Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Tono dan para wanitanya... Arc 2 : Intan

The EX 02 - Chapter 41 B
Timeline : 2011 Agustus


–POV Intan–

“Aahh…aaa…mm…punn…ahhmm…punn…” dengan lirih aku mengiba ke mereka untuk menyudahi perbuatan mereka kepadaku. Sekarang aku sudah tak tahu lagi sudah berapa kali mereka menyetubuhiku. Yang ku tahu sekarang aku terikat diatas kasur dengan posisi tangan dan kaki terikat di ujung-ujung tempat tidur. Aku tak sanggup membuka mataku untuk menatap mereka. Karena aku malu, marah, dan merasa terhina saat ini. Tapi aku sudah lemas tak bertenaga. Sudah tak bisa melawan mereka lagi. Sedangkan mereka seperti tak merasa lelah sama sekali.

Dengan nafsu yang menggebu-gebu, mereka bergiliran menyetubuhiku tanpa ampun. Remasan-remasan kasar kurasakan diseluruh tubuhku, putingku pun tak lepas dari tarikan, cubitan dan gigitan mereka. Mereka juga terkadang mencekik leherku sampai aku kesusahan bernafas. Mereka seperti kegirangan dan semakin bernafsu saat melihatku bernafas tersengal-sengal. Tubuhku terasa sakit semua. Terlebih lagi area kemaluanku. Terasa perih karena gesekan terus menerus. Meski kemaluanku basah dengan sperma mereka, tetapi tetap saja terasa sakit.

Mereka tanpa ampun meski melihatku sudah terkapar seperti ini. Berulang kali kesadaranku memudar. Karena tenaga ku begitu terkuras. Namun tidak dengan mereka. Bahkan mereka menyeretku keluar dari kamar.
Samsul : “mbak, ayo ikut!”
Intan : “ah…ampun…” Samsul menarik tanganku. Dia menyuruhku mengikutinya. Sedangkan aku sendiri masih tak bertenaga di atas kasur.
Ruli : “hahaha mbak Intan sudah gak kuat jalan itu sul habis kita hajar gantian.”
Yadi : “hahaha iya kayaknya mbak Intan sudah gak bisa ngeimbangin kita.”
Nanang : “digendong aja gimana?”
Samsul : “ya udah ayo.”

Nanang dan Samsul membopongku yang masih tak ada tenaga untuk bergerak ini keluar dari kamar. Ternyata mereka membawaku keluar dari rumah menuju ke arah kebun disamping rumahku. Mereka memaksaku untuk berdiri dengan mengikat kedua tanganku dengan tali ke tiang jemuran. Aku yang masih tak ada tenaga untuk berdiri, hanya terkulai lemas dan hanya tergantung pada tali yang menarik kedua tanganku dengan paksa pada tiang jemuran disamping rumahku. Pergelangan tanganku sakit karena ikatan tali yang mengencang akibat menumpu berat badanku. Kulihat langit masih gelap. Sepertinya saat ini sudah tengah malam. Mereka juga bertelanjang bulat mengelilingiku yang tergantung ini.

Samsul : “hehehe aku duluan ya.” Samsul menarik pinggulku kebelakang dan di posisikan penisnya di kemaluanku. Tak lama kemudian kurasakan kembali batang keras itu mengobrak abrik kemaluanku.
Intan : “ohs…am..pun…oohs…ampun…”
Samsul : “ohs…uhs…meki mu masih enak aja mbak…uhss…sudah digilir tapi masih enak…uhss..”
Nanang : “hahaha mbak Intan kayaknya sudah sering sul dihajar rame-rame gini. Mangkanya masih ngegigit mekinya.”
Ruli : “tuh lihat mukanya mbak Intan, meski kelelahan tapi kayaknya menikmati. Hahaha wajahnya menghayati.”
Samsul : “uhs…uhs…gimana mbak…uhss.. Sesuai keinginanmu kan…diperkosa rame-rame gini…. Hahahaha”

Intan : “enggak…enggakk…sudah…ampun…”
Nanang : “hahaha masa nyerah mbak? Kita-kita belum puas lho. Hahaha”
Yadi : “iya belum puas kalau mbak Intan belum hamil dari kita. Ya gak Sul?”
Samsul : “iya dong Yad…uhs…HENGGGHHH….”
Intan : “ACCKK….”
Samsul menarik pinggulku dan menghujamkan penisnya sedalam yang dia bisa di kemaluanku. Aku terbelalak karena nyeri kurasakan kepala penisnya menekan bibir cervixku. Secara reflek, tubuhku juga mengejan saat menerima semburan spermanya lagi seperti tersetrum. Karena kurasakan dari dalam, kepala penisnya menekan-nekan tepat seperti ingin menyeruak masuk lebih dalam lagi. Ditambah lagi cervixku juga menyambutnya dengan berkedut-kedut. Rahim ku seperti berkontraksi dan terasa semakin kuat (Braxton hicks). Hal ini bisa membahayakan kandunganku karena kontraksi berlebihan seperti ini bisa memicu persalinan premature atau lebih parah keguguran karena seperti sekarang janinku masih berusia 13 minggu. Belum waktunya untuk lahir.

Keringat ku mengucur deras meski hawa dingin malam ini berhembus menusuk sampai ketulang rasanya. Kudengar kembali sorak sorai mereka yang melihatku dalam kondisi seperti ini. Samsul juga masih mencengkeram pinggulku erat untuk menuntaskan ejakulasinya.
Yadi : “hahaha mbak intan keenakan itu ya.”
Ruli : “cepetan sul, jangan dilama-lamain. Gantian lah.”
Nanang : “gantian cepetan. Aku duluan rul.”
Ruli : “enak aja. Aku juga mau Nang. gak tahan aku lihat mbak Intan gini.hahahaha”
Yadi : “heh aku duluan lah.”
Nanang : “cepetan sul.”
Samsul : “OHS…sebentar…lagi enak ini…HENGGGHHH…” Samsul kembali menghentakan penisnya untuk menusuk sambil memuntahkan sperma terakhirnya sebelum mencabut penisnya dari dalam.

Ruli : “minggir…aku duluan…” Setelah Samsul mencabut penisnya, tak butuh waktu lama, kembali kemaluanku disumpal oleh penis Ruli.
Intan : “OGGGHHHSS….” aku tercekat seketika itu juga. Sama seperti Samsul, Ruli menghajar kemaluanku dengan penisnya tanpa ampun.
Intan : “oghs…oghhhs…ampun Rul…ampun…ooghhss…”
Ruli : “uhs…enak mbak…uhss…pantesan Samsul gak mau gantian…”
Intan : “ampun.***ll…ampun…” aku kembali mengiba ke mereka karena sudah tak kuat lagi dan juga pergelangan tangan ku semakin perih karena lecet tergesek oleh tali yang mengikatnya. Yadi yang sudah tak tahan juga mulai menjamah payudaraku yang berguncang didepannya.
Yadi : “sluurpp…slurrp…mmmhh…duh…body mu mbak…sluurrpp…” Yadi menghisap payudaraku dengan penuh nafsu.
Intan : “ahs…ampun…lepasin…ampun…ahhss…ogghss…” tanpa ada rasa jijik, Yadi menjilati kedua payudaraku yang penuh keringat ini. Tak hanya itu, Yadi juga menarik putingku dengan keras.
Yadi : “hehehe ASI mu seger mbak. Sudah disedot dari tadi pagi masih ngalir deres. Duh bikin makin nafsu aja kamu mbak...sluurpp… spesial memang kamu mbak…sluurrppp…mmmhhh…”
Intan : “ampun…Yadi…sudah…ampun…aahhss…Rull…sudah Rull…ampun…” Yadi masih terus menghisap ASI yang keluar dari payudaraku, sementara itu Ruli juga tak berhenti menggenjotku dari belakang dengan brutal.

Kembali kurasakan rahimku terkontraksi saat Ruli masih menyetubuhiku sekarang. Rahimku pun seperti turun dan membuat lubang cervixku lebih dekat untuk dihantam oleh penisnya. Rasanya tubuhku mulai kelojotan juga menahan rangsangan dan rasa sakit yang bertubi-tubi secara bersamaan. Namun tak lama kemudian tangan Ruli juga mulai meraba-raba payudaraku, membuat Yadi terganggu.
Ruli : “nanti gantian Yad. sekarang aku dulu.”
Yadi : “ah aku bagian depannya dulu lah. Nyusu. Kamu kan lagi ngentotin dibelakang. Aku juga mau.”
Ruli : “sudah gantiannya nanti aja. Aku dulu mau puas-puasin. Hahaha sebentar lagi gantian Yad.” Yadi pun mundur dan kini kedua tangan Ruli mulai meremas-remas payudaraku dari belakang.
Ruli : “hahahaha…susumu memang paling gemesin mbak. Duh…dari dulu cuma bayangin bisa ngeremes-remes gini…kalau gak ingat sama teman sendiri gitu kamu sudah kuperkosa mbak dari dulu…” tangan Ruli tak hanya meremas, tapi juga memilin putingku seperti sedang memerah susu.
Ruli : “duh mbak…aku gak tahan lagi…AAARRGGGHHHH….” Ruli pun mengerang sambil menarik keras payudaraku saat ejakulasi. Kembali kemaluanku dibanjiri benih mereka. Kontraksi yang kurasakan juga semakin keras bersamaan dengan orgasme ku juga.
Intan : “OOGGHHH….AAAARRHHH…” aku pun kembali terbelalak merasakan ini semua. Penis Ruli juga ditekan semakin dalam sampai menusuh bibir cervixku untuk masuk lebih dalam namun masih bisa tertahan meski disisi lain aku pun merasakan seperti bibir cervixku menyambut kepala penisnya. Aku takut bila ini terus terjadi, entah siapa nanti yang akan menembus kedalam rahimku dan membuat air ketubanku pecah. Dengan sekuat tenaga aku berusaha bertahan demi bayi kecil yang kukandung sekarang. “Yang kuat ya nak…” dalam hati aku berdoa agar dia tidak kenapa-kenapa.

Setelah puas menyemburkan spermanya, Ruli mencabut penisnya dan tak lama kemudian Yadi menggantikan posisinya. Kembali kemaluanku disumpal oleh penis Yadi.
Yadi : “uhss…akhirnya…uhss…giliranku juga…uuhsss…” tangan Yadi kembali meraba-raba payudaraku dari belakang sama seperti Ruli. Yadi masih tak bisa melepaskan keinginannya untuk memainkan payudaraku ini. Aku yang sudah tak kuat berdiri ini melayani Yadi hanya bergantung pada tanganku yang terikat tali pada tiang jemuran ini.

Intan : "am..pun…aku…sudah…gak…kuat…lagi…" akhirnya aku ambruk sudah tak bisa menopang tubuhku lagi walau hanya sedikit saja. Kurelakan pergelangan tanganku yang kesakitan ini untuk menumpu seluruh berat badanku. Penis Yadi pun tercabut seiring tubuhku yang ambruk ini entah karena berat badanku yang tak mampu dia tumpu atau tubuhku yang licin ini terlepas dari cengkramannya.
Yadi : "hahahaha mbak Intan sudah K.O. lagi. Enak ya mbak diperkosa seharian gini."
Nanang : “hahaha pindah posisi aja gimana?”
Yadi : “ayo ayo…”

Akhirnya mereka melepaskanku dari gantungan ini dan aku pun terkulai lemas. Mereka membopongku kedalam kebun dan membaringkan ku diatas rerumputan. Aku pun masih mengiba ke mereka agar mereka melepaskanku. Seketika aku tanpa sadar berucap untuk negosiasi dengan mereka.
Intan : “stop…beri…aku…waktu…istirahat…” dengan terengah-engah karena kehabisan tenaga sambil menahan rasa sakit aku mencoba untuk bernegosiasi. Setidaknya aku meminta waktu ke mereka karena kontraksi yang kurasakan semakin kuat. Aku takut bayiku kenapa kenapa.
Samsul : “hahaha apa mbak? Sudah gak kuat lagi ya? Hahaha”
Nanang : “aku belum dapat giliran lagi nih sul.”
Intan : “beri…aku…waktu…istirahat…nanti…”
Samsul : “nanti apa?”
Intan : “nanti…aku…layani…kalian…tolong…kasih…aku…istirahat…”
Ruli : “hahahaha mbak Intan sudah kehabisan nafas itu. Kita juga butuh istirahatin batang kita kan. Sambil ngecas isinya juga.” disaat mereka berdebat ini setidaknya aku bisa beristirahat beberapa detik. Aku berharap mereka mau memberiku waktu untuk beristirahat lebih lama. Aku pun rela kalau harus melayani mereka dengan suka hati bila mereka memberiku jeda waktu istirahat. Setidaknya sampai kontraksi ku sedikit mereda.

Samsul : “gimana? Kita kasih waktu mbak Intan istirahat gak nih?”
Nanang : “ya….aku belum sempat nyelup mau istirahat.”
Yadi : “kasih aja lah waktu istirahat. Kasihan tuh nafasnya sudah senin kamis. Hahaha”
Nanang : “ya kamu enak sudah nyelup semua. Aku nih belum.”
Samsul : “kasihan lah sudah megap megap gitu mbak Intan. Tadi aja ambruk kan. Kasih waktu lah nang.”
Nanang : “katamu kemarin mbak Intan kan yang minta diperkosa? Jadi ya jangan kendor lah. Siapa tau ini cuma cara mainnya mbak Intan biar lebih realistis.”
Yadi : “bener juga katamu nang. Hahaha ya sudah lanjut aja lah. Aku juga belum klimaks ini.”
Intan : “sudah…ampun…tolong…” Yadi membuka kedua kaki ku dan memposisikan dirinya untuk kembali menyetubuhiku dalam posisi misionaris. Aku berusaha melawan dengan sia-sia karena sudah tak ada tenaga lagi dan benar saja tak butuh waktu lama “bless…” kurasakan kembali batang penis Yadi memasuki vaginaku.
Intan : “ughh…ampun…yad…ampun…ahhhs…” Yadi memelukku erat sambil terus menghujamkan kemaluannya keluar masuk.
Nanang : “hahaha hajar terus yad. Totalitas…”

Ingin rasanya aku melawan dan lari dari mereka. Tapi tenagaku tak kunjung pulih. Aku hanya bisa menggelepar disetiap hujaman tusukan penis Yadi. Tetapi aku berusaha untuk menenangkan diriku kembali. Setidaknya berusaha untuk mengatur nafas walau susah.
Yadi : “ohs…uhhss…oohss…mbak…ough…enak banget…ooughh…” Yadi meracau sambil terus menggenjotku dalam posisi misionaris. Aku terus berusaha mengatur nafas dan tiba-tiba terfikir untuk menggenggam tanah yang nanti bisa aku gunakan untuk menyerang dan melarikan diri dari mereka. Aku harus bertahan. Sedikit lagi…
Yadi : “ohs mbak…ungghhh…” sekitar 10 menit kemudian Yadi akhirnya ejakulasi juga. Dia memuntahkan spermanya di dalam kemaluanku. Kembali kurasakan kontraksi yang semakin keras namun harus kutahan sekuat tenaga sambil mencari kesempatan yang baik untuk melepaskan diri.

Yadi : “ohss….mbak…ough…” Yadi ejakulasi sambil terus menekan-nekan penisnya di dalam kemaluanku. Sampai akhirnya ada kesempatan, dia mulai mengendurkan kekuatan pelukannya. Saat ini Yadi hanya menekan pundakku agar dia dapat menekan-nekan penisnya lebih dalam lagi. Saat yang kutunggu-tunggu akhirnya muncul juga. Disaat Yadi makin melemahkan cengkramannya padaku, disaat itu juga aku melemparkan tanah yang kugenggam sedari tadi kearah mukanya.
Yadi : “AARHHH…” Yadi berteriak ketika matanya terkena tanah yang kulempar tadi, disaat itu juga aku menendang tubuhnya hingga dia terjungkal. Aku segera berusaha bangkit dan berlari masuk kedalam rumah kembali. Rencanaku adalah lari secepat mungkin lalu mengunci pintu sebelum mereka berhasil mengejarku.
Samsul : “eh…mbak Intan…kejar!!!” Samsul seperti memerintahkan teman-temannya yang masih tertegun karena aku berhasil melarikan diri dengan cepat.

Yang ada di dalam pikiranku, aku harus cepat mencapai rumah kembali. Hanya beberapa langkah saja dan aku harus menahan sakit karena kontraksi ini yang semakin lama semakin keras terasa. Sedikit lagi…sedikit lagi…aku akan mencapai pintu dan ku kunci…sedikit lagi… Samsul, Nanang, dan Ruli berusaha mengejarku, namun Yadi nampaknya masih kesakitan karena matanya kemasukan tanah. Sempat tangan ku digapai, namun aku masih bisa melepaskannya karena mungkin tubuhku masih licin karena keringat. Aku masih berusaha melarikan diri. Namun saat sedikit lagi aku mencapai pintu, aku sudah tak kuat lagi menahan rasa sakit akibat kontraksi ku. Akhirnya aku pun ambruk sambil memegang perut bawahku yang rasanya semakin sakit.
Intan : “aaarrrggghhh…” aku meringkuk sambil memegang perut area bawahku. Rahimku serasa semakin menegang keras. Padahal sedikit lagi, sekitar 3 - 5 langkah lagi aku sampai di dalam rumah.
Intan : “aarrrrrrhhh….sakittt….aaaarrhhh…” aku pun mengerang-ngerang dan menggeliat diatas tanah karena semakin sakit kurasa.

Ruli : “hahaha akhirnya mbak Intan tumbang lagi. Gitu sok sok an kabur. ”
Nanang : “apa ku bilang kan. Mbak Intan itu mau main maksimal. Hahaha”
Ruli : “iya nang. Kaburnya juga gak serius. Itu malah ambruk ngasih kita kesempatan buat lanjut.”
Nanang : “hahaha iya ayo Rul bantu.” mereka yang melihatku meringkuk mengerang kesakitan bukannya berhenti, tetapi malah ingin melanjutkan aksi bejadnya. Ruli berusaha merentangkan tanganku, sedangkan Samsul dan Nanang merentangkan kaki ku. Aku masih berusaha meronta-ronta. Tapi tak lama kemudian Yadi datang dan membantu mereka untuk kembali merentangkanku diatas tanah.
Nanang : “sekarang giliranku ya. Hahaha pegangin Rul tangannya biar gak bisa nyerang lagi kayak tadi.”
Ruli : “hahaha siap.”
Intan : “Nang…ampun…nang…ampun…tolong…jangan…” aku berusaha mengiba kembali karena kali ini rasa sakit di rahimku sudah tak bisa kutahan lagi. Kontraksi yang kurasakan semakin keras rasanya.

Nanang : “hehehe enak aja. Kan kami belum puas mbak. Hehehe” kini Ruli memegangi kedua tanganku, sedangkan Yadi dan Samsul memegangi kedua kaki ku. Rasanya seperti hewan yang akan disembelih, aku dipegang erat oleh mereka dan direntangkan diatas tanah seperti ini. Nanang mulai memposisikan tubuhnya diantara selangkanganku.
Nanang : “bisa bisanya kamu kabur mbak. Totalitas memang. hahaha”
Plak…plak…plak…plakk… Nanang menampar pipiku.
Nanang : “ini hukuman buat kamu mbak.” Nanang menjepit kedua putingku lalu menariknya kencang.
Intan : “ARRGGHH….HIINNNGGGHHHH…” aku menjerit tertahan karena perlakuannya. Dia terus mempermainkan putingku sampai rasanya ASI ku kembali memancar di setiap tarikan tangannya. Setelah dia puas, dia pun melepaskan putingku dan sekarang dia mengelus-elus penisnya yang tegang itu diarahkan sambil digesek-gesek ke labia mayoraku.

Nanang : “hehehe sebentar lagi gantian burungku dibikin enak.” aku hanya bisa menggelengkan kepalaku tanda tak ingin lagi disetubuhi oleh mereka.
Nanang : “hehehe nih…HENGGHHHH…” dengan sekuat tenaga Nanang melesakkan kemaluannya didalam vaginaku.
Intan : “ARGHHH…” aku pun berteriak dan mengejan karena rasa sakit yang kali ini kurasakan sudah terlalu sakit. Mulutku terbuka tak bisa mengeluarkan suara lagi. Tanganku menggenggam erat. Mata ku pun terbelalak. Aku sudah tak kuat lagi rasanya karena penis Nanang langsung menghantam lubang cervixku dan seperti menyeruak masuk lebih dalam sampai aku merasakan rasa sakit yang tiada tara karena sepertinya penisnya berhasil masuk kedalam rahimku. Air ketubanku pun pecah. Kurasakan ada yang mengalir dari dalam rahimku keluar.
Nanang : “ouh…enak…ouh…enak mbak…ouh…” Nanang yang mungkin merasakan kemaluanku lebih licin karena ada cairan yang keluar menghujamkan penisnya didalam semakin cepat. Nanang tak sadar cairan itu adalah air ketubanku bercampur darah yang mengalir. Kurasakan sudah penisnya menembus lubang cervixku dan dan mengobrak-abrik rahimku kini.

Karena gelapnya malam, mereka tak menyadari bahwa kemaluanku mengalirkan air ketuban bercampur darah. Nanang pun terus mengobrak-abrik area dalam rahimku.
Nanang : “oush…ohs..yes…ouhss…ouh…” Nanang meracau tak jelas disaat dia menyetubuhiku. Pandanganku mulai kabur, rasanya aku akan pingsan kembali karena kesadaranku juga mulai memudar. Aku sudah tak tahan lagi. Cukup lama Nanang menyetubuhiku sampai cairan dalam rahimku tak lagi memancar keluar. Rasanya sekitar 20 menitan sampai akhirnya dia akan ejakulasi.
Nanang : “ouhs…mbak…oohhh…MMMPPFFTTTTTHHHH…” sambil ejakulasi, Nanang menciumku dengan paksa. Aku yang sudah setengah sadar ini tak bisa melawan. Nanang terus mengeluarkan spermanya sampai akhirnya beberapa semprotan kemudian dia menarik lepas penisnya dari kemaluanku dan disemburkannya diatas perutku.

Nanang : “AHHH!!! APA INI!!!” Nanang terkaget-kaget karena penisnya berlumuran darahku.
Samsul : “HEH!!! MBAK!!!” Samsul nampak kaget melihat selangkanganku yang berdarah ini setelah Nanang mencabut penisnya.
Ruli : “ngawur kamu nang! Mbak Intan sampai pendarahan itu!”
Nanang : “terus gimana ini!!!” nampak mereka panik.
Yadi : “kabur nang!!! Ayo kabur rek!!!”
Samsul : “tapi kita gak mungkin ninggalin mbak Intan dalam keadaan kayak gini!!!”
Yadi : “sudah tinggalin aja… kamu mau kita masuk penjara!!!” Yadi yang nampak ketakutan menghasut teman-temannya untuk meninggalkanku yang terkapar ini.
Samsul : “tapi…kalau mbak Intan kenapa-kenapa gimana? Mau ngomong apa kita?”
Yadi : “sudah kalau kamu gak mau kabur silahkan tanggung jawab sendiri. Aku mau pergi aja.” mereka tampak panik, kemudian mereka semua pergi kabur meninggalkanku sendirian disini. Dalam dingin dan gelapnya malam kurasakan kesakitan sendiri sampai akhirnya aku pun jatuh pingsan. Aku pingsan tergeletak tak berdaya di samping rumahku ini karena tak kuat lagi menahan rasa sakit yang terlalu ditinggalkan sendirian oleh mereka yang sudah panik dan ketakutan atas perbuatan mereka sendiri. Aku tak tahu lagi, aku sudah pasrah sekarang, bila ini waktunya aku untuk pergi dari dunia ini, aku sudah pasrah…


–Pagi hari–
“YANG!! YANG!! BANGUN YANG!!!” samar-samar ku dengar suara disebelahku. Perlahan kesadaranku pulih namun masih tak ada tenaga. Dia coba membangunkan ku dan aku merasakan tubuhku dibopong olehnya masuk kedalam rumah. Aku direbahkan diatas kasur olehnya. Perlahan pandanganku yang kabur mulai semakin jelas. Aku lihat Tono berada disampingku. Dia tadi yang membopongku masuk ke kamar.
Tono : “syukurlah…kamu sudah sadar…” Tono lega ketika melihatku sudah membuka mata.
Intan : “ach…” aku mencoba bangkit namun tubuhku sakit semua.
Tono : “jangan dipaksain bangun yang… sudah rehat dulu… aku ambil kompres dulu ya. Badan mu panas ini.” tapi sebelum dia beranjak dari samping ku. Ku pegang tangannya. Kutatap matanya.
Intan : “gak usah…temani aku dulu…” dengan terbata-bata aku memintanya untuk tetap disampingku. Tono pun menuruti permintaanku dan duduk kembali disampingku.

Kami pun terdiam di dalam keheningan kamar ku ini. Tubuhku masih terasa sakit semua, terutama di area kemaluanku yang sakit teramat sangat. Aku yakin aku sudah keguguran karena kejadian kemarin. Perlahan aku coba untuk duduk walau masih kesakitan.
Intan : “mas…maafin aku…aku…” perkataanku terhenti karena air mata ku mengalir deras. Rasa bersalahku ke Tono membuat perasaanku tak karuan. Aku merasa sudah mengecewakannya untuk kesekian kalinya.
Tono : “sudah sudah…jangan dipaksakan untuk ngomong lagi…” Tono pun memelukku. Tangis ku pun pecah dalam pelukannya. Dengan sabar Tono tetap memelukku erat sambil terus menenangkanku.

Tono : “sudah…sekarang kita ke rumah sakit aja. Aku khawatir ini sama pendarahanmu.” setelah aku sedikit tenang, Tono menutupi tubuh telanjangku dengan selimut lalu membopongku untuk membawaku ke RS.
Intan : “tapi…mas Tono…”
Tono : “apa?”
Intan : “jangan RS di kota ini ya mas…”
Tono : “kenapa?”
Intan : “aku…gak pengen…kejadian ini…jadi tersebar mas…aku takut orang tua ku tau…nanti…aku ceritakan kenapanya mas…”
Tono : “ya udah kalau gitu ke Malang aja. Ke RS teman baikmu dulu itu yang pernah kamu ceritain.”
Intan : “iya mas…tapi…skripsimu gimana?”
Tono : “sudah gampang nanti aja aku tunda dulu.”
Intan : “maaf ya mas…” Tono membopongku ke mobilnya lalu kembali kerumah untuk mengepak pakaianku. Dia membawa pakaian ku seadanya lalu dia membawaku ke rumah sakit di Malang.

Dalam perjalanan Tono menanyaiku tentang apa yang terjadi kepadaku ini.
Tono : “kamu kenapa yang? Ada apa sama kamu kemarin?”
Intan : “emmm…anu mas…emm…”
Tono : “sudah cerita aja…”
Intan : “aku bingung mas…aku malu…”
Tono : “gak apa…aku punya hak kan untuk tau kamu kenapa.”
Intan : “iya mas… aku… aku habis diperkosa mas…” aku yang masih ragu untuk menceritakan kejadian yang menimpaku ini terpaksa menguatkan diri.
Tono : “hah! Gimana! Siapa yang ngelakuin ini ke kamu!” Tono nampak mulai terpancing emosi.
Intan : “aku ceritain…tapi…aku harap kamu jangan ambil tindakan apa apa dulu ya mas…”
Tono : “mana bisa! Kamu diginiin orang mana bisa aku diam aja!”
Intan : “ku mohon mas…demi aku…”

Tono : “ya udah… siapa pelakunya?”
Intan : “itu mas…si Yadi, Ruli, Nanang, sama Samsul…mereka teman-teman Hasan.”
Tono : “hah! Mereka! Teman Hasan! Gak bisa dibiarin ini!”
Intan : “mas…tolong jangan ada tindakan apa-apa…aku mohon…aku tau kamu marah…tapi sudah cukup…aku sudah cukup malu…”
Tono : “tapi masa gak mau laporan ke polisi? Tindakan mereka ini butuh hukuman setimpal.”
Intan : “enggak mas…sudah jangan…aku mohon…aku sudah cukup malu dengan keadaan ku ini… aku mohon sudah ya…jangan…” aku memohon ke Tono agar dia tak melaporkan kejadian ini ke pihak yang berwajib karena aku tak mau orang tua ku tahu dan ini akan jadi aib yang harus ku tanggung kedepannya.

Tono : “ya sudah…kalau kamu maunya gitu. Tapi aku tetap gak bisa maafin perbuatan mereka ke kamu. Aku gak habis pikir sama mereka. Kenapa mereka bisa ngelakuin ini ke kamu.”
Intan : “aku juga gak tau mas… mungkin ada salahku juga sampai ini semua kejadian…”
Tono : “hah? Maksudmu gimana?”
Intan : “aku tau dari cara mereka memandangku selama ini kurang sopan mas…tapi ku biarkan saja…”
Tono : “tapi masa karena gitu doang sih? Gak masuk akal. Mereka punya keberanian darimana buat berbuat yang enggak-enggak ke kamu gini?”
Intan : “aku gak tau mas…harusnya aku yang lebih peka dan bisa jaga diri…mereka juga pernah megang pinggulku walau tak sengaja rasanya…mungkin juga…ini karma mas buat aku… aku harusnya lebih bisa jaga diri…maafin aku mas…”
Tono : “semakin aku gak habis pikir…mereka perkosa kamu sampai pendarahan gini…FAK LAH!!!” Tono semakin emosi dan menghantam stir mobil dengan tangannya berulang kali sambil mengumpat.

Mungkin ini saatnya untuk aku mencoba membuat pengakuan ke Tono. Tentang hal yang selama ini aku simpan erat-erat.
Intan : “mas…maafin aku ya… mungkin ini salahku… aku belum cerita ke kamu…”
Tono : “cerita apa?”
Intan : “maafin aku mas… aku sebenarnya lagi hamil…”
Tono : “hah? Hamil? Hasil dari anak selingkuhanmu?” Tono shock mendengar pengakuanku.
Intan : “enggak mas…aku gak selingkuh sama siapa siapa…”
Tono : “kamu bilang kamu kemarin ke tangkap basah di hotel berdua sama itu orang bukan selingkuh namanya? Gila kamu.” Tono kembali marah kepadaku dan menepikan mobilnya.
Intan : “untuk yang itu…maafin aku mas…aku gak berniat untuk selingkuhin kamu… aku cuma terhanyut sama nafsuku sendiri…maafin aku mas…”
Tono : “sama aja kamu nyelingkuhin aku gitu namanya…terus itu kamu hamil anak dia kan?”
Intan : “enggak mas…bukan…”

Tono : “lalu siapa kalau bukan dia? Kamu main sama siapa lagi?”
Intan : “maaf nutupin ini ke kamu…aku gak tau mau cerita ini mulai darimana mas… terlebih lagi sejak kejadian kemarin itu…”
Tono : “lalu siapa!”
Intan : “aku hamil anak Hasan mas…”
Tono : “HAH!!!”
Intan : “iya mas…maaf… dan bayi ini sepertinya sudah tak selamat lagi…” sambil ku usap perutku. Aku tak bisa membayangkan betapa hancurnya Tono saat ini.

Tono : “bukannya kamu selama ini main aman! Kamu selalu jaga diri pakai obat kan!”
Intan : “iya mas…tapi…aku juga gak tau kenapa bisa kebobolan gini…memang aku pakai obat…tapi kan itu cuma mencegah berapa persen aja…pas kemarin ke Jogja sama Hasan…aku sama dia gak pakai pengaman kondom…”
Tono : “ASTAGA!!! KENAPA KAMU CEROBOH BANGET SIH!!!”
Intan : “maafin aku mas…aku gak ngira bakalan kebobolan lagi…”
Tono : “bener kamu! Ini anaknya Hasan!”
Intan : “iya mas…maafin aku…sudah aku hitung baik baik…ini anaknya Hasan…”
Tono : “aku gak tau mau ngomong apa lagi sekarang sama kamu…” Tono melajukan mobilnya kembali menuju Malang. Aku yang didalam mobil terus meminta maaf kepadanya tak digubrisnya lagi. Sampai akhirnya tiba di RS tempat teman baik semasa kuliahku bekerja ini si Lisa. Aku pun ditangani walau harus rawat inap beberapa waktu. Mas Tono tetap menemaniku meski aku tau dia kecewa berat denganku saat ini. Dan juga hal yang ku takutkan terjadi. Bayi dalam kandunganku sudah tak dapat diselamatkan lagi. Aku memohon kepada mas Tono agar masalah ini jangan sampai terdengar ke keluarga ku. Mas Tono pun mau menandatangani surat-surat terkait di RS ini demi aku. Dia juga yang membiayai semua kebutuhanku di RS ini sampai aku bisa dinyatakan tak perlu rawat inap kembali.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd