Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TRJBK NSTLG

"L-Liz...." bisikku bergetar di telinganya.

"A-apa.. Jay..." Liz tersengal dengan nafas naik turun, karena tanganku membelai kewanitaannya dari balik lapisan kain nylon yang telah basah sempurna.

"K-kalau sekarang... Udah b-boleh, nggak?"

"B-boleh... a-apa?"

"ML."

aaaahk, suka gemes deh ama cowo yg minta ijin bwat ML gini di tengah2 cuddling :panlok4: bawaannya pengen cakar-cakar :p
 
duh om..nanggung iki baca nya, udah klimaks feeling nya , eh to be continued ...
:((:((
:kbocor: aku tuh ga bisa di giniin...
 
ditinggal merem malah ketinggalan banyak..
aku tak baca disi yo om..lanjut
 
Aduh! Sepertinya itu si slamet yang makan di KFc.

Jay jay...
 
wah..makan di kfc, pasti minumnya teh botol sostro
 
aduhhh lanjutanny jdi pengen nungguin lagi nih..mantap yg ini ceritanya suhu!!!
 
kentang huuu.....

set dah..... banyak stock kentang y hu.

lanjut hu.... ciamik bener....
 
Sampai lampu merah di depan Mirota Kampus, aku terhenti lama, jalanan agak macet karena akhir pekan. Dari tempatku berhenti, aku bisa dengan jelas melihat orang-orang yang sedang makan di KFC di seberang jalan.

Lho... Lho... Eh? Aku mengernyit, seperti mengenali sosok yang sedang makan di sana, saling meyuap mesra. Aku hanya berkata dalam hati, berharap salah melihat. Namun wajah itu, potongan rambut itu! Tak salah lagi!

Jantungku seperti berhenti berdetak. Liz dan Bang Igo sedang suap-suapan di sana!

Tidaaaaaaaaaaaaak!!!!!

Mawar merah di tanganku jatuh ke atas aspal. Kalaulah ini film, maka mawar yang jatuh itu akan di-shoot dalam adegan slow motion dan diiringi intro lagu Bunga Terakhir. (Versi Beby Romeo, biar mantap).

Agar lebih dramatis, Tokoh Utama akan menjerit ke arah langit, "Tidaaaaaaaak!!" berlari histeris menyeberang jalan namun ditabrak oleh Bus Sumber Kencono….


<close up: wajah Jay yang mewek>

<musik terdengar>


Engkaulah yang pertama,
menjadi cinta,
tinggallah kenangan
Berakhir lewat bunga,
seluruh cintaku,
untuknya

Bunga terakhir….
ku persembahkan kepada, yang terindah,
sebagai suatu tanda cinta untuknya

Bunga terakhir…
menjadi satu kenangan, yang tersimpan,
tak ‘kan pernah hilang ‘tuk selamanya…


<layar fade out to black>


THE END


<ending credit bergulir>




Editor ane:! :groa:

Ane: apa? :huh:

Editor ane: maksudnya apaan nih?!

Ane: tamat :pandapeace:

Editor ane: tamat gundulmu! nulis cerita yang bener dong! Ente mau ditimpukin bata sama orang satu kampung? :groa:

Ane: Huh, gak bisa diajak becanda!



Fragmen 8
Cinta itu Perih, Jenderal

Eh, setelah kuperhatikan lebih dekat lagi, ternyata mereka dua orang cowok. Yang satunya tipikal 'cowok cantik', rambutnya dipotong mirip Liz. Dan yang satunya brewokan mirip Bang Igo.

Orang-orang yang menunggu di lampu merah melihatku dengan tatapan aneh, karena barusan aku berteriak seperti adegan-adegan sinetron, untung aku belum ditabrak Bus Sumber Kencono.

Tengsin...

Tengsin...

Tengsin...

Tengsin...

Aku memungut kembali mawar yang jatuh. Sepertinya aku terlalu banyak nonton Drama Korea, atau mulai sakaw akan meki-nya Liz, sampai-sampai berhalusinasi. Sekilas kulihat mereka -dua cowok itu- bercanda mesra.

= = = = = = = = = = = = = = = =​

15 menit kemudian, aku sampai di depan kost Liz. Sebuah mobil sudah terparkir lebih dulu di halaman, dan aku mengenali itu mobil siapa. Benar saja, ketika sampai di kamar Liz, yang punya mobil sedang tiduran santai di atas kasur.

"Woy, ngapain ente di sini?" tegurku.

"Jiah, panjang umur. Baru aja diomongin," ia mengekeh santai, sambil memainkan laptop.

"Liz mana?"

"Noh, lagi mandi." Grace menunjuk ke arah kamar mandi dalam yang ada di sana. Grace melirik mawar yang kubawa, "e cie... romantis banget. Kalian itu ya, sama-sama sayang, sama-sama kangen, tapi sama-sama gengsian hahahaha..."

Wah,kok sama sepert yang dibilang KW hehehehe...

Yaudah, aku nongkrong di depan kamarnya sambil merokok.

= = = = = = = = = = = = = =
Tak lama kemudian, Liz keluar kamar dengan handuk di kepalanya "Eh, Jay.. apa? Ngapain kamu ke sini?" Sepertinya Liz tak menyangka ada aku di sana.

"Eng eh.. anu.. ini.. buat kamu.." grogi setengah mati, aku menyerahkan bunga pada Liz.

"Apaan, nih? Sogokan ceritanya?" Liz mengambil mawar itu, pura-pura cemberut.

"Eng.. iya... eh Liz.. jangan cemberut dong.."

"Emang kenapa?"

"Kalau senyum, cantiknya nggak kalah sama bunga mawar, lho."

Liz tidak bisa menahan senyum di bibirnya. Ia menonjokku pelan, "tukang gombal." Grace cuma cengar-cengir melihat kami seperti remaja yang kasmaran.

"A-anu... L-Liz, a-aku... m-minta maaf... ya..."

"A-aku k-kali yang s-salah... maaf, ya... Jay..."

"I-iya... hehe... Eh, Liz.. kamu udah makan lum?"

"B-belum.. Aku... a-aku ganti baju dulu, ya."

"Eh, Liz!" Ucapku ketika Liz hendak berbalik.

"Apa?"

"Nanti makannya jangan yang mahal -mahal."

Sudah tanggal tua, di dompetku hanya ada uang Rp.6000, tadi habis buat beli bunga + dipalak tukang parkir.

"Huu.. mahasiswa kere.." Liz menjulurkan lidahnya, dan seketika itu suasana kembali cair. "Btw, makasih bunganya yaaaaa," Liz mencium kelopak bunga sambil tersenyum, cantik sekali.

Liz masuk kamar. Aku menoleh ke arah Grace yang kini tersenyum lebar sambil mengacungkan sepasang jempolnya.

Mission acomplished...

= = = = = = = = = = = = = =

Malam itu Liz mengenakan Coat lengan panjang warna abu-abu, dipadu leggins ketat. Coat itu cukup panjang sampai menutupi atas lututnya.Ah, Liz memang benar-benar bidadari.

"Yuk, my prince.." kata Liz,

"Kawulo, Gusti Ratu." kataku sambil membungkuk.

"Grace titip kamar, yaa... ntar malem aku 'tanya-tanya' lagi." Liz melambai ke arah Grace yang masih asyik dengan laptop-nya.

"Tanya-tanya apa?" aku mengernyit penasaran.

"Mau-tahu-aja," balas Grace sambil bercekikikan dengan Liz.

Aku merasa ada yang aneh, tapi aku tidak begitu peduli. Akhirnya aku dan Liz makan Nasi Goreng dekat kampus. Aku memesan yang paling murah, kasta terendah dari menu di tempat itu: Nasi Goreng Kosong, tanpa daging, tanpa telur, tanpa sayur (untungnya masih pake nasi), yang sepiringnya cuma 6000 Perak. Yah masih dalam budget lah, nanti parkir biar Liz yang bayar.

"Tadi kamu SMS, ya..? maaf ya, Jay. Aku lagi mandi.."

"Iya.."

"Kamu kok repot-repot beli bunga, sih? padahal kan lagi kere... udah, nanti aku aja yang bayar makanannya," ucap Liz sambil mengusap nasi yang menempel di daguku.

"Yaaaah.."

"Kenapa? Santai aja kali.."

"Yaaah, tahu gitu aku pesan nasi goreng seafood yang paling mahal sekalian!"

"Hahaha.. dasar kere!!" Liz tertawa terbahak-bahak sampai nasi goreng berhamburan dari mulutnya.

Aku menyeruput air putih+es batu dari gelasku.

"Liz.." kataku kemudian.

"Apa?

"Aku kangen kamu."

"Aku juga." Liz menggenggam tanganku. "Jay, dari semester satu kita sama-sama, dan seminggu ini aku baru tahu ternyata bisa sesakit itu waktu kamu nggak ada."

Aku mengusap-usap rambut pendek Liz. "Maafin aku ya, sudah kekanak-kanakan." sekali lagi, cinta telah mengalahkan ego sodara-sodara.

"Maafin aku juga yah, Jay."

Kami terdiam.

"Kita jangan berantem lagi, ya."

"Iya."

"Janji?"

"Janji." Kami saling mengaitkan kelingking.

"Aku sayang kamu-"

"-aku sayang kamu" Ujar kami hampir berbarengan, flip-flop. Kami berpandangan, sebelum tertawa terbahak-bahak, hingga nasi goreng berhamburan dari mulut kami.

= = = = = = = = = = = = =​

Lama kami bercanda, sambil saling menyuap. Mungkin ini yang sering dibilang oleh orang-orang, cinta akan terasa manisnya jika setelah bertengkar.

"Jay, habis ini aku mau kasih kamu kejutan," ucap Liz pasti, dengan senyum cerah dan mata yang berbinar.

Aku tidak tahu apa yang dimaksud, karena setelah itu Liz mengambil sesuatu di kostnya, tepatnya dari dalam mobilnya Grace: tas ransel.

Aku tidak tahu apa-apa, aku tidak mendapat firasat apa-apa...

= = = = = = = = = = = = = = = = =​

KW tersenyum lebar saat melihatku datang bergandeng tangan dengan Liz, dan Slamet sekarang ada di kamar KW, menggantikan posisiku menonton Drama Korea. Berkali-kali anak itu mewek sambil nangis bombay. Jiah, padahal Si Slamet selalu bilang Drama Korea cuma buat bencong.

Sesampainya di kamarku, Liz menyalakan komputer dan menyetel lagu di winamp: Hujan Mata Pisau, mengunci pintu, dan aku tahu apa yang akan terjadi.

Liz tersenyum nakal, mengeluarkan isi tasnya di atas kasur.

"Astaga!! Ente sakit, Liz!!!!!" aku melotot, dramatis.

"Dapat dari mana barang-barang kayak gini?!!"

Lututku bergetar melihat barang-barang yang ada di atas kasurku: Topeng bulu warna hitam, borgol, lakban, penyumbat mulut, tali tambang, cambuk, satu set lilin, , entah apalagi.

"Dari Grace hehe."

Hah, ternyata Grace punya hobby aneh kaya gini!

"Ini... ini... mau diapaiiiin.." Suaraku bergetar sambil memegang batang karet sepanjang 30 cm. Aku salah menekan tombol dan benda itu mulai bergerak liar, bergetar dan menggeliat-geliat di lantai.

"Adaaa dehh" Liz tersenyum nakal.

"Liz, jangan bilang kamu mau..." aku menggeleng gusar, "Nggak! ini namanya penyimpangan!!"

"Kamu yakin?" Liz menatapku nakal.

"Hah?"

"kamu Y-A-K-I-N?"

Aku menahan nafas ketika Liz pelan-pelan membuka kancing coat-nya satu persatu dalam gerak slow motion. Tubuh Liz, atau apa yang ada di balik coat itu muncul sepotong-sepotong seperti potongan misteri dalam novel Sir Arthur Conan Doyle.

Sesaat kemudian coat itu sudah tergeletak di lantai.

Mataku tak berkedip melihat badan Liz yang seksi terbungkus lingerie warna hitam ketat dari bahan kulit sintetis yang mengkilat. Lingerie itu berbentuk bustier yang menutupi dadanya dengan ketat, sehingga payudara Liz tampak tumpah ruah ke atas. Di bagian perutnya bustier tersebut menyebar menjadi tali-tali berbentuk jala yang menutupi perut Liz yang ramping, melingkar di pinggulnya, kemudian menahan selembar kain kecil yang menutupi area pubisnya.

Aku menelan ludah, belum pernah aku melihatnya seseksi ini.

"Itu... juga.. punya Grace...?"

"Enak aja, ini punyaku tahu!"

Sekarang aku baru tahu, Liz sengaja membeli lingerie itu buat aku.

Sesaat kemudian Liz sudah melumat bibirku. Pelanpelan ciumannya turun ke leherku, dan menjelajah sampai putingku. Liz seperti Nephentes yang memikatku -seekor lalat yang malang- sehingga jatuh dalam perangkapnya. Tanpa sadar, satu persatu pakaianku terlepas, berserakan di lantai. Tahu-tahu aku tanganku sudah terborgol di kaki meja belajarku. Aku meronta, namun Liz segera duduk di atas perutku. Liz mengecup bibirku.

"Jay, kamu tenang aja sayang..," kata liz sambil menyentuh bibirku.

"I...iya... " aku menelan ludah, bergemetaran setengah mampus.

Liz bangkit, dan menyalakan lampu belajarku. Lampu kamar kemudian dimatikannya, sehingga kamarku hanya dipenuhi cahaya yang temaram.

Liz berdiri di atasku, mengenakan topeng dan membawa cambuk. Cahaya lampu belajar berpijar menimpa lekuk tubuhnya yang dibungkus pakaian Spandex ketat. Dengan potongan rambutnya yang pendek, Liz sungguh cantik bagaikan seorang dewi - Dewi Kematian-.

Aku menelan ludah melihat Liz yang berpakaian bak Dominatrix. Aku memang seringkali menonton bokep BDSM, namun aku tak menyangka akan mengalaminya sendiri.

Plakkk!! sabetan cambuk mendarat di dadaku.

"Apa lo liat-liat?!"

"Lho? Eh?!! Liz?! Anjrit! Sakit tahu!"

Ctarrrrrr!!! Ctaaaaaarrrr!!!!

"Kampreeeet! Saaakit, Liz!"

"Liz? Siapa itu Liz? Panggil aku Tuan Putri!" Bocah Gemblung itu sepertinya benar-benar menghayati perannya.

Ctaaaaaaaaaar!!!!

"Adoooooh!!!! Tega ente, Liz! Aduuh!" Aku meronta, namun tanganku terikat borgol.

"Diem kamu, L*nte!" Liz melotot sambil menjambak rambutku.

Liz sangat menikmati ini.

"MET! SLAMET!! TOLONGIN ANE, MET!! KW!! TOLOONG!!" aku berteriak memanggil tetangga kostku, namun Liz dengan sigap membekap mulutku, dan menyumpalnya dengan lakban.

"MMMH!!" aku melotot histeris, aku menatap nanar ke arah Liz, memohon belas kasihannya. Liz punya belas kasihan, namun 'Tuan Putri Dominatrix' ini tidak.

Berkali-kali ia menyabetkan cambuknya ke atas tubuhku yang telanjang. Rasa sakit dan perih memicu sekresi hormon adrenalin ke dalam aliran darahku, dan meningkatkan frekuensi nafas dan denyut nadiku.

Ctaaaarrrr!!!! Ctaaaarr!!!!!! Lecutan cambuk kembali mendarat. Konsentrasi adrenalin yang tinggi di darahku menimbulkan efek anestesi yang menakjubkan! Rasa perih yang semula kurasakan berganti dengan rasa baal yang nikmat.

"Diam!!"

Plak!! pipiku ditampar. Sakit, tapi nikmat.

"Ummh hhit mhee!"

dafuq?, sepertinya aku terlarut dalam permainan Liz.

"Apa?!! Ngomong yang jelas!!"

Ctarr!! Ctarrr!! Ctarrr!!!!!! perutku dipecut.

"Ummmh! Yhhess!"

Madesu, lama-lama aku ikutan sakit jiwa...

Liz menyalakan lilin. Keringat dinginku mengucur. Aku sering menonton bokep BDSM, dan tahu ini akan menuju ke mana. Liz mendekatkan lilin itu ke wajahku. Pupilku bergerak mengikuti nyala api yang-menari-nari.

"Darah itu merah, Jenderal!" teriak Liz.

"Mmmmh!" aku melotot.

"Lilin ini panas, Jenderal! Seperti gairah!"

Ya elah, semua orang juga tahu lilin panas, es lilin

baru dingin!

Liz meneteskan tetesan lilin cair ke atas dadaku yang berbulu. Panas! Lilin itu panas! Jenderal! Aku melotot, meronta tidak karuan, namun Liz menjambak rambutku.

"Mmmmh!! Mmmh!!!" Air mataku sudah menetes.

Liz tetap meneteskan cairan panas itu. Kali ini sepertinya Liz khilaf, ia terlalu dekat mengarahkan lilin yang menyala itu ke dadaku. Apinya mengena bulu dadaku yang lebat dan dipenuhi lelehan lilin yang membeku. Seketika itu juga, api membakar dadaku...

secara harafiah.

Nyaaaak toloooooong!!!!!
Jakarta kebanjiran
di Bogor angin ngamuk
Dada ane kebakaran
Gara-gara pacar gemblung
Hati ane gemeteran,
Wara-wiri keserimpet
Dada ane kebakaran
Gara-gara pacar gemblung
Haaaati-hati pacar gemblung!
Haaati ane jadi dag-dig-dug!
Nyaaaak toloooooong!!!!!

Aku histeris, Liz panik. Aku menjerit, Liz ikut menjerit dan dan menepuk-nepuk dadaku untuk memadamkan api.

Dramatis.

= = = = = = = = = = = = = =
“Hehe” ia cuma nyengir tanpa rasa bersalah.

Aku menatap sedih ke arah bulu dadaku yang indah, kini gosong sebagian.

Liz memasang caps pada penisku, kemudian mengangkang di atas perutku. “Diam kamu! Lonte!” Liz mendorong tubuhku kasar, sebelum memasukkan penisku ke dalam vaginanya.

“Mmmh.. harder!! You, fuck!” Lizz berteriak-teriak sambil memompa pinggulnya.

Liz mengunggangiku seperti kesetanan, jika tidak mau dibilang memperkosaku. Pinggulnya bergerak dengan kasar senada dengan kata-kata kasar yang dikeluarkanya.

“Plak!! Plak!!” Sekali dua kali tamparan mendarat di pipiku. Rasa sakit yang kurasakan sebelumnya, ditambah dengan jepitan vagina Liz yang peret menimbulkan sensasi kenikmatan yang tak terperi.

“Ooooh!! Ohh! Damn! You bastard!!!” Liz berteriak-tidak jelas.

“Mmmh mmmh” aku merem-melek keenakan.

“Plak!!” tamparan mendarat di pipiku

“Shut up! You son a bitch!”

“Mmmh Yhess hhit mhe!”

“Plak!!!”

“Ooooh! Oooh!!”

Liz begitu menikmati permainan ini. Liz menggerakkan pinggulnya seperti kesurupan. Keringat sudah membasahi wajahnya yang secantik bidadari –bidadari dari neraka-.

“Mmmh.. mmmh..”

“Plak!”

“Oooh!! Oooh!!” Liz menjerit-jerit.


Tangan Liz menjangkau penis buatan –dildo- dan menyalakannya. Dildo itu bergetar hebat. Liz menyeringai dengan sadis ke arahku. Aku menatapnya nanar, memohon belas kasihan, aku tahu apa yang akan dilakukannya.

“Mmmmh aaaamh!!!” aku berteriak, mataku melotot saat Liz memasukkan dildo itu ke dalam anusku. Perih! Penderitaan itu perih! Jenderal! Aku tak pernah paham kenapa sebagian orang menyukai anal sex.

Liz kembali menggoyang pinggulnya. Mekinya yang peret kembali memijat-mijat penisku. Kenikmatan yang kudapat dari bagian depan tubuhku, dan rasa perih yang kudapat dari bagian belakang tubuhku menimbulkan suatu keseimbangan yang harmonis seperti yin dan yang.

“Mmmmh! Mmm!” wajahku sudah terbakar nafsu.

“Yeah?! You enjoy it? Fuck?”

“Ummmh yeess.. ooh..” mataku setengah terpejam.

“Plak!”

“Then do it harder!! Motherfucker!!”

“Plak! Plak!!”

Liz semakin liar menunggagiku. Aku tahu, di balik topeng yang dikenakannya itu Liz juga sudah dipenuhi birahi yang memuncak.

“Ooooh.. ooooh! Fuck me! Ooh!”

Liz semakin terbawa suasana, tiba-tiba ia mencekikku..

“Mmmh Lhhiz? Jhangan!”

Liz malah mempererat cekikannya di leherku

“Ooooh oooh!!” teriakan Liz semakin kencang seperti cekikannya. Selamat tinggal dunia.

Aku tidak bisa bernafas. Otakku kekurangan oksigen. Aku pernah membaca dalam suatu jurnal kesehatan: bahwa kondisi di mana sel otak kekurangan oksigen, malah akan menimbulkan rangsangan seksual. Mungkin hal ini yang menyebabkan kenapa pada mayat orang gantung diri ditemukan bercak sperma, dan aktor David Caradine mati saat mencoba mengikat dirinya sendiri demi memperoleh kepuasan seksual.

(peringatan pemerintah: jangan dicoba please, penulis tidak bertanggung jawab kalau kalian kenapa-kenapa)

Pandanganku mengabur, kepalaku terasa ringan. Sesaat kemudian aku merasa melayang, tubuhku bergetar-getar hebat diluar kendaliku.

“Ooooh JAAAY!!” Liz berteriak, sebelum memelukku. Aku merasakan tubuhnya juga bergetar hebat.

Tubuhku mengejang, tubuh liz mengejang. Tubuh kami menggelinjang bersama. Untuk sesaat, aku seperti tidak sedang berada di bumi.

Saat kesadaranku pulih, aku merasakan tubuh Liz yang rebah di atas tubuhku yang masih terasa cenat-cenut. Yah, begitulah cinta, cenat-cenut namun indah.

Malam itu, Liz semakin menggila. Aku dijambak, dipecut, digigit-gigiti dengan buas oleh Liz. Hal terakhir yang kuingat adalah ketika leherku dicekik. Aku tidak bisa bernafas. Otakku kekurangan oksigen. Pandanganku mengabur, kepalaku terasa ringan. Selamat tinggal dunia. Sesaat kemudian aku merasa melayang, tubuhku bergetar-getar hebat di luar kendaliku. Liz ikut berteriak, sebelum memelukku. Aku merasakan tubuhnya juga bergetar hebat. Untuk sesaat, aku seperti tidak sedang berada di bumi.

Saat kesadaranku pulih, aku merasakan tubuh Liz yang rebah di atas tubuhku yang masih terasa cenat-cenut. Yah, begitulah cinta, cenat-cenut namun indah.

"Hehehe.." Liz tertawa, agaknya dia sudah kembali menjadi dirinya.

Liz melepas lakban yang menutup bibirku, dan mengecup bibirku.

"Asyik kan?" kata Liz.

"Hehe... belajar dari mana, sih?"

"Dari bokep-nya Grace."

"Grace sarap! Jangan sering-sering ya.. bisa jebol pantat ane."

"Iyaa.. sebulan sekali deh," katanya lagi.

"Iya.. iya.. tapi bulan depan kamu yang diiket ya," kataku.

"Huu.." Liz menjulurkan lidahnya.

Liz masih terbaring di atas tubuhku, sambil membelai-belai bulu dadaku yang gosong.

"Jay.. gawat..," kata Liz tba-tiba.

"Apa?"

"Kunci borgolnya ketinggalan di kost!"

"Ya elah, tega kamu Liz."

"Hehehe... bentar ya" Liz segera berlari ke luar kamar.

"Liz!"

"Apa?"

"Bajunya dipake dulu!"

"Oh!"

"Topeng ma pecutnya ditaruh dulu!"

Oom Roy dan anak-anak lantai dua yang baru pulang futsal lewat depan kamarku, memandangi Liz yang berpenampilan seperti dominatrix dengan tatapan aneh. Sementara aku terikat dalam kondisi telanjang dengan d1ld0 yang masih menancap.

= = = = = = = = = = = = = = =

Keesokan harinya.

Aku berjalan dengan pincang sambil menggotong-gotong tumpukan kertas. Pantatku masih perih, sehingga agak sulit berjalan. Tak lama kemudian seorang laki-laki datang dengan mengendarai motor. Setelah menimbang tumpukan kertas dalam kardus, ia memberikan dua lembar uang 50-ribuan kepadaku.

"Lumayan.. buat nambah-nambah APBN," kataku sambil mengipas-ngipas uang hasil penjualan kertas bekas itu.

"Haduh.. haduh.. susah punya pacar KEREN, tapi huruh'N' nya diilangin ahaha"

"Haha.." aku menyosor pipi Liz, ia menghindar sambil tertawa-tawa. Ah, begitulah cinta, kadang berantem, kadang baikan, kadang sakit, kadang nikmat.

"Jay, ntar pas libur semester, kamu jadi ikutan jalan-jalan sama anak-anak, nggak?" sambun Liz lagi.

"Ke Bali?"

"Hu-uh."

"Bagaimana bisa liburan? Buat makan saja aku sulit. Teman-teman malu bermain denganku," Aku menirukan iklan layanan masyarakat yang populer tahun 90-an.

Liz terkekeh-kekeh, mencubitku.

"Kan masih lama, kamu nabung dulu, nah. Toh, nanti ke sana-nya road trip naik mobil,

dan nginep di villa-nya Grace di Ubud."

"Pengen sih, tapi ntar aja deh, waktu kita bulan madu."

Liz mencubitku lagi. "Udah ah, ikut aja, siapa tahu kamu nikahnya bukan sama aku."

Kemudian hening.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd