elizaa
Guru Semprot
- Daftar
- 12 Aug 2012
- Post
- 698
- Like diterima
- 127
Gadis berponi itu tak hentinya berceloteh, terkadang pipinya mengembung dan bibirnya sengaja dicemberutkan sedemikian rupa. Suhu pendingin udara dari kafe kecil di daerah Terban itu seolah tidak bisa menghilangkan gundah di raut wajahnya, tidak juga segelas Chocholate Frappe dan Cheese Cake yang dibiarkannya tak tersentuh. Berkali-kali ia menggigit-gigit batang lolipop sambil sesekali memperbaiki letak kacamatanya, namun lawan bicaranya sepertinya lebih suka memperhatikan raut imut yang malah bertambah lucu ketika sedang mencemberut!
"Kak! Kak! Kok malah ngelamun sih? nyebelin banget deh, aku kan lagi cerita!"
"Eh, iya... sampai mana tadi?"
Sambil memberengut, anak itu bercerita bahwa dirinya sedang sebal dengan teman online-nya yang bernama Meiji. Katanya, orang itu mempost gambar meme-nya Eddard Stark yang ditulisi "Brace Yourself, Mirage of Deceit is Coming" di lounge sebuah forum cerita panas. Tentu saja, lounge langsung heboh, karena semua orang tahu langsung mengira bahwa dirinya akan merilis sebuah cerita. Padahal kan cerita itu masih belum selesai ditulis!
Segelas Chocolate Frappe di hadapannya langsung dihabiskan hingga tandas, sebelum melanjutkan kekesalannya: kenapa sih semua orang harus heboh hanya karena dirinya menulis cerita baru? Dan ia lebih sebal lagi mengapa semua orang memperlakukannya seperti selebriti dunia maya. Padahal dirinya hanya ingin menulis, dan sama sekali tak pernah ingin dipanggil legenda.
Trickst∆r The Mirage of Deceit. Siapapun tak akan mengira bahwa gadis mungil berkacamata yang sedang mengemut lolipop di hadapanku itu adalah otak dibalik 'My Final Heaven', novel online yang sukses menembus angka 6,5 juta view di sebuah forum cerita panas tanpa harus dijadikan ajang OOT.
Star, aku lebih suka memanggilnya dengan sebutan itu daripada Trix atau nama aslinya. Kalau ditanya kenapa, aku cuma bisa menjawab 'karena kamu lebih mirip star, sih!' Tentu saja Star akan menjerit 'gombaaaaaal!' dan disusul dengan cubitan yang mendarat di pinggangku. Aku cuma bisa nyengir dengan tampang seorang penjahat kelamin. Lagian apa sih yang nggak gombal di dunia ini?
Bintang itu kecil, jauh, kesepian. Star mencoba berfilosofi. Dibutuhkan jutaan tahun agar cahayanya sampai ke bumi. Mungkin bintang yang sekarang kita lihat sudah nggak ada dan udah jadi supernova.
Pertemananku dengan Star sendiri lebih dari sekedar perjalanan jutaan tahun cahaya. Siapa yang pernah tahu, bahwa bintang paling bersinar di dunia tulis menulis erotika itu awalnya hanyalah bintang kecil yang tersenyum malu-malu sambil memegang cangkir Hello Kitty. Waktu itu empat tahun yang lalu, aku sedang menyikat gigi ketika pintu kamar kost-ku diketuk tiga kali.
~2011~
Anak itu mungil, kira-kira cuma setinggi bahuku, itupun udah pakai wedges tinggi. Rambutnya pendek sedagu, dipotong model bob dan di-highlite warna chestnut dengan kaca mata kotak yang membingkai sepasang mata yang tak berhenti bergerak. Bibirnya mungil, pipinya bulat lucu dan dipulas blush-on tipis hingga membuatnya lebih mirip boneka.
Star bercerita bahwa ia baru sampai di Jogja tadi pagi. Baru kuliah, dan akan ikut ospek minggu depan. Waktu kutanya kuliah di mana, sambil malu-malu Star berkata 'Psikologi'. Mata bulatnya bahkan terbelalak tak percaya waktu mengetahui bahwa aku kuliah di fakultas yang sama. Angkatan duaribu tua, jawabku ketika ia bertanya. Malu sekali kalau dia tahu aku tidak lulus-lulus.
Aku sih senang saja punya tetangga baru. Karena sudah lama kamar kost itu tidak ditempati. Benar saja, tak seberapa lama, Star datang lagi ke kamarku. Melongok dari balik pintu sambil memegang cangkir Hello Kitty. "Kak, boleh minta air panas, nggak?" katanya.
"Boleh, ambil aja di dispenser."
"Heheh... makasih, kak... aku belum ada dispenser, nih...."
Star agak canggung ketika masuk ke dalam kamarku. Dan seperti yang sudah kuduga, pandangannya langsung tertuju ke arah rak bukuku, perabot paling mencolok dari kamarku yang dicat maroon-kelabu.
"Kakak suka baca Supernova?"
"Suka, tapi yang pertama aja."
"Sama, makin ke sini makin aneh ceritanya."
"Yah."
"Kak, ngomong-ngomong bukunya banyak amat, hehe..."
"Masa?"
Kubiarkan Star mengamati koleksi bukuku seperti seorang anak kecil yang mengagumi deretan mainan di pertokoan. Bibir mungilnya nampak bergerak-gerak mengomentari judul-judul langka yang memang sudah tidak dicetak lagi. Star mengaku suka membaca karya fiksi dan fantasi, aku juga. Star bilang dirinya suka menulis cerita, aku juga. Lalu kami tertawa-tawa. Aneh juga rasanya, membiarkan orang yang baru kukenal tadi pagi, kini tidur-tiduran di karpet kamarku sambil bercerita tentang karya Tolkien yang tak pernah dipublikasi.
Star nyaris tidak percaya ketika mengetahui bahwa ternyata aku adalah seorang penulis cerita panas yang pernah aktif berkarya di sebuah forum dewasa beberapa tahun yang lalu. Star berkata, bahwa pengarangnya ternyata berbeda sekali dengan yang dibayangkannya selama ini. Memang seperti apa bayangannya? Aku balik bertanya. Star hanya mengangkat bahu sambil tertawa, renyah, manis sekali.
"Kenapa nggak nulis lagi? Aku ngefans berat loh sama kakak."
Giliranku yang mengangkat bahu. Aku tak tahu, tapi aku mencoba menjelaskannya sebisaku. Bagiku, menulis adalah menumpahkan keresahan. Tanpa keresahan, jari-jarimu seperti kehilangan taksu. Lalu untuk apa aku menulis lagi? Membuktikan eksistensi? Ketenaran? Pujian? Cendol? Penulis cerita panas adalah profesi tak berprofit yang lebih banyak dosa-nya daripada pahala.
Tahu-tahu, Star tersenyum melihatku. Akupun bertanya, ada apa?
"Tumben, melihat kakak bicara panjang lebar. Aku kira awalnya kakak tu sombong loh."
Star bilang bahwa setelah membaca cerita-ceritaku, dia jadi terinspirasi untuk menulis cerita panas, tapi tidak pernah di-post karena malu, katanya. Sekarang ini sudah banyak penulis-penulis baru yang mengangkat tema softcore romantis, Star takut tulisannya malah di-bully atau malah-malah tidak ada yang membaca sama sekali.
Akupun mencoba membesarkan hatinya. Bukankah sebuah karya baru berarti bila ada yang membaca? Apa gunanya menulis cerita jika hanya jadi sekumpulan digit-digit kode biner yang membusuk di hard disk? Kritik pedas itu hanyalah masalah apresiasi. Sebuah karya justru dikatakan tidak diapresiasi jika tidak dikomentari, atau cuma di-comment, 'mantap gan', 'lanjut gan'. Lagi-lagi aku berkata panjang lebar.
Star tersenyum mendengarnya, lama. Sebelum akhirnya memejam dan menarik nafas panjang. Tangan mungilnya menjulur, mengulurkan flashdisk kecil dengan gantungan Hello Kitty. "Kakak adalah orang pertama yang baca cerita-cerita aku! Awas jangan diejek!" ia berkata sambil mengembungkan pipi.
4 tahun berlalu begitu saja. Bintang kecil itu kini bermetamorfosa menjadi bintang paling benderang di jagat maya. Dan kami masih tetap berteman biasa. Star tahu, aku pun tahu. Ada yang lebih baik disimpan tanpa pernah mendapat kesempatan untuk diungkapkan.
= = = = = = = = = = = =
"Tuh, kan! Ngelamun lagi!" Star mencubit tanganku. Ia cemberut, tapi dengan mukanya yang imut membuatnya malah bertambah lucu.
"Hehehe... Eh bentar, ada yang bbm, nih..."
Iko_bukan_uwais: Sob, urusan di Jakarta dah beres. Minggu depan kita koordinasi di kopi Joss sama anak-anak. Tolong dikondisikan.
Me: sip, nanti gue bilang ke yang lain.
Iko_bukan_uwais: mantap.
Me: Oia, gue ngajakin cewe ya...
"Oia, Star, kamu jadi kan ikut kopdar?"
"Hah?"
Bersambung...
Terakhir diubah: