Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Tono dan para wanitanya... Arc 2 : Intan

The EX 02 - Chapter 46
Timeline : 2011 September


–POV Intan–

Beberapa hari sudah aku dirawat diluar kota. Meski rasanya masih tersisa nyeri dan ada perasaan trauma ketika aku kembali menginjakkan kaki di rumah ku sendiri. Aku masih bergidik ngeri ketika membayangkan kejadian waktu itu. Tak pernah kubayangkan kalau aku akan mengalami hal itu di rumahku sendiri. Memang aku sadar kalau pandangan mata teman-teman Hasan yang agak lain dan aku mengabaikannya begitu saja. Harusnya aku lebih berhati-hati lagi. Aku harusnya sadar, di usia mereka itu hormonnya sedang tinggi-tingginya. Sama seperti adikku Hasan.

Saat aku memasuki rumah, teringat kembali bagaimana mereka menyetubuhiku dan menyiksaku tanpa ampun sampai berulang kali aku mengiba ke mereka namun tetap tak didengarkan. Rasa sakit itu kembali terbayang dibenakku. Dulu aku butuh waktu cukup lama sebelum sembuh dari trauma perkosaan di desa waktu itu. Dulu aku terbantu dengan tidak lagi berada disana. Kalau sekarang sepertinya lebih susah. Karena aku pastinya akan bertemu dengan teman-teman Hasan lagi. Ya…aku harus menghadapi ini semua.

Tak sengaja terlintas di ingatanku kalau teman-teman Hasan melakukan itu kemarin ada andilku juga. Tapi aku tak merasa untuk menyuruh mereka melakukan hal itu kepadaku. Ada hal yang janggal yang harus ku selidiki. Apakah mereka melakukan hal itu murni karena dorongan nafsu, atau memang aku juga berperan. Aku harus menyelidiki ini semua. Ya… aku harus tegar. Apapun yang terjadi nantinya aku ingin tau motif sebenarnya dari mereka. Harusnya ada dorongan yang lebih kuat agar mereka berani melakukan itu semua.

Tapi, ada yang aneh rasanya ketika aku sampai dirumah. Adikku Hasan terlihat murung dan tertekan. Apakah karena aku? Apakah karena dia tau aku hamil anaknya dan keguguran karena teman-temannya? Ataukah terjadi hal lain yang aku tak ketahui selama aku tak berada dirumah? Aku menunggu waktu yang tepat sebelum mengajak adikku Hasan berbicara serius karena nampaknya ada hal yang tak bisa dia utarakan bila ada bapak dan ibu.

Tengah malam ku ketuk pintu kamarnya.
Intan : “dek…dek…masih bangun?” tak lama kemudian dia membukakan pintu kamarnya.
Hasan : “ada apa mbak?” nampak mukanya yang masih tersirat beban berat.
Intan : “mbak mau ngobrol bentar sama kamu. Bisa?”
Hasan : “lagi males ah mbak…” Hasan menolak dan akan menutup pintu kamarnya lagi. Namun bisa ku tahan dengan tanganku.
Intan : “dek…mbak pengen ngobrol sama kamu…mbak tau ada yang gak beres sama kamu…karena mbak ya?”
Hasan : “gak tau lah mbak…”
Intan : “ayolah dek…sebentar aja…” akhirnya Hasan pun luluh dan mau kuajak ngobrol diluar.

Kami pun berjalan keluar rumah dan sepanjang jalan Hasan tetap diam tak berkata apa-apa. Sampai akhirnya kami berhenti di pos ronda dekat pertigaan ke arah sawah yang kebetulan malam ini sedang sepi tak ada orang-orang jaga malam.
Intan : “dek…mbak lihat kamu kayak sedih gitu. Kenapa? Mbak ada salah ya?” Hasan masih terdiam.
Intan : “mbak tau mbak ada salah kalau mbak sudah ngerahasiain kalau mbak kemarin hamil anakmu…mbak gak tau nanti response mu gimana kalau mbak kasih tau. Mbak juga gak siap. Maafin mbak ya…”
Hasan : “ya harusnya mbak terus terang aja ke aku kalau memang itu anak ku.”
Intan : “iya dek…maafin mbak ya…mbak gak siap juga kemarin…mbak gak tau harus gimana lagi. Mbak gak mau bebanin kamu juga. Mbak tau kamu gak siap…”
Hasan : “SEMUA AJA SEKALIAN BILANG AKU GAK SIAP TANGGUNG JAWAB!!!” tiba-tiba Hasan berteriak. Lalu menangis.

Intan : “maaf ya dek…maafin mbak…” kupeluk Hasan.
Hasan : “gak usah minta maaf…mbak gak bakalan ngerti perasaanku gimana sekarang…” ku peluk dia erat dan Hasan masih menangis.
Intan : “maaf ya dek…mbak mungkin salah ngomong tadi…”
Hasan : “dah lah…mbak gak ngerti juga…”
Intan : “maafin mbak ya dek… gimana caranya biar kamu mau maafin mbak?”
Hasan : “dah lah…percuma…mbak terus-terusan gini juga. Lagian mbak bisa apa masalah aku dengan Fitri. Gak bisa bantu juga. Percuma…”
Intan : “masalah sama Fitri?” aku kaget.

Intan : “dek…kamu ngapa-ngapain Fitri?”
Intan : “dek…jawab dek…Fitri habis kamu apain?” ku desak Hasan untuk berbicara. Yang ku takutkan adalah adik ku ini tak bisa mengontrol nafsunya sehingga dia menghamili Fitri.
Hasan : “dah lah mbak…percuma juga sudahan…sudah terjadi…”
Intan : “kamu ngehamilin Fitri?”
Hasan : “enggak mbak.”
Intan : “lalu?”
Hasan : “Fitri tunangan sama orang lain dan aku ditinggalin gitu aja. Dia dijodohin sama Ruli.” mendengar nama Ruli, aku shock karena tiba-tiba teringat kembali kejadian waktu itu.
Hasan : “percuma kan sudah. Fitri sudah tunangan sama Ruli. Tahun depan mereka mau nikah. Aku sudah gak tau mbak mau gimana lagi sekarang.”
Intan : “bukannya…orang tua Fitri tau kamu pacaran sama Fitri sudah lama?”
Hasan : “tau tapi kan…ah gitu lah mbak…mbak juga gak bisa bantu apa-apa kan…aku sedih sekarang mbak…dianggap gak bisa tanggung jawab sama Fitri karena belum kerja atau kuliah...jadi dia mau-mau aja di jodohin…ditambah lagi mbak juga gitu…gak mau jujur sama aku…”

Intan : “maaf ya dek…bukannya mbak gak mau jujur…tapi mbak juga gak mau mental mu kenapa-kenapa…”
Hasan : “hal sepenting itu harusnya ngomong mbak sama aku…atau jangan-jangan…mbak juga gak yakin itu anak ku?”
Intan : “enggak gitu dek…aku sudah ngitung tanggal dan semua pas sesuai sama kita ke jogja kemarin…”
Hasan : “aku tau kok mbak, pas di jogja mbak gak cuma main sama aku.” deg…hati ku tersentak saat Hasan bicara seperti itu.
Hasan : “aku tau kok mbak Intan ketemu sama mas Dwi dan mbak Intan dijual lagi kan? Terus mbak Intan juga masukin room service ke kamar pas aku keluar beli makan.”

Intan : “kamu tau itu semua?”
Hasan : “aku gak bodoh mbak…aku ngikutin kamu pas itu. Mbak jujur aja ke aku. Aku tau pas mbak ketemu sama mas Dwi, banyak cowok keluar masuk kamar itu juga. Sekarang jawab jujur ke aku. Omonganku benar gak?” aku pun mengangguk.
Hasan : “mbak di jual kan sama mas Dwi kemarin? Berapa orang?”
Intan : “10 dek…”
Hasan : “terus gimana mbak bisa bilang itu hasil ku?”
Intan : “tapi dek…mbak berani sumpah kalau mereka pakai pengaman.”
Hasan : “itu kan kata mbak…aku gak yakin mbak jujur sama aku… berulang kali mbak sudah ngecewain aku…”
Intan : “sumpah dek…demi kamu mbak bersumpah kalau mereka pakai pengaman. Mbak kesana cuma buat menyelesaikan apa yang selama ini jadi ganjalan di hati mbak ke mas Dwi…maafin mbak ya dek…”

Hasan : “ah sudah lah mbak…sekarang percuma juga semuanya. Fitri sudah dilamar orang. Mbak sudah keguguran gini.” Kupeluk Hasan untuk menenangkannya. Dia terus menangis. Sepertinya kehilangan Fitri membuatnya terpuruk. Cukup lama Hasan menangis dipelukanku. Setelah Hasan mulai tenang. Ku usap air matanya. Kulihat dia benar-benar kehilangan Fitri.
Intan : “dek…maafin mbak ya…mbak gak bisa bantu apa-apa buat masalahmu ini…mbak juga sudah punya salah besar ke kamu…mbak sudah gak ngerti harus gimana lagi sekarang… mungkin ini hal yang harus kamu jalani dek… buat pendewasaanmu… tapi yang jelas, mbak masih ada disisimu…mbak akan nemenin kamu dek…” Hasan terdiam dan menatapku beberapa saat.
Hasan : “enggak… mbak bisa bantu aku… iya… mungkin cuma itu caranya…” aku tidak mengerti apa yang dimaksud Hasan.

Intan : “cara? Mbak gak paham dek…”
Hasan : “iya mbak…cuma ada 1 cara kalau mbak mau bantu aku.”
Intan : “hah? Gimana? Emang mbak bisa bantu apa dek?”
Hasan : “mbak mau bantu aku kan?”
Intan : “bantu gimana dek? Emang mbak bisa apa?”
Hasan : “aku punya ide. Ruli bakal ninggalin Fitri dan gak lanjutin sampai nikah kalau mbak bisa godain Ruli.” aku terkejut mendengar perkataan Hasan.
Intan : “maksudmu…mbak harus godain Ruli? Sampai pacaran sama Ruli gitu dek?”
Hasan : “iya…sampai Fitri kembali ke aku mbak.”

Intan : “dek…kamu serius?”
Hasan : “ya mbak mau bantu aku gak? Lagian mbak kan sudah biasa menggoda cowok.”
Intan : “dek…mbak gak bisa bantu buat ini… kamu tau kan mbak sama mas Tono mau serius. Kalau kamu minta mbak sampai pacaran sama Ruli, gimana mas Tono? Mbak ngomong apa ke dia?”
Hasan : “ya gak usah ngomong ke mas Tono.”
Intan : “ya gak bisa lah dek…kalau sampai harus pacaran sama Ruli gitu.”
Hasan : “kan dari kemarin mbak juga gitu. Punya hubungan sama pak Soli diam-diam.” kembali adikku merendahkanku.
Intan : “iya dek…maafin mbak buat kesalahan mbak yang kemarin ya…”

Hasan beranjak dan berjalan meninggalkanku.
Intan : “dek…tunggu…”
Hasan : “kenapa sih mbak? Semuanya juga sudah percuma aja kan.” Hasan kembali diam dan meninggalkanku sendirian di pos berjalan pulang kembali ke rumah. Aku tak mengejarnya, aku tetap tinggal dulu disini sambil merenungkan semua ucapan Hasan tadi. Kesalahanku ke Hasan sudah terlalu banyak. Begitu pula ke mas Tono. Aku bimbang…aku ingin Hasan baik-baik saja. Tapi aku juga tak bisa memenuhi permintaannya. Permintaan Hasan kali ini sungguh berat untuk kuwujudkan. Mendengar nama Ruli saja masih membuatku bergidik ngeri. Apalagi harus mendekatinya. Tapi… disisi lain, mungkin aku bisa mencari tahu lebih jauh tentang kejadian waktu itu.

Ditengah malam yang sunyi ini aku merenung dalam-dalam. Aku masih galau mau membantu adik ku atau tidak. Karena itu artinya aku akan menghianati mas Tono yang sudah mau menerimaku seperti ini. Sedangkan di satu sisi, aku tak tega melihat adik ku murung seperti ini. Apakah ini hukuman buat ku… mungkin… aku bisa melakukannya selama mas Tono tak ada disini… Karena malam ini rasanya semakin dingin, aku memutuskan untuk kembali pulang dan beristirahat. Karena besok aku mulai masuk kerja lagi.


Keesokan paginya…
Aku berangkat kerja seperti biasa, namun aku bingung juga harus bilang apa ke dokter Danu karena sudah bolos kerja beberapa hari. Aku hanya ijin seminggu saja tak masuk kerja. Tapi ternyata 2 minggu sudah aku bolos. Untung saja Ningsih sudah kembali bekerja jadi shift ku di backup olehnya. Pagi ini aku shift bareng dengan Ningsih. Setidaknya sekarang dia sudah tidak kerja sendirian.
Intan : “pagi bu Ningsih… hehehe”
Ningsih : “ih apaan sih tan…”
Intan : “hehehe…kan sudah jadi ibu-ibu sekarang.”
Ningsih : “ya tapi apaan sih orang kita seumuran. Hahaha kamu kemana aja bolos kemarin itu? Ijin seminggu kok molor 2 minggu.”
Intan : “hehehe maaf lagi nemenin mas Tono kemarin buat support dia kerjain skripsinya” aku berbohong disini.
Ningsih : “dicariin pak Danu tuh. Kayaknya kamu mau dikasih SP sih katanya. Bolos kelamaan gitu.”
Intan : “yaaaa…gimana belum bisa balik. Kalau dipecat ya udah deh aku juga pasrah aja.”
Ningsih : “kerjaan ku nambah nanti kalau kamu dipecat. Gimana sih tan.” jidatku disentil Ningsih.
Intan : “hehehe ya maaf Ning… eh dokter pagi ini ada kah?”
Ningsih : “ada tuh lagi di ruangannya. Kesana coba cepetan sebelum SP mu naik level lho.”
Intan : “iya iya…aku kesana dulu ya.”

Aku pun menuju ruang kerja dokter Danu. Ku ketuk pintu ruangannya dan dia mempersilahkanku masuk dan ruangannya pun sepi.
Intan : “permisi dok…”
Dr Danu : “oh kamu Tan. kirain sudah gak mau kerja disini.” aku masuk keruangan tapi tak berani duduk di depannya.
Intan : “maaf dok…bukannya gak mau kerja tapi ada urusan kemarin.” dokter Danu pun melihatku dengan tatapan tajam.
Dr Danu : “kelihatannya ada yang aneh sama badanmu tan.” dokter Danu mendekatiku.
Intan : “aneh apa dok?” dokter Danu meraba perut bawahku.
Dr Danu : “kamu habis gugurin kandunganmu?” tanyanya dengan nada kaget.
Intan : “hmm…keguguran sih dok lebih tepatnya…maaf ya dok, saya bolos kerja gara-gara ini.”
Dr Danu : “sini-sini…duduk dulu…”

Dr Danu : “pantas saja…harusnya kamu ngomong langsung sama saya. Ini sudah terlanjur surat SP mu turun tan.” sambil dia memberi ku sebuah amplop.
Dr Danu : “terpaksa ini kamu kena SP dan potong gaji ya tan.”
Intan : “iya dok gak apa apa. Memang saya yang bolos seminggu lebih.”
Dr Danu : “coba kamu kemarin hubungi saya kan gak perlu ada SP kayak gini tan.”
Intan : “iya dok. Maaf saya gak ijin.”
Dr Danu : “terakhir kali saya cek kondisi kandunganmu sehat-sehat aja. Kok bisa keguguran?”
Intan : “eee…anu dok…” aku agak ragu-ragu untuk menceritakan kejadian kemarin ke dokter Danu karena itu artinya aku menceritakan hal yang ingin aku tutupi. Tetapi bila tidak, aku bingung bohong seperti apa lagi.

Dr Danu : “kenapa? Pacarmu gak mau tanggung jawab terus nyuruh kamu gugurin kandungan? Padahal sudah 10 mingguan lho. Kamu gak sayang? Lagian kan bahaya tan.”
Intan : “eee…anu dok…bukan begitu…"
Dr Danu : “lalu kenapa?”
Intan : “eee…maaf dok…bukan sengaja gugurin…tapi…aku keguguran dok.” terpaksa aku menceritakannya karena didesak oleh dokter Danu.
Dr Danu : “bagaimana mungkin? Pas saya cek baik-baik saja itu. Kamu juga sehat-sehat aja. Kok bisa?”
Intan : “maaf ya dok…tapi…boleh rahasiakan?”
Dr Danu : “iya saya rahasiakan. Hubunganmu sama almarhum pak Pri kan juga saya rahasiakan.”

Intan : “aduh…gimana ya dok…mau cerita tapi…jujur saja saya masih trauma…”
Dr Danu : “hmm…” dokter Danu memicingkan matanya seperti memaksaku untuk bercerita.
Intan : “aku…emm…ini dok…keguguran karena…diperkosa dok…” sambil menunduk malu akhirnya aku mengatakannya.
Dr Danu : “hah? Apa?” entah dokter Danu mendengar atau shock jadi dia bertanya kembali.
Intan : “iya dok…aku kemarin itu…keguguran karena diperkosa dok…sampai kontraksi… dan pendarahan…”

Dr Danu : “sebentar? Ini beneran?”
Intan : “iya dok…”
Dr Danu : “kamu sudah lapor polisi?”
Intan : “enggak dok…saya gak mau lapor.”
Dr Danu : “loh? Kenapa?”
Intan : “saya malu dok…”
Dr Danu : “serius kamu mau diam saja gini?”
Intan : “iya dok…ini menurut saya yang terbaik. Karena saya gak mau nanti ada imbas lebih lagi. Terutama ke adik saya.”
Dr Danu : “sebentar…adik mu? Hubungannya apa? Kamu diperkosa adik mu?”
Intan : “bukan dok…tapi…teman-temannya.”
Dr Danu : “hmm…” dokter Danu mengernyitkan dahinya seperti menyelidik

Dr Danu : “gak heran sih tan…” dokter Danu bangkit dari kursinya mendekatiku lalu meraba pundakku. Dia juga mulai mencium kepalaku yang masih terbungkus jilbab ini.
Dr Danu : “cewek se seksi kamu memang menarik.” Aku mulai tak nyaman dengan perlakuannya. Ku tampik tangannya sambil bangkit dari kursiku.
Intan : “maaf dok… saya ijin lanjut kerja dulu…” aku beranjak keluar dari ruangannya. Entah apa yang kupikirkan dengan bertindak seberani ini. Mungkin nanti aku akan dipecat. Tapi yang jelas aku masih tak nyaman dengan perlakuan dokter Danu barusan.

Intan : “dok…” tanganku dicengkeram oleh dokter Danu. Ku tatap matanya dengan penuh curiga.
Dr Danu : “mau kemana? Hari ini bukannya kerjaan sudah dihandle sama Ningsih? Sini…temani aku dulu. Hahaha”
Intan : “dok…lepas dok…lepasin…” dokter Danu menyeretku ke arah area pemeriksaan yang ada di ruangannya. Aku berusaha melepaskan cengkraman tangannya namun dia lebih kuat.
Intan : “auch…dok…sudah dok…lepasin…” dokter Danu mendorongku ke atas kasur. Dengan posisi tertelungkup dan kaki masih memijak lantai. Aku berusaha melepaskan diri dari dokter Danu yang menahan tubuhku dengan kuat dengan tangan kanannya.
Dr Danu : “hehehe aku tidak percaya kamu diperkosa tan. Palingan kamu juga kan yang memancing mereka dengan tubuhmu ini. Kamu sengaja kan biar kamu keguguran. Hahaha dasarnya kamu juga kan yang mau.” tangan kirinya mulai meraba-raba tubuhku di sekitaran punggungku. Nampaknya dia ingin melepas kaitan bra yang ku kenakan. Tak butuh waktu lama dia bisa melepaskan kaitan bra ku.

Intan : “dok…lepasin aku…atau aku teriak…” aku masih berusaha melawan walau leherku ditahan dengan tangan kanannya.
Dr Danu : “teriak saja… ruanganku kan di ujung dan sepi kayak gini. Siapa yang mau bantu kamu? Palingan pak Giman yang datang. Hahaha” tangannya pun mulai bergerak turun meraba pantatku sekarang.
Dr Danu : “tubuh semontok ini siapa juga yang gak tertarik. Memang kamu ini sengaja ya. Tadi cerita kalau diperkosa. Padahal cuma mau mancing nafsu saya. Hahaha kamu ini tau saja cara untuk memancing birahi lawan jenis.”
Intan : “dok…ampun dok…lepasin aku dok…” kurasakan tangannya sudah menyelip dan membuka celana seragam yang kukenakan ini. Dengan 1 tangan, dokter Danu berusaha menurunkan celanaku. Begitu celana seragamku sudah berhasil dia turunkan sampai ke mata kaki, sekarang giliran celana dalamku yang dia tarik turun. Sampai akhirnya pantat dan kemaluanku terekspose didepannya.
Dr Danu : “kebetulan aku sudah mulai bosan dengan Ratna. Sekarang aku mau kamu jadi mainan baruku tan. Hahaha” ucap dokter Danu sambil membuka celananya.

Intan : “jangan dok…aku mohon jangan dok…” kurasakan batang penisnya yang menempel di pantatku. Aku berusaha bergerak agar penisnya tak bisa mempenetrasiku.
Dr Danu : “hehehe aku suka kalau ada perlawanan seperti ini. Kamu sengaja memancingku dengan cerita pemerkosaanmu.”
Intan : “dok…jangan dok…ampun… ACK…” semua perlawanku sia-sia. Dokter Danu berhasil melesakkan penisnya masuk kedalam vaginaku.
Intan : “ack…dok…ack…ack…ahs…oghs…dok…oghs…”

Dokter Danu yang sudah terlalu bernafsu tak menghiraukan ku lagi. Penisnya yang tak kalah besar seperti milik almarhum pak Pri itu menghajar lubang kemaluan ku bertubi-tubi. Dengan posisi aku membelakanginya, memudahkannya untuk menusuk sampai area terdalamku. Aku yang masih belum sembuh betul merasakan kesakitan dibuatnya. Apalagi penis jumbonya itu tak mungkin dapat tertampung masuk semua kedalam vaginaku. Dokter Danu yang melihatku kelojotan ini terus saja menjejalkan penisnya sedalam mungkin walaupun mustahil aku menerima penisnya. Dinding kemaluanku pun serasa sesak dibuatnya.
Dr Danu : “ouh…kamu bohong ya tan…kamu bohong ya sudah diperkosa orang…masih sempit begini kok bilang diperkosa orang…” dokter Danu merasa aku telah membohonginya terkait kejadian itu karena dia merasa kemaluanku masih sempit. Padahal itu semua karena kemaluannya saja yang tak wajar. Sama seperti almarhum pak Pri.
Intan : “dok…ack…ampun dok…ogh…sudah…ampun…aack…sakit…ouhs… ngghhh…dok…ampun…” aku mengiba ke dokter Danu namun dia tak menggubrisku. Dia sudah seperti orang kesurupan menggenjot tubuhku dalam posisi doggy style dengan brutal.

Cukup lama dokter Danu menyetubuhiku dalam posisi ini sampai akhirnya rasa sakit yang kurasakan mulai berubah menjadi rasa nikmat. Karena rangsangan demi rangsangan yang kurasakan dari dinding kemaluanku terakumulasi.
Intan : “ngghh…ngghhh…ngghhh…nggghhhhh…” aku berusaha menahan semuanya dengan mencengkeram kasur dan membenamkan muka ku sampai akhirnya aku pun orgasme.
Intan : “dok…dok…ouhs…dok….NGGGHHH…DOKK…NGGGHHHH…” kurasakan orgasme yang begitu hebat melanda sampai-sampai kaki ku bergetar. Rasanya seluruh syaraf ditubuhku mengalirkan sengatan kenikmatan yang membuat tulang-tulang di tubuhku terlepas.
Dr Danu : “hahaha akhirnya kamu orgasme juga tan. Memang kamu senang juga kan diperkosa. Mangkanya kamu memancing teman-teman adikmu buat memperkosamu kemarin. Dasar memang kamu cocok buat pabrik bikin anak. Hahaha… dasar lonte… sama tukang kebun saja mau…” dokter Danu yang diam membiarkanku menikmati orgasme mulai mengataiku sambil meraba-raba area perut bawahku. Aku yang merasa terhina olehnya mulai meneteskan air mata.

Dokter Danu mulai menekan-nekan area rahimku seperti memberikan rangsangan lebih saat aku orgasme. Ku akui memang seperti orgasmeku kali ini berangsur cukup lama sampai squirting membasahi lantai.
Dr Danu : “sayang sekali kalau kamu yang se seksi ini suka dihamili orang seperti pak Pri. Hahaha” aku tak bisa berkata apa-apa lagi dan hanya bisa menikmati orgasmeku yang masih belum mereda ini. Bibir cervixku pun masih berkedut-kedut hebat. Rasa ngilu menjalar diseluruh tubuhku membuatku menggelinjang tak karuan.
Dr Danu : “berapa orang yang sudah nitip benih ke rahimmu ini tan?”
Intan : “ahnggghhh…dok…ngghhh… ngggaakk tau dok…nggghhh…” dokter Danu bertanya namun aku tak mampu menjawabnya karena otakku blank. Kurasakan tekanan tangan dokter Danu serasa semakin keras.
Dr Danu : “Jawab!” dokter Danu yang mulai marah karena aku tak menjawab menekan keras rahimku dengan jarinya membuatku menjerit.
Intan : “ACCKSS…DOK…GAK TAU DOK…AACKKK…” perlakuannya membuat bibir cervixku semakin berkedut-kedut kencang.

Dokter Danu yang tak sabaran kembali menekan keluar masuk penisnya yang membuatku semakin kelojotan.
Intan : “OHHSS..DOK…OOUHSS…OOHHSS…NGGGGHHH…AAHSS…OOHH…” aku kembali mendesah-desah seiring penisnya yang semakin cepat keluar masuk. Kemaluanku juga serasa semakin menyesuaikan dengan ukuran penisnya. Walau demikian dapat kurasakan batang penisnya belum masuk semua karena paha kami tak beradu. Tak butuh waktu lama untuk membuatku meraih orgasme yang lebih hebat dari sebelumnya.
Intan : “NNGGGHHHHH…DOK….NGGGHHHH…OOOHHSS…OUGH…DOK…” orgasme kali ini rasanya rahimku seperti mengalami kontraksi lagi.
Dr Danu : “hahaha…enak tan?” ku akui aku yang mengalami orgasme 2 kali ini memang merasakan kenikmatan itu kembali. Namun harga diriku masih menolak untuk mengakuinya. Aku pun menggelengkan kepalaku tanda tak setuju dengan ucapannya. Namun dokter Danu kali ini tak berhenti. Dia terus saja menggenjotku dari belakang. Sampai akhirnya tanggannya berpindah posisi ke pinggulku. Ditekan penisnya dalam-dalam dan dia menyemburkan semua spermanya didalam rahimku. Kurasakan cairan hangat itu mengalir deras sampai menetes di kaki ku. Dokter Danu menahan posisi ini sampai dia puas dan akhirnya mencabut penisnya. Dia membiarkanku tergeletak lemas terjatuh di lantai. Aku yang masih kelelahan ditinggalkannya begitu saja.

Dokter Danu kembali ke mejanya dan aku tak tahu apa yang sedang dia lakukan. Tapi tak berapa lama kemudian ada yang mengetuk pintu ruang kerjanya dan dia persilahkan masuk.
Dr Danu : “siapa?”
Giman : “saya bos. Giman.”
Dr Danu : “oh masuk Man.” aku yang panik karena ada orang lain masuk kedalam ruangan ini sedangkan aku masih terkulai lemas mencoba bangkit.
Giman : “loh loh loh… ada mbak Intan juga disini. Hahaha tumben bos gak sama mbak Ratna?”
Dr Danu : “sesekali ganti objek lah biar gak bosan. Kamu mau gak?”
Giman : “lah ya mau dong bos. Hehehe”

Intan : “dok! Seriusan dok!” aku agak membentak ke dr Danu.
Intan : “pak Giman…kamu jangan macam-macam ya.” mereka berdua mulai mendekatiku. Aku pun semakin terpojok di ujung ruangan. Sampai akhirnya tanganku ditarik oleh pak Giman.
Intan : “pak Giman! Lepasin! MMMMPPPHHHHH…” saat pak Giman menarik tanganku dan aku akan berteriak, dokter Danu dengan sigap membungkam mulutku dengan tangannya.
Giman : “gak usah nolak lah tan. Kamu sama si tua bangka Supri aja mau. Masa sama yang masih kuat kayak aku gini gak mau.” aku pun digotong keatas kasur oleh mereka berdua.
Dr Danu : “hahaha masih bisa melawan kamu rupanya. Memang ya kamu suka main gaya perkosaan gini.”
Giman : “bener bos. Lonte kayak gini memang paling suka diperkosa.hahaha”

Intan : “dok!! Lepasin!! Pak Giman!!! Jangan kurang ajar ya!!!” aku bisa membentak mereka lagi setelah dokter Danu melepaskan tangannya yang membungkam mulutku karena tangan dokter Danu sedang sibuk mengikat tanganku di besi kasur. Sedangkan pak Giman sedang memegang erat kaki ku.
Giman : “hehehe mulus banget paha mu tan. Putih lagi. Meki mu juga bersih itu. Memang lonte 1 ini paling sempurna. Pantas saja pak Pri kepincut sama kamu.” ucapnya sambil meraba-raba kaki ku. Aku pun sempat menendangnya berkali-kali namun itu tak menyurutkan niatnya untuk menggerayangiku.
Dr Danu : “nih man. Tali nya. Ikat sekalian aja itu kakinya.”
Giman : “siap bos.”
Intan : “dok…sudah dok…ampun…aku mau melayani kamu…jadi budak sexmu sama kayak Ratna…tapi tolong…jangan begini dok…jangan…aku gak mau sama pak Giman…”
Giman : “halah…sama si Supri aja kamu mau kok sama aku nolak. Kenapa? Kamu kira cuma Supri yang punya penis jumbo? Aku juga jadi objek eksperimennya dokter Danu. gak kalah gede kok batangku. Tenang… kamu pasti puas tan. Hahaha” mendengar itu aku kembali bergidik ngeri, berarti tak hanya pak Pri saja yang sudah jadi objek dokter Danu. tetapi pak Giman juga.

Intan : “dok…aku mohon…aku mau kamu suruh apa aja…tapi jangan biarkan pak Giman menjamahku dok…aku mohon…”
Dr Danu : “beneran?”
Intan : “iya dok… aku mau jadi budakmu. Asalkan jangan biarkan pak Giman menjamahku dok.”
Dr Danu : “hahaha tadi kamu nolak kan. Kamu beneran nolak atau mancing biar kuperkosa tadi tan?”
Intan : “iya dok…aku cuma mancing saja tadi…sumpah dok…tolong…” aku terpaksa berbohong agar bisa menghindari dijamah oleh pak Giman.
Dr Danu : “beneran ya kamu mau jadi budak ku?”
Intan : “iya dok…”
Dr Danu : “ya sudah. Man. jangan dilanjut.”
Giman : “walah bos…terlanjur pengen saya bos.”
Dr Danu : “sudah gampang nanti si Ratna buat kamu.”
Giman : “kan sudah sering juga bos. Kalau Intan kan belum.”
Dr Danu : “sudah…sekarang kamu jaga diluar sana.” atas perintah dokter Danu akhirnya pak Giman yang sedari tadi menggerayangi tubuh bagian bawahku kini beranjak pergi dengan raut kecewa.

Dokter Danu mengambil hapenya dan mulai merekamku yang terikat ini.
Dr Danu : “coba ulangi tadi kamu bilang apa tan?”
Intan : “emm…iya dok… aku… mau jadi budak sex mu…” dengan berat hati ku ucapkan kembali pernyataanku tadi sambil direkam oleh dokter Danu.
Dr Danu : “kalau ada permasalahan kedepannya, aku gak tanggung jawab ya. Semua kamu lakukan dengan sadar kan?”
Intan : “ii…iya dok…”
Dr Danu : “bagus…” dokter Danu pun mematikan recording hape nya dan lalu melepaskan ikatan tanganku. Ingin rasanya aku melarikan diri, namun itu tak mungkin karena pak Giman sedang berjaga di depan pintu. Mau tak mau aku harus menuruti permainan dokter Danu kali ini.

Dr Danu : “sekarang aku mau kamu melepas semua pakaianmu.”
Intan : “eee…ii…iya dok…” kubuka pakaian seragam atas yang masih menempel di tubuhku ini hingga akhirnya telanjang bulat didepannya. Aku sedikit malu memperlihatkan ketelanjanganku di depannya. Terlebih lagi dengan badanku yang agak berubah sekarang. Dokter Danu pun duduk di sofa yang berada di ujung ruangan.
Dr Danu : “sini… aku mau kamu service penisku pakai payudaramu.” dokter Danu memanggilku. Aku pun mendekat dan jongkok di depannya. Aku menuruti kemauannya dengan menjepit penisnya yang masih tegang itu dengan kedua payudaraku. Ku urut penisnya disela-sela payudaraku. Karena penisnya berukuran jumbo, kepala penisnya menyentuh dagu ku. Ku jepit dengan penisnya dengan kuat di sela-sela payudaraku sampai-sampai air ASI ku mengalir karena tekanan tanganku sendiri yang menjepit penisnya.

Dr Danu : “hehehe bagus…terus tan…hehehe…sudah ahli kamu ya…” aku terus melakukan boob job ke penis dokter Danu. Tangannya membelai rambutku dan kulihat expresi mukanya sangat menikmati. Cukup lama aku melakukan boobjob ini sampai akhirnya penisnya nampak seperti membesar dan berkedut-kedut. Kini kepala penisnya yang sebelumnya hanya menyentuh dagu ku, sudah memanjang sampai menyentuh bibirku.
Dr Danu : “uhs… tan… telan…” dokter Danu memegang kepalaku dan memaksaku untuk mengulum penisnya. Ditekan-tekan kepalaku ke arah penisnya.
Intan : “eh dok!!! MMMPPPFFFTTT….” Kucoba untuk menutup mulutku namun penisnya tetap berusaha menyeruak masuk kedalam mulutku. Sampai akhirnya pertahananku pun jebol. Penis besar itu menjejali mulutku dan cairan spermanya menyembut membanjiri mulut. Bahkan membuatku tersedak. Mulutku penuh dengan cairan spermanya. Namun dokter Danu tak puas sampai disitu saja. Dia terus menekan kepalaku, membenamkan penisnya di dalam mulutku. Sampai akhirnya mentok di rongga mulutku menyentuh area tonsil. Semakin membuatku tersedak rasanya. Apalagi spermanya langsung dia semprotkan ke tenggorokanku.
Intan : “OGGHH….OOGGHHH…” aku seperti ingin muntah. Ku dorong agar penisnya bisa tercabut namun tenaga ku kalah kuat. Penisnya terus ditekan-tekan masuk karena mulutku hanya bisa menampung sepertiga panjang penisnya. Air mata ku mengalir karena tersedak dan ingin muntah. Sedangkan dokter Danu dengan sekuat tenaga menekan kepala penisnya. Sampai akhirnya penisnya yang terus mendesak itu masuk menembus sampai ke tenggorokanku.

Dr Danu : “telan tan…hahaha”
Intan : “OOGGHHH…OOOGGGGHHH…” aku tak bisa bernafas karena tenggorokanku terjejali oleh penisnya. Untungnya aku masih bisa bertahan sampai dia mencabut penisnya dari dalam mulutku. Aku terduduk di lantai ingin muntah namun tak bisa.
Intan : “HOEK…HOOEEKKK…” antara tersedak dan ingin muntah namun tak bisa.
Dr Danu : “hahaha kamu harus membiasakan diri buat deepthroat…” raut wajah dokter Danu nampak puas melihatku seperti ini. Namun akhirnya penis dokter Danu bisa melembek tak tegang lagi. Kalau tidak entah aku masih sanggup atau tidak melayaninya sekarang.

Dokter Danu berjalan menuju ke mejanya dan membiarkanku yang masih terduduk dilantai ini sendirian. Aku pun masih belum bisa bergerak banyak karena masih mengatur nafas yang tersengal-sengal ini. Namun tak lama kemudian dokter Danu mencengkeram tangan kananku dan seketika itu dia menyuntikkan sesuatu di lenganku.
Intan : “ouh…dok…apa ini?” aku terkaget karena dia menyuntikkan zat yang aku tak tahu apa itu. Ukuran suntikan itu sekitar 10ml.
Dr Danu : “sudah ini bukan apa-apa kok. Nanti kamu juga terimakasih ke saya setelah efeknya bekerja.hahahaha” lalu dokter Danu meninggalkanku begitu saja.

Perlahan kurasakan di dalam tubuhku ada reaksi memanas dan membuat tubuhku lebih sensitif dari sebelumnya. Detak jantungku pun meningkat cepat memompa aliran darah keseluruh tubuh. Area sensitif ku seperti kemaluan dan payudara ku serasa berkedut-kedut. Terlebih lagi di area payudara semakin lama semakin kurasakan ada desakan kuat dari dalam seakan produksi ASI ku memuncak.
Intan : “oh…dok…apa yang kamu suntik tadi?”
Dr Danu : “hehehe sudah nikmati aja. Kamu kan juga sudah sering disuntik serum dari pak Pri. cuma punya dia gak se ampuh yang ini. Dia cuma mencoba-coba meniru serum ini. hehehe ” sambil terkekeh dokter Danu melihatku mulai kehilangan kontrol atas diriku sendiri. Pikiranku pun semakin tak karuan. Yang ada dalam pikiranku sekarang hanya berhubungan badan. Tubuhku menuntut untuk dipuaskan. Sepertinya serum punya dokter Danu memang lebih ganas daripada punya pak Pri.

Intan : “oouhss…dok…ngghhh…dok…” aku menggeliat dilantai seperti cacing kepanasan. Kemaluanku sudah berkedut-kedut parah. Rasanya sebentar lagi aku akan orgasme sendiri tanpa perlu hubungan sex seperti biasanya. Bahkan payudaraku yang serasa semakin penuh dan padat ini perlahan memancarkan cairan ASI dengan sendirinya. Tubuhku benar-benar terangsang hebat. Tanganku pun bergerak dengan sendirinya meremas-remas payudaraku yang membuat air ASI ku semakin deras memancar. Ingin rasanya ku menghentikan tubuhku yang semakin tak terkontrol ini, namun sia-sia saja. Semakin lama hasrat dalam diriku semakin memuncak. Gejolak nafsu yang muncul dari dalam diriku membuat tubuhku merangsang area sensitifku dengan sendirinya. Tanganku semakin keras meremas-remas kedua payudaraku, begitu pula area kemaluanku ku tahan dengan menggesek-gesek kaki ku.

Intan : “ooohhss…dok…ooohhh…ooohh…nggghh…AAAAHHHHH…”
Aku pun berteriak seiring dengan orgasme yang kurasakan. Ku mengangkang dan cairan kemaluanku memancar deras. Aku sudah tak bisa lagi mengontrol diriku. Perasaan nikmat yang semakin menjalar di seluruh tubuhku ini sudah mulai mengambil alih akal sehatku. Aku pun mengejan-ngejan di lantai karena orgasme yang kurasakan seperti tak ada hentinya. Sampai rasanya urin ku yang keluar pun sudah habis. Namun kemaluanku tetap berkedut-kedut seperti memompa semua cairanku untuk keluar. Cukup lama aku orgasme sampai akhirnya aku berusaha merangkak ke arah dokter Danu.

Dr Danu : “hehehehe…gimana? Enak kan tan? Kayaknya kamu barusan orgasme sampai 10 menitan.”
Intan : “oh dok…iya dok…enak…puasin aku dok… aku butuh kejantananmu…oh dok…” aku merangkak ke dokter Danu dan segera mengulum penisnya. Pikiranku sudah kacau. Aku hanya ingin menuntaskan syahwat ku sekarang.
Intan : “oh..dok…mmhhh…setubuhi aku dok…mmhhh…” racau ku sambil menjilati batang penisnya.
Dr Danu : “hehehe aku mau sekali tan. Tapi sepertinya lebih seru kalau aku memberikan kesempatan ini ke orang lain juga.” kutatap wajahnya dan dokter Danu seakan memberi tanda ke seseorang dibelakangku. Ku tengok dan ternyata pak Giman sudah telanjang bulat. Batang penisnya juga tak kalah besarnya dengan dokter Danu.

Giman : “hehehe sini sayang. Giliran ku kamu puasin sekarang. Hehehe” tatapnya mesum sambil menyeringai. Dalam hati kecilku aku tak ingin bahkan rasanya aku ingin melarikan diri karena aku tak suka dengan pak Giman. Namun hasrat dalam diriku sudah tak terbendung lagi. Aku berbalik badan dan langsung saja menggenggam penis jumbonya itu lalu kujilati dengan lidahku.
Intan : “ouhs…yes…pak Giman….mmhhh… punyamu…mmhhh…gede juga…” dalam batinku menjerit…tan…sadar tan…ini kesempatanmu melarikan diri karena tak ada yang menjaga. Namun tubuhku tak mau menuruti hati kecilku yang berbisik ini. Malahan sekarang mulai ku kulum penisnya meski tak muat dan kupaksakan masuk sampai ke tenggorokanku.

“Clog clog clog clog…” bunyi mulutku yang sedang mengulum penis pak Giman dengan penuh nafsu.
Giman : “nah…gitu dong sayang…hahaha kamu ternyata lebih jago ya daripada Ratna soal ngulum gini…hahaha” entah kenapa aku seperti terpancing emosi ku saat dibandingkan dengan Ratna. Aku menyudahi mengulum penisnya dan berdiri memeluk pak Giman.
Intan : “jangan bahas Ratna ya…sekarang…adanya Intan…dan kamu bebas mau ngapain aja dengan tubuhku ini…” ku dorong pak Giman ke sofa lalu kunaiki tubuhnya. Perlahan ku masukkan penisnya dan bless… kini aku menunggangi pak Giman dengan posisi berhadapan dengannya. Dia pun meremas-remas payudaraku sambil sesekali menciumiku.
Intan : “ouh yes…ahs…oouh…ooh…pak Giman…ouhs…enak…ouhs…” aku kembali meracau tak jelas. Aku sudah tak bisa mengontrol diriku lagi. Kubiarkan semua berlalu begitu saja. Yang sebelumnya aku sangat-sangat menolak disetubuhi pak Giman. Sekarang aku yang malah menungganginya. Sesekali ku lihat dokter Danu yang ternyata sekarang dia merekam aksi ku ini.
Dr Danu : “hehehehe bagus tan…terus… dengan begini aku punya semua rekamanmu… kamu gak akan bisa kabur dariku. Hehehe” dokter Danu pun terkekeh-kekeh sambil terus merekam ku. Bukannya aku malu, tapi aku malah menunjukkan ekspresi menggodaku agar dokter Danu ikut menyetubuhiku sekarang.
Intan : “dok…sini…ahs…sini…ngghhh…lubangku masih sisa 2 dok…mmhhh…jejali aku dengan penismu…ouhs…”
Dr Danu : “hehehe sudah kamu sama Giman dulu saja…”
Intan : “ayolah dok…masukin kesini…” sambil aku menunjuk ke arah pantatku dan tak lama kemudian dokter Danu menaruh ponselnya lalu bergabung mendekatiku yang masih asik menggoyang pak Giman. Aku tak tahu lagi berapa kali aku bermain dengan mereka berdua sampai akhirnya efek obat dokter Danu mulai memudar dan aku pun tergeletak tak berdaya di dalam ruang praktek dokter Danu.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd