Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT As Elegant As Aurora [TAMAT]

Status
Please reply by conversation.
walau kurang tertarik sama objeknya, tapi dengan tulisan yang rapi dan detail kayak gini, tetep bikin tertarik untuk dibaca, ditunggu updatenya bosku
 
Part 3

“Eh oiya kak, aku nge-charge hape ku ya,” Dia menunjuk kearah rol kabel yang ada disebelah kanan bawah TV. Chargernya telah tertancap disana.

“Oh, iya.”

Aku buru-buru menutupi selangkanganku dengan bantal yang ada disamping kananku. Menumpu dagu dengan kedua tanganku diatas bantal itu.

“Kak Dimas.”

“Iya?” aku menoleh kearahnya dengan posisi ini.

“Kakak suka banget sama musik ya?”

“Kok tau?”

“Tuh, ada keyboard. Tadi di kamar kakak aku lihat ada gitar akustik... gitar elektrik juga. Poster-poster di kamar kakak juga tentang musik semua. Apalagi ini, kaos-kaosnya pun enggak jauh-jauh dari musik. Hehe.”

“Hehe, iya.” Aku memperbaiki posisi dudukku.

Instagramnya kakak banyak video nge-cover lagu juga.”

DEG...

“Hihihi... udah aku follow kok, kak. Follow back ya. Hihi.” Cindy cekikikan sambil tangan kanannya menutupi mulutnya. Aku menahan nafas.

“I-Iya...” Wajahku memerah. Aku tahu, dia pasti menyadari aku menyukai salah satu foto di instagramnya. Dan itu hampir kupakai sebagai bacolan...

Setelah itu, tak ada percakapan lagi selama beberapa menit. Cindy fokus ke tayangan kartun itu. Kemaluanku masih saja keras. Hawa dingin ini semakin memperkuat nafsuku. Semakin aku tahan, semakin kuat hasrat ini. Aku menoleh kearahnya.

“Cindy...” Dim, jangan nekat.

“Iya kak?” Dia menoleh.

“Emm... gini...” Tahan Dim... Tahan!

“Kenapa kak?” Dia mengernyitkan dahi. Kedua mata kami bertemu. Aku menatapnya dalam. Jarak kedua wajah kami hanya 30 cm. Perlahan, aku mendekatkan wajahku.

“Ka-mpp...” Belum selesai dia berujar, aku lebih dulu mencumbu bibir tebalnya itu. Kedua tanganku pun meraba-raba bagian belakang lehernya. Tak ada respon sama sekali darinya.

“Eh. M-maaf...” Aku berpaling, menjauhkan posisiku dan berdiri membelakanginya. Kedua tanganku menutup wajahku yang tertunduk. Jatungku masih berdebar cepat. Aku tidak habis pikir bisa kurang ajar langsung mencumbunya seperti itu.

“Kak Dimas...”

Aku bergeming.

“Kok berhenti...?” Suaranya lembut, dan itu mengejutkanku.

Aku melepas kedua telapak tanganku lalu menoleh kearahnya. Dia meletakkan handuk yang dikalungkanya di leher tadi ke kepala sofa.

“Eng...Enggak apa-apa?”

Dia tersenyum, tangan kirinya menepuk-nepuk bagian sofa dimana posisiku duduk tadi. Mengisyaratkanku untuk kembali kesana. Aku pun lekas memposisikan diri, meraih dagunya dengan tangan kiriku, lalu mendekatkan wajahnya. Cindy memejamkan mata, nafas hangat kami bertemu sebelum akhirnya kami saling bercumbu.

Kedua tangannya merangkul erat dibelakang kepalaku, sementara tanganku kembali meraba-raba lehernya yang tertutup rambut panjangnya yang masih terasa basah. Ciuman kami berlanjut, kami bertukar liur didalam mulut kami, lidahku menari didalam mulutnya yang akhirnya dikait oleh lidahnya. Kami menikmati ciuman ini.

“Ahahahahahaha! Lihat itu Patrick!”

“Hohohoho! Iya Spongebob! Aku lihat! Ohohoh-” Aku meraih remot dan mematikan TV tanpa melepas ciuman kami.

Ciuman kami semakin liar hingga dagu kami basah dengan air liur. Decakan kami terdengar semakin keras. Bibirku berpindah menciumi lehernya. Rambutnya itu masih saja harum. Kedua tanganku kini mulai turun ke dadanya, meremas kedua payudaranya. Tunggu, dia enggak pake beha?

“Mmmhhh... sshh... uummhh...” Aku mendengar dia mendesah.

“Cin, enggak pake beha ya?”

“Mmmmhhh... iya... hehe... aahh... Soalnya basah... mmmhh... terus kak...” Dia masih memejamkan mata, menggigit bibir bawahnya. Cindy menikmati ini?

“Lepas ya?” Aku memegangi bawah kaosnya. Cindy tersenyum, kedua tangannya yang semula terkulai diatas bahuku kini ia angkat keatas. Aku anggap itu sebagai persetujuan. Segera, aku mengangkat kaosnya. Perlahan aku meihat perutnya yang datar, pusarnya yang menggoda, lalu aku tertahan di dadanya karena memang kaos ini agak sempit untuk Cindy.

“Aduh, susah nih.”

“Iih... geli kak, buruan.”

Perlahan aku mengangkatnya dengan susah payah, dadanya bergoyang saat terbebas dari kaos itu. Kedua bongkahan itu kencang, menantangku untuk meremasnya lagi yang kini sudah tak terhalang apapun. Kulit putih mulus Cindy itu semakin membakar gairahku.

“Wah... gede juga ya...”

Setelah membuang kaos itu, kedua tanganku langsung meremas kasar payudaranya.

“Ahhh... mmmhhh... pelan-pelan kaakk... mmmhhh...”

“Enggak bisa...”

Bibirku kembali menciumi lehernya, sesekali aku menghirup aroma keringatnya yang kini mulai membasahi tubuhnya. Hawa dingin yang tadinya menyelimuti kami kini terkalahkan oleh panasnya nafsu kami.

“K-kaakk...”

“Hmm?” Aku menghentikan remasan dan ciumanku.

“Ganti posisi ya... Sempit disini...” Tangannya menyingkirkan kedua tanganku dari dadanya. Dia membawa bantal yang ada di sofa, lalu tidur terlentang di karpet. Kedua tangannya ia silangkan keatas sehingga ketiak mulusnya itu terlihat. Payudaranya pun terangkat.

“Yuk, lanjut kak.”

“S-SIAPP!”

Aku lantas menindihnya, lalu melepas kaosku yang membuatku gerah. Kini aku menjilati ketiak mulusnya itu sambil kedua tangannku masih bermain-main dengan dadanya. Aku memutar-mutar jariku di luar putingnya yang masih berwarna kemerahmudaan itu hingga membuatnya gatal dan menggelinjang.

“Iiihhh... kaakk... mmmhhh... jangan gituu... aahh...” Desahan itu kembali terdengar. Melodi yang indah ditelingaku.

Puas dengan ketiak, aku kembali mencumbu bibirnya. Kini jariku mulai mencubit-cubit dan memelintir putingnya yang sudah mengeras itu. Cindy semakin menggelinjang. Kedua tangannya yang semula ia silangkan keatas kini memegangi kedua bahuku. Payudaranya membesar. Aku melepas ciuman di bibirnya dan beralih ke area perutnya. Aku menjilati liar pusar di perut datarnya itu.

“Mmmhhh... en-aakk...” Kepalanya mendongak.

Karena semakin gemas, akhirnya aku mengisap payudara kirinya itu. Sementara payudara kanannya masih sibuk dimainkan oleh tanganku, aku bergantian melakukannya. Sampai akhirnya, tubuh Cindy menengang.

“Aaaakkhh... kaaakk... aku... keluaarr... mmmhhhh...!!”

Aku melihat kearah selangkangannya, dan celananya itu sudah basah. Cindy squirting. Dadanya naik turun, nafasnya sengal.

“Masih kuat...?”

“Ehem...” Dia tersenyum.

Aku menurunkan celana training itu. Ternyata dia juga tidak mengenakan celana dalam.

“Ih, kamu sengaja ya?”

“Apa kak?”

“Enggak pake daleman.”

“Iiihh... kan basah semua... enggak nyaman tau pake yang basah-basah... Lagian, emang aku mau pake daleman cowok?”

Aku yang menahan tawa pun lanjut melepas training itu hingga sekarang Cindy benar-benar telanjang bulat, tak ada sehelai benang pun yang melekat disana. Lekuk tubuhnya pun akhirnya bisa aku nikmati tanpa terhalang apapun. Vaginanya yang kemerahmudaan itu belum tertutup banyak bulu. Aku mengangkat kaki kanannya dan menahannya dengan tanganku. Aku mulai menjilati sekitar vaginanya. Sementara tanganku yang satunya sibuk meraba-raba pahanya. Cindy yang merasakan rangsangan itu kembali mendesah dan menggelinjang.

“Aahhh... enaakk... T-terus kaakk...” Kini dia memaikan sendiri payudaranya dengan tangan. Ah, baguslah, biar aku fokus dengan tubuh bagian bawahnya ini. Setelah puas menjilati vaginanya, aku bersiap memasukkan kedua jariku kesana.

“Tahan ya, Cin. Tapi enak kok.”

Lalu jari telunjuk dan tengahku pun masuk kedalam lubang hangat itu. Karena sudah basah, dengan mudahnya aku mengocok dan bermain didalamnya.

“Mmmmhhh... E-en-aakk... mmmhh...” Cindy memejamkan mata.

Aku menusuk-nusuk vaginanya itu, memaju-mundurkan kedua jariku dengan tempo yang pelan. Cindy mengernyitkan dahi, menggigit bibir bawahnya kuat. Aku putuskan untuk mempercepat tempoku, kedua kakinya bergerak-gerak.

“Aaww... kak... pelan-pelan... mmmhhh... sakiiitt... Mmhhh...” Kedua tangannya meremas karpet menahan perih.

Aku tidak menggubris permintaannya barusan. Aku terus menusuk-nusuk dengan tempo cepat. Bahkan sekarang lebih cepat. Desahannya semakin keras, muka Cindy memerah. Badannya menegang, matanya terpejam, kedua tangannya meremas karpet kuat-kuat. Sepertinya dia sudah sampai di ujungnya.

“Aaaahhh.... ak-u... keluar lagii kaakk...! aahhh... aaahh..!”

Cindy squirting untuk kedua kali. Cairannya membasahi jariku dan karpet dibawahnya. Baunya yang khas itu kuat memenuhi lubang hidungku. Dada Cindy kembali naik turun, nafasnya lebih sengal dari tadi. Dia mengusap wajahnya yang basah keringat.

“Hehe... kakak nakal ya...” Dia tersenyum.

Aku membalas senyumannya lalu meraih kursi dan duduk disana. Penisku sudah sangat tegang daritadi. Menunggu terbebas dari sarangnya.

“Hehe... bentar ya kak...” Dia berjongkok dihadapanku, menurunkan perlahan celana pendekku itu. Matanya membulat saat melihat tonjolan besar dibalik celana dalamku.

“Waduh, udah nunggu dari tadi ya? Hihi...” Cindy lantas membuka celana dalamku lalu menurunkannya sampai mata kakiku.

“Ih, ya ampun... Gede banget kak... Ngeri.” Matanya kembali membulat saat melihat penisku yang sudah mengacung tegang.

“Hehe, habis, udah nahan dar-oohh...!” Aku merasakan sensasi yang menjalar keseluruh tubuh saat Cindy tiba-tiba mengocok pelan penisku. Kulit tangannya yang halus itu benar-benar membuatku keenakan. Caranya mengocok pun tidak buruk.

“Eh, caranya gini kan ya, kak?” Tanyanya polos. Dia menahan tangannya lalu menoleh kearahku.

“I-iya... enak kok... lanjut aja...” Aku memejamkan mata. Cindy melanjutkan kocokannya. Aku membiarkannya bermain-main bebas.

Temponya semakin cepat, tangannya yang satu lagi memijit-mijit testisku pelan. Aku mencengkram pinggiran kursi ini kuat-kuat. Badanku menegang. Aku merasakan aliran sperma sudah hampir sampai diujung penisku.

“Cindyy...! ak-u... aahhh...!”

Croot Croot Croot

Aku pun menyemburkan cairan spermaku ke wajahnya. Aku memejamkan mata. Sensasi ini begitu nikmat.

“Iiihh! Kakak jorok!” Dia menutup mata lalu mengusap semua sperma yang melekat di pipi dan jidatnya dengan kedua tangan. Mengusapnya ke karpet.

“Hehe... maaf... enak sih...”

“Duh, masih mau ya kak?” Responnya saat melihat penisku yang masih saja tegang.

“Hehehe...” Aku menekan pipi gembulnya itu sehingga mulutnya terbuka. Belum mengistirahatkan diri, aku bersiap memasukkan penisku kedalam mulutnya.

“Eh?! Kak! U-mmph?!” Teriakannya tertahan karena penisku yang masuk kedalam mulutnya. Kedua tangannya berusaha mendorong kakiku agar kepalanya terbebas. Namun aku lebih dulu memegang erat belakang kepalanya. Aku mendorong kepalanya hingga nyaris seluruh penisku masuk kedalam mulutnya. Tenaga Cindy tak cukup untuk melawan. Tangannya meronta, berusaha membebaskan mulutnya, sepertiya ia merasa sesak. Namun apa yang bisa dia lakukan? Yang Cindy bisa lakukan kali ini hanyalah menurutiku. Kehangatan mulutnya ini membuatku kembali merem melek.

Setelah beberapa saat, aku membimbing kepalanya maju-mundur. Sensasi itu kembali menjalar keseluruh tubuh. Perlahan, Cindy mulai mengisap penisku sambil memaju-mundurkan kepalanya sendiri. Aku kemudian melepas kedua tanganku lalu megusap-usap rambutnya. Membiarkannya lagi untuk memainkan penisku. Dia berhenti sejenak, merapikan poninya yang menghalangi, lalu lanjut mengisap penisku. Tangannya kembali memainkan testisku.

“Aaaahhh... Cindy... Mmmmhhh...”

Tanganku terkulai. Kubiarkan menggantung bebas. Aku menggigit bibir dan mendongak. Tubuhku sudah basah dengan keringat, sama halnya dengan Cindy. Detak jantungku terasa lebih cepat. Dadaku naik turun. Sementara Cindy masih dalam tempo. Sesekali ia berhenti, lalu melumat pelan penisku.

“Aahh... Cindyy... mmmhhh... enaakk... aaahh...” Aku mendesah kencang. Hingga akhirnya, aku sampai pada batasku lagi. Aku sengaja tidak memberitahunya, dan...

Croot Croot Croot

Aku menahan kepalanya, agar spermaku tumpah di mulutnya. Aku bisa melihat Cindy mengernyitkan dahi. Sepertinya dia merasa jijik dengan sperma didalam mulutnya.

“Mmmh... nghmgnhh... mnghngg...” Racaunya karena penisku masih ada didalam mulutnya.

“Telen aja Cin... enggak apa-apa kok.” Aku kembali mengusap-usap rambutnya dan mengeluarkan penisku dari mulutnya setelah mengeluarkan semua spermaku. Cindy terlihat agak canggung baru ia menelannya dengan mata tertutup.

"Gimana?”

Dia terbatuk, lalu membuka lebar mulutnya, tanda ia memang menelan semua spermaku.

“Hehe, enak kan?” Aku bersandar.

Cindy mengangguk pelan. Ia kembali tersenyum, dengan tubuh yang basah keringat dan rambut acak-acakan. Ah, sepertinya... satu ronde lagi masih bisa, I have to fuck her right now. Namun tiba-tiba, mataku terasa berat, kepalaku pusing. Perlahan, semua menjadi gelap, Aku ambruk ke karpet...

***

“Kak...? Kakak...? Kak Dimas?”

Aku perlahan membuka mata setelah merasakan guncangan di bahuku. Cindy terlihat jongkok disampingku, dia sudah berpakaian lengkap, harum wangi. Sepertinya dia baru saja mandi. Cindy memakai lagi kaos hitam yang tadi aku pinjamkan, namun kini ia memakai celana training yang berbeda dari tadi... tunggu... apa dia... menggeledah lemariku..?

Sementara aku, aku masih telanjang bulat. Apa aku... pingsan?

“Akhirnya... Kakak ih bikin takut. Kirain udah jadi mayat.” Cindy perlahan berdiri. Aku mengucek mata sebelum mencoba bangkit untuk memposisikan diriku duduk.

“Sembarangan kamu kalo ngomong ya...” kataku dengan suara yang masih berat.

“Hihi... lagian kakak lemah banget sih, gitu aja pingsan.” Ejeknya sambil menyisir rambutnya yang basah.

“Hah? Pingsan? Ngg... ” Sial... pasti ini gara-gara aku masturbasi kemarin. Lagipula, memang tubuhku sedang kelelahan karena tidur pagi-pagi belakangan ini. Aku menatap jam dinding, jarum-jarumnya menunjukkan pukul 5 tepat. Lah, hampir dua setengah jam...

“Iya, lemah.”

“Ish, apasih. Aku capek tau semalem ngelembur tugas.”

“Alesan.” Dia menghempaskan tubuhnya ke sofa. Dadanya itu berguncang. Penisku kembali tegang.

“IIIHH...! Kok itu berdiri lagi...?! Mandi sana! Mandi! Bau tau gak! Kakak jorok!” Dia melemparku dengan sisir warna merah mudanya. Aku menangkisnya lalu tersenyum nakal.

“Gausah ya! Buruan kak aku mau pulang!” Rengeknya.

“Yaudah ayo aku anter seka-“ Aku bangkit berdiri sebelum dia memotong perkataanku.

“MANDI DULU!”

Cindy melempar handuk dan tepat mengenai wajahku.

“Ih, bawel banget sih, suka-suka aku lah.”

“Yaudah aku balik pake ojek.” Dia memanyunkan bibir sambil meraih smartphonenya. Memainkan jarinya di layar, sepertinya dia bersiap memesan ojeknya.

“Dih, dih, ngambek.”

“Habis... kakak bilang katanya mau anter aku? Ini udah reda lho hujannya... Aku juga nungguin kakak bangun dari tadi.” Dia memasang wajah memelas. Seperti anak kecil yang kecewa tidak dibelikan permen.

“Iya iya, aku mandi dulu.” Aku berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri, dengan penis yang masih saja mengacung tegang, membuatku agak sulit berjalan.

“Kak Dimas...”

“Oh mau lagi ya?!” Aku berbalik dengan antusias.

“IH ENGGAK!”

“Terus kenapa?”

“M-makasih ya... hehe...” Dia nyengir sambil membuat ‘love sign’ ala Korea dengan jari kanannya.

Aku hanya tersenyum lalu kembali melangkahkan kakiku kedalam kamar mandi untuk membersihkan diriku dan menyingkirkan bau keringat yang lama-lama membuatku ingin muntah.

Setelah selesai mandi dan ganti baju, aku mengantarnya pulang ke kos yang berjarak sekitar 2 km lagi dari kontrakanku. Sepanjang perjalanan, tak ada percakapan yang terjadi diantara kami berdua. Hingga dia memberitahu lokasi pasti kosnya. Dan kami pun sampai, di depan kos putri dengan 2 lantai. Kos ini bernuansa hijau yang menyegarkan. Terlihat nyaman.

“Makasih ya kak Dimas, hehe. Ini pakaiannya aku pinjem dulu enggak apa-apa kan ya?”

“Bawa dulu aja, hehe.”

Dia tersenyum lalu membuka gerbang.

“Cindy...”

“Iya kak?”

“A-... enggak... enggak jadi, hehe, makasih juga ya.”

Dia kembali tersenyum lalu melambaikan tangan. Aku menyalakan mesin motor, lalu memutar untuk kembali ke kontrakanku. Setelah aku menepikan motorku di garasi, tiba-tiba aku kembali merasakan getaran di saku celanaku. Segera aku mengambil smartphone itu. 5 missed calls. Nama seorang perempuan yang aku kenal tertampil disana.

“Jinan?”

To be continued...
 
Nicee suhuu mengalir lancarr, kalau bisa jinan ada mulustrasinya dong hu! Semoga lancar yak
 
Wah keren om, jinan ada apa tuh sampek misscall banyak banget? Moga aja Dimas dapet enak-enak lagi.
 
Wah baru tau jilat dan remes payudara bisa bikin Squirt, ilmu baru nih keknya:bata:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd