Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG HIPNOTIS

Status
Please reply by conversation.
PART 10

Denta Pov

Malam semakin larut namun aku dan Burhan masih terus melanjutkan obrolan. Kopi dan rokok menjadi ‘bahasa sosial’ untuk memudahkan berkomunikasi. Seakan mulut ini berbicara dengan sendirinya setelah meneguk kopi dan menghisap rokok. Minum Kopi dan menghisap rokok memang tetap menjadi primadona dan syarat wajib. Tak terasa sudah bergelas-gelas kopi dan berbatang-batang rokok kami habiskan malam itu, namun pembicaraan kami kayaknya belum mau usai.

“Oh ... Sebentar ya Lur ... Ada tamu saya yang datang ...” Tiba-tiba Burhan berbisik lalu bangkit dari duduknya.

Aku melihat ke arah Burhan pergi. Tampak seorang pria paruh baya berpakaian jas dengan kemeja putih berdiri agak jauh dari posisiku. Mereka tampak serius berbicara, membuatku sebenarnya penasaran akan apa yang mereka bicarakan. Raut wajah keduanya terlihat tegang, bahkan Burhan terlihat sedikit memucat. Tak lama, keduanya memasuki rumah yang berada di sebelah kiri dan pandanganku pun luput. Sepertinya ada sesuatu yang genting. Tapi apa peduliku dengan itu semua, toh akupun tidak ingin terlibat masalah.

“Hai ...!” Tiba-tiba seseorang menyapaku. Aku lumayan terkejut karena sama sekali tidak menyadari kalau di dekatku sudah ada seorang wanita yang sedang tersenyum padaku. Ia pun duduk langsung duduk di sebelahku

“Kamu gak nerima tamu?” Tanyaku pada wanita itu dengan pertanyaan lazim sebab ia adalah wanita ‘penghuni’ Gang Buntu.

“Ah ... Lagi sepi ... Langganan aku gak pada dateng ...” Ucapnya setengah mengeluh. Kemudian dia mengeluarkan sebatang rokok dari saku celananya. Mengambil pemantik dari saku bajunya, lalu menyalakan rokoknya.

“Padahal ... Perasaan rame yang datang ...” Kataku yang juga segera menyalakan rokokku.

“Iya ... Tapi gak ada yang mau melirikku ...” Senyum miris pun menghiasi wajahnya yang rapuh. Ada gurat sedih yang terpancar di mata itu meski senyum selalu tersungging di bibirnya.

“Hhhhmm ...” Aku bergumam sambil memperhatikan penampilan si wanita di sampingku. Memang jika dibandingkan dengan wanita penghuni Gang Buntu yang lain, wanita ini sangat beda kelas. Tubuhnya yang gemuk ala STW yang membuat dirinya kurang ‘peminat’.

“Jangan bersedih begitu ... Nih, aku kasih kamu rezeki ...” Kataku sambil mengeluarkan dompet dari saku celana. Karena rasa ibaku yang begitu besar, aku memutuskan untuk memberinya uang.

“Kang ...!” Si wanita memekik tak percaya saat aku sodorkan lima lembar uang berwarna merah padanya.

“Ambillah ...! Anggap saja ini penglaris ... Siapa tahu ada yang mau ngamar denganmu ...” Kataku lagi sembari menyusupkan uang di tanganku ke BH-nya.

“Ih, kang ... Makasih ...” Tiba-tiba si wanita merangkulku. Ditekan payudaranya yang besar dan kenyal itu ke tubuhku.

“Sudah ah ... He he he ...” Aku mengurai pelukannya.

“Makasih ya kang ... Sering-sering ngasih uang ke saya ya kang ...” Senyumnya kini tak lagi miris. Aku jawab dengan anggukan kecil. Aku berhasil membuatnya senang.

Wanita ini memungut uang di dadanya lalu mencium uang itu berkali-kali sebelum memasukannya dalam dompet. Ia pun mengajak ngobrol sambil menikmati hisapan rokok. Namun tak lama karena Burhan datang dan mengusir si wanita. Keadaan Burhan sangat merisaukan. Raut wajahnya tampak pucat daripada asal. Tangannya mulai memegang kuat kepalanya sehingga rambutnya tampak kusut masai seperti orang hilang akal. Mulutnya komat-kamit seperti membaca sesuatu yang sulit aku tafsirkan.

“Ada apa?” Tanyaku heran. Burhan menatapku sambil geleng-geleng kepala.

“Gagal total ... Aaahh ...!” Geramnya sambil mencengkeram gelas kosong sebelum meletakkannya kasar.

“He he he ... Gagal apaan?” Tanyaku mencoba membawa Burhan supaya agak tenang.

“Gagal jadi orang kaya ...” Ucapnya mulai memelan namun helaan nafasnya terdengar keras menandakan kalau orang di depanku sedang mengeluh resah.

“Hhhhmm ...” Gumamku dan kini aku enggan mengetahui kegalauan Burhan lebih jauh.

“Tadi yang datang itu bandar narkoba yang mau jual sabu-sabu ... Saya sudah punya yang beli ... Eh, barangnya malah gak ada ... Sue ... Sue ...” Keluhnya lagi sambil mengacak rambutnya pelan.

“Ha ha ha ... Bukan rejekinya kang ...” Celotehku saat mengetahui permasalahannya.

“Iya sih ... Tapi saya jadi gak enak sama relasi yang mau beli ... Bisa-bisa nama baik saya tercoreng di mata dia.” Ungkap Burhan yang kembali mendesah kesal.

“Hhhhmm ... Emang berapa banyak yang mau akang jual?” Tanyaku sekedar iseng.

“Sepuluh kilo ... Tadinya aku moles seratus ribu per gram-nya ... Lumayan kan, berapa duit itu ... Eh, gak jadi ...” Ungkap kesal Burhan lagi.

“Wow ... Gede atuh ...?!” Kataku agak terkejut. “Dijual berapa sebanyak sepuluh kilo?” Tanyaku berlanjut.

“Udah deal enam milyar sih ... Punya saya satu milyar ...” Jawab Burhan sambil geleng-geleng kepala.

“Hhhhmm ... Gimana kalau minta sama si Irwan dulu sabu-sabunya ... Siapa tau dia punya ...” Kataku memberi solusi.

“Gak ada duit buat belinya, Lur ...” Ucap Burhan sambil melotot padaku.

“He he he ... Kita bisa ngutang dulu ...” Kataku ringan.

“Mana bisa? Kamu mah ada-ada saja ...!” Ucap Burhan dengan suara agak meninggi.

Aku pun mengambil smartphone dari dalam saku, lalu menghidupkannya. Langsung saja aku mencari kontak personal Irwan pada smartphone-ku. Setelah menemukannya segera saja aku menghubungi kawanku itu. Setelah nada sambung terdengar beberapa kali, akhirnya aku mendengar suara yang sedari tadi aku tunggu.

Ya, Ta ...” Sapa Irwan di seberang sana.

“Aku butuh sepuluh kilo sabu ... Kamu punya?” Dengan entengnya aku bertanya.

Ha ha ha ... Mana ada? Gak punya, bro ... Paling beli ke si boss ... Emang, mau diapain itu sabu ...?” Sahutnya sembari tertawa yang diakhiri dengan bertanya.

“Ada yang butuh ... Gimana kalau aku beli? Tapi jangan mahal-mahal ...” Kataku sedikit berharap. Kulihat mata Burhan membelalak seperti tak percaya dengan ucapanku barusan.

Emang kamu punya budget berapa? Satu kilonya di sini enam ratus juta ...” Papar Irwan.

“Waduh ... Bisa kurang gak? Dikit aja ... Biar ada ongkos lelah ...” Aku coba menawar.

Susah bro ... Apalagi kalau dia lagi seneng ... Gak bakalan dapet ditawar ...” Jawab Irwan yang membuatku lemas.

“Ah, ya sudahlah ... Ok, deh Wan ... Besok aku telpon lagi ...” Kataku pupus harapan.

Okay ...!” Sahut Irwan dan langsung mematikan hubungan teleponku.

“Si Irwan gak punya ...” Aku menatap Burhan yang masih saja membulatkan matanya. Di sana, Burhan tampak mengernyit menatapku seperti mencurigai sesuatu.

“Tadi serius? Tadi kamu bilang mau beli sabu sebanyak itu?” Tanya Burhan dengan tampang serius. Kemudian Burhan menggeser duduknya lebih dekat padaku.

“Iya ...” Jawabku sambil menatap balik padanya.

“Jangan bilang kalau kamu pernah bekerja dengan si Hans sialan itu ...!” Burhan berkata padaku dengan nada tidak senang. Aku bisa membaca ucapan dan gesture Burhan, kalau ia sangat membenci mantan boss-nya.

“Aku bekerja pada Irwan bukan pada Hans ... Aku sendiri belum pernah bertemu muka dengan orang yang bernama Hans ...” Ucapanku sukses membuat wajah tegang Burhan mereda. “Lagian, kenapa akang seperti membencinya?” Tanyaku kemudian.

“Sangat ... Aku sangat membenci si Hans ... Istriku diambilnya ... Istriku dijadikan pelacurnya ...” Ada guratan kemarahan pada diri Burhan, rahangnya mengeras, kedua tangannya mengepal, menahan gejolak di dadanya.

“Oh ...” Responku sangat terkejut. Pantas ia sangat membenci mantan boss-nya itu.

“Aku harap ... Kamu jauhi si Hans ... Karena aku sudah menganggapmu saudara ...” Ucapnya pelan sambil menggeser tubuhnya lagi agak menjauh.

“Ya ...” Jawabku singkat sambil memegangi bahunya. Mata Burhan redup dan menyedihkan hingga aku ikut merasakan kesedihannya.

Kami pun melanjutkan obrolan dengan mengganti topik pembicaraan. Kali ini aku merasa enggan beranjak. Meski kopi yang agak berkurang itu telah menjadi dingin. Entah kenapa aku merasa betah berlama-lama di sini. Walau ramai namun tetap terasa asik. Minuman beralkohol pun mulai dipesan dan satu per satu ditenggak sambil ditemani beberapa orang wanita yang biasa mangkal di tempat itu. Sambil menenggak minuman obrolan antara aku dan wanita-wanita penghibur pun terus mengalir dan gelak tawa mulai membahana. Sampai akhirnya kantukku datang sendiri. Aku pun memutuskan untuk tidur sendiri saja di kamar yang disediakan Burhan.​

-----ooo-----

Author Pov

Desahan dan erangan nikmat bersahutan di sebuah kamar hotel berbintang di kawasan pusat kota Bandung. Di kamar hotel inilah Hans, Tari dan Tika berada. Mereka bertiga tengah bergelut melakukan sebuah aktivitas yang memabukkan. Keadaan mereka bertiga pun sudah tanpa busana. Dan yang jelas, kedua wanita itu takluk di bawah kendali pria tampan tersebut.

"Sssshhh ... Aahhh ...! Getarannya terlalu kuat ... Ooohhh ..." Ujar Tika sambil mendesah. Dia tengah duduk dengan kaki mengangkang.

"Uuhhh ... Kau terlalu cepat menggerakannya ... Ssshhh ... Aahhhh ..." Ujar Tari. Sama seperti Tika, Tari tengah duduk dengan kaki mengangkang. Tubuhnya condong ke belakang dengan kedua tangan sebagai penopang.

“Nikmati saja, sayang ...!” Ujar Hans menjawab ucapan kedua wanita di depannya. Kedua tangan pria itu sibuk menggerakan vibrator di dalam vagina Tika dan Tari.

Tika dan Tari sampai merem melek merasakan vagina mereka diganjal vibrator yang bergetar hebat. Hans menyetel getaran vibrator itu dengan kecepatan maksimum yang membuat Tika dan Tari terus menggeliat tidak nyaman. Merasakan getaran vibrator di dalam vagina saja sudah membuat Tika dan Tari gelinjangan, dan Hans malah menggerakannya keluar masuk. Itu membuat mereka berdua semakin tidak tahan dan ingin keluar.

"Aahhh ... Aahhh ... Aahhh ... Sayanghh, aku tidak kuat lagihh ... A-aku ingin kelu-AAAAHHHHHHH...!” Belum juga Tari selesai bicara, dirinya sudah orgasme. Cairan cintanya menyembur semakin membasahi vibrator yang masih berada di dalam vaginanya.

"Sa..saayyaangghh ... Aku sampai! AAAHHHHHHH...!” Selang beberapa detik kemudian, Tika juga mencapai orgasme, tubuhnya menegang dengan paha merapat.

BRUK!

Tika menjatuhkan tubuhnya mengikuti Tari yang sudah dulu berbaring, dan nafas dari kedua wanita cantik itu terengah dengan wajah tersenyum senang. Mata mereka terpejam sementara dada keduanya naik turun seiring dengan nafasnya yang ngos-ngosan. Tari dan Tika berbaring pasrah sambil mengangkang lebar menunggu serangan Hans selanjutnya.

Melihat kedua wanita di depannya sudah mencapai puncak kenikmatan, Hans mematikan getaran vibrator. Pria itu mencabut vibrator yang ada di dalam vagina Tika dan langsung membuka paha wanita berdada bundar itu lagi. Tanpa ingin menunggu lama, Hans mengarahkan penisnya pada vagina Tika. Lalu, penis besar dan panjang itu tenggelam ke dalam vagina Tika tanpa kesulitan yang berarti.

"Aahhh ... Enaakk ..." Ujar Tika saat benda tumpul dan panas milik Hans memasuki dirinya.

"Aahhh ... Vaginamu sangat hangat ..." Ucap Hans saat dinding vagina Tari menjepit penisnya.

"Sssshhh ... Aahhh ... Aahhh ... Aahhh ... Kontolmu juga nikmat Hans, lebih nikmat dari vibrator itu, emmhhsss ..." Ujar Tika vulgar sambil mendesah saat Hans mulai menggerakan pinggulnya. Payudara Tika mulai bergoyang mengikuti irama sodakan Hans di bawah sana. Tika merasakan tubuhnya seolah melayang-layang dibuai oleh kenikmatan, ketika penis besar dan panjang itu mulai menggesek-gesek lorong vaginannya.

Selagi Hans menyodok vagina Tika, pria itu melihat ke samping di mana Tari berbaring dengan mata tertutup dan nafas yang masih sedikit terengah. Lalu dengan seringai senangnya, Hans memegang vibrator yang masih terbenam di dalam vagina Tari.

"Aaaaaaahhh ...! Saayyaangghh ... I..itu terlalu cepat .... Ouhhh ..." Tari kaget saat vibrator di dalam vaginanya kembali bergetar, kali ini terasa lebih cepat dari yang tadi membuat Tari mencengkeram sprai dan merapatkan pahanya.

"Nikmati saja ...! Kau jarang kan merasakan vibrator yang mengobrak-abrik vaginamu?" Ujar Hans sambil menekan vibrator agar masuk lebih dalam pada vagina Tari.

"Ta-tapi getarannya terlalu kuat ... Sssshhh ... Ooohhh ... Eemmhhsss ..." Erang Tari yang merasa kegelian namun perlakuan Hans tersebut telah sukses menjerumuskannya ke dalam bara api kenikmatan yang sangat sulit untuk ditolak.

Selagi menekan vibrato pada vagina Tari, gerakan pinggul Hans tidak berhenti. Dia masih menggenjot Tika yang berbaring di bawahnya. Penisnya dengan gagah perkasa mengaduk-aduk, mengorek, dan menggaruk vagina Tika, membuat si pemilik vagina semakin mendesah-desah kenikmatan.

"Uuhhh ... Lebih cepat Hans ... Tusuk memekku lebih dalam ... Oohhh ... Sssshhh ... Aahhh ... Aahhh ... Aahhh ..." Pinta Tika sambil mendesah. Vaginanya ingin merasakan lebih.

Jika tangan kanan Hans memegang vibrator yang berada di dalam vagina Tari, maka tangan kirinya meremas dengan gemas payudara kenyal milik Tika. Dengan mata terpejam, Tika melengkungkan tubuh, menyukai kenyataan bahwa puncak payudaranya mengeras karena tangan pria itu.

"Sesuai permintaanmu Tika ..." Jawab Hans. Tidak menunggu lama, gerakan pinggulnya bertambah cepat dan membuat tubuh polos Tika terhentak.

"Oohhh ... Yah ... seperti itu sayang ... Aaahhh ... Aaahhh ... Aaahhh ... Uuuhhh ...!" Ujar Tika sambil mendesah nikmat.

Jika tubuh polos Tika terus terhentak karena sodokan Hans, maka tubuh polos Tari menggelinjang seperti cacing kepanasan, hal itu karena vibrator di dalam vaginanya terus bergetar dengan kuat. Hans menyeringai senang melihat tubuh telanjang Tika dan Tari. Tika dengan sodokan penisnya, dan Tari dengan vibrator di dalam vaginanya. Kedua wanita yang berbaring bersebelahan itu terus mendesah dengan erotis. Hans terus memberikan kenikmatan kepada kedua wanita itu dengan terus memainkan senjata dan kekuatannya. Pria tampan itu memang piawai dalam menaklukan wanita di atas ranjang.

"Oohhh ... Hans, ssshhh ... Aaahhh... A-aku tidak kuat lagi ... Aku ... Aka-AAAAAAAHHHHHHHHH ..." Dan lagi, belum sempat Tari selesai bicara dia sudah Orgasme. Tubuhnya menegang sambil menikmati orgasme yang dia dapatkan.

"Sssshhhh ... Aku juga hampir sampai Haannsss ... Ooohhh ... Aaahhh ... Aaahhh ... Aaahhh ..." Desah Tika yang tak mau kalah.

"Nikmatilah ... Uuuhhh ...!" Hans sudah mencabut vibrator di dalam vagina Tari maka dari itu, sekarang dia bisa fokus pada Tika.

Dimulai dengan memegang pinggul Tika, Hans semakin cepat dan keras menghentakan pinggulnya dan Tika menerimanya dengan senang hati. Rasanya lebih nikmat saat Hans menghujam vaginanya dengan cepat dan kuat. Tika benar-benar merasakan kenikmatan dari gerakan penis besar Hans yang keluar masuk vaginanya yang semakin basah.

"Oouuhhh ... Sssshhh ... Aaahhh ... Aaahhh ... Aaahhh ... A-aku sampai ... AAAAAHHHHH ...!" Kedua payudara Tika membusung saat dirinya mencapai orgasme, dan di bawah sana, cairan cintanya menyembur membasahi penis Hans.

Hans pun memperlambat pompaannya bahkan beberapa detik berselang berhenti sama sekali. Dinding vagina Tika berkedut-kedut, dirasakan oleh Hans seperti sedang meremas-remas penisnya. Setelah reda kedutan nikmat itu, Hans mencabut penisnya. Dia menoleh ke samping di mana Tari berbaring di sebelang Tika. Lalu Dengan pelan Hans mengubah posisi Tari yang berbaring terlentang menjadi doggy style. Tari menurut saat Hans membalikan tubuhnya. Wajah Tari tersenyum senang karena sekarang giliran dirinya merasakan genjotan penis Hans pada vaginanya.

"Kau siap Tari?" Tanya Hans.

"Aku tidak akan puas sebelum merasakan penismu masuk ke dalam vaginaku .... Jadi, berhenti bicara dan lakukan tugasmu ..." Ucap Tari dengan nada bercanda.

Hans menyeringai mendengar ucapan Tari, dengan senang hati dia akan melakukannya. Dan dimulai dengan menggesekan ujung penisnya pada lipatan vagina Tari. Hans menekan pinggulnya dengan keras sehingga seluruh penisnya masuk ke dalam vagina Tari.

BLEEEESSS!

"Aahhh ...! Nikmat ...!" Ujar Tari saat penis Hans masuk ke dalam vaginanya. Rasanya sangat penuh dan hangat.

Hans memulainya dengan gerakan pelan dan lembut membuat Tari terbuai, tetapi setiap detiknya kecepatan pinggul Hans bertambah membuat Tari mendesah keras.

"Oohhh ... Ssshhh .... Nikmat sekalihh ... Aahhh ... Aahhh ... Aahhh ... cepat, lebih cepat lagi ..." Pinta Tari sambil mendesah.

Tentu saja Hans menuruti ucapan Tari. Gerakannya bertambah cepat dan keras sampai tubuh Tari yang menungging terhentak kasar. Melihat dua orang di sebelahnya yang asik dengan kegiatan mereka, Tika tersenyum nakal. Dirinya mengambil tempat di samping kiri Tari lalu menungging sama seperti Tari.

"Hans, gunakan ini dan puaskan aku." Pinta Tika sambil menyerahkan vibrator pada Hans.

Seringai Hans melebar melihat dua wanita seksi tengah dalam posisi doggy style di depannya. Yang satu sedang ia genjot dan satu lagi meminta dipuaskan dengan vibrator.

"Baiklah ...!" Jawab Hans. Dia mengambil vibrator yang disodorkan padanya dan memasukan vibrator itu ke dalam vagina Tika.

SLEEEEPP ....!

"Uuuhhh ..." Tika melenguh saat vaginanya dimasuki vibrator, lalu saat Hans menyalakan getaran vibratornya, Tika mendesah keras membuat kamar yang mereka gunakan semakin ramai.

"Oooohhh ... Kontolmu menyentuh rahimku Hans ... Aaahhh ... Aaahhh ... Aaahhh ... nikmat, nikmat sekalihh ... Oouuuhhh ..." Ujar Tari sambil mendesah.

"Kuat, getarannya terlalu kuat ... Eemmhhh ... Aahhh ... Aahhh ... Aahhh ... Aahhh ...!" Desah Tika dengan wajah senang.

Dan pergumulan panas pun terus berlanjut. Berbagai gaya mereka lakukan seperti Hans berbaring sementara Tika dan Tari di atas. Tika menggerakan tubuhnya naik turun dengan penis Hans di dalam vaginanya dan Tari yang mengarahkan vaginanya pada mulut Hans dan meminta pria itu menggunakan lidahnya untuk mengobrak-abrik vagina Tari. Tidak hanya itu, mereka juga melakukan gaya doggy style di mana Tika menungging dan Hans bergerak di belakangnya, lalu Tari duduk dengan kaki mengangkang di depan Tika dan tentu saja Tika menggunakan lidahnya untuk memanjakan vagina Tari. Dan yang jelas mereka bertiga menghabiskan malam ini untuk saling memuaskan.​

-----ooo-----

Denta Pov

Mataku terbuka, pedih dan silau, termakan cahaya yang masuk melalui jendela kamar lalu menyebar ke setiap sudut mataku. Aku bangkit berdiri dengan rasa keengganan meninggalkan kasur, tempat yang menurutku sangat nyaman dan hangat. Kurenggangkan otot-otot di sekujur tubuh sejenak, sedikit streching untuk menghilangkan rasa pegal. “Kreek!” Begitu bunyi leher dan punggungku ketika direnggangkan. Aku lihat jam di smartphone-ku, aku pun agak terkejut karena telah menunjukkan pukul 13.10 siang. Aku geleng-geleng kepala, ternyata aku tidur sangat lama.

“Sial ...!” Gumamku sambil memeriksa alat komunikasi pipihku. Untungnya tak ada kabar atau pesan yang penting.

Dengan segera aku mandi lalu turun ke bawah. Dugaanku sangat tepat, di bawah sudah ada Burhan yang sedang menikmati rokok dan kopinya di ruang tamu rumahnya. Aku hampiri temanku itu dan duduk di sampingnya.

“Tidurmu nyenyak sekali, lur ... He he he ...” Ucapnya sambil menatapku.

“Emang ... Beberapa hari ini, aku kurang tidur ...” Sahutku sambil mengambil gelas berisi kopi yang masih penuh namun sudah dingin.

“Bikin sana yang baru ... Itu kopi dari pagi ...” Kata Burhan tapi tak aku hiraukan. Aku minum kopi itu sampai setengah gelas. Kemudian aku keluarkan rokok dari dalam saku dan membakarnya. “Si Irwan datang ke sini.” Lanjut Burhan yang sukses membuatku terhenyak.

“Lah ... Terus dia kemana?” Tanyaku agak heran.

“Semalam ngamar sama cewek sini ... Kayaknya dia juga capek sepertimu ... Dia belum bangun ... Ada di kamar atas ...” Jelas Burhan sembari menghisap rokoknya lagi.

“Tadinya aku mau pulang ... Tapi ... Kayaknya aku tunggu si Irwan bangun dulu ...” Kataku dengan agak lesu.

“Ya ... Sebaiknya kamu tunggu dia bangun dulu ... Ada informasi yang perlu kamu ketahui ...” Ujar Burhan yang membuatku jadi penasaran.

“Informasi? Informasi apa?” Tanyaku lagi.

“Mending kamu denger sendiri dari si Irwan ... Biar akurat ...” Kata Burhan sambil menepuk-nepuk pahaku.

Burhan benar-benar membuatku sangat penasaran, tapi rasanya aku harus bersabar karena Burhan tetap tidak ingin mengatakannya walaupun aku memaksa. Untuk menghilangkan rasa gelisah, aku nyalakan televisi yang ada di depanku, mungkin ada berita bagus. Aku saksikan berita nasional yang didominasi oleh berita penangkapan polisi pada pengedar narkoba. Sayang sekali, polisi hanya berhasil menangkap pengedar kecil sementara para gembongnya seperti luput dari jangkauan mereka.

“Polisi gak akan berani nangkep kepalanya ... Yang ditangkep ekornya saja ... Itu mah lagu lama ...” Tiba-tiba terdengar suara Irwan dari arah belakangku.

“Tumben ... Main ke sini ...?” Tanyaku dengan tidak membalikkan badan. Aku tetap fokus pada layar kaca yang sedang memberitakan pembakaran narkoba oleh pihak kepolisian.

“Itu yang dibakar hanya sebagian kecil saja ... Mereka pun sebenarnya berdagang dengan mafia-mafia kelas kakap ... Barang bukti itu mereka jual dengan harga yang sangat murah ... Kalau kamu berani, beli saja pada mereka ... Dijamin harga miring ...” Papar Irwan yang sukses membuatku menoleh kepadanya.

“Serius???” Tanyaku heran sekaligus terkejut. Entah kenapa aku tertarik dengan ucapan Irwan barusan.

“Serius lah ... Kalau mau, beli saja pada mereka ... Tapi akan sangat susah ... Jangan-jangan kamu yang akan diciduk ...” Jawab Irwan sungguh-sungguh.

“Bantulah ...!” Aku memohon.

“Aku gak sanggup ... Terlalu berat barikadenya ... Bukan orang sembarangan yang bisa masuk ke lingkaran itu.” Ujar Irwan sambil geleng-geleng kepala.

“Wan ...” Tiba-tiba Burhan datang dan langsung memberikan kode kepala kepada Irwan. Mau tak mau aku pun menatap Irwan menunggu suatu yang penting.

“Sudah ... Ini lagi diobrolin ...” Sahut Irwan lalu mengambil bungkusan rokokku di meja dan mengambil sebatang kemudian membakarnya.

“Ta ... Kakek kamu kan polisi terkenal ... Siapa tau ada kenalannya yang bisa bantu kita ...” Ucap Burhan yang sedari tadi merahasiakan berita ini padaku.

“Urusan dengan kakek mah akan berabe ... Tapi, aku punya kenalan polisi ... Siapa tahu dia bisa bantu ...” Kataku yang baru saja menyadari ada peluang untuk merealisasikan pemikiran Burhan barusan.

“Nah ... Itu yang aku maksud ... Mumpung pembeli masih percaya samaku ... Dan menunggu barangnya ...” Sambung Burhan dengan nada khawatirnya.

“Kalau pembeli ... Aku juga punya chanel ... Masalahnya, apakah kita bisa ngeluarin barang yang ada di polisi.” Tandas Irwan semakin membuatku antusias.

“Siap ... Siap ... Mari kita laksanakan ...!” Kataku sambil mengangkat kepalan tangan.

“Ini yang aku suka dari kamu ... Selalu yakin ... He he he ...” Ucap Irwan sambil terkekeh.

“Tapi ... Kenapa kamu seperti orang kurang makan? Kelihatannya lemes sekali ...” Tanya Burhan pada Irwan sambil menggoyang-goyangkan bahu pemuda itu.

“Aku lagi kesel ... Si boss selalu saja nyerobot ...!” Keluh Irwan dengan muka kecewanya.

“Cewek?” Tanya Burhan.

“Hu uh ...” Jawab Irwan sambil mengangguk.

“Boss-mu itu emang kudu dipotong kontolnya ... Gedeg pisan ...” Burhan mengeluarkan kekesalannya.

“Bingung, kang ... Aku masih butuh dia ... Tapi, kalau kita bisa jebolin gudang polisi ... Aku juga mau keluar dari komplotannya ...” Kata Irwan sambil mengeluarkan smartphone-nya. Tampak dia sedang memandangi sebuah foto wanita di layar smartphone itu dengan mata sayu.

“Hah ...!!!” pekik Burhan tiba-tiba dengan mata membulat mengarah pada layar smartphone milik Irwan. “Gak salah ...???” Lanjutnya dengan nada terkejut sangat.

“Apa yang salah?” Kini giliran Irwan yang terkejut. Matanya menatap lurus ke wajah Burhan yang masih tampak tak percaya dengan penglihatannya.

Aku pun jadi tertarik dengan kelakuan mereka. Aku geser tubuhku mendekati Irwan. Sontak saja aku pun ikut terkejut saat melihat foto wajah yang ada di layar smartphone Irwan. Aku coba mengedipkan mataku, sekali, dua kali, sampai ketiga kalinya, masih tidak berubah. Sangat jelas aku melihat wajah Tika di sana. Untuk beberapa saat aku terus memandangi foto tersebut sambil berusaha menentramkan hati yang mulai memanas.

“Itukan ...??? Denta ...???” Ucap Burhan yang sukses membuyarkan fokusku untuk menentramkan hati. Tiba-tiba saja aku merasakan sesak di dada. Aku menarik nafas, sepertinya tekanan darahku naik dan darahku mulai mendidih.

“Eh ... A..aku ti..tidak ...” Belum sempat Irwan menuntaskan ucapannya, aku sudah mengulurkan tangan dan meraih kerahnya, lalu mengangkat tinggi Irwan dengan kedua tanganku.

“Berani menyentuh perempuan itu ... Berarti urusan denganku ...” Geramku dengan suara ditekan. Aku sudah tidak peduli dengan pertemanan yang sudah terjalin lama. Ini masalah harga diri. Aku harus menjaganya sampai titik darah penghabisan.

“Ta ... A..aku ...” Katanya lagi tidak tuntas karena keburu aku lempar tubuh Irwan hingga melayang melewati meja. Tubuhnya jatuh di atas sofa lalu berguling ke lantai saking kuatnya lemparanku.

“Ta ... Sabar ... Sabar ...! Tahan emosi ...!” Burhan langsung berhambur menjaga tubuhku yang hendak merangsek Irwan.

“Ta ... Aku tidak menyentuhnya ... Jangan salah paham ...!” Ucap Irwan sambil bangkit. Wajah pengecutnya sangat pucat dan tubuhnya terlihat sangat gemeteran.

“Ta ... Santai ... Tarik nafas dulu ... Benar, yang salah bukan Irwan tapi boss-nya ...” Ucapan Burhan sukses membuat amarahku mereda. Memang kalau dipikir-pikir Irwan berhak menyukai Tika. Bahkan siapa pun berhak menyukai wanita itu. Aku pun duduk dengan membantingkan pantat agak keras di sofa. Kuatur nafas agar amarahku mereda.

“A..aku gak tau ... Ka..kalau dia cewek kamu, Ta ...” Ucap Irwan lagi masih terbata-bata. Dia berdiri agak jauh dariku masih dengan badan gemetaran. Aku pun gemetaran namun aku sedang menahan emosi.

“Oke ... Oke ... Ini cuma salah paham ... Ta, minta maaf sana ...!” Ucap Burhan dengan nada sedikit keras.

“Sorry ...” Kataku lemah asal syarat saja.

“Nah ... Kalau begini jelas ... Kalau kita punya musuh yang sama ... Ha ha ha ...” Burhan tertawa terbahak-bahak seperti merasa senang kalau aku dan Irwan mulai membenci orang yang bernama Hans.

“Ta ... Sorry banget ... Karena aku gak tahu kalau dia cewek kamu ... Dan emang, aku gak sempat menyentuhnya ...” Kata Irwan mengutarakan pembenarannya.

“Terus dia dimakan boss kamu kan?” Tanyaku agak menyentak dan dijawab dengan anggukan kecil.

“Sudah, Ta ... Apa daya kita ini ... Aku juga dari dulu ingin sekali membalas dendam ... Tapi aku gak punya kekuatan ... Modal nekad doang pasti mati konyol ...” Ungkap Burhan yang terus menasehatiku.

“Kita bales dengan ngentotin bini dan anaknya ...” Kataku mencelos begitu saja dari mulutku.

“Dia itu gak punya bini sama anak ...” Ucap Burhan sambil menggeser duduknya karena Irwan mulai berani duduk di dekatku. “Dia orangnya gemar ngumpulin harem ... Ada kali lima puluh cewek peliharaannya ... Tapi emang dia pelihara bener-bener selain jadi mainannya ... Semua haremnya hidup makmur ... Termasuk mantan istriku ...” Terang Burhan panjang lebar.

“Selain itu, dia sangat posesif sama semua haremnya ... Dia gak rela kalau wanita-wanitanya diganggu apalagi bernai nyolek ... Urusannya nyawa ... Pernah sepupunya ada main dengan salah satu wanitanya ... Gak segan-segan ditembak kepalanya ...” Irwan menyambung ucapan Burhan.

“Bagus kalau begitu ... Dia bakalan habis ...!” Kataku sambil menonjokkan kepalan tangan kananku ke telapak tanganku yang lain.

“Maksudnya?” Tanya Irwan heran.

“Masukan aku ke kelompokmu saja ... Selebihnya aku yang bermain di sana ...” Kataku dengan raut muka beringas.

“Wow ... Wow ... Jangan bermain-main dengan apa, lur ... Bahaya ...” Burhan coba memperingatiku.

“Tenang saja ... Aku akan bermain cantik di sana ...” Kataku penuh keyakinan.

“Ta ... Serius?” Tanya Irwan terdengar sangat menyangsikan kemampuanku.

“Santai ... Wan ... Ikuti saja permainanku dan aku jamin kita bisa menang banyak di sana ... Percayalah ...!” Kataku sambil melempar senyum pada temanku itu.

Irwan dan Burhan saling pandang seolah mereka sangat tidak yakin dengan rencanaku. Tapi akhirnya mereka menyetujui kalau aku akan masuk ke sarang komplotan gembong mafia itu. Tentu saja, kejadian ini aku anggap kalau Hans telah menyulut api permusuhan terhadapku. Diluar orang itu salah atau tidak, bagiku orang semacam Hans terlalu angkuh dengan kekuasaan. Dengan seenaknya bisa menguasai kehidupan seseorang, dan orang semacam itu layak untuk dilenyapkan. Akhirnya aku membuat komitmen bersama Irwan dan Burhan. Ada keuntungan finansial yang akan didapat dari rencanaku ini. Aku berkomitmen segala keuntungan itu akan aku bagi rata bertiga. Walau masih terlihat ragu, Irwan dan Burhan pun akhirnya mendukungku untuk ‘bermain’ di dalam tubuh komplotan tersebut.​

-----ooo-----

Author Pov

Petang yang indah, warna kuning lembayung yang kini mewarnai petang sore. Dua orang wanita cantik sedang asik mengobrol di sebuah gazebo kecil di halaman belakang rumah megah. Wajah mereka begitu bahagia seolah tanpa ada sedikit pun beban di fikiran mereka. Obrolan mereka ditemani teh hangat di tangan masing-masing. Tak ada kesedihan, apalagi tangis, seperti yang pernah ditunjukan Dewi tatkala dirinya terjerat kasus pembunuhan terhadap suaminya.

“Aku sama sekali gak inget ... Kenapa aku dianggap gila?” Ungkap Dewi sembari tersenyum lucu mengingat dirinya dianggap gila oleh aparat kepolisian. Namun dengan begitu, ia terbebas dari tuntutan hukum.

“Lah ... Yang ngalamin sendiri gak inget ... Apalagi orang lain ...?” Sahut Isah yang juga masih kebingungan dengan kejadian yang menimpa Dewi.

“Hhhhmm ... Apa ini ulah Denta ...?” Kata Dewi yang memang merasa curiga terhadap pemuda itu lantaran ia teringat kalau Denta sangat yakin bisa mengatasi permasalahannya.

“Denta??? Maksudnya???” Tanya Isah semakin bingung.

“Aku masih ingat ... Dulu dia ujug-ujug menyuruhku pergi dari rumah karena polisi sedang mencariku, dan benar sehari setelahnya aku ditetapkan jadi tersangka ... Kalau dipikir-pikir, dari mana dia tahu kalau aku sedang dicari-cari polisi ... Terus, malam itu ... Ya, dia bicara kalau dia bisa menolongku ... Bagaimana bisa, ternyata dia bisa menyelamatkan aku?” Papar Dewi dengan dahi mengkerut.

“Memang sangat mencurigakan ...” Isah pun mengakui keganjilan sepak terjak Denta seperti itu.

“Dan sekarang ... Aku punya janji sama dia ...” Ungkap Dewi sambil mengulum senyum. Entah kenapa tiba-tiba hatinya berdesir hangat saat mengingat pemuda itu.

“Janji??? Janji apa???” Lagi, Isah bertanya kebingungan. Tangannya menggaruk rambutnya sedangkan keningnya mengkerut bingung.

“Aku berjanji ... Jika aku selamat, aku akan menjadi pelayan dia ... Aku akan mengabdikan diriku padanya ...” Ungkap Dewi masih dengan kuluman senyumnya.

“Apa??? Serius tuh??? Sebentar, Wi ... Kamu gak berpikir kalau kamu selamat itu bukan karena usahanya ... Bagaimana kalau kamu selamat karena dirimu sendiri???” Tanya Isah dengan intonasi agak meninggi.

“Aku gak peduli ... Aku akan tetap mengabdi padanya ...” Sahut Dewi ringan. Memang dirinya sudah tidak peduli dengan itu. Baginya kalau selamat dia akan tetap memenuhi janjinya itu.

“Duh ampuuunnn ...! Kamu jadi saingan aku dong ...?!” Ucap Isah agak kesal.

“Saingan? Maksud kamu?” Kini giliran Dewi yang terperanjat. Dewi menatap Isah tajam-tajam, matanya mencorong terang seperti ingin mengebor isi kepala wanita di depannya.

“Hah ... Ya sudahlah ... Aku sama Denta sudah seperti laki bini ... Aku menyukai si Denta sejak lama ... Dan aku baru beberapa hari yang lalu jadian ...” Ungkap Isah tanpa ragu sedikit pun dan Isah memang orangnya ceplas-ceplos.

“Oh ...” Dewi mendesah kaget dengan menutup mulutnya.

“Hi hi hi ... Anak itu emang maniak, Wi ... Tapi permainannya bikin aku klenger ... Emang anak itu harus punya banyak bini ... Kalau seorang saja, bininya akan mati kehabisan tenaga ...” Kata Isah tanpa tendeng aling-aling.

“Oh ... Begitu ya ...” Ucap Dewi yang kini pipinya memerah. Mendengar ucapan Isah seperti itu membuat gairah Dewi muncul. Gairah yang sudah lama tak tersalurkan kini muncul kembali.

“Ya, Wi ... Lebih baik kamu mundur saja ... Gak usah menuhin janji ... Hi hi hi ...” Kata Isah setengah bercanda. Dewi pun mendelik sambil memasang wajah cemberut.

“Gak ah ... Aku harus nepatin janji ...” Jawab Dewi sangat yakin.

“Nepatin janji atau pengen ngerasain kontolnya ... Hi hi hi ...” Isah tertawa terbahak-bahak.

“Ihk ... Kamu ... Isah ...!!!” Pekik Dewi semakin merah saja pipinya.

Isah pun menceritakan kejadian yang baru saja ia alami bersama Denta secara rinci kepada Dewi. Perbincangan mereka semakin seru dengan diselipkan canda dan tawa. Perlahan tapi pasti, Dewi semakin terobsesi oleh Denta gara-gara cerita Isah yang menggebu-gebu. Tentu saja hal ini membuat keinginan untuk bercinta dengan Denta begitu besar dan ingin sekali ia wujudkan.

“Telepon dia, Sah ...” Pinta Dewi sedikit malu-malu.

“Hadeuh ... Jadi pengen ya ...?” Goda Isah sembari mengeluarkan smartphone barunya.

“Ihk ... Kamu juga kan?” Balas goda Dewi.

“Hi hi hi ...” Isah hanya tertawa lirih. Tak lama Isah menghubungi nomor telepon Denta. Nada sambung pun berbunyi.

"Denta ...!" Isah langsung berseloroh cepat sesaat sambungan teleponnya diangkat Denta di seberang sana.

Ya sayang ...” Canda Denta.

“Kamu di mana? Ini Dewi pengen digarukin ...” Kata Isah tetap dengan nada pedas namun bercanda.

Ha ha ha ... Ada-ada saja ... Garukin sendiri dong ... Masa harus sama aku ...?” Jawab Denta.

“Pengennya sama kamu katanya ... Yang gatel memeknya ...” Seloroh Isah lagi.

“Isah ... Ihk ...!” Dewi memekik protes namun bibirnya tetap tersenyum.

Hah ... I..iya ... Aku sebentar lagi sampe ... Ini sedang menuju situ ...” Jawab Denta terdengar gugup sekaligus bersemangat.

“Dasar otak mesum ... Buruan ...!” Kata Isah dan langsung memutuskan hubungan teleponnya.

“Kamu itu kalau ngomong gak pake rem ...” Dewi protes lagi.

“Hi hi hi ... Mending bicara seperti itu ... Biar dia gak mampir ke sana ke mari ... Lebih baik kita sambut dia ...” Kata Isah dengan senyum genitnya.

“Sambut ...? Sambut gimana ...?” Tanya Dewi tak mengerti maksud Isah.

“Ayo ah ...!” Isah pun berdiri lalu menarik tangan Dewi untuk mengikutinya.

Tidak lama berselang kedua wanita itu pun tiba di kamar tidur si empunya rumah. Mereka sudah membayangkan romansa-romansa mereka, kegenitannya, dan berbahagia untuk menyambut lelaki yang mereka hayalkan. Dewi dan Isah benar-benar mempersiapkan diri dengan membersihkan diri dan berdandan seksi serta memberikan wewangian yang segar dan sensual. Saat itu mereka merasakan gairah yang belum pernah mereka miliki sebelumnya.​

-----ooo-----

Denta Pov

Sore itu matahari sudah mulai redup, ditambah banyaknya pohon rindang di sepanjang jalan, semakin membuat keadaan bertambah gelap. Batu-batu besar tersebar sepanjang jalan hingga mobilku tidak bisa melaju dengan tenang. Jalanan yang kulalui dalam keadaan buruk. Selain menjadi tidak leluasa untuk memacu mobilku dalam kecepatan tinggi, tapi juga membuat tubuhku rasanya remuk dan nyeri. Jalan ini sungguh memerlukan sentuhan pemimpin yang peduli dengan rakyatnya.

Dengan kesabaran yang sangat tinggi, akhirnya aku sampai di rumah Dewi. Aku turun dari mobil kemudian mendekati pintu rumah yang tertutup. Satu helaan napas panjang kulesatkan bersamaan dengan telunjukku yang memencet bel rumah milik wanita cantik yang pernah kuhipnotis. Tak perlu dua kali kubunyikan bel yang ada di samping pintu berwarna krem itu, kini seoran wanita cantik lain sudah ada di depanku.

“Wow ...” Gumamku keluar begitu saja dari mulutku saat melihat penampakan yang luar biasa. Selain wajah imut menggemaskan, pakaian tipis menerawang itu merupakan trigger kejantananku bereaksi.

“Kenapa bengong ...? Ayo masuk ...!” Isah menarik tanganku namun yang kulakukan adalah memeluk tubuhnya yang hangat dengan merapatkan dadaku ke dadanya. Aku langsung membawa kepala Isah ke dalam rengkuhanku.

“Ehem ...” Sejatinya aku akan mencium bibir Isah namun suara itu membuat gerakan wajahku terhenti. Lagi-lagi mataku membola. Laki-laki mana yang mampu mengalihkan pandangan dari tubuh seksi itu.

“Hei ...! Masih bengong ...?” Isah memijit hidungku.

“Oh ... I..iya ...” Kataku dengan gejolak hasrat yang tinggi.

Aku pun melangkah di samping Isah mendekati Dewi yang sejak tadi berdiri dekat sofa. Mataku tak lepas dari wajahnya yang sungguh menawan. Tak lama aku hanya berjarak beberapa centi saja dari Dewi. Tanpa ragu aku letakkan kedua tangan di pinggul wanita itu sambil terus menatap matanya. Dewi pun mengalungkan lengannya di leherku.

“Kamu sudah sembuh ...” Lirihku dengan panggilan namanya. Wajahku hampir bertemu dengan wajahnya. Mata hitam kami saling bertemu.

“Terima kasih sudah menyelamatkanku ...” Dewi berkata mendesah dan pelan. “Kini aku akan menepati janjiku.” Lanjutnya lagi.

“Bagaimana kalau kita rayakan di kamar saja.” Tiba-tiba tangan Isah memisahkan tubuhku dengan Dewi.

“Setuju ...” Kata Dewi sambil tersipu malu.

Aku merangkul bahu kedua wanita ini sambil berjalan menuju kamar milik Dewi. Perasaan bahagia sekaligus liar itu membuncah di dalam diriku. Rangkulanku semakin erat saat aku merasakan aroma tubuh kedua wanita ini yang begitu menggoda, aroma manis nan lembut yang membuatku menjadi liar. Sesampainya di kamar, kami bertiga pun langsung naik ke atas tempat tidur. Aku benar-benar dimanjakan seperti seorang raja oleh Dewi dan Isah. Sensasi tersendiri bagiku melihat kedua wanita itu telanjang bulat, menyajikan pemandangan yang menyegarkan mata dan memanjakan hasratku.

Tak lama berselang, suara ciuman dan kuluman penis menghiasi kamar ini, Isah yang tak mendengar suara desahanku melihat ke atas, dan dia terus menghisap penisku dengan kuat, membuatku mendesah tertahan dalam aktivitas ciumanku dengan Dewi. Dewi terus melumat bibirku dengan mata terpejam, aku pun sama menikmati lumatan yang dilakukan Dewi dengan mata terpejam, mengerakan lidahku untuk mengadu lidah dengan Dewi. Penisku yang dalam kuluman Isah sudah tegang sempurna. Akibat kuluman pada penis, membuatku sangat bernafsu, tanganku mulai meremas kedua payudara Dewi.

"Mmhhhh ... Mmmhhh ... Puuaahhhh ..."

"Aaahhh ... Ssshhhhh ... Ssshhhhh ..."

Aku melepaskan ciuma dan terus mendesah karena hisapan kuat pada penisku, Isah semakin menghisapnya dengan kuat yang memberikan kenikmatan padaku. Tiba-tiba Dewi melepaskan remasan tanganku di payudaranya lalu menyodorkanya padaku untuk dihisap. Aku pun langsung menghisap payudara kanan Dewi, tangan kananku mulai menuju vagina Dewi, memasukan dua jariku ke dalam vaginanya lalu mengeluar masukan jariku di sana.

"Aaahhhh ... Aaahhhh ... Terus ... Aaahhh ... Aaahhh ..." Terdengar desahan Dewi menikmati rangsangan yang ia dapatkan dariku. Tanga Dewi meremasi rambutku agak kuat seolah untuk menyalurkan rasa nikmat yang ia rasakan.

Isah masih asik dengan penisku yang ada di mulutnya, lidahnya terus bergerak memberikan kenikmatan padaku, kepala Isah terus bergerak naik turun, tangannya juga memainkan dua telur yang menggantung. Aku merasa begitu nikmat diperlakukan seperti ini. Aku merasakan gelombang birahi menyala dan semakin menyala di dalam tubuhku, dan sepertinya kami sudah tak mampu menahan gelombang birahi kami masing-masing. Aku hisap terus puting susu Dewi dan jariku juga bergerak dengan cepat di vaginanya.

"Aahhhh ... Aahhhh ... Terus ... Sebentar lagi ... Aaahhhh ...” Dewi mendesah-desah memberiku tanda kalau wanita itu akan mencapai orgasmenya. Tak lama berselang, akhirnya Dewi berhasil menggapainya, badannya kejang dengan begitu dahsyatnya mempererat pelukan tangannya di kepalaku seakan ingin menyatukan tubuhnya denganku.

"Keluaaaarrrrr ...." Pekiknya.

“Crroooottt ...” Terasa sekali tanganku dilumasi cairan hangat yang keluar dari vaginanya.

Tiba-tiba, Isah melepaskan hisapannya lalu menegakkan tubuhnya dan memposisikan vaginanya di atas penisku yang sangat keras. "Aaahhhh ..." Terdengar desahan Isah saat penisku masuk ke dalam vaginanya. Dengan perlahan Isah menaik turunkan pinggulnya, membuat gesekan penis dan dinding vaginanya yang memberikan kenikmatan menjalar di seluruh tubuh.

"Aaahhhh ... Aaahhh ... Aaahhhh ..." Desah Isah dan Dewi secara bersamaan.

Aku yang mendapatkan kenikmatan yang diberikan Isah semakin menghisap payudara Dewi. Payudaranya semakin mengenyal dengan putingnya semakin keras tegak berdiri. Jariku pun terus bergerak di dalam vagina Dewi, membuat wanita cantik itu terus mendesah kenikmatan. Isah terus menaik turunkan pinggulnya, penisku selalu menabrak pintu rahimnya saat masuk. Isah meremas kedua payudaranya sendiri seakan ingin kenikmatan yang ia dapatkan bertambah.

"Aaahhh ... Aaahhh ... Enaakkhh ... Aaahh ..." Desah kedua wanita itu semakin keras.

Aku juga ikut mengerakan pinggul ke atas, agar Isah mendapatkan kenikmatannya secara maksimal. Sementara itu, jariku dalam vagina Dewi bertambah agresif dan terus keluar masuk untuk membuat Dewi segera mendapatkan puncaknya kembali. Aku berusaha membawa kedua wanita ini ke puncak kenikmatannya, dengan segenap tenaga aku bawa mereka naik dan naik menuju ke puncak kenikmatan mereka.

"Aaahhh ... Aaahhh ... Nikmat sangat ... Aaahh ... Nikmat ..." Erang Isah sambil memompakan dirinya di atasku.

"Aaahh ... Sebentar lagi ... Aaahhh ..." Ditimpali erangan Dewi sambil menekan-nekan kepalaku ke dadanya.

Goyangan Isah terasa semakin cepat. Aku coba melirik ke arah Isah. Tampak tanganya tak hanya meremas payudaranya sendiri tapi juga memelintir putingnya, kepalanya mendongak ke atas saat mendapatkan kenikmatan bercinta. Pada saat yang sama jariku seperti dijepit sesuatu yang lembut, jariku seperti disedot-sedot vagina Dewi.

"Aaaaaaaahhhhhhhhhhhh ...!!!"

Teriak dua wanita yang telah mendapatkan orgasmenya. Isah dengan wajah mendongaknya sambil melotot, Dewi memejamkan matanya dengan dada membusung ke depan membuat kepalaku semakin tenggelam dalam payudaranya. Tubuh kedua wanita itu saling mengejang beberapa saat.

Isah menyangga tubuhnya dengan kedua tangannya mengarah ke belakang. Aku sendiri yang belum keluar langsung menyampingkan tubuh Dewi, lalu mendudukan tubuhnya dan tanganku kemudian melingkar pada pinggul Isah. Aku gerakan pinggulku dengan kecepatan sedang membuat Isah kembali mendesah, langsung saja kedua lengan Isah melingkar pada leherku.

"Aaahhhh ... Aaahhh ... Saayyaanghh ... Aaahhh ..." Isah mendesah nikmat sambil menarik paksa kepalaku untuk mendekatinya. Langsung saja Isah menyambar bibirku, melumatnya untuk meredam desahan yang terus keluar dari bibir indahnya.

Dewi masih berbaring sambil mengatur nafasnya yang memburu setelah orgasme keduanya tadi. Setelah beberapa saat, Dewi bangkit lalu mendekatiku dan memelukku dari belakang, menempelkan payudara besarnya pada punggungku. Dewi menggelayut manja seakan meminta perhatian dariku. Tapi aku tak merespon Dewi yang memelukku dari belakang itu. Aku masih ingin terus menggempur vagina Isah, terus mengerakan pinggulku dengan cepat agar Isah segera mendapatkan orgasmenya lagi. Birahi yang makin memuncak membuat aku dan Isah terhanyut, tidak memperdulikan apa-apa lagi. Isah tampak masih berusaha memperlama waktu orgasmenya, namun akhirnya ia tak kuasa membendungnya, cairan hangat itu terasa menyiram penisku dan lenguhan panjangnya menandakan ia telah sampai.

"Mmmhhh ... Aaahhh ... Mmmhhhh .... Aaaaahhhhh ..." Isah akhirnya mendapatkan puncaknya kembali. Tubuhnya mengejang saat mencapai puncaknya, dan cairan cinta keluar dengan deras mengenai kepala penisku.

Isah pun jatuh terjerembab ke atas kasur setelah melepaskan pertautan kelamin kami. Kini giliran Dewi yang akan kuberikan kenikmatan bercinta. Aku suruh Dewi menaiki tubuhku. Wanita itu dengan senang hati mulai memposisikan tubuhnya, mensejajarkan vaginanya dengan penisku. Tanpa halangan yang berarti penisku pun tenggelam di lorong nikmat wanita cantik itu. Kini yang kurasakan adalah jepitan vagina Dewi terasa lebih longgar dibandingkan milik Isah.

Dewi mulai menggoyangkan pantatnya yang bulat padat, butir-butir keringat mulai membasahi tubuh kami berdua. Dengan liar Dewi terus mengenjot tubuhnya naik turun. Payudaranya yang montok bergoyang mengikuti gerakan naik turunnya. Tak lama, rintihan Dewi mulai berubah menjadi lenguhan dan erangan menandakan kalau ia sangat menikmatinya. Rasanya belum terlalu lama Dewi bergoyang di atasku, namun tubuhnya mengejang hebat dan ambruk di atas tubuhku.

“Aagh ... Arrhhk ... Aku sudah sam…pai ...” Rintihnya. Vaginanya menjepit dan menyedot penisku dengan kuat disertai dengan remasan tangannya di dadaku. Aku membiarkan Dewi meresapinya dan wajahnya agak memerah melepas orgasme yang baru didapatnya.

“Sayang ... Aku mau lagi ...” Terdengar Isah merajuk sambil memeluk tubuhku dari belakang.

"Kemarikan memekmu itu ... Akan aku puaskan dengan lidahku ..." Kataku sambil membaringkan tubuhku di atas kasur.

Isah langsung menuruti permintaanku, menaiki wajahku dan memposisikan vaginanya tepat di hadapanku. Posisi Isah saat ini berhadapan dengan Dewi. Lidahku mulai menjilati vagina Isah dan tak lama aku merasa Dewi sudah mulai lagi menggoyangkan pinggulnya. Dewi mendesah lagi karena goyanganya sendiri, sementara Isah mulai mendesah karena vaginanya aku jilati. Tangan Isah menuntun tangan kananku untuk meremas payudaranya, sambil terus menikmati jilatan pada vaginanya.

"Aahhhh ... Aaahhh ... Aaahhh ..."

Dewi semakin menaik turunkan pantatnya dengan kuat. Aku merasa jepitan dinding vagina Dewi semakin kuat. Aku pun ikut mengerakan pinggul ke atas. Jilatanku pada vagina Isah tak pernah berhenti. Saat aku menemukan sesuatu yang menjadi titik kelemahan Isah, langsung saja aku menggunakan lidahku untuk memberikan kenikmatan lebih pada Isah. Hampir sepuluh menit berselang, tiba-tiba semakin terasa jepitan dinding vagina Dewi menyempit dan meremas penisku. Tak lama Dewi mencapai orgasmenya kembali.

“Aargghh …… Sssttt …….. Oooohhh ……...” Lenguhan Dewi semacam raungan yang tertahan.

Dewi tak mampu menopang tubuhnya yang sangat lemas, wanita itu langsung menjatuhkan tubuhnya ke belakang dan membuat penisku keluar dari vaginanya. Sedetik kemudian, Isah langsung merendahkan tubuhnya dan mengulum penisku yang blepotan oleh cairan cinta Dewi. Tanpa merasa jijik, Isah mengulum penisku dan menaik turunkan kepalanya memberikan kenikmatan pada penisku. Aku pun semakin rakus menjilat vagina Isah, tak hanya menjilat tetapi juga menghisapnya. Kedua tanganku meremas pantat seksi Isah dengan gemas. Tak lama, vagina Isah terasa berkedut saat dihisap olehku, tak hanya vagina tetapi juga klitorisnya. Isah rupanya tak dapat menahan gelombang nikmat yang akan keluar sebentar lagi.

"Mmmmmmmm ... Aaaaaahhhhhhhh ..." Isah melepaskan kulumannya dan langsung menjerit saat gelombang nikmat itu telah keluar. Aku dengan sigap menelan cairan cinta yang Isah keluarkan, meneguknya beberapa kali dan setelah meneguknya entah kenapa birahinya naik secara drastis.

Aku sedikit mengangkat pantat Isah lalu memundurkan tubuh dan duduk, sedikit memajukan pantat Isah lalu memposisikan penisku di depan lubang vagina dan langsung menghentaknya dengan kuat.

"Aaaaaahhh ... Saayyaanngghh ... Itu masih sensitiiifff ...!" Teriak Isah saat vaginanya langsung dibobol begitu saja olehku. Tak hanya itu, aku juga langsung menggerakan penis keluar masuk vaginanya dengan cepat.

"Sshhhh ... Nikmati saja ... Aaahhh ..." Kataku sambil terus bergerak. Isah hanya pasrah mendapatkan jawabanku itu.

“Plaakk ... Plaakk ... Plaakk ... Plaakk ...” Aku terus menggenjot vagina Isah dengan kuat dan cepat, sehingga membuat suara yang menjadi ciri khas dalam percintaan.

Tanganku yang berada di pinggulnya mulai merambat ke payudara besar milik Isah. Meremas dan memilin puting yang tegang itu dengan kuat, memberikan kenikmatan dan rangsangan lebih pada Isah. Tubuh Isah menerima rangsangan yang aku berikan dengan terus menggeliat walau dalam keadaan digoyang. Kami saling mendesah kenikmatan, menikmati kenikmatan yang hanya dapat dari bercinta. Terus menggoyangkan pinggul menikmati jepitan dinding vagina Isah.

"Aahhhh ... Aaahhh ... Aku.. akan.. keluarrr ...!" Desah Isah.

"Kita.. ssshhh.. keluar.. bersama ..." Kataku.

Aku terus pompa penisku yang semakin basah kuyup. Aku merasakan gelombang kenikmatan yang meresap pada tubuhku saat itu dan kenikmatan yang sama menerpa Isah yang menjadikannya semakin liar dan cepat menunjukan tanda-tanda kedatangan orgasmenya. Pada akhirnya, kedua kelamin kami saling berkedut menandakan sebentar lagi akan mencapai puncaknya.

"Aaaaaccchhhhhhhh ..."

“Croottt ... Croottt ... Croottt ... Croottt ...”

Kami mencapai puncak secara bersamaan, tubuh kami bergetar merasakan gelombang nikmat yang keluar dengan hebat. Aku membenamkan penisku sedalam mungkin di vagina Isah, sambil terus menikmati hangatnya vagina Isah yang terus memanjakan penisku.

BRUUKKK!!!

Kami berdua langsung ambruk ke depan. Aku menindih Isah dalam keadaan tengkurap. Penisku masih menancap di vagina Isah. Lalu aku melepaskan penisku dengan menggulingkan tubuh ke kiri. Aku berada di tengah dua wanita yang telah memberikan kenikmatan bercinta. Dewi berada di kiri yang saat ini masih mengistirahatkan tubuhnya, sama halnya dengan Isah yang masih mengatur nafas dengan posisi tengkurapnya. Aku lalu menarik kedua tubuh wanita itu untuk mendekat dan memeluk mereka. Dua wanita itu langsung memeluk tubuhku.

"Terima kasih sudah memberikan kenikmatan ini ...." Ucapku berterima kasih pada dua wanita itu.

"Tentu ... Karena aku sangat menyayangimu ... Akan aku berikan semuanya untukmu ..." Ucap Isah sambil menenggelamkan wajahnya di samping tubuhku.

“Aku juga menyayangimu ... Aku akan mengabdi padamu ...” Sambung Dewi sambil merapatkan tubuhnya padaku.

Aku pun hanya bisa tersenyum, tak tahu harus berkata apa lagi pada mereka. Malam itu kami lanjutkan persetubuhan ini. Berkali-kali kuantar mereka ke puncak kenikmatannya. Dewi dan Isah mengakui permainan seks-ku membuatnya ketagihan, karena mereka merasakan orgasme berkali-kali dalam satu kali persetubuhan. Permainan kami semakin lama bertambah panas, dan akhirnya kami pun terlelap saat tenaga kami sudah terkuras habis.​

-----ooo-----

Author Pov

Seorang lelaki keluar dari mobil sedan keluaran terbaru. Ia berjalan menuju teras rumah megah. Tibalah ia di teras rumah tersebut yang berpintukan jati yang besar. Pria berkumis tipis yang selalu setia menjaga pintu itu mempersilakannya untuk masuk ke dalam. Di dalam sana sudah ada beberapa pria dewasa juga, mereka semua adalah para penjaga. Tak lama, seseorang bertubuh tinggi dan besar membukakan sebuah pintu ruangan padanya.

Si lelaki menjejakkan kaki di sebuah ruang kerja milik seorang pria paruh baya dengan cerutu di tangannya. Ia bisa merasakan ruang kerja ini begitu angker dengan aura kekejaman. Kakinya menginjak karpet Turki dengan gambar yang mencolok namun terlihat indah. Untuk sejenak si lelaki secara singkat memperhatikan interior ruangan ini. Ada banyak barang antik, guci, lukisan abstrak maupun pemandangan. Pria paruh baya si empunya ruangan menatap heran pada lelaki yang baru saja datang itu. Dahinya sampai mengkerut. Sangat kentara di wajahnya yang tampan walau mulai ada guratan di sekitar mata dan bibirnya

“Ada keperluan apa Irwan?” Pria paruh baya itu bertanya. Aksen Jermannya benar-benar kental. Ia tidak mengira kalau anak buah kesayangannya itu akan mengunjungi dirinya pada waktu yang tidak lazim. Ia pun perlahan menghisap cerutunya.

“Maaf Tuan ... Saya ada keinginan yang memerlukan persetujuan Tuan ...” Ungkap Irwan sembari membungkukkan badannya sebagai tanda hormat pada pimpinannya.

“Hhhmm ... Katakan cepat ...!” Ujar Hans setengah enggan menerima kedatangan Irwan. Kepulan asap dari cerutunya terlihat di udara.

“Saya memerlukan partner yang saya percayai, tuan ... Izinkan saya merekrut teman saya untuk bergabung di sini ...” Dengan sangat lancar Irwan mengutarakan maksudnya. Ia tak ingin banyak berbasa-basi dan segera menyelesaikan tugasnya ini.

“Hhhmm ... Baiklah ... Tapi ingat! Dia dalam pengawasanmu ... Jika dia bermasalah, aku akan meminta pertanggungjawabanmu ...” Kata Hans dengan tegas.

“Saya terima tanggung jawab itu dan bersedia menerima resikonya.” Jawab Irwan walau dalam hatinya penuh dengan keraguan.

“Silahkan ...!” Hans mengangkat tangannya memberi tanda kepada Irwan untuk pergi dari ruangannya.

Beruntung bagi Irwan karena Hans langsung menerima permintaannya. Beberapa orang yang telah lama bergabung di komplotan ini belum tentu mendapat izin untuk memasukan orang ke sini. Hans sebenarnya sangat selektif untuk merekrut orang untuk menjadi anak buahnya. Namun, karena Hans sangat mempercayai Irwan maka permintaannya langsung diterima.

Irwan pun segera saja membungkukan tubuhnya lagi lalu bergerak keluar dari ruangan kerja pimpinannya yang tidak sembarangan orang bisa memasukinya. Langkah kaki lelaki itu menuju pintu depan dan mendekati mobilnya. Sejujurnya, Irwan masih merasa ragu dan ada sedikit kekhawatiran dalam benaknya. Apa yang akan direncanakan Denta? Akankah rencana itu akan berhasil? Pertanyaan itu terus berkecamuk di dalam pikirannya.

Irwan segera menyalakan mesin mobil lalu mengendarainya keluar halaman rumah gembong mafia yang cukup disegani itu. Baru beberapa meter keluar pintu gerbang, smartphone-nya berdering tanda ada pesan whatsapp masuk. Sambil melajukan mobil sangat pelan, Irwan pun membuka pesan singkat tersebut lalu membacanya. Dalam pesan tersebut Denta meminta daftar nama-nama orang kepercayaan Hans dan para haremnya. Tentu saja, Irwan bertambah bingung dengan rencana Denta seperti ini. Ia pun tak langsung menjawab pesan dari Denta. Irwan melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang menuju kantornya.

Hanya sepuluh menit, Irwan sudah memarkirkan dengan manis mobil barunya persis di depan kantor tempatnya bekerja. Sebuah ruko yang disulap menjadi kantor jasa ekspedisi. Dengan gontai ia berjalan menuju pintu kantornya. Sesaat setelah dirinya masuk, langkah kaki Irwan agak tertahan ketika seorang gadis cantik sudah berdiri dengan menyandarkan tubuhnya di pintu ruangan Irwan. Kepulan demi kepulan asap rokok keluar dari bibir ranum si gadis cantik. Namun matanya menatap tajam Irwan yang terlihat tidak peduli.

“Bagaimana bisa mereka berada di sini?” Pertanyaan sinis terlontar dari mulut menyebalkan gadis cantik itu, membuat Irwan mendengus kesal sambil menatap tajam padanya.

“Mereka siapa?” Balik tanya Irwan yang merasa kesal pada gadis itu yang menurutnya sok berkuasa. Tentu sangat beralasan karena si gadis cantik tersebut juga merupakan tangan kanan Hans yang paling dipercaya, sama dengan dirinya, namun dalam divisi yang berbeda.

“Tika dan Tari ...” Suara si gadis cantik tidak begitu nyaring namun terdengar tajam. Menghujamkan tatapan kekesalan terhadap laki-laki di hadapannya.

“Itu bukan urusanku.” Jawab Irwan sambil memalingkan wajahnya karena enggan melihat wajah si gadis yang sangat menyebalkan.

“Bukannya kamu yang membawa mereka ke sini?” Lagi pertanyaan sinis keluar dari mulut si gadis. Semakin kentara kekesalan di wajahnya. Irwan tak menjawab, mata laki-laki itu terus memandang keluar jendela. “Kita akan mendapat masalah kalau Denta sampai tahu kalau ibunya berada di sini.” Lanjut si gadis yang sukses membuat Irwan menoleh dengan wajah pucat pasi.

“A..apa ...???” Irwan terkejut luar biasa mendengar penuturan si gadis. Irwan tentu tak bisa mengontrol wajahnya saking terkejutnya. Pantas saja Denta sangat marah saat mengetahui ibunya menjadi ‘mainan’ Hans.

“Kita akan mendapat masalah jika ia datang ke sini ... Ia mempunyai kekuatan yang bisa menghancurkan kita ... Camkan itu ...!” Ucap si gadis sambil berjalan keluar dari kantor Irwan.

Irwan hanya tercenung melihat kepergian si gadis cantik itu. Namun tiba-tiba pikirannya seperti mendapat lampu terang. Apa yang diucapkan si gadis membuatnya yakin kalau Denta bisa menjalankan rencananya. Irwan pun tersenyum sendiri lalu memasuki ruangannya. Ia pun duduk di kursi kerjanya kemudian membuat daftar nama yang diminta Denta. Dalam hati Irwan bertekad untuk membantu Denta sepenuhnya. Masalah dengan gadis tadi, biar Denta nanti yang akan menyelesaikannya.

Bersambung

WARNING: Typo bergentayangan di mana-mana.

Sambungannya ada di sini ...
Tika sama Tari perlu dikasih pelajaran tuh. Masak mereka menyerahkan mem3knya ke Hans? Katanya setia sama Denta. Mana ketagihan dikocok pake vibrator lagi.. bener² l0nt3 murahan

Semoga mem3knya Ibunya Denta dikocokin vibrator sama Dewi, isah sama satunya, dilihatin Denta. Seneng lihat wanita dewasa adu birahi bercampur dendam :semangat: :semangat: :Peace:

Buat master, ane salut dengan alur ceritamu:halo::thumbup
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd