Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT As Elegant As Aurora [TAMAT]

Status
Please reply by conversation.
Part 3

Aku memposisikannya duduk. Kran air itu aku nyalakan, segayung air aku ambil lalu guyurkan perlahan dari atas kepalanya. Cindy mengusap-usap wajahnya, membersihkan sisa-sisa sperma yang masih menempel disana. Aku ambil lagi segayung air lalu mengguyur badannya. Tanganku yang satunya mengusap perlahan kulit halus itu, memastikan air telah membasahi rata bahu dan punggungnya. Di sudut mata ini, Cindy mengusap sendiri bagian dadanya, payudara itu bergoyang-goyang. Aku menelan ludah. Harusnya aku menolak ajakannya tadi.

“M-mbul, berdiri bentar dong...” Aku berjongkok lalu menopang ketiaknya, bersiap mengangkatnya.

“Eh? Kenapa kak?” Cindy menoleh cepat kearahku.

“B-biar enak...”

“Enak gim-Eeh?!” Cindy agak tersentak ketika kedua tanganku tiba-tiba meraih payudaranya.

“Enak gituan lagi...” Aku meremas pelan payudaranya. Bibirku mulai mencium dan meniup-niup lehernya.

“Aakh... k-kak... mmhh...” Rintihannya terdengar lemah. Bahkan ia berusaha melawan dengan memegangi kedua tanganku, berusaha meyingkirkan mereka dari payudaranya. Tidak, itu tidak cukup kuat untuk melawanku. Payudara itu terus aku remas, sambil terus aku memberi rangsangan lewat lehernya.

“Sekali lagi ya... Mmhh...”

“Aahh... y-yaudahh... mmhh...”

Aku meraih dagunya, menariknya kearah kanan yang kemudian aku sambut dengan lumatan bibirku pada bibirnya. Seperti yang kuharapkan, dia membalas lumatanku itu dengan baik, lebih baik daripada saat pertama kali kami berciuman. Posisiku sekarang berada di hadapannya. Tanganku yang semula masih meremas payudaranya kini beralih menopang ketiaknya, membantunya berdiri. Kedua tangannya saling mengait erat di belakang leherku saat aku perlahan membantunya berdiri.

Setelah memastikan kami telah berdiri, aku remas lagi payudaranya itu lalu mendorong tubuhnya perlahan ke dinding.

“Aahh... Ssh... Aahh.. mMmHH...” Desahnya saat aku beralih menciumi lehernya saat tubuhnya sudah menempel di dinding. Aku endus-endus kulit lehernya yang sedikit tertutup rambut panjangnya itu. Sesekali aku menyibak rambutnya dengan wajahku lalu melanjutkan menciumi lehernya dengan penuh gairah.

Bersamaan dengan itu, aku memutari daerah putingnya dengan jari telunjukku. Cindy menggelinjang. Gerakan itu aku perlambat sebelum akhirnya puting yang mulai menggeras itu aku cubit dan pelintir. Cindy mendongak sambil terus mendesah.

Badannya bergerak-gerak, kedua tangannya mencengkram erat bahuku. Tanganku beralih ke bagian bawah tubuhnya. Kedua tanganku menyusur turun meraba-raba pusar hingga ke pahanya.

Aku kembali menyerang payudaranya, kini aku mengisap putingnya secara bergantian. Tangan Cindy berusaha menyingkirkan kepalaku yang nakal itu, sepertinya dia geli dengan isapanku itu, namun tetap saja, desahan itu terdengar. Aku melanjutkan isapanku sambil terus mengelus-elus pahanya. Tanpa memberinya celah.

“Aakh... N-nakal... Mmhhh...”

“Mmh.. ah.. udah diem ah.. Mmh... mau nenen...”

Isapan itu terus aku lakukan hingga kini kedua putingnya itu basah dengan liurku. Aku memandang wajahnya, mata Cindy sayu, dia tersenyum lebar padaku sebelum aku melumat bibir itu lagi. Badan kami pun kembali basah dengan keringat. Kamar mandi ini pun penuh dengan aroma keringat kami.

Beberapa saat kami berciuman, aku melepasnya. Tersenyum pada perempuanku ini sambil mengangkat kaki kanannya kemudian mengelus-elus sedikit vagina Cindy. Kedua tangannya kembali mengait erat dibelakang tanganku.

“Jangan di dalem.” Dia berkedip padaku lalu tersenyum menggoda.

Satu tanganku memegangi kaki kanannya sedangkan tangan lainnya aku gunakan untuk memegangi pinggangnya. Penisku yang sudah mengacung tegang itu perlahan mendekati lubang vaginanya. Aku mengatur nafasku sebelum akhirnya penis itu kembali memasuki vaginanya.

“AaaAkKKHH-”

Desahan kerasnya terdengar sesaat setelah vaginanya itu dihujam penisku. Dengan cepat aku membekap mulutnya dengan tangan kananku.

“Ssst... jangan keras-keras... oke?” Kataku sedikit berbisik padanya. Cindy dengan mata yang kembali sayu itu mengangguk. Aku kembali menciumnya selepas tanganku tidak lagi membekap mulutnya agar dia lebih rileks.

Selagi penisku menikmati hangatnya lubang vagina itu dan bibirku melumat bibir lembutnya ini, tanganku kembali meremas payudaranya yang serasa membesar. Aku bisa mendengar desahan Cindy saat berciuman. Lumatannya tak kalah liar dari lumatanku. Kedua tangannya menahan kepalaku agar terus dalam posisi ini. Kembali kami bertukar liur disana.

Pinggulnya mulai bergerak-gerak, sepertinya dia sudah mulai tidak nyaman dengan posisi itu. Aku melepas lumatanku, untaian air liur terbentuk saat aku menjauhkan bibirku dari bibirnya. Remasan itu tidak berhenti, malah semakin liar.

“KaAKK... MmPHH-“ Dia segera membekap mulutnya sendiri. Aku terus memainkan puting kerasnya itu dengan tanganku, sementara itu, lehernya kembali aku serang dengan jilatan dan beberapa ciuman. Cindy kembali mendongak, desahan itu tertahan bekapannya.

Perlahan, aku mulai menggerak-gerakkan pinggulku sembari ‘serangan’ di tubuh bagian atasnya itu terus aku lakukan. Cindy mulai menggelinjang hebat, desahannya pun terdengar lebih keras walau sudah tertahan bekapannya sendiri. Nafasnya mulai tidak beraturan. Setelah beberapa saat, aku putuskan untuk berhenti lalu mulai menggenjot vaginanya itu.

Ready?

“Hhh... hhh...” Dia hanya mengangguk.

Tangan kananku kembali ke posisi semula, memegangi pinggulnya. Kedua tangannya pun kembali mengait erat dibelakang leherku.

Dan ini dia.

Plok.

Plok.

Plok.

“AakMmmhh... MMMPHH...” Cindy berusaha menahan desahannya. Ia menggigit bibir bawahnya sambil menutup mata. Kewalahan sendiri dengan semua ini.

Plok.

Plok.

Plok.

Sempit, hangat. Penisku sungguh dimanjakan olehnya. Tiap kali ia masuk kesana, sensasi luar biasa itu benar-benar aku rasakan dan nikmati. Desahan yang berusaha kami tahan terdengar tak beraturan, nafas kami pun saling memburu.

Plok.

Plok.

Plok.

Genjotan itu terus aku lakukan dalam tempo yang sama, secepat yang kubisa. Terkadang aku memelan, kemudian kembali cepat.

“Kaakk... ahh.. g-ganti posisi... pegelhh...” Pintanya dengan suara lemah.

Aku mengiyakan, sepertinya kakinya inipun sudah lelah juga sejak latihan futsal tadi. Aku mencabut penisku, menurunkan kakinya perlahan. Dia perlahan berbaring di lantai, melipat dan mengangkat kedua kakinya. Aku membuka kedua kakinya lebar-lebar. Mataku memandang seluruh tubuhnya. Mengkilap karena keringat yang sudah mengucur deras dan membasahi seluruhnya. Rambutnya berantakan, sudah terlihat sangat lepek. Aku benar-benar sudah membuatnya kacau.

“Siap?”

“Hhh... hhh...”

Aku menyibak sedikit vagina yang tertutup rambut-rambut halus itu.

Satu.

Dua.

Tiga.

“Aaakkhh...” Mulutnya terbuka sedikit, matanya tertutup.

Penisku berhasil memasuki lubang vagina itu lagi. Sepertinya aku harus cepat menyelesaikan ini. Aku jadi mulai kasihan dengannya. Energi Cindy pasti sudah terkuras karena latihan tadi. Ah, tapi tak apa. Sepertinya dia meninkmati ini.

Plok.

Plok.

Plok.

Plok.

“AaaAAKKHH... E-ENAAKKHH... MMMPPHH...!!” Cindy sempat kelepasan dengan desahan kerasnya itu sebelum akhirnya ia tahan sekuat tenaga.

“Enakhh...? M-mau lagi nanti..hhh?!” Godaku.

“MMMPPHH.. U-UDAAHHHKH... MMMHH..!”

Plok.

Plok.

Plok.

Aku menggenjotnya secepat yang kubisa. Sepertinya aku sudah hampir sampai dipuncak. Aliran sperma itu bisa aku rasakan mulai mengalir ke ujung penisku. Cindy pun menegang, bergetar hebat. Sepertinya dia juga sudah hampir sampai.

“MMMPPGH... KAAKK...! MMPGHH...!!!”

“Barengannhh..!”

“MMMGGHH...!!” Kedua kakinya menjepitku tiba-tiba.

Ternyata Cindy sudah orgasme lebih dulu dariku. Cairan itu membasahi penisku didalam sana. Sementara aku sepertinya masih membutuhkan sedikit waktu lagi.

Plok.

Plok.

Plok.

Dan ini dia. Setelah beberapa saat. Akhirnya aliran itu benar-benar sudah hampir diujung. Aku buru-buru mencabutnya sebelum terlambat.

Crot

Crot

Spermaku itu tertembak tepat setelah aku mencabutnya. Hanya sedikit yang keluar kali ini. Belum sempat aku mengarahkannya ke wajahnya dan hanya menetes di perutnya saja.

Kedua kakinya merebah perlahan. Cindy berbaring dengan nafas yang terengah. Wajahnya terlihat memerah dibalik beberapa helai rambut lepek yang menutupinya.

“Hhh... hhh... M-makasihh... hhh...”

“Hhh... Hehe... sama-samahh... hehe...” Dia tersenyum lebar. Aku syukuri itu.

Aku terduduk lelah. Tidak seharusnya aku memaksakannya tadi, melihat Cindy yang terbaring lemas di lantai ini sudah membuatku agak bersalah. Sepertinya aku harus benar-benar mulai berlatih mengendalikan nafsu ini.

“M-maaf Mbul... k-kamu capek banget ya...”

“Hhh... enggak kok... hehe...”

Cindy sekarang sudah memposisikan dirinya duduk menghadapku yang terduduk menyandar tembok. Dia merapikan beberapa helai rambut yang menutupi wajahnya.

“Hhh... Yaudah deh... mandi sendiri-sendiri aja ya... hhh...”

Aku bangkit berdiri.

Cindy terdengar tertawa kecil disana.

“Eh? Kenapa ketawa?”

“Ah... enggak kok kak, hihihi... enggak apa-apa.”

“Dih, yaudah. Kamu mandi duluan aja.”

“Okee...” Dia tersenyum lebar padaku saat kaki ini melangkah keluar.

***​

Kesegaran terasa diseluruh tubuhku selepas mandi. Aku mengalungkan handuk warna biru ini di leherku. Dengan bertelanjang dada dan memakai celana pendek, aku berjalan menuju ruang depan menemui Cindy.

Begitu aku sampai di sana. Aku melihat gumpalan daging menggemaskan itu tertidur lelap di sofa. Ah, dia benar-benar kelelahan, aku bisa paham dari nafasnya. Pantas aku tidak mendengar suara apapun dari dapur tadi. Ternyata dia ketiduran disini. Beberapa helai rambut menutupi wajahnya. Pipi gembulnya itu terlihat sangat menggemaskan.

GOS3oYZS_o.jpg

“Bangunin enggak ya?”

Namun sepertinya belum lama ia terlelap disini. Aku jadi tidak enak untuk membangunkannya.

“Atau... aku ajak dia masak bareng aja ya?”

Aku mendekat kearahnya. Tangan kananku bersiap menggoyang pelan bahunya. Sepertinya aku memilih opsi kedua. Sebelum aku sampai di bahunya, entah kenapa kepalaku terbesit sebuah pikiran.

“Remes teteknya aja apa ya biar langsung bangun?”

“Jangan!”

“Remes.”

“Jangan!”

“Remes.”

“Jangan!”

Aku menggeleng cepat. Menghentikan aktivitasku.

Namun setelah aku berpikir lagi, memang seharusnya aku membiarkannya istirahat dulu. Aku menghela nafas, berjongkok disampingnya. Tangan ini kugunakan untuk merapikan rambut yang menutupi wajahnya itu. Perlahan, aku mendekatkan wajahku lalu memberikan satu kecupan hangat di keningnya.

Get some rest, my Aurora. You deserve it... ” Kataku lembut selepas mengecup keningnya.

Cindy masih dalam posisinya, tidak menunjukkan pergerakan yang merespon kataku tadi. Hanya dada dan bahunya yang bergerak seiring nafas beratnya.

Aku tutup dengan membelai rambut lurusnya itu. Sepertinya aku yang menggantikannya untuk memasak selagi dia beristirahat. Saatnya memanjakan sayangku ini. Hehe.

Setelah memakai kaus, aku berjalan menuju dapur. Menyiapkan hidangan untuk mengisi perut kami berdua. Semua aku selesaikan sekitar hampir satu jam. Menanak nasi, menyiapkan bahan-bahan, memasak lauk, hingga menyeduh teh. Dua piring yang sudah tersaji omelette spesial berisi sosis, keju dan sedikit potongan cabai dengan nasi yang masih panas telah siap, begitupun dua gelas teh hangat yang baru saja selesai kubuat.

Aku kembali ke ruang depan, membawa hidangan kami itu dengan sebuah nampan. Aku tersenyum. Cindy masih terlelap di sofa itu. Perlahan aku meletakkan nampan itu di meja setelah berjongkok. Aku memandangnya, sebenarnya aku masih tidak tega untuk membangunkannya dari tidur yang terlihat sangat nyenyak itu. Yah, tapi apa boleh buat, masakan ini kan enaknya memang dimakan selagi hangat.

“Mbul...” Panggilku lembut. Cindy tidak merespon.

“Mbul...” Panggilku agak keras. Masih saja tidak ada respon darinya.

“Cindy gembul...” Aku tambah dengan mengusap-usap pelan dahinya. Kali ini dia bergerak sedikit, namun kedua mata itu masih lekat. Aku menghela nafas.

“Cin...dy... Gembul... mbul... mbul...” Karena gemas. Aku malah menusuk-nusuk pelan pipi gembulnya itu dengan jariku.

“Nnggh... apasih kak...” Akhirnya dia terbangun. Suaranya berat, matanya pun masih tertutup.

“Makan yuk. Ini udah aku masakin. Kasihan perut kamu kosong kan?” Aku menarik jari itu dari pipinya. Membiarkannya mengucek matanya sesaat.

“Nngh... makan? Ngh.. kakak jadinya yang masak ya? duh... maaf... aku ketiduran... hhh...” Cindy memposisikan dirinya duduk. Ia masih mengucek matanya. Mungkin juga masih berusaha membuka kedua mata itu.

“Udah, santai. Nih, omelette.”

“Wah, telur dadar.” Katanya selepas kedua mata itu terbuka dan menerima piring dariku.

“B-bukan, omelette.”

“Sama aja kali.”

“Beda.”

“Sama kak...”

“Beda.”

“Ish, omelette itu sama aja telur dadar.”

“T-tapi-“

“Ini dari telur kan?”

“I-iya.”

“Dadar kan?”

“I-iya...”

“Ya udah telur dadar.”

Entah kenapa kami malah bisa berdebat hanya karena nama.

“Udah. Makan aja yuk, hehe.”

“Hehe. Oke. Kayaknya enak nih omelettenya, kak.”

Karepmu!” Aku yang sebal menyentil jidat lebarnya itu.

“Hahaha.” Dia tertawa. Aku pun ikut tertawa karena tingkahnya tadi. Dasar.

Segera aku meraih piringku lalu duduk disebelahnya. Cindy mulai menyantap suapan pertamanya.

“Gimana?”

“Emm, enak banget kak, serius!” Dia terlihat berbinar. Sepertinya dia tidak berbohong barusan. Aku turut senang mendengarnya.

“Eh iya, futsal kamu dua hari lagi kan ya?”

“Ah iya, kak. Ehehe, dateng ya.”

“Jelas lah. Ehehe. Aku anter sekalian?”

“Yakin bangun pagi? Hihihi.”

“Yee, bisa lah. Gimana?” Aku melahap suapan pertamaku.

“Okedeh. Janji ya? awas kalo telat lagi!” Dia menodongkan garpu itu ke depan mataku.

“Ah elah galak amat sih. Ahaha. Janji.”

“Okedehh, hahaha.”

Aku menyalakan televisi yang ada di depan kami.

“Oh iya kak. Aku lawan timnya kak Jinan loh besok.”

“Wah iya? Seru nih.”

“Dukung aku dong?”

“ Dih, dukung Jinan lah. Emang kamu bisa futsal? Yee...”

“Iiih, emang kakak? Kakak aja enggak ikutan main kan di tim cowok? Wlee.” Dia menjulurkan lidahnya. Mengejekku yang memang tidak bisa bermain futsal ataupun sepakbola. Emm... bukan tidak bisa, hanya saja aku tidak terlalu suka berolahraga.

“Yee, canda kali, mbul.”

“Ahahaha! Dasar!”

Kami pun lanjut mengobrol tentang banyak hal. Kadang ke musik, perkuliahan, film, Cindy yang bercerita tentang pengalaman masa sekolahnya, macam-macam. Hingga sepiring omelette dan teh hangat itu habis.

Aku bersiap mengantarnya pulang ke kost, tidak enak juga jika memulangkannya setelah jam malam di kostnya. Aku tidak mau citranya jelek di mata pemilik kost itu.

***​

Smartphoneku bergetar. Aku yang sedang asyik menonton klip video dari Sheila on 7 meraih benda yang tergeletak tak jauh dari laptopku itu. Ah, pesan LINE dari Cindy.

22.06 Aku tidur dulu ya kak. Jangan begadang lho. Hehe

22.07
n2rKfXLE_t.jpg


22.07
9RrEE9Cs_t.jpg


22.07 Good night ♥♥♥ Love you


Aaaarrrggghhh! Gemas! Kenapa harus pakai foto sih?! AAAAAKKKK!!

Aku menghela nafas sejenak sebelum membalasnya.

22.07 Iya iya, enggak begadang kok. Hehe.

22.08 Good night mbul, Love u too ♥♥♥



To be Continued...
 
Futsal nya semoga jangan ngabisin update selanjutnya hu, ntar kayak Tsubasa mau nendang atau oper bola bisa sampe 5 episode :kaget:

Cindy kenyal, Jinan gurih :cup:
 
Enak banget hu cindy :genit:
Hehe, enak bangett wkwkkw

Hajar.....Cobain satu-satu
Nah ini. Saran bagus suhu wkwkkw

cindy gurihh mantap
Gurih kenyal gimana gitu ya? Wwkwk

Futsal nya semoga jangan ngabisin update selanjutnya hu, ntar kayak Tsubasa mau nendang atau oper bola bisa sampe 5 episode :kaget:

Cindy kenyal, Jinan gurih :cup:
Wkwkkw, ntar pas Cindy mau nendang ke gawang flashback dulu pas waktu latihan keras sampe 3 part wkwkkw
 
Emm... bukan tidak bisa, hanya saja aku tidak terlalu suka berolahraga.

Sukanya olahraga yang sama Cindy & Jinan :pandapeace:

Halo... hehe, maaf agak lama. Ya disamping alasan yg kemarin wkwkwk, masih agak shock sih sama oshi saya yang ngumumin grad kemarin Sabtu :( jadi kemarin sempet enggak mood buat update. huhuhu...

Semangat dong, hu
Masih ada Diani kan :pandaketawa:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd