Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Tono dan para wanitanya... Arc 2 : Intan

The EX 02 - Chapter 50
Timeline : 2011 September

–POV Intan–

Pak Giman memang benar-benar bajingan, dia membiarkanku terkapar di lantai toilet dengan kondisi pintu toilet tidak dikunci olehnya. Untung saja tak ada orang yang memergokiku. Terlebih lagi itu toilet pria dan siapapun bisa tiba-tiba masuk kesana. Meski tempatnya tersembunyi di belakang dan cuma diakses oleh pekerja rumah sakit ini, tapi tetap saja berbahaya. Bisa-bisa ada gosip tak sedap yang beredar lagi. Atau lebih buruk dari itu, ada yang memanfaatkan kondisiku saat ini. Apalagi saat ini sedang ada para perawat magang disini.

Pelan-pelan aku berusaha bangkit meski area kemaluanku masih ngilu. Sebisa mungkin aku berusaha kembali berpakaian dan kembali ke pos jaga. Disana aku kembali beristirahat sampai Ningsih kembali. Untungnya Ningsih tak curiga apa-apa. Dia malah menyuruhku untuk istirahat di atas kasur kosong di ujung ruangan pos ini. Aku masih merasa gemetaran setelah dihajar habis-habisan oleh pak Giman. Aku terbaring beristirahat dan pekerjaan seharian ini dihandle oleh Ningsih.

Sampai akhirnya shift ku selesai dan aku pun pulang. Ningsih sempat khawatir apakah aku bisa pulang dengan selamat atau tidak. Tapi aku meyakinkannya kalau aku bisa. Meski akhirnya Ningsih tetap mengantarku pulang dengan cara konvoy. Sampai dirumah ku lihat motor adikku Hasan masih terparkir di tempatnya. Itu berarti dia tak kemana-mana dan benar saja dia masih mengunci diri di dalam kamar. Aku masuk kedalam kamarku dan bersiap untuk mandi terlebih dahulu membersihkan tubuhku dari sisa-sisa perbuatan pak Giman. Ku cuci kemaluanku, masih kudapati sisa-sisa spermanya yang mengering. Aku semakin jijik dengan diriku sendiri ketika mengingat kejadian tadi. Bisa-bisanya pak Giman menyemprotkan urinnya di dalam kemaluanku. Berulang kali ku cuci untuk menghilangkan bekas-bekasnya. Seharusnya sudah bersih tapi didalam pikiranku rasanya masih ternoda olehnya.

Setelah aku selesai mandi kulihat nampaknya Hasan masih mengurung diri di kamarnya dan Kukuh juga belum pulang. Ku hampiri kamarnya karena aku khawatir dengan kesehatan mentalnya.
Intan : “dek…dek… kamu di dalam kan… bukain dong, mbak mau ngobrol sama kamu…”
ku ketuk pintu nya namun tak ada jawaban darinya. Ku coba buka pintunya untung saja tidak dikunci.
Intan : “dek… mbak masuk ya…”
Ku lihat dia meringkuk di atas kasurnya menghadap tembok. Ku dekati Hasan dan ku usap rambutnya. Aku merasakan kesedihannya yang tak kunjung mereda.

Intan : “dek… sudah makan? Mbak masakin kamu ya. Kamu minta apa?”
Namun dia tetap terdiam tak menjawabku.
Intan : “mbak tau dek…kalau kamu lagi sedih. Tapi jangan mogok makan terus ngurung diri gini ya… mbak khawatir sama kamu kalau kamu gini terus… sudah ya dek…”
Aku memeluknya dan masih mengusap rambutnya. Hasan berbalik badan dan memelukku sambil menangis.

Intan : “dek… mbak mau ngomong… mbak mau ngikutin mau mu… mbak sudah ngobrol sama Ruli kemarin malam… katanya… dia mau nyudahin pertunangannya sama si Fitri…”
Hasan : “beneran mbak?”
Hasan menatapku dengan kaget dan aku mengangguk.
Intan : “tapi kamu yang sabar ya dek… kondisinya sudah rumit… sudah ada obrolan dari orang tua mereka masing-masing. Jadi gak bisa disudahi gitu aja.”
Hasan : “terus mbak?”
Intan : “sudah…kamu tenang aja ya…mbak sudah negosiasi sama Ruli kok…”

Hasan : “mbak beneran ini mbak? Mbak gak bohong kan cuma buat aku gak sedih lagi kan?”
Intan : “enggak dek… demi kamu, mbak rela ngelakuin apa aja… mbak sayang banget sama kamu dek…”
Hasan memelukku erat. Mungkin ini ungkapan terima kasihnya kepadaku.

Hasan : “mbak negosiasi gimana sama Ruli?”
Intan : “ya… mbak gantiin posisinya Fitri.”
Hasan : “maksud mbak? Mbak mau nikah sama si Ruli?”
Intan : “enggak dek kalau itu… mbak juga gimana ngomongnya sama bapak ibu… mbak cuma mau gantiin posisi Fitri buat jadi pemuasnya Ruli… dek… jangan kaget ya… mbak tau kamu selama ini jagain Fitri… tapi… Fitri sudah gak perawan lagi dek sekarang…”
Kini muka Hasan berubah marah dan kembali menangis. Dia berteriak sambil memelukku.

Intan : “yang sabar ya dek…”
Hasan : “tapi mbak…gimana aku bisa sabar…kalau kondisinya sudah kayak gini…”
Intan : “tapi kamu tetep sayang kan sama Fitri? Dek… keperawanan itu mungkin penting… tapi ada hal lain yang lebih penting… yaitu perasaanmu ke dia… kamu bener-bener cinta kan sama Fitri? Bukan cuma gara-gara dia masih perawan kan dek…”
Hasan terdiam mendengarkanku. Dia masih nampak emosi, kecewa, dan sedih. Aku memaklumi kalau ini memang berat untuknya. Masih kupeluk dia di atas tempat tidurnya biar dia lebih tenang.

“Triinggg…” ada suara notifikasi pesan masuk ke hp ku. Ku buka pesan itu dan itu ternyata dari Ruli.
Ruli : “hai mbak cantik… nanti malam ketemuan yuk. Bisa kan?”
Ku tunjukkan pesan itu ke adikku Hasan.
Intan : “dek… gimana? Mbak jawab apa?”
Hasan : “bilang iya mbak…biar dia bisa segera ngelepasin Fitri…”
Intan : “dek… mbak akan teruskan ini semua demi kamu… tapi… mbak mohon kamu jangan sedih lagi ya… jangan nutup diri kayak gini… sama satu hal lagi… mbak pengen kamu jawab dulu pertanyaan mbak… kamu benar-benar cinta kan sama Fitri? Kamu gak mau kehilangan dia kan?”

Hasan : “iya mbak…” Hasan menjawab dengan lirih.
Intan : “ya udah senyum dong dek… mbak akan lakukan apapun demi kamu bisa senyum lagi… mbak sayang banget sama kamu dek… ” ku kecup keningnya sambil membelai rambutnya. Sedangkan Hasan masih memelukku. Lalu ku jawab pesan dari Ruli dengan mengatakan “iya…bisa…”

Intan : “sudah ya dek…mbak mau panasin dulu sop nya buat kamu makan ya…”
Aku beranjak dari tempat tidurnya tapi tanganku digenggam erat oleh Hasan. Lalu dia bangkit dari kasurnya dan memelukku.
Intan : “kenapa dek?”
Hasan : “mbak… makasih ya mbak… mbak sudah mau berkorban buat aku…”
Intan : “iya dek…senyum dong…”

Adikku masih memelukku erat tak melepaskanku. Tetapi ada satu hal yang kusadari. Ada benda keras menekan area perutku. Nampaknya Adikku ini terlalu stress sampai dia lupa menyalurkan kebutuhan biologisnya. Ketika stressnya mereda, hasratnya mulai kembali meminta untuk disalurkan. Terlebih lagi kan beberapa waktu lalu aku sedang tidak berada disisinya karena aku masih dirawat di rumah sakit.

Intan : “dek… kamu lagi pengen ya?”
Hasan tak menjawab.
Intan : “burungmu lho…keras banget nekan perut mbak. Kamu sudah berapa lama gak keluarin?”
Hasan : “gak tau mbak… tapi setelah cium bau badan mu kok aku jadi…”
Kata-katanya terputus karena aku langsung mencium bibirnya. Aku paham adikku butuh penyaluran.

Intan : “mmmhhh… mmmhhh… mmhhh…”
Kami pun berciuman dan tangan Hasan mulai meraba-raba tubuhku. Tangannya bergerak dari punggung, turun ke pantatku sambil diremas-remas olehnya, lalu tangannya menarik keatas daster yang kukenakan. Tangannya mulai menelusup di balik celana dalam ku. Dia terus meremas dan menekan pantatku ke tubuhnya, kurasakan penisnya yang keras itu terhimpit erat diantara perut bawahku dengan dirinya. Perlahan nafsunya mulai naik dan dia mulai menggesek-gesekkan penisnya.

Ku raba lembut penisnya yang tegang itu dengan jari jemariku dan Hasan semakin menggesek-gesekkan penisnya ditanganku.
Intan : “dek… tunggu…”
Aku menyadarkannya kembali agar dia tak semakin kencang menggesekkan penisnya dan dia pun mengerti. Dia melepas tangannya dari pantatku dan aku pun berlutut didepannya. Ku buka celananya dan penisnya mencuat di depan muka ku.

Intan : “kamu… gak coli dek? Gak kamu keluarin sendiri? Dari kapan? Duh jadi gede banget gini…”
Aku terkejut dengan batang penisnya yang tak seperti biasanya, lebih berurat dan nampak lebih besar. Walau memang tak sebesar punya pak Giman dan dokter Danu. Tetapi untuk ukuran orang normal sudah cukup besar. Bahkan jauh lebih besar daripada penis mas Tono. Begitu juga kantung zakarnya. Seperti nampak penuh tak pernah dikeluarkan.

Hasan : “sudah lama mbak… aku terlalu stress mungkin sampai gak mikir kesana. Cuma sekarang, setelah mbak disini, aku jadi tiba-tiba pengen.”
Intan : “duh…jangan gitu ya dek…nanti kamu kena kanker prostat…”
Hasan : “iya mbak… aku gak mood buat keluarin sendiri sejak berhubungan sama mbak…”
Intan : “kamu ini dek… jangan gitu… ya udah kamu mbak bantuin buat melepas stress mu ya…”

Ku kocok penisnya dan kulihat mulai keluar cairan precum di kepala penisnya. Cairan itu seakan menggodaku untuk menjilatnya. Ku kulum penisnya dan kumainkan di dalam mulutku.
Hasan : “ohs…mbak… ouhs…”
Adikku mulai melenguh ketika penisnya ku hisap kuat. Tangannya membelai rambutku dan terkadang menekan kepalaku agar penisnya masuk semakin dalam di mulutku.

Tak berapa lama, adikku mulai kehilangan kendali lagi atas nafsunya. Kepalaku dicengkram erat dan dia mulai menghujamkan penisnya didalam mulutku. Aku membiarkannya melakukan itu demi memuaskan adikku. Hasan yang semakin tak terkontrol. Dia seperti memperkosa mulutku dengan penisnya. Disaat nafsunya semakin memuncak, dia memasukkan penisnya dalam-dalam di mulutku dan langsung menyemburkan spermanya tepat di tenggorokanku dan membuatku tersedak. Dia menahan penisnya beberapa saat sampai tak menyemprotkan sperma lagi.

Setelah dia puas, Hasan mencabut penisnya dari mulutku. Namun kulihat penisnya masih berdiri tegak.
Intan : “kok masih tegang dek…kamu belum puas?”
Hasan hanya menjawab dengan mengangguk, lalu dia menarik lepas daster yang kukenakan sekarang. Dia dapat menariknya hingga lepas dengan mudah karena aku masih berjongkok di depannya. Kini pakaian yang melekat dalam tubuhku cuma celana dalam saja. Karena memang sedari tadi aku tak mengenakan bra di balik dasterku.

Hasan menarik ku bangkit dan kembali memeluk serta menciumi tubuhku. Dia menarik tubuhku sampai di ujung ruangan dekat dengan jendela kamarnya yang masih tertutup. Hasan mendorongku hingga aku bersandar dibalik jendela lalu dia membalikkan badanku membelakanginya. Dengan sigap dia menarik turun celana dalamku. Aku yang mengerti apa yang diinginkan adikku ini membuka kakiku lebar-lebar agar dia mudah untuk melakukan penetrasi.

Sebelum Hasan melakukan penetrasi, aku berpesan dulu ke adikku ini.
Intan : “dek… mbak sayang sama kamu… mbak minta kamu hati-hati ya dek… meski mbak juga sebenarnya cinta sama kamu… tapi mbak gak mau kalau nanti sampai hamil lagi sama kamu… mbak gak ingin kamu punya tanggung jawab ke mbak… biar mbak aja yang nanggung… kamu jangan… nanti kalau mbak di masa subur, kamu jangan semprotin di dalam ya dek… atau enggak jangan nyepelein kondom lagi ya…”

Hasan : “tapi mbak? Kalau sekarang?”
Intan : “buat sekarang gak apa apa dek… mbak mau kamu lepasin semua stress mu yang kamu tumpuk ini ke mbak…”
Aku pun kembali menyiapkan hatiku untuk kembali merasakan adikku menyatu dengan diriku dengan posisi bertumpu dibalik bingkai jendela yang masih tertutup ini membelakanginya.

Hasan mulai memposisikan dirinya di belakangku. Aku juga merasakan penisnya mulai menempel di labia mayoraku yang perlahan mulai menekan masuk.
Intan : “ack…”
Aku terpekik saat penisnya masuk kedalam vaginaku. Masih terasa sakit akibat perbuatan pak Giman tadi pagi. Tubuhku reflek mengejan karena menahan rasa sakit ini. Adikku yang tak paham dengan kondisiku mulai menggenjotku lebih cepat.

Intan : “acks…dek…dek…ackk…pelan dek…”
Aku menyuruhnya untuk jangan langsung menghajar kemaluanku dengan cepat. Namun adikku tak mendengarkan ku. Dia yang sudah terhanyut dalam nafsu terus menghujamkan penisnya semakin cepat. Tangannya yang semula bertumpu pada pinggulku, beranjak naik ke pingganggku dan kemudian berhenti di payudaraku yang menggantung ini. Dia meremas-remas payudaraku dengan gemas sambil meracau.
Hasan : “ahs…yes…mbak…ohs…ohss…”

Terasa kepala penisnya menghantam bibir cervix ku dan membuatku kesakitan. Namun adikku yang tak paham ini terus saja menghujamkan penisnya. Aku hanya bisa menahannya dan tak sadar karena rasa sakit ini air mata ku kembali mengalir.
Intan : “ack…dek…ack….ackk…”
Aku kembali menjerit-jerit, tak kusangka rasa sakitnya masih terasa. Didalam hati ku rasanya aku ingin mengumpat ke pak Giman yang sudah membuatku begini. Meski jari jemari adikku merangsang area payudaraku, namun rasa nikmatnya tak menutupi rasa sakit yang kurasakan di kemaluanku.

Jari jemari Hasan yang terus memilin dan meremas payudaraku membuat air ASI ku mengalir membasahi tangannya. Terkadang dia melepaskannya dan menjilati jari jemarinya kemudian kembali memerah payudaraku. Namun tak lama kemudian dia akan ejakulasi lagi.
Hasan : “ouh…mbak…aku mau keluar…ouhss…”
Intan : “keluarin aja dek…acks….”
Hasan menarik keras putingku sambil ejakulasi. Kurasakan benih-benih hangat itu membanjiri rahimku. Namun saat dia masih ejakulasi, ditariknya keluar penisnya dan dia lanjut menyemprotkan spermanya di bongkahan pantatku sambil dia mengurut penisnya dengan tangannya yang basah dengan ASI ku tadi.

Intan : “sudah…dek?”
Aku menanyakan kepadanya apakah dia sudah cukup puas atau tidak.
Hasan : “belum mbak…masih pengen…”
Aku menengok dan masih melihat penisnya yang berurat itu tegak dengan sempurna.
Intan : “ih…kamu kok gak puas-puas sih dek…”
Hasan : “iya mbak, aku nahan sudah cukup lama…”
Intan : “ya sudah sayang…kamu tusuk mbak lagi…tapi…disini ya…”
Aku mengarahkan penisnya ke lubang pantatku karena lubang kemaluanku masih terasa sakit.

Tak lama kemudian dia kembali menekan masuk penisnya, namun kali ini di area anus ku dan kini rasa nikmat yang menjalar di tubuhku.
Hasan : “ouh…mbak…enak…lebih sempit…”
Intan : “ohs…iya dek…puas puasin…ouhs…puas puasin sayang…ouhss…”
Hasan kembali menggenjot tubuhku dan kami pun bercinta dengan lebih bergairah. Dia juga mulai menciumi leherku dan kembali meremas-remas payudaraku.

Namun beberapa saat kemudian dia mencabut penisnya dan membuatku bertanya-tanya.
Intan : “kenapa sayang? Sudahan?”
Hasan : “belum mbak…pindah yuk…”
Dengan gagahnya dia menggendong tubuhku. Aku dibawanya ke ruang tamu dan kembali dia memposisikan tubuhku di depan jendela kaca yang lebar dan terbuka ini.
Intan : “nakal kamu…kamu pengen nunjukkin badan mbak ya ke orang-orang?”
Hasan : “hehehe iya mbak… biar orang tau kalau mbak hanya punya ku…”
Ucapnya sambil kembali menghujamkan penisnya di dalam lubang anusku. Aku pun bertumpu pada jendela kaca ini dan berusaha mengimbangi gerakan Hasan. Bila tidak, jendela kaca ini bisa pecah terdorong oleh tubuhku dan dia.

Intan : “ahs… iya sayang… mbak cuma punya kamu…ahss…mbak cinta sama kamu… terus sayang…ohs…ohss… enak yang…oouhs…”
Tubuh kami berdua yang sedang telanjang bulat ini terekspos bebas di ruang tamu. Bila ada orang yang lewat di depan rumah kami dan sengaja melihat kearah jendela ini pasti akan melihat Hasan yang sedang menyetubuhiku ini.
Hasan : “ahs…mbak…maafin aku mbak… maafin aku sudah nyusahin mbak…”
Intan : “sudah sayang…ohs… jangan gitu… ouhs… aku ikhlas ngelakuin apapun demi kamu… mbak sayang sama kamu…ouhs… mbak gak nyesel…ngandung anakmu juga sayang…ouhs…”


Hasan : “iya kah mbak?”
Intan : “iya sayang… mbak seneng kalau kamu yang hamilin mbak… bukan orang lain… cintai aku sayang…”
Hasan : “ahs…iya…ahs…ahs…mbak…ouhss…”
Entah kenapa kini aku terbutakan kembali oleh perasaan cinta ku ke Hasan dan aku mengakui kalau aku cinta dia bahkan sampai aku ingin hamil anaknya. Mungkin ini perasaan terpendam ku selama ini. Perasaan yang tak sewajarnya ada pada kakak ke adiknya. Sampai kulupakan sudah norma yang ada. Padahal sebelumnya aku menyuruh adikku untuk lebih berhati-hati agar aku tak hamil lagi. Namun ketika nafsu setan ini sudah menguasai, aku kembali tak terkontrol menikmatinya.

Hasan : “ahs…mbak…mbak…ahs…aku mau keluar…aargghhh…”
Hasan memegang erat pinggulku dan menekan penisnya dalam-dalam
Intan : “ahhs…iya sayang…aahs… jangan dicabut ya sayang…biarin…”
Kembali cairan hangat itu kurasakan mengalir masuk ke tubuhku. Aku menyuruhnya untuk kali ini tak mencabut penisnya sampai dia puas. Setelah Hasan selesai ejakulasi, kurasakan penisnya sudah mulai mengecil. Dia mencabut penisnya dan aku juga tak bisa menahan cairan spermanya yang mengalir di paha ku ini.

Aku menoleh ke arah Hasan yang tengah bersandar di sofa saat ini. Kulihat penisnya kini sudah mengecil. Namun entah kenapa aku malah berniat menggodanya kembali.
Intan : “sudah puas dek?”
Hasan : “hehehe belum sih mbak.”
Intan : “halah… itu burungmu dah kecil.”
Hasan : “coba mbak emut nanti juga gede lagi.”
Intan : “ah masa?”
Hasan : “kalau bisa gede lagi, boleh semprotin di vaginamu ya mbak.”
Intan : “iya deh… apa sih yang enggak buat kamu dek…”

Aku pun jongkok di depannya dan mulai ku kulum penisnya yang masih belepotan sperma dan sesuatu yang lain yang berasal dari pantatku. Tanpa perasaan jijik sedikitpun, aku melakukan hal itu. Berbeda saat dengan pak Giman. Mungkin benar, jauh di dalam hati ku aku sudah jatuh cinta dengan Hasan. Ku kulum penisnya sambil ku bersihkan dengan lidahku. Terasa asin dan asam namun terus ku kulum penisnya. Perlahan kurasakan penisnya kembali mengeras didalam mulutku.

Intan : “eh bisa tegang lagi…”
Hasan : “sesuai janji dong mbak…hehehe”
Intan : “huh dasar… adikku mesum…”
Ku dorong Hasan hingga terduduk di sofa dan kini giliranku untuk beraksi.
Intan : “sekarang kamu relax ya sayang… biar aku yang muasin kamu… oohhhss…”
Aku menduduki penis Hasan yang menancap di kemaluanku. Mulai ku goyang dia dari atas. Karena aku yang mengambil kendali, kemaluanku tak begitu terasa sakit karena aku bisa mengontrolnya dengan bebas. Akhirnya aku bisa menikmati persetubuhan sore ini sampai berulang kali orgasme. Begitu pula dengan adikku Hasan yang kembali ejakulasi berulang kali didalam rahimku dalam posisi ini.
 
mantappp hasan sama intan main lagiii, ini yang ditunggu tunggu. makasih suhuu semoga tetap semangat berkaryaa
 
Bimabet
The EX 02 - Chapter 51 A
Timeline : 2011 Oktober

–POV Intan–

Sudah 2 minggu rasanya aku harus bersabar demi adikku. Demi bisa melihatnya tersenyum lagi aku mengikat janji dengan Ruli. Aku harus melayaninya kapanpun dia mau agar Ruli bersedia memutuskan pertunangannya dengan Fitri. Tetapi sudah 2 minggu berlalu, rasanya belum ada tanda-tanda dia menepati janjinya. Adikku Hasan terkadang kembali uring-uringan saat tau Fitri belum juga putus dari Ruli. Disisi Ruli, dia selalu beralasan kalau hal ini tidak mudah. Aku paham memang urusan seserius ini tak bisa begitu saja diselesaikan dengan cepat.

Saat ini aku cuma bisa menagih janjinya saja tapi tak berani untuk menyudahi ini semua. Mungkin aku juga khawatir kalau Ruli membatalkan janjinya dan membuat adikku Hasan kembali tertekan. Aku takut kesehatan mental adikku terganggu. Jadi mau tak mau aku mengikuti semua keinginan Ruli.

Untung saja Ruli masih dalam batas wajar jika dibandingkan dengan kelakuan pak Giman. Terkadang aku takut untuk berangkat kerja. Karena sewaktu-waktu pak Giman bisa memperkosaku. Sampai-sampai saat aku bekerja, aku tak ingin berada di sebuah tempat sendirian terlalu lama, atau pergi ke tempat yang sepi sendirian seperti ruang obat maupun kontrol pasien sendirian. Bila aku 1 shift dengan Ningsih, aku mengikutinya kemana pun. Kami berdua bekerja bersama-sama tanpa bagi shift. Kalau tidak demikian, bisa-bisa pak Giman menarikku ke ruang yang sepi dan melampiaskan nafsu bejatnya disana kepadaku.

Sempat terpikir olehku kalau aku resign saja dan mencari kerja di tempat lain. Namun aku harus menjelaskan bagaimana ke orang tua ku. Di kota ini tempat ku bekerja adalah satu-satunya rumah sakit bersalin yang ada. Ditambah lagi sepertinya aku tak bisa lari dari dokter Danu. Beliau bisa saja mengancamku dengan video dan fotoku saat sedang berhubungan badan dengan pak Giman. Walaupun beliau juga ujung-ujungnya ikut menikmati tubuhku.

Aku berharap hari ini bisa bekerja dengan aman lagi karena aku kembali satu shift dengan Ningsih. Tapi ternyata ada seseorang yang nampak marah tiba-tiba datang menamparku begitu saja.
Ratna : “KAMU JAUHIN DOKTER DANU !!!”
Ratna dengan nada tinggi membentakku. Aku terdiam karena kaget, Ningsih yang berada di sebelahku juga terkaget.
Ratna : “AKU GAK NYANGKA SAMA KAMU TAN !!! MAU SIAPA LAGI YANG MAU KAMU GODA !!! DASAR LONTE !!!”
Ratna yang semakin marah menjambak rambutku dan aku juga berusaha membela diri. Ningsih berteriak-teriak minta tolong ke para perawat untuk membantunya melerai.

Akhirnya kami pun bisa di lerai dan Ratna masih nampak marah dan memaki-maki ku walau akhirnya dia berlalu pergi. Mungkin karena baru sadar dia sudah mempermalukan dirinya sendiri. Suasana yang sebelumnya ricuh, kembali berangsur tenang meskipun aku juga masih shock. Aku tak menyangka kalau Ratna akan semarah itu padaku. Jujur saja ini bukan salah ku. Tapi salah dokter Danu yang tak bisa menjaga nafsu syahwatnya.

Ratna menenangkanku dengan membawakan ku segelas air minum dan setelah melihatku sedikit tenang, dia menanyakan beberapa hal padaku.
Ningsih : “itu tadi… Ratna… yang diomongin Ratna benar Tan?”
Intan : “enggak Ning… gak semuanya benar…”
Ningsih : “maksudnya? Gini… kamu gak cerita ini sama aku lho Tan sebelumnya. Jujur aja aku shock juga tadi sama omongan si Ratna. Ya kita tau lah Ratna memang gundiknya dokter Danu. tapi, kenapa kamu keseret-seret? Kemu beneran godain dokter Danu?”
Intan : “enggak Ning… panjang ceritanya… tapi yang jelas aku gak godain dokter Danu.”
Ningsih : “lah terus?”

Ratna yang penasaran terus saja mencecarku dengan berbagai pertanyaan. Namun aku juga bingung untuk menjawabnya. Karena tak mungkin kan aku bercerita terus terang padanya kalau semua ini berawal dari ulah suaminya. Karena Indra lah aku bisa terseret sampai sejauh ini. Bila Indra tidak mengajakku berhubungan badan waktu itu, maka pak Pri tak akan sampai memperkosaku. Walau akhirnya aku juga menikmati hubungan ku dengan pak Pri. lalu sekarang merembet ke dokter Danu yang tahu skandalku dengan pak Pri.

Intan : “ya sudah aku ceritakan… tapi jangan disini…hmm…kita ke taman sana saja yang agak sepi.”
Aku dan Ningsih berjalan meninggalkan pos jaga untuk beberapa saat. Sambil aku mengulur waktu akan berbohong bagaimana ke Ningsih nanti. Tetapi saat sampai di taman, Ningsih kembali mencecarku dengan pertanyaaan.
Ningsih : “sudah…kamu cerita sekarang Tan.”
Intan : “ya udah aku ceritain nih…”
Ningsih : “gimana-gimana?”
Intan : “hih…sabar dong Ning.”

Intan : “hmmm… gini nih… kamu masih ingat almarhum pak Pri kan?”
Ningsih : “iya lah ingat, orang dia tukang bersih-bersih yang paling ramah sama kita-kita. Kenapa?”
Intan : “hmmm… aku dulu… gak dulu-dulu amat sih… eee… ada hubungan sama pak Pri.”
Dengan ragu-ragu aku mulai bercerita. Aku sengaja menutupi kejadian sebelum itu ke Ningsih.

Ningsih : “hah serius kamu? Duh Tan… itu dia sudah tua lho… katanya kamu mau serius sama Tono?”
Intan : “hehe… ya gimana… aku gak sengaja lihat burungnya pas itu gede banget… terus aku kepengen, jadi ku godain…”
Ningsih : “gila bener kamu tan!!!”
Intan : “halah kayak kamu juga gak pernah lihat batangnya aja… gede banget kan…”
Ningsih : “ii… iya sih… tapi ya aku gak segila kamu lah sampai kamu godain gitu. Aku masih sadar punya suami.”

Ningsih : “kamu sampai pacaran juga sama pak Pri?”
Intan : “ya gak pacaran sih cuma… ya gitu lah ning.”
Ningsih : “astaga…nyebut tan…nyebut… emang cukup?”
Intan : “ya awalnya sih enggak. Tapi lama-lama dipaksain juga cukup. Kayak dimasukin batang segede lengan ku gini ning…wuh…”
Ningsih pun seakan bergidik ngeri mendengarkan penjelasanku.

Ningsih : “eh bentar…sudah dulu bahas pak Pri. gimana ceritanya sampai ke dokter Danu terus si Ratna marah-marah ke kamu tadi? Kamu ada hubungan juga sama dokter Danu? Kamu godain dokter Danu juga?”
Intan : “enggak kalau itu ning… cuma… ternyata… penis pak Pri bisa se gede gitu habis dimodifikasi lah sama dokter Danu. beliau jadi objek experimentnya dokter Danu.”
Ningsih : “lalu? Kok bisa sampai ke dokter Danu? Aku masih bingung hubungannya gimana ini…”

Intan : “hmmm… awalnya dari setelah pak Pri dikabarin meninggal Ning… terus… kamu jaga rahasia ya… aku bakalan cerita kalau kamu janji jaga rahasia dulu… aku percaya sama kamu tapi aku juga masih was-was buat cerita…”
Ningsih : “iya aku janji…yang penting kamu cerita semua ke aku.”
Intan : “ya udah… aku sempat hamil kemarin Ning…”
Ningsih : “astaga… anak pak Pri?”
Intan : “gak tau… bisa juga anak mas Tono. tapi pak Pri juga buang didalam sih… terus ketahuan sama dokter Danu. dia tahu aku punya hubungan sama pak Pri. lalu… ya gitu lah. Awalnya aku di periksa dan berujung… aku diperkosa dokter Danu… tapi… aku gak bisa ngelawan Ning. dia tahu semua rahasiaku. Dia juga ngerekam aku…”

Ningsih : “kok… duh…kok rumit sih…duh…kumat itu tua bangka gak tobat-tobat. Aku kira setelah punya gundik si Ratna sudah cukup buat dia. Tapi dia ngerekam kamu kan. Bagus itu, kalau dia sebarin sama saja nyebarin aibnya dia gak sih.”
Intan : “tapi…bukan rekaman saat aku diperkosa dia. Tapi… saat aku dibius terus aku gak sadar main sama pak Giman.”
Ningsih : “HAH!!!”
Intan : “ssstttt….pelan-pelan Ning…”
Aku menyuruhnya diam agar tak ada yang kaget atau kepo.

Ningsih : “bentar…kamu dibius?”
Intan : “ya dikasih kayak obat perangsang gitu… sampai aku gak kontrol dan ya sudah akhirnya berhubungan badan sama si Giman sialan itu. Hiiiiihhh…jijik aku kalau ingat-ingat. Kalau aku sadar gini pengen muntah rasanya ngingat-ngingat itu.”
Ningsih : “iya lah aku juga jijik sama itu orang. Duh… jadi kamu juga gak bisa ngehindar dari dokter Danu ini… dia ngancam kamu pakai itu video?”
Intan : “enggak sih…cuma aku takut aja kalau sampai diancam… jadi ya gimana…mau gak mau aku juga ngelayanin dia… ini aku gak ada hubungan apa-apa lho Ning… beneran… kalau Ratna mau dokter Danu, ambil aja sana. Mana kalau main itu badan ku rasanya sakit semua. Penisnya dokter Danu sama pak Giman lebih gede dari pak Pri. itu sudah kebantu obat yang disuntikin dokter Danu. kalau gak gitu bisa pingsan aku diobrak-abrik mereka.”

Ratna pun akhirnya terdiam tak bisa berkata-kata lagi beberapa saat. Sampai aku yang membuka omongan terlebih dulu.
Intan : “jadi gitu Ning… itu sih kenapa akhir-akhir ini aku juga gak mau keliling sendirian, atau misal ke tempat sepi gak sama kamu. Setidaknya ada temennya lah… dokter Danu sih gak seberapa, si Giman sialan itu tuh yang sering maksa.”
Ratna : “ya sudah, kamu gak resign aja?”
Intan : “gak bisa…aku ngomong gimana kalau tiba-tiba resign? Kamu tau kan orang tua ku bangga banget aku kerja jadi bidan gini. Apalagi rumah sakit bersalin ya cuma disini.”
Ratna : “ruwet ah…”
Intan : “mangkanya kan… belum tentu aku bisa lepas dari ini semua meski resign. Bisa aja rekaman ku itu dipakai buat ngancam aku kedepannya.”

Ningsih : “eh sebentar… terus… kamu katanya hamil? Itu…gimana?”
Intan : “sudah aku gugurin Ning…aku cerita ke mas Tono buat ini. Itu yang aku cuti lama kemarin itu bukan nemanin mas Tono skripsi jadinya. Tapi malah bikin mas Tono nemanin aku dirawat habis aku gugurin.”
Ningsih : “pantesan kamu pas awal-awal masuk kemarin masih kelihatan lemes. Dia gimana sih bukannya nyegah kamu buat gugurin malah gini. Kan bisa jadi itu juga anak dia.”

Disini aku tak bisa menceritakan kenapa aku keguguran, tak mungkin kan aku cerita tentang bagaimana teman-teman adikku yang memperkosaku sampai aku keguguran.
Intan : “ya tapi aku juga gak yakin itu anaknya mas Tono sih Ning…”
Ningsih : “kamu ini lho Tan…sudah dewasa kok gak jaga diri…mulai sekarang jangan sembrono lagi kamu nih…”
Intan : “iya deh iya bu Ningsih…”
Ningsih : “jujur aja buat kasusmu ini aku gak bisa bantu…duh gimana…”
Intan : “ya aku sih berharap mas Tono segera nikahin aku sih Ning jadi aku bisa pergi dari kota ini. Setidaknya aku punya alasan yang jelas untuk resign.”
Ningsih : “iya sih cuma itu solusinya… ya semoga lah ya…gak ada apa-apa sama kamu lagi…”
Intan : “iya Ning…”

Setelah itu kami kembali ke pos dan bekerja seperti biasa. Namun setelah shift ku berakhir dan aku akan pulang, ada seorang perawat yang menyampaikan pesan kalau dokter Danu memanggilku ke ruangannya. Mau tak mau aku akhirnya menuju ke ruangannya. Sedangkan si Ningsih sudah pulang terlebih dahulu. Aku agak takut akan terjadi apa nanti disana. Meski demikian ku beranikan diriku untuk melangkah menuju ruangannya.

Ku lihat di depan ruangannya ada seseorang yang berjaga. Ya, dia pak Giman. Orang paling menjijikkan yang tak ingin kutemui.
Giman : “eh ada Intan cantik… mau ketemu dokter Danu ya? Sudah ditungguin tuh didalam.”
Intan : “apasih…”
Aku bersikap judes ke pak Giman karena aku memang sebenci itu sama dia. Sebelum aku masuk kedalam, samar-samar ku dengar ada suara desahan dari dalam. Aku mengurungkan niatku untuk masuk.
Intan : “ada siapa di dalam?”

Giman : “oh biasa si Ratna itu. Masuk aja. Sudah ditunggu kok kamu Tan.”
Intan : “gak ah gak enak… eh…apaan sih…”
Aku menolak masuk, namun pak Giman membukakan pintu dan mendorongku masuk kemudian kembali menutup pintunya. Aku sangat canggung saat ini karena aku melihat jelas di hadapanku Ratna yang setengah telanjang itu sedang menunggangi Dokter Danu di Sofa dengan posisi WOT. Tapi Ratna nampaknya terkejut dengan kedatanganku.

Ratna : “iihhhss…mas ini ngapain sih kok ada Intan disini? Bikin bete aja…”
Ratna menggerutu dan menyudahi apa yang dia lakukan tadi lalu berjalan melewatiku sambil mengambil pakaian atasannya yang terlepas di sudut ruangan lalu dia kenakan kembali. Sedangkan dokter Danu yang juga setengah telanjang nampak penisnya yang masih tegang dengan berlumuran cairan dari Ratna.

Dokter Danu : “tenang dulu dong sayang…” Ucapnya ke Ratna
Dokter Danu : “aku nyuruh dia kesini biar kamu sama dia baikan. Lagian kenapa sih tadi pagi itu kamu bikin rame. Sini-sini duduk dulu.”
Dokter Danu menyuruhku dan Ratna duduk di kursi didepan mejanya. Aku dan Ratna pun menurut.

Ratna : “habisnya kamu sih mas… main sama dia. Kan aku gak terima… gimana kalau kamu nanti ninggalin aku? Sudah lah pecat aja Intan.” ucap Ratna dengan penuh emosi. Andaikan aku bisa ngomong kalau aku juga tak ada niatan untuk merebut dokter Danu darinya.
Dokter Danu : “hahahaha… kamu sudah mulai ngelunjak ya Ratna. Kamu itu siapa berani-beraninya ngomong gitu ke aku.”
Ratna : “tapi mas…aku benar-benar tak terima kalau kamu lebih pilih si Intan.”
“PLAKKK….” Tiba-tiba dokter Danu menampar Ratna dan dia pun terdiam.

Dokter Danu : “sekali lagi aku tanya ke kamu. Kamu siapa mau ngatur aku kayak gitu. Sudah aku bilang ke kamu tadi. Tau diri kamu Ratna.”
Ratna : “mas…aku rela kamu apain aja. Asal kamu gak ninggalin aku.”
“PLAKKK….” dokter Danu kembali menampar Ratna.
Dokter Danu : “masih berani ngomong kamu. Apa aku sudah nyuru kamu ngomong tadi?”
Kemudian Ratna terdiam dan sepertinya menahan isak tangisnya.

Dokter Danu : “kamu tau…kelakuanmu tadi pagi itu sudah bikin malu. Gak ada otak kamu ya. Sebelum bertindak itu mikir dulu. Reputasiku sama ini rumah sakit gimana. Paham kamu! Bikin malu aja. Otak itu dipakai.”

Dokter Danu : “maaf ya Tan. ini tadi pagi Ratna sudah bikin malu memang. Kamu mau maafin dia atau tidak? Kalau buat aku sih perempuan yang gak punya otak kayak gini gak guna buat aku.”
Ratna masih terdiam dan aku juga tak tahu harus menjawab apa jadi aku mengangguk saja pertanda memaafkan Ratna.
Dokter Danu : “nah… si Intan saja sudah maafin kamu lho Ratna. Sekarang kamu mau gak berbaikan sama dia.”
Ratna : “iya mas… maafin aku ya tan… aku memang gak punya otak tadi pagi sampai ngelabrak kamu.” ucap Ratna sambil memelukku.

Dokter Danu : “nah gitu dong kan enak. Baikan semua. Hahaha.. Tapi ada yang kurang. Masa cuma dipeluk aja. Eh Ratna…cium si Intan sana. Hahaha”
Intan : “eh… mmmmpppfffttt…” aku kaget saat Ratna menciumku. Dia mengikuti perintah dokter Danu. Baru kali ini aku dicium oleh sesama wanita di bibir dan seakan dia ingin memasukkan lidahnya kedalam mulutku. Aku mencoba mendorong Ratna namun pelukannya cukup erat.

Ratna masih menciumku dan tampak penuh nafsu. Sedangkan aku berusaha untuk melepaskan ciumannya. Terdengar gelak tawa dari 2 orang yaitu dokter Danu dan pak Giman yang menyaksikanku dicium oleh Ratna. Sampai akhirnya aku yang berusaha keras mendorong Ratna terjatuh dan tertindih olehnya. Namun Ratna tak kunjung berhenti, dia masih berusaha menciumku dan akhirnya pertahananku pun melemah. Lidahnya berhasil masuk ke dalam mulutku. Ratna menghisap-hisap lidahku. Rasanya cukup aneh untukku bercumbu dengan sesama jenis seperti ini. Kupejamkan saja mataku dan membiarkan Ratna menciumiku dengan penuh nafsu. Ratna juga tak hanya mencumbuku sekarang, namun tangannya juga mulai merangsang area payudaraku dengan meremas-remasnya.

Giman : “hahaha seru ya bos.”
Dokter Danu : “masa gitu aja Ratna, lepasin bajunya dong.”
Ratna yang mendengar perintah dokter Danu mulai melucuti kancing bajuku sampai akhirnya terlepas dan dia pun kembali merangsangku dengan meremas payudaraku. Tangannya menelusup masuk kedalam bra yang ku kenakan dan sesekali memilin putingku. Diperlakukan demikian nafsu ku pun bangkit. Meski rasanya salah dan aneh, tapi rangsangan yang dilancarkan oleh Ratna cukup membuat puting ku tegang dan kemaluanku perlahan membasah.

Aku seperti sudah tak bisa mengelak lagi. Aku hanya bisa memejamkan mata ku dan membiarkan Ratna melancarkan aksinya. Dia mulai melucuti pakaianku satu per satu sambil kembali mencium bibirku. Aku pun membiarkan lidahnya masuk kedalam mulutku. Sampai akhirnya aku pun telanjang bulat bersama Ratna yang masih mencumbuku di lantai. Aku masih memejamkan mata ku dan meski ini terasa aneh namun tetap saja rangsangan ini nyata. Tubuh telanjangku bergesekan dengan tubuh Ratna. Payudaraku dan payudaranya saling bergesekan dan tangannya juga meremas-remas payudaraku. Perasaan aneh apa ini yang kurasakan…

Dokter Danu : “nah gitu dong sayang… baikan… hahaha… kan enak lihatnya.”
Giman : “hahaha seru seru bos. Tapi bos. Lebih seru kalau pakai yang biasanya.”
Dokter Danu : “iya betul juga katamu.”
Aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan.

Tiba-tiba saja Ratna menyudahi ciumannya dan remasan tangannya di payudaraku. Dia memegangi tangan kanan ku. Sebelum aku sempat tersadar, dokter Danu menyuntikkan sesuatu di tanganku. Nampaknya dokter Danu menyuntikkan obat yang sering membuatku hilang kendali.
Intan : “DOK!!!” ucapku sambil membentaknya karena kaget. Saat itu aku baru melihat kembali tubuh telanjang Ratna yang berada di atasku sedang memegangi tangan kananku.
Dokter Danu : “sudah nikmati saja sayang… Ratna kamu mau juga?”
Ratna : “iya dong mas… ahss….” Ratna yang masih memegangi tanganku akhirnya disuntik dengan suntikan ke dua setelah suntikan pertama masuk lewat lenganku.

Perlahan rasa panas mulai muncul dalam dadaku. Terasa panas dan semakin lama mulai menyebar ke seluruh syarafku. Nampaknya obat perangsang dokter Danu mulai bereaksi. Aku masih berusaha menahan gejolak nafsu ku yang mulai memuncak ini. Ratna sudah tak lagi memegangi tanganku. Kini dia kembali mencumbuku. Keringat ku mulai bercucuran deras karena panas tubuhku meningkat. Nafasku pun semakin berat rasanya.

Ratna : “mas…lihat deh… si Intan mulai gak tahan nih…hahaha…kamu sih mas ngasih obatnya 3x dosis ku.”
Dokter Danu hanya terkekeh mendengar ucapan Ratna.
Aku masih berusaha menjaga kewarasanku walau tubuhku semakin lama lebih mengikuti nafsu yang bergejolak ini. Kucoba menahan namun Ratna yang terus merangsangku akhirnya membuat ku orgasme sampai squirting.
Intan : “HNNGGGGGHHHHHH!!!!!” aku mengejan berusaha menahan namun perasaan nikmat ini tak kunjung reda.
Ratna : “enak ya tan…hehehehe duh aku juga dong pengen squirting kayak kamu…mmmhhhh…” Ratna kembali menciumku dan menghisap lidahku. Kali ini aku sudah tak bisa mengontrol diriku lagi. Kucium balik dirinya meski tetap ada perasaan aneh jauh di dalam diriku.

Aku dan Ratna bergumul diatas lantai saling raba dan hisap satu sama lain. Ratna mulai menghisap putingku dan aku pun demikian. Sudah tak terkontrol lagi rasanya. Kami berdua saling merangsang satu sama lain. Sampai akhirnya aku dan Ratna kembali orgasme. Rasanya setiap kali orgasme, nafsuku bukannya malah reda, namun semakin memuncak. Ratna mengangkat kaki ku dan mulai menggesek-gesekkan kemaluannya ke kemaluanku.

Ratna : “”ouhs…tan…ouhs…nggghhh…nggghhh…tan…”
Intan : “ahs…rat..ouhs…geli…ouhs…nggghhh…ratna…ouhs…”
Gesekan kemaluanku dengan Ratna semakin lama semakin kencang. Meski pun tak ada penetrasi namun clitoris kami berdua yang bergesekan membuat sensasi yang berbeda. Sampai akhirnya aku dan Ratna kembali orgasme. Cairannya muncrat membasahi tubuhku, begitu pula dengan tubuhnya yang basah akan cairanku.

Sudah tak ada rasa malu lagi. Yang jelas aku menggapai kenikmatan dengan Ratna. Entah kenapa sekarang aku yang seperti penasaran dan ingin mencoba hal baru. Aku bergerak turun dan mulai ku jilati kemaluan Ratna yang masih basah dengan cairan kewanitaannya. Walau masih ada perasaan mengganjal, namun tetap saja kulakukan. Ku jilati area labia mayoranya dan kuselipkan lidahku menusuk-nusuk kedalam kemaluannya. Sesekali ku hisap clitorisnya yang mencuat itu. Nampak Ratna yang mulai kelojotan dengan aksiku sampai akhirnya dia orgasme lagi dan menjepit erat kepalaku dengan kedua paha nya. Dia kembali menyemburkan cairan kewanitaannya tepat dimukaku. Herannya, aku malah membuka mulutku untuk meminum semua cairan yang menyembur dimukaku ini.

Dengan posisi masih terjepit seperti ini, aku membiarkan area bawahku terbebas sepenuhnya. Kurasakan ada seseorang yang berada dibelakangku. Dia mulai meraba-raba area pantat dan pinggulku. Kemaluanku pun merasakan sebuah benda keras mulai menempel. Benar saja, tak lama kemudian dia mencengkeram erat pinggulku sambil melesakkan kemaluannya ke dalam vaginaku.
Intan : “MMMPPPPPPHHHHHH…” aku yang masih terjepit di sela-sela paha Ratna, hanya bisa menjerit tertahan saat kemaluan besar itu mendobrak masuk ke dalam vaginaku. Karena masih licin oleh cairan kewanitaanku, dia dengan mudahnya menggenjotku dari belakang. Mungkin dalam 3 sampai 5 tusukkannya sudah bisa membuatku kembali meraih orgasmeku.

Ratna yang sudah selesai orgasme, mulai melonggarkan jepitan pahanya dan kini aku pun bisa terbebas dan mulai meracau tak karuan seiring dengan hujaman penisnya kedalam vaginaku dan membentur-bentur keras di lubang cervixku.
Intan : “AHHS…YES…OOUHS…TERUS…AAHSS…AHHS…OOHS…”
Seorang pria yang sedang menyetubuhiku dalam posisi doggy style ini mulai menjamah area payudaraku yang tergantung dan bergoyang bebas. Dia meremas-remasnya kuat sambil terus menggenjotku dari belakang. Sampai akhirnya dia menarik tubuhku dan berusaha menciumku. Nampak jelas saat ini ternyata pak Giman yang sedang menyetubuhiku. Aku yang sudah tak terkontrol lagi pun membalas ciumannya. Kami bertukar ludah dan saling hisap beberapa saat sebelum kembali menggenjotku dengan kecepatan penuh. Bagai anjing kawin, aku dan pak Giman bersetubuh dengan penuh nafsu.

Intan : “AHS...AHS…OHSS…AHS…OHSS…ACK…OHS…” desahanku semakin kencang seiring genjotan pak Giman. Bahkan aku sudah tak sadar berulang kali squirting dan membasahinya. Kemaluanku meski terasa ngilu namun tetap saja aku berusaha mengimbangi genjotannya dengan goyanganku.

Nampak di sebelahku juga tergeletak Ratna. Dia sedang disetubuhi oleh dokter Danu dalam posisi misionaris. Ratna yang digenjot kencang oleh dokter Danu mulai bergerak terdorong kearahku. Entah kenapa aku dan Ratna saling tatap dan kemudian kembali berciuman panas dengan masih digenjot oleh partner masing-masing. Norma-norma yang berlaku sudah kulupakan. Yang kurasakan adalah menggapai kenikmatan ke titik yang paling tinggi.

Giman : “AHS…BOS…BOLEH AKU SEMPROT GAK SI INTAN?”
Dokter Danu : “hahaha cuma segitu ketahananmu man. Jangan dulu…”
Giman : “TAPI BOS…SUDAH GAK TAHAN…”
Dokter Danu : “sini tukar…kamu semprotin di Ratna sini…”
Dokter Danu bertukar dengan pak Giman dan kini pak Giman sedang menggenjot Ratna dengan kencang. Sedangkan dokter Danu berpindah ke belakang tubuhku dan tanpa basa basi menjejalkan penisnya kedalam vaginaku.

Nampak disebelahku kaki Ratna diangkat ke pundak pak Giman.
Giman : “AHS…AH…GAK TAHAN LAGI…AARRRGGHHH….”
Pak Giman menusukkan penisnya dalam-dalam dan Ratna pun mengejan sampai tangan kirinya mencengkeram erat tangan kiri ku seperti menahan sesuatu. Nampaknya penis pak Giman menembus kedalam rahim Ratna dan aku tahu bagaimana rasanya. Air mata pun nampak keluar dari mata Ratna. Namun aku tak ada waktu untuk memperhatikannya. Aku masih menikmati gairah nafsuku bersama dokter Danu.

Dokter Danu : “hahaha pantes aja si Giman gak tahan. Goyangan mu rasanya beda Tan. hahaha”
Intan : “OHS…YES…OUHSS…TERUS DOK…OOUHS…OHSS…”
Disaat aku semakin menikmati persetubuhanku dengan dokter Danu, tiba-tiba saja pak Giman berdiri didepanku.
Giman : “bos…ini Intan aku suruh ngemut ya. Boleh bos?”
Dokter Danu : “hahaha kalau mulut pakai aja man. Aku mau nikmatin mekinya dulu.”
Giman : “hahaha siap bos… ayo sayang… buka mulutnya…”

Pak Giman menyodorkan penisnya yang belepotan sperma itu ke mukaku. Dia yang tak sabar memencet hidungku yang membuatku kesusahan bernafas dan langsung saja dijejalkan penisnya kedalam mulutku.
Intan : “OGH…OGH…OGH…OGHH…”
Pak Giman mulai menggenjot mulutku dengan penisnya yang tak mampu ku tampung sepenuhnya didalam mulutku. Sedangkan dibelakangku dokter Danu terus saja menggenjotku dengan kencang. Lama-lama penisnya pak Giman terdorong masuk sampai tenggorokanku. Ku kulum penisnya dan air liurku menetes kemana-mana karena hentakan kedua pria ini.

Pak Giman memegang erat kepalaku dan mulai menyetubuhi mulutku karena penisnya kembali tegang, sedangkan dokter Danu memegang erat pinggulku dan menghujam keras penisnya didalam vaginaku. Penis dokter Danu membentur keras di dinding cervixku berulang kali.
Intan : “NGGGHHHH...NGGGHHH…NNNGGGHHH...NGGGHHH…”
Aku hanya bisa mengerang karena mulutku tersumpal dengan penis pak Giman.

Dokter Danu seakan ingin menjebol cervixku dan masuk sampai ke rahimku. Aku takut tak terkontrol lagi dan refleks menggigit penis pak Giman. Dan benar saja tak lama kemudian kepala penis dokter Danu menerobos masuk kedalam menyentuh area dinding rahimku. Rasa ngilu dan sakit bercampur menjadi 1. Aku berusaha sekuat mungkin untuk menahan dan tidak menggigit penis pak Giman walau air mata ku mulai mengalir kini.

Kini penis Dokter Danu sudah menyeruak masuk ke area terdalamku. Kepala penisnya menumbuk keras dinding rahimku dan dia tak mengurangi kecepatan genjotannya. Dokter Danu semakin keras mencengkeram pinggulku dan nampaknya sebentar lagi dia akan ejakulasi. Dokter Danu mempercepat ritme genjotannya, bahkan aku tak bisa mengimbanginya lagi dengan goyanganku. Pak Giman mencabut penisnya dari mulutku dan kemudian dokter Danu ejakulasi langsung didalam rahimku.

Intan : “AARGGHHH….”
Aku menjerit kuat saar cairan panasnya itu seperti memenuhi seluruh rahimku. Karena terganjal dengan batang penisnya yang menyumbat lubang cervixku, membuat perut bagian bawahku serasa mengelembung.

Dokter Danu : “hahaha enak ya tan…hahahaha”
Aku masih mengerang keras karena cairan yang dia semburkan tak kunjung berhenti. Rasanya tulang-tulang ku seperti dilolosi dari tubuhku ketika aku juga mencapai puncakku. Aku pun orgasme saat ini. Kemaluanku ngilu tak tertahan. Sampai akhirnya aku pun tak kuat lagi dan ambruk. Sedangkan dokter Danu terus memompa benihnya didalam rahimku. Aku sudah tak bisa apa-apa lagi. Meski aku sadar beberapa menit setelah dokter Danu puas, pak Giman mengambil posisi kembali dan kembali menggenjot kemaluanku. Aku tak tau lagi berapa kali aku dan Ratna digilir oleh mereka berdua.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd