak karuan. Pada minggu ke 13 ini persentase untuk ku keguguran sudah semakin kecil. Harusnya aku bahagia karena meski dari kemarin Hasan menyetubuhiku dengan ganas, kandunganku masih selamat. Tapi disisi lain juga itu berarti si kecil ini akan semakin bertumbuh dalam diriku. Jujur saja aku bersalah karena sempat memikirkan bila Hasan menyetubuhiku dengan begitu brutalnya maka aku bisa lepas tanggung jawab dengan keguguran. Tapi ternyata si kecil ini begitu kuat. Seperti ia ingin dilahirkan ke dunia ini.

Aku memandang diriku lewat cermin yang ada di kamarku sambil ku usap-usap perutku ini. Dalam hati aku mengucap “maafin ibu ya nak…ibu belum siap untuk mengungkapkan mu ke dunia ini…” air mataku kembali mengalir karena perasaan sedih ini. Aku benar-benar tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Pikiran ku melayang tak karuan sekarang. Tapi ketukan pintu kamarku kembali menyadarkanku.
Ibu : “nak…nak…ibu boleh masuk?”
Intan : “iya bu, sebentar.” ku usap air mataku dan setelah itu ku buka pintu kamarku.
Intan : “iya bu, kenapa bu?” ibu masuk kedalam kamar ku dan menutup pintunya kembali. Sepertinya ibu ingin ngomong serius denganku.
Ibu : “gak apa apa, ibu sudah lama rasanya gak ngobrol sama kamu. Akhir-akhir ini kamu lebih sering dikamar. Sudah jarang kumpul-kumpul lagi nonton tv bareng kayak biasanya. Kamu baik-baik aja nak? Ada apa?”
Intan : “hmm…gak ada apa-apa kok bu.”
Ibu : “gak usah bohong sama ibu. Ibu tau kamu lagi mikirin sesuatu.”
Intan : “gak ada apa-apa kok bu beneran. Mungkin aku lagi capek aja bu. Akhir-akhir ini lagi banyak kerjaan di RS.” aku mencoba berkelit.

Ibu : “kamu lagi ada masalah sama Tono ya? Ibu lihat dia juga sudah jarang kesini.”
Intan : “enggak kok bu, sama Tono baik-baik aja. Memang lagi jarang kesini soalnya lagi ngurusin skripsi kan. Ibu tau sendiri besok lusa aku mau temani dia ke kampusnya.”
Ibu : “bener? Kamu sama Tono gak ada masalah?”
Intan : “iya bu. Bener kok. Gak ada apa-apa.”
Ibu : “ya sudah. Tapi ibu masih khawatir sama kamu. Kapan Tono mau ngelamar kamu? Ibu khawatir kalau kamu cuma digantungin lagi kayak yang sudah-sudah. Ibu juga khawatir kalau kamu sekarang gak jaga badan gini nak. Bukan gimana ya nak. Ibu takut aja kalau kamu gak jaga badan juga gini. Tono nanti bisa ninggalin kamu. Ibu ngeliat kok kamu semakin gemuk sekarang. Jaga makan lagi ya nak.”
Intan : “iya bu…” aku cuma bisa menjawab iya iya iya saja saat ibu menasehatiku.

Ibu : “kamu beneran besok gak mau ikut bapak sama ibu pulang kampung?”
Intan : “iya bu, sudah janji sama Tono mau temani dia ngurus skripsinya di kampus bu. Lagian Kukuh juga makin besar kan gak bisa bonceng 3 lagi sekarang. Biar Hasan yang boncengin Kukuh. Jadi cuma bawa 2 motor kan bu.”
Ibu : “ibu sama bapak agak lama lho nak. Ada urusan bagi warisan mbah mu.”
Intan : “iya bu gak apa, Intan gak ikut bu. Sudah janji juga sama mas Tono.”
Ibu : “ya sudah kalau gitu. Besok ibu sama bapak pergi ya. Hasan sama Kukuh juga. Kamu hati-hati dirumah. Kalau gak sehat besok istirahat aja ya kamu nak. Itu muka mu pucat.”
Intan : “iya bu…” setelah itu ibu keluar dari kamarku dan aku pergi tidur saja untuk beristirahat sambil menghilangkan pikiranku yang masih tak karuan ini. Tak butuh waktu lama, aku pun terlelap…

Pagi ini sekitar jam 7, ibu, bapak, Hasan dan Kukuh pamit kepadaku mereka pergi kerumah kakek naik motor. Perjalanan dari rumah harusnya sekitar 6 jam. Sebelum berangkat, ibu sempat bertanya kembali kepadaku, apakah aku ingin ikut mereka atau tidak dan ku jawab saja tidak. Nampaknya ibu masih mengkhawatirkanku. Atau mungkin ibu tahu apa yang kusembunyikan tapi beliau menutup-nutupi seperti yang terjadi selama ini. Karena hari ini tak ada Hasan dirumah dan aku juga sedang sendiri, aku tak mengikuti perintah Hasan seperti biasa yang dia menyuruhku mengenakan tanktop dan hotpants saat dirumah. Tapi aku memakai daster terusan seperti biasanya. Aku lebih nyaman dengan pakaian seperti ini. Ketika mereka semua sudah pergi, aku menyibukkan diri dengan membersihkan rumah. Mulai dari merapikan kamar-kamar sampai menyapu halaman. Sebelum kutinggal besok lusa, setidaknya rumah ini dalam keadaan bersih.

Saat aku sedang menyapu halaman samping rumah, kudengar ada yang mengetuk pintu pagar. Ku tengok ternyata yang mengetuk teman-teman Hasan. Nanang, Ruli, Samsul, dan Yadi.
Intan : “eh kalian, kenapa nih kesini? Hasan lagi pergi sama bapak ibu ke rumah si mbah. Gak bilang apa sama kalian?”
Samsul : “iya mbak. Hasan bilang kok. Cuma kami kesini mau ambil barang mbak. Hasan kemarin pinjam buku bank soal snmptn mbak. Mau saya ambil dulu.”
Intan : “hmm…kok Hasan gak nitip ya tadi. Ya sudah deh masuk dulu. Kalian cari sendiri ya di kamarnya. Tapi jangan diberantakin. Soalnya barusan aku bersihin.”
Samsul : “iya mbak…” karena aku tak tahu dimana Hasan menyimpan bukunya, jadi kupersilahkan saja mereka masuk. Setelah itu mereka memarkirkan motor lalu masuk kerumah. Aku tak tahu kalau ini akan jadi kesalahan terbesarku.

Intan : “HEI !!! APA APAAN SIH INI !!! JANGAN KURANG AJAR YA !!!” kurasakan ada tangan yang meremas pantatku dari belakang. Ternyata itu tangan dari Nanang. Aku pun langsung marah dan menghardik mereka. Tapi mereka malah tertawa-tawa tanpa segan sedikitpun.
Ruli : “sudah mulai aja gimana?”
Yadi : “ayolah mulai aja.” Samsul memelukku dan menyeretku masuk kedalam rumah.
Intan : “HEI !!! APA APAAN KALIAN !!! LEPASIN !!!” aku berusaha melepaskan diri dan berteriak tapi tak ada yang menolongku karena saat ini lingkungan sekitar rumah memang sedang sepi pada jam segini. Aku terus menggeliat tapi Samsul yang memeluk erat tubuhku lebih kuat dariku. Sampai akhirnya aku didorong di sofa. Nanang segera mengunci pintu rumahku.
Intan : “KALIAN MAU APA SIH !!! JANGAN KURANG AJAR YA !!!”
Ruli : “wah sul beneran sul. Totalitas sul. Seru ini.”

Intan : “KALIAN KELUAR SEKARANG ATAU AKU TERIAK MINTA TOLONG !!!” aku hardik mereka karena aku sudah merasakan bahaya sekarang. Tapi mereka malah tersenyum. Tatapan mata mereka semakin tajam seperti menelanjangiku. Mereka juga mengelilingiku sampai aku terpojok.
Ruli : “kalau kamu masih teriak, aku sumpel mulutmu.”
Samsul : “tali rafia nya Rul” Ruli bergerak mendekatiku. Saat ini kulihat ada celah untukku melarikan diri diantara Yadi dan Nanang. Aku berusaha menerobosnya sekarang. Tapi Nanang berhasil menangkap tanganku dan menahanku. Dia langsung mengunci kedua tanganku.
Intan : “NANG !!! LEPAS GAK !!!” aku masih berusaha meronta meski tanganku sudah dikunci di belakang punggungku.
Nanang : “cepetan ikat Rul. jangan bengong aja.”
Ruli : “iya iya…” Ruli lalu mengikat tanganku dengan tali rafia yang dia bawa tadi. Tanganku sakit karena Ruli mengikatnya terlalu kencang.

Saat ini seketika aku kembali mengalami shock sampai tak bisa bergerak. Kembali melintas bayangan kala itu aku diperkosa saat KKN. Aku terdiam sampai ambruk terduduk tak berdaya dilantai. Sampai akhirnya aku tersadar karena rambutku ditarik oleh Samsul.
Samsul : “bangun !!!”
Intan : “sudah… aku mohon… kalian jangan gini… lepasin aku… dan aku anggap sudah gak ada kejadian apa-apa… ku mohon…”
Samsul : “hehehe… ngapain kita lepasin? Ayo sini…”
Intan : “auch…” Samsul menarik rambutku, mau tak mau aku berdiri kembali. Namun dia mendorongku ke sofa lagi. Dan aku kembali terdiam. Rasa takut seakan sudah menguasai diriku.

Plak plak plak plak… tamparan kurasakan di pipiku. Nanang menamparku sampai pipiku merah dan bibirku perih. Sepertinya bibirku lecet karena tamparannya yang terlalu keras.
Nanang : “berani-beraninya kamu mau kabur mbak.”
Intan : “ack…” aku tercekik karena Nanang sekarang mencekik ku sampai aku kesusahan bernafas. Tapi tak lama kemudian dia melepaskan cekikannya dan tangannya berpindah ke payudaraku. Dia mulai meremas-remas payudaraku bergantian sambil terkekeh tersenyum mesum.
Nanang : “hehehe besar beneran ya… lebih besar kalau dipegang langsung gini daripada cuma lihat.”
Intan : “cuih…” aku meludahi Nanang yang tepat berada didepanku. Kutatap mereka dengan penuh emosi kemarahan. Tapi Nanang malah tersenyum dan menjilat ludahku yang terkena mukanya. Lalu dia menarik rambutku dan mencium bibirku.
Intan : “NGGGHHH !!!” aku berusaha menutup mulutku meski lidahnya berusaha merangsek masuk kedalam mulutku. Bibirku basah oleh air liurnya sekarang.

Nanang : “hehehe masih bisa ngelawan ya…” plak plak plak… kembali Nanang menampar pipiku sampai aku terjerembab di sofa. Aku segera berusaha duduk kembali, aku tak ingin terlihat lemah didepan mereka. Kembali kutatap tajam mereka semua.
Yadi : “wah sudah kamu cium duluan. Enak Nang? Susunya gede ya?“
Nanang : “hehehe” Nanang hanya terkekeh mesum menanggapi Yadi. kemudian Yadi mendekatiku sambil membawa gunting. Yadi menodongkan gunting itu kepadaku dan dia menempelkan gunting itu di pipiku. Kembali rasa takut menyerang diriku tapi aku tetap berusaha tegar menatap mereka meski aku tak bisa memungkiri kalau aku takut dia melukaiku dengan gunting itu. Tapi gunting yang dia tempelkan tadi turun menelusuri mukaku, ke leherku, lalu ke tubuhku sampai dia berhenti di area kerah dasterku yang mengekspos sedikit area atas payudaraku. Gunting itu ditekan-tekannya di area payudaraku yang menyembul di kerah daster ini.

Yadi : “hehehe… selama ini cuma bisa bayangin. Sekarang aku bisa lihat langsung.”
Breeettttt… kerah dasterku digunting dan ditarik robek sampai ke area perutku. Terekspos lah bra yang kukenakan sekarang dan hanya ini yang menutupi ketelanjanganku. Mereka seperti terhipnotis memandangi tubuhku yang hampir telanjang ini.
Nanang : “hehehehe… mulusnya…”
Ruli : “nanggung Yad. sekalian robek aja semua. Hahaha”
Yadi : “siap…hehehe…”
Intan : “sudah…stop…kalian jangan lakuin ini…stop…” aku berusaha mengiba ketika Yadi mulai menempelkan gunting itu di tali bra yang kukenakan ini. Kress kress kresss… suara gunting itu mulai memotong tali bra ku. Tak butuh waktu lama, Yadi menarik lepas bra yang kukenakan yang sudah tergunting ini.
Samsul : “wuah… ternyata beneran ya… kamu suka diperkosa gini mbak… itu pentilmu tegang… hahahaha”
Intan : “auch…HIIIIGGHHHH…” Samsul mencubit kedua putingku. Memang adrenalin yang terpacu ini membuat putingku tegang. Aku pun kesakitan saat Samsul melakukan ini dan hanya bisa menahannya dengan menjerit tertahan. Samsul mencubit keras putingku sampai air ASI ku keluar.

Samsul : “loh loh loh…kok metu susune. Hehehe sampai basah tanganku.”
Ruli : “Sul gantian sul…”
Samsul : “ngapain gantian. Sini bareng-bareng aja.” Ruli dan Samsul merangsek ke area payudaraku dan mereka berdua menyusu menikmati ASI ku yang keluar. Di hisap-hisap oleh mereka berdua. Kurasakan lidah mereka menyapu dan menyedot-nyedot putingku yang membuatku mulai terangsang. Bahkan mereka meremas-remas keras untuk memerah payudaraku.
Yadi : “wah Samsul sama Ruli sudah duluan…enak?”
Samsul : “enak lah…sini…” kini Yadi yang menyusu menggantikan posisi samsul. Aku pun masih mencoba menggeliat untuk melepaskan diri. Sebelum rangsangan demi rangsangan ini membuatku lemah dan lupa diri. Namun aku tak mampu berbuat banyak.

Tangan Ruli mulai meraba-raba perutku lalu turun kebawah dan mulai menelusup masuk di celana dalam yang kukenakan.
Intan : “auh…” kurasakan sudah jarinya mulai mengesek kemaluanku dan perlahan 1 jarinya masuk kedalam. Sedangkan Yadi masih asik memerah payudaraku.
Intan : “ohs…Rul…sudah Rul…ohs…ampun…lepasin aku…”
Nanang : “hahaha liat itu wajah mbak Intan. Mulai keenakan dia… hahahaha” Nanang tertawa senang melihatku yang mencoba menahan rangsangan demi rangsangan ini.
Intan : “Rul…sudah Rul…ohs…lepasin… sudah…ampun…” aku terus mengiba memohon Ruli untuk menyudahi menusuk-nusukkan jarinya di kemaluanku. Tapi bukannya berhenti, kini kurasakan dia berusaha memasukkan 2 jarinya lagi. Sudah 3 jari masuk mengobel kemaluanku sekarang. Kemaluan ku yang semakin basah mempermudahnya melakukan aksinya sekarang. Semakin lama, rasanya jari Ruli mengobel semakin kencang yang membuatku merasa ngilu. Sampai akhirnya akupun mengejan merasakan orgasme karenanya.
Intan : “HIIIIGGGGHHHHHHH….” aku yang berusaha menahan orgasme ku ini hanya bisa menjerit terpekik. Namun disisi lain kemaluanku menyemburkan cairan dengan derasnya. Aku orgasme sampai squirting membasahi tangan Ruli. Kurasakan jari jemari Ruli menekan-nekan kandung kemihku dari dalam vaginaku membuatku terus memancarkan cairan ini.

Kudengar gelak tawa mereka melihatku menggeliat sambil masih squirting deras. Mereka seperti menikmati menontonku dalam kondisi seperti ini.
Samsul : “hahahaha enak ya mbak…sampai terkencing-kencing gitu…”
Nanang : “ya pasti lah Sul. lihat aja itu basah semua…”
Melihat pertahananku melemah, Yadi melepas hisapannya di payudaraku lalu dia menciumku. Dia memaksa mulutku untuk terbuka lalu dialirkan paksa cairan dari dalam mulutnya. Yadi memaksaku meminum ASI ku sendiri yang ditampung di mulutnya tadi. Air ASI ku bercampur dengan liurnya mengalir masuk dan mau tak mau terminum olehku. Karena aku tak bisa mengontrol diriku sendiri karena masih merasakan orgasme, akhirnya aku tersedak oleh air ASI ku sendiri.
Intan : “ohok…ohok….oorgh…” aku pun terbatuk-batuk. Mereka akhirnya melepaskanku. Karena tak ada yang menahan tubuhku, kini aku kembali ambruk di atas sofa.
Yadi : “hehehe enak kan mbak susumu sendiri.”
Samsul : “wah kamu paksa minum susunya sendiri tadi Yad? Eman banget…enakan diminum sendiri…”
Yadi : “hehehehe ya aku sudah kenyang Sul. banyak ASInya tadi sudah aku minum. Mbak Intan ternyata produktif ya. Pantesan susunya besar kayak gitu. Orang isinya juga banyak.”

Nanang : “nah sekarang mumpung mbak Intan lagi ke enakan, waktunya kita lanjutkan. Hehehe…” Nanang mendekatiku. Dia mengangkat dasterku dan berusaha menarik lepas celana dalam yang kukenakan. Aku berusaha melawan dengan menendang-nendang kaki ku kearahnya. Perlawananku cukup membuatnya kesulitan. Namun akhirnya Samsul dan Ruli memegangi tubuhku dan kaki ku. Ini membuat Nanang akhirnya bisa melepas celana dalamku. Setelah itu dia mulai melepas celananya sendiri.
Intan : “enggak…enggakkk…jangan…”
Nanang : “hehehe enakin aja lah mbak…nanggung kan sudah begini…hehehehe”
Intan : “enggak…jangan nang…jangan…” Nanang memposisikan tubuhnya di antara selangkanganku dan mulai menggesek-gesekkan penisnya yang sudah tegang itu di kemaluanku.
Intan : “hiiigggghhh…” kurasakan kepala penisnya perlahan masuk. Sampai akhirnya Nanang melenguh saat semua penisnya menyeruak masuk kedalam kemaluanku.
Nanang : “ngggaaaahhhhh…oohss…”
Intan : “ack…sudah Nang…jangan…aackk…” Nanang mulai melanjutkan aksinya. Dia menggenjotku dalam posisi misionaris di atas sofa. Aku tak menyangka, mereka, teman-teman adikku tega melakukan ini. Mereka masih seumuran dengan Hasan. Tapi mereka berani melakukan ini kepadaku. Apa yang salah dengan hidupku sampai aku kembali mengalami pemerkosaan ini.

Kudengar suara riuh tertawa mereka melihatku dalam kondisi seperti ini. Seperti menyemangati si Nanang yang sedang menyetubuhiku tanpa ampun. Aku masih berusaha melepaskan diri dengan meronta-ronta. Ku goyangkan tubuhku kekiri dan kekanan karena hanya itu yang bisa kulakukan. Tanganku masih terikat dibelakang dan kaki ku tak bisa menendang apapun. Nanang menekan tubuhku diatas sofa ini dan memelukku erat sambil menyetubuhiku dengan penuh nafsu.
Samsul : “hahahaha terus nang…hajar terus…”
Yadi : “hahahaha enak ya nang…gantian nang kalau sudah…”
Ruli : “hajar terus nang…hahaha”
Yadi : “duh pengen cobain juga nih…cepetan Nang…hahahaha”
Samsul : “sabar Yad. biarin si Nanang lepas perjakanya dulu. Hahaha”
Ruli : “hamilin sekalian Nang…ayo…hahaha”

Dengus nafas Nanang semakin lama semakin memburu seiring hentakan tubuhnya yang semakin cepat. Nanang semakin menekan-nekan masuk penisnya dan rasanya tak lama lagi dia ejakulasi.
Nanang : “mbak..oh..mbak…nggghhhh…”
Intan : “nang !!! jangan nang !!! jangan !!! cabut !!! jangan !!!”
Nanang memelukku erat dan mulai kurasakan cairan hangat mengalir didalam kemaluanku.
Nanang : “ouhss…mbak…uuuhss…” Nanang mendengus sambil terus memuntahkan spermanya dan aku hanya bisa menangis tak bisa berbuat apa-apa.
Ruli : “mantab Nang… akhirnya lepas perjaka. Hahahaha” Nanang hanya tersenyum kearah teman-temannya menandakan dia sudah puas.
Yadi : “cepetan Nang ayo gantian.”
Nanang : “sabar sebentar masih enak ini… belum keluar semua…” Nanang masih menekan-nekan penisnya walau kurasakan semakin melemas didalam. Sampai akhirnya Nanang mencabutnya dan beranjak pergi.

Disaat inilah kesempatan buatku untuk berusaha melarikan diri lagi. Ku tendang Nanang yang tepat berada di hadapanku sampai dia terjungkal lalu aku menjatuhkan diri ke lantai dengan menggulingkan tubuhku. Kesempatan ini tak ku sia-siakan. Dengan sekuat tenaga aku bangkit dan berlari ke arah kamar Hasan. Rencanaku, aku akan berlindung dengan mengunci kamar Hasan. Kulihat celah untuk lari yang tidak mereka jaga. Tapi ternyata aku gagal. Yadi menarik dasterku sampai aku terjatuh. Dalam keadaan tertelungkup di lantai, mereka kembali menggerayangiku. Breetttt brett… mereka merobek daster yang masih kukenakan ini sampai terlepas. Aku masih berusaha melawan dengan menggeliat membalik badanku. Aku berusaha menendang mereka tapi kaki ku kembali dipegangi oleh Ruli dan Yadi. Dengan kasar, mereka kembali menarikku ke ruang tengah.

Intan : “ampunn…lepasin aku…lepasin… tolong… sudah… lepasin aku…”
Yadi : “aku belum dapat giliran lho mbak, kok sudahan. Hehehe. Sul… pegangi Sul. giliran ku sekarang.”
Samsul : “siap… dah sana puas-puasin. Hahaha” Samsul menggantikan Yadi yang tadi memegangi kaki kanan ku. Sedangkan Yadi kini siap-siap melepas celananya. Saat Yadi melepas celananya, nampak ukuran penisnya lebih besar daripada punya Hasan. Aku sedikit shock disini.
Samsul : “ah gila lu Yad. diam-diam senjata lu gede amat?”
Yadi : “hehehe keturunan arab sul dari mbah. Senjatanya juga senjata onta ini. Dah pegangin ya. Hehehe”
Intan : “Yad…Yad…sudah Yad…jangan…”
Yadi : “tenang aja mbak. Enak enak. Hehehe” Yadi mulai memposisikan dirinya diantara selangkanganku dan mulai mengarahkan penisnya.
Intan : “Yad…Yadi…sudah…” aku masih berusaha melawan. Kugoyangkan pinggulku agar dia tidak bisa melakukan penetrasi meski rasanya ngilu saat penisnya sudah menggesek-gesek labia mayoraku.
Yadi : “tenang mbak…aku gak se kasar si Nanang kok. Hehehehe” tapi perkataan dan perbuatannya berlainan. Yadi mencengkeram erat pinggulku yang membuatku tak bisa mengelak lagi. Dengan 1 sentakan kencang, Yadi melesakkan penisnya itu kedalam kemaluanku sampai aku terpekik. Kepala penisnya membentur keras bibir cervixku. Aku merasa kesakitan dan tak bisa bereaksi apa-apa. Yadi menggenjotku seperti orang kesetanan. Bertubi-tubi kepala penisnya menekan bibir cervixku dan aku hanya bisa berusaha menahan rasa sakitnya sampai air mataku kembali mengalir.

Yadi : “nngghhh mbak…nggghhh…mmmhhhh…” Yadi memaksa untuk menciumku dan memaksakan lidahnya untuk masuk menjelajahi isi mulutku. Pertahananku yang semakin melemah membuatnya dengan mudah melakukan itu.
Intan : “hiiigggg….higgg….hiiiigg….” aku terpekik menahan rasa sakit. Apalagi Yadi bertumpu pada kedua payudaraku dan dia meremasnya cukup keras. Samsul, Ruli, Nanang kembali menyoraki Yadi yang sedang menyetubuhiku ini.
Yadi : “ohs…susumu gede banget mbak…ohss…oohss…nnggghh…ooohss…” plak…plak… Yadi menampar payudaraku.

Beberapa menit Yadi menyetubuhiku dengan posisi misionaris akhirnya dia akan ejakulasi.
Yadi : “ohs…mbak…Intan…oohs…enak mbak…ooohhs…” dia melenguh sambil menyemburkan spermanya didalam.
Intan : “yad…ampun…aaachh….sakitt….yaadd…” Yadi ejakulasi tapi mencengkeram keras payudaraku sampai mau pecah rasanya, Air ASI ku juga ikut mengalir deras membasahi tangannya. Tapi Yadi tak mendengarkanku. Dia terus saja mencengkeram keras payudaraku sambil terus menembakkan spermanya didalam sampai dia akhirnya ambruk diatasku. Tenaga ku rasanya sudah mulai habis untuk melawan mereka. Tapi tetap kupaksakan untuk berusaha melepaskan diri. Saat Yadi mencabut penisnya, aku ingin bangkit dan berusaha lari. Namun ternyata tenagaku tak sekuat itu. Aku hanya bisa menggeliat-geliat lemah diatas lantai.

Samsul yang tahu aku masih lemah tak berdaya ini mulai beraksi. Dia membalikkan tubuhku sampai membuatku tertelungkup di lantai. Kemudian dia menarik pinggulku, memaksaku untuk menungging. Tubuhku yang basah oleh keringat ini cukup kesulitan karena licin dan tidak bisa bertumpu di atas lantai. Aku pun sering terjatuh lagi dan perut ku berulang kali membentur lantai. Meski tak begitu keras namun cukup membuatku nyeri.
Intan : “ampun…lepasin aku…” aku pun mengiba kepada mereka.
Samsul : “lepasin? Kita aja belum puas mbak. Salahmu sendiri bikin kita sange gini. Hahahaha” kata Samsul sambil menjambak rambutku
Intan : “ampun…ampun sul…jangan begini…ampun…”
Samsul : “sini kamu… berdiri !!!” Samsul menjambak rambutku sambil menyuruhku berdiri.
Intan : “sul…sakit sul…auch…sakit sul…”
Samsul : “mangkanya ayo berdiri !!!” dengan susah payah aku berdiri namun tak bisa, aku kembali tergelincir di lantai yang sudah basah dengan keringatku bercampur air mani Yadi.

Akhirnya Samsul menarikku berdiri dengan lengan kirinya mencekik leherku, sedangkan kangan kanannya memeluk tubuhku sambil meremas-remas payudaraku. Dia membuatku kesusahan bernafas saat akan berdiri. Namun akhirnya aku bisa berdiri dan bisa bernafas lega kembali.
Samsul : “ayo jalan !!!”
Intan : “ach…iya…” Samsul kembali menjambak rambutku dan menyuruhku berjalan ke arah dapur. Dengan tertatih aku mencoba berjalan karena kemaluanku terasa nyeri setiap kali aku melangkahkan kaki ku. Sesampai ku di area dapur, Samsul menendang pantatku sampai aku terdorong ke meja makan.
Intan : “ack…” aku kembali terpekik saat perut area bawahku membentur meja karena sakit.
Samsul : “sekarang giliranku…hehehe buka kaki mu !!!” Samsul melebarkan kakiku dengan paksa sampai akhirnya kurasakan kembali batang kemaluan memasuki vaginaku.

Samsul : “nggghhh…nggghhh…nggghhh…meski sudah banyak yang nusuk…masih enak aja ini memekmu mbak…ngghhh…nggghhhh…ngghhhh…” sambil tangannya memegang erat pinggulku, Samsul menyetubuhiku dari belakang. Dorongan demi dorongan membuat perut bawahku kembali terbentur-bentur meja dan aku hanya bisa meringis menangis menahan sakit.
Samsul : “uh…kesampaian juga…uhss…akhirnya…uhhss…kamu idaman ku mbak…uhss… dari dulu cuma bisa jadi bahan coli… sekarang… kesampaian…uuhss… bayangkan… mbak… gimana kagetnya Hasan… kalau mbaknya sendiri… dihamili teman-temannya… hahaha” samsul masih terus meracau saat sedang asik menyetubuhiku.

Samsul : “uhhg… sayang banget ya…ugh… Hasan punya mbak se seksi ini… tapi gak dicobain sendiri…ughh… kalau aku… bakalan ku pakai tiap hari…ughh…”
Yadi : “gak kamu aja Sul. aku juga. Hahahaha”
Ruli : “siapa coba yang bisa tahan kalau punya mbak se cantik dan se montok ini? Ada yang bisa tahan?”
Nanang : “ada. Orang ****** namanya. Hahahaha” mereka mengejek Hasan sebagai orang bodoh yang menyia-nyiakan kesempatan untuk menyetubuhiku. Mereka hanya tak tau saja kalau aku dan Hasan punya hubungan lebih dari seorang kakak dan adik.

Tangan Samsul yang tadinya bertumpu pada pinggulku, kini mulai berpindah menggerayangi punggungku sampai akhirnya menelusup ke bawah dan meremas payudaraku yang tertumpu pada meja ini.
Samsul : “ughh…anjing… susumu mbak… ughh… lebih gede kalau dipegang langsung gini…hahahaha”
Yadi : “iya kan lebih gede daripada cuma nonton di video.hahaha” samar-samar ku dengar Yadi nyeletuk masalah video. “Video yang mana?” batinku. Tapi aku kembali tak sempat berfikir. Perut bawahku masih terus terbentur pinggiran meja ini. Rasa sakit menjalar dari rahimku ke seluruh tubuhku. “Yang kuat ya nak…” terpintas di pikiranku lagi semoga kandungan ku baik-baik saja.
Nanang : “air susunya juga enak lho sul…”
Yadi : “iya, mana penuh banget tadi sudah kita sedot tapi gak habis-habis. Hahahaha”
Nanang : “duh pengen nyusu.”
Samsul : “sabar…antri…hehehe si Ruli dulu.”
Ruli : “iya gantian lah. Kan tadi sudah. Aku belum ini.”
Nanang : “iya iya rul…hahaha”

Tak lama kemudian Samsul menarik tubuhku, membuatku hanya bertumpu kepadanya karena tubuhku ditariknya dari meja. Kaki ku sebenarnya tak kuat untuk berdiri, kupaksakan untuk berdiri. Kedua tangan Samsul menahan tubuhku dengan memegang erat kedua payudaraku. Dengan posisi begini, rasanya hentakan penisnya semakin kencang. Aku hanya bisa meringis sambil memejamkan mata karena semakin ngilu kurasakan di rahimku.
Ruli : “hahahaha mbak Intan keenakan Sul. itu merem melek dia.”
Nanang : “mbak nya Hasan memang lonte kan. Jadi ya makin suka dia digituin Rul. hahaha”
Ruli : “duh…mulutnya megap-megap. Pengen tak sodok kontol ku aja ini.”
Yadi : “sodok lah cepetan hahaha”
Samsul : “sabar Rul… enakan sodok memeknya aja… sabar… kita bikin mbak Intan hamil…”

Samsul : “enak mbak? Hahaha dari tadi… gak ada perlawanan lagi sudah…” aku tak bisa menjawab Samsul karena memang energi ku sudah habis rasanya. Kini tangan Samsul semakin erat mencengkeram payudaraku dan dia menariknya keras.
Samsul : “OH…MBAK…OOHHSSS….”
Intan : “HIIIIIINNNGGHHHHH….” aku terpekik ketika kepala penisnya tepat di lubang cervix ku sambil menyemburkan sperma. Samsul terus menarik tubuhku kearah tubuhnya agar penetrasinya semakin dalam. Dalam posisi masih berdiri, Samsul mengejan menyemburkan spermanya. Nampaknya dia menikmati kepuasan yang tiada tara. Sampai akhirnya dia kembali mendorongku ke arah meja.

Samsul : “giliran mu Rul…”
Ruli : “siap bos. Hahaha. ” tak perlu lama menunggu, Ruli langsung melepas celananya dan memposisikan dirinya dibelakangku. Karena kemaluanku masih licin oleh sperma mereka bertiga, Ruli pun tak kesusahan untuk penetrasi.
Intan : “ack…” aku kembali terpekik dan Ruli mulai beraksi. Tangannya mencengkeram pinggulku dan aku kembali disetubuhi diatas meja makan ini.
Ruli : “ogh…yes…oghh…oggh…mbak…oghh…enak mbak…ogh… pantes kamu…laris…oggh…lonte kelas atas memekmu mbak…oggh…” plak…plak…plak…. Pantatku di tampar oleh Ruli.
Ruli : “aku gak mau kasar-kasar nyodok. Kamu yang goyang mbak. Hahaha ayo goyang. Atau kutampar pantatmu…” plak…plak…plak… Ruli tak seperti yang lain yang tetap menyetubuhiku meski aku tak merespon mereka. Ruli memaksaku untuk mengimbanginya… atau pantatku akan ditamparnya terus…

Lama-lama pantatku terasa perih karena Ruli terus menamparnya.
Ruli : “ayo goyang…perek…ayo goyang…” plak…plak…plak… tangan kiri Ruli menjambak rambutku dan tangan kanannya terus menampar pantat kananku. Seperti orang yang mengendarai kuda. Aku yang tak ada tenaga lagi hanya bisa mengikuti perintahnya dengan bergoyang pelan. Tapi nampaknya itu tak cukup untuk memuaskannya. Ruli terus saja menampar-nampar pantatku.
Ruli : “si lonte ini gak mau goyang ternyata… sudah gak kuat ya lawan 4 orang… hahahaha gitu sesumbar…” rasanya pantatku tak hanya lecet, tapi sudah membiru lebam karena tamparan bertubi-tubi yang dilancarkan Ruli.

Cukup lama kurasakan penyiksaan Ruli, sampai akhirnya dia menghentikan aksinya dan memegang erat kedua pundakku. Ditekannya ke meja dan kurasakan kembali kemaluanku dibasahi sperma.
Ruli : “ogh… anjing…enak emang kamu mbak… hahahaha” Ruli mencabut penisnya dan spermanya meleleh di kaki ku. Aku yang tak kuat menopang tubuhku akhirnya ambruk terjatuh di lantai.
Samsul : “ayo kita lanjutin dikamarnya. Nang, tali tadi ambil dong.” mereka menggotongku ke kamar bapak ibuku. Aku yang sudah kehabisan tenaga hanya pasrah saja. Mereka memotong tali yang mengikat tanganku tadi. Tapi sekarang kedua tangan ku di ikat di ujung-ujung dipan kasur.

Setelah itu, mereka menggerayangi tubuhku. Aku yang sudah tak punya tenaga untuk melawan ini masih saja mereka ikat dengan kencang.
Intan : “am…pun… lepasin…aku…ampun…sudah…ohs…” aku masih mengiba ke mereka agar mereka mau melepaskanku.
Samsul : “hehehe baru saja enak mbak…mmmmhh…” Samsul menciumku dan memaksakan lidahnya masuk. Ruli dan Nanang mulai menggerayangi area payudaraku lalu kurasakan mereka sudah menghisap putingku lagi. Mereka berdua kembali menyusu, seperti orang kehausan rasanya payudaraku dihisap kuat oleh mereka.
Intan : “ampun…sudah…ahs…sudah…lepasin aku…sudah…aku gak akan teriak…aku gak akan ngelaporin…lepasin aku…ahs…” aku mencoba bernegosiasi dengan mereka. Namun sia-sia saja. Mereka tetap meneruskan aksinya.

Samsul : “ayo siapa duluan? Hahahaha mbak Intan mulai sange lagi ini.”
Yadi : “aku dulu lah. Belum puas ini.” Yadi naik ke atas ranjang dan kembali menyetubuhiku. Aku yang sudah tak bertenaga ini hanya bisa pasrah. Setelah Yadi, giliran Nanang, lalu Samsul, dan Yadi lagi. Begitu seterusnya mereka bergiliran menyetubuhiku sampai aku tak tahu sudah siapa lagi yang melakukan aksi bejatnya dan akhirnya aku kehilangan kesadaran. Mereka seperti kesetanan, tak ada lelahnya menikmati tubuhku yang sudah terkapar lemas ini.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd