Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Hanya cerita biasa

ritz9721

Suka Semprot
Daftar
1 Jan 2014
Post
22
Like diterima
106
Bimabet
Selamat pagi/siang/malem :banzai::banzai:

Maaf mau cerita dikit aja, cuma sekedar goresan :). Masih nubie (dari dulu sampe sekarang) haha. Jadi tulisannya nggak terlalu bagus.

Untuk update, kalau pada suka diusahakan setiap halaman. Maksimal setiap minggu, kalo TS lagi sibuk. Mohon masukan dan saran juga. Thank you semua.

Selamat membaca :baca:

Sebuah pesawat berkecepatan 800 km/h melaju di langit yang berwarna kuning kemerahan. Dua orang pilot menggunakan kacamata hitamnya, sedang mengamati awan sekitar dan navigasi pesawat.

“ATC tower to Jakarta Air, heading to 125 down to 10.000 feet.” suara berbunyi dari headphone yang mereka gunakan.

“Roger, Jakarta Air heading to 125 down to 10.000 feet.” Ujar Dimas.

Dalam hati Dimas, akhirnya bisa kembali ke Jakarta dan beristirahat sejenak menikmati akhir pekannya. Hampir beberapa hari, Dimas tidak bisa menikmati waktu luangnya karena jadwal yang sangat padat dan harus bergantian dengan Azis, temannya satu batch dalam pendidikan menjadi seorang pilot ini. Masih terngiang dalam kepalanya, bagaimana pada saat itu mereka berdua sedang berjalan menuju head office untuk mendapatkan briefing mengenai penerbangan pada hari itu, tiba-tiba dering handphone Azis berbunyi dan mengabarkan bahwa Ayah Azis meninggal karena serangan jantung.

“Dim, mau kemana malam nanti?” Ujar captain.

“Paling mau jalan-jalan bentar Capt, terus balik ke rumah. Udah kangen sama orang tua Capt. Hahaha.”

“Dasar, kamu anak mami banget emang.”

Captain Tomi, beliau merupakan pilot senior sekaligus coach Dimas dan Azis saat pendidikan. Orangnya baik, tidak pernah aneh-aneh. Bukan orang yang suka hura-hura, family man. Perfect guy, I think.

“Jakarta Air to ATC Tower. We heading to 5.000 feet, autopilot is off and ready to land” Ujar captain Tomi.

Aku hanya melihat awan dan matahari, suasana seperti ini yang sangat aku sukai dari penerbangan. Feeling cozy and chill.

“Dimas, prepare for landing”.

Aku menurunkan flap, menyalakan sabuk pengaman, Turbo jet perlahan aku pelankan. “Prepared for landing Capt”. Ujarku

“One Thousand”

“Five hundred”

“Gear down, Checked.”

Terlihat dari kejauhan landasan pacu dari Bandara Soekarno Hatta.

“One Hundred, Fifty, Forty, Twenty, Ten, and Down.” Ujarku. What a perfect landing, pendaratan dengan Captain Tomi adalah pendaratan termulus yang pernah aku rasakan.

“Nice Landing Capt, congratulation.” Ujar ATC Tower.

Captain Tomi tersenyum, aku tidak mengetahui apa arti senyumnya itu. Mungkin kebahagiaan bertemu dengan keluarganya? Who knows.

Selesai taxing dan semua orang sudah keluar. AKu melakukan final check dan evaluasi. Membahas tentang penerbangan, servis yang mungkin kurang memuaskan, ataupun masalah dalam pesawat.

“Thank you team, good job.” Ujar Captain Tomi

“Thank you Captain.”

“Ih tapi aku sebel banget, masa tadi ada Bapak-bapak tuh tangannya udah nakal gitu. Dia hamper ngangkat rok aku.” Ujar Susi.

“Yang baju kuning ya? Iya ih, dia kalo aku lewat selalu diliatin. Seksi aja nggak, gelambir dimana-mana”. Kata Anne.

"Buset, nggelambir apanya. Itu Anne perfect banget, dada kenceng perut rata, mana nggelambirnya Maemunaaaah". Dalam hatiku.

“Yaudah semuanya aman kan? Sini-sini aku peluk dulu.” Kataku.

Para pramugari langsung melihatku dengan mata jijik. Aku hanya tertawa melihat respon mereka semua.

Selesai menyerahkan berkas, aku menuju parkiran. Aku melihat mobilku parker diujung, mungkin sudah 7 hari tidak dipanaskan. Aku menyalakan mobil, memutar lagu Coldplay-The Scientist dan menyender di kursi. It’s really long day, I think. Aku melihat jam, ternyata masih pukul 18.00 WIB.

Tiba-tiba chat whatsapp masuk dalam handphoneku.

“Dim, lo masih di Bandara kan? Anterin gue dong.” Ujar Tami.

Tami adalah salah satu crew yang bertugas dalam pesawat tadi.

“Iya gue masih di Bandara Tam, lo nggak naik shuttle emang?”

“Tadi gue ketinggalan Shuttle Dim, mau numpang Captain Tomi nggak enak ada istrinya.”

“Oke, gue tunggu di pintu kedatangan ya. Nanti langsung aja naik mobil, Mager turun gue."

Dalam pendidikan, selain para Pilot juga ada pramugari. Namun kami berbeda batch, hanya saja karena pendidikan bersama sehingga aku mengenalnya. Tami sosok yang lucu, gokil, kadang sinting. Kalo udah ngebar, paling jagoan minum. Sering berusaha nyekokin aku, but no thanks. Nggak pengen minum.

Aku memacu mobilku ke pintu kedatangan. Aku melihat Tami dengan kemeja warna biru, dan celana jeans biru serta kacamata ala artis Korea berlari menuju mobilku.

“Sorry ya Dim, ngerepotin. Jadi nggak enak gue.”

“Anjirlah lo kayak sama siapa aja.”

“Iyalah, gue ga enak ama si Mala.”

Aku diam saja.

Di jalan Tami menceritakan bagaimana si Bapak baju kuning itu selalu berusaha mencari kesempatan untuk dapat menggoda para pramugari. AKu masih diam saja.

“Dim, lo gapapa? Bete nganterin gue?”

“Cuy gue ga bete kok asli, Cuma males aja lo ungkit lagi si Mala hahaha.”

Mala, satu nama beribu arti bagiku. Mala adalah satu manusia yang hidup di dunia ini. Nothing special, hanya saja pada waktu itu, aku dan Mala pernah bersama. Semua batch mengetahui bahwa aku berpacaran dengan Mala, melalui foto Instagram.

Flashback saat pendidikan

“Cuy, cakep juga cewek lo.” Ujar Aziz.

“Pantesan lo kagak ngincer sana sini, ceweknya artis Instagram gini.” Ujar Blasius

“Yaelah biasa aja anjir, kayak gapernah liat cewek cantik aja.” Ujarku

"Mana-mana sini, liat ceweknya Dimas" Kata Tami

"Ih anjir cakep emang ya, pantes si Dimas demen" Kata Tasya

Kembali saat ini

“Yah Dim, sorry ya. Nggak ada maksud buat nyinggung lagi, gue traktir deh abis ini.” Ujar Tami sambil memeluk tanganku.

“Nah gitu dong, kan demen gue jadinya. Masalahnya satu lagi Tam, jam segini macetnya bujuk.”

“Ah Dimas, jangan gitu dong jadi bikin gaenak.” Ujar Tami sambil memeluk tanganku semakin erat.

AKu diam saja, tidak bisa melakukan apa-apa. Sejujurnya, bukan karena kekenyalan dada Tami yang cukup membuat pusing cowok. Tetapi aku masih memikirkan Mala. Kalau ada tayangan di Net TV, Music Everywhere. Dalam pikiranku hanya ada Mala Everywhere.

Turun tol Pancoran, aku memacu kendaraanku ke McDonald terdekat.

“Drive Thru aja Dim, gue mager dine in. Nanti cari parkiran aja, baru kita makan.”

Aku mengangguk. Kita drive thru dan mencari parkiran. AKu turun dari mobilku, rasanya pegal sekali setelah macet yang membunuh secara perlahan itu. Tami turun dari mobilku, sambil membawa bungkusan McDonaldnya, dia naik keatas kap mobilku.

Kita makan dengan tidak berbicara, entah aku sedang tidak ingin memecah keheningan dalam diri kita. Tami pun memilih untuk tidak berbicara, tumben kataku.

Tiba-tiba handphoneku berbunyi, aku melihat nama Mala.

“Kenapa Mal?”

“Dimas lagi dimana?”

“Makan Mal, di Jakarta.”

“Kamu bisa ke rumah nggak?”

“Loh, suami kamu kemana emang?”

“Lagi nggak di rumah Dim, dia lagi di site.”

“Oke, tunggu sejam ya.”

Mala, entah kenapa dengan suara renyahnya aku tidak dapat menahan diri untuk menolak ajakannya. Tami mendengar itu, hanya berkata “Lo yakin Dim?”

AKu bilang “Let’s see Tam, who knows?”

Aku memacu kendaraanku mengantar Tami pulang, setelah turun Tami hanya berkata “Dim, lo hati-hati. Please, jangan kejebak.”

AKu hanya mengacungkan ibu jari, alias oke.

Aku menuju sebuah perumahan yang bahkan aku sendiri sering lupa namanya, tapi ingat tempatnya. AKu mencari Blok AC-14. Memarkir mobilku di depan rumah Mala, dan memencet bel.

“Mala”. Ujarku. AKu menelfonnya.

“Dim, udah dibuka semua. Langsung masuk aja ya.”

Aku masuk dalam rumahnya, rumahnya sangat mewah dengan interior yang menurutku tidak sembarangan.

To be Continued




PART 2, PAGE 2
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd