Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT VALKYRIE Management

Makasih suhu atas updateny meskipun kentang parah
 
Wuidih pd awal cerita isinya seks kemudian mistis, muantab jd ngeri2 enak tp keren thor d tunggu updatenya :tepuktangan:
 
Previously, on Valkyrie Management:
Dryad menyerap saripati Rio, namun kalah setelah dihajar Veranda. Di saat Veranda merasa Dryad sudah pingsan, Dryad menghubungi para komplotannya untuk memburu Veranda yang masih di lantai 8. Sementara itu, Valkyrie di ambang kerusuhan...

CHAPTER 65: PERANG (1)


Udin terkesiap melihat apa yang dibawa abang preman yang sering berkeliaran di sekitaran kampungnya. Suasana di gang yang tak jauh dari Valkyrie sedikit ramai oleh belasan pemuda.

“Bang! Seriusan lu bawa itu?!”

“Yee lu kaga denger ya apa yang dibilang bos Arman kemaren? Kita ini dibayar untuk merusuh! Makin rusuh cuannye makin gede! Makanya kuping lu denger!”

“Iyee gue tau bang! Pan gue disitu juga! Tapi… seriusan granat bang? Jangan sampe bahaya di kita bang.”

“Eh lo pikir gue bego apa ga tau cara pake ini hah? Sekate-kate lu!”

“Ya tapi-“ Argumen Udin terpotong oleh dering ponsel di kantongnya.

“Ya Bos?” Udin mendengar instruksi dari Bosnya. Dia lalu mengaktifkan speaker ponsel tersebut. Belasan pemuda lainnya langsung mendekat.

“SERANG SEKARANG! BUAT KERUSUHAN! PENJARAHAN! JANGAN ADA YANG TERSISA!”

Semua tertegun mendengar teriakan instruksi dari Arman. Sedetik kemudian, seringai menghiasi wajah para pemuda itu.

“Din.” Preman itu menoleh ke arah Udin, “udah waktunya. Kita bakar. Ancurin. Perkosa. Kita ledakin nih gedung hahaha!”

Mereka mulai berlari menyerbu gedung biru yang berjarak 50 meter di depannya.

***

Arman menghela nafas setelah selesai mengakomodir puluhan pemuda yang bersembunyi di beberapa titik dan gang. Kini pion sudah bergerak, batinnya sambil tersenyum. Pion yang tidak hanya bertugas untuk menghancurkan gedung Valkyrie, namun juga kamuflase untuk melenyapkan Veranda. Pikirannya melalang buana, membayangkan suasana yang akan terjadi siang ini. Setelah itu, dia akan pulang dan menikmati Yuvia, menunggu Saktia menghadiahkannya pelacur SMA yang baru.

Di lantai 7, lantai Server dan Database, tawanya membahana.

***

“Pak bagaimana pendapat soal pertarungan kursi presiden dan DPR…”

“…Pak apakah betul Valkyrie akan bekerjasama dengan Production House luar negeri?”

“…Pak apa pendapat Bapak..”

“..Pak..”

Rentetan pertanyaan dari wartawan yang setia menunggu di luar lobi gedung Valkyrie mencecar Bos Titan saat dia akan masuk ke mobil. Dia sedikit kesal melihat ulah para wartawan yang tadi pagi sudah mengikuti sesi wawancara namun ternyata masih menunggu sampai siang. Bang Simon dan dua bawahannya terlihat agak kewalahan menghalangi wartawan untuk memberi Bos Titan jalan ke mobil.

“Pak bagaima-“ Semua pertanyaan terhenti saat semua yang ada di depan lobi mendengar suara kaca pecah dan teriakan dari berbagai arah di luar gedung. Sedetik kemudian, mereka melihat puluhan orang berlari, membawa senjata tajam sambil berteriak-teriak.

“Serrbuuuu!”

“Bakarrr!”

“Kita hancurkan gedung ini!”

Sontak para wartawan juga berteriak dan kalang kabut melindungi diri. Mereka langsung berhambur masuk ke dalam lobi gedung. Suasana langsung ricuh.

Tak terkecuali Bos Titan dan Bang Simon. Mereka tertegun sebentar melihat apa yang terjadi di depan mereka. Semua pandangan pemuda itu tajam ke arah mereka. Namun setelah itu mereka menguasai diri. Bang Simon dan dua bawahannya refleks mengambil posisi di sekeliling Bos Titan. Dua tongkat pemukul langsung siap di tangan masing-masing. Bang Simon meraba pistol di belakangnya.

“Adi! Hubungi semua tim! Kode 3 kondisi bahaya! Semua tindakan diizinkan! Brian! Hubungi satpam! Tutup semua akses ke dalam gedung!”

“Baik Pak!” Adi dan Brian langsung menekan tombil di HT-nya dan meneriakkan instruksi yang baru saja diterimanya.

“KODE 3 KONDISI BAHAYA! SEMUANYA MERAPAT KE DEPAN!”

“KODE 3 KONDISI BAHAYA! TUTUP SEMUA AKSES! SEKARANG!”

“Ingat. Prioritas kita adalah keselamatan Bos Tristan. Hubungi Pak Mino, pastikan aman!”

“Baik Pak!”

Bos Titan yang dari tadi hanya diam ternyata memperhatikan para perusuh yang kini sudah mencapai gerbang gedung. Mereka memperhatikan setiap detail dari beberapa orang. Senjata tajam yang dibawa, penampilan, wajah sampai gaya berlari mereka. Dari perhitungan kilatnya, yang saat ini menyerbu gedung Valkyrie mencapai 50an orang.

Usaha satpam di pos gerbang menutup portal sedikit menyulitkan para perusuh untuk masuk, namun itu tidak menjadi halangan berarti. Sementara tim elite sekuriti sudah datang dan membentuk formasi bertahan. Setiap petugas sudah siap dengan tongkat pukul di kedua tangan. Sementara pistol dan beberapa senjata kecil lainnya terpasang di sekeliling pinggang mereka.

“Adi! Brian! Amankan Bos Tr-“

“Tidak.” Ujar Bos Titan tenang. Semua petugas terkejut, namun tetap fokus.

“Saya perhatikan semua perusuh ini ‘hanya’ memakai senjata tajam, tidak ada yang pakai senjata api. Saya ingin tahu…” Jari Bos Titan menggeretak, “siapa dalangnya.”

“Ambilkan rompi untuk saya.”

“Tapi, Bos-“ Bang Simon memotong, namun dia tidak melanjutkan saat Bos Titan menatap tajam ke arahnya. Salah satu petugas langsung membuka rompinya dan menyerahkan ke Bos Titan. Dengan cepat Bos Titan memakai rompi tersebut.

“Sekarang,” Bos Titan melotot sambil menyeringai ke arah perusuh yang sedari tadi berteriak, “kita beritahu kekuatan tim elite penjaga Valkyrie. Serang!”

***

Ketiga wanita resepsionis langsung kewalahan menghadapi para wartawan yang menghambur ke dalam. Mereka hanya bisa menenangkan, namun tidak ada artinya. Para wartawan mulai masuk ke toilet dan ruangan-ruangan di sekitar lobby untuk melindungi diri. Tak terkecuali trio SMA. Mereka refleks ikut berlari menyelematkan diri padahal belum tahu apa yang terjadi.

“Beb! Astaga Beb ada apa ini! Kok kita ikutan lari?! Ini ada zombie atau gimana haduh!” Sevira panik melihat kondisi yang terjadi.

Yoriko tidak menjawab. Dia memperhatikan ke depan, mencoba melihat apa penyebab yang terjadi di depan lobi. Mengingat mereka baru saja melihat para petugas keamanan berlari ke depan, firasatnya mengatakan bahwa kondisi sekarang sedang bahaya.

“Beb! Vir! Ayo! Sepertinya sekarang tidak aman! Kita ke toilet!”

Beby dan Sevira hanya bisa mengikuti Yoriko. Sementara sambil berlari, pikiran Yoriko berputar. Apa yang terjadi? Apa ini ada hubungannya dengan tugas yang diberi Om Mino? Berbagai pertanyaan tak terjawab memenuhi pikirannya. Saat ini kuncinya adalah menghubungi Om Mino, pikir Yoriko.

Sambil berlari ke arah toilet di bagian belakang gedung, mereka tidak menyadari seorang wanita berpakaian wartawan mengikuti mereka dari arah belakang.

***

“Pak di depan ada kerusuhan!”

Komandan Hary menggenggam keras ponselnya. Dia salah perhitungan. Tidak disangkanya akan secepat ini terjadi kerusuhan. Dia tahu Bos Titan akan aman bersama dengan tim keamanannya. Namun dia merasa kecolongan. Saat ini bagian depan gedung Valkyrie sudah rusuh, dan mereka masih di dalam mobil van.

Kini dia menatap para anak buahnya. Sembilan orang berompi anti peluru lengkap dengan boot sewarna, ditambah tiga orang polisi yang menyamar sebagai wartawan yang tadinya akan ditugaskan berbaur di depan lobi gedung Valkyrie.

“Rencana berubah. Saat ini ada laporan terjadi kerusuhan. Kita langsung bergerak. Prioritas utama: pastikan keselamatan Pak Tristan. Yang kedua, tetap cari orang yang bernama Veranda itu.”

“Go!” Satu tim pimpinan Komandan Hary turun dari van dan langsung masuk dari bagian belakang gedung.

“P-Pak siapa-“ Satpam yang menjaga tergagap melihat sekelompok orang berpakaian serba hitam bersenjata dan beberapa wartawan yang berbaris rapi setengah berlari masuk melewati portal. Komandan Hary dengan sigap menunjukkan lencananya. Satpam itu langsung diam dan mempersilahkan.

Setelah tim Komandan Hary menghilang dari balik loby belakang, satpam yang menjaga gerbang belakang itu langsung mengambil ponselnya dan menekan salah satu kontak.

“Halo, Wo. Ada polisi! Mereka udah masuk dari belakang.”

***


Veranda mendorong pintu tangga darurat yang tebal dan berat, kemudian menuruni tangga dengan terburu-buru. Suasana tangga darurat hening. Dia bahkan bisa mendengar sayup-sayup suara tetesan air di genangan lantai bawah. Rasa nyeri terasa di beberapa bagian tubuhnya, namun Veranda berusaha mengabaikannya. Tidak ada yang lebih penting dari dokumen yang ada di tas punggungnya. Dia harus menyerahkannya ke Bos Titan, Om Mino, atau Melody.

“Brak!”

Pintu terbuka tepat saat Veranda berada di tangga belokan. Di bawahnya, cahaya lorong ruang server menyinari tangga di bawahnya. Dan pas di depan pintu tangga darurat, berdiri seorang laki-laki yang berkacak pinggang sambil melotot ke arahnya. Pria itu terkekeh, entah karena penampilan Veranda yang berantakan, atau pekerjaannya yang kini hampir selesai.

“Hehehe sebelum aku menggagahi Yuvia nanti malam, kayaknya aku kuat untuk mencicipi kamu, Veranda.”

Arman kini perlahan naik ke atas, mendekati Veranda.

***
 
CHAPTER 66: PERANG (2)


Buak!

Seorang perusuh tertunduk mulas saat satu tinju tepat menghantam perutnya. Wajahnya memerah. Dia mencoba menghirup oksigen sedalam mungkin, namun rasa sakit diperutnya tidak jua hilang. Kesadarannya mulai hilang. Tidak peduli dengan kondisinya, satu tendangan mendarat di punggungnya, membuat pemuda itu tersungkur.

“Begini aja kemampuan kalian?!!” gerang Bos Titan. Beberapa perusuh di depannya tertegun mendengar kegaharan suara Bos Titan. Mereka mundur selangkah.

“Kalian kira merusak gedung ini gampang?! HADAPI AKU!”

Para perusuh semakin tidak berani menghadapi Bos Titan. Mereka telah menyaksikan sendiri lima teman mereka habis dihajar Bos Titan seorang diri, bahkan tanpa perlindungan dari satupun tim elitenya. Golok dan tongkat kayu di tangan mereka seakan tidak ada artinya.

Namun perusuh yang datang seperti tidak habis-habis. Salah seorang perusuh dari gerombolan lain yang baru saja sampai di depan lobi, melihat teman-temannya yang sudah terkapar, langsung berteriak, “Ayo cepat masuk! Anak itu di atas! Halangi mereka! Biar kami ke atas!”

Bos Titan tertegun mendengarnya. Anak itu? Siapa maksudnya? Pikirannya berputar. Apa maksud mereka… Veranda?

Jalur di depan lobi menuju ke dalam gedung kini terbuka oleh perusuh yang masih baku hantam. Kesempatan itu langsung dimanfaatkan gerombolan baru untuk menerjang masuk. Bos Titan ingin menghalangi sehingga fokusnya terpecah. Tidak disadarinya, satu sapuan tongkat kayu mengarah ke punggungnya.

Buak!

***

Om Minmon memperhatikan rekaman CCTV di laptopnya. Sembilan video rekaman dari lobi lantai dasar sampai lantai delapan memutar rekaman beberapa menit yang lalu, namun fokusnya hanya pada satu video. Segera dia memilih video itu untuk layar penuh. Matanya membelalak saat melihat seorang wanita yang sudah lama tidak dilihatnya. Fokusnya benar-benar tertuju pada setiap gerak-gerik wanita berpakaian petugas kebersihan yang lusuh. Setiap detail tidak luput dari perhatiannya.

Trriririt.

Dering ponsel memecah konsentrasinya. Om Minmon melihat layar.



“Kalian dimana?”

“Om kami lagi di toilet wanita ujung belakang lobi. Om dimana? Di luar sekarang lagi ada keributan. Kami ga tau apa yang terjadi.” Yoriko langsung menyerocos.

“Tenangkan dulu diri kalian. Kita tidak terburu-buru. Pastikan kondisi toilet aman. Setelah itu hidupkan speaker

“Oke, Om.” Yoriko melirik ke arah kedua temannya yang cemas menunggu percakapan mereka, kemudian menghidupkan speaker ponselnya.

“Sekarang denger Om. Cari apapun, apapun terserah kalian, yang bisa kalian jadikan senjata.”

“Baik Om.”

“Setelah itu, pelan-pelan naik ke lantai 8, cari wanita bernama Veranda. Saat ini dia berpakaian petugas kebersihan. Ingat, tugas kalian adalah melindungi dia sampai kembali turun ke lantai dasar. Mengerti?”

“Mengerti, Bos.” Trio SMA menjawab serempak. Badan mereka merinding, bukan hanya karena sedikit takut, namun juga karena adrenalin misi pertama.

“Hey kalian,” suara Om Minmon di ujung telepon sedikit memelan, “kondisi sekarang sangat berbahaya. Nyawa yang jadi taruhannya. Om ga mau kehilangan kalian. Kalian main aman. Kalau kalian rasa bahaya, jangan mendekat. Mencari Veranda itu penting, namun nyawa kalian tidak kalah penting. Paham?”

“Ng-“ Beby ingin menjawab, namun langsung dipotong Yoriko, “Kami disini bukan untuk ngantar nyawa, Om. Kami disini untuk menjawab keraguan Om ke kami. Kami ga ngerti apa yang terjadi sekarang, tapi kami paham tugas kami. Setelah ini selesai,” Yoriko menatap kedua temannya, bibir merah ranumnya tersenyum,

“Kita obrolin apa yang kami mau, Om.” Sambungan terputus.

***

Om Minmon menghela nafas. Setelah itu dia kembali fokus pada layar monitor laptopnya.

Long time no see, Jessica…

Setelah merasa mantap dengan apa yang dilihatnya, Om Minmon menekan layar ponselnya. Dipilihnya salah satu kontak dan menunggu nada panggil. Setelah beberapa saat,

“Mon! Apa yang t-“ suara wanita di ujung telepon terdengar panik, namun Om Minmon langsung memotong,

“Rin! Erin! Dengarkan instruksiku. Siapkan dia.”

***

“Ayo kita cari.”

Beby, Yoriko dan Sevira langsung berpencar. Mereka meneliti setiap sudut ruangan toilet, membuka satu persatu bilik, berharap menemukan sesuatu yang berguna. Namun sampai selesai mencari, mereka tidak menemukan satupun benda yang bisa mereka jadikan alat membela diri.

“Duh masa sapu aja ga ada. Gimana sih nih gedung?” keluh Beby.

“Mau ga mau kita mesti keluar. Diam-diam. Eh by the way,” Yoriko memegang dagunya, “tadi kita sama-sama lihat para wartawan pada masuk ke dalam gedung. Tapi kok ga ada yang masuk ke toilet ini ya?”

“Eh bener juga.”

“Ayo kita intip dulu.”

Pelan-pelan mereka membuka pintu toilet. Suara gaduh masih terdengar namun sekarang lobby kosong. Para wartawan dan pegawai di lobby pasti naik ke lantai kantor melalui tangga loby dan lift. Tak lama kemudian Yoriko menyaksikan beberapa pemuda berlari ke tangga yang sama. Dari teriakan mereka, kini Yoriko Beby dan Sevira mulai memahami apa yang sedang terjadi.

Setelah beberapa saat mengintip, Yoriko mulai menyadari ada yang aneh. Di pintu toilet tempat mereka bersembunyi, tergantung papan peringatan. Papan yang bertuliskan ‘TOILET RUSAK DAN DIKUNCI’ ini diyakini Yoriko belum ada saat mereka menghambur masuk tadi. Belum lagi rasa herannya habis, pandangan Yoriko tertumbuk pada sebuah ransel yang tergeletak di sisi kiri pintu.

Pikiran Yoriko berputar. Apa lagi ini? Seseorang seperti sengaja… memisahkan kami dari yang lain. Yoriko pun membuka lebar pintu toilet untuk mengambil ransel itu.

“Ko! Jangan! Kita ga tau apa isi tas itu! Bisa jadi.. bom!” Sevira panik dan ingin mencegah Yoriko. Namun Yoriko menepis,

“Kalo itu bom, kita udah mati dari tadi.” Yoriko langsung mengangkat ransel itu dan kembali masuk ke toilet.

Setelah menarik nafas dan memantapkan diri, dia mulai melepas ikatan tali ranselnya. Setelah membuka lebar-lebar tas tersebut, mata mereka membelalak.

“Bener dugaan gue…,” Yoriko terduduk, “ada yang pengen… membantu kita dan Om Minmon…”

***

“Hahah gue bunuh lo semua!”

Beberapa preman berhasil naik ke lantai dua. Ruangan kantor yang luas dan sepi menyambut mereka. Namun preman itu masih mendapati beberapa pegawai yang tidak sempat bersembunyi.

“Hahaha mau kemana lo! Mati lo sini!” Mereka mulai mengejar siapapun yang mereka lihat.

Namun baru saja beberapa langkah, para perusuh itu berhenti. Entah dari mana, sesuatu memenuhi dada mereka. Tenggorokan mereka seperti dicekik oleh sesuatu yang tidak terlihat. Mereka kesulitan bernafas. Senjata pun terlepas dari tangan mereka yang kini memegangi leher.

“Khhkhh! Tolonkhh! Akhh!” Muka mereka memerah.

Kejadian itu berlangsung sangat cepat. Tak sampai semenit, semua perusuh itu ambruk pingsan. Para pegawai yang menyaksikan kejadian itu lega, walaupun bingung bagaimana hal itu bisa terjadi.

Sementara di salah satu ruangan yang terletak tak jauh dari situ, sesosok asap hitam membumbung,

“Ibu, semua sudah aman di bawah kendali.”

“Bagus, sekarang periksa lantai atas. Kalau masih ada tikus-tikus itu, langsung lumpuhkan. Tapi kalau kalian menemukan kelinci,” Melody menatap layar laptopnya, “beritahu aku.”

“Baik, Ibu. Kami laksanakan.” Asap hitam itu langsung menguap hilang. Seiring dengan hilangnya asap itu, Melody baru menyadari satu hal. Mereka panggil aku apa tadi?

***

“Hooy itu merekaa! Serbuu!”

“Brengsek!” Komandan Hary meludah. Baru saja dia dan timnya masuk dari pintu belakang, namun para perusuh seperti sudah menanti mereka.

“Ingat! Lumpuhkan! Jangan ada korban jiwa!”

“Siap!” Timnya langsung menyebar membentuk formasi. Pertempuran di bagian belakang loby tidak terelakkan. Para perusuh yang bersenjatakan golok, tongkat kayu dan besi, melawan tim polisi dengan tongkat pemukul di kedua tangannya. Walaupun membawa senjata api, arahan Komandan Hary jelas. Untuk sementara para perusuh perlu dilumpuhkan saja.

“Arghh!” Salah seorang perusuh berteriak menahan sakit kala satu pukulan tongkat mendarat di lehernya. Sementara lengan salah satu polisi mengucurkan darah ketika hunusan golok menyayat.

“Anjinggg! Mampus lo semua!” Komandan Hary kesetanan memukuli dua orang yang kini tersungkur di depannya.

“Komandan!” Teriak salah satu polisi. Komandan Hary langsung tahu apa maksudnya. Satu gerombolan lagi masuk ke dalam medan pertempuran. Kalau begini situasinya, mereka akan terdesak. Kini Komandan Haryhabis kesabaran. Dia mengeluarkan pistolnya.

“Ingat, lumpuhkan!”

“Siap!”

Tidak lama kemudian, terdengar beberapa kali suara letusan senjata api dari belakang lobi.

***
 
Terakhir diubah:
CHAPTER 67: PERANG (3)


Veranda perlahan menapak naik ke atas, seiring Arman yang juga pelan naik ke arahnya. Arman kini tak terburu-buru. Anak ingusan ini tidak bisa kemana-mana lagi, batinnya. Di pintu darurat lantai gym atas, Birowo sudah menunggu. Sementara di tangga darurat ujung satunya, Gino sudah stand by. Kau bagaikan anak ayam yang terkurung, Arman terkekeh.

Dan benar saja, pintu darurat di lantai atas Veranda terbuka. Terlihatlah Birowo yang memakai kaus hitam.

“Disini siap, Bos.”

“Hahaha bagus!”

Veranda mau tak mau kembali masuk ke lantai kamar Pegawai Terpilih. Birowo mengambil walkie-talkie-nya dan menekan tombol bicara, “Gin. Anak itu menuju ke arahmu. Ganti.”

Birowo menunggu beberapa saat, namun tidak ada jawaban.

“Gin. Gin. Anak itu menuju ke arahmu!” Birowo mulai tidak sabar.

“Bangsat! Gin! Kau dengar aku?!” Birowo mulai naik pitam. Anak itu jangan sampai lolos lagi. Dia pun berlari kembali masuk dan menyusuri ruangan gym yang luas untuk menuju tangga darurat ujung lainnya.

Sementara Veranda sudah sampai di tangga darurat ujung lain. Jantungnya berdegup. Aku pasti bisa. Aku tinggal menerjang saja. “Aku bisa!” pekiknya sambil membuka pintu darurat.

Namun apa yang dilihatnya setelah membuka pintu membuatnya terhenyak. Gino terkapar di dasar tangga, seakan baru saja dihajar. Kesempatan itu tentu tidak disia-siakan Veranda. Dia langsung berlari turun ke bawah, melewati Gino yang pingsan. Sementara di atasnya, Birowo membuka pintu darurat,

“Hey! Jangan lari! Bos! Dia ke bawah!”

“Bangsaattt! Kenapa begini lagi!!” Arman menjambak rambutnya sendiri dengan gemas.

“Tenang Bos! Binsar dan Sammy stand by di bawah! Dia akan tertangkap!” Birowo mendekati Gino dan memeriksanya. Tidak ada memar, namun dari ekspresinya Gino seperti baru saja dihajar habis-habisan. Mulutnya terbuka, matanya memutih. Sekuat apapun Veranda, tidak mungkin dia bisa menghadapi Gino yang jago bela diri. Begitu juga Pegawai Terpilih lain. Lagipula waktunya juga tidak pas.

Birowo menggeram. Ada pihak yang melawan mereka. Entah itu dari luar, atau… mungkinkah dari tim mereka sendiri?

***


“Hey! Hey! Ada apa ini?!” Yona menyergah. Dia kesal melihat banyak wartawan seenaknya naik ke lantai kantor. Lantai yang seharusnya tidak boleh dimasuki oleh orang luar. Suasana kantor lantai 3 kini ramai dan ricuh.

“Mbak! Mbak! Tolong kami! Di luar banyak perusuh!” seorang wartawati terisak menjelaskan.

“Hah? Perusuh?”

“Iya, Mbak. Pas tadi kami wawancara Pak Tristan, tiba-tiba banyak orang yang lari ke arah gedung sambil bawa senjata tajam.”

Yona tercekat. Bos Titan dalam bahaya. Dia langsung berlari menuju lift. Namun satu teriakan memanggil namanya dan menghentikan langkahnya.

“Yon!”

Yona melihat ke sumber suara. Di tengah suasana kantor yang ricuh itu, dia melihat Riskha berdiri sambil terengah-engah.

“Ayo ikut aku!”

Di pikirannya saat ini hanya ada Bos Titan, namun entah mengapa dia merasa Riskha juga mempunyai sesuatu yang penting.

“Bos Titan di bawah, Kha!”

“Iya aku tau! Sekarang Bos Titan udah aman dengan tim pengamanan!”

Yona sedikit lega. Oh iya, dia baru ingat tim pimpinan Bang Simon yang setia menjaga keselamatan Bosnya dan Valkyrie. Dia pun mengikuti Riskha yang kini bergerak ke arah koridor.

Sementara tak jauh dari mereka, seorang pegawai mengambil ponselnya dan menelepon.

“Bos, mereka bergerak.”

***


“Hey, mana anak buahmu?! Bawa kesini, tolong aku!”

Arman dan Birowo terkejut melihat kondisi Saktia yang terkapar di karpet. Seperti Gino, Saktia seperti habis dihajar namun tidak menunjukkan memar atau bekas pukulan. Buru-buru mereka membantu Saktia naik ke ranjang.

“Bos kenapa?! Apa yang terjadi?! Aroma apa ini?”

“Si brengsek itu memukul perutku! Aku sampai tidak bisa bangun! Bangsat! Aku juga ngga tau apa yang diperbuatnya sampe kamar ini begini! Suruh anak buahmu ke sini! Cepat!”

“B-Baik, Bos!” Arman langsung berlari keluar, meninggalkan Saktia dan Birowo berdua. Birowo berdiri, bersiap menjaga di luar. Namun tangannya ditahan Saktia.

“Wo, kamu tahu, bahkan di kondisi sekarang ini, kamu tetap nafsuin buat aku.” Saktia tersenyum lembut.

Birowo bingung dengan apa yang baru didengarnya. Bosnya… menggodanya? Di tengah kondisi sekarang ini? Bukankah mereka harus mengejar Veranda? Dia ingin menanyakan itu, namun urung.

“Dari dekat begini, aku baru sadar kamu itu ganteng, kekar dan… sehat.” Sehat? Maksudnya? Birowo bingung.

“Wo, kita punya 5 menit sebelum yang lain datang. Ayo, Wo, aku butuh kamu. Puaskan birahiku…”

Antara momen yang tidak pas atau kesempatan berharga, Birowo tidak mengerti. Namun dia memilih mematuhi Bosnya, apapun keputusannya.

Maka Birowo pun melepas kaus hitamnya, diiringi Saktia yang juga melepas kemejanya, sambil menyeringai.

***


Yona mengikuti Riskha masuk ke ruang rapat. Saat masuk, Yona mendapati Pegawai Terpilih lain, tanpa Melody dan Saktia, terlebih dahulu sampai.

“Ada apa ini, Kha? Ini situasi genting! Kita ga bisa diam saja di sini!” Yona kembali tidak sabar.

“Sabar, Yon! Dengerin aku dulu!” Balas Riskha. Kemudian dia menatap satu persatu rekannya.

“Aku mau ngasitau kalian satu hal. Mungkin ini berkaitan dengan apa yang sekarang terjadi. Kejadian beberapa hari lalu…”

***


“Semua sudah siap?”

Yoriko memeriksa kembali persiapannya. Begitu juga dengan Beby. Namun Sevira tampak gelisah. Dia memutar-mutar, menepuk pipinya dan memejamkan mata.

“Haduhhh gue ga mau matiii..” Dia mulai terisak.

Pada saat itu, kedua bahunya ditepuk. Sevira membuka mata. Di belakangnya, Beby dan Yoriko tersenyum. Mereka memeluknya.

“Vir, gue juga sama kok. Gue deg-degan banget ini. Tapi gue yakin, lo bakal jaga gue. Sama kayak gue bakal jaga lo. Dan kalo lo masih takut, inget satu hal. Lo masih inget ga semester lalu? Kita dicap anak nakal, cewek hedon, ga punya masa depan, pemalas, dan banyak hal jelek lainnya.” Ujar Beby.

Yoriko menyambung, “Dan pada saat itu, kita jumpa seseorang. Seseorang yang bilang kita ini anak-anak pintar dan berpotensi. Dia bilang menang lomba itu hal kecil buat kita. Dia bilang kita pasti bisa dapet beasiswa. Dia percaya sama kita. Dan dalam enam bulan aja, terbukti omongannya bener.”

By the way, berapa nilai fisika yang lo bangga-banggain itu?” Beby menggodanya.

“90 hehehe.” Sevira terkekeh. Dia kini lebih tenang.

“Om Minmon mau percaya sama kita yang terbuang ini, yang bahkan kurang diperhatikan keluarga kita. Om Minmon terbukti tulus, ga mau sedikitpun mengambil sesuatu dari kita. Sekarang,“ Kini mereka berhadapan, saling memegang tangan, “saatnya kita membalas jasa. Gue sih ga mau ya ngutangin orang terus.”

“Tapi lo utang batagor sama gue.” Mereka refleks tertawa.

“Karena itu, ayo kita balas jasa. Siapapun Veranda itu, gue yakin dia orang baik, sampe Om Minmon aja mau lindungi dia. Kita juga harus lindungi dia. Okay? Leeeet’s…”

“Gooo!” Trio SMA kini dengan mantap keluar dari toilet.

***

"Haciuhh!”

Om Minmon mengusap-usap hidungnya yang gatal. Dari tadi dia belum beranjak dari sofanya. Pandangannya pun belum lepas dari laptopnya. Dari ekspresinya, Om Minmon jelas sedang memikirkan sesuatu. Atau merencanakan sesuatu.

“Sebentar lagi. Sebentar lagi.” Tanpa sadar om Minmon menggumam.

Om Minmon kemudian memejamkan mata, membuka istana pikirannya. Satu persatu ingatan dia rajut, mencoba menyusun kronologi yang logis berdasarkan apa yang dia lihat dan dengar. Satu persatu mulai dia masukkan ke dalam garis bercabang-cabang di pikirannya. Veranda. Melody. Tristan. Resepsionis. Orang pinggir kali Anyar. Tania Dara. Saktia. Yona. Dokter klinik Valkyrie. Yoriko. Gracia. Erin. Tim pengaman. Pedagang buah. Shania. Nining. Vanti. Dan lainnya.

Setelah beberapa menit diam, Om Minmon membuka matanya. Dia langsung terkekeh dengan apa yang baru saja dipikirkannya. Om Minmon kembali menatap layar laptopnya, sambil berbicara sendiri,

Aku yang hancur, atau kau yang hancur hehehe.”

***


“Iyah! Iyah! Genjot aku, Wo! Entot Bos mu inihh ahhh!” Saktia meracau nikmat saat penis Birowo memenuhi vaginanya. Tak terasa sudah 10 menit mereka bergumul, namun belum ada kedengaran suara pasukan Arman datang.

Sementara peluh sudah membasahi tubuh Birowo. Saktia sengaja tidak menghidupkan AC, membiarkan aroma ritualnya merebak di udara. Kamar menjadi sedikit panas, namun tidak dipedulikan Birowo yang kini larut dalam kenikmatan senggama.

“Erghh. Ah. Ah. Bos. Enak sekali.” Birowo ikut meracau. Nikmat di batang penisnya seperti tidak tertahankan. Dia merasakan vagina Saktia berbeda dengan vagina pelacur yang biasa dia nikmati. Gesekannya lebih nikmat. Pun liang vaginanya juga menjepit. Sampai akhirnya,

“Bos. Ergh. Aku mau keluar.”

“Iyes! Iyah! Keluarkan sayang! Aku ingin menikmatinya!” Saktia memekik girang.

“Bosss errgghh!” Cairan putih kental menyemprot. Birowo merasakan kenikmatan yang tak pernah dia alami. Penisnya seperti dimanjakan di dalam vagina Saktia. Tubuh Birowo menegang hebat. Dia sampai memeluk Saktia erat. Dia akan berterima kasih pada Bosnya untuk kesempatan dalam kesempitan ini.

Namun yang terjadi setelah itu mengubah pikirannya. Perlahan rasa sakit menyelimuti penisnya. Birowo merasa penisnya seperti disedot paksa. Dia menarik pinggulnya, mencoba mencabut penisnya dari vagina Saktia. Namun sedotan itu terlalu kuat. Tubuhnya perlahan lemas.

Birowo menatap Saktia, “B-boss, ap-apa ini-i…”

Namun Saktia hanya tersenyum sambil membelai pipinya, “Kan udah aku bilang. Aku butuh kamu, Sayang… Ayo, keluarkan semua saripatimu…” Pada saat itulah, Birowo melihat mata Saktia menghitam. Tubuhnya kaku. Pikirannya mencoba mencerna apa yang terjadi. Namun tidak bisa, seiring dengan tubuhnya mengering dan kesadarannya hilang.

“Bener dugaanku. Dari pertama aku lihat kamu, aku sangat ingin menikmatimu, Wo. Kamu sehat. Cocok untuk kebutuhan saripatiku hahahaha!”

“B-boss enghh engghhh…” Cairan merah kehitaman mulai memenuhi vagina Saktia. Dia menikmati setiap tetes yang dihisap vaginanya. Tak lama, tubuh Birowo yang tadinya kekar berotot, kini kering seperti berpenyakitan. Wajahnya tirus, kulitnya pun pucat kekurangan darah.

“Sekarang, bergabunglah dengan Rio hahaha.” Dengan tenaga tak terlihat, tubuh Birowo yang mengenaskan itu terangkat menuju kamar mandi.

“Ini lebih dari yang kuharapkan hahaha. Bagus, Birowo. Aku perlu dua tubuh lagi. Setelah itu,” Dryad menjilat bibir dan giginya, “Aku takkan terkalahkan hahaha!”

***
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd