Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA When We were Young

Status
Please reply by conversation.
Part 8: The Show


Sesuai janji, aku Regas dan Angga pulang sekolah hari itu mampir ke Studio Band untuk mulai latihan persiapan seleksi Band Pensi yg sekitar 3 minggu lagi dan acara Pensi nya sendiri satu bulan lagi.
“Kita mainin lagu apa?” tanya Regas sebelum memulai latihan.
“L’arc en ciel aja.” tanggap Angga.
“Heh, kita band baru. Jangan bawain lagu yg cuma lo doang yg tau. Harus yg familiar.” sahutku memberi saran.
“Pop? Ogah.” tolak Regas.
“Yg agak ngebeat dikit, macam greenday atau blink gimana?” tawarku.
“Boleh tuh.” sahut Regas
Akhirnya kami me-list beberapa lagu yg akan kami mainkan untuk latihan. Nantinya yg paling kami kuasai dan paling asik untuk diajak sing a long akan kami pilih untuk dibawakan saat seleksi nanti.
Hari itu aku pulang diantar Regas dengan motornya setelah pulang latihan band sempat kerumah Angga karena memang Regas selalu menaruh motornya disana dan berangkat nebeng mobil Angga.

Sesampainya dirumah sekitar pukul 6 sore aku mendengar ibuku sedang berbicara dan tertawa dengan seseorang di dapur.
“Assalamualaikum.” sapaku begitu masuk rumah dan berjalan ke arah dapur untuk bersalaman dengan ibuku.
“Walaikumsalam.” sahut ibuku dan seseorang yg cukup membuatku terkejut.
“Vina? Ngapain kamu disini?” tanyaku menyelidik.
“Ketemu Mama kamu. Boleh kan tante?” jawabnya manja seraya memeluk ibuku dari samping.
“Iya boleh.” jawab ibuku seraya tersenyum kearah Vina.
“Kamu mending mandi sana nji, heran Mama kamu tuh udah kelas tiga masih aja pulang sore.” lanjut ibuku protes yg tak kujawab dan berlalu ke arah kamarku.

Dikamar saat sedang merapikan barang-barangku, pintu kamar diketuk yg kupikir Vina.
“Bentar.” sahutku seraya berjalan ke pintu dengan bermalasan namun begitu kubuka ternyata ibuku.
“Nji. Mama mau ngomong sebentar.” ucap ibuku yg membuatku heran seraya masuk kamar dan menutup pintu.
“Nji.” ujar ibuku sambil menatapku serius.
“Apaan sih mah? Serius amat.” sahutku.
“Kamu jangan judes gitu sama Vina. Mama tau kamu udah punya Clara, tapi kalian kan masih bisa berteman. Kasian Vina. Kamu kan tau Vina selalu sendiri di rumahnya mungkin dia kesepian makannya datang kesini.” ujar ibuku panjang lebar.
“Tapi kan ga harus kerumah juga mah.” protesku.
“Ya udah anggap aja dia nemuin Mama bukan kamu, udah sana kamu mandi abis itu ikut makan udah siap masakannya.” tutup ibuku yg kujawab dengan cemberut.
Bagaimanapun juga aku kepikiran terkait permintaan Clara yg memintaku menjauhi Vina dan tidak lagi berhubungan dengannya. Kedatangan Vina kerumah tentu cepat atau lambat akan berdampak buruk bagi hubunganku dan Clara kedepannya. Aku hanya bisa menghela nafas dan pasrah akan keadaan. Mungkin ini yg dimaksud Vina sebagai cara dia merebut aku dari Clara, menggunakan ibuku.

Ilustrasi Vina

Malam itu Vina ikut makan malam bersama keluargaku, ayahku yg saat itu baru mengenal Vina cukup heran juga namun suasana mudah cair mengingat sifat Vina yg memang sangat mudah bergaul.
“Vina, kau itu harus hati-hati dengan Panji. Culun-culun begini, ia mewarisi ketampanan dan playboynya om waktu muda dulu hahaha.” ujar ayahku yg malah memuji dirinya sendiri.
“Om kasih tau Panji dong, suruh balikin hatinya Vina. Kan dia udah punya yang baru.” sahut Vina menanggapi ayahku.
“Itulah resikonya kalo sudah kena pesona ketampanan keluarga Darmawan, iya ga nji? Hahaha” jawab ayahku yg disertai tertawa bersama Vina.
“Apaan sih pah.” tanggapku cemberut, ya malam itu sepertinya hanya aku yang bad mood.
Tak lama setelah selesai makan, Vina pamit untuk pulang yg tentu saja ayah dan ibuku memaksku untuk mengantarnya mengingat hari sudah malam. Aku hanya bisa pasrah tidak bisa menolak perintah ayah dan ibuku.
“Kamu sengaja ya ngerencanain begini?” ucapku membuka obrolan dengan Vina sambil menyetir.
“Ih geer. Papa Mama mu yg nyuruh kamu loh bukan aku.” elaknya dengan nada centil.
“Ga usah sok polos deh.” jawabku ketus.
“Aku kerumah kamu emang niatnya ketemu Mama kamu kali, bukan kamu weeek.” sahutnya.
“Ya kalo pulangnya bisa dianterin kamu anggap aja itu namanya bonus hihihi.” lanjutnya lagi seakan puas dengan rencananya yg sukses hari ini.
“Vin, bisa ga sih kamu ga ganggu hidup aku lagi.” tiba-tiba aku mengucapkan sesuatu yg menurutku terlalu keras tapi aku terpaksa daripada hubungan ku dengan Clara makin runyam. Vina tidak menjawab, aku menoleh untuk memperhatikan wajahnya namun posisinya membuang muka menghadap kearah jendela samping yg membuatku hanya bisa melihat samar dari pantulan kaca jendela mobil.
“Vin, sorry.” aku melanjutkan kembali omonganku setelah sekian lamanya Vina terdiam. Aku merasa bersalah saat itu karena sepertinya ucapanku terlalu kasar dan membuatnya tersinggung.
“Vin?” sahutku lagi yg ia jawab hanya dengan menoleh lalu tersenyum.
Malam itu sisa perjalanan hingga rumah Vina tak ada lagi obrolan yang keluar dari mulut kami kecuali ucapan terimakasih Vina saat sudah sampai dan masuk rumahnya berlalu meninggalkanku. Aku hanya bisa mengehela nafas, aku pikir ini jalan terbaik bagi kami.

Keesokan harinya sesuai janji Clara datang kerumahku meskipun cukup pagi sekitar jam 10 yg kusambut didepan rumah dan mempersilahkan masuk. Pagi itu Clara sangat cantik menurutku meski dengan gaya casual, menggunakan kaos tipis lengan panjang berwana putih dipadu celana panjang gantung 7/8 berwarna crem serta yang membuatnya beda adalah ia memakai kacamata model Harry Potter tidak seperti biasanya.
“Kamu tumben pake kacamata?” tanyaku heran.
“Gaya aja biar beda hihihi.” jawabnya centil.
Akupun membawa Clara bertemu ayah dan ibuku yang sedang menonton tv diruang keluarga.
“Nah ini dia mantuku yang cantik.” sapa ayahku menyambut Clara yg datang.
“Apa kabar sayang?” tanya ibuku sambil cipika cipiki dengan Clara.
“Sehat tante.” jawab Clara sambil tersenyum manis.
“Mau kemana kalian pagi-pagi gini?” tanya ayahku kepada kami.
“Gak kemana-mana pah.” jawabku singkat.
“Maen disini aja om, ketemu om ama tante PDKT hehe boleh kan?” lanjut Clara.
“Ya boleh lah bagus itu malah om suka pacaran di rumah daripada keluar nanti macam-macam.” sahut ayahku.
“Macem-macem apasih pah.” jawabku ketus.
“Ya udah temenin tante masak aja yuk buat makan siang.” tawar ibuku kepada Clara.
“Mau tanteeee.” jawab Clara semangat seraya menyerahkan tasnya ke tanganku dan segera menggandeng ibuku ke arah dapur.


Ilustrasi Clara

Aku naik ke kamarku sebentar untuk menaruh tas Clara dan mengambil gitarku lalu turun lagi kebawah duduk di meja makan berniat sambil main gitar untuk berlatih persiapan seleksi pensi nanti seraya sesekali memperhatikan Clara dan ibuku yg sedang sibuk masak.
“Kalo Panji suka makanan apa tante?” tanya Clara kepada ibuku.
“Hmmm apa yah. Dia mah omnivora, semua di makan.” tanggap ibuku yg membuat mereka berdua tertawa.
“Ehem. Kuping pengeng nih diomongin.” sahutku yg malah membuat Clara dan ibuku makin puas tertawa sambil melanjutkan masaknya.
Berbeda dengan Vina, Clara terlihat kesulitan membantu ibuku memasak. Malah sepertinya Clara hanya menambah pekerjaan ibuku karena harus mengajarinya satu-satu dan beberapa hal dasar, namun ibuku mengajari Clara dengan telaten. Aku sama sekali tidak membandingan Clara dengan Vina, bagiku melihatnya sangat semangat dan berupaya untuk mendekati ibuku sudah lebih dari membuatku sangat senang.
Akhirnya masakan pun selesai dan Clara tentunya ikut makan siang bersama keluargaku.
“Enak kan kalo masak buatan sendiri sayang?” tanya ibuku pada Clara.
“Hehe iya tante. Puas yah makannya.” sahut Clara.
“Nah! Kau harus sering-sering kesini makannya Clara, belajar masak dengan calon mertuamu.” tambah ayahku sambil tetap mengunyah makanan.
“Ditelen dulu kali pah.” tanggapku.
“Yang suka ngelarang kesini sering-sering panji om.” ujar Clara mengadu.
“Lah ko aku?” responku tidak terima dengan tuduhan Clara.
“Tak usah lah kau ijin dulu ke panji, langsung saja datang kesini.” ujar ayahku menghiraukan jawabanku.
“Siap om.” sahut Clara semangat sambil menjulurkan lidahnya kearahku meledek.
Kami pun melanjutkan makan sambil mengobrol dan tertawa hingga habis seluruh lauk diatas meja, ya keluarga ku memegang tradisi setiap makan yg disajikan harus dihabiskan. Hal itu cukup membuat Clara kekenyangan karena memang selama ini porsi makan Clara hanya sedikit tipikal cewe yg menjaga berat badan.

Setelah selesai makan dan membereskan meja makan bersama ibuku, Clara langsung ku gandeng keatas menuju kamarku. Seperti orang yg baru pertama kali datang pada umumnya, Clara berputar-putar memperhatikan kamarku.
“Jauh dari bayanganku.” ucapnya tiba-tiba.
“Maksudnya?” tanyaku kepada Clara.
“Aku kira kamar kamu bakal kaya perpustakaan isinya buku-buku tebel, taunya komik doang.” komentarnya yang kujawab hanya dengan menggelengkan kepala.
“Kita ngobrol disini aja ra.” pintaku seraya menyalakan AC kamar.
“Ih orang aku kesini mau PDKT ama papa mama malah diajak berduaan ama kamu.” protesnya sambil cemberut.
“Oh jadi ga mau nih diajak berduaan ama pacarnya.” sahutku sambil memeluk Clara dari belakang dan mencium rambutnya.
“Ketemu kamu mah bisa tiap hari di sekolah weeek.” jawabnya sambil menolehkan wajahnya kebelakang meledeku.
Aku melepaskan pelukanku dari tubuh Clara dan membantingkan diriku di kasur sambil cemberut.
“Ya udah kalo ga mau diajak berduaan.”
“Cielah pacarku ngambek.” ledek Clara yg langsung duduk disebelahku seraya mencolek hidungku.
“Nanti sore nonton yuk sayang.” pinta Clara tiba-tiba.
“Hah? Apa?” tanggapku
“Nonton ih ke bioskop!” jawabnya sambil mencubit bahuku.
“Bukan yang itu, sebelumnya tadi nonton yuk apa?”
Clara berpikir sejenak.
“Sayang?” jawabnya dengan muka heran.
“Lagi dong lagi.” pintaku manja.
“Apasih kamu.” sahut Clara sambil menyerangku dengan cubitannya.
“Emang aku ga boleh manggil pacar aku sayang!” protes Clara.
“Bukan ga boleh, kan kamu jarang banget manggil aku sayang.” jawabku menjelaskan.
“Bodo! Nyebelin! Harusnya kamu duluan! Apa-apa aku mulu yg duluan huh!” Clara makin protes dan cemberut yg langsung aku serang dengan mengkelitiki perutnya hingga ia menggelinjang seperi cacing kepanasan.
“Ampun panji ihhh!! Panjii!! Udah ga enak teriak-teriak kedengeran papa ama mama kamu.” jawabnya yg langsung tiduran disampingku persis setelah selesai aku mengkelitiki badannya.
“Jahat kamu aku tuh masih kekenyangan tau! Malah dikelitikin!” jawabnya sambil menoleh kearahku memukul bahuku.
“Makannya jangan ngambek mulu.” ujarku sambil menatap wajah cantiknya.
“Kamu cantik banget hari ini.” lanjutku sambil melepas kacamatanya.
“Gombal!” sahutnya sambil terus menatapku.
Aku mulai mendekatkan wajahku kearahnya sambil terus menatapnya.
“Aku sayang kamu ra.” ucapku seraya mendekatkan bibirku dengan bibirnya yg merah muda merona lalu mencium bibir lembut milik Clara.
Kami berciuman tanpa lumatan hanya menempelkan bibir masing-masing dan menikmati perasaan cinta ini. Ciuman yg sangat berbeda dari yg kurasakan dengan Vina.
Setelah beberapa menit aku melepaskan ciuman dan menatap wajah Clara yg masih memejamkan matanya lalu membuka perlahan.
“Aku lebih sayang banget sama kamu nji.” jawab Clara sambil memeluk tubuhku.

Sorenya sekitar jam 4 kami berpamitan kepada orangtuaku untuk pergi nonton, aku pun langsung melajukan mobil Clara ke arah Mall di daerah senayan agar nanti pulangnya dekat dengan rumah Clara.
Selama di bioskop kami hanya nonton sambil saling merangkul, dan pulangnya sempat kuajak Clara makan gulai yg sangat terkenal tak jauh dari situ yaitu didaerah Blok M.
“Kamu pasti belum pernah kan kesini?” tanyaku yg dijawab Clara dengan menggelengkan kepalanya.
“Jangan nilai dari tempatnya, cobain dulu g kalah rasanya sama restoran di Mall sana.” jelasku kepada Clara.
“Aku nasinya setengah aja nji.” pintanya yg mungkin masih kenyang.
“Disini porsinya dikit ko, kalo kata Regas bukan makan gultik kalo belom 2-3 porsi.”
“Ah itu mah emang kalian aja paling demen malakin Angga.” tanggap Clara yg disertai tawa kami berdua.
Kamipun menyantap gulai yg membuat Clara ketagihan namun saat kutawari untuk nambah ia menolak, sungguh prinsip dietnya luar biasa sekali anak ini.

Sekitar jam 8 aku mengantar Clara hanya sampai depan kompleknya, mengingat hubungan kami masih backstreet dari orangtua Clara. Seperti biasa setelah melakukan ritual cium lewat dua jari kami pun berpisah dan aku pulang menggunakan ojek.
Sampai rumah Clara menelepon untuk memastikan aku sudah sampai rumah dan kami mengobrol sebentar hingga Clara pamit tidur serta ijin besok minggu ia akan bersama keluarganya seharian mulai dari pagi ibadah ke Gereja, menemani ibunya berbelanja dan dinner bersama keluarga. Oh iya sepertinya aku memang belum menceritakan bahwa aku dan Clara berbeda agama tapi bagiku itu bukan masalah besar mengingat hubungan kita masih pacaran, orangtuaku pun tidak melarang hubungan kami mungkin karena sama berpikir aku dan Clara saat itu masih cinta monyet.
Begitulah hubungan aku dan Clara, Senin-Jumat kami hanya bertemu di sekolah, Sabtu Clara berkunjung kerumahku hingga sore lalu biasanya nonton atau hanya sekedar keliling Mall ditutup dengan makan malam sedangkan hari Minggu adalah waktu Clara bersama keluarganya.

Tak terasa waktu dua minggu berlalu, artinya persiapan band kami hanya tinggal seminggu lagi. Regas memberi usul untuk mengajak Helen dan Clara untuk ikut agar ada yg bisa menilai penampilan kami. Clara pun menyanggupi untuk bolos bimbel dan terpaksa kuijinkan karena tidak mungkin mengajak Helen sendiri.
Kami pun berangkat ke studio band secara terpisah, aku dan Clara menggunakan mobilnya sedangkan Angga Helen dan Regas menggunakan mobil Angga.
Begitu sampai di studio, kami mulai menunjukan hasil latihan 2 minggu dengan menyanyikan sekitar 5 lagu yg ditutup dengan standing aplause oleh Clara dan Helen.
“Keren! Keren!” sahut Helen.
“Kamu nanti dipanggung jangan tebar pesona kaya tadi yah bo!” protes Clara.
Ya sudah seminggu ini Clara memanggilku dengan sebutan Kebo. Hal itu terjadi semenjak setiap menemani belajar di jam istirahat pertama aku selalu tertidur saat Clara ku beri latihan soal. Clara bilang g mau kalah dari mantanku yg punya panggilan sayang hidung, dia pun memanggil aku kebo. Meski berapa kali aku protes bahwa Vina bukan mantanku tapi tak dihiraukan olehnya.
“Lah? Pacar lo kan vokalis ra, mesti gitu lah.” protes Regas kepada Clara.
“Nanti banyak yg naksir pacarku! Aku aja meleleh kalo dinyanyiin kebo satu ini.” ujar Clara yg disambut gelak tawa oleh Regas Angga dan Helen.
“Lo doang kali yang kena peletnya Panji!!” sahut Regas Angga dan Helen kompak.
“Wey! Orangnya disini wey!!” ucapku kesal.
“Regas atau Angga aja yg nyanyi!” pinta Clara seolah masih teguh dengan pendiriannya.
“Mana bisa gue nyanyi sambil maen drum.” protes Regas.
“Gue kalo nyanyi lupa maenin bass nanti ra.” jelas Angga yg memang kalo maen bass perhatiannya masih full ke senarnya.
Mendengar ketidaksanggupan kedua sahabatku Clara hanya manyun yg langsung dipeluk Helen.
“Nyonya satu ini ngambek mulu, kan kalopun banyak yg suka Kebo mu itu tetep milikmu sayang.” ujar Helen mencoba merayu Clara.
“Punya penganggu satu aja repot gimana banyak.” mungkin maksud Clara adalah Vina.
“Sekalian ngetes kesetiaan yayangmu, kalo dia macem-macem tinggal aja.” tambah Helen.
“Oh iya bener. Awas kamu bo macem-macem.” ujar Clara mengancamku.

Perkataan Clara ada benarnya terkait punya satu penganggu yg harus selalu ia waspadai, aku mengamini kalo feeling wanita itu kuat.
Vina dua minggu belakangan ini masih suka datang kerumahku bertemu ibuku sekitar 2-3 kali, meskipun ada yg berubah. Ketika aku pulang, tak lama Vina pun pamit pulang. Alasannya ke ibuku mumpung masih sore jadi bisa naik taksi dan selama itu pula kami tidak pernah sekalipun berbicara. Hal tersebut tentu cukup membuatku merasa tak nyaman bahkan merasa seperti diteror. Namun aku mencoba mengabaikan kondisi tersebut dengan tidak membahas masalah itu dengan ibuku sama sekali.

“Woy kampret! Malah bengong, ayo mulai lagi!” ucap Angga mengagetkanku dari lamunan.
“Eh sorry.” jawabku yg langsung memulai kembali memainkan lagu terakhir di studio band sore itu.
Sepanjang lagu aku terus memperhatikan Clara yg juga memperhatikanku, sesekali Clara terlihat bersenandung mengikuti aku bernyanyi dan saling melempar senyum dibagian lirik-lirik yg romantis.
Hari itu pun setelah selesai kami berganti posisi, Clara pulang bersama Helen sedangkan aku ikut Regas dan Angga.

Singkat cerita band kami lolos seleksi, yg tentu membuat heboh satu kelas mengingat untuk pertama kalinya kelas ini ikut berpartisipasi dalam acara pentas seni sekolah yg cukup bergengsi tersebut. Helen pun mengkomando satu kelas untuk kompak dengan dress code yg sama di hari pensi nanti untuk mendukung band kami diatas panggung.
Pokoknya Helen menjadi orang yang paling sibuk mempersiapkan penampilan kami nanti.

Akhirnya hari pensi pun tiba, aku Regas dan Angga cukup nervous karena untuk pertama kalinya akan tampil diatas panggung dimana penontonnya bukan hanya dari sekolah kami tapi juga sekolah lain yg diundang dan dari penjualan tiket umum sedangkan saat seleksi hanya di ruang seni dan beberapa penonton serta juri.
Oh iya saat itu sekolahku mengadakan pensi di salah satu venue olahraga indoor di daerah senayan dan juga mengundang bintang tamu band indie kelas wahid yg cukup terkenal sehingga pengunjung pensi saat itu bisa dikatakan sangat ramai.
Band kami mendapat giliran tampil sekitar jam 4 sore mendekati prime time dan waktu tampil bintang tamu jadi seolah semacam opening band meskipun ada dua band lagi setelah kami. Tapi itu cukup membuat penonton sekitar panggung sudah riuh ramai.
“Mampus, kenapa ga tadi aja sih jam 12 siang tampilnya.” keluh Angga yg sepertinya paling panik diantara aku dan Regas.
“Inget kata Helen. Kenangan terakhir kita nyet.” ucap Regas mencoba menyemangati.
“Popop siap-siap setelah ini.” ucap salah satu panitia mengagetkan kami.

Begitu kami masuk panggung anak-anak kelas 3 IPA 1 yg dikomandoi Helen sudah berada di barisan paling depan dan berteriak.
“Popop! Popop! Popop!”
Ya itulah nama band kami, tidak usah ditanya apa artinya karena tidak ada hanya biar mudah mengingat dan menyebutnya.
Setelah check sound sebentar aku mulai memainkan intro lagu pertama kami. Kami saat itu membawakan lagu Basket Case - Green Day dimana diawali dengan solo gitar dan vokalku yg sukses membuat semua penonton teriak saat itu. Aku pun cukup kaget mendapat respon heboh seperti itu meski awalnya teriakan hanya berasal dari anak-anak kelas kami tapi akhirnya semua penonton ikut sing a long bersama kami. Aku memandang wajah Clara yang direspon dengan mengkerutkan hidung seolah memberi isyarat dasar tukang tebar pesona.
Saat lagu selesai penonton riuh meneriakan encore.
“Lagi! Lagi! Lagi!”
Ya memang kami diberi jatah dua lagu jadi tanpa diminta lagi pun kami lanjut memainkan lagu kedua kami dari Blink 182 - All the Small Thing.
Sepanjang lagu aku hampir selalu memandangi Clara memberi isyarat dibagian lirik romantisnya itu untuknya.

Always I know
Selalu kutahu
You'll be at my show
Kau kan ada di pertunjukanku
Watching, waiting
Saksikan, menunggu
Commiserating
Berbelas kasihan

Say it ain't so
Katakan tak begitu
I will not go
Aku takkan pergi
Turn the lights off
Matikan lampunya
Carry me home
Bawa aku pulang

Na-na, na-na, na-na, na-na, na-na
Na-na, na-na, na-na, na-na, na-na
Na-na, na-na, na-na, na-na, na-na
Na-na, na-na, na-na, na-na, na-na

Keep your lips still
Kuncilah mulutmu
I'll be your thrill
Aku kan jadi kegembiraanmu
The night will go on
Malam kan terus berjalan
My little windmill
Kincir angin kecilku

Pertunjukan kami pun berjalan sukses hari itu. Bahkan setelah selesai teriakan encore masih terdengar, namun tentu kami hanya diberi jatah 2 lagu harus langsung turun.
Kami bertiga langsung berpelukan dibelakang panggung merayakan kebahagiaan, sungguh kami harus berterimakasih kepada Helen karena jika ia tidak mengusulkan hal ini kami akan melewati masa SMA tanpa kenangan.
“Kak Panji.” tiba-tiba ada yg memanggilku disaat kami bertiga sedang saling berpelukan. Aku pun menoleh, seorang wanita aku tidak mengenalnya namun ia menggunakan baju panitia. Kupikir anak kelas dua atau satu mengingat ia memanggilku dengan sebutan kakak.
Regas dan Angga pun menyuruhku mendekati siswi itu.
“Iya? Ada apa?” tanyaku yg ia balas dengan mengulurkan tangannya untuk berjabat dan kubalas, kami pun bersalaman.
“Siska kak, aku anak kelas 2 IPA 3.” ujarnya memperkenalkan diri.
“Panji.” jawabku singkat.
“Aku minta tandatangan dong kak, mulai sekarang aku mau jadi fans Kak Panji.” ujarnya centil.
“Kampret, peletnya si monyet udah mulai bekerja lagi.” sahut Angga.
“Nyesel gue nyuruh dia jadi vokalis.” tambah Regas.
Aku pun menandatangani baju panitia yg ia gunakan dengan spidol yg ia bawa lalu ia pun berterimakasih serta sempat memberikan secarik kertas kepadaku.
“Nomor telepon aku kak. Kali aja mau ngobrol, aku tunggu loh.” jawabnya centil seraya pergi meninggalkanku.
Tak lama kertas tersebut direbut seseorang yg datang mengagetkanku, ya Clara.

0856xxxxxxx save and call me ❤ Siska

“Hmm udah ada yg mulai nyari mangsa yah.” ucap Clara sambil menatapku tajam menunjukan ketidaksukaannya.
“Ra, awalnya tadi dia cuma minta tandatangan aku mana tau kalo dia tiba-tiba ngasih nomor telpon. Aku ga minta ra.” jawabku membela diri.
“Tanya Regas ama Angga.” tambahku seraya menunjuk kearah mereka berdua yg ternyata sudah hilang entah kemana. Kampret ujarku dalam hati.
“Kebo nyebeliiiin.” akupun pasrah menerima serangan cubitan dari Clara.

Kalian mungkin pernah mendengar istilah bahwa katanya cowo itu kalo jomblo tidak menarik, tapi ketika ia sudah punya pasangan appeal pointnya muncul yg membuat daya tariknya meningkat. Jika kalian pernah tau atau bahkan pernah merasakan dan setuju dengan istilah tersebut ya itulah yg kurasakan semenjak jadian dengan Clara.

Tepat keesokan harinya di minggu sore aku dikejutkan dengan kedatangan Clara kerumah.
“Hey, kamu tumben hari minggu kesini?” sapaku kepada Clara yg saat itu tampak anggun menggunakan blouse terusan selutut berwarna peach serta kacamata Harry Potter yg selalu ia gunakan saat diluar sekolah.
Bukannya membalas sapaanku, ia malah menyelonong masuk menemui ayah dan ibu yg kebetulan sedang di ruang tv seraya menyapa mereka.
“Ah mantu ku yg cantik, ku pikir kau minggu ini tak berkunjung.” sapa ayahku yg menyambut Clara.
“Darimana sayang sore-sore gini.” sapa ibuku sambil cipika cipiki dengan Clara.
“Abis dari gereja tante terus kesini, kangen ama om tante kan sabtu kemarin sibuk acara pensi.” jawabnya.
Clara lanjut mengobrol dengan ayah dan ibuku, aku yg paham ia kesini pasti minta diajak kencan segera masuk kamar dan bersiap. Saat turun dalam kondisi berpakaian rapi ayah menanyakan rencana kami.
“Mau kemana kalian? Kupikir mau makan malam disini.” tanya ayahku.
“Ngajak kencan mantu ayah yg lagi ngambek ama Panji.” sahutku asal.
“Ih geer, aku kesini mau ketemu papa mama kamu bukan kamu.” jawabnya ketus.
“Clara disini ko makan malem bareng om ama tante. Ga mau ikut cowo ganjen itu.” lanjutnya mengklarifikasi sambil tetap menunjukan ngambeknya disertai tawa ayah dan ibuku.
Aku yg sudah hafal sifat Clara kalo sudah seperti ini hanya ingin dipaksa pun segera menghampirinya.
“Udah jangan protes, pamit sana sama mertua. Aku mau ngajak kamu ke tempat special.”

Clara luluh juga dengan ajakanku, akhirnya kami pun ijin keluar ke ayah dan ibuku.
“Kita mau kemana sih bo?” ujarnya penasaran.
“Ada deh, pokoknya kita belum pernah kesana.” jawabku singkat untuk membuatnya penasaran.
“Kenapa baru sekarang ngajaknya? Nunggu aku ngambek dulu?” sahutnya ketus.
“Acaranya cuma hari minggu, kita kencan setiap sabtu. Jadi gimana aku bisa ngajak kamu kesana Clara Anatasya sayaaaaang.” jawabku greget dengan sifat ngambeknya yg hanya dibalas dengan menganggukan kepalanya.

Ya saat itu memang untuk pertama kalinya aku mengajak Clara ke salah satu Cafe didaerah Radio Dalam yg ada Live Musiknya yg sering aku kunjungi karena kenal salah satu penyanyinya.
“Keren, ini kan demo lagu yg suka kamu stel di mobil aku ya bo?” ucap Clara setelah penyanyi diatas panggung tersebut selesai membawakan satu lagu.
“Iyah, itu penyanyinya. Mau aku kenalin?” tawarku.
“Erik!” teriaku memanggilnya seraya melambaikan tangan. Erik yg paham maksudku langsung turun dari panggung kecil itu dan berjalan menghampiriku dan Clara.
“Ih ko dipanggil? Mau ngapain?” sahut Clara heran dan sedikit panik.
“Dia sepupu aku.” jawabku tak lama Erik berdiri dihadapan kami dan aku pun bangkit dari duduk seraya bersalaman dengannya.
“Kenalin Clara.” ujarku memperkenalkan Clara.
“Erik.”
“Clara.”
“Erik ini yg ngajarin aku sampe bisa nyanyi dan maen gitar sejago sekarang.” lanjutku menjelaskan kepada Clara yg dijawabnya dengan anggukan.
“Oh jadi ini Clara yg sering lo ceritain.” ucap Erik yg memang pernah mendengar cerita tentang Clara dariku.
“Kamu cerita apa tentangku?” jawab Clara sambil menoleh kearahku dengan muka curiga.
“Katanya di sekolah ada cewe nyebelin sok cantik jaim dan ga mau temenan gitu ama dia.” sahut Erik membeberkan semua kartuku.
“Fitnah!” ujar Clara tidak terima sambil mencubit perutku.
“Kan dulu cerita ama Eriknya baru sempet yg jeleknya doang hehe.” jelasku mengelak.
“Kata Panji kamu jago nyanyi.” tembak Erik kelada Clara.
“Nyumbang lagu yuk.” lanjut Erik menawarkan.
“Ih engga, Panji mah suka bikin gosip.” jawab Clara salah tingkah.
“Udah sana.” bujuk ku.
Tangan Clara pun digandeng oleh Erik untuk maju keatas panggung.
Aku sendiri sebenernya tidak pernah mendengar Clara bernyanyi, memang saat di mobil kami sering bernyanyi bersama sambil mendengarkan musik tapi sepertinya Clara hanya bernyanyi asal tanpa menunjukan keahliannya.
Namun karena pernah mendengar informasi dari Helen yg juga teman satu Gerejanya bahwa Clara ini sangat bagus suaranya tentu membuatku sangat penasaran ingin mendengarnya itulah mengapa hari ini kesempatanku untuk mengajaknya kesini.

“Para pengunjung, pada kesempatan kali ini saya akan bernyanyi ditemani oleh rekan saya yg sangat cantik yg ingin menyumbangkan suaranya. Selamat menikmati.” ujar Erik membuka sesi pertunjukan mereka.
Clara terlihat agak salah tingkah dan wajahnya sedikit memerah serta menoleh kearahku seolah memohon pertolongan namun aku jawab dengan senyuman serta menganggukan kepala sambil bertepuk tangan menyemangatinya.
“Selamat malam. Ini pertama kalinya saya bernyanyi di panggung, bukan pertama kali sih. Tapi bernyanyi di panggung umum dimana isinya orang-orang yg tentu belum mengenal saya itu baru pertama kali, jadi agak nervous. Semoga semua suka sama penampilan saya.” tutup Clara sambil berjalan kearah Erik membisikan sesuatu sepertinya memberitahu lagu yg ingin ia bawakan dan kembali ke depan mic bersiap.

My love,
cintaku
There's only you in my life
hanya ada kamu dalam hidupku
The only thing that's right
satu-satunya hal yang benar

My first love,
cinta pertamaku
You're every breath that I take
kamu adalah setiap nafas yang ku hirup
You're every step I make
kamu adlah setiap langkah yang aku buat

And I
dan aku
(I-I-I-I-I)
aku
I want to share
aku ingin berbagi
All my love with you
seluruh cintaku denganmu
No one else will do...
tidak ada yang lain yang akan melakukannya

And your eyes
dan matamu
Your eyes, your eyes
matamu,matamu
They tell me how much you care
mengatakan seberapa besar kamu peduli padaku
Ooh yes, you will always be
dan ya, kamu akan selalu menjadi
My endless love
cintaku yang abadi

Two hearts,
2 hati,
Two hearts that beat as one
2 hati yang berdetak menjadi 1
Our lives have just begun
hidup kita baru dimulai

Forever
selamanya
(Ohhhhhh)
ohhh
I'll hold you close in my arms
aku akan mendekapmu didadaku
I can't resist your charms
aku tidak bisa menahan pesonamu

And love
dan cinta
Oh, love
oh cinta
I'll be a fool
aku akan menjadi bodoh
For you,
untukmu
I'm sure
aku yakin
You know I don't mind
kamu tahu, aku tidak keberatan
Oh, you know I don't mind
oh, kamu tahu aku tidak keberatan

'Cause you,
karena kamu
You mean the world to me
kamu adalah duniaku
Oh
oh
I know
aku tahu
I know
aku tahu
I've found in you
aku menemukanmu
My endless love
cinta abadiku


Tepuk tangan penonton pun riuh menutup nyanyian Clara, ia tersenyum tersipu malu sambil menatapku dari atas panggung.
“Terimakasih atas tepuk tangannya. Selamat malam.” tutup Clara dan segera berlari kearahku.
“Ih kamu tuh! Sengaja ya ngerjain aku.” selidiknya seraya mencubit perutku.
“I’m impress, you were so gorgeous on the stage!” pujiku sambil membelai rambutnya.
“Really?” sahutnya manja yg salah tingkah atas pujianku dan kujawab dengan anggukan.


“Pulang yuk aku mau nyium kamu di mobil.” tutupnya manja sambil mengigit bibir bawahnya.


Bersambung.
Wah ini klo ga anak 98an or anak 99 nih..
Kenapa ga bawa vertical horizon aja nji... ;)
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Sekedar info suhu2 sekalian, mulustrasi Vina akan nubie ubah (hanya ganti angle/ gaya foto) tanpa mengganti orangnya karena memang sudah pas. Diharapkan mulustrasi baru ini bisa lebih menyeimbangkan Clara sang peran utama jadi pembaca bisa menilai karena terbawa personality mereka bukan cuma mulustrasi.
Thanks atas supportnya :beer:

Dan juga siang atau sore ini akan update part 9.
 
Thx buat suhu2 yg jd pembaca setia thread ane. Semoga ga bosen ngikut alur ceritanya yg panjang karena emg mencoba mengikuti alur aslinya yg mgkn ga secepat harapan suhu2 sekalian. Sekali lagi thx :)
Malah enak seperti ini mengalir, tidak di buat-buat. Namanya true story :pandaketawa:
Seperti forum di sebelah yg ada jargon sundul gan. kebanyakan base true story. yg bedain di sono kaga boleh ada unsur euenya =))
 
Btw gue demen arc story clara bukan karena tampangnya vina yak wkwkwk gua bisa relate sama awal jadiannya aja hahahahaha kayak cerita waktu dulu SMA 75%mirip 😂😂
 
Part 9: Affair


Satu bulan lebih berlalu semenjak pensi sekolah, hubunganku dan Clara masih baik-baik saja bahkan cenderung semakin lengket. Ya walaupun ngambek dan cemburunya Clara masih sering mendominasi hubungan kami tapi kuanggap itu sebagai pemanis.
Selama itu pula Clara masih harus dibuat jengkel atas kelakuan adik kelas kami yg bernama Siska, mengingat semenjak perkenalannya denganku di pensi lalu Siska benar-benar menjadi fans garis kerasku.
Tak jarang hampir setiap hari selalu ada hadiah diatas mejaku yg merupakan pemberian darinya, entah itu coklat, bekal makan siang, pick gitar, komik dan lain semacamnya yg tentunya semua benda itu sukses berakhir di tempat sampah karena dibuang oleh Clara. Tapi yg menarik adalah, keesokan harinya Clara membawakan barang yg sama seperti Siska berikan dihari sebelumnya hanya untuk diberikan kepadaku serta memaksaku untuk memakannya atau menggunakannya seolah menunjukan bahwa apa yg Siska beri kepadaku dapat juga diberi oleh Clara yg tak mau kalah.


Ilustrasi Clara

Sampai hari ini, diatas mejaku terdapat satu tiket konser band terkenal. Clara yg seperti sudah kehilangan kesabaran dan mungkin merasa kalah karena tidak mungkin membelikan tiket yg sudah sold out itu ingin menghampiri Siska, yg tentu dicegah oleh Helen Regas dan Angga. Ya aku cukup beruntung punya mereka bertiga dalam hubungan kami.
“Ra, udah sih ngapain lo tanggepin bocah kaya gitu.” ujar Helen mencoba menenangkan Clara.
“Kebiasaan len, lama kelamaan didiemin ngelunjak tau ga tuh anak!” sungutnya penuh emosi.
Aku yg saat itu hafal sifat Clara memilih diam dan menyerahkan pendinginan suasana ini kepada Helen.
“Selama ini cowo lo juga kan ga pernah ngeladenin.” lanjut Helen.
“Iya karena ketahuan, coba kalo ga ketahuan!” sahutnya sambil melotot kepadaku.
“Kan selama ini ketahuan semua ra.” ujarku.
“Oh jadi ngarepnya ga ketahuan?” jawab Clara yg kalo sudah diposisi seperti ini aku pasrah menerima serangan cubitan dari Clara dan ditertawai oleh Regas Angga dan Helen.
Minimal Clara tak jadi melabrak anak kelas dua yg merupakan musuh bebuyutannya sekarang.

Siangnya ketidakberuntungan sepertinya harus menghantui Clara, tepat saat jam istirahat pertama dimana aku sedang mengajarinya Matematika di perpustakaan terdengar keributan di depan meja Bu Ida salah satu guru Fisika kami yg saat itu sedang dikerumuni oleh anak-anak kelas dua dan bisa tebak ada Siska didalamnya.
“Bu ayo dong kasih kami jam tambahan, ibu kan wali kelas kami, emang ga malu anak didiknya di nilai IPA jelek semua.” rengek salah satu dari mereka.
“Kita juga kan g mau kalah bu dari anak IPA 1.” ucap Siska saat itu yg berada paling depan memohon kepada Ibu Ida.
Melihat aku dan Clara yg sedang menengok kearah Ibu Ida, beliau memanggilku dan Clara. Aku dan Clara saling bertatapan heran dan bangkit mendekati Ibu Ida.
“Panji, Ibu perhatikan kamu setiap hari mengajari Clara di perpustakaan?” ujar Ibu Ida membuka obrolan.
“Iya bu.” jawabku singkat karena penasaran dengan maksud Ibu Ida.
“Kebetulan, Ibu perhatikan tiga bulan belakangan ini semenjak kamu ajari nilai Clara juga meningkat cukup signifikan, iya kan Clara?” tanya Ibu Ida kepada Clara yg dijawabnya dengan anggukan kepala namun ragu.
Aku yakin Clara mengangguk ragu bukan atas menolak jawaban nilai ia naik namun karena ia sepertinya bisa menebak kemana arah pembicaraan Ibu Ida.
“Nah kalo gitu, Panji bisa kan bantu Ibu ngajar adik kelas kalian.” tembak Ibu Ida yg sudah selesai dengan basa basinya yg tentu aku tidak punya pilihan lain selain menyanggupinya. Aku menoleh kearah Clara yg sepertinya pasrah karena ia pun tidak mungkin menolak permintaan Ibu Ida setelah dulu membantunya masuk kelas 3 IPA 1.
“Kapan ya bu?” tanyaku mencoba mengulur jawaban kesanggupan ku.
“Pulang sekolah aja kak!” pinta Siska semangat.
Aku yakin Clara tidak akan terima dengan jadwal pulang sekolah mengingat ia harus bimbel sehingga akan menjadi kesempatan Siska untuk bebas bersamaku.
“Kelas tiga kan ada pelajaran tambahan sampe jam 4, kalian jam 3 udah pulang. Ga mungkin kan kalian nunggu satu jam.” jawabku kepada mereka namun maksudnya mencoba untuk meyakinkan Clara bahwa akupun menolak usulan Siska.
“Ya sudah seperti sekarang saja yg sudah pasti Panji ada waktu, hanya saja karena banyak pesertanya tidak mungkin di perpustakaan. Kamu bisa gunakan Ruang Auditorium nji, nanti Ibu yg urus ijinnya.” usul Ibu Ida yg tentu saja membuat Clara tidak puas karena mengganggu waktu privat belajarnya bersama ku.
“Tapi bu, saya boleh minta sesuatu?” ujarku kepada Ibu Ida.
“Apa itu nji?”
“Saya melakukan ini hanya sampai Ujian Semester 1 ini ya bu, karena Semester depan kan saya sendiri dan Clara harus fokus dengan Ujian Nasional dan SPMB.” jelasku sebagai upaya menolak secara halus kepada Ibu Ida untuk menjadikan kegiatan ini rutin. Mengingat Ujian Semester hanya tinggal dua minggu lagi jadi kupikir anggap saja membantu Clara balas budi kepada Ibu Ida. Aku menoleh kearah Clara, dan ia sepertinya tersenyum puas akan alasanku kepada Ibu Ida. Ya ini cukup win-win solution bagi aku dan Clara yang sudah terlanjur terjebak dalam permintaan Ibu Ida dan anak-anak kelas dua kampret yg bawel ini.
Setelah mendapat persetujuan dari Ibu Ida yg juga mendukung alasanku kami pamit kembali ke kelas dan Clara tentu saja langsung menggandengku seolah mendeklarasikan kepada anak-anak kelas dua itu khususnya Siska bahwa aku miliknya seutuhnya.

“Kamu tumben mikirin aku bo, makasih ya.” ucapnya saat kami berjalan kembali ke kelas.
“Tumben? Ya udah aku bilang Ibu Ida ngajarnya lanjut aja sampe semester dua.” protesku sambil berjalan balik kearah perpustakaan.
“Iya iya becanda sayang.” sahutnya manja sambil menarik tanganku untuk kembali berputar.
“Cium dong.” jawabku sambil melirik penuh harap yg hanya dijawab dengan sosoran jarinya yg membentuk bebek dan menempelkannya ke pipiku.
“Nih cium nih puas kan.” ujarnya saraya tertawa.
“Nanti aja di mobil.” lanjutnya berbisik centil.
“Cium basah yah.” lanjutku.
“Mesum!” bisiknya lagi sambil mencubit perutku.
Kamipun kembali ke kelas.

Hari itu Clara memintaku untuk menemaninya sampai tempat Bimbel, alasannya tadi jam istirahat pertama telah diganggu oleh monster-monster centil kelas dua, aku hanya bisa tertawa mendengar protesnya.
“Oh iya ra, kamu tumben ga uring-uringan masalah aku ngajarin anak kelas dua?” tanyaku membuka obrolan kami didalam mobil.
“Anggap aja ini perang terbuka antara aku ama monster centil itu, mau tau sampe mana dia.” jawab Clara dengan muka serius yg membuatku mengumpat mampus punya rencana apa anak ini.
Sesampainya di parkiran tempat bimbel, aku memarkiran mobil ini agak pojok dibawah pohon besar yg membuat tempat ini agak jauh dari keramaian.
Aku dan Clara asik bercumbu di bangku belakang mobilnya menunggu jam mulai bimbelnya yg masih sekitar 15 menit lagi.
Kami saling memagut bibir dan melumat bibir lawan masing-masing. Setelah tiga bulan lamanya berpacaran hubungan kami baru sejauh ini, french kiss basah yg dianggap Clara sudah mesum.
Sesekali aku merengkuh tubuhnya menempelkannya ketubuhku dan mendekapnya. Mengelus perlahan lengan lembutnya yg masih tertutup seragam namun cukup membuat Clara menggelinjang kegelian.
Tangannya dilingkarkan dileherku dan menahan kepalaku untuk tidak melepaskan ciuman kami.
Tingkah Clara yg seperti itu cukup membuatku pusing karena menahan tanggung gejolak dopamin dalam kepalaku.
Clara melepaskan ciumanya dari bibirku dan tersenyum sambil menatapku tajam.
“Bo.” ujarnya manja.
“Apa?” jawabku sambil mendekatkan kembali bibirku untuk memagut bibirnya namun dicegah jari telunjuknya.
“Sabtu ini pacarannya dirumah aku yah.” ucapnya yg membuatku cukup heran.
“Kamu mau ngenalin aku ke Papa Mama kamu?” tanyaku yg dijawab Clara hanya dengan menggelengkan kepala.
“Papa Mama aku minggu ini ke Manado jenguk opa ku.” jawabnya sambil mengedipkan matanya.
“Kamu tumben ga disuruh ikut?” tanyaku.
“Kan sebentar lagi ujian, lagian jenguk rutin aja bukan karena sakit.” jelas Clara.
“Centil kamu! Emang g ada pembantu kamu?” selidiku yg ia jawab dengan menjentikan jari kelingkingnya mengisyaratkan seolah semunya aman. Kami kembali berciuman sekali lagi sebelum Clara mulai bimbel ditutup dengan ritual cium jari ke bibir seperti biasa dan kamipun berpisah.
Aku saat itu langsung menuju Rumah Angga dengan menggunakan ojek.
Sudah sebulan ini aku sengaja semakin memundurkan jadwal pulangku kerumah menjadi malam karena menghindari bertemu Vina dan hal ini tidak ketahui oleh Clara karena ia pasti akan cerewet mempertanyakan mengapa aku harus pulang malam setiap hari dan takan berhenti sampai mendapatkan jawaban yg memuaskan dariku.

“Lo mau sampe kapan nyet maen petak umpet kaya gini ama Vina? Udah sih lo punya hak buat minta Vina menjauh dari lo.” ucap Angga memulai obrolan saat aku dan dia bermain ps di rumahnya.
“Tapi gue ga punya hak buat minta dia ngejauhin nyokap gue nyet.” sahutku kepada Angga.
“Gigih juga tuh anak ya. Udah lo apain sih emang?” selidik Angga yg cukup membuatku salah tingkah.
“Udah gue hamilin! Puas lo!” jawabku asal untuk menutupi salah tingkahku.
“Tapi gue ingetin aja nih ya, ini bisa jadi bom waktu buat lo. Lo kan tau Clara orangnya ga bisa ditebak. Gimana kalo dia dateng kerumah lo pas Vina ada disana? Perang Dunia ketiga dah tuh!” jelas Angga yg membuat rasa khawatirku meningkat, ucapan Angga ada benarnya tapi mengatakannya tanpa memberi solusi adalah kekampretan seorang Angga, untuk urusan kaya gini aku lebih berharap sama Regas.

Akhirnya aku pamit pulang dari rumah Angga seperti biasa sekitar jam 7 malam, begitu sampai rumah aku yg turun dari ojek datang bersamaan dengan mobil ayahku dan segera ku bukakan pagar untuknya.
Aku cukup terkejut ternyata yg turun ayah dan ibuku.
“Pada abis darimana?” selidiku kepada mereka karena setahu ku hari ini ibu tidak ada rencana keluar rumah.
“Kamu tuh makin hari pulang makin malem aja sih nji. Masuk dulu nanti aja cerita didalem.” jawab Ibuku yg malah berceramah.
“Darimana sih pah?” lanjutku bertanya kepada ayahku mengabaikan jawaban ibuku.
“Abis jenguk kawan kau itu sakit.”
“Siapa?”
“Vina.” jawab ayahku santai yg langsung kujawab dengan nada ketus.
“Ko bisa?”
“Makannya masuk dulu Panji Darmawan, lanjut didalem aja.” ujar ibuku yg sepertinya sedikit marah karena ia memanggilku dengan nama lengkap yg tentu kalo sudah seperti ini aku tidak bisa lagi protes.

Aku duduk di meja makan seolah sebagai terdakwa yg menanti disidang oleh ibuku.
“Sudah dua hari ini Vina sakit.” jelas ibuku yg langsung kupotong.
“Sakit apa?”
“Badannya pucat, tensi darahnya turun, dan ga mau makan.”
“Itu mah penyakit dibuat sendiri, ya iyalah pucat tensi turun kalo ga makan.” jawabku ketus seraya bangkit bermaksud meninggalkan meja makan karena sudah tidak ingin melanjutkan pembicaraan ini.
“Coba kamu jenguk nji, udah tiga minggu ini kamu bener-bener menjauh dari Vina. Mama kasian sama dia sampai sakit gitu. Bicarakan baik-baik kalo ada masalah.” ucap ibuku lirih dengan nada yg sangat lembut.
“Mama cuma ngebayangin gimana kalo itu terjadi sama anak mama.” lanjut ibuku yg membuatku menghentikan langkah ku.
Ya aku punya kakak perempuan namun kuliah di Semarang, itulah kenapa ia belum pernah sempat aku ceritakan disini.
“Belum di rawat di Rumah Sakit kan? Kalo udah di rawat di Rumah Sakit pasti Panji jenguk.” jawabku seraya berlalu ke kamar meninggalkan ibuku di meja makan.
Dikamar aku membantingkan diriku keatas kasur dan merenungi ucapan ibuku. Aku paham perasaannya tapi bagiku apa yang dilakukan Vina sangatlah drama, dan aku tidak mau lagi terjebak dalam permainannya.

Keesokan harinya di jam istirahat pertama sesuai perjanjianku dengan Ibu Ida, aku Clara dan para monster kelas dua yg kurang lebih berjumlah 12 orang berkumpul di ruang auditorium untuk memulai bimbingan belajar denganku.
“Ko cewe semua sih!” sungut Clara emosi sambil berbisik kearah kupingku.
“Cuma dua minggu sabar, aku ngelakuin ini demi kamu loh. Biar nama kamu g jelek di mata Ibu Ida.” balasku berbisik.
“Kak! Nanya dong.” tiba-tiba Siska memotong obrolan ku dengan Clara.
“Kak Clara bukannya peserta juga? Ngapain berdiri didepan disamping Kak Panji?” lanjutnya seakan memulai genderang perang dengan Clara.
“Ini anak sumpah nyebelin banget.” sahut Clara dengan nada berbisik kepadaku yg langsung ku gandeng dirinya ke arah bangku yg bersebrangan dengan Siska untuk membuat jarak aman.
“Udah kamu duduk disini, kamu yg dewasa jangan kepancing ama anak kecil.” ujarku menasihati Clara yg hanya dijawab dengan cemberut dan melirik tajam kearah Siska. Aku hanya bisa menghela nafas melihat tingkah dua anak ini.
Selama bimbingan, Siska menjadi anak yg paling aktif bertanya memintaku menjelaskan secara langsung di kursinya yang tentu terlihat sekali mencari perhatianku untuk memanasi-manasi Clara.
Jika sudah seperti itu Clara selalu memotong dengan menyelesaikan latihan soalnya dan memintaku mengkoreksinya, aku yg paham maksudnya langsung menghampiri Clara dan meminta teman Siska yg duduk disampingnya untuk menjelaskan kepada Siska.
“Satu hari aja kaya di neraka tau ga bo!” keluh Clara saat aku sedang memeriksa hasil kerjaannya.
“Sejak kapan di neraka ada bidadari secantik kamu.” sahutku menggombalinya untuk membuat Clara menurunkan tensi emosinya yg tentunya saja langsung membuatnya salah tingkah dan memukulku dengan pulpennya.
“Kak Panji! Mentornya kan Kak Panji, kenapa aku malah diajarin ama temenku sih! Kalo udah ajarin aku lagi dong jangan malah ngurusin mba satu ini mulu.” ujar Siska yang tiba-tiba datang menghampiri aku dan Clara yg tentu tingkah kampretnya mengagalkan upayaku menurunkan tensi emosi Clara.
“Heh! Anak centil, masih untung cowo gue mau nurutin permintaan manja kelas lo! Ga usah nyolot!” sungut Clara sambil bangkit dari kursinya tersulut emosi yg langsung kutarik badannya kebelakangku agar tak langsung berhadapan dengan Siska.
“Sis cukup, kamu mending duduk lagi nanti kakak kesana.” ujarku untuk menghindari adu mulut kedua cewe ini.
“Siap kakaku yg ganteng.” sahut Siska centil sambil menyetuh daguku yg tentu membuat Clara berontak namun sempat aku tarik.
“Centil! Gatel! Ga tau malu!” lanjut Clara meneriaki Siska penuh emosi yg hanya dijawab Siska dengan menjulurkan lidahnya.
Clara yg sudah tidak tahan segera merapihkan bukunya dan pergi meninggalkan ruang auditorium tanpa sempat aku cegah. Sekali lagi aku hanya bisa menghela nafas, mungkin sementara Clara lebih baik tidak ikut bimbingan bersama anak kelas dua. Aku akan mencari waktu pengganti yg pas nanti.
Aku pun kembali melanjutkan sisa waktu bimbingan ini yang hanya tinggal beberapa menit lagi dan saat selesai aku memanggil Siska untuk membicarakan hal yang tadi.
“Sis gini yah, Kakak tidak punya kewajiban untuk mengajarkan kalian kecuali hanya untuk menghargai Ibu Ida. Jadi kalo kamu berulah macem-macem lagi kaya tadi, kakak ga janji kegiatan ini lanjut lagi.” ancamku kepada Siska yg hanya dijawab dengan hormat.
“Siap bos!” Siska pun berlalu dari hadapanku, jika diperhatikan anak itu sebenernya cantik tapi kelakuan centilnya bikin aku hanya menggelengkan kepala.


Ilustrasi Siska

Begitu sekembalinya ke kelas aku berjalan ke meja Clara dimana ia sedang menempelkan kepalanya diatas meja sambil mencoret-coret kertas dihadapannya terlihat seperti anak kecil yang sedang uring-uringan. Aku meminta Helen bertukar posisi duduk dengannya untuk saat itu saja.
“Kalo masih ngambek aku sekarang juga nemuin Ibu Ida nih minta kegiatan ini dibatalin.” ujarku memulai obrolan dengan Clara.
“Iya batalin! Itu yg aku mau bo!! Tapi ga bisa. Aku ga enak ama Ibu Ida, kamu ngerti kan.” jawabnya lemas.
“Kalo gitu jadwal kamu ga usah bareng deh.” usulku kepadanya.
“Keenakan dia!” sungut Clara ketus.
“Ya kamu tetep ikut, aku bakal bilang ke Ibu Ida kamu bantuin aku tapi jadwal belajar sama kamunya kita pindah.” lanjutku menjelaskan kepada Clara.
“Beneran? Boleh? Setuju!!” jawabnya mendadak semangat yg ku respon dengan mengusap rambutnya.

Hari kedua membimbing meski kami menjalankan rencana untuk menjadikan Clara sebagai mentor membantuku namun berakhir hampir sama seperti kemarin, Clara harus menyerah atas sikap menyebalkan Siska apalagi ketika beberapa kali Siska mengetes Clara dengan soal-soal yg memang cukup sulit dan mungkin ia juga sudah lupa mengingat banyak perbedaan sub pelajaran serta nilainya waktu kelas dua dulu tidak begitu memuaskan.
Aku menutup kelas bimbingan ini sendiri lagi karena Clara sudah kabur sejak 10 menit lalu akibat sudah tidak tahan dengan kelakuan Siska.

Dihari ketiga bahkan Clara sudah tidak lagi mau menemaniku, ia sudah pasrah dan akan membalas kelakuan Siska dikesempatan lain ujarnya.
Aku sempat meyakinkan Clara untuk tetap menemaniku dengan menakut-nakuti kalo Siska akan lebih bebas jika tanpa kehadirannya tapi Clara sudah benar-benar tidak tahan dan menolak.
“Aku percaya kamu bo.” jawabnya dengan muka pasrah.
Saat di kelas mengetahui Clara tidak menemaniku, Siska benar-benar memanfaatkan situasi kemenangan ini. Bahkan ia memaksaku memberikan nomor telponku dengan alasan apabila sedang mengerjakan PR atau tugas di rumah yg sulit bisa langsung meminta tolong diriku. Mengingat semakin lama kutolak kelakuan memohonnya semakin membuatku risih akhirnya aku memberikan nomor handphone ku kepada Siska.
Ini salah kamu ra, jangan protes ama aku kalo Siska akan semakin sering menghubungiku gumamku dalam hati.

Hari itu ketika aku selesai membimbing anak-anak kelas dua didepan ruang auditorium aku berpapasan dengan Indra dan pikiranku langsung teringat dengan Vina.
“Ndra, apa kabar lo? udah lama ga ketemu.” sapaku basa basi kepadanya yg ia jawab dengan senyuman dan mengatakan baik-baik saja.
“Vina gimana kabaranya? Udah sembuh kan?” tanyaku langsung untuk memastikan bahwa kemarin sakitnya hanya drama.
“Udah seminggu ini ga masuk nji.” jawab Indra.
“Di rawat?” lanjutku penasaran.
“Ga sampe dirawat sih tapi belum sehat.” jelas Indra kepadaku.
Mendapat jawaban seperti itu aku mendadak khawatir bagaimana mungkin Vina bisa bolos sampe seminggu dan pura-pura sakit kalo memang hanya drama.
Tak lama akupun pamit dengan Indra untuk kembali ke kelas dan mengucapkan terimakasih atas informasinya. Aku berencana pulang sekolah akan menemui Vina ke rumahnya.

Sepulang sekolah setelah berpisah dengan Clara, aku pun langsung pulang ke rumah menggunakan ojek untuk mengambil motorku dan segera meluncur ke rumah Vina. Awalnya Ibuku sempat menawarkan diri untuk ikut begitu tau kalo Vina masih sakit dan belum masuk sekolah namun aku tolak mengingat aku perlu membicarakan beberapa hal yg aku rasa lebih nyaman jika tanpa ibuku disana.
Sesampainya disana cukup lama aku berdiri didepan rumah Vina menunggunya membukakan pagar untuk ku, bahkan aku sempat meneleponnya yg ia angkat dan memintaku untuk membuka sendiri karena pagarnya tak dikunci.
Aku pun masuk dan memarkirkan motorku di teras garasi rumahnya lalu mengetuk pintunya yg dibuka oleh Vina dan mempersilahkanku masuk dengan isyarat tanpa berbicara sepatah katapun.
Aku duduk di sofa yg bersebrangan dengan posisinya, Vina sama sekali tidak menatap wajahku melainkan sibuk memainkan handphonenya yg kuperhatikan hanya keluar masuk menu.
“Vin, kata Indra kamu udah seminggu ga masuk?” ucapku membuka obrolan dengannya yang hanya dijawab dengan anggukan kepala tanpa menoleh sedikitpun ke wajahku.
“Sakit apa?” lanjutku yg hanya dijawab dengan mengangkat kedua bahunya.


Ilustrasi Vina

Aku berdiri menghampirinya dan menempelkan telapak tanganku ke dahinya serta pipinya. Ia tidak demam, suhu badannya normal namun memang ku akui wajahnya tampak sangat pucat.
Tanganku beralih meraih tangannya dan menempel dipergelangan tangannya untuk mengecek detak nadinya yg kuanggap normal.
Aku memberanikan diri duduk disamping Vina dan memperhatikan wajahnya yg tertunduk.
“Ngomongnya irit banget sih.” ujarku.
“Kamu ngapain kesini?” ujarnya yg akhirnya membuka mulut.
“Jenguk kamu.” jawabku singkat.
“Bukannya kamu yg mau kondisi kaya gini? Aku menjauh dari kamu. Tapi kenapa malah kamu sendiri yg dateng lagi sih dung?” lanjutnya masih tanpa sedikitpun menoleh ke wajahku.
“Ya aku khawatir. Lagian bisa ga sih kamu kalo ngejauh itu normal-normal aja ga pake sakit segala.” sahutku yg sebenernya aku malah merasa jawabanku aneh saat itu. Entahlah aku bingung.
“Untuk apa khawatirmu dung? Sakit atau engganya aku itu bukan urusan kamu.” jawab Vina yg entah mengapa aku tidak punya kata-kata lagi untuk menjawabnya.

Aku bangkit dan berjalan ke arah dapur rumah Vina lalu membuka lemari pendinginnya, tak kutemukan makanan yg ku cari. Saat ku tutup lemari pendingin tersebut, aku menemukan beberapa nomor delivery restoran di sekitar rumah Vina yg tertempel di lemari pendinginnya.
Aku pun menelepon salah satunya dan meminta untuk dikirimkan satu porsi bubur ayam, setelah itu aku mengambil air panas dari dispenser untuk membuat teh manis panas dan kembali ke ruang tamu untuk duduk disamping Vina.
Cukup lama kami hanya terdiam dalam posisi tersebut hingga akhirnya bel rumah ini ini berbunyi dan aku segera keluar untuk menghampirinya karena memang itu adalah kurir restoran tempat aku memesan bubur ayam tadi. Setelah membayar aku segera kembali ke dapur untuk memindahkan bubur dari bungkusnya ke mangkuk dan kembali ke ruang tamu. Vina yg heran sedari tadi melihat tingkahku akhirnya membuka kembali mulutnya.
“Kamu laper?”
Aku tak menjawab pertanyannya melainkan hanya mengaduk bubur ditanganku dan mengarahkan ke mulutnya yg awalnya ia merespon dengan menggelengkan kepala.
“Kamu belum makan kan? Tadi perut kamu bunyi.” jawabku sambil tetap mengarahkan sendok kemulutnya yg akhirnya Vina mau juga kusuapi.
“Kamu udah berapa hari puasa?” tanyaku.
“Seminggu ini kayanya ga makan nasi cuma ngemil doang.” jawab Vina.
“Kalah Nabi Daud.” sahutku yg dibalas Vina dengan memukul bahuku.
Aku pun menyuapi Vina hingga satu porsi bubur itu habis lalu ku minta ia juga untuk menghabiskan teh manis panas yg ku buat.
“Kalo abis ini mau puasa lagi seminggu boleh.” ujarku ketika ia selesai menghabiskan segelas teh manisnya yg dijawab dengan mencubit bahuku.
“Rese kamu dung!” jawabnya sambil kembali tertawa.
“Udah bisa ketawa, udah sehat kan?” sahutku meledeknya yg ia jawab dengan tersenyum dan mengangguk.
“Aku pamit yah.” lanjutku sambil membelai rambut Vina yg panjang.
“Makasih dung.” jawabnya lirih sambil mendekatkan wajahnya kearahku, aku yg sudah paham kearah mana maksud gerakan tubuh Vina segera memalingkan wajahku dan bangkit berdiri namun tanganku ditarik oleh Vina.
“Please dung, aku yg minta.” ucapnya sambil bangkit dan mendekatkan tubuhnya dengan badanku seraya menjijit sedikit dan akhirnya bibir kami bertemu.

Vina mulai melumat lembut bibir ku memainkan lidah dan bibirnya dengan mengulum serta menghisap bibir atas bawahku secara bergantian namun masih belum ku respon. Seakan tak puas, tangan Vina menuntun tanganku kearah toketnya yg masih terbungkus kaos ketat. Aku yg mulai dikuasai oleh hormon dopamin yg selama ini tertahan karena selalu dibuat tanggung oleh Clara akhirnya tak bisa menolak pancingan Vina dan segera merengkuh toket Vina meremasnya lembut sambil mulai memainkan bibirku mengimbangi gerakan pagutan bibir Vina. Bibir kami saling menggigit lembut dan saling membasahi dengan lidah diiringi desahan lembut Vina.
“Hmmmhhh shhh”
Vina mendorong tubuhku kembali ke sofa dan naik keatas pangkuanku tanpa melepas ciuman bibir ini yg bahkan semakin liar akibat gerakan erotisnya tadi. Lidah kami terus saling beradu dan saling menghisap dalam setiap lumatannya.
Tanganku yg berpindah ke pinggul Vina mulai menarik dan menggerakannya agar selangkangan kami saling menggesek yg cukup membuat kontolku semakin mengeras.
Vina melepaskan ciuman kami dan melakukan hal yg membuatku menelan ludah. Ia melepas kaos ketatnya dengan gerakan erotis dan membuangnya ke sembarangan arah. Sekarang didepanku terpampang tubuh seksi Vina yg sangat mulus putih bersih dengan dua bongkah toket gedenya yg tak tertampung seluruhnya karena selalu menggunakan ukuran bh lebih kecil yg membuat darahku berdesir ingin menjamahnya.
Tanpa komando aku mulai mendekatkan wajahku kearah toket gede Vina yg disambutnya dengan merengkuh kepalaku.
Aku mulai menciumi bagian toketnya yg menyembul dari bh sambil tangan kiriku mulai meremas toket sebelahnya perlahan dan lembut yg membuat Vina mulai mendesah manja.
“Ssshhh uhhh teruusss dung.”
Desahan Vina memancing birahiku untuk semakin menikmati setial centi toket gedenya dengan mengecup dan mulai menjilatinya. Sesekali aku menghisap lembut namun lama seperti menyupang yg membuat tubuh Vina menggelinjang.
“Aahh hmmm uhhh iya gitu dung.”
Aku yg mulai tak puas dengan hanya melumati toket kanan dan kiri dibagian atasnya mulai menggigit cup bh Vina lalu menariknya sehingga lompat lah toket gedenya.
Lidahku menjelahai setiap centi toket Vina dengan gerakan memutar dan semakin mendekat kerah putingnya dan akhirnya melumat putingnya penuh nafsu. Aku menyedot puting Vina tanpa ampun sambil tangan kiriku menarik tali bh kirinya dan membuat toket satunya lagi melompat keluar disertai desahan Vina.
“Aw uhhh enak kamu dung.”
Aku pun mulai menghisap kedua putingnya secara bergantian sambil meremas toket gedenya dengan gerakan memutar yg cukup membuat Vina terus mendesah dan kelojotan menerima perlakuan ku. Seluruh toketnya mengkilap basah akibat jilatan dan lumatanku yg membuat pemandangan tubuh Vina semakin seksi.
Vina mulai bergerak menuruni tubuhku, hingga berlutut. Aku yg paham dan sudah menanti bagian ini segera melepaskan sabuk dan menurunkan celana ku yg disambut Vina dengan menariknya hingga tersisa celana dalamku yg juga ia tarik dengan menggigitnya yg cukup membuatku belingsatan melihatan adegan tersebut.
Kontolku yg memang sedari tadi sudah mengeras langsung berdiri tegak begitu terlepas dari celana dalamku.
Vina langsung mengelusnya dengan mengurut dari pangkal hingga kepala kontolku dan semakin lama menaikan temponya dan mulai mengocok kontolku.
“Hmmm uhhh enak Vin.” desahku menerima perlakuan Vina yg sangat lembut.
Vina mulai membuka mulut kecilnya dan melahap kontolku yg hanya mampu ditampung 2/3 nya dan memaju mundurkan mulutnya sambil menghisapnya lembut.
Bibir tipisnya yg basah beradu dengan kulit kontolku terasa geli dan linu yg membuatku terus mendesah keenakan.
Sambil terus mengulum kontolku tatapan Vina terus mengarah kewajahku yg membuat pemandangan ini sangat meningkatkan birahiku. Vina terlihat sangat nakal dan membuatku ingin semakin menjamah tubuhnya.
Sesekali lidahnya membuat gerakan memutar tepat di kepala kontolku yg masih didalam hisapannya yg membuat service blow job Vina sangat geli linu dan nikmat.
Aku terus mendesah dalam kenikmatan perlakuan Vina yg terus mengulum kontolku bahkan ia melakukan hisapan sedalam mungkin yg membuat kontolku hampir masuk sepenuhnya kedalam mulutnya dan saat dilepasnya kontolku penuh dilumuri air liurnya.
Tidak berhenti disitu, kontolku yg masih basah tersebut dijepit oleh dua bongkah toket gedenya dan mulai melakukan gerakan maju mundur yg tentu membuat kontol ini terasa dipijat dan diurut oleh dua daging lembut yg terasa sangat nikmat.
Vina menatap wajahku seraya tersenyum sambil terus mengocok kontolku dalam jepitan toketnya.
“Enak sayang?” tanyanya yg hanya kujawab dengan anggukan kepala dan mulai maju membungkuk menghampiri wajahnya dan melumat kembali bibirnya yg membuat kontolku lepas dari jepitan toketnya.
Aku dan Vina terus menikmati pagutan bibir ini yg semakin liar, sesekali bibirnya menghindar mundur yg membuatku gemas dan menarik kepalanya untuk melumat bibirnya agar tak lepas. Dalam cumbuan bibir ini aku masih terus sambil meremas lembut kedua toket Vina dan Vina pun sambil mengocok kontolku.

Vina dalam posisi berlutut menarik tubuhku dari posisi duduk di sofa untuk mendekat dan menindih tubuhnya dengan bibir kami yg masih terus saling melumat. Sekarang posisi kami tiduran diatas lantai ruang tamu beralaskan karpet berbulu lembut dengan aku berada diatas tubuh Vina yg terlentang.
“Hmm masukin dung.” ucapnya lirih sambil menggigit bibir bawahnya yg menbuatku sangat gemas dan mulai melumat bibirnya lagi dan lagi.
Otaku yg saat itu seperti tidak dalam kontrol ku mulai memposisikan tubuhku untuk menyetubuhi Vina sesuai permintaannya dan tanpa perlu mengkonfirmasi lagi aku langsung menarik hotpants dan celana dalamnya lalu mulai meggerakan tubuhku untuk mengarahkan kontolku ke memek Vina walaupun sebelumnya beberapa kali memeknya sempat ku kecup dan jilat.
Saat itu dimana aku yg baru pertama kali melakukan hubungan seks, beberapa kali gagal memasukan kontolku ke memek Vina yg hanya diresponnya dengan senyum dan tangannya bergerak kearah kontolku untuk dibimbing masuk kearah lubang kenikmatan miliknya.
“Dorong sayang.” ucap Vina lirih yg langsung ku sambut dengan dorongan dan direspon Vina dengan teriakan sambil menggigit bibir bawahnya.
“Auw ochhh”
“Sakit Vin?” tanyaku yg dia jawab dengan menggelengkan kepala dan memintaku untuk mendorongnya lagi perlahan.
“Pelan pelan sayang.” ucapnya dengan tatapan sayu yg membuat Vina sangat seksi.
Sleeebbb kudorong maju kontolku memenuhi lubang memeknya yg cukup membuat ku linu akibat dari gesekan lembut dan basah antara dinding memek dan kontolku yg timbulkan.
“Aaakhhh gede banget kontol kamu dung uhh” ucapnya yg membuatku semangat untuk menggenjotnya.
Aku mulai menggerakan perlahan kontolku dalam memeknya yg sangat becek. Basah licin ngilu dan linu bercampur menjadi sebuah kenimatan yg luar biasa ditambah dengan desahan Vina yg semakin merintih saat aku mulai menggenjot kontolku didalam memeknya.
“Hmmphh uhh terus dung enakk uhhh”
“Iya sayang uhh memek kamu enakhh” ucapku ikut mendesah bersama Vina karena rasa nikmat yg luar biasa. Cukup lama kami berada diposisi tersebut dalam ritme genjotan yg santai.
Aku yg merasa Vina sudah rileks dan mampu mengimbangi gerakan tubuhku mulai menambah tempo genjotan ku yg membuat Vina berteriak seksi.
“Akh akh uhh iya uhh”
Kontolku yg semakin memenuhi lubang memek Vina saling bergesekan dengan dinding memeknya yg lembut licin dan basah mulai terasa panas serta linu diujung kepala kontolku yg rasanya ingin segera menumpahkan seluruh isi sperma ini didalam memeknya namun otakku saat itu melawan. Aku masih ingin menikmati persetubuhan ini dan tak ingin kalah lebih dulu dari Vina sehingga meminta Vina untuk merubah posisnya. Aku pun menarik tubuh Vina untuk bangkit dan kini Vina duduk diatas kontolku dengan kondisi masih menancap di memeknya sedangkan aku gantian merebahkan tubuhku dilantai untuk mengurangi rasa orgasme.
Vina mulai kembali menggerakan tubuhnya naik turun diatas kontolku
“Aargghh mentok kontol kamu dung enakkhh.” desah Vina.
Toket gedenya yg menggantung diatas wajahku segera ku lahap, kulumat dan kuhisap dibagian putingnya sambil terus meremasnya.
“Akhh pinter kamu dung terus gitu sayangghhh uhhh” desah Vina yg semakin membuatku terus melakukan hal tersebut bergantian di toket kanan dan kirinya.
Vina semakin mempercepat gerakan naik turun pantatnya memasukan dan memutar kontolku didalam memeknya. Semakin cepat dan semakin terus ditekan dalam tubuh Vina melengkung kebelakang dan mengegelinjang sambil bereteriak.
“Aku keluar duungg hhmmmm” ujarnya sambil ngos-ngosan.
Cairan orgasmenya terasa mulai memenuhi lubang memeknya dan semakin membuat kontolku terasa penuh didalamnya. Vina menjatuhkan tubuhnya keatas tubuhku seperti orang yg kehabisan tenaga. Aku pun memeluk tubuhnya dan mencium rambutnya. Tak lama ia mengangkat kepala dan tersenyum kearahku.
“Genjot aku lagi sayang, kamu kan belum keluar.” ucapnya.
Mendengar kata itu keluar dari mulut Vina yg seksi entah kenapa membuatku belingsatan dan segera bangkit untuk memutar posisi kami sehingga Vina kembali dibawah dan aku diatas.
Aku mulai kembali memasukan kontolku kedalam memeknya yg cukup mudah karena sangat licin.
Sleeeebbb
“Uuugghhh kontolin terusss dung uhh” desah Vina.
Aku mulai kembali memompa dan menggenjot memek Vina yg membuatnya terus merintih nikmat.
Sambil sesekali tanganku meremas toket gedenya yg bergoyang seksi seiring gerakan genjotanku kepada Vina.
Aku terus memacu kontolku menikmati seluruh jepitan yg memek Vina berikan hingga rasa gatal nikmat geli dan panas ini mulai memuncak diujung kontolku.
“Aku kayanya mau keluar vin.” ujarku.
“Bareng sayang hhmmm” jawab Vina.
Kami terus memacu kenikmatan masing-masing dalam memburu orgasme dan akhirnya Vina kembali berteriak ketika mendapatkan orgasme keduanya.
“Aku keluar dunggg hhmmm ahhhh” teriaknya disertai getaran getaran seksi tubuhnya.
Aku yg sudah diujung orgasme pun terus menggenjot memek Vina tanpa memberinya nafas untuk menikmati sisa orgasme.
“Keluarin dimana sayangg hmmm” ujarku saat kontol ini mulai terasa kedutan ingin menumpahkan isi spermanya.
“Diluar dunggg uhhhhh aku lagi subur hmm” jawab Vina yg tak lama segera kuberi hentakan terakhir dan mengeluarkan kontolku dari memeknya yg sudah berada diujung orgasme.
Croooot croott croooootttt beberapa kali kontolku menumpahkan sperma diatas perut Vina hingga ke lehernya. Aku terus mengurut kontolku sambil menikmati sisa-sisa orgasme tadi lalu menjatuhkan tubuhku disamping Vina.
“Gila sperma kamu dung, bisa hamil aku kalo kamu keluarin didalem sayang.” ucapnya sambil tersenyum nakal yg segera kulumat bibirnya.
Setelah kami mampu mengatur nafas aku mulai kembali sadar.
“Bersih-bersih sana.” ujarku yg dijawab Vina dengan anggukan dan sekali melumat bibirku.
“I love you dung” tutup Vina yg tak kujawab seraya ia pun berlalu meninggalkan ku.


Bersambung
 
petramax... Thanks updatenya. Si Kebo laku keras. Disana gunung, di sini gunung, di kelas 2 ada gunung juga. Hajar bo, biar menang banyak kayak mamang sebelah. Hahaha...

Thanks, ngak ada kentang diantara kita. Kalo ada konflik, ya selesaikan di dalam aja..
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd