Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Hanya cerita biasa

Terimakasih atas segala apresiasinya. Karena sudah page 2, dan seperti yang saya katakan bahwa ada kemungkinan untuk update per page, akan saya usahakan terlebih dahulu :beer::beer:

Spoiler dikit, mungkin agak bikin kentang ya:D

Kalo ada masukkan, monggo saya sangat terbuka dengan segala saran dan kritiknya
:baris:

PART 2


Aku menelpon Mala

“Mal, pintu depan dikunci.”

“Dimaaaaas, untung lo dateng. Iya, gue lupa kemaren kayaknya belom ngunci pager. Tapi itu perasaan, makanya gue minta tolong lo dateng buat ngecekin pager dikunci kalo rumah dikunci atau belom. Sekarang gue di site sama suami gue.”

“HAH, Lo di site? Gue cuma disuruh ngecek doang ini?”

“Hehehehe, Iya Dim.”

“Kampret lo, gue baru landing udah buru-buru kesini terus lo bilang lagi di site laki lo.”

“Kan lo juga nggak nanya gue lagi dimana?”

Aku matikan Handphoneku

Bangsat, kataku.

AKu sudah buru-buru menuju kesini, dia cuma minta tolong buat ngecek pagar rumahnya? Well, I don’t know what is this called, is it “penjaga pintu zone?”

Aku langsung pulang menuju ke apartemenku, di daerah Jakarta dekat Pancoran. Menurutku, apartemen ini the best place. Cari taksi gampang, cari makan gampang banget, kemana-mana bisa bawa mobil, kalau malas tinggal menggunakan kendaraan umum yang ada. Best place, I think. Aku tinggal bersama Aziz, semenjak kita keluar dari mess, aku membeli apartemen ini dan dia ikut menyewa. Menurutku, sekaligus untuk membayar biaya perawatan yang…. Sadis harganya.

Aku membuka pintu, perasaanku tiba-tiba agak kurang nyaman

“Ahhhhh, ahhhhh sayaaaaang. Masukkin lagi yang cepeeeeet.” Suara perempuan berteriak

Aku cukup terpana, melihat perempuan tersebut telanjang dengan memperlihatkan lekuk tubuhnya yang menggoda dan kulitnya yang mulus membuatku semakin fokus pada badannya. Dia tiba-tiba menutup badannya dengan tangannya, Aziz yang masih menikmati badannya terus menggenjotnya dengan semangat. Aku masih mengidentifikasi, siapa perempuan tersebut.

“Anne?”

Bahkan aku tidak menyapa Aziz. Hahahaha.

AKu langsung menuju kamarku, membiarkan mereka untuk menyelesaikan kebutuhan biologis mereka. Aziz, I don’t know what is he thinking but. Woi kayak nggak ada kamar aja.

Aku menyetel Netflixku. Money Heist, one of the best film so far. Bagaimana adegan Professor yang ternyata mencintai komandan polisinya, he is smart, but dumb too. Haha, complete.

Tiba-tiba aku mendengar suara pintu membuka, lalu menutup. Aku tidak mendengar lagi suara Anne, mungkin dia sudah pulang. Ah, gila memang Anne. Sudah secapek itu, dia masih mau datang kesini hanya untuk Aziz.

Aku membuka koperku, dan memberikan Pie Susu kepada Aziz.

“Dari Bali.” Kataku.

“LO BARENG ANNE?” tanya Aziz sambil berteriak

“Yes, kenapa?”

“Oh God, no way. I thought you had different schedule with her.” Kata Aziz

“Emang kenapa? Haha. Btw, lo besok-besok masuk kamar aja ya. Gue jadi ngebayangin Anne kan sekarang.”

“Hahahaha, coli mulu lo bos. Keluar tisu lagi.”

Aku hanya tertawa dengan becandaannya. Aku tau, itu hanya becanda. Why should I take it seriously?

Chat Whatsapp masuk dalam handphoneku, Tami.

“Dimas, lo besok ada schedule?”

“Nggak, gue libur. Kenapa Tam?”

“Mau temenin gue pergi nggak, sekalian mau belanja.”

Belanja, aku membayangkan bagaimana repotnya seorang perempuan membawa tas dan menjadikan laki-laki yang membersamainya membawa setumpuk sepatu dan tas besar. Ah, nggak deh. Thank you Tami, but next time.
“Gue lagi pengen tidur dulu Tam seharian, minggu lalu gue padet banget double schedule sama si Aziz.”

Aziz, oh God aku lupa tanyain dia tentang bagaimana pemakamannya.

“Gimana Ziz, minggu lalu?”

“Lancar bro.”

“Nggak ada kendala?”

“Nggak ada.”

Oh okay, dia sepertinya tidak berkenan. Lebih baik aku tidak bertanya terlebih dahulu mengenai hal tersebut.

“Fifa?” Kataku

“Boleh, Online aja biar bareng sama Bobby, Tim, sama Bagas. Gue juga udah janjian hari ini mau maen sama mereka.”

“Boleh.”

Kita bermain Fifa sampai lupa waktu. Tertawa, bercanda, membicarakan perempuan (dan selalu keluar topik ini dimanapun berada), politik, hingga masalah kantor.

Aku melihat Handphoneku, jam 1 pagi. Aku sudah mengantuk, menuju tempat tidurku dan tidur.

Keesokan harinya, aku tidur seharian. Menghabiskan waktu hanya di kamar, dan streaming Netflix. Lalu tidur.

Pagi harinya, aku berangkat ke bandara. Hari ini aku menjadi pilot jaga. Menuju ke kantor, makan di restoran. Duduk-duduk seharian. Aku memilih jalan-jalan menjelajah semua terminal. Sudah lama aku tidak merasakan terminal 1 sampai 3 Bandara Soekarno Hatta. Tiba-tiba aku melihat rombongan orang-orang ATC berkumpul.

“Kenapa tuh Mbak?” Kataku

“Nggak apa, kita ada briefing aja.” Mbak tersebut menjawab.

Oops, aku lupa. Ini sudah kantor operator bandara. Aku langsung menjauh dan memilih keluar lewat jalur Taxing, nebeng shuttle bus taxing yang ada.

Sore harinya, aku akan pulang. Aku melihat Mbak tersebut. Aku menyapanya.

“Halo Mbak.”

“Eh mas-mas yang tadi nyasar.”

“Hehehe, iya Mbak jadi malu. Kenalin, Dimas dari Jakarta Air.”

“Rani, kantor gue di ATC.”

Ohh, aku hanya mengangguk. Kami bersama menuju parkiran mobil, tapi dia berbelok ke stasiun kereta menuju stasiun sudirman.

“Lo naik kereta?”

“Iya, gue naik kereta.”

“Bareng gue aja.”

“Hmm, nggak deh. Next time ya.”

“Udah, sans bae. Yok, gue anterin. Rumah lo dimana?”

“Gading Serpong.”

Mampus aku, dari apartemenku bisa sampai 2 jam sendiri.

“Terus, lo kok ke arah stasiun?”

“Iya, gue mau naik kereta. Turun di Batu Ceper.”

Oh iya benar, itu lebih mudah.

“Lo jadi bareng gue nggak?”

“Boleh, kalo lo maksa.”

Sial, aku cukup menyesal mengajaknya pulang haha. Aku tidak menyangka bahwa rumahnya di Gading Serpong, berarti aku bisa sampai apartemen jam 10 malam nanti. Yasudahlah, apa boleh buat. Salahku juga.

Aku membukakan pintu Rani, lalu berangkat menuju rumahnya. Aku perhatikan, Rani cantik juga. Kulitnya tan seperti Tara Basro, badannya kurus. Dadanya tidak terlalu menonjol, tidak seperti Tami. Bahkan kecenderungannya kecil, haha. Tidak, aku bukan tipe laki-laki yang menilai perempuan dari bentuk badannya. Tapi, memperhatikan badan perempuan sepertinya cukup menarik. Oh tidak, value first. Aku menghargai orangnya terlebih dahulu.

First impressionku terhadap Rani, orangnya friendly, cukup baik juga. Bukan tipe yang gokil, tapi tidak juga yang diam:D saja. Seru, tapi biasa. Entahlah, apa yang dipikirkan oleh Rani. Tapi, Rani cukup menarik bagiku.

Aku melaju di kemacetan tol, mengantar Rani ke rumahnya. Rani turun. Aku lupa satu hal.

“Ran, minta nomor lo dong.” Kataku

“08xxxxxxxxxxx. Itu”

Gotcha.

“Nanti aku chat ya kalo udah sampe apartemen”

“Boleh, hati-hati Dimas.”

Aku menuju ke apartemen. Memecah kesunyian malam dengan lagu Dumb Ways to Die. Mala, Rani, Tami, Anne. Tiba-tiba semua perempuan itu menghinggapi pikiranku. Mala dengan impulsifnya, Rani dengan kesederhanaannya, Tami dengan badannya (It’s true dude, Tami bener-bener perfect kalo dilihat dari body) dan Anne dengan. Oh God, kenapa aku terbayang badan putihnya itu.

To be continued
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd