Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY - TAMAT True Love and True Lust. Loyalty and Betrayal (by : meguriaufutari)

Wih tidak sabar menunggu last episode nya
Apakah akhirnya yuna akan di jadikan istri? Atau mgkn fera?
Atau langsung di embat 22nya?
Wah di tnggu nih !
 
Wih tidak sabar menunggu last episode nya
Apakah akhirnya yuna akan di jadikan istri? Atau mgkn fera?
Atau langsung di embat 22nya?
Wah di tnggu nih !

mudah2an dua duanya suhu ... syukur
dapat bonus Diana yg ternyata masih selamat dari jatuhnya .... ngarep .com
 
Cepet amat Megu-san?? Munkin final eps buat "True love and True lust. Loyalty and Betrayal" tp akan dilanjutkan dgn judul yg baru??munkin:p

betul. akan ada judul baru. tapi dipostingnya masih minimal bulan depan

Eh kok dah mau tamat suhu , bukannya antagonis belum mati ....

yap. emang di seri ini, antagonis nya ga akan mati semua.
seri berikutnya akan mengcover lebih dalam mengenai antagonisnya

Wah gak nyangka udah final episode aja.
Congrats suhu buat karyanya :beer:
:hore:

Gak sabar nunggunya.. :sendirian:

Edited.
Gak sabar juga nunggu season lanjutannya..

terima kasih banyak gan

Wih tidak sabar menunggu last episode nya
Apakah akhirnya yuna akan di jadikan istri? Atau mgkn fera?
Atau langsung di embat 22nya?
Wah di tnggu nih !

tunggu aja final eps nya
atau mungkin malah 22nya ga jadi istri?

Season 1 = cerita jent
Season 2 = cerita myth
Season 3 = perang2an jent vs myth
:pandajahat:

Ato ceritanya lanjut trus suhu?

Di season 2, Myth indeed akan muncul. Tapi apakah jadi antagonis utama? ataukah cuma disebut doang untuk memperjelas background mereka? Tunggu aja kelanjutannya gan
well, season 2 is not about Jent. Tapi bukan berarti Jent ga akan muncul di season 2. Tapi bukan berarti juga bahwa Jent pasti muncul di season 2
 
Di season 2, Myth indeed akan muncul. Tapi apakah jadi antagonis utama? ataukah cuma disebut doang untuk memperjelas background mereka? Tunggu aja kelanjutannya gan
well, season 2 is not about Jent. Tapi bukan berarti Jent ga akan muncul di season 2. Tapi bukan berarti juga bahwa Jent pasti muncul di season 2[/QUOTE]

we lah .... iki piye xamsyute , bikin penasaran aja suhu

pokoknya di tunggu lanjutannya
 
Di season 2, Myth indeed akan muncul. Tapi apakah jadi antagonis utama? ataukah cuma disebut doang untuk memperjelas background mereka? Tunggu aja kelanjutannya gan
well, season 2 is not about Jent. Tapi bukan berarti Jent ga akan muncul di season 2. Tapi bukan berarti juga bahwa Jent pasti muncul di season 2

Season 2 kykx memperjelas soal myth deh ataukah ada karakter lain lagi slain myth dan jent.. :pandajahat:
 
makn siang dulu ah, nunggu final chapter si jent sama yuna dan fera.
full ss dong suhu megu
 
EPISODE 18 : Finale

Jent Zeinal Widoyo



Saiyuna Wijaya



Ferawati



Abby Entron Salim




Pesawat yang kami naiki ini tiba-tiba terkena turbulensi yang sangat parah. Saking parahnya, aku dan Fera langsung terlempar dan membentur dinding kabin pesawat, mengakhiri ciuman yang tadi kami lakukan. Aku segera melompat dari satu titik ke titik lain untuk menangkap Fera. Pesawat ini terguncang sangat parah, sehingga hampir tidak memungkinkan bagi kami untuk mendapatkan pijakan yang stabil. Fera melepaskan diri dariku, sambil mengangguk. Ia mengisyaratkan kepadaku bahwa ia akan baik-baik saja. Aku pun mengangguk kearahnya. Aku berpindah-pindah dari tempat pijakanku yang sekarang, menuju tempat pijakan lain yang menurutku cukup stabil. Fera pun mengikutiku. Setelah melompat-lompat berkali-kali, akhirnya kami sampai didepan pintu kokpit. Aku pun membuka pintu kokpit, dan mendapati Yuna sedang mengemudikan pesawat dengan susah payah. Sedangkan Abby sedang melakukan sesuatu di laptopnya. Dari layar laptopnya, aku bisa melihat bahwa ia sedang sibuk mengidentifikasi problem yang terjadi. Tidak kusangka bom yang dibuat oleh Abby meledak sampai segitunya.

"Gimana cara lo buat bom yang bisa meledak kaya gitu pake bahan dan waktu yang terbatas gini." Tanyaku kepada Abby.

"Waktu mah banyak bos, masa lo ga tau gua sih bos? Bahan ada kok. Disebelah ada pesawat, tinggal ambil avtur dan komponen mesin jetnya aja." Kata Abby dengan santainya.

Kampret. Udah sombong sekali, tukang pretelin pula. Dasar kanibal. Tapi gitu-gitu, dia salah satu orang yang paling bisa kuandalkan, terutama dalam hal teknologi, retas-meretas, dan teknik.

"Sialan." Kata Abby.

"Gawat." Kata Yuna.

Eh, kenapa tiba-tiba mereka menggunakan kata-kata umpatan dalam waktu yang bersamaan?

"Kenapa nih?" Tanyaku.

"Ini adalah pesawat yang sistem kendali dan navigasinya mirip dengan Airbus. Tapi, letak mesinnya tidak seperti pesawat zaman sekarang. Pesawat ini letak mesin dan komponen-komponennya masih dibelakang. Sangat rentan terhadap serangan dari belakang." Kata Yuna.

"Sistem pertahanan militer fasilitas utama sudah lumpuh. Aman harusnya?" Tanyaku.

"Emang udah lumpuh bos. Tapi masalahnya belum selesai. Ternyata bom nya kuat banget, lebih kuat dari dugaan gua. Yuna udah berusaha yang terbaik, tapi tetep, komponen belakang pesawat ga selamat dari ledakan. Kena dikit doang sih, tapi akibatnya fatal. Engine failure (kegagalan mesin) ini. Sorry bos, kalo aja gua lebih ngitung masalah kekuatan bom nya" Kata Abby.

"Udah gak papa By. Lo juga udah berusaha yang terbaik. Lebih baik kita fokus buat mecahin gimana caranya kita keluar dari masalah ini. Coba laporin kerusakannya." Kataku.

"Mesin satu, dua, dan empat overheat. Sensor aviasi dan radar masih berfungsi." Kata Yuna.

"Hmmm, kontainer avtur berlubang bos akibat panas." Kata Abby.

Sial. Itu masalah paling penting. Tanpa adanya avtur, tidak mungkin pesawat ini bisa terus melaju. Hmmm, pikir Jent... pikir Jent... Ayolah, aku yakin kita bisa selamat dengan perencanaan dan strategi yang mantap. Tapi bagaimana caranya mendapatkan strategi yang mantap itu? Bom yang kita gunakan untuk meledakan musuh, malah berbalik kepada kita. Eh tunggu, bom... Seandainya ada bom yang kekuatannya tidak terlalu besar, mungkin bisa mendorong pesawat ini. Kalau tidak salah, pesawat ini dilengkapi dengan baling-baling disayapnya. Ya betul. Jika pesawat ini bisa mendapatkan gaya dorong yang cukup, mungkin kita bisa mendarat disuatu pulau.

"Sayang, pulau apa yang paling dekat dengan posisi kita sekarang?" Tanyaku.

"Kita cukup dekat dengan pulau utama Jepang, sayang." Kata Yuna.

Pulau utama Jepang? Cukup beruntung sih kita. Jika melihat kondisi kita ini, mungkin saja kita bisa mendapatkan pertolongan dari orang Jepang. Tapi tunggu, apa yang harus kita jelaskan nanti pada mereka kalau kita mendarat disana? Kita adalah orang yang menjadi korban dari organisasi yang memiliki robot-robot seperti transformer, terminator, dan juga memiliki binatang hasil rekayasa genetika seperti dinosaurus dan hewan purba? Yang ada kita akan dimasukkan ke penjara karena dipikir terlalu banyak nonton film. Cih, tapi kalau mau selamat, satu-satunya jalan adalah mendarat di pulau utama Jepang.

"Abby, bisa buat bom yang kekuatannya kira-kira bisa menghancurkan ekor pesawat ini?" Tanyaku.

Mendengar pertanyaanku, Abby berpikir sejenak. Ia langsung menoleh kearahku. Sepertinya ia paham apa maksudku.

"Gua kekurangan bahan aja sih bos." Kata Abby.

"Bahan apa yang lo kurang?" Tanyaku.

"Avtur doang. Persediaan RDX masih ada sisa dari dua bom tadi. Untung belom gua buang." Kata Abby.

Avtur. Tidak mungkin mengambil avtur dari kontainer avtur pesawat ini. Sekuat apapun tenaga ki-ku, jika aku masuk ke ruang pembakaran, tubuhku pasti melebur tanpa sisa.

"Ada alternatif lain By?" Tanyaku.

"Hmmm... Seandainya ada sedikit kromium, mungkin gua bisa usahain, bos." Kata Abby.

"Hah? Kenapa kromium?" Tanyaku.

"Ada salah satu kandungan kromium yang kalo bisa gua pecah, gua mungkin bisa bikin bom berkekuatan kecil. Udahlah ga usah gua jelasin panjang-panjang bos. Lu pasti ga ngerti." Kata Abby.

Sialan. Orang-orang tech mania ini ya, memang pinternya minta ampun. Tapi kalo udah ngomong, sakitnya tuh disini... Tapi yah bener juga sih apa kata-katanya. Aku paling-paling hanya mengerti kimia seputar tabel golongan dan kimia dasar saja. Kalaupun dia menjelaskan kenapa kromium itu bisa menjadi bom, aku juga mungkin tidak akan mengerti. Kromium... Dimana ya aku bisa mendapatkannya? Tiba-tiba aku teringat dimana aku bisa mendapatkan kromium. Benda yang sangat dekat denganku. Ya, pedang nodachi-ku. Tapi berarti artinya aku akan kehilangan pedang nodachi-ku untuk selama-lamanya ya. Tapi kurasa tidak apa-apa. Jika pedang nodachi-ku punya nyawa, aku yakin dia lebih memilih untuk lebih bisa berguna, dibandingkan menjadi kenang-kenangan, tapi membuat semua orang disini tidak bisa selamat. Aku segera mengeluarkan pedang nodachi-ku, dan memberikannya kepada Abby. Abby dan Yuna tampak terkejut melihat pedang kesayanganku itu patah.

"Patah waktu bertarung dengan temanmu, Yuna." Kataku.

"Kemampuannya sudah berkembang jauh rupanya." Kata Yuna.

Abby segera mengambil pedang itu dariku. Ia pun mengeluarkan peralatan-peralatan yang tidak kukenali, namun aku menduga itu merupakan peralatan untuk membuat bom. Pedang nodachi-ku dimasukkan ke dalam suatu kontainer, dan dialiri oleh suatu cairan berwarna biru. Tidak lama kemudian, pedang nodachi-ku langsung melebur. Selamat tinggal, pedangku tersayang. Aku tidak akan melupakan perjuangan kita bersama. Hasil leburannya itu ia masukkan ke dalam saringan yang berisi beberapa botol. Dalam sekejap, semua botol itu langsung terisi. Ada yang terisi dengan cairan, ada yang terisi dengan bubuk. Yang terisi dengan bubuk itu adalah kromium, begitulah yang kuduga. Betul saja, Abby langsung mengambil botol yang berisi bubuk itu. Setelah itu, ia mengotak-atik semua peralatannya itu dengan sangat cepat. Setelah itu, ia menyatukan semua komponen-komponen yang telah ia buat, dan jadilah suatu benda berbentuk seperti kertas yang diacak-acak.

"Nih, udah jadi bomnya." Kata Abby.

"Itu bom? Kok kaya kertas diacak-acak?" Tanyaku.

"Apa kita punya waktu untuk bikin bom yang bagus? Heran gua ama lu bos. Otak jalan terus, tapi kadang otak lu berhenti." Kata Abby.

Haish, nancep!

"Yuna, siap?" Tanyaku.

"Siap. Begitu bom nya meledak dan meledakkan mesin pesawatnya, aku akan memanuver pesawat ini agar bisa emergency landing di pulau Jepang." Kata Yuna.

"Good. See you in few minutes, honey. (Bagus, sampai berjumpa beberapa menit lagi, sayang.)" Kataku sambil mencium bibir Yuna.

"Iya, sayang. Hati-hati." Kata Yuna sambil tersenyum manis.

Senyumnya sungguh sangat manis. Rasanya saking gemasnya, ingin sekali aku memeluknya erat-erat. Tapi itu sepertinya harus tertunda. Aku segera beralih kebelakang untuk meletakkan bom di area ruang mesin. Aku sempat melihat wajah Fera yang sepertinya agak... apa ya? Cemburu mungkin.

"Kenapa, sayang?" Tanyaku.

"Oh, gak... gak-apa kok sayang." Kata Fera.

Aku pun mencium bibir Fera.

"Ga usah khawatir. Aku juga sayang sama kamu, sama seperti aku sayang sama Yuna." Kataku.

Mendengar kata-kataku, Fera langsung tersenyum dengan ceria. Gggghh, Fera ini pun juga tidak kalah manisnya. Tahan, tahan Jent. Nanti dulu ya. Kita ga punya banyak waktu nih.

"Ketika kita udah berhasil mendarat dengan selamat di Pulau Jepang, aku pingin meluk kalian berdua sekaligus." Kataku.

Mendengar hal itu, Yuna dan Fera langsung mengangguk sambil tersenyum. Ah, aku tidak sabar lagi. Padahal, ini sebetulnya momen-momen yang menentukan hidup matinya kita. Tetapi, aku ingin waktu berjalan dengan cepat, agar aku bisa memeluk mereka berdua sekaligus.

"Enaknya lu bos. Suka ama dua cewe, dan disukai dua cewe juga. Mana itu dua cewe juga saling menerima cewe yang lainnya pula. Kurang enak apa coba?" Kata Abby.

"Makanya, jangan pacaran ama komputer melulu." Kata Fera.

Mampus lo By, mampus lo!

"Eits, kalo gua ga pacaran ama komputer, lu semua udah ga ada di dunia ini. Jangan lupa, lu semua bisa sampe kesini berkat gua dan komputer gua. Kalo Cuma lu-lu doang, yaah... Udahlah. Otak sekecil gitu doang, bisa apa?" Kata Abby.

Kita bertiga langsung terdiam mendengar perkataannya. Emang dia ini... betul-betul jago membuat hati kita panas. Tapi aku sebetulnya tidak masalah dengan sifatnya itu. Itu adalah salah satu trademark Abby. Kalo ga begitu, namanya bukan Abby. Aku segera pergi keluar dari kokpit. Sesampainya di kabin, aku melihat bahwa di dinding kabin, ada jendela yang bisa digunakan untuk bisa melihat keluar. Aku berhenti sejenak, dan menggunakan jendela itu untuk melihat kebawah. Aku bisa melihat pulau tempat fasilitas utama itu berada.

Aku melihat kearah salah satu tebing pinggir pulau. Diana, maaf aku harus meninggalkan kamu disana. Maaf aku harus membiarkanmu terombang-ambing oleh laut yang dalam dan dingin. Aku ingat, kita sudah melalui banyak hal bersama. Dari awal aku bertemu denganmu, aku memang sudah merasakan ada sesuatu yang aneh mengalir dalam diriku. Tapi karena aku sudah beristri, demi kebaikan kita berdua, aku berusaha untuk tidak mengeksplor lebih jauh perihal sesuatu yang aneh itu. Sejalan dengan terjadinya banyak hal, kita selalu kompak dalam mengerjakan sesuatu bersama-sama. Bekerja dalam suatu proyek IT, melakukan riset bersama-sama, membangun desain rancangan perangkat lunak bersama, latihan tarung sparring bersama, dan bahkan memperdalam ilmu bela diri bersama-sama. Mungkin waktu itu, kamu pun selalu dingin dan jaim kepadaku, karena aku sudah beristri. Pada saat kita terdampar di pulau ini bersama-sama, akhirnya perasaan yang selama ini kita pendam di hati kita masing-masing, keluar meluap dengan begitu saja. Ketika kehilangan dirimu, aku begitu sedih, begitu marah pada diriku sendiri karena tidak mampu melindungimu, begitu marah pada takdir yang telah memberiku nasib seperti ini. Tapi, orang yang telah mengkhianatiku, dan kemudian mengorbankan dirinya demi aku, dialah yang mengingatkanku pada pengorbananmu. Berkat dia, aku bisa tetap maju tanpa menyia-nyiakan pengorbananmu. Walaupun aku terluka, aku harus tetap maju demi dirimu. Aku tidak akan melupakanmu, Diana. Kamu akan selalu mendapatkan tempat yang spesial di hatiku. Selamat tinggal, orang yang sangat kusayangi, Diana Silvia.

Aku melihat kearah tengah pulau tempat tadinya fasilitas utama berdiri dengan kokoh. Walaupun tidak bisa melihat dengan jelas, tapi aku bisa melihat bagian tengah pulau itu sudah seperti puing-puing yang dikelilingi oleh hutan. Erna, beristirahatlah dengan tenang. Memang pada awalnya hidup pernikahan kita mungkin kurang harmonis. Memang kita sering tertawa bersama, tetapi kita pun sering bertengkar, tanpa ada ucapan maaf. Sampai akhirnya, kamu pun main serong dengan laki-laki lain. Disitu, aku sangat marah kepadamu. Walaupun kamu bukan istri idamanku, tetapi kamu tetap saja istri yang kubanggakan dan orang yang akan menjalani hidup bersama selamanya denganku. Role model seperti dirimu pun bahkan tega untuk mengkhianati suami sendiri. Karena itulah, aku mulai kehilangan sifatku yang sangat family-oriented. Aku tadinya bertekad untuk membalas dendam. Disitulah aku dikenalkan dengan berbagai macam orang dan keadaan. Aku menjadi dekat dengan Bu Novi, Yuna, Fera, dan Diana. Aku tidak bermaksud menggunakan mereka sebagai alat balas dendamku. Tapi, aku pun akhirnya selingkuh juga dengan mereka. Entah bagaimana, semua itu terjadi begitu saja. Saat bersetubuh dengan mereka, tidak ada sedikitpun hal tentang balas dendam yang terlintas di pikiranku. Aku hanya dikuasai oleh rasa cinta dan nafsu yang begitu besar. Merekalah yang mengingatkanku akan perkataan orang yang sangat kuhormati. Sekuat apapun kebencian dan sumber kebencian yang terjadi disekitarku dan menimpaku, pastilah tetap ada orang-orang yang mencintaiku dengan sepenuh hati. Yuna, Fera, dan Diana telah membuatku melupakan rasa amarah dan dendamku terhadapmu. Mereka telah mengisi dan membersihkan hatiku dengan rasa cinta yang mereka berikan kepadaku. Yang tidak kusangka adalah, pada akhirnya kamu mengorbankan dirimu sendiri untuk kami semua. Bahkan, kamu rela untuk melepaskanku dan mempercayakan diriku kepada wanita lain yang kamu percayai. Kamu pun juga berkorban untuk para wanita yang kamu percayai itu. Terima kasih, Erna. Disaat terakhir, kamu gugur dengan sangat terhormat. Apa yang kamu korbankan itu jauh melebihi semua kesalahanmu di masa lalu. Kamu tidak usah khawatir. Sama halnya dengan Diana, kamu pun akan tetap tinggal di tempat yang spesial di hatiku. Selamat tinggal, istriku tersayang, Erna Viola Widoyo.

Setelah bermelankolis dengan diriku sendiri, aku menegakkan badanku, dan berjalan dengan langkah yakin menuju ruang mesin yang terletak di ekor pesawat. Pesawat-pesawat model gini, biasanya memiliki ruangan yang sangat kecil yang memisahkan antara kabin dan ruang mesin, sehingga aku masih harus membuka dua pintu lagi. Aku membuka pintu yang pertama dan masuk ke ruangan kecil itu.

Lalu, aku menutup pintu menuju kabin, dan membuka pintu menuju ekor pesawat. Saat kubuka pintu itu, angin yang sangat kuat langsung menyedot diriku. Aku sangat terkejut dengan hal itu, dan langsung memantapkan pijakanku, sementara tanganku berpegang pada sesuatu yang bisa kupegang dan kebetulan tertempel kuat di dinding. Ukh, kuat sekali angin yang menyedotku ini. Rupanya bagian ekor pesawat itu telah lepas, sehingga kini aku terekspos dengan udara luar. Cih, gawat sekalli. Jika aku meletakkan bom disini, percuma saja, karena bom nya akan langsung tersedot keluar. Sial, aku tidak bisa berpikir sambil menahan diriku dari sedotan udara luar. Aku harus kembali ke ruangan kecil itu untuk berpikir sejenak. Aku berusaha keras untuk kembali ke ruangan kecil itu. Untungnya, dari tempat ekor pesawat, pintu itu dibuka kedalam, sehingga paling tidak aku tidak membutuhkan tenaga ekstra untuk menarik dan menahan pintunya.

Setelah membuka pintunya, aku masuk ke ruangan kecil itu dengan perlahan, sambil menahan diriku dari sedotan udara luar. Setelah sampai didalam ruangan kecil itu, aku langsung menutup pintunya sekuat tenaga. Kini, aku aman dari sedotan udara luar. Nah, tinggal memikirkan bagaimana caranya aku memasang bom di balik pintu ini, sehingga begitu bom nya meledak, pesawat ini akan mendapatkan tenaga dorong yang cukup agar Yuna bisa memanuver pesawat ini dan mendarat di Pulau Jepang. Bagaimana caranya ya? Aku melihat ke seluruh ruangan ini. Ruangan ini betul-betul kosong. Kalaupun ada sesuatu, paling-paling hanya tali dan potongan besi yang sepertinya tidak terpakai. Eits, tunggu. Mungkin kedua benda inilah yang bisa menyelamatkan kami semua sekarang. Aku harus berpikir keras bagaimana cara memanfaatkan kedua benda ini. Aku memutar otakku dengan keras. Waktuku tidak banyak. Lama-kelamaan, pesawat ini akan menjadi semakin tidak terkendali.

Dalam kira-kira dua menit, aku menemukan satu rencana. Aku berusaha memanfaatkan kira-kira semenit atau dua menit lagi untuk membuat rencana cadangan. Cih, tapi memang tidak ketemu caranya. Baiklah, memang harus kulakukan sepertinya, tidak ada jalan lain lagi. Aku mengambil waktu kira-kira satu menit untuk berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk memohon keberhasilan rencanaku dan keselamatan. Setelah selesai berdoa, aku mengambil intercom yang ada diruang kecil ini. Kutekan nomor extension menuju ruang pilot, dan langsung diangkat oleh Yuna.

"Udah dipasang, sayang?" Tanya Yuna.

"Belum." Kataku.

"Oh oke. Akan kami tunggu." Kata Yuna.

"Ga, sayang. Kamu ga perlu nunggu aku. Siap-siap aja untuk memanuver pesawat yang akan mendapat tenaga tambahan dari bom yang akan meledak." Kataku.

"Hah? Maksudnya apa, sayang?" Tanya Yuna.

"Ruang mesin ekor pesawat sudah terekspos ke udara luar dengan cukup besar. Aku ga bisa naro bomnya disitu, karena kalo kutaro begitu aja, bomnya akan tersedot keluar." Kataku.

"Hah? Hmmm-" Kata Yuna.

Belum selesai Yuna bicara, aku langsung memotongnya.

"Aku akan megangin bomnya disini, biar bomnya ga lari kemana-mana. Kamu siap-siap aja ya." Kataku.

"Tunggu, sayang. Kalo kamu ngelakuin itu, kamu akan..." Kata Yuna.

"Aku udah siap untuk itu, sayang. Kalo dengan aku mati, tapi kamu bertiga selamat, aku akan dengan senang hati memberikan nyawaku untuk keselamatan kalian bertiga." Kataku.

"Tunggu, sayang. Aku aja yang megangin bom nya." Kata Yuna.

"Gak. Cuma aku yang bisa ngelakuin ini. Abby dibutuhin untuk kontrol radar navigasi pesawat dan proses landing nanti. Sedangkan kamu atau Fera, jika terjadi apa-apa sama kalian, aku ga akan pernah maafin diriku sendiri." Kataku.

"Tapi, kalo terjadi apa-apa sama kamu..." Kata Yuna.

"Ada apa?" Aku mendengar suara Fera samar-samar di telpon.

"Yuna, ga perlu..." Kataku.

"Ruang mesin di ekor pesawat bolong, Pak Jent mau ngorbanin dirinya sendiri." Kata Yuna kepada yang lain.

Aduh, membuat keributan saja dia ini. Aku mendengar suara pintu pilot terbanting. Tidak lama kemudian, aku mendengar seseorang mencoba membuka pintu ke tempat ruanganku ini berada. Tapi percuma saja, pintu ini sudah kukunci dengan kuat.

"Sayaangg, pleaasseee.. Aku aja yang pegangin bomnya. Kamu masuk aja, pleaaseee!" Suara Fera terdengar dari balik pintu ini.

"Sayang, apa kamu cinta sama aku?" Tanyaku.

"Iya, sayang." Kata Fera.

"Sedalam apa?" Tanyaku.

"Aku ngga peduli sedalam apa. Yang aku tahu, hanyalah aku cinta ama kamu, dan aku bener-bener cinta ama kamu." Kata Fera, sambil mulai menangis.

"Begitu juga dengan aku, Fer. Karena itulah, aku ga akan pernah maafin diriku sendiri jika terjadi apa-apa sama kamu." Kataku.

Aku mendengar isakan tangis Fera yang semakin keras.

"Kalo gitu, biarin aku mati sama kamu juga, sayang." Kata Fera.

"Sayang, kalo satu mati, kita semua mati. Aku sama Abby udah sepakat." Kata Yuna melalui intercom.

"Bos, lu ga bisa mati sendirian gitu aja dong bos. Lu ada dua cewe nih yang nungguin lo disini, cantik-cantik pula. Terus mao lu tinggal gitu aja?" Kata Abby melalui intercom.

"Tugas lu jagain mereka, By. Gua mohon." Kataku.

"Guys, bomnya tinggal satu menit lagi meledak. Ada yang mau disampein?" Tanyaku.

"If you die, we're all going with you. (Jika kamu mati, kita semua akan ikut bersamamu.)" Kata Yuna.

"Yuna, apakah kamu cinta sama aku?" Tanyaku.

"Iya. Aku sangat mencintai kamu, sayang." Kata Yuna. Aku bisa membayangkan senyumnya yang manis itu.

"Kalo gitu, please do me a favor (Aku minta satu hal dari kamu). Aku sangat mencintai kamu dan Fera. Tolong, kalian berdua harus tetap hidup, dan hidup bahagia. Ga usah terlalu berkecinampung dalam kesedihan yang mendalam." Kataku.

"Gimana caranya kita bisa hidup, tanpa kamu?" Tanya Fera.

"Kamu pasti bisa, Fera." Kataku.

"Kalo gitu, kamu aja yang coba hidup tanpa kita, sayang." Kata Fera.

Degg... Disinilah aku merasa bahwa aku begitu egois. Aku begitu takut kehilangan mereka, tapi aku tidak memikirkan perasaan mereka yang juga takut kehilanganku. Disini aku begitu terharu. Sempat aku tergoda untuk membuka pintu ini, dan memeluk Fera. Untunglah, aku berhasil menahan godaan itu.

"Fera, Yuna. Aku minta maaf. Sepertinya aku ga bisa meluk kalian pas udah mendarat di Pulau Jepang. Dan maaf, aku ga bisa memberikan masa depan yang cerah untuk kalian. Maaf, kalian harus menggapai sendiri masa depan kalian yang cerah. Mungkin, aku ga akan selamat dari ini. Tapi aku mohon kepada kalian berdua. Ini aku, orang yang sangat mencintai kalian berdua, memohon. Tetaplah hidup, jangan sia-siakan apa yang udah aku lakuin dan aku tinggalin. Dari alam sana, aku akan selalu ngedoain kalian, untuk kebahagiaan kalian." Kataku.

"Yuna, terima kasih udah selalu ngejagain dan cinta sama aku dengan setulus hati kamu. Andai kita bisa bertemu lebih cepat lagi, aku pasti akan lebih senang. Sorry, aku ga lagi bisa bikin kamu bahagia. Aku cinta kamu, sayang." Kataku.

Aku tidak mendengar jawaban apapun dari Yuna di intercom.

"Aku juga cinta kamu, sayang. Kamu ngga usah khawatir di dunia sana. Aku akan kuat menghadapin ini. Yang aku seselin adalah, aku ngga bisa ngebuat kamu lebih bahagia dari sekarang ini." Kata Yuna, dari balik pintu ini.

Terima kasih, Yuna. Cinta kamu begitu dalam kepadaku. Aku begitu sedih harus meninggalkanmu disini. Air mataku pun mulai mengalir.

"Terima kasih sayang udah ngertiin aku. Aku akan selalu kangen ama kamu. Disana mungkin sepi, karena ga ada kamu dan Fera. Tapi, aku akan selalu nungguin kamu." Kataku.

"Walaupun kamu nanti sudah tidak cinta lagi sama aku, aku akan tetap cinta sama kamu sampai kapanpun juga." Kataku, dengan mengutip perkataan dua orang yang begitu kucintai.

"Walaupun kamu nanti sudah tidak cinta lagi sama aku, aku akan tetap cinta sama kamu, sampai kapanpun juga." Balas Yuna. Aku dengar di pintu belakangku, terdengar suara kecupan bibir. Maka, aku pun juga membalas mengecup pintu dibelakangku. Aku merasa seolah-olah bibirku dan Yuna saling terhubung, dan aku merasa kami betul-betul berciuman.

"Fera, terima kasih buat semuanya. Terima kasih udah cinta sama aku setelah apapun yang telah terjadi. Aku sangat cinta sama kamu, sayang." Kataku.

"Aku ngga butuh terima kasih kamu, aku ngga butuh perkataan cinta kamu. Yang aku butuhin adalah, aku pengen sama-sama kamu disana." Kata Fera sambil menangis.

"Ga usah khawatir, Fera. Ingatlah, bahwa aku akan selalu bersama-sama kamu. Aku akan selalu hidup di kenangan dan hati kamu. Begitu juga kamu, yang akan selalu hidup di hati dan kenangan aku." Kataku.

Fera terdiam sejenak, masih sambil terisak-isak menangis.

"Hiduplah bahagia, Fera. Aku ga akan melupakan semua hal indah yang telah terjadi pada kita. Walaupun kamu nanti sudah tidak cinta lagi sama aku, aku akan tetap cinta sama kamu, sampai kapanpun juga." Kataku.

Fera hanya diam saja, masih sambil terisak-isak menangis.

"Abby, gua mohon. Pastikan pesawat ini bisa landing dengan selamat di Jepang. Bantu si Yuna dengan bantuan apapun yang dia butuh." Kataku.

"Lu bener-bener bakal pergi bos?" Tanya Abby.

"Iya By. Positif." Kataku.

"Lu tau bos? Selama hidup gua, lu tuh bos dan guru yang paling berharga buat gua." Kata Abby.

"Halah, sejak kapan lu jadi melankolis gini, By?" Tanyaku.

"Yaudah, bos. Lu baik-baik ya disana. Jangan nambah cewe lagi. Inget, disini udah ada dua." Kata Abby.

"Santai By." Kataku.

"Guys, bom nya tinggal belasan detik lagi meledak. Yuna, tolong bawa Fera ke ruang pilot. Disitu ga aman. Cepet, udah ga ada waktu lagi." Kataku.

"Yuun, tunggu! Sayang, aku akan tetep cinta sama kamu, walaupun kamu udah lupa atau ga cinta lagi sama aku!" Kata Fera yang semakin suaranya menjauh.

"Got it, sayang!" Teriakku.

Sungguh, aku sama sekali tidak takut mati. Setelah tahu bahwa mereka begitu mencintaiku, aku senang sekali rasanya. Waktu bom meledak tinggal enam detik lagi. Aku harus menciptakan momen yang pas agar bom itu tepat meledak di tengah-tengah ruangan mesin agar bisa menciptakan tenaga dorong yang maksimum untuk pesawat ini. 4...Aku menghembuskan napasku sekuatnya. 2... kemudian aku membuka pintu menuju ruang mesin pesawat. 1... Tubuhku mulai tersedot ke udara luar... Harusnya momennya pas. Erna, Diana, aku sepertinya akan menyusul kalian. Aku sudah tidak sabar ingin melihat kalian. 0.... BUUUMMMM!

Saat bom yang kubawa itu meledak, di ruang pilot terlihat tangisan Fera semakin meledak. Yuna pun ikut menangis. Abby menutup laptopnya, dan memberi penghormatan. Untungnya, Yuna tidak terbawa oleh emosinya. Ia masih sanggup memanfaatkan momen yang kuciptakan itu untuk memanuver pesawatnya. Ia mengambil posisi yang pas, kemudian ia menghubungi ATC bandara Narita. Yuna memberitahu ATC bahwa mereka adalah pilot pesawat pribadi dari Shanghai.

Mereka memiliki izin untuk mendarat di Shanghai karena waktu itu mereka ikut dengan Bu Novi. Selanjutnya, tinggal mengatakan bahwa karena adanya ledakan disuatu pulau dekat Jepang, mereka ikut terjebak dalam ledakan itu sehingga pesawat yang mereka tumpangi terpaksa harus mendarat darurat di Jepang. Ditambah dengan kondisi Fera yang sebetulnya masih membutuhkan pertolongan, mereka terus bernegosiasi dengan sangat kuat. Akhirnya, setelah permohonan dan negosiasi yang sangat sulit, pemerintah Jepang memberi izin bagi mereka untuk tinggal beberapa hari di Jepang. Mereka langsung membawa Fera ke rumah sakit terdekat. Ditambah dengan daya tahan Fera yang cukup kuat, proses penyembuhannya pun tidak berlangsung lama. Hanya dalam setengah hari saja, Fera sudah boleh pulang. Setelah keluar dari rumah sakit, mereka berjalan kaki bersama. Dalam kira-kira setengah jam, mereka sudah sampai di suatu perempatan pusat keramaian Ginza. Disitu, mereka meletakkan batu nisan yang bertuliskan namaku. Setelah berdoa singkat, mereka pergi dari tempat itu. Kini, mereka telah sampai di sebuah perempatan kecil di pinggiran kota.

"Gimana sekarang?" Tanya Abby.

"Rasanya sih disini ya?" Kata Yuna.

"Huum." Kata Fera sambil mengangguk.

Kemudian, mereka saling bersalaman satu sama lain. Setelah itu, mereka berpencar menuju jalan mereka masing-masing. Abby mengambil jalan yang lurus, Yuna mengambil jalan ke kiri, sedangkan Fera mengambil jalan ke kanan. Mereka kembali menjalani hidup mereka masing-masing. Ada yang memulai kehidupan baru, ada yang menjalani rutinitas lama seperti biasa.

***
 
Dua tahun telah berlalu sejak saat itu.

Pagi itu, seperti biasa Abby menyeruput kopinya sambil mengurusi laptopnya. Ia sudah resign dari PT Ancient Technology, dan kini ia kerja freelance mengimplementasikan keamanan dalam IT. Tepatnya bukan resign, tapi melarikan diri. Abby, Yuna, dan Fera kini menjadi buronan PT Ancient Technology. Agak rumit memang. PT Ancient Technology itu terkait kuat dengan dunia bisnis underground, sehingga rahasia harus terjamin. Karyawan yang hendak resign dari perusahaan itu pun tidak resign begitu saja. Mereka harus menandatangani berbagai macam dokumen yang memastikan bahwa mereka tidak akan membocorkan rahasia perusahaan. Bahkan, mereka diawasi secara ketat seumur hidup mereka setelah mereka resign. Sepertinya Abby cukup pintar. Ya, hanya Abby yang menyadari kalau perusahaan tempat kami bekerja itu adalah antek dari Myth.

"Sayang, ini ada surat untukmu." Kata Ibunya Abby.

"Mana ma?" Tanya Abby seraya mengulurkan tangan untuk mengambil surat yang ditujukan kepadanya.

Setelah mendapatkan surat itu, Abby langsung membuka isi suratnya dan membacanya. Awalnya ia hanya membaca seperti biasa. Akan tetapi, ia menyadari sesuatu yang janggal dalam surat itu. Maka, ia membacanya berulang-ulang. Setiap kali ia membaca ulang surat itu dari atas, ekspresi wajahnya berubah. Lama-kelamaan, ia menyadari apa yang sebetulnya dimaksudkan oleh surat itu. Sejenak, ia berpikir mengenai surat itu.

"Ma, kayanya aku dapet kerjaan dengan gaji menggiurkan. Tapi jauh ma, diluar negeri." Kata Abby.

"Dimana?" Tanya Ibunya Abby.

"Entahlah, ma. Ini aja aku dikasih semacem teka-teki begitu. Begitu sampai di tempat tujuan, mungkin aku masih akan dipingpong kesana-sini." Kata Abby.

"Haduuh, udah kaya Gugel aja yang memberi lamaran. Terus kamu mau pergi?" Tanya Ibunya Abby.

"Seandainya aku mau..." Abby belum selesai bicara.

"Seandainya kamu mau, kamu nggak usah khawatirin mama. Masih ada dua kakakmu disini kok. Mama nggak akan kesepian. Kamu masih muda dan lajang, sayang. Berkelanalah sepuas kamu. Mama akan selalu mendoakan keselamatan kamu." Kata Ibunya Abby.

"Makasih, ma!" Kata Abby sambil bangun dari kursi meja makan dan bersiap untuk mengepak barang.

Ibunya Abby membantu Abby mengepak baju-baju dan perlengkapan lainnya untuk bepergian. Sementara Abby, dia sibuk mengepak komputer kesayangan dan peralatan-peralatan aneh miliknya. Dalam sekejap saja, peralatannya sudah lengkap terpaking semua. Abby berpamitan kepada ibu dan kedua kakaknya. Ibunya melepas kepergiannya dengan memeluknya, tentunya juga disertai dengan doa restu.

"Hati-hati By diluar sana." Kata kakaknya yang pertama.

"Jangan lupa bawa cewe begitu pulang." Kata kakaknya yang kedua.

Abby hanya tersenyum saja. Setelah selesai, ia langsung pergi, tanpa melihat kebelakang. Ia menghubungi temannya, yang kebetulan adalah ex-client perusahaan tempat kami bekerja dulunya. Temannya itu adalah spesialisasi pemalsuan identitas secara cepat. Hanya dalam dua jam, Abby telah sampai di Bandara Soekarno-Hatta. Disana, temannya sudah menunggunya. Ia memberikan visa palsu, dan juga tiket pesawat. Abby langsung mengambilnya, dan masuk ke dalam bandara untuk check-in. Setelah check-in, ia langsung mentransfer sejumlah uang besar kepada temannya itu atas jasanya.

Tidak lama kemudian, pesawat yang dinaikinya sudah mengudara. Ia betul-betul penasaran tentang apa yang menunggunya di tempat yang ditunjukkan oleh surat itu. Pesawat yang ia naiki pun akhirnya mendarat sesuai dengan waktu yang ditentukan. Abby langsung turun dari pesawat dan melewati prosedur imigrasi. Karena ia tidak membawa bagasi, ia langsung keluar dari bandara. Inilah tempat yang sangat bersejarah baginya. Tempat ia kehilangan mentor dan gurunya yang sangat berarti. Ya, Jepang. Sebelum ia pergi mengunjungi tempat yang ia tuju, ia lebih dulu mengunjungi makam gurunya, Jent. Sesampainya di makam Jent, ia melihat ada beberapa bunga yang masih segar, tapi tidak diletakkan di diatas batu nisannya, melainkan ada di tanah disamping batu nisan. Aneh. Ia mencoba mengamati tulisan yang tertulis di batu nisan itu.

"DISINI DIMAKAMKAN, GURU DAN JUGA ORANG YANG PALING KAMI SAYANGI, JENT ZEINAL WIDOYO. 15-12+13. (15 Desember 2013)."

Ya, tulisan itu tertulis dalam Bahasa Indonesia. Abby mengambil waktunya untuk berdoa sebentar, mendoakan gurunya yang kini berada di alam sana. Setelah selesai berdoa, ia langsung pergi. Tapi sebelum pergi, ia berbalik dengan cepat melihat batu nisan itu. Ia mengamatinya dengan sangat cermat. Lalu, ia membuka kembali surat yang dikirimkan kepadanya, dan mengamatinya. Ia segera menyadari sesuatu. Ia berpikir sejenak dengan keras, lalu kemudian pergi dari tempat itu. Ia tidak pergi ke tempat yang ditujukan oleh surat yang dikirimkan kepadanya, melainkan pergi ke tempat lain.

Dengan naik taksi, akhirnya ia sampai di tempat yang ia tuju. Hmmm, sebuah kedai makanan yang kelihatannya jelek sekali. Ia langsung masuk ke kedai itu. Walaupun kedai makanan itu jelek, tapi seluruh meja makannya penuh dengan orang. Semua orang kelihatan sangat menikmati makanan mereka masing-masing. Salah satu pelayan kedai makanan itu menghampiri Abby.

"(kaze kaze imi imi)" Kata pelayan itu. Karena Abby tidak bisa berbahasa Jepang, begitulah yang terdengar di telinganya.

"Can you speak English? (Bisa bicara Bahasa Inggris?)" Tanya Abby.

Pelayan itu menggeleng sambil tersenyum.

Lalu, Abby mengeluarkan secarik kertas dan menuliskan sesuatu di kertas itu. Lalu, ia menunjukkan kertas itu kepada pelayan itu. Pelayan itu melihat sejenak kertas itu, kemudian mempersilakan Abby untuk duduk di suatu private room. Setelah Abby duduk, pelayan itu memberikan menu makanan. Abby tentu saja sangat bingung tentang apa yang terjadi. Kebetulan ia agak lapar, jadinya ia membuka menu itu bermaksud memesan makanan. Seluruh item dalam menu itu diberi nomor seri berupa deretan angka yang acak. Abby berpikir bahwa itu sangat aneh. Biasanya menu makanan tidak diberi nomor ID begini. Memang sistem basis data membutuhkan nomor ID, tapi tidak halnya dengan menu makanan.

Ia pun mengambil surat yang dikirimkan kepadanya itu, dan membacanya. Dari membaca surat itu, ia mendapatkan sesuatu. Akhirnya ia memanggil pelayan kedai makanan itu dengan bel. Tidak lama kemudian, datanglah pelayan yang tadi mempersilakan Abby duduk di ruangan ini. Abby hanya menunjuk suatu item di menu itu. Pelayan itu kemudian tersenyum, dan langsung keluar dari ruangan.

Kini, Abby tinggal sendirian di ruangan ini.

"Sialan, apa-apaan nih? Jangan-jangan gua salah menginterpretasikan surat." Pikir Abby dalam hatinya.

Kemudian, pintu dibuka, dan masuklah seorang wanita yang penampilannya seperti wanita karir. Wanita itu duduk disebelah Abby.

"Kenapa kamu ada disini?" Tanya wanita itu, dengan logat Bahasa Indonesia yang cukup aneh. Sepertinya wanita ini orang Jepang, yang kebetulan bisa berbahasa Indonesia.

"... Karena perasaan saja." Jawab Abby singkat.

Wanita itu kemudian tersenyum, dan ia berdiri dari kursinya.

"Silakan." Kata wanita itu sambil mempersilakan Abby keluar dari ruangan.

Setelah Abby keluar dari ruangan private itu, ia melihat bahwa ia sudah bukan ada di kedai makanan jelek tadi. Kini, ia berada di suatu ruangan persegi yang kira-kira berukuran tiga puluh meter persegi yang bentuknya seperti ruang meeting. Ada meja berbentuk elips di tengah ruangan itu, dan ada delapan kursi di meja itu. Dua dari kursi itu sudah diduduki oleh dua wanita. Abby melihat sekilas wajah kedua wanita itu, kemudian ia langsung berpaling. Tapi ia menyadari sesuatu, dan kembali melihat wajah kedua wanita itu dengan cepat.

"Abby!" Kata salah satu dari wanita yang berambut panjang.

"Ko Abby!" Kata wanita lain yang berambut pendek.

"Weeh, Yuna, Fera. Udah lama banget ya kita ga ketemu!" Kata Abby dengan bersemangat sambil bersalaman dengan Yuna dan Fera.

"Kok, kamu bisa ada disini?" Tanya Yuna.

Abby mengeluarkan sebuah surat, yang isinya :


Dear Abby,

Apa kabarmu? Apa lu ngerasa puas dengan lu yang sekarang? Nih, gua kasih teka-teki buat penyegaran diri lu aja. 103-111-116-111-118-111-105-100. Kalo lu nemuin persimpangan, jangan mengimplementasikan multi-threading. Tetaplah berjalan secara prosedural layaknya seperti bahasa pemrograman yang tidak mengimplementasikan thread.



"Pertamanya, gua bingung ama kode-kode deretan angka ini. Tapi gua langsung sadar kalo itu adalah kode ascii desimal, yang kalo diartikan adalah "gotovoid"." Kata Abby.

"Artinya apa tuh?" Tanya Yuna.

"Goto itu kan istilah dalam bahasa pemrograman untuk kembali pada suatu titik di block logic. Kalo void, artinya suatu fungsi yang tidak mengembalikan apapun. Terus gimana tuh?" Tanya Fera.

"Kembalilah ke suatu titik dimana kamu kehilangan sesuatu yang besar. Gua terjemahin kaya gitu." Kata Abby.

"Makanya gua kembali ke Jepang. Terus gua berkunjung dulu ke makam bos besar. Eh ada yang aneh. Masa di tanggalnya ditulisin 15-12+13, harusnya kan format tanggal 15-12-13. Terus gua sadar ada yang aneh. Itu tanda plus yang ada diantara bulan dan tahun itu kan tadinya tanda minus. Jadi gua nyadar, pasti ada yang modifikasi tulisan itu buat jadi pesan. Terus gua coba aja jumlahin 15 dikurang 12 ditambah 13. Jadinya 16." Kata Abby.

"Gitu ya." Kata Fera.

"Gimana Fer maksudnya?" Tanya Yuna.

"Angka-angka itu kalo dikonversi jadi heksadesimal yang merupakan angka basis 16, akan jadi koordinat tempat ini." Kata Fera.

"Tumben lu pinter, Fer." Kata Abby.

"Sialan lu ko! Udah lama nggak ketemu tetep aja nyebelin!" Kata Fera sambil menunjukkan wajah yang khas nya kalo lagi kesel.

Yuna hanya tertawa saja.

"Terus lu berdua bisa sampe sini gimana?" Tanya Abby.

Yuna dan Fera sama-sama mengeluarkan surat, yang isinya ternyata berbeda dengan surat yang dikirimkan oleh Abby.

"Hmmm, berarti seseorang emang membimbing kita bertiga kesini ya. Siapa ya?" Tanya Abby.

"Entahlah. Kalo dari surat gua sih, kaya tawaran kerja ya." Kata Fera.

"Kalo ini tawaran kerja, aku lebih baik pulang aja." Kata Yuna.

"Kenapa Yun? Kalo gajinya gede gimana?" Tanya Abby.

"Segede apapun gajinya, tapi aku cuma akan kerja dibawah satu orang, dan hanya satu orang." Kata Yuna.

"Heh, sebenernya gua berpikir sama kaya lu, Yun." Kata Abby.

"Ya, setuju." Kata Fera.

"Iya, gua kurang sreg kalo harus berbagi pengetahuan dengan orang selain bos besar Jent." Kata Abby.

Yuna dan Fera sama-sama mengangguk sambil tersenyum.

Aku senang sekali mendengarnya. Mereka rupanya begitu setia denganku. Bahkan, walaupun tidak diminta untuk mengunjungi makamku, mereka tetap mengunjunginya sebelum mereka menuntaskan rasa penasaran mereka akan perintah yang dikirimkan melalui surat itu.

"I don't know that you're so melancholic, Abby. (Aku tidak tahu bahwa kamu se-melankolis itu, Abby.)" Kataku sambil memutar kursi tempatku duduk yang letaknya paling jauh dari tempat mereka duduk.

Kini, aku berhadapan dengan mereka. Aku sungguh sangat senang melihat orang yang paling bisa kuandalkan, dan dua orang wanita yang begitu kucintai. Mereka bertiga sempat bingung dan kaget dengan apa yang mereka lihat.

"Yah, apa yang kalian bingungin? Begitu kaget kah kalian?" Tanyaku.

Yuna bereaksi paling dulu. Ia langsung berdiri dari bangkunya, dan langsung berlari kearahku dan memelukku. Terlihat ekspresi wajahnya bercampur antara bahagia dan terharu. Aku pun membalas memeluknya dengan erat.

"Aku kangen kamu, Yuna." Kataku.

"Aku selalu kangen sama kamu, sayang." Kata Yuna sambil mencium bibirku.

Aku melihat Fera dan Abby masih kebingungan.

"Kamu... kamu nyata, sayang?" Tanya Fera, sambil masih kebingungan.

"Jelas nyata dong Fer. Emang hantu bisa meluk Yuna kaya gini?" Tanyaku.

Fera pun langsung tersenyum dengan sangat manis. Air matanya pun mulai mengalir. Ia langsung berdiri dan memelukku dari samping. Dalam keadaan masih memeluk Yuna, aku juga memeluk Fera dengan erat. Ya Tuhan Yang Maha Esa, aku sangat bersyukur kepadamu. Sebab, bukan saja Engkau memberiku kesempatan untuk hidup, tetapi juga memberikan apa yang ingin aku lakukan di pesawat waktu itu setelah memasang bom dan belum kulakukan. Aku pun mencium bibir Fera. Aku sangat bahagia bisa mendapatkan mereka berdua dalam satu pelukan begini. Aku sangat merindukan mereka. Mereka berdua terlihat sangat bahagia. Inilah saat dimana aku melihat mereka berdua paling bahagia dari yang sudah-sudah selama ini. Aku melihat Abby masih bengong begitu.

"Bengong kenapa By?" Tanyaku.

"Yun, Fer, gantian dong gua juga pengen meluk si bos." Kata Abby.

Yuna dan Fera tersenyum mendengarnya. Mereka langsung melepaskan pelukan mereka dariku, dan mempersilakan Abby. Abby berjalan kearahku, dan kita layaknya berpelukan seperti seorang sahabat yang percaya satu sama lain. Aku kaget ketika Abby berusaha mencium pipiku.

"Eh, maho lo!" Kataku sambil mendorong kepalanya.

Yuna dan Fera tertawa terbahak-bahak melihat kelakukan si Abby.

"Glad to have you back, boss (Senang berjumpa kembali, bos)." Kata Abby.

"Yeah. The pleasure is also mine. (Ya, gua juga seneng)" Kataku.

"Sayang, gimana kamu bisa selamat?" Tanya Fera.

"Entahlah, sayang. Aku pikir aku sudah tamat. Pas bomnya meledak, tiba-tiba sekelingku jadi putih semua. Aku ga bisa liat apa yang terjadi. Kesadaranku lama-lama makin hilang. Aku kembali teringat momen-momen indah bersama Yuna, bersama kamu, dan bersama Erna. Teringat akan momen-momen indah di kantor. Dimana kita berjuang bersama untuk menghadapi suatu proyek, latihan survival dan tanding sparring sama-sama. Saat dimana aku pertama kali bertemu Abby, pertama kali ketemu kamu, pertama kali ketemu Yuna, pertama kali ketemu Diana. Momen dimana aku akhirnya kehilangan Diana dan Erna. Begitu menyedihkan sekali. Terus tiba-tiba semuanya jadi hitam. Begitu melek lagi, aku mengapung disebuah danau. Mulanya, aku kira aku ada di jalan menuju akhirat. Aku denger ada orang-orang teriak-teriak. Setelah aku kenali suaranya, mereka teriak-teriak dalam Bahasa Jepang. Ada orang terapung, ada orang terapung! Begitulah kata mereka. Aku sempat lupa akan diriku. Ya, aku amnesia lamanya kira-kira satu tahun." Kataku.

Mereka bertiga mendengarkanku dengan seksama.

"Wanita itulah yang menolongku selama masa amnesiaku. Aku juga mengajarkan Bahasa Indonesia kepadanya. Sekarang, dia adalah salah satu orang yang sangat aku percayai. Perkenalkan, Masumi Yukiko." Kataku sambil menunjuk wanita yang penampilannya seperti wanita karir itu.

Yukiko tersenyum sambil membungkukkan badannya. Yuna, Fera, dan Abby pun ikut tersenyum sambil membungkukkan badannya, membalas sapaan Yukiko.

"Makasih, udah nolongin orang yang sangat aku cintai." Kata Yuna.

"Sayang, Bahasa Indonesia nya belum lancar, jadi gunakan bahasa yang baku ya kalo ngomong sama dia." Kataku sambil tersenyum.

"Tidak apa-apa. Jika sebatas itu, aku mengerti kok, pak." Kata Yukiko sambil tersenyum.

"Makasih, Yukiko. Makasih banget. Aku berhutang budi padamu." Kata Fera.

"Terima kasih kembali, Fera. Fera, Yuna, kalian sangat beruntung memiliki laki-laki seperti Pak Jent ini. Beliau orangnya sangat baik. Abby, kamu sangat beruntung memiliki bos seperti Pak Jent ini. Beliau orangnya sangat hebat." Kata Yukiko.

"Hebatan gua sih masih." Kata Abby sambil memperlihatkan senyum menyebalkannya.

"Iye deh, lo yang paling hebat By. Komputer aja dipacarin." Kataku.

Semua yang ada di ruangan ini langsung tertawa terbahak-bahak.

"Yuna, Fera. Sebelum kita ngobrol lebih jauh lagi. Ada yang mao aku omongin." Kataku.

Yuna dan Fera langsung terdiam mendengarkanku.

"Yuna, aku cinta kamu." Kataku.

"Walau udah dua tahun kita nggak ketemu, perasaanku ini tetep nggak berubah, sayang." Kata Yuna.

"Fera, aku cinta kamu." Kataku.

"Aku cinta kamu, lebih dari kamu cinta sama aku, sayang." Kata Fera.

"Yuna, Erna mempercayakan aku sama kamu. Fera, Diana pun juga mempercayakan aku sama kamu." Kataku.

"Tapi, aku ga bisa kalo disuruh milih salah satu dari kalian berdua. Jadi, hmmm..." Kataku dengan bingung.

Yuna dan Fera hanya diam mendengarkanku.

"Mungkin aku terdengar kurang ajar. Tapi aku akan menyesal kalo aku ga pernah ngucapinnya. Maukah kalian berdua menikah denganku?" Tanyaku.

Aku melihat Abby sangat kaget dengan pertanyaanku. Yukiko hanya tertawa mesem-mesem saja. Aku tidak heran sih. Aku merasa ini hal yang sangat tidak pantas kuucapkan. Wanita itu kan tidak mau kalau diduakan. Tapi, aku nekat saja daripada aku menyesal di kemudian hari.

"Aku nggak melihat alasan kenapa aku harus nolak, sayang." Kata Yuna.

"Ya. Kalau harus berbagi dengan Yuna, aku seratus persen nggak masalah, sayang." Kata Fera.

"Ya, aku udah tau kalian ga akan suka... HAH?" Aku tidak percaya dengan apa yang kudengar.

"Ka... kalian yakin?" Tanyaku dengan heran.

Yuna dan Fera sama-sama mengangguk.

"Sayang, aku udah pernah ngomong begini ama Fera waktu kita terdampar di pulau milik Myth itu. Sekalipun kamu lebih milih Fera, aku tetep akan cinta sama kamu sampai selamanya, dan nggak akan pernah berhenti mencintai kamu. Dan itu artinya, sekalipun aku harus berbagi dengan orang lain, aku pun tidak masalah, karena aku cinta kamu sepenuhnya. Kalau harus berbagi dengan Fera, aku sangat nggak masalah. Aku tahu seberapa besar dia cinta sama kamu, dan aku bisa ngerti perasaan dia sama kamu." Kata Yuna.

"Ya, sayang. Kita berdua sama-sama cinta kamu dengan sepenuh hati kamu. Kita berdua bisa saling ngerti kok." Kata Fera.

Sampai sekarang, aku masih tidak percaya dengan jawaban mereka. Ini, terlalu indah untuk jadi kenyataan sepertinya. Aku berusaha memperkuat kesadaranku, siapa tahu dengan begitu aku bangun dari mimpiku. Tapi, memang ternyata ini adalah kenyataan. Aku tidak tahu harus berkata apa saking bahagianya.

"Sekarang, gantian aku yang tanya sama kamu, sayang. Apakah kamu betul-betul yakin untuk menjadikan kami istri kamu?" Tanya Yuna.

"Kami berdua adalah orang yang penuh dengan kekurangan. Tapi, kami berdua akan selalu berusaha untuk mencintai kamu sepenuhnya. Bahkan, kami berdua akan bekerjasama untuk membuat kamu lebih bahagia." Kata Fera.

"Ya. Aku pernah menikah, jadi aku tahu. Memang kita ini adalah orang yang penuh dengan kekurangan. Tapi, aku memahami semua itu, dan aku menerima kalian apa adanya. Ya, aku betul-betul yakin untuk menjadikan kalian berdua istriku." Kataku dengan mantap.

Mendengar hal itu, Yuna dan Fera langsung tersenyum dengan manis. Yuna yang pertama menciumku, disusul dengan Fera. Aku tidak percaya, setelah semua yang telah terjadi, ternyata kebahagiaan yang begitu besar sudah menantiku.

Tiba-tiba, aku melihat Abby hendak pergi dari ruangan ini.

"Mao kemana, By?" Tanyaku.

"Well, gua udah cukup seneng bos begitu tahu lu masih hidup. Ini adalah salah satu momen dimana gua bener-bener bersyukur sama Tuhan. Tapi, setelah ini adalah kehidupan bahagia lu bos. Gua ga ingin mengganggu." Kata Abby sambil tersenyum.

"Gitu ya? Yah, sebetulnya sih gua butuh banyak orang untuk dijadiin tangan kanan gua, By. Tiga orang, exactly tiga orang yang minimal gua butuhin untuk jadi tangan kanan gua dalam menjalani hidup baru disini. Tapi, kalo lo ga berminat juga ga apa. Lo juga masih punya keluarga di Indonesia, By." Kataku.

"Hmmm. Okeh, gua ikut." Kata Abby.

"Hah? Segampang itukah ngajakin lo?" Tanyaku dengan heran.

"Yaah, tadinya sih gua agak males. Tapi ngeliat lu pada yang kayanya bakal susah ngurusin diri sendiri, kayanya bantuan gua sangat-sangat diperluin. Dan kayanya bersama lu-lu pada tuh menarik. Jadi, yah gua ikut dulu deh untuk sementara." Kata Abby.

"Keluarga yang berisikan lima orang ya? Boleh juga." Kataku.

"Hmmm. Lu suami, Yuna sama Fera istri. Gua sama Yukiko apa bos?" Tanya Abby.

"Masih perlu ditanyain?" Tanyaku.

"Ga sih. Gua udah tau. Pembantu kan?" Tanya Abby. Yukiko pun tertawa cekikikan mendengarnya. Sepertinya ia mengerti yang baru saja diucapkan Abby.

"Got that right, Abby." Kataku sambil tersenyum lebar.

"Cih, ngerepotin aja. Tapi yah paling gak jadi pembantu lo masih mending deh bos." Kata Abby.

"Oke. Karena ini hari yang begitu besar, mari kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya yang begitu besar. Kita berdoa menurut kepercayaan masing-masing." Kataku.

Kami berlima pun mulai menutup mata masing-masing untuk berdoa di dalam hati kami.

"Tuhan Yang Maha Kuasa, hamba-Mu ini bersyukur kepada-Mu atas kebahagian begitu besar yang Engkau berikan. Aku mohon, berilah kekuatan kepada hamba-Mu ini untuk melindungi dan memelihara keluarga baru hamba-Mu ini, dan juga semakin berbakti dan menaati perintah-Mu. Amin."

TAMAT
 
Staff Roll

Background story concept : meguriaufutari
Story design : meguriaufutari
Story development : meguriaufutari
Story writer : meguriaufutari

--- Mid Credit Scene ---
Terlihatlah suatu stasiun kereta bawah tanah. Banyak orang yang sedang menunggu kereta. TUUT TUUT... Terdengarlah suatu suara yang berasal dari HP seseorang. Terlihat suatu tangan yang mengambil HP yang berbunyi itu dari kantong jaket panjangnya. Jari tangan itu membuka aplikasi di HP itu. Rupanya chatting.

Desy : Hi. How are you? (Hai. Apa kabarmu?)

Me : Good. Have you heard? (Baik. Kamu udah denger?)

Desy : Mengenai apa?

Me : Bu Novi udah tiada.

Desy : Ya. Aku sudah mendengarnya. Aku mendengar dia tewas karena sakit di Shanghai.

Me : Gak. Dia mati dibunuh.

Desy : Wow. Bu Novi mati terbunuh? Sulit dipercaya.

Me : Aku rasa kamu pengen tahu siapa yang bunuh.

Desy : Siapa?

Me : Aku tidak tahu siapa orangnya. Tapi aku mencurigai seseorang.

Desy : And that person would be? (Dan orangnya siapa?)

Me : Remember about what Bu Novi told us a night before she departed to Shanghai? (Ingatkah tentang apa yang Bu Novi ceritakan kepada kita semalam sebelum keberangkatannya ke Shanghai?)

Desy : About a certain person that inherit Pak James' will? (Tentang seseorang yang mewarisi impian Pak James?)

Me : Ya betul! Dia juga ada di Shanghai waktu itu. Pastilah dia yang membunuhnya.

Desy : Mungkin saja. Ngomong-ngomong, kapan kamu pulang dari Singapura?

Me : Next month. (bulan depan.)

Desy : Okay. See you next month, Emi. (Oke. Sampai bertemu bulan depan, Emi.)

Me : Jaaa~

Tangan milik wanita bernama Emi itu langsung mengembalikan HP nya ke saku jaket panjang warna krem nya.

"Hmmm, Jent Zeinal Widoyo. I cannot wait to see you in person. (Hmmm, Jent Zeinal Widoyo. Aku tidak sabar untuk bertemu secara langsung dengannya.)" Kata wanita cantik berambut pendek bernama Emi itu.

--- End of Mid Credit Scene ---
 
Pertama-tama, saya mau mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kalian semua yang setia membaca cerita saya yang kurang sempurna ini. Terima kasih kepada kalian semua yang sudah membantu, memberikan saran dan kritik, memberikan sumbangan informasi, dan sudah membantu dalam hal lainnya. Cerita ini sudah tamat, semua berkat kalian juga. Tanpa adanya kalian yang membantu saya, tidak mungkin cerita ini tamat.

Saya juga minta maaf dikarenakan saya terlalu terbawa cerita, akibatnya cerita ini menjadi cerita yang 80% action dan 20% cerita dewasa. Untuk season selanjutnya, saya akan lebih usahakan biar hal ini tidak terjadi lagi.

Akhir kata, tiada gading yang tidak retak, saya mohon maaf jika terjadi kesalahan dalam penulisan atau adanya tulisan saya yang kurang berkenan di hati kalian. Terima kasih banyak. Tuhan memberkati.

--- After Credit Scene ---


Aku terbangun dikamarku yang serba putih ini. Ukh, badanku sebelah kanan sakit sekali. Padahal, sudah diobati sejak sebulan lalu akibat insiden itu, tapi masih saja sakit sekali rasanya. Hari ini adalah hari gathering para anggota Legend. Aku segera bangun, dan mengenakan jaket yang biasa digunakan oleh anggota Legend ketika berkumpul. Jaket hitam dari atas sampai bawah, dan memiliki tudung. Aku mengenakan tudung itu, dan berjalan keluar dari rumah tempatku tinggal. Aku berjalan menyusuri kota yang ramai itu, dan masuk kedalam suatu bangunan. Aku memberi kode kepada petugas yang berjaga di gedung itu, dan petugas itu mempersilakanku menuju lift. Lift yang hanya boleh diakses oleh anggota Legend. Aku menekan tombol dalam lift itu, dan lift itu langsung menuju kebawah. Aku telah sampai di tempat tujuanku, dan pintu lift pun terbuka. Didepanku sekarang, adalah sebuah ruangan yang bentuknya seperti ruang meeting berbentuk persegi panjang. Di tengah ruangan itu, ada dua belas kursi tinggi yang disusun berjejer membentuk lingkaran, dan satu kursi tinggi tanpa senderan ditengah lingkaran itu. Kursi-kursi yang membentuk lingkaran itu menghadap kearah dalam lingkaran, tepatnya kearah kursi yang ada ditengah-tengah lingkaran itu.

"Welcome, Sylph! You're the last person we're waiting. (Selamat datang, Sylph! Kamu adalah orang terakhir yang kita tunggu.)" Kata sosok bersuara wanita yang duduk di kursi yang berada di tengah lingkaran itu.

Aku tidak berkata apa-apa. Aku langsung duduk menempati kursiku yang terletak diarah jam lima lingkaran.

"So, all of us are here now. Thank you for your time to come here. (Jadi, kita semua sudah lengkap. Terima kasih atas waktu kalian menyempatkan diri datang kemari.)" Kata wanita yang duduk di kursi tengah lingkaran itu.

Semua kursi ini sudah ditempati. Semua orang disini memakai pakaian yang sama denganku, yaitu jaket hitam dengan panjang mencapai mata kaki, dan tudung. Wanita yang duduk di kursi tengah lingkaran pun juga memakai pakaian yang sama.

"Anything to be reported, Satyr? (Ada yang perlu dilaporkan, Satyr?)" Kata wanita yang duduk di kursi tengah lingkaran itu.

"Well, our provision has increased significantly. Weapons 30%, Science Development 10%, Military provision 35%, and the other aspects are 20%. (Yah, pengembangan kita meningkat cukup signifikan. Persenjataan tiga puluh persen, Pengembangan ilmu pengetahuan sepuluh persen, Militer tiga puluh persen, dan aspek lainnya dua puluh persen.)" Kata sosok bersuara laki-laki yang duduk di kursi arah jam sebelas, yang ternyata bernama Satyr.

"Science 10%, bahahahahah! Well, since Chimera is gone, we're only left with Yggdrasil to do the science matter. I think he needs a help. Right, mate? (Ilmu pengetahuan sepuluh persen, bahahahahah! Karena Chimera sudah wafat, tinggal Yggdrasil yang mengutak-atik ilmu pengentahuan. Kurasa dia butuh bantuan. Betul kan, kawan?)" Kata sosok bersuara laki-laki yang duduk di kursi arah jam empat.

"Watch your mouth, Phoenix. I can end you along with that boastful mouth of yours in just mere seconds. (Jaga bicaramu, Phoenix. Aku bisa mengakhirimu bersama dengan mulutmu yang banyak bicara itu hanya dalam beberapa detik saja.)" Kata sosok bersuara laki-laki yang duduk di kursi arah jam delapan, yang ternyata bernama Yggdrasil.

"Would you like to try, heh? (Mau coba, heh?)" Kata pria yang duduk di kursi arah jam empat, yang ternyata bernama Phoenix.

"Cih, the duo stupid-brain with loudmouth. Why do we even keep them, Mother? (Cih, pasangan otak bodoh dengan mulut besar. Kenapa kita masih mempertahankan mereka, Ibu?)" Kata sosok bersuara wanita yang duduk dengan satu kaki terangkat di kursi arah jam satu.

"Relax, Padfoot. They know what they are doing. (Tenang saja, Padfoot. Mereka tahu apa yang mereka lakukan.)" Kata wanita yang duduk di kursi tengah lingkaran.

"By the way, Satyr. Have Siren spoiled anything about our plan? (Ngomong-ngomong, Satyr. Apakah Siren membocorkan rencana kita?)" Tanya wanita yang duduk di kursi tengah lingkaran.

"Rest assured, Mother. She died while remaining loyal to Myth. She did spoil about what we are going to do. But, she did not spoil what we are planning to accomplish. (Tenang saja, Ibu. Dia wafat dengan tetap mempertahankan kesetiaannya kepada Myth. Dia membocorkan apa yang akan kita lakukan. Tapi, dia tidak membocorkan apa yang berusaha kita raih.)" Kata Satyr.

"But, we have lost Jent Zeinal Widoyo. I don't know how we are going to proceed without him. (Tapi, kita kehilangan Jent Zeinal Widoyo. Aku tidak tahu bagaimana kita akan melanjutkan tanpa dia.)" Kata Yggdrasil.

"That is indeed a great loss. Because he is one of the three keys necessary to brings "that" back. However, the biggest question here is, is he really gone? (Itu betul-betul kehilangan kita yang sangat besar. Karena dia adalah salah satu dari tiga kunci yang diperlukan untuk mengembalikan "itu". Tapi, pertanyaan yang sangat penting disini adalah, apakah dia betul-betul mati?)" Kata wanita yang duduk di tengah lingkaran, yang mereka sebut dengan "Ibu".

Semua orang tersentak kaget dengan pernyataan yang dilontarkan oleh Ibu.

"How can this be?" Tanya Padfoot.

"Did you interfere with someone's destiny, Chronos? (Apakah kamu terlibat, Chronos?)" Tanya Satyr.

Hampir sebagian besar orang di ruangan ini melihat kearah seorang pria yang duduk di kursi arah jam dua belas. Orang itu bernama Chronos. Aku kenal dengan dia.

"No, no. Matters with life and death, is God's will. (Tidak, tidak. Permasalahan hidup dan mati, adalah kehendak Allah.)" Kata Ibu.

"So, is he still alive? (Jadi, apakah dia masih hidup?)" Tanya Padfoot.

"He is dead, I saw his corpse. (Dia sudah mati, aku melihat mayatnya.)" Kata Yggdrasil.

"One thing I know for sure is, the key does not die easily. (Satu hal yang aku tahu adalah, sang kunci tidak mati dengan mudah.)" Kata Ibu.

"I have a feeling that he is still alive somewhere. Just a hunch though (Perasaanku mengatakan bahwa dia masih hidup. Hanya perasaan saja sih.)" Kata Phoenix.

"Well, if he is indeed alive, it means that we have the first and the third key. We must look for the second key. Only when the three keys are gathered and used, shall "it" resurface to Earth and brings hapiness to all. (Yah, jika dia masih hidup, artinya kita memiliki kunci pertama dan ketiga. Kita harus mencari kunci kedua. Hanya ketika tiga kunci berkumpul dan digunakan, "Itu" akan kembali ke Bumi dan membawa kebahagiaan bagi semua.)" Kata Ibu.

Semua anggota, termasuk diriku, mengangguk.

"Sylph. Play your part well. (Sylph. Perankan perananmu dengan baik.)" Kata Ibu.

"I will not fail you, Mother. (Aku tidak akan gagal, Ibu.)" Kataku dengan yakin.

--- End of After Credit Scene ---
 
Bimabet
Congrats buat TAMATnya cerita ini.. udh dpt prefix Tamat jg
Congrat jg suhu udah bkin pembaca makin penasaran sama endingnya :pandaketawa:

Ane sempt gk percaya sih wktu dblg Jent bakalan mati gara2 ledakan.. soalnya om TS sndiri sdh sempat balas coment ane blg Jent bakalan muncul d season2 wlaupun porsiny gk sebyk season1

Kpn nih kira2 season2ny muncul suhu..

Itu Jent gk mati apa ada hubnya sma si Chronos?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd