Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Tono dan para wanitanya... Arc 2 : Intan

The EX 02 - Chapter 51 B
Timeline : 2011 Oktober

–POV Intan–

Dokter Danu dan pak Giman seperti tak memberiku waktu untuk istirahat sama sekali. Mereka bergantian menyetubuhiku sampai aku lemas tak berdaya. Aku sudah tak kuat lagi untuk mengimbangi mereka. Tubuhku yang lemah, kotor, penuh keringat dan sperma ini tak mampu lagi mengimbangi kebuasan mereka berdua. Aku hanya pasrah tergeletak mengangkang di atas lantai menanti penis siapa lagi yang akan menembakkan spermanya di dalam kemaluanku atau di atas payudara dan perutku.

Sedangkan si Ratna sedang beristirahat di atas sofa melihat keganasan kedua pria ini kepadaku. Ratna yang masih telanjang bulat itu nampak senang aku diperlakukan sehina ini oleh mereka berdua. Dia tak lagi cemburu kepada dokter Danu. Bahkan sempat menyemangati pak Giman untuk terus menggenjotku. Riuh suaranya beradu dengan desah dan nafasku dengan pak Giman dan dokter Danu.

Ratna : “mas tuh liat Intan. Hahaha dia sudah megap-megap kayak ikan di darat. Ayo pak Giman, katanya perkasa. Hajar terus pak Giman. Itu Intan belum pingsan tuh.”
Giman : “hahaha… nanti… kalau… Intan pingsan… giliran kamu ya Rat…”
Ratna : “hahaha siapa takut. Sodok nih memek ku kalau Intan pingsan. Palingan spermamu yang habis duluan gak bisa nembak lagi. Sudah kamu buang semua di Intan gitu.”
Giman : “gampang itu… bos… minta obatnya… lagi ya… hahaha”
Ucap pak Giman yang sedang asik menggenjot tubuhku.

Dokter Danu : “jangan banyak-banyak man. Nanti overdosis terus jantungan kayak si Supri. Hahaha”
Giman : “si Supri…aja bos…yang…******…terlalu nafsu sama si Intan…hahaha”
Dokter Danu : “ya pokoknya jangan banyak-banyak. Cepetan man gantian.”
Giman : “ohs…iya bos…sebentar…lagi…NGGGHHHHH….”
Intan : “ACK……” aku pun terpekik saat pak Giman menekan penisnya dalam-dalam dan membentur keras di dinding rahimku sambil kembali disemprotkan spermanya di dalam. Rahimku terasa panas karena cairan spermanya mengalir deras. Aku pun mencengkeram erat tubuhnya sambil menahan rasa ngilu dan nikmat bertubi-tubi ini. Sampai tak sadar aku sudah mencakar punggungnya berapa kali.
Giman : “HHNGGGHHHH…rasain…nih…HNNGGHH…”

Giman : “uhs…enak kan cantik…hahaha…mmhhh…sluurpp…mmhhh…”
Ucap pak Giman sambil meremas-remas payudaraku dan menghisap asi yang keluar dari putingku. Sedangkan aku hanya menggeliat masih merasakan nikmat yang tak henti-henti ini. Sampai akhirnya dia puas dan kurasakan tak lagi penisnya berkedut di dalam kemaluanku. Pak Giman mencabut penisnya dengan paksa karena menusuk masuk mengganjal didalam cervixku dan beranjak bangun meninggalkanku begitu saja.

Giman : “dah bos…silahkan gantian…”
Kini dokter Danu datang mendekati ku yang masih terkapar.
Dokter Danu : “hehehe sekarang gantian aku ya Tan.”
dia pun mengangkat kaki kiri ku ke pundaknya dan aku sedikit meringis karena masih terasa nyeri di area kemaluanku.
Intan : “ahs…dok…pelan-pelan…”
Dokter Danu : “hahaha si Giman memang gitu kalau makai gak kira-kira ya. Tenang tan… aku pelan-pelan kok…” ucapnya sambil meraba paha dan menciumi betisku.

Dokter Danu mengambil posisi untuk bersiap kembali menyetubuhiku. Dia sudah menempelkan ujung penisnya tepat di labia mayoraku dan mulai menggesek-geseknya. Sebelum mulai penetrasi, dia dipanggil oleh Ratna.
Ratna : “mas…mas Danu… aku emut burungnya si Giman ya? Hehehe kamu gak cemburu kan? Mmmhhhh…slurpps…mmhhh…mmhhh…slop…slop…mmhhh…”
Dokter Danu : “hahaha kamu sengaja ya Rat buat bikin aku nafsu biar hajar si Intan brutal.”

Lalu Ratna menghentikan kulumannya di penis pak Giman
Ratna : “iya dong mas…masa kamu kalah perkasa sama si Giman. Hihihi… ya gak Giman sayang?”
Giman : “hahaha jangan gitu Rat. nanti si bos marah tuh.”
Ratna : “hahaha biarin…sudah nikmatin aja kulumanku man…mmmhhh…mmmmhhhhh….”

Dokter Danu : “hahaha dasar kalian…masa iya aku kalah sama si Giman. NIH LIHAT….”
Nampaknya dokter Danu yang terpancing oleh omongan Ratna dan langsung melesakkan penisnya di dalam kemaluanku. Penisnya yang tegang itu menusuk dan menembus bibir cervixku yang sedari tadi belum kembali normal dan masih sedikit menganga.
Intan : “AAARRGGGHHHH…DOK…AMPUUUNNN…AACKKK….ACHH…AARGGHH….”
Penisnya dengan brutal menghajar kemaluanku. Sisa-sisa sperma pak Giman yang tadi pun seperti terpompa keluar seiring hentakan penisnya masuk kedalam rahimku. Aku pun menggeliat hebat dibuatnya. Kembali kemaluanku merasakan nyeri, ngilu, namun juga kenikmatan yang semakin memuncak karena rangsangan yang diterima area sensitif di dalam kemaluanku.

Aku pun menjerit-jerit sampai suaraku serak. Sedangkan dokter Danu tak kunjung berhenti. Dia mencengkeram erat pergelangan tangan ku sambil terus menghujamkan penisnya di dalam kemaluanku. Disisi lain mulai terdengar suara desahan. Nampaknya pak Giman juga sudah mulai menyetubuhi Ratna.

Ratna : “ohs…ohs…man…ohs…jangan keluarin didalam…ohs…keluarin di muluku…ouhs...”
Giman : “hahaha enakan keluar di meki mu dong….”
Ratna : “enggak…ohs…jangan…aku…mau…rasain spermamu…ouhs…”
Giman : “hahaha iya nanti…aku crotin di mulutmu…”
Ratna : “jangan…ditahan…aku pengen cepet…keluarin dimulutku…”
Giman : “duh…nanggung rat…ah…enakin aja…”
Ratna : “iya man…ahs…ahss…”

Aku tak begitu memperhatikan lagi apa yang terjadi karena aku sendiri sedang kewalahan dihajar dokter Danu. Kini kedua kaki ku diangkat ke pundak dokter Danu membuat penisnya terasa menghujam lebih dalam. Sudah beberapa kali aku orgasme tapi tak bisa squirting lagi. Kemaluanku hanya bisa berkedut-kedut sambil terus tergesek penis dokter Danu tanpa henti.

Cukup lama dokter Danu menggenjotku sampai akhirnya dia ejakulasi juga. Dia menekan dalam-dalam penisnya dan kembali rahimku disirami oleh sperma hangat. Aku hanya bisa menggeliat saja karena syaraf-syarafku seperti terangsang hebat seperti tersetrum dan tanganku masih ditahan tahan dokter Danu.

Tiba-tiba saat aku masih belum sadar sepenuhnya, Ratna mendekat dan menciumku. Dia mengalirkan sesuatu dari dalam mulutnya ke dalam mulutku. Aku terkaget dan tersedak. Cairan kental dan asin memenuhi mulutku dan tertelan. Mataku terbelalak karena aku tahu cairan apa ini yang masuk kedalam mulutku.

Ratna : “hahaha enak tan? Tuh peju pak Giman. Langsung ditelan dong. hahaha”
Ratna tertawa puas melihatku menelan sperma pak Giman dari mulutnya. Aku hanya bisa memandangnya tajam karena aku tak mampu bergerak banyak saat ini.

Sampai akhirnya dokter Danu mencabut penisnya dan melepaskanku. Dia membiarkan ku terbaring di lantai beristirahat. Aku pun masih tak mampu bergerak karena kelelahan. Nafasku pun tak menentu dan jantungku masih berpacu kencang. Mereka bertiga melihatku tak berdaya.

Perlahan aku mencoba terduduk dengan menyangga tubuhku. Tapi pak Giman mengangkatku, mendorongku ke arah sofa.
Giman : “bos… saya lagi ya.”
Dokter Danu : “pakai man…”
Intan : “pak…sudah pak…ampun…” aku tertelungkup diatas sofa dengan sebagian tubuhku masih dilantai. Pak Giman berusaha membuat kaki ku menumpu agar dia bisa memposisikan dirinya dibelakangku untuk kembali menyetubuhiku dalam posisi doggy style. Dengan sisa-sisa tenaga ku, aku mencoba melawannya. Sampai akhirnya tanganku dipegangi oleh Ratna.

Ratna : “hajar lagi aja man.hahaha hajar terus sampai hamil.”
Giman : “hahaha tapi kali ini aku mau coba sesuatu yang lain. Tan… lubang pantatmu kelihatan renggang. Kamu sering ya main sama pacarmu lewat pantat?”
Mendengar ucapannya aku bergidik ngeri. Nampaknya kini pak Giman ingin menyodomiku. Aku membayangkan penisnya yang berukuran tak normal itu ingin dijejalkan ke lubang pantatku. Memang aku sering di anal oleh Hasan dan Ruli akhir-akhir ini. Tapi ukuran penis mereka masih batas normal. Tak seperti penis pak Giman.

Intan : “pak…jangan pak…ampun…jangan…”
Aku berusaha mengiba padanya agar dia menghentikan aksinya.
Giman : “kenapa? Kan kamu sering juga di sodomi. Ini lubang pantatmu lho gak rapet. Hahaha”
Ucapnya dengan mulai menempelkan penisnya di belahan pantatku.
Ratna : “ih…keren kamu tan. Pacarmu doyan ya sama pantatmu. Aku aja gak pernah loh disodomi mereka.”
Intan : “enggak pak…jangan…ampun…”

Giman : “kenapa? Kan enak yang gede-gede masuk kesitu. Hahaha. Punya pacarmu kecil ya?”
Intan : “iya pak…jangan…jangan ya…aku mohon…kamu pakai vagina ku aja…. Tolong aku… Ratna…ahs…pak jangan… aku mohon…ah…jangan…” kurasakan pak Giman mulai mencoba menekan penisnya di lubang pantatku berulang kali dan tidak berhasil masuk. Yang ada aku malah terdorong di sofa.
Giman : “relax aja dong sayang…enak kok nanti. Hahaha… cuh…”
Pak Giman meludahi kepala penisnya dan kembali mencoba mendorongnya lagi.
Ratna : “lagian sudah sering di anal aja sama pacarmu tan tan. Kok jual mahal. Hahaha”
Giman : “auch…pak…jangan…sudah…aku rela kamu pakai vaginaku sampai aku hamil daripada kamu paksa…ahs….jangan…ampun…jangan masukin di pantatku….”

Pak Giman masih berulang kali mencoba dan masih gagal. Tapi lubang pantatku sudah mulai terasa perih karena terus ditekan. Posisiku sekarang tak bisa melawan. Kedua tanganku masih dikunci dengan tangan Ratna. Dia memegangi ku agar aku tak bisa melawan. Sedangkan pak Giman dari arah belakang memegang erat pinggulku dan terus berusaha menekan masuk penisnya.

Intan : “ampun pak…ahs…jangan…jangan…”
Giman : “hahaha gak ah. Memek mu sudah tak hajar dari tadi sampai longgar. Aku pengen coba yang sempit-sempit. Hahaha”
Intan : “pak…jangan pak…ahs…jangan…” air mata ku kembali mengalir karena rasa sakit yang mulai terasa di lubang pantatku. Rasanya semakin lama area lubang pantatku semakin terbuka walau pak Giman masih tak berhasil menekan masuk penisnya.

Giman : “si Supri belum pernah nyodomi kamu ya tan? Hahaha susah ini sempit.”
Intan : “jangan pak…ampun…Ratna…tolong…”
Ratna : “hahaha ngapain kamu minta tolong. Nikmatin aja lah tan. Aku aja gak pernah kok digituin si Giman. Duh…bayangin tan…itu batang burung segede lengan bayi masuk ke pantatmu…pasti enak itu. Hahaha”
Intan : “jangan…aku mohon…Ratna…tolongin aku…please…pak Giman…ampun…ah… jangan…”

Dokter Danu : “man…nih gel buat USG biar gak kesusahan kamu.”
Giman : “mantab pak bos…uih…dingin bos…hahaha mantab ini makin licin…”
Pak Giman mulai mengolesi penisnya dengan gel itu. Dia juga mengolesi area lubang pantatku dengan itu.
Intan : “pak Giman…jangan pak…jangan…ahs…pak…jangan…ahs…”
Giman : “ini baru jari ku lho tan yang masuk. Hahaha kok sudah mendesah… enak ya? Hahaha”

Pak Giman memasukkan 1 jarinya sambil mengolesi lubang pantatku dengan gel. Perlahan 1 jari lagi mulai masuk.
Giman : “jari ku aja gampang masuk gini. Hahaha pantatmu sering dipakai ya tan.” ucap pak Giman sambil terus mengorek area lubang pantatku dengan kedua jarinya yang semakin lama semakin masuk lebih dalam. Kini lubang pantatku seakan dikocok dengan jarinya yang keluar masuk.
Giman : “hahaha pantatmu bersih juga. Bener ini sering dipakai berarti. Hahaha gak ada sisa-sisa tai nya.”
Intan : “pak jangan pak…auch…” aku terpekik karena dia mencabut jarinya.

Giman : “biar lancar…aku kasih gel lagi. Hahaha” pak Giman memasukkan ujung dan menekan botol gel itu tepat di lubang pantatku dan kurasakan gel nya masuk kedalam perlahan lewat lubang pantatku. Dia seperti menyemprotkan isi botol gel itu kedalam pantatku.
Intan : “ahss… pak…sudah…pak….jangan….pak…..ahss…” kurasakan gelnya semakin lama memenuhi area rectumku dan terdorong terus sampai seperti masuk kedalam usus bawah colon.

Giman : “bos…ada lagi gak bos? Habis nih bos.” aku kaget mendengar ucapannya. Itu berarti dia akan memasukkan lebih banyak Gel lagi kedalam pantatku. Satu botol saja sudah membuat rectum ku penuh sampai ke colon seakan aku ingin buang hajat.
Dokter Danu : “nih man.”
Giman : “weh…. Mantab bos. Hahaha. Ratna, pegangin ya.”
Ratna : “hahaha gila kamu man. Mau kamu masukin semua? Itu 2 botol gede lho.”
Giman : “badan manusia gak se rentan itu. Tenang aja lah. Hahaha apalagi Intan kan sudah biasa di anal. Ya gak bos? Hahaha yang penting kamu pegangin aja Rat.”

Intan : “pak…sudah pak…cukup…ahs…cukup…ampun…aku gak kuat nahan lagi…ampun…”
Giman : “belum juga dimasukin tan. Hahaha nih baru aku masukin lagi.”
Intan : “ahs…pak…stop…cukup…ahs…cukup…”
Pak Giman mulai menyemprotkan isi gel lagi lewat lubang pantatku. Sekarang kurasakan gel itu mulai bergerak menekan naik kedalam usus besarku. Sekarang aku pun mulai merasa mual seperti ingin muntah karena ada benda asing yang dipaksakan masuk kedalam perutku.

Intan : “cukupp…pak…cukupppp…”
Giman : “relax sayang…masih ada 1 botol lagi. Yang ini aja belum kepompa masuk semua nih.”
Ratna : “hahaha liat nih mas. Si Intan seperti mau muntah. Gimana tan? Enak ya? Hahaha”
Perut ku semakin lama semakin mengembang rasanya karena gel itu mulai terdorong terus di dalam usus besarku. Yang bisa kulakukan hanya menahan ini semua sekarang. Rasanya sudah campur aduk. Aku ingin muntah karena mual, bersamaan dengan seperti ingin buang hajat karena gel ini mendesak ingin keluar lewat atas dan bawah. Sekuat tenaga aku menahannya karena aku malu. Tak mungkin aku buang air besar disini. Meski yang keluar adalah gel yang dimasukkan oleh pak Giman. Namun tetap saja ini hal yang memalukan. Memang ada teknik bernama enema yang digunakan untuk memompa isi perut agar keluar. Namun itu menggunakan sebuah cairan yang aman. Saat ini pak Giman memasukkan gel yang digunakan untuk USG ke dalam pantatku.

Giman : “nah akhirnya botol terakhir. Hahaha sabar ya sayang. Ini belum berakhir.”
Ratna : “coba pak raba perutnya. Hahaha”
Giman : “eh iya nih gembung banget ya. Kayak hamil muda aja kamu tan hahaha.” ucap pak Giman sambil meraba perutku.
Intan : “pak…sudah pak…sudah….ack…” aku terpekik saat pak Giman sengaja menekan perutku dengan jari jemarinya.
Giman : “sabar dong sayang…masih ada botol terakhir nih. Sayang kan kalau disia-sia kan. Hahaha”
Intan : “pak jangan pak…aku sudah gak kuat…jangan…”
Aku memohon tapi dia tak menghiraukanku. Pak Giman menancapkan botol gel itu dan mulai memompa lagi isinya ke dalam perutku.

Kini keringat dingin mengucur deras dari seluruh pori-pori tubuhku. Kini rasanya usus besarku dipaksa mengembang oleh gel yang dipaksa masuk pak Giman.
Intan : “pak…oh…ampun..hoek…ampun…oh…ss…sstopp…” aku sudah tak sanggup lagi. Perut ku semakin menggelembung karenanya. Untung saja botol terakhir itu habis. Kalau tidak aku tak tahu lagi.

Giman : “nah kan masuk semua sudah. Hahaha” ucapnya sambil mengelus perutku yang membesar ini.
Intan : “pak…sudah pak…aku mau keluar…mau keluar…gak tahan…Ratna…lepasin…”
Giman : “eh jangan keburu keluar dulu tan.”
Intan : “pak…sudah pak…rasanya mau BAB…sudah pak…”
Giman : “penuh ya tan hahaha. Jangan keburu dikeluarin. Aku sumpel dulu nih. Hahaha”

Pak Giman kembali mencoba menusukkan penisnya tepat di lubang pantatku.
Intan : “ACK…PAK…ACK…SAKIT…ACKKK…AMPUN…PAK…” aku mulai menjerit-jerit ketika kurasakan perlahan penisnya mulai masuk ke lubang pantatku ini.
Giman : “oh…sempit tan…”
Intan : “ACKK…SAKITTTT…AACCKKK…HIIINGGGHHHHH….” perlahan penisnya masuk menembus area rectumku. Keringat ku keluar semakin deras. Sekujur tubuhku serasa tegang.
Giman : “hahaha…akhirnya masuk…mentok…ohs…tapi burungku belum masuk semua…ohs..”

Kurasakan penisnya sudah memenuhi area rectumku. Memang penisnya yang terlalu besar sampai-sampai menekan-nekan masuk lebih dalam. Tak seperti penis Hasan yang cukup bisa aku nikmati. Lubang pantatku terasa perih meski dia sudah menggunakan gel untuk pelumas. Sepertinya pantatku terluka karena dia memaksakan benda sebesar itu yang belum pernah kurasakan sebelumnya lewat lubang pantatku.

Kini pak Giman mulai menarik keluar masuk penisnya. Dia juga menikmati sensasi menyodomiku saat ini.
Giman : “ohs…sempit banget tan…ohs…ini kayak pantatmu nyedot banget… gak kayak meki mu ini…”
Aku tak mampu berkata-kata lagi. Kini aku cuma mengepalkan tanganku menahan rasa sakit yang muncul seiring dia menggenjot lubang pantatku yang semakin lama ritmenya semakin kencang. Aku yakin pantatku pasti berdarah karena ulahnya.

Dengan posisi doggystyle ini, pak Giman tentu dengan mudah bisa menyodomiku. Ditambah lagi aku tak bisa bergerak karena tanganku masih dipegangi oleh Ratna. Kini pak Giman memegang erat pinggulku dan mulai mempercepat lagi genjotannya.
Giman : “ohs…ohs..ohs..oh..oohs…nikmat banget lubang sempitmu ini tan…ohs…sayang sekali…ohs…si Supri keburu mati sebelum ngerasain…ini…ohs…”

Ratna : “ayo man…tunjukkan kejantananmu…hahaha genjot yang kenceng man…” ucap Ratna yang menyemangati pak Giman. Tentu saja Giman semakin lama semakin tak terkontrol lagi. Dia menggenjot lubang pantatku semakin brutal. Bahkan dia tak memperdulikan cairan merah yang mengalir dari pantatku. Dia terus saja berusaha menekan masuk lebih dalam lagi. Sampai akhirnya paha kami berdua mulai beradu. “Plok plok plok plok…” suara dentuman paha ku dengannya mulai terdengar semakin kencang.

Cukup lama dia menyodomiku, rasanya sampai lubang pantatku perlahan mulai menyesuaikan dengan ukuran penisnya. Pak Giman pun semakin mudah untuk menggenjotku sekarang. Rasa sakit yang teramat sangat ini bahkan mulai memudar. Mulai tergantikan dengan kenikmatan yang aneh. Seakan pantatku sudah berubah menjadi vagina kedua buatku. Benar-benar pikiranku sudah kacau dibuatnya.

Intan : “ach…” Aku bahkan tak sadar lagi mulai mendesah…Ratna yang mendengarku mulai mendesah ini, kini melepaskan tanganku.
Ratna : “wow…akhinya kamu nikmatin ya Tan. hahaha lihat mas…dia sudah mulai mendesah-desah…”
Intan : “ach…ach…ach…ah..ohs..yes…terus sayang…ach…ach…”
Giman : “ohs…iya sayang…ohs…enak ya…ohs…”
Intan : “ach…ach…terus…sayang…ach…aku…mau dapet…ach…oohs…NNGGGHHHH…” akhirnya aku memperoleh orgasmeku dari rasa sakit yang terakumulasi menjadi kenikmatan tiada tara.

Melihatku orgasme sampai squirting ini, pak Giman menghentikan aksinya dan memelukku erat sambil meremas-remas payudaraku. Tentu saja air ASI ku juga ikut muncrat karena remasan keras tangannya.
Intan : “ohs..sayang…jangan berhenti…mmhhh…” entah kenapa kini aku yang memintanya untuk melanjutkan perbuatannya. Aku pun menoleh kebelakang dan mencium bibirnya.
Intan : “teruskan sayang… perkosa aku… pakai aku sesukamu… aku milikmu…” entah kenapa aku mengucapkan hal ini ke orang yang aku benci. Pikiranku benar-benar sudah kacau sekarang.

Mendengar ucapanku ini, pak Giman mendorong tubuhku lagi dan dia dengan sekuat tenaga menggenjot lubang pantatku.
Intan : “NNGGGHHH…NGGGHHH…NGGGHHH…NGGGHHH” aku mengerang-erang seiring hantaman penisnya. Namun tak lama kemudian pak Giman mulai menunjukkan tanda-tanda akan ejakulasi.
Giman : “ohs…tan..ohs…ohs…aku keluarin didalam…ohss…NNGGHHHH..” dia melenguh seiring dengan semprotan spermanya yang ditembakkan di dalam. Aku kembali mengepalkan tanganku erat-erat menahan gairah dari rasa sakit ini.

Setelah pak Giman puas menyemprotkan spermanya, dia mencabut penisnya dari lubang pantatku. Kini rasanya lubang pantatku menganga karena penisnya yang menyumpal terlalu besar. Aku hanya bisa bersimpuh di lantai. Perlahan kurasakan gel yang tadinya berada di dalam perutku mulai keluar. Ada perasaan nikmat dan lega setelahnya. Namun kini kepalaku kembali berputar-putar, aku mulai kehilangan kesadaran dan setelah itu aku jatuh pingsan.

Setelah itu aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Aku mulai sadarkan diri di malam hari. Aku terbangun dan menyadari diriku berada di salah satu kamar pasien dan rasanya masih terlalu lemah untuk bangkit. Kulihat lenganku ada selang infus juga. Ketika kesadaranku perlahan mulai kembali. Kurasakan area pantatku seperti ada yang mengganjal dan sakit. Aku pun kembali ingat akan kejadian tadi sore dan mulai menyesali kenapa aku bisa senista ini…
 
The EX 02 - Chapter 51 C
Timeline : 2011 Oktober

–POV Intan–

Perlahan kesadaranku mulai pulih meski kepalaku masih pusing. Aku mengecek jam dinding ternyata sudah pukul 1 malam. Badan ku serasa remuk semua. Aku juga merasa tak nyaman karena merasa ada sesuatu yang mengganjal dipantatku. Masih terasa karena bekas penis pak Giman yang dipaksakan masuk terlalu besar. Bahkan masih terasa perih sampai sekarang.

Kulihat sekitar ternyata pakaian ku ada di meja. Aku berusaha untuk bangkit dari tempat tidur ini dan kembali memakai pakaianku. Kusampirkan selimut yang menutupi tubuhku yang masih telanjang. Masih terasa bekas-bekas sperma mengering di selangkanganku. Kucabut jarum infus yang terpasang di lenganku dan darah pun mengalir. Tapi ku tutup kembali dengan plester yang sebelumnya tertempel pada jarumnya.

Dengan tertatih aku mengambil pakaianku dan mengenakannya kembali. Tak sempat untuk bersih-bersih dulu. Yang kupikirkan saat ini segera pulang kerumah dan istirahat. Setelah memakai pakaian ku kembali aku keluar dari kamar rawat inap ini. Ku telusuri lorong sepi rumah sakit tak ada siapapun jam segini yang berkeliling. Harusnya jam segini waktu shift Ratna. Benar saja, aku bertemu dengannya. Dia menghampiriku.

Ratna : “sudah bangun tan? Nyusahin aja sih. Gitu aja pingsan.”
Intan : “sudah ya rat…jangan ganggu aku…aku bener-bener gak ada niatan ngerebut dia dari kamu.”
Ratna : “iya aku percaya kok sekarang. Kan kamu sukanya sama Giman. Hahaha”
Aku menatapnya tajam. Karena jujur saja aku masih jijik dengan Giman. Tapi entah kenapa terkadang bila nafsu sudah melanda, aku lupa akan semuanya. Setelah itu kutinggalkan dia dan kembali berjalan keluar RS.

Aku pulang mengendarai motor ku pelan-pelan karena masih pusing. Tetapi ditengah jalan aku kembali tak kuat dan tak bisa mengontrol motor ku. Aku pun terjatuh di jalan yang sepi ini. Tanpa bisa aku kontrol, aku pun menangis lagi. Kenapa ini terjadi padaku. Aku sudah berniat untuk menyudahi ini semua. Aku tak ingin hamil lagi dan sampai membunuh bayiku. Aku juga sudah tak ingin lagi berbuat seperti ini. Mas Tono yang sudah setia padaku menemaniku selama ini sudah ku sia-sia kan. Aku masih beruntung dia tak meninggalkanku.

Setelah aku sedikit tenang, aku kembali mengendarai motorku untuk pulang kerumah dan akhirnya sekitar jam 3 aku sampai di rumah. Aku mandi membersihkan kekotoran tubuhku. Lalu kembali ke kamar untuk tidur. Ku ambil hp ku dan kukirim pesan ke mas Tono.
Intan : “mas ton… kamu dimana sekarang? Kapan kembali kesini? Aku kangen… sudah lama kita gak chat-chatan mesra lagi kayak dulu… aku pengen banget ketemu kamu… aku barusan jatuh mas di jalan…”

Ku kirimkan bbm message ke mas Tono dan aku mulai menyadari sesuatu. Sejak aku kembali dari Malang dan mas Tono pulang ke kotanya untuk menyelesaikan skripsinya, hubungan kami rasanya merenggang. Aku dan mas Tono sudah tidak intense berkabar. Paling gak cuma pagi dan malam saat aku mau tidur saja. Sudah tidak seperti dulu.

Aku yang masih kelelahan akhirnya tertidur pulas. Untung saja besok aku shift sore. Jadi aku bisa istirahat lebih banyak. Sampai tak terasa matahari sudah terik. Aku terbangun dan melihat hape ku dan jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Kulihat ada 1 chat singkat dari mas Tono yang membuatku sedih.
Tono : “aku masih ngurus skripsi, gak tahu kesana kapan.”

Mungkin aku sedang melow saja. Jadi chat singkatnya ini membuatku sedih. Namun ada lagi yang membuatku sedih. Aku cek tanggal dan seharusnya aku sudah mens kemarin. Tapi aku masih berbaik sangka karena baru telat sehari. Aku berharap tak lagi kejadian seperti sebelumnya. Tapi bagaimana lagi… mungkin Hasan bisa ku minta untuk memakai pengaman. Sedangkan pak Giman, dokter Danu, Ruli dan yang lain tak pernah memakai pengaman sama sekali.

Aku kembali terduduk di dalam kamarku. Merenungkan ini semua. Apakah langkah yang kuambil ini salah. Aku berharap semua baik-baik saja. Tapi tiba-tiba saja aku merasakan pusing dan tubuhku bereaksi aneh. Detak jantungku perlahan makin kencang. Nafasku mulai tak beraturan. Suhu tubuhku kembali meningkat dan keringat mulai bercucuran.

Intan : “duh…aku kenapa ini…ahs…”
Entah kenapa tiba-tiba saja nafsuku naik sendiri dan tanpa sadar aku meremas-remas payudaraku dengan tanganku sendiri.
Intan : “ahs…ohs…ahss…ahs…”
Kini aku mulai melucuti daster yang kukenakan dan bertelanjang bulat diatas kasur merangsang diriku sendiri.

Intan : “ohs…aku kenapa ini…ohs…ouhs…ngghh…ouh…ngghhhh…”
Jari jemariku kini mulai mengelus kemaluanku dan memainkan clitoris sampai aku orgasme sendiri. Aku mengejan saat cairan kemaluanku muncrat dengan derasnya. Aku semakin tak paham dengan yang terjadi padaku. Padahal rasanya baru saja aku masturbasi.

Bukannya nafsuku teredam setelah orgasme, tapi malah semakin menjadi-jadi. Tubuhku seperti tak dapat ku kontrol lagi. Aku membutuhkan pelampiasan. Dengan masih telanjang bulat aku keluar dari kamarku. Aku mencari adikku untuk membantuku melampiaskan nafsuku yang kian memuncak ini. Namun ketika ku cari ke kamarnya, dia tak ada disana. Entah kemana perginya adikku ini.

Aku yang semakin frustasi karena nafsuku belum tersalurkan, aku pun ke dapur untuk mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk masturbasi lagi dan aku pun menemukan sesuatu.
Intan : “oh… terong ini… sebesar penis pak Giman…”
Ku ambil terong itu dan kujilati sampai basah dengan air liurku. Entah kenapa kini aku malah mengharapkan pak Giman untuk berada didekatku dan menggunakan tubuhku sepenuhnya demi memuaskan nafsu buasnya.

Intan : “ouhs…pak Giman…masukin…masukin…” racau ku membayangkan pak Giman yang mulai menggesek-gesekkan penisnya di labia mayoraku. Kenyataannya, aku lah yang menggerakkan terong itu.

Intan : “ack…ach…pelan-pelan…pak…ack…”
ku tekan masuk terong itu ke dalam kemaluanku perlahan-lahan. Sampai akhirnya mentok dan mulai kutarik keluar lagi.
Intan : “auh…oohss…ngghhh…terus….nggghhh….oouhh…”
Cairan kemaluanku semakin membanjir dan membasahi terong yang sedang keluar masuk ini. Semakin lama aku semakin ingin lebih cepat lagi. Kupegang terong itu dengan kedua tangan ku dan mulai mengocoknya kencang keluar masuk di dalam kemaluanku.

“Cruuutt…cruutt….cruuut…” cairan kemaluan ku muncrat seiring keluar masuknya terong ini. Tubuhku yang telanjang ini menggeliat-geliat menikmatinya di lantai dapur.
Intan : “AHS…AHS…AHS…TERUS…AAHSS…OHS…AHS…”
Aku masih terus masturbasi di dapur. Pikiran ku semakin kacau tak karuan. Aku membayangkan pak Giman yang menyetubuhiku dengan brutal.

Intan : “AHS…YES…AAARRGGGHHHHSSS…“ aku berteriak ketika merasakan kenikmatan yang memuncak. Kubenamkan terong itu dalam-dalam di kemaluanku, tubuhku menegang, dan detak jantungku terpacu kencang. Aku pun orgasme sambil squirting dengan derasnya. Seperti cairan tubuhku keluar semua melalui kemaluanku dan juga seluruh pori-pori tubuhku.

Bukannya mereda setelah orgasme, entah kenapa pikiranku semakin tak karuan. Aku malah semakin ingin untuk bersetubuh lagi. Suhu tubuhku juga semakin memanas. Aku seperti hampir kehilangan kesadaranku. Pandangan mata ku juga semakin kabur. Tapi nafsu ku tak kunjung mereda menuntut untuk dipuaskan.

Mungkin aku sudah mulai kehilangan kesadaranku. Aku merasakan seperti ada seorang pria yang menghampiriku. Namun aku tak tau dia siapa. Yang ada di pikiranku saat ini ada batang penis yang bisa memuaskan nafsuku. Dia dengan lembut membopongku dan membawaku ke dalam kamar. Kemudian dia merebahkanku di kasur. Tapi kemudian dia beranjak pergi.

Sebelum dia pergi keluar dari kamar ku, aku bangkit dan memeluknya dari belakang.
Intan : “tunggu…jangan pergi…temani aku disini dulu…”
Aku memeluknya dan tanganku mulai turun ke arah selangkangannya. Aku menggodanya sampai kurasakan penisnya menegang meski dibalik celananya. Ku elus-elus penisnya yang sudah menegang itu. Sepertinya dia masih mencoba menahan godaanku. Aku mulai menciumi lehernya dari belakang untuk terus menggodanya.

Rupanya dia tergoda juga. Dia balik badan dan membalas ciumanku. Kami berciuman dan mulai bergumul diatas kasur. Aku bantu dia membuka semua pakaian yang masih dia kenakan. Dengan penuh nafsu dia meremas-remas payudaraku dan meraba-raba tubuhku. Kami berdua benar-benar terhanyut dalam nafsu.

Kuraba-raba penisnya yang menegang itu dengan jari jemariku. Dia seakan mengerti maksudku. Dia berbaring di sebelahku lalu aku beringsut turun dan mulai mengocok penisnya sebelum akhirnya kumasukkan ke dalam mulutku.
Intan : “mmhhh…mhhh…slurp…mmmhh….ock…ock…ock…”
Kunikmati batang keras ini meski tak sebesar punya pak Giman dan bahkan aku tak tahu penis siapa yang sedang ku kulum sekarang. Yang ada di dalam pikiranku hanya nafsu yang butuh dipuaskan.

Penisnya kujilati dan kuhisap sampai basah dengan salivaku karena begitu kunikmati. Rasanya ingin kujejalkan penis ini sampai masuk kedalam tenggorokanku. Namun kemaluanku juga menuntut untuk dipuaskan.
Intan : “ohs…mmmhhh…aku masukin ya…ohs…”

Aku menaiki tubuhnya dan perlahan penisnya kuarahkan masuk kedalam kemaluanku. Setelah masuk semua, ku goyang dengan penuh nafsu sambil meracau tak jelas.
Intan : “ohs..ouh…enak…ouh…terus…ouhs…ohs…terus…ohs…sodok yang dalam…ohs…”
Aku menggoyangnya dalam posisi woman on top sambil bertumpu di dadanya. Dia pun sepertinya tak tinggal diam. Kedua tangannya meremas-remas pantatku, membantuku naik turun untuk lebih kencang.

Intan : “ouhs…yes…ohs…ohs…ohss…hisap…hisap yang kuat…ohss…ohss…nggghhh…ahs..”
Aku menyodorkan payudaraku ke arah mulutnya agar dia bisa menghisapnya dengan mulutnya.
Intan : “ohs…terus…terus…ohs…hisap sayang…ohs…hisap…ahs…ahs..terus…”
Mulutnya menempel erat di puting ku saat payudaraku bergoyang bebas di hadapannya. Putingku dihisapnya kuat-kuat bergantian kanan kiri dan terkadang dia seperti menggigit pelan. Perlakuannya semakin membuatku bergairah.
Intan : “ahs…terus sayang…terus…hisap…ahs…ahhs….ngghhh…”

Sampai akhirnya aku berhenti menggoyangnya dan penisnya menancap dalam di kemaluanku. Tubuhku bergetar hebat karena orgasme yang melanda. Dia pun memelukku erat sambil meremas pantatku. Tapi disaat aku masih menikmati orgasmeku, dia memeluku lalu membalikkan badanku. Kini giliran dia yang menggenjotku dalam posisi misionaris.

Intan : “ahs..ahs..ahs..ahs..ahs..ohs..terus..yang kencang…ohs…gedein…ohs…gedein lagi…ahs… terus…yang kencang…ahs…” Aku kembali meracau menikmatinya. Tanpa sadar aku memintanya untuk menggenjotku dengan lebih kencang dan memintanya memperbesar penisnya lagi walau tak mungkin karena yang ada dalam benak ku cuma penis sebesar milik pak Giman.

Intan : “ahs..terus..terus…ahss…ahs…ahs..ahs…ohs..enak…terus…yang kencang…ohs..” meski penisnya tak sebesar punya pak Giman, tapi penis asli sensasinya lebih nikmat untuk dirasakan.
Intan : “yang kenceng…ohs..kencengin…kencengin…ahhsss…..ngghhhh….nggghhhh…ohs…”
Aku kembali meraih orgasmeku lagi dan lagi.

Tapi tiba-tiba dia mencabut penisnya disaat aku meraih orgasmeku. Membuatku kembali menginginkannya.
Intan : “ohs..jangan dicabut sayang…masukin…masukin lagi…”
Aku pun bangkit dan meraih penisnya, mengharapkan dia kembali menyetubuhiku sekarang. Tapi ternyata dia menciumku lalu memelukku dan membalikkan tubuhku. Aku pun paham dan langsung menungging menunggunya kembali menancapkan penisnya ke dalam kemaluanku.

Tangannya kini bertumpu di pinggulku dan kurasakan dia mulai penetrasi perlahan.
Intan : “ohs… ahs…terus…ahs…ohss…ohs…ohs….ohs…” kini penisnya terasa menusuk lebih dalam sampai membentur lubang cervixku. Aku dan dia kembali bersetubuh dalam posisi doggy style di atas kasur. Cengkraman tangannya pada pinggulku terasa erat. Sepertinya dalam posisi ini dia lebih tak bisa mengendalikan dirinya. Aku merasakan dia lebih sering menahan agar tak segera ejakulasi. Sesekali dia kembali pelan sambil meremas payudaraku yang menggantung sebelum kembali menggenjotku dengan kecepatan penuh.

Aku yang semakin tak sabaran mengharapkannya lebih brutal lagi.
Intan : “ahs..sayang…jangan ditahan…keluarin aja…keluarin…aku…pengan yang kenceng…ahs… yang kenceng…”
Dan dia pun menurutiku. Kini pinggulku kembali dicengkramnya erat-erat dan tempo penetrasinya semakin lama semakin kencang.
Intan : “ohss…iya…terus sayang…terus…ohs…ohss..enak…keluarin aja…didalam…ohs.. Enak… ouhs… ARRGGGHHHHH….”
Akhirnya aku pun kembali orgasme bersamaan dengannya menyemprotkan spermanya di dalam kemaluanku. Dia membenamkan penisnya dalam-dalam membuatku merasakan cairan hangatnya itu membanjiri rahimku.

Kenikmatan ini seperti tiada duanya. Rahimku seperti ingin selalu di isi oleh benih-benih para pria. Rasanya benar-benar beda saat berhubungan langsung dibandingkan masturbasi sendiri. Aku merasa lebih puas sampai akhirnya aku pun kelelahan.

Aku pun begitu menikmati setiap persetubuhan ku dengannya. Walau aku tak tahu siapa dia karena pikiranku sudah kacau. Sampai tak terasa kini aku kelelahan dan ambruk di atas tempat tidurku. Aku pun kembali terlelap tidur karena sudah merasa puas.

Sampai akhirnya aku terbangun karena suara dering hape ku yang berbunyi berulang kali. Dengan kepala yang masih berat, aku mencari-cari hape ku berada dimana. Setelah kutemukan, segera ku angkat telponnya.
Ningsih : “Tan. kamu dimana nih? Ijin lagi?”
Intan : “Ningsih…kenapa ning?”
Ningsih : “kenapa kenapa? Jam berapa ini kamu gak absen?” kulihat hape ku dan baru kusadari kalau sudah jam 5 sore.

Intan : “astaga…maaf-maaf. Aku ketiduran Ning. badan ku gak enak soalnya. Maaf ya. Gak kabarin kamu dulu jadi kamu shift sendirian ini. Aku mandi dulu terus berangkat ya.”
Ningsih : “kalau masih gak enak badan gak apa apa Tan. istirahat dulu aja sana. Kamu nih kelihatan akhir-akhir ini gampang sakit soalnya.”
Intan : “enggak kok…aku masuk…sebentar ya… tapi…nitip absenin dong Ning. biar gak dimarahin dokter Danu nih.”
Ningsih : “iya iya…titip absen nih?”
Intan : “hehehe iya…tolong ya… Ningsih baik deh.”
Ningsih : “ya udah aku absenin. Ku tunggu ya di RS. daripada aku jaga sendirian ini sore.”
Intan : “siap kakak…”

Setelah menerima telpon dari Ningsih aku pun bergegas untuk mandi. Tapi… aku kembali mengingat-ingat sesuatu karena ada lelehan sperma di selangkanganku. Apakah benar tadi aku berhubungan sex? Lalu dengan siapa? Seingat ku adikku sedang tak dirumah. Aku termenung sejenak, mengingat-ingat lagi. Apakah tadi itu nyata atau tidak. Kalau pun nyata, siapa orang yang berhubungan badan dengan ku tadi. Kalau tidak nyata, ini sperma siapa…

Aku termenung sampai tak sadar sudah jam setengah 6 sore aku memikirkan ini. Sampai akhirnya aku mendengar suara ibu memanggilku dari luar dan mengetuk pintu kamarku.
Ibu : “Nak… Nak… sudah bangun belum?”
Intan : “iya bu…sebentar…”

Aku pun segera mengambil daster yang menggantung di pintu. Ku kenakan begitu saja tanpa dalaman biar cepat. Lalu ku buka pintu kamarku.
Intan : “kenapa bu?”
Ibu : “kamu gak kerja nak?”
Intan : “kerja kok bu. Ini mau mandi. Siap-siap dulu.” ibu menatapku penuh tanya seperti khawatir kepadaku.

Intan : “kenapa bu? Bisa aku bantu apa bu? Maaf ya bu tadi aku belum beres-beres rumah.”
Ibu : “kamu gak apa-apa nak?”
Intan : “i…iya bu…aku gak kenapa-kenapa kok?” tangannya diletakkan ke dahiku.
Ibu : “ya sudah kalau kamu gak apa-apa. Ibu kira kamu gak enak badan.”
Intan : “ee…gak apa-apa kok bu. Aku mau siap-siap berangkat kerja dulu ya bu.”
Ibu : “iya tapi jaga kesehatan ya nak. Ibu lihat kamu akhir-akhir ini agak pucat. Minum vitaminnya.”

Ibu : “eh ya. Tadi kamu tau mas Midji kesini?”
Intan : “enggak bu? Emang kesini?”
Ibu : “iya ibu nitip sama dia sayuran buat masak besok. Tuh barangnya tadi ditaruh depan. Ya udah nanti ibu nitip uang ya buat bayarnya. Kamu nanti berangkat mampir bayar dulu kesana.”
Intan : “eh iya bu…”

Setelah ibu pergi, aku kembali menutup pintu kamarku lalu aku pun drop terduduk di lantai. “Apa jangan-jangan tadi mas Midji… kalau benar… duh aku harus gimana… kenapa aku sampai lepas kendali ini tadi…” banyak pikiran berkecamuk dalam diriku. Perasaan malu dan sedih melanda bercampur jadi satu. Sampai-sampai air mata ku kini mengalir. Karena aku mulai yakin, pria tadi itu mas Miji. Karena tak ada orang lain lagi yang berada di rumah ini. Lalu bagaimana nanti bila aku ketemu dengannya lagi.

Tapi aku coba untuk menepis kemungkinan itu. Tak mungkin mas Midji sampai bisa masuk ke rumah. Dia orangnya sopan. Benar…tak mungkin mas Midji. Tapi…kalau bukan dia, bekas sperma yang masih mengalir di selangkanganku ini punya siapa… aku coba menenangkan diriku dengan segera mandi. Air dingin ini membuatku lebih tenang sekarang.

Sekitar jam 6:15 aku berangkat kerja setelah berpamitan dengan ibu dan bapakku yang sudah berada dirumah. Tak lupa aku pun mampir ke warung mas Midji untuk membayar belanjaan ibu tadi. Sesampai ku disana toko mas Midji sudah sepi karena memang biasanya tetangga-tetangga berbelanja pagi hari. Kulihat mas Midji sedang duduk-duduk seperti biasa menjaga tokonya.

Intan : “mas Midji…” kusapa dia.
Midji : “eh iya tan. Mau berangkat kerja ya? Sudah rapi dan wangi.”
Intan : “iya nih mas. Cuma mau nyampein ini mas. Mau bayar pesenannya ibu tadi.” sambil kuberikan uang yang ibu titipkan tadi.
Midji : “oh sudah kok tan.”
Intan : “hah? Sudah? Maksudnya sudah dibayar? Kok ibu tadi bilangnya belum ya mas?”
Midji : “hehehe sudah gak perlu kok.”

Mas Midji pun mendekat sambil berbisik padaku.
Midji : “kan tadi sudah kamu bayar tan pakai ini…makasih ya…hehehe” kata nya sambil meremas payudaraku.
Intan : “mas…kamu…”
Midji : “enakan burungku kan daripada terong yang gede gitu. Hehehe gede gak selamanya enak kan…”
Aku menjadi yakin, kalau orang yang bersetubuh denganku tadi adalah mas Midji.

Intan : “mas…sudah ya…aku tadi cuma khilaf…aku mau kamu lupain aja yang tadi ya mas…”
Midji : “gak mau nemanin aku dulu disini tan?hehehe nanti ku bikin enak lagi kok.” ucapnya sambil menarik tanganku sampai menyentuh penisnya yang sudah tegang itu.
Intan : “mas!!! Sudah ya… aku kesini cuma mau bayar pesenan ibu.”
Aku pun segera balik badan dan menstarter motorku. Secepat mungkin aku memacu motor ku pergi dari tempat ini.

Ternyata benar…mas Midji lah orangnya. Aku kembali menangis selama di jalan. Aku menyesali ini semua. Kenapa aku sampai tak sadar tadi. Kenapa aku menuruti nafsu ku yang meluap-luap. Kenapa malah aku menggoda seseorang tadi untuk memenuhi hasratku. Mas Tono…aku ingin kamu segera kembali kesini dan membawaku pergi dari kota ini…
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd