Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Berbagi Kehangatan Bersama Adik Ipar

ada yang baru lagi. pasang tenda dan gelar tiker. Jangan putus ditengah hu.......Semangaaaaaaat
 
THR II

Setiap menjelang lebaran, Pasar 16 Ilir pasti membeludak pengunjungnya. Sebagai pasar sentral, Pasar 16 mempunyai koleksi jualan yang lengkap sehingga menjadi tujuan utama warga Palembang, juga warga dari luar Palembang. Di tahun 70-an, Palembang belum memiliki pusat perbelanjaan modern, apalagi mall, yang ada hanya pasar-pasar tradisonal. Tapi, untuk ukuran masa itu, tetap menyenangkan acara shopping windows-nya, apalagi bila sang kekasih yang menemani berbelanja.

Karena semalam suamiku memberi uang untuk keperluan belanja lebaran, maka paginya, ketika Amir hendak mandi pagi, aku ajak Amir untuk menemaniku berbelanja seperti yang dia inginkan beberapa malam yang lalu. Dan saat ini aku dan Amir sedang belusukan di pasar 16 Ilir. Hanya kami berdua. Dengan alasan pasar sudah ramai, aku tidak mengajak anak-anakku.

Liar mataku memandangi pakaian-pakaian beraneka jenis yang terpajang di los-los yang memanjang, stoples-stoples kue beragam bentuk, dan pernak-pernik lebaran lainnya. Padahal tangan Amir sudah penuh dengan tas-tas belanjaan. Tas-tas belanjaan yang berisi pakaian-pakaian lebaran untuk kelima anakku, untuk aku dan suami.

Amir menghentikan langkahnya dan aku pun berhenti disampingnya, menatap heran kepadanya.

"Eceu tidak capek?"tanya Amir."Kita istirahat saja dulu."

"Tapi, pakaian untuk Amir belum terbeli,"ujarku.

"Nanti saja,"tukas Amir,"Nanti kita bisa belanja lagi."

Sebagai kekasih yang baik, aku ikut saja kemauan Amir. Apalagi aku pun sudah sangat capek.

"Eceu tunggu di sini."Amir meletakkan tas-tas belanja disampingku."Aku ke sana dulu."

Amir meninggalkan aku. Dia menyeberangi jalan dan masuk ke dalam toko yang bertirai rapat. Selagi Amir menghilang, menepi aku dan bersandar di tembok sebuah toko. Kujaga tas-tas belanjaan milik kami agar tidak berpindah tangan. Maklum saja seminggu menjelang lebaran, padat sekali Pasar 16.

"Banyak sekali belanjanya?"tanyaku ketika Amir datang dengan asoy, sebutan tas plastik bagi orang Palembang, di tangannya."Amir mau batal puasa?"

"Aku sih tidak pernah puasa."Amir mengangkat asoy yang dia pegang"Eceu yang harus batal puasa."

"Saya tidak haus,"jawabku.

"Eceu harus batal, Ceu."

"Kenapa?"

"Kita istirahat di situ."Amir menunjuk sebuah plang nama yang tergantung dikejauhan sana.

"Apa itu?"tanyaku sambil menatap plan nama yang Amir tunjuk.

Belum sempat aku membaca plang nama itu, Amir menyerahkan asoy yang dia pegang."Ikut sajalah."

Sambil mengangkat tas-tas belanjaan yang tadi dia taruh disampingku, Amir melangkah. Dengan segera aku mengikutinya. Melangkah kami mendekati plang nama yang tadi Amir tunjuk. Akhirnya dapat aku baca tulisan di plang itu. Hotel Harum. Ada tanda panah yang menunjuk ke tangga kecil yang terhimpit di antara dua toko.

"Kita naik."Amir menaiki tangga dan aku mengekor dibelakangnya. Gelap jalan menuju lantai dua ruko itu tapi ada sinar di ujung sana. Setiba di lantai dua, menjadi heran aku karena dinding-dindingnya dilapisi kaca hitam. Lebih heran lagi ketika salah satu dinding kaca itu membuka dan keluar seorang lelaki dari dalamnya. Tersenyum dia. Dari raut wajahnya lelaki itu pasti keturunan Tionghoa. Amir mendekati lelaki itu dan mengobrol mereka. Tak lama kemudian, Amir memanggil aku, sedangkan lelaki tadi kembali masuk ke dalam dinding kaca. Amir menyusul masuk, begitu pula aku.


Terperangah aku melihat keadaan dibalik kaca hitam itu. Ruangannya asri. Warna dindingnya cerah dan dipenuhi pot-pot bunga warna-warni. Ada seperangkat sofa di sudut ruang. Didepan sana berdiri seorang perempuan muda dibalik meja resepsionis, tersenyum manis. Oleh lelaki tadi, Amir dipersilakan mendatangi perempuan muda itu.

"Duduk dulu, Ceu."Amir meletakkan barang bawaannya didekat sofa. Aku duduk sedang Amir menuju meja resepsionis. Sambil menunggu Amir, bersandar aku, menikmati sejuknya ruangan.

Tak lama kemudian Amir datang bersama lelaki yang tadi menyambut kami. Mengikuti petunjuk Amir, lelaki tadi mengangkat tas-tas belanjaan milik kami. Lelaki tadi berlalu dan kami mengikutinya. Amir merangkul aku sementara aku lingkarkan tanganku di pinggangnya. Kami melangkah di antara pintu-pintu yang berjajar di sisi-sisi selasar.

Lelaki tadi berhenti di ujung selasar, menunggu kami. Setelah kami tiba, lelaki tadi membuka pintu. Lelaki tadi menyalakan lampu dan mempersilakan kami masuk. Kamar ini sama indahnya dengan ruang depannya.

Lelaki tadi meletakkan tas-tas belanja kami. Setelah itu dia permisi dan menutup pintu. Kini hanya ada kami di kamar hotel ini.

"Aku kencing dulu, Ceu,"ucap Amir."Dari tadi kebelet."

Amir menghilang ke dalam kamar mandi. Aku duduk di sisi tempat tidur. Aku lepas sandal yang aku pakai. Bersila aku.

"Eceu batal dululah!"teriak Amir dari dalam kamar mandi.

Dasar Amir gelo, batinku. Pantas saja dia ngotot menyuruh aku batal puasa. Ini toh maunya. Jadi ingat aku akan pengalaman pertama aku dan Amir berkencan di hotel. Saat itu aku ditipu oleh Amir. Saat itu Amir mengajak aku makan pempek di Pasar Lemabang. Tidak tahunya dibawanya aku ke hotel yang berada di belakang toko pempek itu. Takut sekali aku waktu itu. Maklum pengalaman pertama. Aku takut ada orang yang kenal kami melihat keberadaan kami di hotel itu. Maklum hotel itu berada di sekitaran Terminal Lemabang yang merupakan jalur menuju rumah kami.

Tapi, begitu telah berada di dalam kamar hotel Itu, ketakutan menjadi hilang dan kehendak purba yang menang. Aku ikuti saja apa maunya kekasihku itu. Didepan kaca besar yang menempel di dinding kamar hotel, Amir menelanjangiku. Ada rasa bangga melihat mata Amir yang tak mau lepas menatap tubuh telanjangku. Aku yang berdiri didepan kaca dipeluk erat oleh Amir dari belakang. Kontol Amir melekat di kulit tubuh ini, hangat dan berdenyut-denyut. Habis payudara ini dia remas. Puting susu pun dielus, dibelainya. Memekku dia obok-obok.

Di kamar mandi hotel itu pula Amir mengajak aku mandi. Awalnya risih aku melakukannya karena ini merupakan pengalaman baru bagi aku. Tidak pernah terlintas dalam pikiranku jika aku bakal mandi berdua dengan seorang lelaki. Membayangkan mandi dengan suami pun tidak pernah terlintas. Tapi, begitu Amir menyabuni payudaraku dan puting susunya, aku kok menjadi suka, ya. Senang saja melihat mata Amir yang jelalatan menatap tubuh bugilku, senang karena Amir begitu bernafsu menyabuni area kemaluanku. Dia elus dan celupkan jemarinya ke belahan memanjang itu, menyentuh kelentitnya. Belum lagi saat dia sabuni belahan pantatku. Depan belakang dia sabuni. Gemetar tubuhnya. Mendengus nafasnya.

Ketika aku ganti menyabuni tubuh telanjang Amir, dadaku yang kini bergetar. Berdenyut-denyut memekku manakala kontolnya yang panjang hitam dan sedikit berbelok ke kiri itu, aku sabuni. Ah, membayangkan kontol itu bermain di selangkanganku, membuat memekku membasah. Dadanya aku sabuni, perutnya yang masih rata aku sabuni, pantatnya pun aku sabuni. Gemetar tubuhnya.

Di kamar mandi kamar hotel itu, tawa kami pecah. Geli karena tubuh telanjang kami yang penuh sabun yang merapat, berpelukan, berkali-kali tergelincir. Licin sehingga gaya berpelukan kami terasa lucu.

Sehabis mandi, di atas tempat tidur kamar hotel itu, kami bergumul, menyatu melepaskan birahi. Mengangkang aku dengan kontol Amir begitu perkasa maju mundur di dalam lubang kemaluanku. Keringat membasahi tubuhku, tapi aku menikmatinya. Apalagi ketika Amir membuat aku tengkurap di atas tempat tidur itu dan dari belakang Amir menggagahi aku.

"Sudah batal belum, Ceu?"teriakan Amir menyadarkan aku."Aku sudah selesai nih."

Alamak! Sebelum Amir keluar dari kamar mandi, kancing teratas blues yang aku pakai aku buka. Masuk tanganku ke dalam blues. Kurogoh beha dan kuambil gumpalan kain yang menyumpal behaku. Inilah nasib cewek dengan payudara berukuran kecil. Untung saja Amir belum menggerayangi payudaraku. Bisa malu aku jika dia mendapati ada sumpalan di behaku. Cepat aku ambil tas dan menyelipkan gumpalan kain ke dalamnya.

Amir keluar dari kamar mandi. Dia hanya melilitkan handuk yang disediakan hotel di pinggangnya."Sudah batal?"

Hanya menggeleng aku.

"Kenapa belum?"Dia duduk disampingku."Nasi bungkus ada di asoy."

"Saya mau batal barengan sama Amir."

Amir menggaruk-garuk kepalanya. Lalu,"Ayo, kita makan."

Tapi aku turun dari tempat tidur. Lalu,"Mau pipis dulu."

"Ealah. Kenapa tidak barengan saja tadi?"Kesal dia.

Tersenyum aku. Aku berjalan menuju kamar mandi, masuk, dan menutup pintunya. Berdiri aku di kaca yang ada di kamar mandi itu. Kurapikan rambut panjangku yang setengah berantakan, menggelungnya meninggi. Kemudian kuturunkan celana dalamku, lalu berjongkok. Pipis.

"Aku duluan, Ceu,"ucap Amir saat aku keluar dari kamar mandi."Lapar."

"Yang puasa siapa, yang makan siapa."Duduk aku di tempat tidur. Kutatap dia yang sedang melahap nasi bungkus.

"Habis Eceu lama sekali di kamar mandinya,"ujarnya untuk kemudian menaruh nasi bungkus di nakas."Ngapain saja?"

"Saya 'kan harus bebersih,"tukasku."Nanti kalau bau, Amir protes lagi."

Amir menyerahkan botol air minum. Karena aku ragu-ragu menyambut botol air minum itu, Amir menempelkan botol air minum tadi ke mulutku dan memaksa aku meminumnya.

"Nah, sekarang Eceu sudah tidak puasa, jadi sudah boleh kita bercinta."Ada senyum puas di wajah Amir.

Ha? Ajaran dari mana ini? Tapi, belum sempat aku memprotes ucapannya, Amir sudah berdiri, sudah meletakkan minuman di nakas. Berdiri dia menghadap ke arahku.

"Tunggu!"teriakku karena aku lihat Amir hendak melepaskan handuk kecil yang yang sedari tadi melilit pinggangnya.

"Apa lagi?"

"Tadi, Amir 'kan mengajak istirahat di sini?"

"Iya."Mengangguk dia.

"Sekarang saya mau istirahat dulu."Sengaja aku bergeser mundur. Kuambil bantal dan kuletakkan di kepala tempat tidur, bersandar aku di bantal tadi. Kuluruskan kedua kaki, lalu mengambil bantal lain untuk aku peluk."Amir sini. Naik. Pijat-pijat kaki saya. Pegal sekali."

Astaghfirullah! Terkejut aku karena, dengan mendadak, Amir meloncat naik ke tempat tidur. Tanpa ba-bi-bu lagi, dia menduduki kedua kakiku yang melurus,"Jangan diminta dua kali, Ceu."

Hahaha! Tertawa aku. Kurapatkan bantal ke dadaku.

"Yang mana yang mau dipijat?"Amir merebut bantal dari tanganku.

"Bukan ini,"selaku karena telapak tangan Amir menempel di payudaraku."Kaki, Amir, kaki."

"Oh, kaki, ya."Amir melepaskan payudaraku dan turun dia dari atas kakiku. Disebelah kakiku dia bersila. Dia angkat kakiku dan diletakkannya di pahanya. Mulai dia memijat kakiku. Mula-mula jemari kaki yang dia pijat. Enak. Kemudian pijatannya naik ke betis. Kedua betis ini memang yang paling aku rasa begitu pegal. Bagaimana tidak pegal jika dari jam sepuluh pagi sampai menjelang jam satu aku mengubek-ubek Pasar 16. Hilir mudik mencari pakaian yang cocok untuk keluargaku, berjongkok di lapak-lapak untuk mendapatkan semua keinginanku. Untung saja Amir tidak rewel. Dia hanya diam mengikuti kemana aku melangkah. Setia membawa tas-tas belanja tanpa banyak protes. Memang lelaki idaman.

"Di betis, Amir. Bukan di paha,"ucapku ketika pijatannya merambah pahaku.

"Geli,"teriakku setengah tertawa karena Amir memijati bagian dalam pahaku.

Berhenti Amir menggelitiki pahaku, tapi berpindah dia masuk di antara kedua kakiku, bersimpuh, membuat aku mengangkang. Setelah melepaskan handuk dari pinggangnya, sehingga hanya celana dalamnya saja yang tertinggal, diangkatnya bagian bawah blues terusan yang aku pakai sehingga celana dalamku terlihat. Amir kian genit. Dengan memasang wajah lugu, dia jamah selangkanganku, menggelitiki belahan memanjangnya yang masih tersimpan dibalik celana dalam dan aku menggeliat untuk menghindar. Kupegang tangannya untuk aku jauhkan dari kemaluanku, pura-pura menolak.

Mendapat perlawanan dariku, dua tangan Amir berpindah ke pinggangku, memegang celana dalamku dan Amir menariknya turun. Dipaksanya celana dalam itu melewati pantatku, lalu diangkat kedua kakiku tinggi-tinggi sehingga celana dalam pun dapat lolos dari kakiku.

Dengan posisi terangkat tinggi, kedua kakiku dia buka lebar. Mata itu mendelik menatap ke arah memekku. Jakunnya naik turun cepat. Gelagapan aku jadinya ketika jari tengah Amir menyentuh memekku, mengelus-elus labia mayora-nya. Masuk dua jarinya ke belahan memanjang di selangkanganku, menyentuh dan menekan klitoris yang ada di sana dan aku memejamkan mata, menikmati sentuhan Amir.

Dia tarik jari-jarinya dari lubang kemaluanku. Dia lepaskan pengait kancing bluesku. Satu, dua, dan tiga, dan akhirnya dia lebarkan bluesku. Satu tanganku dia tarik melewati blues. Begitu pula tangan satunya. Tersenyum dia melihat penutup payudara yang terpampang didepannya. Lembut jemari tangannya menyentuh lereng gunung milikku, mengelusnya. Pengait beha yang berada di antara dua cup beha dia lepaskan.

"Jangan keras-keras. Sakit,"ingatku karena bernafsu sekali Amir meremas payudaraku.

"Maaf, Ceu."Amir mengelus puting susunya."Soalnya nenen Eceu bikin nafsu."

Melambung aku jadinya mendengarnya. Dasar perempuan. Baru dipuji segitu saja sudah luluh. Padahal dibalik pujiannya itu pasti ada maunya.

"Bajunya dibuka, Ceu. Biar tidak kusut."Menurut aku ketika Amir mendudukkan aku. Menurut aku ketika Amir menarik blues melewati kepalaku. Telanjang aku.

Didepanku, Amir berdiri di atas dengkulnya. Gumpalan besar di balik celana dalam itu begitu menarik minatku. Seperti memahami pandanganku, Amir mengelus gumpalan itu, lalu dia keluarkan.

Senyumku menjadi lebar karena ada tongkat berkepala botak berada didepanku. Besar dan panjang tongkatnya. Hitam dan dipenuhi bulu-bulu ikal dipangkalnya. Ada lubang di ujung kepala tongkat itu. Tongkat bulat itu mendekati wajahku, menempel di bibirku.

"Buka mulutnya, Ceu,"pinta Amir dengan satu tangannya memegangi kepalaku.

Maka aku buka mulutku dan kepala kontol itu terdorong masuk. Membuka lebar mulutku karena batang mengeras itu menyeruak masuk. Ketika telah mentok, Amir menarik keluar kontolnya, lalu mendorongnya kembali. Ditariknya kembali dan didorongnya kembali. Berkali-kali. Terkadang kontol itu menyodok dalam, membuat aku tersedak.

Kumundurkan kepalaku, sehingga kontol itu terlepas dari mulutku. Kembali Amir mengarahkan kontolnya ke mulutku, tapi aku sambut batang mengeras itu dan menjengit tubuh Amir karena kepala kontolnya aku jilat-jilat.

"Enak, Ceu,"ucapnya sambil membelai rambutku.

Setelah puas menjilatinya, aku hisap-hisap kepala kontol itu. Kemudian kepalaku maju mundur untuk menelan batang kontol itu. Terdengar suara Amir yang mendesah dari arah atas kepalaku. Makin kupercepat laju kepalaku, makin cepat pula nafas Amir.

"Cukup, Ceu!"Amir menarik kontolnya dari mulutku. Terengah-engah dia.

Aku seka mulutku yang basah. Menunggu aksi Amir berikutnya. Amir pun bersimpuh di antara dua kakiku. Dia buka kedua pahaku, lalu kepalanya masuk. Memekku dia jilat. Ganas sekali dia mengulum kemaluanku. Dia sedot, dia jilat, dia sedot lagi lubang kemaluannya. Pun belahan memanjang kemaluanku dia rambah. Lidahnya menusuk, menekan, membelai kelentit yang ada didalamnya. Memanas tubuhku, menderu nafasku, dan aku menikmatinya.

Amir meninggalkan selangkanganku. Belum sempat aku mengambil nafas, rebah dia menindih aku. Kulebarkan dua pahaku. Kusambut kontolnya yang menimpa memekku. Berciuman kami. Sama-sama ganasnya. Sama-sama panasnya.

Amir meninggalkan bibirku. Kini lidahnya bermain di lubang telingaku, mengulumnya. Geli tapi aku suka. Sambil mencecapi telingaku, kontolnya menggesek-gesek di kemaluanku, menekan dalam-dalam di belahan memanjang kemaluanku. Kuangkat pantatku agar batang daging keras dan memanjang itu makin masuk ke dalam lubang kemaluanku. Terus Amir, batinku.

"Aku masuk, ya, Ceu,"lirih suara Amir di telingaku.

Pantat Amir terangkat, membuat kontol Amir meninggalkan selangkanganku, tapi aku ambil kontolnya. Menurut dia saat aku tarik kontolnya menempel di lubang kemaluanku, dan terpejam mata ini dan mulut pun membuka begitu kontol itu terdorong masuk. Kunikmati saat-saat lubang kemaluan perlahan menjadi penuh terisi batangan daging gemuk milik Amir. Laju kontol Amir terhenti. Kulit selangkangan Amir mentok bertemu dengan selangkanganku. Bulu jembut Amir yang ikal dan rindang berkait dengan bulu-bulu milikku yang tipis tertata rapi.

"Ah...,"desahku karena kontol Amir memutari lubang kemaluanku. Sangat lembut dan perlahan kontol itu mengulangi memutari lubang kemaluanku. Kupeluk Amir. Kurasai aroma tubuhnya yang khas, membangkitkan birahi.

Tangan Amir masuk ke bawah tubuh telanjangku, melingkar, memeluk aku. Bibirnya mencumbui leherku dan lalu kontolnya terangkat naik untuk kemudian dia hujamkan kembali."Ah!"

Kontol Amir terus menghujani lubang kemaluanku. Maju mundur, maju mundur, maju mundur sehingga desahan pun terdengar memenuhi kamar hotel ini.

"Ah!"teriakku keras ketika dengan kuat dan tiba-tiba Amir menghujamkan kontolnya dan lalu kembali memajumundur kontolnya di kedalaman lubang kemaluanku. Kembali aku mendesah-desah menikmati tusukan kontol itu di lubang kemaluanku. Terus, Amir, terus, dalam hati aku berteriak.

"Ah!"Aku berteriak lagi karena Amir mencabut kontolnya dengan tiba-tiba.

Amir bangkit meninggalkan aku. Turun dia dari tempat tidur. Dia lepaskan celana dalamnya. Lalu dia ambil kakiku dan menarik aku menuju pinggir tempat tidur. Cepat dia ambil bantal dan diletakkannya dibawah pantatku.

Menjengit aku karena Amir menyentuh area kemaluanku. Dia tusukkan jarinya masuk ke lubang kemaluan dan aku mendesah."Ah..."

Kaki kananku dia luruskan, digantungnya di pundaknya. Kini dua jari Amir yang bermain di lubang kemaluanku. Sambil mengobok-obok kedalaman lubang kemaluan milikku, dia ciumi kakiku. Dia sentuh g-spot, daging kecil yang tersembunyi di dalam sana, yang membuat aku berlaku bak cacing kepanasan.

Amir meninggalkan aku terkapar. Dua kakiku terkulai menggantung ke bawah dan ngos-ngosan nafasku. Pantatku yang terganjal bantal meninggi. Amir merunduk di antara dua pahaku. Dua tangannya masuk ke bawah dua pahaku, melingkar di pantatku untuk kemudian telapak tanganku jatuh di area kemaluan, memainkan bulu-bulu kasarnya. Jari-jari tangan Amir, kiri dan kanan, menguakkan bibir kemaluanku.

Menjengit lagi aku karena lidah Amir sesekali menjiat-jilat kedalaman lubang kemaluan. Lenguhan pun terdengar begitu bibir Amir menempel dan menyumpal lubang kemaluan itu. Punggungku terangkat manakala mulut itu mengusel-ngusel lubang itu. Jemari tangan pun mencengkeram rambut Amir dan Amir terus menjelajahi lubang kemaluan.

Kembali aku terkapar dengan nafas yang masih ngos-ngosan karena Amir berhenti mengeksplorasi kemaluanku. Kulihat dia berdiri. Dia seka mulutnya. Setelah itu, dia kangkangkan kedua kakiku lebar-lebar. Dia datangi lagi kemaluanku. Berpegangan aku di dua tangannya, menikmati memekku yang perlahan mulai penuh dimasuki daging panjang itu.

"Ah-ah-ah..."desahanku terdengar karena Amir mulai memajumundurkan kontolnya, karena kontol Amir mulai memutari lubang kemaluanku.

Amir makin menggila. Seperti ada tambahan energi, tusukan kontolnya saat menggagahi kemaluanku semakin cepat. Desahanku, dengus birahi Amir, dan suara plok-plok-plok akibat selangkanganku tertimpa selangkangannya bercampur dengan bunyi kipas angin memenuhi kamar hotel, hingga akhirnya Amir menekan dalam-dalam kontolnya dan semprotan air hangat memenuhi lubang kemaluanku.

Berbaring Amir disampingku. Sama denganku, nafasnya masih ngos-ngosan. Kaki kami yang sama bergantung di tepi tempat tidur, bergoyang serempak, saling berkait.

"Oh ya, ada yang lupa."Amir bangkit meninggalkan aku. Turun dia dari tempat tidur. Dia ambil minuman dan meneguknya. Saat dia serahkan minuman tadi, aku menolaknya. Amir menaruh kembali minuman itu. Lalu dia ambil celana panjangnya. Dia keluarkan kertas putih dari dalam sakunya.

Amir duduk disampingku yang masih berbaring. Bersila dia.

"Ini, Ceu."Amir menaruh kertas putih tadi di atas perutku.

Dengan heran aku memandang dia, lalu melihat ke arah kertas putih itu."Apa itu?"

"Te-ha-er dariku. Ambillah."

Kuambil kertas putih itu yang ternyata amplop. Kupandang Amir. Setelah Amir mengangguk dan tersenyum, aku buka amplop itu dan mengintip ke dalamnya. Ada beberapa lembar uang di sana."Ini buat apa?"

"Aku 'kan janji mau kasih te-ha-er lebaran untuk Eceu,"ucapnya dengan jari tangannya memainkan pusarku."Pakailah buat belanja."

"Suamiku sudah ngasih, Amir. Buat apa lagi ini?"

"Eceu simpan saja,"ucapnya. Kali ini payudaraku yang dia mainkan.

Kupandang dia. Kuberikan dia satu senyuman. Amplop yang ada di genggaman itu aku lekatkan di dadaku, dan"Makasih, ya."

Kulihat ada rasa bangga di matanya. Sudah sering Amir memberiku uang. Setiap bulan pasti dia memberiku uang dengan jumlah yang sama. Katanya sih sebagai tanda rasa tanggung jawab dia sebagai seorang kekasih, sebagai bukti dia memang serius menjalani hubungan ini dan aku mah senang-senang saja. Dapat duit, cui.

"Mau kemana?"Melihat aku bangkit dari tidurku, Amir bertanya.

"Kita beli pakaian untuk Amir."Kutatap dia.

"Nanti saja."Amir menahan aku yang hendak turun dari tempat tidur.

"Kapan lagi kalau tidak sekarang,"jawabku."Besok saya sudah sibuk bikin kue."

"Nanti saja, Ceu, nanti saja."Amir menarik aku rebah kembali."Aku ingin lama-lama memeluk Eceu. Masih ingin ngentot Eceu lagi."

Manyun aku mendengar ucapan lelaki itu, tapi aku biarkan Amir rebah di sampingku, aku biarkan merapat tubuhnya, aku biarkan diciumnya rambutku, aku biarkan kaki kiri Amir naik menindih pahaku. Dengan tangan kanan menahan kepalanya, Amir mengambi payudaraku, memilin-milin puting susunya.

"Sudah, ah."Aku halau tangannya dari payudaraku, aku geser pahanya turun dari pahaku, kemudian aku bangkit.

"Mau kemana?"Kembali Amir bertanya.

Kutolak tangannya yang hendak meraih tanganku."Kita beli pakaian untuk Amir."

Aku turun dari tempat tidur dan Amir pun menyusul turun. Aku ambili pakaian-pakaian kami yang berserak di lantai, tetapi Amir memeluk aku, membopong aku dan kemudian dilemparkannya aku ke tempat tidur. Untung saja kasurnya empuk. Mantul-mantul aku dibuatnya.

Belum sempat aku bangun kembali, Amir sudah menyergapku. Dengan gaya 69, ditindihnya aku. Tertawa geli aku manakala bergantian diciuminya dua pahaku. Aku berontak, tetapi kepala Amir malah masuk di antara dua pahaku sementara dua pahanya membuka lebar mengangkang di atas kepalaku. Kontolnya bergantung, bergoyang-goyang, ke kiri dan ke kanan, ke depan dan belakang, terkadang menempel di pipiku, di bibirku.

Terangkat pantatku meninggi karena lidah Amir menyentuh kemaluanku. Lidah itu menjilat-jilat belahan memanjang kemaluanku. Geli tapi enak.

Tercekat nafasku manakala Amir membenamkan bibirnya ke kemaluanku. Sambil mencecapi kemaluanku, wajahnya dia gerakkan ke kiri dan ke kanan. Geli tapi aku tidak mampu melawannya. Aku tidak mau Amir berhenti karena aku menikmatinya.

Lidah Amir menusuk masuk ke belahan kemaluanku, mengorek-orek kedalamannya. Tubuhku memanas, detak jantung tidak karuan, dan nafas pun mulai menderu ketika kemaluanku disedot dalam-dalam oleh Amir, ketika bibir Amir memamah labia mayoranya bergantian. Kucekal pinggangnya kuat-kuat, tapi Amir malah meremas pantatku, mengutik-ngutik belahan pantatku.

Amir menempelkan kontolnya di mulutku. Keras dan hangat. Sebenarnya ingin kukulum kontol itu, tapi Amir tidak memintanya, maka aku harus jual mahal. Aku bungkam mulutku, berpura-pura menolaknya dan Amir menjejalkan kontolnya. Akhirnya aku buka mulutku dan daging mengeras itu pun tenggelam di dalam mulutku. Agar tidak tersedak, kontol itu aku pegang. Biar aku yang mengontrol keluar masuknya kontol itu di mulutku.

Ada desahan terdengar dari arah selangkanganku ketika kepala kontol itu aku sedot. Tubuh Amir yang ada diatas tubuhku bergetar karena kontolnya aku kulum keluar masuk. Kembali Amir mencecapi lubang kemaluanku dan kewalahan aku mengatur desah nafasku.

Cumbuan Amir di kemaluanku terhenti. Amir meninggalkan aku. Kepalanya yang berada di antara dua pahaku terangkat. Terlepas pula daging keras itu dari mulutku karena Amir turun dari atas tubuhku. Kesempatan itu aku pakai untuk bangun, tetapi Amir kembali mendorong aku terbaring di tempat tidur.

"Sudah dulu, Amir. Kita beli pakaian dulu,"rengekku ketika Amir menaiki aku kembali.

Amir tidak menyahutinya. Dia malah menindih tubuhku. Dia tempelkan kontolnya di areal kemaluanku, menggesek-gesekkannya.

"Amir..."Masih saja aku berusaha untuk membujuk sang kekasih, tetapi,"Ah..." hujaman kontol itu di lubang kemaluanku begitu nikmat. Mendelik aku menatap wajah Amir yang berada di atasku. Tersenyum dia dan terus saja dia memajumundurkan kontolnya.

Berdecit bunyi ban mobil. Mobil berhenti mendadak. Untung aku memakai sealbelt. Jika tidak, aku yang sedari tadi tenggelam dalam lamunan pasti sudah terpelanting.

"Hoi, kalau jalan tuh pakai mata!"Terdengar teriakan Dadan, anakku.

"Ada apa, Dan?"tanyaku sembari memandang keluar mobil.

"Ojol, Mih,"jawab Dadan,"sembarangan saja memotong jalan."

"Ya, sudah. Hati-hati nyetirnya,"ucapku seraya merapikan hijab yang membungkus kepalaku,"Pelan-pelan saja."

"Iya, Mih."Mobil pun kembali berjalan. Lalu lintas memang padat pagi ini. Penuh kendaraan bermotor. Padahal ini hari Minggu. Palembang masa kini memang sudah akrab dengan kemacetan. Maklum Palembang sudah menjadi kita besar.[wk]
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd