Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Hanya cerita biasa

Update ya gan, spoiler lagi mungkin bakal makin kentang :D

Diusahakan buat update per page, jadi here we are on the page 3

PART 3

Berminggu-minggu setelah pertemuanku dengan Rani, aku sering mengajaknya makan siang jika sedang menjadi pilot jaga. Selain itu, Rani sering menceritakan bagaimana serunya bekerja dari ATC dan melihat bagaimana pesawat bisa terbang, mendarat, lalu melihat banyak sekali layar, serta membayangkan bagaimana keadaan jika kita terbang diketinggian sana

“Aku suka bayangin Dim, gimana rasanya kita bisa terbang di ketinggian 30.000 feet tanpa harus menggunakan alat, rasanya seperti mimpi.”

Memang mimpi, mana mungkin manusia terbang tanpa alat. Ah, aku tidak ingin merusak imajinasinya.

Pagi ini, aku berjalan dari Terminal 1 Soekarno Hatta, masuk dan dicek seluruh bagasi. Melewati cabin room. Langsung menuju pesawat.

Pesawat Jakarta Air kali ini menuju Manado. Seharusnya kita langsung menuju Manila, tetapi karena Manila sedang menolak kunjungan orang luar negeri, kami menutup rute penerbangan menuju Manila.

“Jakarta Air, ready for take off.” Aku berbicara pada ATC. Kadang aku membayangkan bahwa, setiap aku berbicara dengan seorang perempuan di ATC. Aku membayangkan itu Rani. Loh, tapi kok malah Mala. Lah malah bayangin Mala sama suaminya, eh eh kok itu ada ena ena juga. AAAAKKKKKKK sial, tidak aku tidak ingin membayangkan Mala. Tidak untuk 2 hari ini di Manado.

“Roger, Jakarta Air. Heading to 245, go up to 20.000 feet and Runaway clear. Goodluck, enjoy the flight.”

“Clear to Go Capt. Jakarta Air to ATC, thank you.” Kataku

Captain Timothy mengangguk, sambil mendorong tuas jet.

“10, 20, 50, 100, 150” Kataku

Captain Timothy dan aku mengangkat tuas kemudi, lalu berusaha mencapai ketinggian 20.000 feet.

“Heading to 245.” Sambil aku memutar arah dalam navigasi.

Captain Timothy membelokkan setir menuju kiri. Pesawat miring ke kiri sampai menuju arah 245 derajat.

“Jakarta Air, heading to 30.000. Nice take off, all check.”

“ATC all check, Jakarta Air heading to 30.000.”

Aku menghela nafas. Manado, Captain Timothy, well tonight will be the wildest night happen in my life. Rahasia umum bahwa Captain Timothy adalah orang yang, party addict. Mungkin tidak hanya addict, dia sudah dalam tingkatan no life without party. Sudut manapun kota, dia tau tempat untuk berpesta dimana. Terutama Manado, yang sudah menjadi andalannya. Jangan harap semua crew bisa melewatkan malam tanpa membopong dia pulang menuju hotel.

“Capt, mau teh?”

“Lo kesambet apa bangsat! Tiba-tiba nawarin gue teh.”

“Nggak Capt, siapa tau mau hahaha.”

“Boleh deh teh, jangan terlalu manis ya. Biar segeeeer.”

Tanda teh tidak manis adalah dia akan berpesta malam ini. Congratulations guys, kalian bakal membopong captain kalian.

Captain Timothy sebenarnya agak misterius, dibalik dari humoris dan party addictnya. Aku tidak pernah mengetahui background dia menjadi pilot, kenapa bisa di Jakarta Air, bahkan keluarganya dimana pun tidak ada yang mengetahui. Dia menutup rapat segala personal life (kecuali party tentunya) kepada semua orang.

“Dim, nyampe hotel kerokin gue ya.”

Kerokin adalah tanda dia minta ditemani untuk pesta. Dari mana aku tau? Aziz. He literally know everything.

“Mau kerok dimana Capt?”

“Biasa, tempat nongkrong gue. Lo kalo udah turun, jangan panggil Capt lagi. Kakak aja, biar kita mirip dikit.”

The craziest word I’ve ever heard selama aku jadi pilot, aku harus memanggil Captain Timothy Kakak? Thank God, but no. Masih sayang nyawa harus ngebopong dia ke hotel nanti malam.

“Liat ntar aja Capt.”

“Ah basi lo, cemen banget.”

Aku hanya tertawa. Haha, aku tidak bisa merespon apa-apa lagi. I just wish I past this night safe.

“All checked. Ready to change.” Kata ATC Soekarno Hatta.

Itu adalah tanda aku sudah meninggalkan Jakarta cukup jauh, here we are preparing for the night.

Sampai Manado, aku langsung menuju Boulevard. I miss this place so much, even pantainya yang bisa dibilang tidak dapat dibanggakan. Tapi, cukup mengasyikkan. Di sebelah Boulevard, ada dermaga untuk menuju Tahuna dan Bitung. Kapal-kapal bersandar sambil diterpa ombak. Aku berjalan menuju hotel, dan ada Lisa, Ica, dan lagi-lagi Anne.

“Mau kemana kalian?”

“Ada ajah, kepo banget sih.”

Hadeh, memang mereka ini menggemaskan.

“Nebeng ya.” Aku berjalan mengikuti mereka.

Daripada aku harus berjuang membopong Captain Timothy, lebih baik menemani mereka belanja. Aku tau mereka akan belanja, dari menggunakan celana pendek dan baju pantai seperti di Bali serta sandal jepit. Justru hal ini membuatku semakin yakin mereka akan belanja

Hingga tiba akhirnya menuju salah satu mall terbesar di Manado. Pindah lantai 1, menuju lantai selanjutnya, memutari mall. Sampai akhirnya malam tiba.

“Dim, kalo lo nggak nemuin gue sampe pagi. Gue disini ya.”

Aku mengangguk, sejujurnya dikarenakan aku tidak minum dan merokok. Aku sangat menghindari club malam.

Aku mengendarai kendaraan yang disewa oleh Captain Timothy menuju Malalayang. Memakan pisang Goroho, sambil mendengar deburan ombak. Lucu, karena aku tidak dapat melihat laut tapi aku menikmati suaranya melawan daratan.

Aku kembali menuju hotel, tiba-tiba ada chat personal dari Rani

“Aku capek nih”

“Yaudah tiduran”

“Nanti, masih di jalan.”

“Yaudah kabarin nanti pas di rumah.”

Selesai.

Sudah itu saja chatku dengan Rani, singkat, padat, dan jelas. Dia jarang membalas Chat dengan baik. Dia lebih seru kalau ketemu.

Ting tong

Suara bel kamarku berbunyi.

Aku membuka pintu kamarku.

“Ica?”

Dia masuk kamarku, melepas sandalnya dan menyalakan TV. Tampak dia murung. Menggunakan baju Bali gombrang dan celana pendek, tampak badannya yang sering tanning tetapi mulus. Tidak ada goresan ataupun noda apapun.

“Lo kenapa Ca?”

Dia masih diam.

“Gue males di kamar.”

“Lah, emang kenapa?”

“Lisa cabut tadi sama pacarnya, Anne telponan gatau sama siapa. Gue dianggurin.”

“Yaudah ngegame aja sono. Biasanya player PUBG juga.”

“Lah lo ngusir?”

Aku diam saja, sejujurnya aku tidak mengusirnya. Aku bingung harus merespon apa.

“Dim, lo pernah nggak sih ngerasa kalo dunia lo hancur lebur?”

“Hmm, kenapa Ca?”

“Have you ever feel that you are in the end of the world but you cant do anything, and yet you didn’t have anything?”

“Lo lagi kenapa? Sedih?”

“Bokap gue nikah lagi, adek gue cabut dari rumah. Gue kerja mulu, nyokap gue ngilang. I feel like a shit.”

“Ca, gue ngerti rasanya tinggal sendiri. Tapi, kalo bahas keluarga. Sejujurnya gue gatau harus ngerespon apa, karena gue bersyukurnya dilahirkan dalam keluarga bahagia. Bokap gue di Tambang, nyokap gue usaha butik sama restoran. Gue dirumah sama adek gue, gue cabut dari umur 18 karena pendidikan pilot tanpa ada kekurangan kasih sayang. Kadang emang bokap atau nyokap keras sih, tapi gue bahagia tinggal dikeluarga gue.”

Dia menangis, sambil memeluk guling dengan erat. Aku hanya duduk di sebelahnya, memberikan semangat. Aku tau, tidak semua orang terlahir dengan kasih sayang yang sempurna, ataupun materi yang berkecukupan. Aku hanya berusaha terbuka kepada Ica, tidak ingin mengikuti apa yang ingin dia dengar.

“Dim.”

“Hmm?”

Tiba-tiba kita berciuman. Ciuman. Boss, it's real. Aku ciuman sama Ica.

Sesekali lidahnya keluar dan dimasukkan dalam mulutku, lidah kami bersatu. Aku meremas dadanya dan dia menggelinjang

Dia melepaskanku, melepaskan satu persatu bajunya. Menyuruhku untuk menjilat dadanya.

Aku bangkit, membalikannya, dan menciumi lehernya. Mengenduskan telinga dan memainkan pentil dadanya. I never thought Ica will do this to me.

Ica memegang kejantananku.

”Ca”

Dia mencium bibirku dengan erat, mencopot celana dan bajunya yang tersisa bra dan celana dalamnya. Dia mencopot celana dalamnya, lalu menggesekkan memeknya diatas kontolku. Shit, I feel really horny

“Ca.”

Dia tidak bergeming. Rambutnya dikucir. Sambil menjilati dadaku.

“Ca.”

“Please, don’t talk. I want you inside me tonight.” Katanya

Dia terus menciumiku, menjelajah badanku sambil sedikit menggigit dadaku

“God, I’m so tempting with your body Dim.”

Aku tidak bisa bergerak, sama sekali. Aku sangat menikmatinya.

Dia sudah mencopot celanaku, dan sudah menempelkan memeknya di kontolku.

“Ca, please.”

Dia menutup mulutku dengan cium dan berusaha memasukkan kontolku dalam memeknya.

“CA I’M A VIRGIN.”
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd