Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Asrama

Apa pendapat kalian tentang cerita saya?

  • Bagus

    Votes: 845 91,2%
  • Biasa aja

    Votes: 64 6,9%
  • Jelek

    Votes: 37 4,0%

  • Total voters
    927
Status
Please reply by conversation.
Maaf telat, baru selesai acara.

Sehabis subuh biasanya Rayhan kembali tidur, tapi entah kenapa matanya sudah tidak mengantuk lagi. Hingga akhirnya Rayhan memutuskan ingin berolah raga dengan berlari mengelilingi komplek sekolahnya. Tetapi niat itu terhenti ketika melihat Kakak iparnya yang sedang sibuk di dapur rumahnya.

Ia melihat Kakaknya masih mengenakan pakaian yang sama seperti semalam, hanya saja kali ini Aya tidak memakai cardigan untuk menutupi lengannya, ia hanya menggunakan jilbab lebarnya untuk menutupi lengannya yang terbuka.

Tentu saja jilbab lebar itu tidak bisa menutupi sepenuhnya, ketika ia mengangkat tangannya, jilbab itu akan tersibak dan memperlihatkan lengannya.

Aya yang tidak menyadari kehadiran Adiknya tampak sibuk memasak di dapur. Dia sedikit membungkuk ketika ingin mengambil sesuatu di dalam lemari yang berada di bagian bawah, membuat tanktop yang ia kenakan tertarik keatas dan memperlihatkan kulit bagian pinggangnya yang putih mulus seperti pualam.

Lalu ia mengangkat tinggi tangannya ketika mengambil bumbu dapur yang ada di bagian rak atas. Membuat jilbabnya tersibak dan memperlihatkan kulit mulus tangannya yang menggoda. Bahkan dari samping seseorang akan dapat melihat jelas bulatan payudara Aya yang berukuran 34D.

Sejujurnya Rayhan sangat menikmati pemandangan yang ada di hadapannya saat ini. Tapi ia berusaha menepisnya, membuang jauh pikiran kotornya.

Karena merasa kasihan, Rayhan berfikir ingin membantu Kakaknya, sekaligus ingin menebus kesalahannya yang semalam. Dia berharap Kakaknya sudah melupakan kejadian semalam.

"Masak apa?" Tegur Ray.

Aya tersentak kaget melihat Ray yang tiba-tiba sudah berada didalam dapur. "Biasa, cuman masak nasi goreng! Kamu gak bosan kan?" Tanya Aya.

"Gak kok, aku suka nasi goreng buatan Kakak." Jawab Ray, ia tersenyum kecil. Rayhan bermaksud ingin mencairkan suasana.

"Bagus deh, kalau gitu." Ujar Aya agak ketus.

Kejadian semalam memang membuat Aya merasa sangat jengkel, mengingat bagaimana ia begitu baik terhadap Rayhan, tapi kenyataannya Rayhan malah bertindak kurang ajar, kalau hanya sekedar mencuri pandang seperti biasanya, Aya masih bisa maklum, tapi Rayhan dengan terang-terangan mengambil kesempatan ketika ia sedang tertidur di atas sofa.

Masih teringat jelas bagaimana tatapan Rayhan ketika memandang belahan payudaranya. Mengingatnya membuat wajah Aya yang cantik jelita mendadak merah padam antara malu dan marah.

Tetapi walaupun begitu, Aya juga menyadari kalau dirinya juga salah karena tidur di sofa. Sehingga memberi kesempatan Adik iparnya untuk menikmati sebagian tubuh indahnya. Kalau di pikir-pikir pria mana yang tidak tergoda oleh kecantikan dirinya.

Apa lagi semalam ia mengenakan pakaiannya yang begitu seksi, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang begitu sempurna dan menggoda.

"Ada yang bisa aku bantu Kak?" Tanya Rayhan.

Aya melihat kearah Rayhan, ia berfikir kalau adik iparnya yang ingin membantunya itu hanya akal-akalan Rayhan saja, mengingat kalau saat ini ia mengenakan pakaian yang sangat rawan untuk terbuka. Tentu akan menjadi keuntungan Rayhan kalau bisa bersamanya dengan waktu yang cukup lama.

Sementara Rayhan sendiri sebenarnya mengerti kenapa Kakak Iparnya hari ini terlihat tidak seperti biasanya, sebenarnya ia ingin meminta maaf, tapi kalau ia melakukannya, berarti ia mengakui kalau dirinya salah.

Aya mengambil bawang yang ingin di potong. "Gak perlu dek, kamu tunggu aja, kalau udah masak Kakak pasti kasih tau." Ujar Aya.

"Iya Kak." Jawab Rayhan.

Ia menghela nafas berat, dan menyesali sikapnya semalam yang tidak bisa mengontrol diri. Karena ulahnya semalam, kini hubungannya dengan Kakak iparnya sedikit memburuk.

Tapi baru beberapa langkah Rayhan menjauh tiba-tiba ia mendengar teriakan Kakaknya.

"Aduh... Sakit!" Rintih Aya.

Rayhan melihat jari telunjuk Kakaknya tampak berdarah, dengan cepat Rayhan merebut tangan Kakaknya, lalu tanpa merasa jijik ia menghisap darah yang keluar dari jari telunjuk Kakaknya. Aya yang melihat aksi cepat tanggap yang di lakukan Rayhan tampak terbengong.

Dia melihat wajah Rayhan yang tampak tegang, menandakan kalau adik nya saat ini benar-benar sangat mengkhawatirkannya.

"Oh Tuhan..." Entah kenapa Aya merasa jantungnya berdetak kencang, ada perasaan aneh yang tiba-tiba ia rasakan saat melihat Adik iparnya yang begitu mengkhawatirkan dirinya.

Setelah darah yang keluar sedikit mengering, Rayhan segera mengambil obat plaster untuk Kakaknya. Dan lagi-lagi Aya di buat tersanjung dengan perhatian Rayhan yang sangat perduli kepadanya, bahkan Aya merasa Rayhan jauh lebih perduli di bandingkan Suaminya.

Dalam diam hati Aya tergugah melihat kebaikan Rayhan, ia tidak bisa memungkiri, kalau saat ini Adik iparnya terlihat sangat jantan di matanya. Hanya pria berjiwa ksatria yang memiliki insting pelindung, khususnya untuk kaum perempuan lemah seperti dirinya.

"Masih sakit gak Kak?" Tanya Rayhan selesai memasang plaster di tangan Kakaknya.

Aya yang masih belum sadar terlihat bengong sembari menatap Rayhan dengan tatapan penuh kasih. Membuat Rayhan membalas tatapan tersebut dengan menyunggingkan senyuman manisnya. Melihat Rayhan tersenyum, membuat dada Aya makin bergemuruh. Tanpa ia sadari, getaran-getaran cinta perlahan merasuki dirinya.

Sadar kalau tangannya terlalu lama di pegang adiknya, buru-buru Aya menarik tangannya yang masih di genggam oleh Adik iparnya. "Sudah mendingan Dek, terimakasih ya!" Jawab Aya tersipu malu.

"Lain kali hati-hati Kak." Ujar Rayhan, ia senang melihat Kakaknya yang sudah bisa tersenyum kembali.

Tanpa banyak bicara Rayhan segera menggantikan posisi Kakak iparnya. Ia menyelesaikan masakan Kakak iparnya yang belum selesai. Sementara Aya hanya diam mematung tak jauh dari Rayhan.

Ia memandang Rayhan dengan tatapan yang berbeda dari sebelumnya. Ia merasakan sesuatu yang sulit ia gambarkan di dalam dirinya.

Entah kenapa ia merasa menyesal karena sempat berpikiran negatif terhadap Adik iparnya.

#####

[Hide]Hoek... Hoek... Hoek...

Berulang kali Aisya memuntahkan isi perutnya kedalam wastafel. Entah kenapa dari subuh tadi ia merasa sangat mual. Dan kepalanya juga terasa pusing.

Rahmad dengan setia menemani Istrinya, ia mengusap lembut punggung Istrinya.

"Kamu gak apa-apa sayang?" Tanya Rahmad.

Aisya berusaha tersenyum di hadapan Suaminya. "Aku gak enak badan Mas, bawaannya mual dan mau muntah-muntah." Jelas Aisya, ia dibantu Rahmad duduk di atas sofa, ia meletakan bantal di belakang punggungnya untuk mengurangi rasa kurang nyamannya.

Melihat gelagat Istrinya, ia merasa kalau Aisya saat ini sedang mengandung, apa lagi bulan ini Istrinya belum juga kedatangan tamu bulanannya.

Tapi yang menjadi masalah, seingat Rahmad ia sudah satu bulan lebih tidak menyentuh Istrinya. Rasanya tidak mungkin kalau saat ini Istrinya sedang dalam keadaan hamil. Tapi Rahmad tidak berani berspekulasi kalau Istrinya di hamili orang lain.

Sementara Aisya tampak memejamkan matanya, ia berfikir keras bagaimana cara untuk menutupi kehamilannya dari suaminya, ia takut Suaminya curiga kalau tau dia sedang hamil.

Kalau Rahmad tau kalau dirinya sedang hamil, tentu Suaminya akan bertanya, anak siapa yang ia kandung? Tidak mungkin ia berkata jujur, kalau anak yang di kandung adalah anak sahabat karib Suaminya, yang hampir setiap hari menggauli dirinya.

"Hari ini kamu libur dulu ya sayang!" Pinta Rahmad.

Aisya menganggukkan kepalanya. "Iya Mas, kayaknya aku butuh waktu istirahat." Jawab Aisya kepada Suaminya.

"Aku ngajar dulu ya sayang." Ujar Rahmad, ia memegangi kening Istrinya yang tampak berkeringat. Sungguh ia merasa khawatir dengan keadaan Istrinya.

"Aku baik-baik saja Mas! Sana pergi nanti telat." Ujar Aisya kepada Rahmad. "Semangat sayang ngajarnya!" Sambung Aisya menyemangati Suaminya. Rahmad tersenyum senang mendengarnya.

"Kalau ada apa-apa, langsung telpon Mas." Ujar Rahmad.

Aisya menganggukkan kepalanya. "Iya Mas.. hati-hati di jalan, aku cinta kamu Mas." Kata Aisya.

"Aku juga."

########

Teng... Teng... Teng...

Lonceng tanda istirahat sekolah telah di bunyikan, membuat seisi kelas menjadi riuh. Mereka sudah tidak sabar untuk makan di kantin sekolah, dan beristirahat dari mata pelajaran yang membosankan.

Andini menghela nafas sembari mengamati anak didiknya yang masih tampak ribut.

"Anak-anak tolong tenang sebentar!" Ujar Andini. "Kalau masih ribut, Ustadzah tidak akan mengizinkan kalian keluar dari kelas ini." Ancam Andini.

Dan kali ini mereka mendengarkan perintah Andini, kelas yang tadinya riuh seperti pasar tradisional kini tampak sepi seperti di pemakaman umum. Mereka semua terdiam dengan tangan diatas meja. Andini merasa puas karena mereka mau mendengarkan perintahnya.

Setelah maju beberapa langkah, ia berdiri di depan meja Rayhan yang memang duduk di bagian depan.

"Sekarang kalian kumpulkan tugas kemarin, letakan di atas meja Ustadzah." Perintah Andini.

Segera mereka mengumpulkan buku mereka, dan menumpuknya diatas meja Andini. Dari banyaknya murid yang mengumpulkan tugas sekolah, hanya ada satu murid yang masih belum mengumpulkan tugasnya. Rayhan tampak diam di bangkunya.

Dari raut wajahnya tampak butiran-butiran keringat memenuhi wajahnya yang tampak pucat pasi, ia terlihat begitu khawatir.

Berulang kali ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, ia terlihat sangat frustasi.

"Mati aku." Gumam Rayhan.

Andini menatapnya dengan tatapan tajam, seakan ia masih menunggu Rayhan untuk segera mengumpulkan bukunya. "Ray... Kamu gak mau ngumpulin tugas?" Tanya Andini kepada Rayhan.

"Maaf Ustadzah... Saya lupa!" Jawab Rayhan tertunduk.

Gara-gara kejadian semalam Rayhan tidak sempat mengerjakan tugas sekolah. Awalnya ia berencana mengerjakan tugasnya sehabis subuh, tapi sayang ia kelupaan, dan baru ingat ketika Ustadzah Andini memintanya untuk mengumpulkan tugasnya.

Rayhan hanya bisa pasrah menunggu hukuman dari Ustadzah Andini, dan ia sangat yakin kalau Ustadzah Andini akan menghukumnya dengan hukuman yang sangat berat, mengingat kejadian kemarin siang ketika ia dengan lancang melihat Ustadzah Andini buang air kecil di dalam kamar mandi rumahnya.

Aisya menghela nafas sembari menggelengkan kepalanya, seakan ia sangat kecewa.

"Kalian semua boleh keluar, kecuali Rayhan." Ujarnya.

Mereka dengan tertib mulai meninggalkan kelas, begitu juga dengan kedua temannya Azam dan Nico. Mereka berdua sempat melirik kearah Rayhan dengan tatapan yang artinya selamat tinggal.

Rayhan sangat kesal dengan ledekan mereka berdua, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Setelah kelas kosong, Andini duduk di samping Rayhan, ia menatap Rayhan dengan tatapan menusuk, membuat Rayhan tidak berani membalas tatapan gurunya.

"Kenapa kamu tidak mengerjakan tugas?" Tanya Andini, membuat Rayhan pucat pasi.

Rayhan meremas jarinya, sanking gugupnya. "Maaf Ustadzah, saya benar-benar lupa." Jelas Rayhan, ia sudah sangat pasrah.

"Sebentar lagi ada ujian tengah semester! Kalau kamu tidak mengumpukan tugasmu, Ustadzah pastikan kalau nilai ulanganmu kosong." Jelas Andini, ia tersenyum manis kearah Rayhan.

"Tolong beri saya satu kesempatan lagi!" Mohon Rayhan.

"Jadi kapan kamu mau mengumpulkan tugasmu?"

"Besok Ustadzah! Saya janji besok sudah saya kumpulkan tugasnya." Ujar Rayhan, ia berharap mendapat keringanan dari gurunya.

Andini beranjak dari duduknya, lalu berjalan menuju pintu kelas seakan ia menolak tawaran Rayhan, membuat Rayhan makin panik. Ia tentu tidak ingin kembali mengulang di kelas yang sama tahun depan

Buru-buru Rayhan mengejar Ustadzah Andini. "Saya mohon Ustadzah!" Ujar Rayhan, ia berlutut di hadapan Ustadza Aisyah.

"Nanti malam tugas sekolahmu harus sudah selesai, saya tunggu kamu di asrama jam 10 malam." Ujar Andini, membuat Rayhan sedikit bernafas lega.

"Terimakasih Ustadzah!"

#######

Di kantin sekolah tampak Aya duduk diam sendirian, sembari menikmati sebotol minuman dingin yang sedikit menghilangkan kegundahan hatinya. Saat ini ia benar-benar bingung bagaimana menyikapi Adik iparnya. Di sisi lain ia sangat kesal karena Adik iparnya tidak bisa menjaga matanya, tapi di sisi lainnya, ia merasa hanya Rayhan yang sangat perhatian kepada dirinya, bahkan Suaminya pun tidak sebaik Rayhan.

Selagi ia berfikir, ia tidak menyadari sahabatnya Andini yang tiba-tiba saja sudah berada di dekatnya, wanita berhijab itu duduk di samping Andini.

"Ada masalah apa?" Tanya Andini.

Aya melirik kearah sahabatnya. "Biasa Din, masalah di rumah!" Ujar Aya.

"Masalah Rayhan?" Ujarnya.

"Iya." Aya menganggukkan kepalanya.

Andini menghela nafas panjang. "Coba cerita sama aku Ay, siapa tau aku bisa bantu." Ujar Andini sembari menyeruput minumannya.

"Semalam dia bertindak kurang ajar lagi sama aku Din, padahal aku sudah sangat baik kepadanya." Ujar Aya, ia agak kesal mengingat kejadian tadi malam.

"Dia begitu lagi?"

"Iya."

"Gimana ceritanya?" Tanya Andini antusias.

Aya menarik nafas panjang, lalu ia mulai bercerita tentang kejadian tadi malam, di mulai dari saat ia membantu Rayhan mengeringkan rambut hingga ia menangkap basah Rayhan yang sedang menatapnya nanar ketika ia sedang tertidur di sofa.

Cara Aya menceritakan kejadian semalam, tidak ada tanda-tanda kalau Aya marah kepada Adik iparnya, bahkan ia terkesan sangat bahagia ketika menceritakan di bagian ketika ia menangkap basah Adiknya yang melihat lekuk tubuhnya dengan bebas, bahkan ia menceritakannya dengan sangat detail di bagian itu. Membuat Andini yakin kalau Aya sendiri sebenarnya senang di perhatikan Adik iparnya, hanya saja ada tembok besar yang membuatnya mati-matian menolak perasaan itu.

Setelah menceritakan semuanya, Aya merasa sedikit lega, ia merasa bebannya telah hilang dari pundaknya.

"Adik kamu sudah keterlaluan Ay, kamu harus laporkan masalah ini ke suami kamu, agar Adik kamu d tegur dan di pulangkan kerumahnya, kalau kamu tidak berani biar aku yang melaporkannya." Jelas Adini, ia menunggu reaksi Aya.

"Apa?" Wajah Aya tampak tegang.

"Kamu marah sama diakan?"

Aya menghela nafas. "Iya, tapi gak perlu sampe sejauh itu. Ini masalah kecil Din, aku gak mau dia keluar dari sekolah ini." Aya meletakan kedua sikunya diatas meja. "Lagian dari semalam aku sudah mendiamkan dia." Ujar Aya, ia sedikit melemah.

"Jadi kamu gak marah?" Pancing Aya.

"Eh..." Aya menjadi bingung.

Andini tersenyum lalu menggenggam tangan sahabatnya. "Kalau kamu marah karena terhina dengan sikap Adikmu, kamu harus melaporkan kelakuan Adikmu ke Suamimu! Biar Suamimu tau kelakuan Adikmu, tapi kalau kamu marah karena malu adikmu melihat penampilan seksimu, kamu harus belajar untuk menerimanya." Saran Andini membuat Aya terdiam.

"Maksud kamu?" Tanya Aya bingung.

"Ay..." Andini menatap dalam mata Aya. "Di rumah kalian lebih sering tinggal berdua saja. Rasanya tidak mungkin kalau Adikmu tidak memiliki perasaan khusus kepadamu Ay! Kamu cantik... Pria manapun pasti akan sangat penasaran dengan barang berharga yang bersembunyi di balik pakaianmu ini." Jelas Andini.

"Aku harus bagaimana? Mana mungkin aku membiarkan dia melihat ituku!" Kata Aya bingung.

Andini tersenyum. "Itu pintar-pintar kamunya aja Ay, kalau kamu gak mau itumu kelihatan, ya... Kamu tutup dong. Tapi kalau kamu memergoki Adikmu melihat itumu, kamu tidak boleh marah. Karena belum tentu Adikmu memang berniat ingin melihatnya, bisa jadi karena kamu yang memberikan kesempatan Adikmu." Jelas Andini panjang lebar, yang membuat Aya mengiyakan ucapan Andini di dalam hatinya.

"A... Aku gak tau." Jawab Aya gugup.

"Oh ya Ay, tadi Adikmu tidak mengumpulkan pr-nya, jadi terpaksa aku menyuruhnya untuk menyelesaikan prnya malam ini, kalau tidak... Aku tidak bisa memberikan nilai untuknya." Ujar Andini.

"Bagus dong! Kalau salah dia memang harus di hukum." Ujar Aya mendukung sahabatnya.

"Tapi yang menjadi masalahnya... Aku meminta dia mengumpulkan tugas malam ini juga langsung ke kamarku! Itu artinya malam ini dia harus ke asrama putri untuk menemui ku." Jelas Andini.

"Apa?"

Aya menepok jidatnya, ia tidak menyangkah kalau sahabatnya akan menjebak adik iparnya. Sekarang Aya benar-benar bingung.

#######

Di bawah pohon rindang, dan diatas rumput yang menghijau sepanjang mata memandang, tampak sekolompok siswa sedang berkumpul sembari mengobrol ringan. Ada yang sambil mengemil, ada juga yang tampak ketakutan sembari memeluk lengan temannya.

Kejadian semalam membuat Asyfa dan kawan-kawan menjadi tidak tenang.

"Ih... Sumpah deh, aku gak nyangka Ustadza kek gitu." Ujar Popi. "Gak malu sama pakaiannya." Ujar Popi lantang, ia sibuk memakan cemilannya.

"Ustadza Aisya kan sudah punya Suami, tapi kenapa ia melakukan itu ya?" Tanya Asifa. Sembari memeluk lututnya, membuat sedikit rok hijau yang di kenakan Asyfa tersingkap.

"Gatel kali, hahaha..." Timpal Popi.

"Hussttt... Gak boleh ngomong seperti itu." Potong Latifa, sembari menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya yang sepertinya sangat senang sekali membicarakan aib gurunya. "Ingat dosa, ngomongin keburukan orang lain." Ujar Latifa mengingatkan.

Ria semakin erat memeluk lengang Latifa. "Aku takut." Ujar Ria.

"Tenang aja Ria, gak akan terjadi apa-apa." Ujar Latifa.

Kemudian mereka membicarakan hal lainnya, tentang kasus baru-baru ini yang katanya lagi heboh soal seorang pria yang menyamar jadi wanita. Bahkan semalam ketika hujan deras, di saat semua orang tertidur pria yang menyamar jadi wanita itu masuk ke Asrama C, dan membuat heboh karena ada siswa perempuan yang sedang tidur mendapat pelecehan darinya.

Para satpam, guru dan siswa mencoba mengejarnya, tapi gagal karena orang yang menyamar tersebut menghilang tanpa jejak.

Tentu saja kejadian malam tadi menjadi trending topik hari ini di kalangan siswa putri. Ada rasa khawatir dan penasaran, siapa orang di balik kerusuhan semalam dan apa motif nya.

Ketika lagi asyik-asyiknya mengobrol, mereka tidak menyadari kalau dari kejauhan ada seorang pemuda yang sedang memperhatikan mereka, terutama Asyifa, entah kenapa Asyifa dimatanya memiliki daya tarik yang berbeda di bandingkan lainnya.

"Liat tuh!" Tunjuk Latifa.

Mereka berempat kompak melihat kearah pemuda tersebut yang tak lain adalah Rayhan.

"Ih cowok itu lagi!" Gumam Asyifa.

Alhasil ia menjadi pusat perhatian teman-temannya. "Kamu kenal dia Fa?" Tanya Popi.

Asyifa mengangguk. "Kenal gak kenal!" Jawab Asyifa.

"Kenal di mana Fa?"

"Kemarin waktu di kantor ngambil spidol aku ketemu dia! Gak sengaja ketabrak!" Ujarnya, ia agak jengkel mengingat kejadian kemarin.

"Terus... Kok kamu kayaknya kesal." Kejar Ria.

Asyifa menarik nafas dalam. "Gara-gara dia aku kejengkang." Asyifa merucutkan bibirnya. "Tau gak, rok aku kebuka... Dia... Dia... AAAAAAA...." Asyifa mejeri sambil menutup mukanya. Ia nyaris menangis mengingat kejadian kemarin.

"Hah..."

"Fa... Kamu... Kamu kan gak pernah pake celana dalaman yang panjang." Latifa yang sedari tadi diam ikut berkomentar.

"Jadi... Dia lihat dong?" Tambah Popi.

"AAAAAAARRRTTT... AKU MALU!" Teriak Asyifa.

Dan teman-temannya yang lain tertawa puas mentertawakan kejadian yang memalukan buat Asyifa, yang tidak akan bisa Asyifa lupakan. Bahkan Latifa yang biasanya banyak diam tidak bisa menyembunyikan rasa geli membayangkan kejadian yang menimpa Asyifa.

#######

Sepulang sekolah Rayhan di kaget kan dengan banyaknya menu makanan diatas meja makan. Membuat Rayhan sedikit merasa bingung, karena tidak biasanya Kakak iparnya masak begitu banyak.

Rayhan berpikir kalau saudaranya baru saja pulang, sehingga ia menuju kamar Kakaknya.

Tampak kamar Kakaknya sedikit terbuka, dan segera Rayhan membuka pintu kamar Saudaranya. Sementara itu di dalam kamar hanya ada Aya yang sedang berganti pakaian, ketika pintu terbuka Aya hanya mengenakan tank top dan celana legging ketat yang memeluk kaki jenjangnya yang berisi.

Rayhan tersentak kaget saat tau kalau Kakak iparnya sedang berganti pakaian. Begitu juga dengan Aya, ia langsung berbalik kearah Rayhan saat pintu kamarnya terbuka.

Deg... Deg... Deg...

Jantung mereka berdetak seirama satu sama lainnya, tubuh mereka mendadak tegang.

Mata Rayhan tidak berkedip memandang lekuk tubuh Aya yang sangat mempesona. Tubuhnya langsing tapi di bagian tertentu terlihat berisi, seperti bagian buah dadanya yang membusung besar dibalik tanktop hitam yang ia kenakan, seakan gumpalan daging itu ingin pecah sanking kencangnya.

Pandangan Rayhan turun kebawah, kearah leging hitam yang memeluk erat pinggulnya. Mata Rayhan berhenti tepat di bagian selangkangan Aya. Ia melihat bukit kecil itu terlihat gemuk dan menggemaskan.

Sadar kalau Adik iparnya sedang memperhatikan lekuk tubuhnya, membuat Aya di landa rasa malu yang luar biasa, sehingga ia dengan cepat menyilangkan kedua tangannya untuk melindungi bagian intim tubuhnya, sembari membuang muka kesamping.

"Astagfirullah..." Aya menggigit bibirnya.

Rayhan segera tersadar akan kesalahannya. "Ma... Maaf Kak, aku kira Mas Tio sudah pulang ke rumah." Ujar Rayhan berusaha mengklarifikasi perbuatannya.

"Ooo." Hanya itu yang keluar dari bibir Aya.

"Aku ke kamar dulu ya Kak!" Kata Rayhan, ia merasa sangat sedih karena lagi-lagi ia membuat kesalahan yang membuat hubungannya dengan Kakak Iparnya kini kian memburuk.

Aya menangkap raut sedih Rayhan, membuatnya menyesal membuat suasana kembali tidak menyenangkan seperti sebelumnya.

Sejenak ia teringat dengan pesan sahabatnya, kalau ia marah karena terhina, maka ia harus melaporkan Adiknya ke Suaminya, tapi kalau ia marah karena malu, maka ia harus belajar menikmati rasa malu itu. Dan saat ini ia merasa marah bukan karena terhina, melainkan karena rasa malu yang luar biasa ia rasakan.

Aya sendiri tidak mengerti kenapa ia bisa merasa sangat malu di hadapan Adiknya. Padahal seharusnya ia murka dengan kelakuan Adiknya yang selalu terlihat polos, tapi malah mengambil kesempatan untuk mencuri pandang tubuhnya. Seandainya saja yang melihatnya saat ini orang lain, Aya yakin ia sudah menampar pria tersebut.

Tapi tidak dengan Rayhan, jangankan menamparnya, membenci pun dia tidak sanggup. Setiap kali sahabatnya menyarankan dirinya untuk mengadukan Adiknya, ia selalu berkilah kalau ini hanyalah masalah kecil.

Dengan satu tarikan nafas, Aya berusaha menenangkan dirinya yang tegang. "Ray..." Panggil Aya.

Rayhan berbalik kembali menghadap Kakaknya, dan kali ini ia melihat Aya tersenyum, walaupun kedua tangan Aya masih menutupi bagian intim tubuhnya menandakan kalau Aya masih tidak mempercayainya.

"Iya Kak." Jawab Ray.

Aya memasang senyum terbaiknya. "Habis ganti baju, kamu langsung makan ya, hari ini Kakak masak makanan kesukaanmu." Ujar Aya.

Rayhan menganggukkan kepalanya, lalu ia kembali berpamitan yang kali ini di biarkan oleh Aya. Diam-diam Aya berharap apa yang dia lakukan kali ini adalah hal yang benar, dengan tidak mempermasalahkan kesalahan Adiknya yang membuka pintu kamarnya.

Selepas kepergian Rayhan, Aya dengan perlahan membelai perutnya, lalu dia menyusupkan jarinya kedalam legging dan celana dalamnya, menuju lembah basah dan hangat di bawah sana. Dan ia mendapatkan kalau vaginanya sudah sangat basah, dan berkedut-kedut.

#####

Di dalam ruangannya tampak Reza duduk santai sembari memandangi sebuah bungkus kecil berwarna merah muda yang terdapat gambar seorang wanita telanjang. Siapapun yang melihat benda tersebut, pasti semua orang tau kalau yang di pegang Reza saat ini adalah obat perangsang yang biasa di campurkan dengan minuman.

Sesekali ia melihat kearah jam dinding yang ada di ruangannya yang sudah menunjukan pukul delapan malam, itu artinya sebentar lagi jam belajar malam diberlakukan.

Beberapa menit kemudian seseorang mengetuk pintu ruangannya. "Masuk..." Suruh Reza, melihat siapa yang masuk membuat Reza tersenyum senang.

"Maaf Ustadz kalau mengganggu." Ujar Ustadza Aisya.

"Ada masalah apa Ustadza?" Tanya Reza, ia bersikap sangat bijak. Kemudian ia melihat kearah siswa perempuan yang berdiri di samping Aisya. Gadis remaja itu tampak tersenyum kecil kearah Ustad Reza.

Aisya melipat tangannya sembari melihat kearah Clara yang sedari tadi tersenyum cenge-ngesan. "Anak ini sudah tidak bisa di nasehati lagi Ustad, dia harus di beri hukuman yang sangat berat." Ujar Aisya, sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kamu bolos lagi?" Tanya Ustad Reza.

Clara menundukkan wajahnya. "Maaf Ustad!" Katanya terdengar begitu lembut.

Reza membuka bungkusan yang ia pegang, lalu dia mencampurkan bungkusan tersebut dengan segelas air putih. Dia membawa gelas tersebut lalu meletakkannya diatas meja yang ada di depan sofa. Lalu Reza duduk di sofa.

Dia memberi isyarat agar Clara duduk di sampingnya, segera Clara menghampiri Reza dan duduk di samping Ustad Reza.

"Ustad.. saya permisi sebentar." Ujar Ustadza Aisya.

Ustad Reza menganggukkan kepalanya, lalu ia kembali beralih ke Clara. "Minumlah..." Suruh nya.

"Apa ini hukumannya Ustad?" Tanya Clara.

Jelas gadis itu tadi melihat kalau Ustad Reza mencampurkan sebuah bubuk kedalam minumannya. Kalau dilihat dari cover bungkus bubuk tersebut, Clara bisa menebak kalau bubuk itu ada hubungannya dengan seks. Dan Clara sama sekali tidak mempermasalahkannya, bahkan ia dengan senang hati akan melayani Ustad Reza.

Sebelum mengenal Ustad Reza, ketika ia masih duduk di bangku tingkat SMP ia sempat memiliki hubungan yang spesial dengan salah satu gurunya.

Tapi sayang gurunya itu harus di keluarkan dari sekolah karena kasus pencabulan yang dilakukan gurunya. Semenjak saat itu, ia belum lagi bertemu dengan sosok pria sejantan gurunya dulu. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Ustadza Andini, dan terlibat hubungan terlarang.

Tetapi walaupun begitu, Clara masih menambahkan sosok pria untuk mengisi hatinya, dan memuaskan hasrat seksual nya yang menggelora.

Reza merangkul pundak muridnya. "Iya Nak, ini hukumannya." Bisiknya di dekat telinga Clara.

Clara tanpa ragu meminum minuman tersebut hingga tidak bersisa. Kemudian ia tersenyum manis kearah Ustad Reza yang semakin erat merangkul dirinya.

Kemudian Ustad Reza membelai pipinya, membuat tubuh Clara merinding di buatnya. Nafas Clara semakin berat, seiring dengan reaksi obat perangsang yang baru saja ia minum barusan. Bahkan vsginanya mulai terasa berdenyut-denyut nikmat.

"Kenapa kamu bolos Nak?" Tanya Reza dengan tenang.

Jemari Reza membelai bibir merah muridnya. "So... Soalnya saya malas Ustad!" Jawab Clara jujur, jantungnya berdegup semakin kencang.

"Anak nakal, kamu sepertinya memang harus di hukum." Tangan kiri Reza yang tadi berada di pundak turun membelai payudara Clara dari luar pakaian yang di kenakannya. Ia meremasnya dengan perlahan tapi bertenaga.

Lalu dia menarik tubuh muridnya kedalam pelukannya, dan mulai menciumi wajah Clara. Bibir mereka menyatu, saling melumat rakus, dan saling membelit.

Sembari berciuman Ustad Reza menarik keatas kaos yang di kenakan Clara, hingga tampak payudaranya yang masih kencang di balik kain berwarna coklat. Dengan satu tarikan Reza merobek pelindung tersebut. Lalu sepasang buah dada itu menjadi santapan mulut Reza.

Tubuh Clara menggelinjang, ia merasa rasa nikmat yang luar biasa ketika Ustadnya menggigit gemas putingnya, membuatnya makin hanyut akan belaian yang di lakukan gurunya sendiri.

"Indah sekali punyamu Nak?" Puji Reza.

Clara membelai rambut Ustad Reza. "Ustad... Aahkk... Aaahkk... Eehmm... Terus Ustad!" Rintih Clara, putingnya yang mungil kini telah mengeras maksimal.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss.... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Kedua tangan Reza memegang kedua sisi karet celana yang dikenakan Clara, lalu dia menariknya dengan perlahan berikut dengan celana dalamnya. Lalu dia membuka kaki Clara, hingga tampak bibir kemaluan Clara yang berwana merah muda.

Reza menelan air liurnya yang terasa hambar, melihat keindahan vagina mungil muridnya. Dia membelai lembut bibir kemaluan Clara.

"Oughkk..." Tubuh Clara bergetar hebat.

Kemudian Ustad Reza menyapu bibir kemaluan Clara dengan ujung lidahnya, bermain dengan clitorisnya yang telah memerah. Menghisapnya dengan lembut, membuat Clara semakin tidak tenang, tangannya mengais apapun yang ada di dekatnya, ia merasa sangat nikmat sekali di sekujur tubuhnya.

Dia sesekali melihat kearah selangkangannya yang sedang di jilati Ustad Reza.

Tidak butuh waktu lama bagi Ustad Reza untuk membuat gadis kecilnya merintih dalam kenikmatan orgasme yang luar biasa, orgasme yang membuat anak remaja itu seakan terbang ke awan.

Pinggulnya tersentak-sentak selama beberapa detik, hingga akhirnya tubuhnya melemas dan jatuh diatas sofa tempat mereka bergumul.

"Ustad... Nikmat sekali!" Lirih Clara.

Reza tersenyum memandang muridnya yang tampak kelelahan. "Ini baru permulaan sayang. Akan ada hukuman yang lebih berat dari ini." Bisik Reza, lalu dia menggendong muridnya dan membawa muridnya masuk kedalam ruangan yang telah menjadi kamarnya.

"Hukum aku Ustad." Ujar Clara.

Reza segera menutup pintu kamarnya, lalu dia menanggalkan pakaiannya satu persatu hingga ia telanjang bulat. Perlahan dia mengocok penisnya di hadapan murid perempuannya. Lalu dia mendekati Clara, dan menuntun Clara untuk menghisap penisnya.

Jemari mungil Clara menyentuh penis gurunya, ia mengocoknya dengan lembut sembari menciumi kepala penisnya.

"Sssssttt...." Reza mendesis nikmat.

Dan rasa nikmat itu semakin menjadi-jadi ketika Clara mulai menghisap penis gurunya. Ia terlihat begitu lihai mengoral penis gurunya. Kepalanya maju mundur menghisap penis Reza, bahkan sesekali tampak kedua pipinya mengempot ketika ia menghisap dalam penis Reza hingga kedalam tenggorokannya.

Sembari menghisap penis Reza, tangan Clara juga tidak tinggal diam, dia membelai batang kemaluan Reza yang sangat keras, lalu membelai kantung pelirnya yang tergantung bebas.

Cukup lama Clara mengoral penis gurunya, lalu ia meminta muridnya untuk berhenti.

Reza kembali membelai memek Clara. "Sudah siapkan sayang?" Ujar Reza, sembari tersenyum, membuat Clara tak kuasa untuk menolaknya.

"Iya Ustad! Zinahi Clara..." Pinta Clara.

"Tentu sayang... Karena ini hukuman yang setimpal untuk anak secantik kamu." Bisik Reza, sembari memposisikan tubuhnya di tengah-tengah kedua kaki Clara yang sudah mengangkang. "Apa kamu masih perawan?" Tanya Reza, sembari membelai kepala Clara yang tertutup jilbab.

Clara menggelengkan kepalanya. "Sudah gak lagi Ustad!" Jawab Clara jujur.

"Dasar anak nakal." Ujar Reza seraya tersenyum.

Kemudian Clara meraih penis Ustad Reza dan mengarahkannya kelipatan vaginanya.

Dengan perlahan Reza menekan pinggulnya, mendorong penisnya masuk kedalam vagina muridnya. Reza dapat merasakan jepitan vagina Clara yang sangat erat menjepit penisnya, seakan dinding vagina Clara tak ingin kehilangan penisnya.

Tubuh Clara menggeliat patah-patah, ia merasa ngilu di sekujur liang senggamanya, tapi juga merasakan rasa nikmat yang amat sangat.

"Ooohkkk... Sempit sekali memekmu Nak!" Racau Reza.

Clara mengait pinggang Ustad Reza, agar penis Reza masuk semakin dalam. "Masukkan lebih dalam Ustad, Aahkkk.. Aahkkk..." Erang Clara, kepalanya terbanting kekiri dan kekanan.

Rasa ngilu, nikmat dan gatal menjadi satu ketika Ustad Reza semakin cepat menyodok liang senggamanya, menebarkan rasa nikmat di sekujur tubuhnya, membuat Clara merasa sangat tersiksa oleh rasa nikmat yang di berikan gurunya.

Sementara Reza sendiri semakin gencar menyodok vagina muridnya. Ia terlihat tidak kesulitan mengocok vagina muridnya, karena lendir kewanitaan Clara yang keluar semakin banyak, sehingga memperlicin laju penisnya yang semakin dalam menghujami vagina mungil Clara.

Erangan Clara bagaikan melodi indah yang sangat nikmat di dengar, membuat siapapun yang mendengarnya akan ikut hanyut dalam suasana erotis yang ada di dalam ruangan tersebut.

Guru dan Murid tersebut seakan melupakan sejenak status mereka berdua.

Setelah lima menit berlalu, tubuh Clara melinting hebat, matanya melotot dan dari bibirnya ia mengeluarkan suara erangan yang sangat keras, seiring dengan orgasme hebat yang ia dapatkan. Pinggulnya tersentak-sentak nikmat, dan dinding vaginanya semakin erat menjepit penis Gurunya.

Perlahan orgasme itu mereda, tubuh Clara kembali terkulai lemas, ia tidak menyangkah akan senikmat ini. Tapi Clara masih menginginkan lebih.

"Kita ganti gaya ya Nak?" Pinta Reza.

Clara mengangguk malu, lalu dia memutar tubuhnya dengan posisi menungging. Perlahan ia membuka kedua kakinya selebar mungkin.

Reza membelai pantat muridnya yang putih mulus, lalu membuka pipi pantat Clara. Dan tampak anus Clara yang mengintip malu-malu berwarna kemerah-merahan membuat birahi Reza kian tidak terkendali, ia ingin mencoba lobang sempit itu.

Dia meludahi anus Clara, lalu meratakan ludahnya dengan kepala penisnya.

"Ustad..." Lirih Clara, ia agak takut.

Reza membelai lembut punggung Clara yang bermandikan keringat. "Tenang cantik, nanti juga enak, yang penting kamu harus rilex!" Ujar Reza.

"Ughkk.. aahkk..." Desah Clara.

Telapak tangan Reza mencengkram bongkahan pantat Clara, lalu dengan perlahan ia mendorong penisnya masuk menembus lobang anus Clara yang masih sangat sempit sekali, sehingga Reza sangat kesulitan menembus lobang anusnya.

Clara menggigit bibirnya, menahan perih di lobang anusnya yang berusaha di jejali penis Gurunya.

"Ustaaaaad... Aaahkk..." Bibir mungil Clara tidak henti-hentinya mengeluarkan suara jeritan. Tetapi Reza seakan tidak perduli.

"Sempit sekali Nak..." Racau Reza nikmat ketika kepala pionnya telah berhasil masuk.

Dia menekan pinggulnya, mendorong penisnya masuk semakin dalam, membuat pantat Clara tersentak patah-patah, ia berusaha menahan rasa perih dan ngilu ketika anusnya di jebol oleh Ustad Reza.

Semakin lama penis Reza masuk semakin dalam, dan Reza mulai sedikit menarik penisnya dan menusuknya lagi lebih dalam.

"Aahkkk... Sakit! Aaahkk... Aahkkk..." Nafas Clara tampak tersengal-sengal, dan wajahnya memerah, berulang kali ia tampak mengejan.

"Sssssttt...." Reza mendesis nikmat.

Dia menarik dan mendorong penisnya, hingga akhirnya batang kemaluannya masuk semakin dalam ke dalam anus Clara yang masih sangat sempit, dan baru saja di perawani.

Sementara Clara dengan perlahan mulai menikmati sodokan penis Ustadnya di lobang anusnya. Walaupun rasa perih itu masih ada. Tapi seiring dengan waktu birahi nya yang meletup-letup melupakan rasa sakit yang amat sangat di anusnya.

Dia mulai ikut menggoyangkan pantatnya, menikmati kemaluan Ustad Reza di anusnya.

"Aahkkk... Uhkkk... Aaahkk..." Clara seperti orang kepedesan, karena rasa sakit dan nikmat yang secara bergantian ia rasakan.

Rasa sakit dan nikmat itu pada akhirnya mengantarkan Clara menuju puncak kenikmatan tertinggi. Tubuhnya menegang beberapa saat, dengan mulut menganga, ia menyambut gelombang orgasme yang seakan tidak berhenti dan tidak berujung menggulung dirinya.

Begitupun juga dengan Reza, wajah sang Guru mengeras, merasakan desakan hebat di ujung kepala penisnya. Dia semakin dalam menghujamkan penisnya, hingga akhirnya ia menembakan lahar panas di dalam anus Clara.

"Oughkk... ustad keluar Nak." Rintih Reza.
Tanpa mereka sadari, tampak sepasang mata melihat perbuatan mereka.

######[/hide]

Mohon kritik dan sarannya
 
Makasih update nya suhu. Untuk tokoh jahatnya apa cuma Reza ya hu
 
Ditunggu kisah ray bro..kayaknya bakalan manteb kisah si ray ini..berawal dari andini, kakaknya, temen2nya dan semua ustadzah2nya..;):nenen:
 
Mantap om..
Klo boleh nie si reza jg dapetin aya jg..hehe past seru
 
Makasih update nya suhu. Untuk tokoh jahatnya apa cuma Reza ya hu
Ada lagi Om, blom d keluarin aja.
Ditunggu kisah ray bro..kayaknya bakalan manteb kisah si ray ini..berawal dari andini, kakaknya, temen2nya dan semua ustadzah2nya..;):nenen:
Iya Om, hehehe...
Kamis kalau gak ada halangan saya update.

Keren updateannya suhuu
Terimakasih hu.

Mantap om..
Klo boleh nie si reza jg dapetin aya jg..hehe past seru
Liat aja nanti ya Om ;)

semoga lancar updatenya om jangan sampai macet yah om
Mudah2an Om, tlong dukungannya aja Om.:semangat:
 
Bimabet
Makasih updetannya um. Alurnya beda dengan PD semangat terus um, udah gak sabar nunggu kamis hehe:pandaketawa:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd