CHAPTER 56: FANTASI PAGI INI (2)
“…Oomm udahan Om… Saktia minta ampun…” Saktia menggertakkan giginya. Sudah hampir setengah jam Om Minmon menikmati vaginanya, namun belum ada tanda-tanda Om Minmon akan menggenjot vagina Saktia. Sementara Nabilah sudah menjebloskan setengah penis Om Minmon ke dalam anusnya. Lubang duburnya mengempot pelan, mencoba berdapatasi dengan ukuran penis Om Minmon yang tegang maksimal. Nabilah meringis perih. Namun kesenangan Om Minmon menjadi prioritas. Om Minmon harus puas memakai mereka.
Tidak bisa memohon seperti itu, Saktia memutar otak. Kini dia mencoba memohon ke Nabilah, walaupun dalam hati dia benar-benar jijik untuk melakukannya. Boss Shania pasti udah nunggu, gue mesti cepat, pikir Saktia.
“Biil… Gantian dong s-s-sayang… Bilangin Om nihh-nggh..” Dengan manja Saktia memohon.
“Ga bisa, Via… Om yang merintahin aku. Ntar uang jajanku ga ditambahin…”
Brengsek. Anak ini juga ga mau bantu, Saktia geram.
Namun setelah itu harapannya terwujud. Setelah puas menikmati gurih vagina Saktia, Om Minmon melepas sedotannya.
“Fuaahhh Om puas sayang hahaha! Bil cabut anusmu! Om mau coba yang ini nih hehehe.”
“Baik Om”
Om Minmon langsung beranjak duduk dan menunggingkan Saktia. Tak perlu waktu lama untuk penis Om Minmon yang berat, padat dan berurat meluncur masuk ke dalam liang memek Saktia yang sudah becek.
“Yeahh hahaha! Memekmu ini kamu kasih apa sih sayang kok enak gini hahaha!”
“Erghh-Via kasi m-minyak baby biar Om s-suka-ah-ahh..” Saktia kali ini menyerah. Dia tidak bisa berbohong lagi. Dia sangat menikmati permainan Om Minmon. Di balik kebenciannya terhadap semua orang, dia kagum dengan Om Minmon yang tidak pernah gagal memuaskan kebutuhan birahinya. Yang penting Ve udah diamankan. Yang penting Ve udah diamankan. Ulangnya dalam hati. Aku nikmati saja dulu permainan Om. Sudah lama aku ga merasakan kenikmatan ini.
Yang penting Ve sudah diamankan…
***
Deg.
Veranda tersentak. Pandangannya kabur. Rasa sakit menjalar bukan hanya di kepalanya namun dileher dan bahunya. Saat dia mecoba mengingat apa yang terjadi, rasa sakit semakin terasa. Sambil memegang keningnya, Veranda mulai ingat apa yang baru saja terjadi. Kepalanya baru saja dihantam dari belakang. Saat mengusap pelipisnya, dia bisa merasakan darah yang setengah mengering. Tubuhnya mengejang. Untung aku ga mati, pikirnya.
Setelah bisa menguasai tubuh dan rasa sakit berkurang di kepalanya, Veranda mulai melihat sekitar tempat dia terbaring. Masih di ruang perkakas. Kali ini dia memperhatikan kondisi sekitar dan menemukan beberapa keanehan.
Pintu ruangan setengah terbuka dan gagangnya dirusak dari dalam. Di bawah pintu itu tergeletak gagang sapu yang patah. Veranda menoleh ke belakang dan mendapati tangga lipat sudah terpasang di dekatnya. Dia mendongak ke atas dan melihat satu petak plafon sedikit terbuka.
Veranda menebak apa yang terjadi. Seseorang mencoba membantuku? Dan tebakan itu terbukti ketika dia melihat secarik kertas yang sengaja ditempatkan untuk menarik perhatiannya.
“You know where to run.”
Veranda merinding. Seseorang benar-benar mencoba membantunya. Tapi dia tidak tahu siapa. Pak Pur? Melihat gaya tulisannya dan bahasa Inggris yang dipakai, Veranda tidak yakin kalau itu Pak Pur. Dalam pekerjaannya, Veranda pernah bersinggungan dengan Pak Pur, Toni dan John. Dia sudah pernah melihat gaya tulisan tiga orang ini, tidak ada yang cocok dengan tulisan seperti tulisan anak remaja ini. Begitu juga dengan Bianca. Tidak mungkin meninggalkan tulisan. Dia pasti akan langsung membangunkan Veranda.
Namun itu tidak penting lagi. Tidak penting siapa yang menulis. Tidak penting sekarang siapa yang membantu. Veranda bisa berterima kasih nanti, ketika semua masalah ini beres. Dengan cepat dia naik tangga menuju plafon yang sengaja dibiarkan terbuka. Kepalanya masih sakit, sesekali dia merasa mau roboh, namun Veranda menguatkan mentalnya, sampai akhirnya dia berhasil menggeser petak plafon dan naik ke atasnya.
Veranda melihat sekitar. Gelap, namun dia bisa merasakan debu dimana-mana. Dia meraba kantong celananya. Untunglah ponselnya tidak diambil. Veranda langsung meraih ponselnya dan menghidupkan senter.
Kini Veranda bisa melihat sekitar. Jalur-jalur
ducting AC gedung saling menyilang, selebihnya hanya jalur kosong yang sempit tapi tetap bisa disusuri. Veranda langsung menutup petak plafon yang terbuka dan berbaring sesaat. Degupan kencang jantungnya kembali terasa. Baru saja aku pikir aku gagal, ternyata semesta masih mendukungku. Dia menyadari kini ada orang-orang yang tanpa sepengetahuannya membantunya. Ini berarti mungkin mereka sudah tahu misinya.
Veranda tersentak. Misi. Misi sekarang ini adalah Veranda harus masuk ke dalam kamar Saktia dan mencaritahu apa yang Saktia sembunyikan, jika memang ada. Dia memutar otak dan menyadari sesuatu. Jalur plafon ini kan bisa langsung menuju kamar siapapun, termasuk kamar Saktia.
Veranda langsung berlutut dan menunduk. Dia menghitung-hitung jarak dan urutan kamar untuk bisa tahu letak kamar Saktia. Setelah mengira-ngira jarak dan posisinya, Veranda pun mulai merangkak. Baru beberapa langkah merayap, Veranda mendengar sesuatu.
Seseorang masuk ke dalam ruang perkakas. Veranda dapat mendengar suara tangga dilipat dan diletakkan kembali ke bawah rak. Siapapun kamu, aku berterimakasih. Terima kasih banyak, ujar Veranda pelan, lalu lanjut merayap. Menuju kamar Saktia.
***
Crrrtt! Crrtt!
Saktia bisa merasakan sesuatu mengalir di dalam vaginanya. Dia baru saja orgasme untuk keempat kalinya. Bagaimana tidak, bukan saja Om Minmon yang menggagahi memeknya, tapi juga Nabilah dengan penuh nafsu melumat puting susunya. Kini tak ada lagi batas di antara mereka. Permusuhan selama ini sementara mereka kesampingkan, demi kepuasan dari dan untuk Bos mereka.
“Om.. Hah.. Hah.. Via nyerah, Om.. hah.. Hah…” Rasa letih mulai merayap di sekujur tubuh Saktia.
Nabilah mencoba membantunya, “Om… Nabilah besok ujian Biologi… Ajari Nabilah Biologi dong, Om..” Nabilah yang sedari tadi menunduk mulai mengambil posisi menungging di atas Saktia. Gayung bersambut, Om Minmon mencabut penisnya dan mulai memasukkan dalam-dalam ke liang memek Nabilah.
“Yeahh..! Ini pelajaran pertama Biologi ya sayang! Yeah! Yeah!” Kedua paha Om Minmon beradu dengan pantat Nabilah berulang-ulang. Nabilah mulai menegang. Saat nafsunya semakin meninggi, Nabilah mulai memagut bibir Sakti yang berada tepat di bawahnya.
“Iyah, sayang. Ajari temanmu juga! Yeah! Yeah!”
Saktia membalas pagutan Nabilah. Lidahnya mulai menjalar masuk ke dalam mulut Nabilah. Mereka saling menjambak rambut, menuntut nikmat. Nabilah tidak mau kalah. Dia menggigit dan mengisap pelan bibir atas Saktia. Sementara Saktia semakin membenamkan lidahnya masuk, mencari lidah Nabilah.
Menyadari vagina Nabilah yang menimpa vagina Saktia, Om Minmon tidak mau kehilangan satupun. Dia mencabut penisnya dari lubang Nabilah dan menyorong masuk ke vagina Saktia. Om Minmon bergantian mencabut dan memasukkan penisnya. Dua vagina gundiknya itu membuatnya sangat girang.
“Hahaha! Memek kalian ini enak banget! Om suka! Bagus! Bagus! Begini harusnya peliharaan Valkyrie! Ayo! Perlihatkan lagi hasil latihan kalian! Perlihatkan cara jadi pereknya Om!” Om Minmon mulai meracau, tanda ejakulasinya mulai terasa.
Nabilah mencabut penis Om Minmon dan menarik Om Minmon ke samping Saktia. Dia mendorong pelan dada Om Minmon untuk membaringkannya. Nabilah langsung berlutut tepat di atas selangkangan Om Minmon.
“Om mau dipuaskan kan? Nih rasain genjotan pereknya Om.” Bles! Penis Om Minmon tuntas ditelan lubang vagina Nabilah. Nabilah mulai menggoyang pinggulnya naik turun. Dia bisa merasakan penis bosnya sesak memenuhi sampai mentok di ujung liang memeknya. Kesempatan ini tentu tidak dia sia-siakan. Kesempatan setiap Om Minmon memakai tubuh terawatnya.
“Enak! Enak!
You like it, Om?!
Fuck me! Entot aku, Om!” gantian kini Nabilah yang meracau saking menikmati penis bosnya.
Saktia yang tidak mau ketinggalan permainan panas ini berguling sehingga tubuhnya naik ke atas perut Om Minmon yang buncit. “
You forget me, honey?”
“
Of course not, bitch.” Om Minmon terkekeh. Bibirnya langsung memagut kasar bibir Saktia. Lidahnya memaksa masuk, beradu dengan lidah Saktia.
Kombinasi dua gundik ini menunjukkan hasil. Puncak ejakulasi Om Minmon semakin terasa. Nabilah bisa merasakan itu. Dia makin mempercepat goyangan pantatnya. Pinggulnya kini maju mundur dengan cepat. Sesekali dia memutar pinggulnya, membuat penis Om Minmon semakin terangsang.
Sementara jemari Om Minmon masuk ke dalam liang vagina Saktia dan mulai mengorek dinding liangnya. Saktia menggelinjang. Nafsunya melonjak lagi. Rambatan orgasmenya terasa lagi. Dia menyedot lidah Om Minmon.
“
I wanna cum beb!
I wanna cum ahaha!”
“Cum inside me! Hamilin aku, Om! Aku ga mau sekolah lagi! Aku mau jadi pereknya Om ajah! Iyah! Iyah! Ayo Om!”
Mendengar itu, nafsu Om Minmon mencapai puncaknya. Begitu juga dengan ejakulasinya.
Crott! Crot! Croot! Om Minmon menegang hebat. Penisnya menyembur kencang cairan kental di dalam vagina Nabilah. Urat-urat penisnya berdenyut kencang, bekerja keras untuk menembakkan semua simpanan sperma sekecang mungkin. Vagina Nabilah pun ikut mengempot akibat denyutan urat penis Om Minmon, yang semakin merangsang penis Om Minmon. Interaksi yang saling menggairahkan satu sama lain.
Dekapan Om Minmon pada tubuh Saktia terlepas. Dia terlentang pasrah, dengan satu vagina menyedot penisnya, dan satu mulut menyedot bibirnya. Sekujur otot tubuhnya mengeras. Momen terbaik di pagi itu. Nikmat tiada tara. Dua gundiknya sukses memuaskan nafsu senggamanya. Dari semua Pegawai Terpilih, tidak salah Om Minmon memilih dua wanita ini. Dua wanita yang mumpuni dalam menghidupkan fantasinya.
Seiring dengan ejakulasi Om Minmon, Saktia dan Nabilah pun mencapai orgasme terakhirnya. Tubuh mereka semua sama-sama menegang. Nabilah yang mencoba menyerap kenikmatan penis Om Minmon, tanpa sadar mencengkram paha Saktia dan menampar pantat Saktia. Begitu juga dengan Saktia. Tamparan di pantatnya semakin membumbungkan libidonya.
Tiga tubuh puas pagi itu. Tiga tubuh sukses menyerap kenikmatan senggama di posisi masing-masing. Tiga engahan nafas saling memburu satu sama lain. Keringat mereka bercampur satu sama lain.
Saktia berbalik dari posisi tengkurap dan terlentang di atas tubuh Om Minmon. Dia dapat melihat penis Om Minmon yang menyesaki vagina Nabilah, sehingga cairan peju tertahan di dalam vaginanya.
“Heh, siniin memekmu. Jangan tumpah! Aku mau pejunya Om!”
Nabilah enggan beranjak. Dia tak mau kalah, “Aku juga mau! Enak aja kamu sendiri yang ngambil!”
“Iya makanya sini! Emangnya mulutmu bisa nyedot memekmu sendiri?! Pake otak dong!”
Mau tak mau Nabilah mulai mencabut pelan Om Minmon. Baik Nabilah maupun Om Minmon menggelinjang ngilu ketika dua kelamin mereka saling menggesek. Setelah tuntas tercabut, cepat-cepat Vagina mengarahkan vaginanya ke atas mulut Saktia. Segera Saktia menyedot vagina Nabilah, membuat Nabilah merinding geli.
“Ergghh jangan digituin dong Sak! Geli nih!” Tapi Saktia tidak menjawab. Mulutnya sibuk mengisap lelehan sperma Om Minmon sampai tak bersisa. Melihat Saktia kemungkinan menelan semua peju itu, Nabilah merengek ke Om Minmon,
“Om bilangin ke Saktia tuh, bagi-bagi…” Rengek Nabilah manja. Tentu Om Minmon membela Nabilah. Sambil terkekeh dia menyuruh Saktia, “Heh Via bagi-bagi tuh ke temen sekelasmu.”
Sambil terus menyedot, mata Saktia mendelik. Dasar tukang ngadu! Setelah tuntas mengisap tanpa sisa, Saktia sangat tergoda untuk menelan semua cairan mani bosnya. Namun dia bakal dihukum kalau sampai terjadi. Maka dengan enggan Saktia mendorong perut Nabilah. Nabilah langsung menimpa Saktia dan menyorong bibirnya ke bibir Saktia. Sambil melumat satu sama lain, mereka berbagi cairan kebahagiaan bagi mereka. Lelehan kental tersebut sedikit tumpah dari mulut mereka, namun dengan sigap mereka mengisap, tidak mau menyia-nyiakan satu tetes pun.
Om Minmon yang melihat itu terpana. Momen sangat berharga yang jarang terjadi. Om Minmon berpikir untuk melakukan lagi
threesome seperti ini.
Pagi yang sangat nikmat untuk memulai hari, walaupun sebenarnya sudah tidak pagi lagi.
***
“Om, Nabilah pengen lagi.”
“Om, Via juga pengen ngewe kayak gini lagi.”
“Nabilah janji bakal belajar lebih rajin.”
“Via juga janji ga bolos-bolos lagi.”
Seragam mereka kini sangat berantakan, walaupun masih membalut tubuh mereka. Beberapa kancing sudah lepas, rok pun kini berkerut. Namun mereka sangat menikmati momen ini. Mereka sangat menikmati peran dalam fantasi Om Minmon. Mereka belum mau menyudahi peran ini.
Apalagi Saktia. Kini dia tidak peduli. Persetan kerjaan. Persetan misiku. Mereka semua bisa menunggu. Aku juga berhak mendapat ini. Jarang-jarang aku bisa mendapatkan kenikmatan ini. Penis Om Minmon ini salah satu favoritku. Walaupun sebentar lagi aku akan ninggalin dia. Mengkhianati dia. Sambil tersenyum licik Saktia membatin.
Sementara di ponsel rahasianya, sudah ada belasan panggilan tak terjawab, pesan dan
voice note.
***