CHAPTER 67: PERANG (3)
Veranda perlahan menapak naik ke atas, seiring Arman yang juga pelan naik ke arahnya. Arman kini tak terburu-buru.
Anak ingusan ini tidak bisa kemana-mana lagi, batinnya. Di pintu darurat lantai gym atas, Birowo sudah menunggu. Sementara di tangga darurat ujung satunya, Gino sudah
stand by.
Kau bagaikan anak ayam yang terkurung, Arman terkekeh.
Dan benar saja, pintu darurat di lantai atas Veranda terbuka. Terlihatlah Birowo yang memakai kaus hitam.
“Disini siap, Bos.”
“Hahaha bagus!”
Veranda mau tak mau kembali masuk ke lantai kamar Pegawai Terpilih. Birowo mengambil
walkie-talkie-nya dan menekan tombol bicara, “Gin. Anak itu menuju ke arahmu. Ganti.”
Birowo menunggu beberapa saat, namun tidak ada jawaban.
“Gin. Gin. Anak itu menuju ke arahmu!” Birowo mulai tidak sabar.
“Bangsat! Gin! Kau dengar aku?!” Birowo mulai naik pitam. Anak itu jangan sampai lolos lagi. Dia pun berlari kembali masuk dan menyusuri ruangan gym yang luas untuk menuju tangga darurat ujung lainnya.
Sementara Veranda sudah sampai di tangga darurat ujung lain. Jantungnya berdegup.
Aku pasti bisa. Aku tinggal menerjang saja. “Aku bisa!” pekiknya sambil membuka pintu darurat.
Namun apa yang dilihatnya setelah membuka pintu membuatnya terhenyak. Gino terkapar di dasar tangga, seakan baru saja dihajar. Kesempatan itu tentu tidak disia-siakan Veranda. Dia langsung berlari turun ke bawah, melewati Gino yang pingsan. Sementara di atasnya, Birowo membuka pintu darurat,
“Hey! Jangan lari! Bos! Dia ke bawah!”
“Bangsaattt! Kenapa begini lagi!!” Arman menjambak rambutnya sendiri dengan gemas.
“Tenang Bos! Binsar dan Sammy
stand by di bawah! Dia akan tertangkap!” Birowo mendekati Gino dan memeriksanya. Tidak ada memar, namun dari ekspresinya Gino seperti baru saja dihajar habis-habisan. Mulutnya terbuka, matanya memutih. Sekuat apapun Veranda, tidak mungkin dia bisa menghadapi Gino yang jago bela diri. Begitu juga Pegawai Terpilih lain. Lagipula waktunya juga tidak pas.
Birowo menggeram. Ada pihak yang melawan mereka. Entah itu dari luar, atau… mungkinkah dari tim mereka sendiri?
***
“Hey! Hey! Ada apa ini?!” Yona menyergah. Dia kesal melihat banyak wartawan seenaknya naik ke lantai kantor. Lantai yang seharusnya tidak boleh dimasuki oleh orang luar. Suasana kantor lantai 3 kini ramai dan ricuh.
“Mbak! Mbak! Tolong kami! Di luar banyak perusuh!” seorang wartawati terisak menjelaskan.
“Hah? Perusuh?”
“Iya, Mbak. Pas tadi kami wawancara Pak Tristan, tiba-tiba banyak orang yang lari ke arah gedung sambil bawa senjata tajam.”
Yona tercekat. Bos Titan dalam bahaya. Dia langsung berlari menuju lift. Namun satu teriakan memanggil namanya dan menghentikan langkahnya.
“Yon!”
Yona melihat ke sumber suara. Di tengah suasana kantor yang ricuh itu, dia melihat Riskha berdiri sambil terengah-engah.
“Ayo ikut aku!”
Di pikirannya saat ini hanya ada Bos Titan, namun entah mengapa dia merasa Riskha juga mempunyai sesuatu yang penting.
“Bos Titan di bawah, Kha!”
“Iya aku tau! Sekarang Bos Titan udah aman dengan tim pengamanan!”
Yona sedikit lega. Oh iya, dia baru ingat tim pimpinan Bang Simon yang setia menjaga keselamatan Bosnya dan Valkyrie. Dia pun mengikuti Riskha yang kini bergerak ke arah koridor.
Sementara tak jauh dari mereka, seorang pegawai mengambil ponselnya dan menelepon.
“Bos, mereka bergerak.”
***
“Hey, mana anak buahmu?! Bawa kesini, tolong aku!”
Arman dan Birowo terkejut melihat kondisi Saktia yang terkapar di karpet. Seperti Gino, Saktia seperti habis dihajar namun tidak menunjukkan memar atau bekas pukulan. Buru-buru mereka membantu Saktia naik ke ranjang.
“Bos kenapa?! Apa yang terjadi?! Aroma apa ini?”
“Si brengsek itu memukul perutku! Aku sampai tidak bisa bangun! Bangsat! Aku juga ngga tau apa yang diperbuatnya sampe kamar ini begini! Suruh anak buahmu ke sini! Cepat!”
“B-Baik, Bos!” Arman langsung berlari keluar, meninggalkan Saktia dan Birowo berdua. Birowo berdiri, bersiap menjaga di luar. Namun tangannya ditahan Saktia.
“Wo, kamu tahu, bahkan di kondisi sekarang ini, kamu tetap nafsuin buat aku.” Saktia tersenyum lembut.
Birowo bingung dengan apa yang baru didengarnya. Bosnya… menggodanya? Di tengah kondisi sekarang ini? Bukankah mereka harus mengejar Veranda? Dia ingin menanyakan itu, namun urung.
“Dari dekat begini, aku baru sadar kamu itu ganteng, kekar dan…
sehat.” Sehat? Maksudnya? Birowo bingung.
“Wo, kita punya 5 menit sebelum yang lain datang. Ayo, Wo, aku butuh kamu. Puaskan birahiku…”
Antara momen yang tidak pas atau kesempatan berharga, Birowo tidak mengerti. Namun dia memilih mematuhi Bosnya, apapun keputusannya.
Maka Birowo pun melepas kaus hitamnya, diiringi Saktia yang juga melepas kemejanya, sambil menyeringai.
Yona mengikuti Riskha masuk ke ruang rapat. Saat masuk, Yona mendapati Pegawai Terpilih lain, tanpa Melody dan Saktia, terlebih dahulu sampai.
“Ada apa ini, Kha? Ini situasi genting! Kita ga bisa diam saja di sini!” Yona kembali tidak sabar.
“Sabar, Yon! Dengerin aku dulu!” Balas Riskha. Kemudian dia menatap satu persatu rekannya.
“Aku mau ngasitau kalian satu hal. Mungkin ini berkaitan dengan apa yang sekarang terjadi. Kejadian beberapa hari lalu…”
“Semua sudah siap?”
Yoriko memeriksa kembali persiapannya. Begitu juga dengan Beby. Namun Sevira tampak gelisah. Dia memutar-mutar, menepuk pipinya dan memejamkan mata.
“Haduhhh gue ga mau matiii..” Dia mulai terisak.
Pada saat itu, kedua bahunya ditepuk. Sevira membuka mata. Di belakangnya, Beby dan Yoriko tersenyum. Mereka memeluknya.
“Vir, gue juga sama kok. Gue deg-degan banget ini. Tapi gue yakin, lo bakal jaga gue. Sama kayak gue bakal jaga lo. Dan kalo lo masih takut, inget satu hal. Lo masih inget ga semester lalu? Kita dicap anak nakal, cewek hedon, ga punya masa depan, pemalas, dan banyak hal jelek lainnya.” Ujar Beby.
Yoriko menyambung, “Dan pada saat itu, kita jumpa seseorang. Seseorang yang bilang kita ini anak-anak pintar dan berpotensi. Dia bilang menang lomba itu hal kecil buat kita. Dia bilang kita pasti bisa dapet beasiswa. Dia percaya sama kita. Dan dalam enam bulan aja, terbukti omongannya bener.”
“
By the way, berapa nilai fisika yang lo bangga-banggain itu?” Beby menggodanya.
“90 hehehe.” Sevira terkekeh. Dia kini lebih tenang.
“Om Minmon mau percaya sama kita yang terbuang ini, yang bahkan kurang diperhatikan keluarga kita. Om Minmon terbukti tulus, ga mau sedikitpun mengambil sesuatu dari kita. Sekarang,“ Kini mereka berhadapan, saling memegang tangan, “saatnya kita membalas jasa. Gue sih ga mau ya ngutangin orang terus.”
“Tapi lo utang batagor sama gue.” Mereka refleks tertawa.
“Karena itu, ayo kita balas jasa. Siapapun Veranda itu, gue yakin dia orang baik, sampe Om Minmon aja mau lindungi dia. Kita juga harus lindungi dia. Okay? Leeeet’s…”
“Gooo!” Trio SMA kini dengan mantap keluar dari toilet.
***
"Haciuhh!”
Om Minmon mengusap-usap hidungnya yang gatal. Dari tadi dia belum beranjak dari sofanya. Pandangannya pun belum lepas dari laptopnya. Dari ekspresinya, Om Minmon jelas sedang memikirkan sesuatu. Atau merencanakan sesuatu.
“Sebentar lagi. Sebentar lagi.” Tanpa sadar om Minmon menggumam.
Om Minmon kemudian memejamkan mata, membuka istana pikirannya. Satu persatu ingatan dia rajut, mencoba menyusun kronologi yang logis berdasarkan apa yang dia lihat dan dengar. Satu persatu mulai dia masukkan ke dalam garis bercabang-cabang di pikirannya. Veranda. Melody. Tristan. Resepsionis. Orang pinggir kali Anyar. Tania Dara. Saktia. Yona. Dokter klinik Valkyrie. Yoriko. Gracia. Erin. Tim pengaman. Pedagang buah. Shania. Nining. Vanti. Dan lainnya.
Setelah beberapa menit diam, Om Minmon membuka matanya. Dia langsung terkekeh dengan apa yang baru saja dipikirkannya. Om Minmon kembali menatap layar laptopnya, sambil berbicara sendiri,
“
Aku yang hancur, atau kau yang hancur hehehe.”
***
“Iyah! Iyah! Genjot aku, Wo! Entot Bos mu inihh ahhh!” Saktia meracau nikmat saat penis Birowo memenuhi vaginanya. Tak terasa sudah 10 menit mereka bergumul, namun belum ada kedengaran suara pasukan Arman datang.
Sementara peluh sudah membasahi tubuh Birowo. Saktia sengaja tidak menghidupkan AC, membiarkan aroma ritualnya merebak di udara. Kamar menjadi sedikit panas, namun tidak dipedulikan Birowo yang kini larut dalam kenikmatan senggama.
“Erghh. Ah. Ah. Bos. Enak sekali.” Birowo ikut meracau. Nikmat di batang penisnya seperti tidak tertahankan. Dia merasakan vagina Saktia berbeda dengan vagina pelacur yang biasa dia nikmati. Gesekannya lebih nikmat. Pun liang vaginanya juga menjepit. Sampai akhirnya,
“Bos. Ergh. Aku mau keluar.”
“Iyes! Iyah! Keluarkan sayang! Aku ingin menikmatinya!” Saktia memekik girang.
“Bosss errgghh!” Cairan putih kental menyemprot. Birowo merasakan kenikmatan yang tak pernah dia alami. Penisnya seperti dimanjakan di dalam vagina Saktia. Tubuh Birowo menegang hebat. Dia sampai memeluk Saktia erat. Dia akan berterima kasih pada Bosnya untuk kesempatan dalam kesempitan ini.
Namun yang terjadi setelah itu mengubah pikirannya. Perlahan rasa sakit menyelimuti penisnya. Birowo merasa penisnya seperti disedot paksa. Dia menarik pinggulnya, mencoba mencabut penisnya dari vagina Saktia. Namun sedotan itu terlalu kuat. Tubuhnya perlahan lemas.
Birowo menatap Saktia, “B-boss, ap-apa ini-i…”
Namun Saktia hanya tersenyum sambil membelai pipinya, “Kan udah aku bilang. Aku butuh kamu, Sayang… Ayo, keluarkan semua saripatimu…” Pada saat itulah, Birowo melihat mata Saktia menghitam. Tubuhnya kaku. Pikirannya mencoba mencerna apa yang terjadi. Namun tidak bisa, seiring dengan tubuhnya mengering dan kesadarannya hilang.
“Bener dugaanku. Dari pertama aku lihat kamu, aku sangat ingin menikmatimu, Wo. Kamu sehat. Cocok untuk kebutuhan saripatiku hahahaha!”
“B-boss enghh engghhh…” Cairan merah kehitaman mulai memenuhi vagina Saktia. Dia menikmati setiap tetes yang dihisap vaginanya. Tak lama, tubuh Birowo yang tadinya kekar berotot, kini kering seperti berpenyakitan. Wajahnya tirus, kulitnya pun pucat kekurangan darah.
“Sekarang, bergabunglah dengan Rio hahaha.” Dengan tenaga tak terlihat, tubuh Birowo yang mengenaskan itu terangkat menuju kamar mandi.
“Ini lebih dari yang kuharapkan hahaha. Bagus, Birowo. Aku perlu dua tubuh lagi. Setelah itu,” Dryad menjilat bibir dan giginya, “Aku takkan terkalahkan hahaha!”
***