Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT VALKYRIE Management

CHAPTER 63: GENDERANG (3)


Veranda berusaha fokus menangkap suara dari balik dinding. Biasanya kalau teman-temannya lagi berkumpul mengobrol atau menyetel musik, dari kamarnya Veranda pasti bisa mendengar walau samar. Tapi ini aneh. Setelah Saktia dan pria itu masuk ke kamar, suasana benar-benar hening. Tidak ada suara yang terdengar apalagi di pagi menjelang siang yang sunyi ini. Apa yang mereka lakukan di kamar itu?

Brak.

Veranda tersentak saat didengarnya suara pintu kamar terbuka. Pasti itu Saktia. Dia kembali menempelkan telinganya ke pintu kamar. Kali ini suara Saktia terdengar jelas.

“…khikhihi siapa ya berikutnya… Sepertinya anak buahmu menarik ya, Saktia hihihi…”

Veranda terpaku. Suara Saktia tidak terdengar seperti biasa. Dan juga dia menyebut namanya seperti… berbicara dengan dirinya sendiri. Ada yang aneh dengan Saktia.

Lalu, mana pria itu? Veranda tetap fokus mendengar, berharap menangkap suara pria. Siapa tau ini berkaitan dengan rencana Saktia, jadi aku bisa antisipasi, batin Veranda. Namun setelah ditunggu tidak kunjung juga didengarnya suara apapun selain cekikikan dan celoteh aneh Saktia yang kini berjalan menuju lift. Kemana pria itu?

Tiba-tiba Veranda teringat perkataan Saktia di depan kamar, ‘…CCTV sudah dimatikan…’. Itu berarti sekarang ini dia bisa keluar tanpa terekam. Turun ke Lobi melalui tangga darurat. Aku harus memberikan dokumen bukti ini ke Bos Titan.

Maka setelah mendengar suara lift turun ke bawah, Veranda pelan membuka pintu kamarnya, kemudian memandang ke kedua ujung koridor untuk memastikan tidak ada seorang pun di sana. Dia mulai mengendap-endap menyusuri koridor menuju pintu tangga darurat di sebelah lift. Saat melewati kamar Saktia, tiba-tiba…

Kriieeet.

Pintu kamar Saktia terbuka perlahan, memunculkan sesosok bermata merah di balik pintu, melotot ke arahnya.

***


Melody yang baru saja selesai wawancara dengan para wartawan, masuk ke ruangannya yang ternyata sudah ditunggu Naomi.

“Mel, baru kelar wawancaranya?”

“Iya, Mik, kenapa?”

“Gapapa. Nih aku bawain sarapan kamu,” Naomi menyodorkan sekotak sterofoam dibungkus plastik, “sesuai pesanan Tuan Putri, ga pake kacang, sambelnya dikit aja.” candanya.

“Iya, makasih, Mik.”

Naomi menaikkan alis. Itu saja? Tumben Melody cuek.

“Eh outfit kamu hari ini keren juga, Mel. Serba hitam gini. Kepikiran aja paduin kayak gini hehe.”

“Hehe iya nih, Mik.”

Naomi akhirnya paham, Melody sedang tidak mau diganggu. Mungkin karena pagi-pagi sudah diminta untuk menghadapi wartawan. Atau karena kerjaan. Maka Naomi langsung pamit,

“Oke kalo gitu aku balik ke mejaku ya. Bye, Mel.”

“Bye, Mik. Makasih ya.”

Sepeninggal Naomi, di sudut ruangan belakang Melody yang tidak terlihat dari luar, muncul asap hitam. Asap itu membumbung setinggi satu setengah meter. Dari ekor matanya Melody dapat menangkap kemunculan asap tersebut.

“Ibu, kami sudah siap. Sekarang tinggal perintah Ibu.” Asap hitam itu berbisik.

Tanpa menoleh Melody menjawab pelan, “Oke, tunggu perintah saya," jarinya mengetuk-ngetuk meja, "kemudian, beneran anak itu ada di sini?”

“Hasil penerawangan kami, kemungkinan besar, Ibu.”

Melody mengernyitkan dahinya. Selama ini Veranda ternyata di gedung Valkyrie? Aku yakin, dari Pegawai Terpilih pasti ada yang membantunya. Riskha? Gracia? Atau... Nabilah?

“Yaudah, tetap siaga.”

“Baik, Ibu. Saya permisi dulu.” Dalam sekejap, asap hitam itu lenyap.

***


“Too… loongg…” Muncul tangan kering kerontang dari balik pintu. Tak kuat menahan beban sendiri, tubuh itu ambruk.

Veranda membelalak, menyadari siapa yang di balik pintu itu.

“Rio?! Astaga!”

Veranda langsung menghambur menuju pintu kamar Saktia. Setelah membuka pintu, Veranda terkesiap ngeri menatap tubuh di depannya. Tubuh kering seperti mumi, mulut yang menganga dengan mata merah melotot ke atas. Dan yang paling menyedihkan adalah sekujur tubuhnya yang memar, berdarah dan terdapat bekas titik-titik lilin yang mengering.

Veranda langsung membopong tubuh Rio ke kasur Saktia. Sesaat Veranda mencium aroma yang berbeda di kamar Saktia. Aroma yang baru pertama kali dia hirup selama dia main ke kamar Saktia. Seperti aroma dupa namun lebih menyengat tidak enak.

“Kamu kenapa, Yo?! Apa yang terjadi di sini?!” Tentu pertanyaan Veranda tidak bertemu jawaban dari Rio.

Tanpa pikir panjang Veranda lari kembali ke kamarnya. Dengan kasar dia memasukkan lockcard dan menghambur ke dalam. Dia langsung mengambil minuman isotonik dan susu yang masih tersimpan di kulkas kecilnya. Hanya itu yang ada di pikiran Veranda sekarang saat melihat kondisi Rio.

Veranda langsung meminumkan minuman itu ke dalam mulut Rio. Kepala Rio diangkatnya agar minuman bisa masuk ke dalam tenggorokannya. Sesekali Rio tersedak namun Veranda dengan sigap menurunkan dagunya agar air bisa mudah keluar. Setelah minuman isotonik habis, gantian susu yang dituangkan Veranda masuk ke dalam mulutnya. Veranda sedikit panik melihat Rio yang seperti berada di ambang kematian.

“Ayo, Yo… Ayo. Jangan mati sekarang. Apa yang terjadi. Mengapa kamu begini. Apa karena…” Deg. Veranda tiba-tiba teringat. Saktia baru saja keluar dari kamar ini. Berarti yang melakukan ini…

Entah mendapat kekuatan dari mana, sambil tersengal-sengal Rio berbisik, “Sak… tia… buk… bukan… Sak… tia…”

Veranda menatap heran. Saktia bukan Saktia? Otaknya berputar cepat. Suara yang didengarnya tadi memang seperti bukan Saktia yang dia kenal. Bahkan intonasinya terdengar berbeda. Jadi itu bukan Saktia? Bagaimana itu bisa terjadi?

Saat Veranda masih bertanya-tanya, di belakangnya, tepat di pintu kamar, terdengar suara cekikikan menyeramkan,


“Khikhikhi… Benar kan kataku? Mencari si brengsek ini sangat gampang khikhikhi… Kamu ga usah takut, Saktia… Kita lenyapkan anak ini…”

“Lagipula…” Saktia, yang dirasuki Dryad, melangkah masuk ke dalam kamar. Lidahnya menjilati bibir, “aku juga sudah lama ga mencicipi saripati wanita…”

***
 
Terakhir diubah:
mantep suhu nice story...
 
CHAPTER 64: GENDERANG (4)


“Pagi, Mbak.”

“Iya, selamat pagi… dik. Ada yang bisa saya bantu?” Wanita resepsionis Valkyrie bingung melihat tiga orang remaja yang masih memakai seragam datang ke Valkyrie di jam sekolah seperti ini.

“Begini, Mbak, minggu lalu kami ngasi proposal sponsorship pensi ke Valkyrie, trus beliau ngasi ini ke kami,” salah seorang remaja memberi kartu putih dengan tulisan tangan di belakangnya. Wanita itu sedikit terkejut. Kartu nama Pak Mino? Dengan tulisan beliau di belakangnya? Setau saya kartu ini ga sembarangan dikasi ke orang. Ini tiga anak bau kencur kok bisa aja dapet?


“Baik, Dik. Saya hubungi beliau dulu. Nanti saya kabari kalau sudah ada kabar ya, karena Bapak Mino lagi sibuk. Silahkan tunggu di sofa.” Ketiga remaja itu menahan senyum lalu berjalan ke sofa ruang tunggu.

***


Veranda melangkah mundur seiring dengan Dryad yang berjalan mendekatinya. Sementara Rio melotot ke arah Dryad, bernafas susah payah.

“Hrhhh… Hrhhh… Pergi… Perg…” Rio mencoba berbicara.

“Diam! Kau sudah ga berguna lagi! Kau tidak layak berbicara khikhikhi…” Seringai Saktia membuat Veranda sedikit takut. Dia semakin yakin bahwa wanita di depannya bukanlah Saktia. Ada seseorang lain.

“Siapa kamu?! Kamu bukan Saktia!” sergah Veranda.

“Owh kita belum kenalan ya… Oke, perkenalkan aku…” bola mata Saktia menghitam, “Dryad. Si Jahat yang hadir melalui Ritual yang dilakukan Saktia bertahun-tahun lalu untuk menghilangkan nyawa orang-orang yang tak disukainya…”

“Dan sekarang… dia harus membayar ‘biaya’ Ritualnya hahahaha!” lengkingan tawa Dryad memenuhi kamar.

“Sepertinya kita bisa menjadi teman, Sayang… Dengan cara… JIWAMU AKU LAHAP!” Seiring teriakannya, Dryad berlari menerjang ke arah Veranda yang terpaku.

Namun baru tiga langkah, tubuhnya terhenti. Kakinya mengejang. Seperti ada sesuatu yang menahan Dryad.

“Brengsek! Kembalikan dokumenku! Rahasiaku! Pelacur! Sini kau!” Air muka Saktia berubah. Suara dan intonasinya pun berbeda dengan yang barusan.

“JALANG! JANGAN GANGGU AKU!” Raut wajahnya berubah lagi. Bola matanya kembali menghitam.

“Ngga! Ini bagianku! Jangan gang- ekh! Ekh!!” kali ini Saktia seperti tersedak. Tangannya mencengkram lehernya.

Kesempatan itu tidak disia-siakan Veranda. Dia berbalik menerjang tubuh Saktia yang sedikit limbung. Bahunya menghantam dada Saktia yang langsung mengaduh sakit dan terjerembab. Veranda lalu melayangkan tinju ke pipi Saktia berkali-kali.

“Ergh! Ergh! Anjingg! Berani lo ya!” Veranda tidak peduli siapa yang sekarang berbicara. Di pikirannya saat ini adalah bagaimana membuat Saktia tidak berdaya, sehingga dia bisa dengan cepat melapor ke bawah.

Namun saat dia akan meninju lagi, kepalan tangannya ditahan. Pergelangan tangannya dicengkram keras hingga sekarang Veranda yang berganti mengaduh.

“Erghh aduh aduh…”

“Manusia sialan! Beraninya kau memukulku.” Dryad kembali menguasai tubuh Saktia. Mata hitamnya kembali dibarengi seringainya.

Dengan sekali sentakan, tubuh Veranda terpental. Punggung Veranda menghantam dinding. Sambil meringis dia mencoba berdiri dan melihat sekelilingnya. Pandangannya tertumbuk pada pencatok rambut berbahan besi dengan kabel panjang. Dia langsung mengambil benda itu. Dryad tertawa,

“Hahahaha! Kau mau melawanku dengan i-…”

Veranda tidak mau membuang-buang waktu. Tidak dibiarkannya Dryad menyelesaikan kalimatnya. Dia langsung berlari ke arah Dryad dengan pencatok rambut di tangan yang siap menghantam.

Plak! Hantaman catokan rambut ditahan Dryad dengan mudah. Namun Veranda bukannya tanpa rencana. Dryad yang tidak fokus melindungi bagian bawahnya, harus menerima tendangan Veranda tepat di perutnya. Huek! Dryad langsung muntah angin. Rasa sakit langsung menjalar di perutnya. Dryad kembali oleng dan jatuh.

Kesempatan kedua itu langsung dimanfaatkan Veranda. Kakinya langsung menahan kedua tangan Dryad. Membabibuta Veranda memukul-mukul wajahnya. Veranda tidak peduli lagi siapa yang menguasai tubuh di bawahnya. Dia sudah tahu siapa dalang di balik ini semua. Orang yang saat ini terlentang kesakitan di bawahnya bukanlah orang yang patut dikasihani. Segala emosi yang meluap menyertai tiap pukulan keras yang mendarat di wajah Dryad.

Wajah Dryad kini memerah. Bekas pukulan langsung timbul. Dryad mengaduh dan memohon untuk diampuni. Dia sadar, saripati Rio hanya bisa untuk mengembalikan stamina dan dahaganya, tidak untuk mengembalikan ilmunya. Dia perlu banyak saripati lagi.

Plak! Pukulan terakhir mendarat di dahi Saktia. Dia tidak bergerak lagi.

Veranda yang masih mendudukinya terengah-engah, keringat bercucuran di dahi dan lehernya. Setelah memastikan Saktia sudah pingsan, Veranda berguling ke sampingnya, ikut rebah. Ternyata memukuli orang itu melelahkan. Namun dia tidak punya waktu banyak. Setelah mengumpulkan energi sekadarnya, Veranda berdiri dan mengambil ranselnya. Tak lupa dia mendekati Rio yang masih terbaring tak berdaya,

“Yo… Tenang aja. Gue pasti datang lagi nyelamatin elo… Lo pasti selamat… Jan-“

“SEMUANYA! ANAK ITU DI KAMAR GUE! DI LANTAI DELAPAN! LAKUKAN PENYERBUAN! KITA BUAT KERUSUHAN HAHAHA!”

Veranda meloncat kaget mendengar teriakan di belakangnya. Refleks dia melihat ke bawah. Dryad yang masih terlentang tidak berdaya, tanpa sepengetahuannya sudah menelepon The Turncoat untuk menangkapnya. Rok Saktia sedikit tersingkap. Dipahanya terikat strap, tempat ponsel rahasianya disembunyikan. Dengan wajahnya yang memerah dan sedikit berdarah, Dryad melotot. Seringainya kembali muncul.

“Khikhikhi Saktia benar… Ponsel rahasia harus selalu siap sedia… Dan kau… Kini kau tidak mungkin lagi bisa kabur… Puluhan anak buahku akan membawamu kepadaku khikhikhi khok! Khok!” Dryad tertawa sampai terbatuk. Darah muncrat dari dalam mulutnya.

Mampus aku, batin Veranda. Kini waktu semakin menipis. Sekarang dia tidak hanya harus memberikan dokumen itu, namun juga harus kabur dari kejaran para anak buah Saktia.

“Kau akan mati…! Mat-“ Duak! Tendangan Veranda mendiamkan makian Dryad, dan langsung lari keluar kamar.

Teriakan Dryad masih terdengar jelas saat Veranda sudah dekat lift,

“KAU AKAN MEMBAYAR INI! KAU, MANUSIA LAKNAT, AKAN MEMBAYAR SEMUA INI KE DRYAD SI JAHAT HAHAHA!”

***
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd