Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Another Lonely Story

MULUSTRASI


KAMILA PURNAMA GIMAN







IBU SUTARDI


RUMAH BUPATI


PASAR RAU


KANTOR BUPATI


PENDOPO KABUPATEN




SEBELUMNYA...



Berkali-kali batang Aryo berdenyut lalu memancarkan sempotan sperma panas nan subur ke dalam mulut rahim Mila...

Tubuh mengejang...
Kelamin bertaut sangat erat...

Tak terasa ada yang keluar, semua semprotan Aryo masuk dengan sempurna dalam rahim subur Mila, membuahi sel telur nya yang telah matang dan siap di buahi oleh cairan cinta Aryo...

Perlahan ke dua nya melemah...

Aryo menarik tubuh Mila dan ke dua nya menjatuhkan diri ke belakang.

Aryo memeluk susu Mila, dan merangkul dengan mesra..

Mila masuk dalam pelukan Aryo...

Kedua kelamin masih salung menyatu...

Mila menoleh ke belakang, Aryo memajukan wajah nya. Ke dua bibir menyatu dengan lembut...

"Maas.. Perut aku panas oleh cairan cintamu. Terasa penuh rahim aku... Oh.. Aku sangat bahagia sekali sayang..."

"Aku juga sayang... Penis aku di peras oleh rahim kamu mah.. Biar anak kita ada di sini ya mah..."

"Iya papah sayang.. Malam ini pasti ada dede di perut mamah..."



"Aku ingin punya dede sayang.. "

"Iya.. Mamah juga mau.. Pasti jadi feeling mamah. Ini puncak kesuburan mamah. Biar papah dan mamah terus bersama sampai kakek nenek, sampai maut yang pisahin kita ya pah..."

"Iya sayang.. Papah jadi cinta mamah, cinta sepenuh hati sama mamah... Mamah cuma buat papa yah..."

"Iya, tubuh dan hati mamah utuh buat papah.. Kita besarkan anak kita ya pah.."

"He em..."

"Papah mau anak berapa?"

"Banyak... Papah mau enam... Mamah kuat gak..?"

"Kalau papah kuat, mamah kuat. Yang siram kan papah... Mamah mau pah, biar keluarga kita rame..."

"Iya sayang... Papah akan terus bikin mamah menjerit puas, dan ada dede nya. Papah juga ntar mau nenen yang ada susu nya. Kalau sekarang kan masih kosong..."

"Iih papah, ya nanti juga ada, asal papah terus nenenin mamah..."

"Ihh... Papah gak sabar..."

"Ya udah nih nenen lagi..."

"Sini..."

Mila membalik badan nya..

Penis Aryo tercabut..

Mila bangkit lalu menyodorkan lagi payudara nya ke mulut Aryo...

Dengan penuh nafsu, Aryo menyusu dengan lahap nya, walau belum ada air nya...

Kembali erangan dan desahan bersahutan..

Ronde ke dua tak lama kembali berpacu...

Sampai ke dua nya sama-sama lunglai lalu tidur saling menyatu...


LANJUTANNYA....


Pagi nya, Aryo dan Mila telah bersiap dengan aktifitas masing-masing.

Setelah sarapan, mereka pamit dengan orang tua Mila.

Mila membawa CRV putih, sedang Aryo di temani Arifin menggunakan Pajero hitam.

Mila yang lebih dulu hendak berangkat... Mereka sudah ada di garasi.

Aryo menemani Mila ke mobil nya...

"Mas, Mila jalan ya mas... "

Mila menyodorkan tangan kanan nya..

Aryo menyambut tangan Mila, Mila menangkap tangan kanan Aryo itu dan menempelkan di kening nya...

"Assalamualaikum..."

Aryo kaget sejenak...

"Wa'alaikumsalam..."

Mila masuk dan menutup pintu mobil nya yang telah di siapkan lebih dulu oleh Arifin...

Tak sampai 10 detik, Mila meluncur membelah jalan kota Pandeglang.

Semua kejadian itu dilihat ibu Mila dari jauh..

Aryo dan Arifin tak sampai 5 menit, juga telah mulai berangkat juga.


Aryo dan Arifin meluncur meniju kota serang. Yang di tuju pertama pada pagi hari saat ini adalah pasar besar kota serang, Pasar Rau.

Dengan harapan pasar pasti sedang ramai-ramai nya sehingga banyak golongan manusia yang terlibat. Mempermudah untuk mencari suatu sosok yang penting, karena masih terlibat dalam aktivitas keramaian itu, Pasar Rau.

Kurang dari satu jam sudah tiba di wilayah pasar Rau. Seharusnya jika tidak macet, bisa lebih cepat dari itu.

Aryo dan Arifin memarkirkan mobil di halaman sebuah ruko yang sepertinya tidak di huni. Dan disana juga terparkir dua kendaraan pribadi, milik yang terlibat di pasar itu, jadi tidak terlalu menonjol Pajero Sport hitam yang mereka bawa.

Arifin dan Aryo turun dan melemparkan pandangan nya mencari lokasi.

Arifin yang memang asli banten ini, segera menangkap situasi.

Dengan setengah berbisik, mengajak Aryo agar mengikuti nya.

Arifin berjalan di depan, menuju sebuah warung kopi yang hanya berisi 3 lelaki. Sedang di sebelahnya warung kopi itu ada warung kopi lainnya. Dan diisi oleh banyak pengunjung yang mampir untuk sekedar minum atau sarapan sederhana.

Aryo melihat ketimpangan yang sangat jauh itu.

Di warung yang hanya di isi tiga lelaki itu, bahkan lebih besar, bersih dan nyaman nampak nya. Kenapa justru warung sebelah nya yang lebih sederhana dan kondisi nya jelas di bawah warung yang diisi tiga lelaki ini, malah jauh lebih ramai.

Arifin tidak langsung masuk, tapi berhenti diluar masih agak jauh. Matanya mengawasi tiga lelaki yang sedang berbincang santai sambil sesekali tertawa. Nampak tak ada yang harus di khawatirkan...

Aryo mencoba meneliti para lelaki itu satu persatu.

Lelaki satu berusia akhir 40 an dengan memakai kaos putih kerah hitam, memakai topi merah dan bercelana jeans. Tak terlihat alas kaki nya. Wajahnya cukup terlihat rapih, dan badan tegap berisi.

Lelaki ke dua berusia lebih dari 50 an. Memakaii peci, kemeja lengan panjang putih dengan di biarkan keluar dan tangan kemeja di gulung sampai di bawah siku. Memakai celana kain hitam. Badan tetap terlihat gagah walau agak kurus. Tak terlihat tinggi nya sebab dalam posisi duduk di kursi plastik milik kedai itu.

Lelaki ke tiga berambut ikal agak panjang hingga sepundak. Kulit gelap, dan wajah tampak wajah yang keras. Otot wajah nya cukup jelas terlihat, kalau si empunya adalah orang yang keras dan nampak sangat serius. Terlihat usia nya tidak jauh beda dengan lelaki ber peci itu.

Tapi ketiga lelaki itu duduk sambil berbincang di warung sederhana itu dengan akrab dan santai. Tiga gelas kopi hitam plus 3 bungkus rokok light ada juga di meja dan sudah terbuka dan tak utuh lagi.

Aryo meyakini tiga orang tua ini bukan lah lelaki sembarangan. Tapi untuk membuka pertanyaan atau menegur nya, Aryo masih sangat segan. Dia palingkan wajah nya mencari Arifin. Terlihat Arifin sedang berbincang di warung sebelah dengan seorang lelaki yang menggunakan jaket driver ojek online. Sesekali Arifin melihat ke Aryo yang berdiri sambil bersandar di tembok luar warung yang di duduki oleh tiga lelaki tua itu.

Tak ada reaksi yang aneh dari Arifin, membuat Aryo ragu juga untuk maju sekedar menegur tiga bapak itu.

Lima menit berlalu, nampak tiga lelaki tua itu bangkit dari duduk nya dan mohon diri ke empunya warung.

Seorang lelaki yang paling tua membuka dompet dan menyodorkan uang selembar pecahan Rp. 50.000 ke ibu warung itu.

Ibu warung itu nampak menolak dengan wajah takut bahkan sedikit gemetar...

Tapi lelaki berkemeja putih dengan senyum tetap meminta si ibu terima.

Ibu itu dengan lega menerima uang dari di bapak dan dengan sigap memberikan kembalian nya. Tapi si bapak dengan lembut menolak uang kembalian nya. Dan sesaat kemudian pergi dari warung.

Semua di lihat oleh Aryo.

Suatu hal yang kontradiksi terjadi, si ibu yang awal nya tak mau dibayar, akhir nya menerima uang, bahkan kembaliannya tak di terima oleh si tamu itu tanpa si ibu bisa menolak nya.

Sesaat terlihat suatu hal yang tak terlalu istimewa, tapi bagi si ibu warung dan banyak pengunjung lain di situ, itu adalah hal yang sangat luar biasa. Hanya selama tiga orang tua itu masih ada di sana, tak ada yang berani membuka mulut untuk berkomentar. Semua menahan diri.

Aryo merekam semua kejadian itu dalam memory ingatannya..

Selepas ke tiga lelaki tua itu pergi beberapa belas menit, baru beberapa orang dari warung sebelah berani menghampiri warung si ibu.

"Nyai... Iiih... kenapa atuh tadi diterima uang nya kang Raga? Itu bisa bahaya atuh..."

"Kumaha atuh.. Aing teh takut.. mau nya juga di tolak, tapi itu di paksa terima. Haduuhh.. Nasib aing kumaha iyeu...?"

"Iya nya.. Juga Mat Rojak itu disana bisa samaan kitu sarang kang Raga. Iyeu mah kejutan. Akur juga rukun, aing nteu percaya iyeu.. Kunaon carana bisa damai kitu nya? Padahal mah kan saingan berat juga musuhan. Aiihh... Tenang nya hati kalau dua tokoh besar yang dulu nya musuhan sekarang jadi berdamai. Udah aman lah daerah ini..."

"Iya kang, udah hampir seminggu preman pasar sini gak
kelihatan nya..? Biasanya mah tiap hari nagih uang setoran keamanan, udah di siapin, eh malah gak muncul nya..?"

"Ada apa kang kok pada bingung..?"

Datang seorang lelaki tegap lainnya. Berkaos oblong hijau, berjaket kulit syntetis hitam, dengan bekas luka yang belum terlalu kering melintang di bawah mata kirinya, tiba-tiba masuk...

"Eh.. Kang Pablu..."

Tampak tiga lelaki yang masuk tadi dan si ibu pemilik warung terkejut mengenali seseorang yang masuk itu...

"Eeehh.. Kang... Enggak.. Enggak apa-apa kang... Maaf kang... Maaf... Ampun.."

Jawab si lelaki berjaket ojol yang tadi bicara, sambil mundur penuh takut..

"Jangan takut kang.. Aingg gak marah. Aing sudah tidak seperti kemarin-kemarin. Aing bukan lagi preman, bukan... Aing sekarang kerja bener, aing udah tobat..."

"Eh.. Kang Pablu...??"

"Iyah... Aing udah capek kang jadi orang jahat. Anak istri sekarang juga sudah tinggal di serang, tuh buka kios di dalam pasar. Jual an sekarang mah.. Jual daging sampi sama kerbau, ada yang buka jalan buat aing..."

"Aaiihh... Sudah 35 tahun nyai jualan di diyeu.. Baru kali ini merasa aman, tenang, juga ah.. Kaya nya gak takut lagi... Kaya gak percaya... Kang.. Kumaha kang.. Tadi teh.. Kang Raga sama kang Mat Rojak juga di sini minum kopi sama satu lagi lelaki lebih muda sedikit. Ngobrol sambil becanda, ketawa-ketawa malah juga eh.. Omong in mau bikin pabrik atau apa kitu kang.
.."

"Hahaha... Iya aing tadi juga tau, tapi aing lihat aja dari jauh.. Eh.. Sekarang jangan lagi panggil kang Raga, atau Mat Rojak. Sekarang nama nya kang Saiman dan kang Bidin. Nama asli dan nama kecil dari dua guru aing itu. Yang satu nya itu, orang hebat dari Jakarta, nama nya Julian.. Pengusaha sukses tapi baik pisan, nteu sombong. Tapi.. Ahhh.. Cerita nya panjang nyi.. Inti nya mah, anak nya pak Julian itu yang paling hebat, anak itu yang bisa membuat kang Raga dan kang Rojak mati, tapi lahir baru jadi kang Saiman dan kang Bidin..."

"Iihh... Aing nteu paham kang Pablu..."

"Sok.. Semua sekarang denger nya... Kang Raga itu dan kang Rojak, di insyafkan sama yang namanya Putra... Dan dua guru eta sekarang sudah tobat dan hidup bener, namanya pun di ganti. Kata mereka, kang Raga dan kang Rojak udah mati, mati bersama watak dan kelakuan jahat nya. Sekarang mereka lahir lagi dengan pribadi yang baru, dan dengan pribadi awal nya mereka, yaitu Saiman dan Bidin..."

"Oooo... Gimana caranya bisa eehh.. Insyaf kang..?"

"Ya harus kalah dulu, baru bisa insyaf.. Kan tau sendiri maneh kang gimana kang Raga dan kang Rojak tadi nya kan..?"

"Jadi kang Raga dan kang Rojak kalah sama yang namanya Putra..?"

"Iya.. Memang..."

"Hebat pisan.. Tapi katanya yang lelaki satu nya masih muda itu bapak nya Putra..? Eh.. memang na Putra kaya gimana kang? Masih muda pisan..?"

"Tepat kang... Masih SMA..."

"Haaaaahhhh...???"


Pablu mengerti keterkejutan para orang disana akan cerita nya... Seakan tak percaya...

"Akang, nyai... Pasti gak percaya omongan aing.. Tapi aing rasain sendiri, lihat sendiri, dan luka ini bukti kalau aing sudah terhormat ikut alamin kejadian besar itu... Iyaa... Putra si anak pinang, telah meng insyafkan dua tokoh preman terbesar di Banten ini, yang tadi nya musuh bebuyutan turun temurun, menjadi damai, dan bersatu menjadi saudara. Biar akang dan nyai tahu, kang Saiman dan kang Bidin itu saudara seperguruan kang, tapi emosi, keserakahan dan gila hormat membuat dua saudara seperguruan itu menjadi musuh besar di banten ini. Tapi, Putra telah menyatukan mereka lagi..."

"Alhamdullilah... Ternyata cerita nya gitu yah.. Aiihh.. Kalau bukan kang Pablu yang cerita, aing gak mungkin percaya kang..."


Celetuk sang ibu...

"Iya kang, aing juga gak mungkin percaya kalau bukan akang Pablu sendiri yang omong..."

Jawab si lelaki berjaket ojol.

"Kang.. Tapi teh, ehh.. si Putra itu kaya gimana kang.. Hebat pisan.. "

tanya si ibu lagi...

"Putra itu kaya anak muda biasa aja, tapi jangan coba-coba ganggu dia.. Tau sendiri.. Dan gak ada potongan serem, besar atau seperti algojo kitu, enggak.. enggak.. Anak yang santun, soleh juga kalem.. Dan ah.. Aing juga pengen pisan ketemu lagi sama Putra. Tapi entah kapan lagi.. Dan, dia akan jadi tamu agung aing andai dia datang ke rumah aing... Ah.. Aing ngehayal ah.. udah ah..."

"Kang... Ternyata ada kejadian besar yang terjadi ya kang, dan telah merubah kondisi dan keadaan di wilayah kita ya kang...?"

"Iya kang, enam hari lalu ada kejadian luar biasa besar di Labuan sana, dan menjadi awal dari perubahan besar di wilayah Banten ini.. Dan aing lah saksi hidup nya..."

"Alhamdulillah... Mudah-mudahan pasar sini aman dan damai terus ya kang.."

"Amin.. Aing sekarang jualan di pasar ini, aing juga jualan mau tenang dan aman, jadi kita semua bertanggung jawab yang sama untuk menjaga pasar ini.. Biar aman, tenang, dan nyaman. Yang mau belanja juga tenang, yang jual juga senang.. Betul tidak..?"

"Betul kang, betul..."

"Sok.. Aing pamit heula nya.. Aiihh... Hampir lupa tujuan utama na, nyai, nanti di antar we nya kopi hideung ka jongko aing, iyeu sakalian bayar yang tadi pagi sama yang ntar nya..."

"Udah nanti aja bayar nya kang... Kaya sama siapa aja..."

"Jangan nyi.. Engke poho... Moal ah.. Bayar heula we, gak bagus nahan hak orang nyi...."

"Ya sok atuh.. Hatur nuhun ya kang..."


Pablu mengeluarkan uang nya dan memberikan pada nyai pemilik warung. Si nyai dengan senyum menerima nya...

"Kapan mau diantar nya kang kopinya kang..?"

"Satu jam lagi lah.. Aing mau ke juragan daging heula.. Mau beli dagangan... Katanya udah datang barang nya dari Jakarta... Nyi.. Aing jalan dulu... Assalamualaikum..."

"Wa'alaikumsalam..."


Jawab si nyai dan akang ojol...

Pablu segera berjalan keluar ke arah jalan besar pasar.

Aryo yang memperhatikan dari sisi luar warung cukup jelas dan paham. Tapi untuk bertindak jauh, dia masih tunggu. Dia tidak mau gegabah, di samping dia pun tak terlalu paham kondisi masyarakat sini. Sopan atau enak tidak nya memotong pembicaraan. Mau mengejar orang yang bernama Pablu juga dia masih ragu.

Mata Aryo mencari Arifin...

Arifin pun tanpa sengaja melihat Aryo...

Arifin menghampiri Aryo di samping warung diantara ke dua warung yang tadi masing-masing mereka tempati...

"Mas Aryo.. Yok kita jalan.. Kita cari info ke terminal pakupatan aja.."

"Bentar kang, sini saya mau ngomong..."

Aryo lalu menceritakan apa yamg dia sempat lihat dan saksikan tadi. Mulai dari pertemuan tiga orang gagah plus kunjungan Pablu yang baru saja pergi dari warung itu...

"Ah.. Masa mas.. Kok saya gak tau... Aduh.. Itu orang yang kita cari mas... Beliau berdua itu mas, tadi saya cari tau sama si akang di warung sebelah.. Oh.. Aing paham, si akang itu juga gak berani sembarangan kasih tau ke aing perihal dua orang gagah itu. Walaupun dia tau kalau yang aing tanya ada di sebelah. Dia juga takut kesalahan kayanya..."

"Ooo gitu... Pengaruh ke dua bapak itu ternyata sangat dashyat ya di sini..."

"Benar mas.. Untuk golongan masyarakat bawah, nama dan pengaruh beliau ber dua sangat kuat mas..."

"Jadi gimana ini kang..."

"Sakedap...."

Arifin segera ketemu ibu warung.

"Punten bu.. Hampura nya... Saya mau numpang tanya.. Akang yang tadi pesan kopi ada jualan juga di sini..? Aing dari pandeglang, ada acara di serang sini..."

Si Ibu menatap ke Arifin penuh selidik..

"Iya kang, bapak yang tadi memang berjualan di pasar ini. Bapak siapa, ada perlu penting gitu..?"

"Iya Nyi... Aing ada perlu mau ketemu sama akang tadi. Saya Arifin, saya orang nya pak Surtardi Giman, bupati Pandeglang. Perlu ketemu akang tadi, soalnya aing tadi lagi enak ngobrol di sebelah jadi gak perhatiin kalau di sini ada akang itu, yang aku cari. Ini ada tugas dari pak Bupati..."

"Eh.. Bener an ini.. Si akang paham gak siapa bapak yang mau si akang temuin itu. Salah-salah, akang malah celaka. Kang Pablu bukan orang sembarangan, se pasar iyeu tau semua, walau kang Pablu udah tobat, tetap aja kita gak ada yang berani ganggu dia. Coba minggu lalu, kita aja gak berani mandang muka nya..."


"Ah.. Kang Pablu.. Eh.. Saya memang gak paham Nyi, yang saya tau, punten Nyi, kang Pablu itu orang kuat di daerah sini yah..."

"Iya.. Asli na mah, kang Pablu operasi nya di daerah si akang sana Pandeglang, tapi kaki tangan nya sampai juga ke sini, dan bersaing sama anggota nya kang Raga. Sebenar nya ada apa sih kang, kok mau ketemu kang Pablu..? Ibu mungkin bisa kasih saran kitu.."

"Eehh.. Ini... Soal ini Nyi.. Eh, gimana Dok..?"


Tanya Arifin ke Aryo..

Aryo membulatkan tekat nya...

"Ibu.. Saya ini Aryo, dokter di puskesmas Labuan. Eh.. Minggu lalu kan ada kejadian besar di Labuan. Jadi saya perlu ketemu sama beberapa orang gagah yang memang saya harus temuin. Ini menyangkut persoalan dengan pak Bupati juga..."

"Oh.. Mau ketemu kang Pablu kitu..?"

"Iya bu, mau ketemu kang Pablu, untuk.. untuk di bukakan jalan untuk bertemu ke Kang Raga dan Mat Rojak..."

"Apaaa..?"

Tampak keterkejutan di wajah sang ibu. Abang ojol yang juga mendengar, sempat tersentak dan bahasa tubuh nya terlihat, ada pergerakan sedikit menjauh. Artinya ada ketakutan yang otomatis tercipta saat ke dua nama itu di sebutkan dengan lancar...

"Ada apa mau ketemu sama guru aing..?"

Sebuah suara terdengar di susul muncul nya sesosok lelaki tegap kekar, kulit gelap dengan ikat kepala hitam dan wajah dihiasi berewok dan terdapat bekas guratan yang menandakan hidup yang keras dan kejam..
Matanya menatap tajam pada Arifin dan Aryo..

Iya.. Kang Pablu muncul, tanpa ada yang menyadari kehadirannya..

Segenap orang yang hadir ada di warung itu terkejut bukan kepalang.

Tampak wajah takut dan khawatir terlihat di wajah ibu warung, abang ojol juga dua pemuda lainnya teman abang ojol itu. Arifin dan Aryo terhenyak dan sempat mundur setengah langkah.

Sunyi sejenak..

Lalu seseorang mencoba membuka mulut nya dan menjawab...

"Maaf akang, saya Aryo. Saya adalah hanya seorang dokter di puskesmas labuan. Maaf kang kalau kehadiran saya mengganggu akang. Saya memang ingin bertemu dengan ke dua bapak gagah, eh.. guru dari akang. Saya ada hal yang penting ingin di sampaikan, ini mengenai urusan yang terjadi di labuan, dan menyangkut juga keluarga dari bapak Bupati.. Eh.. Saya kalau boleh.. akan menjelaskan secara lengkap langsung pada kang Pablu.. Tapi... Eh..."

Aryo terputus...

Dan nampak ragu untuk menjelaskan.. Karena lokasi yang tidak tepat menurut Aryo...

Pablu menatap tajam Aryo beberapa saat, lalu matanya berpaling ke Arifin. Arifin tak berani menatap balik tapi menunduk, Aryo tetap memandang Pablu hanya matanya lembut dan sendu, tak mau juga dia menantang tatapan tajam Pablu.

"Ikut aing..."

Pablu segera putar tubuh nya dan berjalan keliar arah jalan utama..

Arifin dan Aryo saling pandang. Tapi segera sadar, sesegera mungkin segera berjalan keluar dan mengikuti Pablu...

Pablu berjalan menuju ke arah utara, tanpa berpaling, terus sejauh 30 meter, lalu berbelok ke kiri masuk sebuah gang pasar. Masuk terus menyusuri barisan kios yang terbuka karena memang pasar sedang beraktivitas sebagai mana mestinya.

Di sebuah persimpangan gang pasar itu, Pablu berbelok ke kanan masuk menyusuri sebuah bangunan berbentuk kantor. Kantor Pasar...

Pablu berhenti pada sebuah pintu yang ada di samping pintu utama pintu kantor itu.

"Aasalamualaikum... Saya Pablu kang..."

"Wa"alaikumsalam... Masuk Blu.. Maneh sudah ditunggu..."


Pablu membuka pintu... Dan berpaling pada Aryo dan Arifin.. Lalu bergerak masuk.

Arifin dan Aryo mengikuti...

Di dalam ruangan yang cukup sejuk dan nyaman itu, duduk dua orang lelaki tua, dengan tenang, berhadapan di sebuah sofa sederhana di pisahkan sebuah meja kaca yang tak terlalu besar. Di sisi nya ada 3 sofa lagi yang kosong. Seakan-akan memang disiapkan untuk kedatangan ke tiga orang ini.

Pablu maju, menyalim ke dua lelaki tua tapi masih gagah dan tegap itu. Lalu berdiri di samping salah satu lelaki yang berbaju hitam.

Aryo maju juga menyalami lelaki tua berbaju hitam, dan satunya yang berbaju putih. Arifin juga maju dan melakukan hal yang sama, sambil menunduk kepala nya dalam-dalam.

"Ya bapak, silahkan duduk pak. Biar kita bisa bicara..."

Lelaki tua berbaju hitam mempersilahkan Aryo dan Arifin untuk duduk.

Aryo berterima kasih dan dengan pelan mengambil arah di sofa sebelah lelaki tua berbaju putih. Arifin duduk di samping Aryo dan persis di depan lelaki tua berbaju hitam. Dan sofa satu lagi yang ada persis di samping lelaki tua baju hitam, akhirnya di duduki Pablu.

"Pak, saya Abidin dan ini kakak saya, Saiman. Ada yang bisa kami bantu pak..?"

Pablu terangkat kepala nya, dia menatap ke arah guru nya. Menatap sejenak, lalu seutas senyum muncul di sudut bibir nya. Pablu sempat tak menyangka, guru nya yang tadi nya sangat angkuh dan sombong, saat ini bisa dengan sangat sopan dan lembut membuka pembicaraan dengan sangat hangat pada seorang yang masih muda dan nampak sangat lemah ini. Sungguh suatu perubahan yang sangat drastis pada diri gurunya...

Arifin pun tak kalah terkejut nya. Dari info yang dia sempat dengar bagaimana kejam dan semena mena nya dua orang tokoh yang akan mereka temui ini. Sejumlah hambatan yang sangat berat sudah terbayang akan dia alami bersama Aryo tadi nya.

"Minta maaf yang sebesar-besar nya pada dua bapak yang sudah mau menerima kami disini. Tapi memang tujuan kami ber dua ingin menemui dua orang gagah perkasa, Kang Raga dan Kang Mat Rozak. Mohon maaf jika saya salah menyebut nama dan menjadi suatu kelancangan buat bapak berdua... Karena kami sangat mendesak ingin menemui ke dua bapak yang gagah itu. Apa benar.. Eh.. Saya berhadapan dengan orang gagah Kang Raga dan kang Mat Rozak..?"

Lelaki berbaju kemeja putih tersenyum.. Senyum tulus, dan sangat bersahabat.

Arifin yang melihat senyum itu, hati nya jadi kecut bukan kepalang. Pasti mereka, dua orang gagah ini telah tersinggung. Aryo sangat berani langsung menyebutkan nama para beliau, yang bahwa nama besar itu telah menggetarkan dunia bawah se antero Banten. Arifin telah bersiap untuk lompat dari kursi nya dan bersujud meminta ampun atas kelancangan Aryo itu.

Sejenak sunyi...

Lelaki berbaju kemeja putih dan lelaki berbaju kemeja hitam, sama mengeluarkan senyum pada Aryo dan Arifin.

"Pak dokter... Saya Saiman, dan ini Abidin. Kami ini saudara. Abidin adik saya. Dan si Raga dan Si Mat Rozak... sudah mati dokter. Sudah tidak perlu di takuti lagi, dan tidak perlu lagi di cari keberadaannya... Mereka sudah lenyap dokter... "

Si Lelaki tua berkemeja putiih, yang ternyata adalah kakek Saiman, kakek mantan kepala preman seantero Banten, Serang sampai Cilegon. Menjawab pertanyaan Aryo dengan lembut dan sangat tenang...

"Aa.. Aa.. Maksud bapak bagaimana pak?"

Terkejut Aryo mendapat jawaban lelaki tua yang ternyata kakek Saiman itu..

Tampak juga wajah frustasi terlihat di raut wajah Aryo juga Arifin.

Usaha mereka untuk meminta bantuan seketika lenyap dan harapan mereka jadi musnah...

"Iya dok.. Mereka berdua sudah mati dengan semua kejahatannya. Mereka telah musnah dok.. Tak ada bekas.. Hanya kalau boleh saya tau, apa yang membuat bapak ber dua ini ingin bertemu dengan si Raga dan si Rozak itu..?"

Kembali jawaban lelaki tua itu yang belum pernah Aryo dan Arifin dengar, sungguh membuat ke dua nya tercengang.

Bapak tua ini dengan santai nya dan enteng nya menyebut nama Kang Raga dan Kang Mat Rozak hanya menggunakan sapaan "si".. yang artinya sangat merendahkan dan menganggap ringan saja nama dua tokoh mengerikan itu di sebut.

Siapa sebenarnya lelaki tua berkemeja putih ini..?

Begitu lancang dan berani nya.

Awalnya sudah mengatakan Kang Raga dan Kang Mat Rozak mati, sekarang menyebutkan nama nya pun seperti memanggil ke orang sepantaran biasa saja..

Berturut-turut mendapatkan hal yang sangat mengejutkan ini, membuat Aryo dan Arifin jadi membisu seribu bahasa. Bingung dan resah yang amat sangat.

Mereka pikir telah bertemu dengan salah orang. Bukannya bisa minta bantuan, malah menambah masalah baru ini.

Melihat kekhawatiran ke dua lelaki tamu nya itu, sang lelaki tua berkemeja hitam angkat bicara..

"Yang di katakan kang Saiman itu betul dok. Kang Raga dan saya yang dahulu bernama Mat Rozak, telah mati tapi sekarang telah lahir kembali dengan satu pribadi yang baru, pribadi kami saat masih kecil di kampung sana. Kang Raga ini, nama kecil nya Saiman, saya Mat Rozak, nama kecil saya Abidin. Tapi kami telah tobat atas dosa kelakuan kami sampai mimggu lalu. Dan karena satu kejadian yang besar, Raga dan Rozak telah di kalahkan dan di bunuh oleh seorang utusan yang sangat perkasa. Harus nya kami berdua ini mati secara jasmani maupun jiwa. Tapi, selembar nyawa ini masih diampuni oleh sang gagah itu. Tapi pribadi jahat kami, Raga dan Rozak sudah di musnahkan, hancur habis. Tersisa ini adalah pribadi awal kami, pribadi masa kecil kami, sebagai dua orang saudara seperguruan, Saiman dan Abidin. Inilah kami yang saat ini duduk di depan kalian..."

"Aa.. aaa.. iyeu teh sungguhan ki..? Aaihh.. Aduh... Aing bingung.. Ini gimana yah..?"

"Gak perlu terkejut kang, karena memang kenyataan nya seperti ini. Dan kejadiannya juga belum lama. Banyak yang belum percaya memang. Iya, dulu nya atau sampai minggu lalu saya masih Raga, ini sampai minggu lalu masih Rozak. Tapi saat ini sudah bukan lagi."

Aryo dan Arifin tercengang, tapi sekejap kemudian menarik nafas panjang, seakan ada kelegaan yang masuk dalam dada ke dua nya.

Baru jelas duduk perkara nya sekarang.

Tapi sesaat kemudian, Aryo berpikir, tapi setelah kedua orang tua ini ber tobat, apa masih mau membantu masalah mereka ini menghadapi usaha atau kaki tangan dari orang tua nya Arman?

Keraguan itu terlihat oleh kakek Saiman..

"Dok.. Sepertinya ada hal penting sekali sehingga dokter sampai ingin bertemu dengan Raga dan Rozak..?"

"Iya pak.. Kami mau minta bantuan pak.."

"Bantuan...? Kalau itu untuk melakukan kejahatan, maaf saya tidak mau.. Saya bukan Raga yang jahat. Saya saat ini anti kejahatan. Bahkan saya akan memerangi kejahatan. Siapapun yang berniat atau melakukan kejahatan di wilayah Banten sini, berhadapan dengan Saiman.."

Tegas dan jelas kakek Saiman menjawab..

"Bu.. bu.. kan... Bukan pak. Justru saya meminta bantuan untuk menghadapi tindakan kejahatan. Kejahatan pada keluarga pak Bupati Pandeglang, pada masyarakat Pandeglang, dan pada kemanan dan ketertiban di wilayah tempat saya bertugas yaitu di labuan kek..."

"Coba dokter ceritakan..."

Kakek Saiman kembali bertanya meminta penjelasan..

Sesaat Aryo mencoba merangkai ingatannya. Dan mulai bercerita.

Bagaimana dia di culik, dibuang ke laut, lalu diselamatkan. Lalu dia di bawa nasib sampai bertugas di puskesmas. Lalu dia berpartner dengan dokter Mila yang adalah putri bungsu pak Suryadi Giman, bupati Pandeglang. Lalu ada kejadian besar di pelabuhan PLTU yang akhir nya membuat dia harus mendapat banyak pasien luka. Tapi Aryo tak menjelaskan detil soal Ayu. Hanya dia bilang, ada kejahatan yang terjadi di PLTU itu. Yang dia dapatkan keterangan nya dari Ayu dan Edwin, sang Agen yang dia temui dua hari lalu di pelabuhan ikan.

Sampai pada kenyataan bahwa dokter Mila telah di jodohkan dengan anak pembesar di Pandeglang, tapi ternyata, belakangan di ketahui si anak pembesar itu, Arman, adalah salah seorang aktor yang ikut terlibat dalam aksi kejahatan, penyelundupan emas dalam tongkang batubara melalui pelabuhan PLTU Banten II. Perannya adalah penyokong dana dari para penyelundup itu. Dan ini telah berlangsung sepertinya sudah lama tapi baru terendus tepat nya ter tangkap saat ini, yaitu minggu lalu itu.

Sampai lah pada kejadian, di mana Mila mendapati kelakuan dari Arman, dan bisa membuktikan nya pada ayahnya, sehingga ayah nya berkeputusan memutus hubungan tunangan antara Mila dan Arman. Tapi rupanya Arman tak terima dan akhirnya menyerang ke puskesmas labuan. Tapi ada sang penolong, yang belakangan di ketahui adalah Agen rahasia yang di tugaskan mengamankan wilayah itu dan menangkap salah satu pembunuh bayaran yang lolos tapi di curigai tidak pergi jauh dari wilayah itu, yaitu Yudhi Pratomo. Tapi mengenai sosok Edwin, Aryo tak menceritakan sama sekali. Sebab dia paham siapa Edwin dan dia menjaga amanat itu dengan baik.

Dan Arman menyerang puskesmas ingin menculik Mila bersama sang pembunuh bayaran itu. Tapi, Arman ditangkap polisi tapi si pembunuh bayaran lolos lagi. Dan untuk menghadapi perlawanan dari orang tua Arman, inilah.

Atas usul seseorang, dia mengusulkan untuk melawan pengaruh kuat orang tua Arman di arus bawah, meminta bantuan dua orang kepala preman yang paling di takuti se antero Banten, yaitu Kang Raga dan kang Mat Rozak.

Walau mereka tak membekal apapun, tapi karena keadaan yang sangat mendesak mereka memberanikan diri mencari dan menemui dua tokoh itu..

Aryo menyudahi cerita nya.. Panjang dan cukup lama..

Kakek Saiman, kakek Abidin juga Pablu terdiam. Tapi mata ke dua kakek itu saling lirik dan saling paham.

"Hmm.. Jadi ini ada peran orang asli sendiri. Aku bisa menduga siapa orang itu. Oke lah.. Menurut maneh Din..?"

Kakek Saiman membuka bicara.

"Jadi dokter sudah tau si pembunuh bayaran itu yah, dia lah salah satu yang paling berbahaya. Keahlian nya bukan sembarangan. Dan, dia juga yang ikut terlibat pertempuran di pelabuhan sana memang. Dan dokter pun ada dendam pribadi pada nya... Tapi dia akan jadi urusan kami berdua, andai dia masih bisa lolos, cucuku dan saudara ku juga keluarga nya tidak akan tinggal diam. Dia hanya tinggal tunggu waktu. Tapi andai dia berani muncul mencoba mengacak-acak wilayah aing di Pandeglang, aing siap adu nyawa sama dia."

Kakek Abidin menjawab dengan tegas..

"Din..."

"Ya Kang..."


"Aku udah gak ada orang.. Dokter ini sama pak Bupati harus di bantu. Dan pengkhianat Rakyat itu harus di beresin, biar gak tuman.. Laskar maneh bisa di koordinasi di Pandeglang dan Labuan..?"

"Siap kang.. Aing yang ambil alih.. Maneh Pablu.. Maneh denger kan..?"


Kakek Abidin menjawab dan bertanya ke Pablu, tangan kanan nya..

"Aing kang, aing paham. Izin kang aing beresin sama anggota aing..."

"Ya udah..."


Pablu segera bangkit berdiri... Menundukkan badan pada dua orang guru nya dan melangkah menjauh agak ke sudut sambil merogoh hp nya.



Sementara itu di kota Pandeglang


Tampak iring-iringan kendaraan meluncur membelah kota dari arah selatan. Kendaraan yang terdiri dari puluhan sepeda motor, lima mobil pick up, satu kijang innova hitam di barisan depan dan di tengah rombongan itu sebuah Jeep Rubicon hitam limited edition, menjadi pusat dari rombongan itu.

Puluhan pemotor dan yang di mobil pick up yang penuh dengan lelaki, semua seragam mengenakan baju silat yang berlogo dan bertulisan Laskar yang sangat di takuti se antero Banten. Lengkap dengan ikat kepala dan menggenggam senjata tajam.

Ini sebagai tanda, bahwa akan terjadi suatu kejadian yang pasti mengerikan. Setiap anggota Laskar ini turun, pasti terjadi pertumpahan darah.

Tak ada yang berani menghalangi, semua bergerak mundur dan menjauh. Bahkan aparat kepolisian pun tak nampak batang hidungnya seorang pun.

Rombongan telah tiba di alun-alun kota, seketika alun-alun jadi sepi. Padahal sebuah pos polisi berdiri persis di sisi barat nya, tapi tak ada yang berani menampakkan batang hidung. Orang-orang yang kebetulan ada di jalan, langsung tunggang langgang cari selamat.

Sungguh begitu menakutkannya kehadiran rombongan ini. Siapa yang mengepalai ini? Siapa yang akan di sasar? Ada masalah apa ini? Pertanyaan ini masih menghantui ketakutan para penduduk kota.

Rombongan melewati alun-alun dan tiba di simpang lima. Jika ke kanan ke gedung kantor bupati, lurus ke arah Serang, ke kiri ke rumah bupati.

Tanpa menghiraukan lampu lalu lintas, rombongan berbelok ke kiri. Dan memenuhi ruas jalan menghalau siapapun yang menghalangi mereka.

Jeep Rubicon hitam tampak dengan santai nya melesat ke arah depan. Dan menjajari kijang Innova dari sisi kanan..

Jendela kiri tengah Rubicon terbuka, tampak wajah seorang lelaki tua tapi perlente. Rambut depan nya habis, hanya sisi belakang nya masih ada tumbuh rambut nya yang sudah putih.

"Heh Karta, ayo cepat jangan lelet. Aku sudah tak sabar memberi pelajaran si Sutardi dan anak perempuan nya yang gatel itu.. Pokok nya sampai langsung obrak-abrik, habisi Sutardi tapi jangan bikin mati, anak nya bawa, biar aing kasih pelajaran dulu itu perek..."

"Siap pak Hasan... Percayakan pada Karta dan Sueb..."

"Cepetan..."

"Iya.. Iya pak
..."

Tapi tiba-tiba sebuah dering hp berbunyi di depan Karta yang jadi supir. Sueb yang ada di sisi kiri Karta mengambil hp itu, dan terlihat ada sebuah nama muncul...

"Kang.. Ini... Kang Pablu... Kang..."

"Hah.. Ayo di jawab cepet..."

"Assalamualaikum kang.. Aing Sueb kang..."


Lalu terjadi pembicaraan singkat...

"Ada.. ada kang.. Lagi setir..."

"Apa kang..? Ini eh.. Mau ke rumah pak bupati.. Ada yang bayar kita buat kasih pelajaran pak Sutardi dan di minta bawa putri nya..."

Diam sejenak...

"Apa kang...? Eh.. eh.. Haji Hasan kang..."

Diam lagi...

"Apa kang..? Mundur..? Ee.. Ah.. Perintah kang Rojak..? Abidin..? Ii.. Ii... ya kang.. iyaa.. kita mundur.. sekarang.. iya sekarang..."

Kijang Innova seketika berhenti mendadak. Beberapa motor di belakang innova yang tak siap menyeruduk mobil itu dan terjatuh.

Sesaat terjadi ke kacauan di rombongan itu. Tapi yang di dalam kijang innova tak satu pun yang keluar. Mobil Rubicon pun jadi juga ikut berhenti...

Semenit kemudian, pintu sisi supir terbuka. Lelaki Karta keluar.. Dan berteriak...

"Pasukan.. Semua... Munduurrrr...."

Mobil pick up dan puluhan motor sesaat terkejut, tapi tak lama. Sekejap kemudian, kendaraan itu segera putar balik masing-masing...

Pintu tengah kiri Rubicon terbuka, lelaki tua perlente itu segera meneriaki agar robongan tetap jalan, tapi tak ada yang patuh para rombongan Laskar Pendekar itu...

Lalu dengan wajah merah, si lelaki tua menghampiri Karta...

"Heh Karta, Sueb.. Apa-apaan ini...?"

"Maaf pak, kami batal.. Ini uang bapak kami kembalikan utuh tak kurang selembar pun..

Karta mengambil tangan si lelaki tua dan memberikan segepok uang merah di tangan di lelaki tua...

"Heh.. Gak bisa gitu.. Itu rumah nya udah kelihatan.. Ayo.. Jangan gini.. Apa uang nya kurang? Saya naikkan 4x lipat.. Jangan khawatir.."

Si lelaki tua merogoh jas nya dan mengeluarkan 4 gepok uang merah. Diangsurkan ke Sueb.

Tapi Sueb dan Karta menolak..

"Maaf pak Haji. Kami gak berani.. Pak haji aja sendiri, kami gak mau, kami mundur..."

Sueb menolak tegas.

"Hah.. Dasar preman bangsat, amatiran... Goblookkk... Kalian akan menyesal.. Kalian akan aku habisi... Tunggu pembalasan ku.. Aku akan balas penghinaan ini.."

"Terserah anda pak, tapi kami hanya ikut perintah kang Pablu dan atas instruksi kang Rozak... Pahaammm...?"

Karta masuk ke mobil, Sueb pun masuk, innova segera berputar balik dan meluncur meninggalkan jeep Rubicon hitam. Anggota yang lain pun segera mengekor..

"Hah.. Instruksi Rozak? Gawat ini. Berapa si Sutardi bayar si Rozak? Kalau sampai Sutardi bisa pegang si Rozak, habis aing.. Ini gak boleh.. Hmmm... Aing harus bisa pegang si Raga, dia yang bisa hadapin si Rozak. Aing kasih besar pokok nya. Gimana juga, preman harus di lawan sama preman. Awas maneh Rozak..."

Haji Hasan bicara sendiri, lalu mengeluarkan hp nya...


BERSAMBUNG Ya suhu...
Mohon kritik dan sarannya di sambit kan ke nubie...
Salam Semprot....
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd