Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Berbagi Kehangatan Bersama Adik Ipar

Sang Pelaut II


Dan malamnya, aku sengaja tidak memejamkan mata, hanya baring-baring di tempat tidurku. Aku menunggu kedatangan Amir, adik iparku itu. Maukah dia menerima undanganku tadi siang? Kalau melihat sikapnya tadi siang, pasti dia akan datang memenuhi undanganku. Lelaki mana sih yang menolak lubang kenikmatan milik seorang perempuan?

Kutatap jam dinding yang ada di kamar tidurku. Sudah jam sebelas malam. Untuk ukuran tahun 70-an, jam sebelas itu sudah larut karena masa 70-an, hiburan malam sangatlah minim. Hanya ada TVRI yang dapat memenuhi kebutuhan hiburan. Jadi, begitu TVRI berhenti siaran, maka kehidupan pun berhenti.

Dari ruang belakang, terdengar pelan suara pintu yang didorong. Sesuai dengan janjiku tadi siang, pintu belakang memang tidak aku kunci. Hanya aku ganjal dari dalam. Berdebar jantungku. Ada rasa senang karena lelaki itu akan hadir di kamar tidurku.

Aku turunkan rendah belahan atas daster agar lereng gunungku dapat Amir lihat. Kemudian bagian bawah daster aku angkat meninggi, menampakkan celana dalamku. Hihihi... Pasti bernafsu lelaki itu untuk menggarap aku.

Langkah kaki terdengar mendekati pintu kamar tidurku yang sengaja aku buat setengah terbuka, agar dia tinggal melangkah masuk menemuiku. Aku pejamkan mataku agar dia mengira aku tertidur. Aku tidak ingin dia mengira aku menunggu kehadirannya. Gengsi, dong.

Tapi, setelah lama menunggu, tidak terdengar lagi langkah kaki. Sepi. Tidak beranikah dia melangkah masuk ke kamar tidurku ini? Padahal dia tinggal mendatangiku dan aku akan sambut dia dengan ikhlas dan suka cita.

Aku picingkan mataku, mengintip ke pintu kamar tidurku. Hampir tertawa aku melihat Amir yang berdiri di ambang pintu, memandang aku. Lelaki itu mengenakan kemeja bewarna biru muda dan bercelana katun. Memang mau kondangan kemana, Amir?

Tak mau dia berlama-lama berdiri di sana, maka menggeliat aku. Sambil menguap, aku buka mataku dan pura-pura terkejut manakala mendapati dia yang berdiri di kejauhan sana.

"Amir?"Duduk aku di pinggir tempat tidur. Kembali aku pura-pura menguap. Aku kucek-kucek mataku. Lalu tersenyum aku untuk dia.“Dari tadi, ya? Ayo masuk. Jangan berdiri saja."

Gamang Amir melangkah masuk. Berdiri dia didepanku. Tegang wajahnya, napasnya tersendat-sendat sedangkan matanya liar memandangi isi kamar tidurku. Sepertinya dia takut.

"Saya kira Amir tidak datang,”ucapku lembut untuk memecah ketegangan yang hadir di kamar tidur ini.

Aku menggeser dudukku, mempersilakan dia duduk. Dan duduk dia. Bersisian kami duduk. Tangannya aku lihat gemetar. Sebenarnya aku juga tegang bercampur takut. Tegang karena untuk pertama kalinya ada lelaki lain selain suamiku yang mendatangi aku di tengah malam dan takut, aku takut ada yang mengetahui keberadaan Amir yang menyelinap masuk ke rumahku sementara suamiku berada di luar rumah. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Amir sudah berada didepanku. Sekarang tinggal keberanian lelaki itu untuk memulainya.

Mata Amir tertuju ke pintu kamar tidur. Sepertinya untuk memastikan jika pintu itu terkunci. Oh ya, kamar tidurku mempunyai dua buah pintu. Pintu pertama adalah pintu utama yang menghubungkan dengan ruang tengah sementara pintu satunya, pintu yang tadi dimasuki oleh Amir, menghubungkan ke ruang belakang.

"Tidak ketemu bibi Kunti di luar?"Aku coba melucu agar wajahnya yang tegang itu mencair.

Tersenyum dia. Ditatapnya aku. Mulai dari wajah, turun ke dada, hingga ke paha, ditatapnya aku. Sepertinya dia ingin menilai aku. Maka aku membiarkannya sambil berharap mendapat nilai tinggi.

"Eceu cantik."Dengan mata masih mengarah ke wajahku, lelaki itu memuji aku.

"Amir juga gagah dengan pakaiannya,"balasku sambil menyentuh tangannya.

Amir memang gagah. Sisa-sisa ketampanannya masih terlihat di tubuh tinggi langsingnya. Sebelum menikah dengan Juju, adik iparku, Amir adalah seorang pelaut. Sebagai mantan pelaut, dia, dulunya pasti mempunyai banyak pacar. Seperti yang sering aku dengar jika seorang pelaut pasti mempunyai simpanan di setiap pelabuhan yang disinggahinya. Pasti pengalaman dia dalam bergaul dengan beragam perempuan sebanyak jam terbangnya sebagai pelaut. Dan kini aku ingin ikut merasakan tekniknya dalam memberikan kepuasan bagi para perempuan itu. Sambil menyelam sambil minum air. Sambil membalaskan sakit hati kepada ipar-iparku, aku dapat menikmati hangatnya pelukan Amir untuk mengganti peran suamiku di malam-malam nan sepi.

Melihat ada butiran keringat bergulir di pipinya, aku berucap,"Dilepas saja kemejanya kalau panas."

Tanpa ragu, Amir melepaskan kemejanya. Bertelanjang dada dia. Biar pun sudah masuk usia empat puluh tahun, tubuh Amir masih bagus. Perutnya masih datar, tidak sebuncit perut suamiku. Kecoklatan pula kulitnya.

"Taruh di sana saja."Melihat Amir bingung hendak menaruh dimana kemejanya, aku tunjuk palang besi yang berada ujung tempat tidur. Tempat tidurku memang terbuat dari besi. Awalnya ada kelambu, tirai yang berfungsi melindungi dari nyamuk, mengelilingi tempat tidurnya, tetapi begitu ada anak, kelambu pun dilepas. Besi melengkung di atas tempat tidur yang berfungsi menjadi pengikat kelambu pun dilepas.

Setelah melemparkan kemeja pada tempat yang aku suruh, Amir bertanya padaku

,"Kenapa anak Eceu tidur di lantai?"

Tersenyum aku. Polos atau pura-pura lugu jantan ini? Pikirku. Kalau kedua anakku berada di atas tempat tidur, tempat tidurnya pasti akan penuh sesak sehingga pasti akan mengganggu permainan kami kalau nanti dia berani memulainya.


Sayangnya lelaki ini belum juga mengambil aku. Apa lagi yang ditunggunya? Padahal aku sudah setengah telanjang. Apakah aku yang harus memulainya? Pikirku.

Dan saat itulah, aku pegang lengannya dan aku tarik dia mendekat ke arahku. Merunduk dia, memiring wajahnya, dan aku, aku pejamkan mata saat bibirnya menempel di bibirku. Sakit sekali Amir mengulum bibirku. Mungkin karena ini ciuman pertama kami atau karena Amir yang terlalu bernafsu mengulum bibir aku. Terserahlah. Yang pasti aku sudah menaklukkannya dan aku tidak akan melepaskan dia. Pembalasan dendam terhadap ipar-iparku sudah dimulai.

Saat Amir melepaskan bibirku, aku geser dudukku ke belakang dan aku merebahkan diri di tempat tidur. Kutegakkan satu kakiku di atas kasur sehingga dasternya menurun dan aku biarkan matanya mencuri lihat selangkanganku. Tak lama kemudian dia timpakan sebagian tubuhnya di atas tubuhku. Tangan kirinya menindih payudaraku dan dikejarnya bibirku.

Ketika dia ambil bibirku, aku pejamkan mataku. Lama bibir kami bertaut, bergumul, dan saling sedot. Aku buka mulutku. Dengan lidahku aku sambut kedatangan lidah Amir di dalam mulutku. Lama lidah kami saling bertaut, saling memilin. Kemudian diajaknya lidahku berpindah masuk ke mulutnya dan kembali lidah-lidah kami bertaut dan bertarung. Lama dan panas. Setelah itu, disorongnya lidahku mundur, berpindah medan peperangan kami di dalam mulutku. Lidah kami kembali bertaut dan memilin.

Amir meninggalkan bibirku. Dia turunkan satu tali daster dari pundakku. Matanya membulat begitu gundukan daging keluar dari dalam daster. Segera dia mencecapi payudaraku dan aku menggelinjang geli.

"Amir, Jangan dibuat merah,"ucapku menyerupai desah ketika bibir Amir mencumbui lereng-lereng gunung kenyal milikku. Aku tidak mau Amir meninggalkan jejak-jejak pada tubuhku. Bisa berbahaya jika suamiku melihat tanda cupang di payudaraku.

Dia tinggalkan payudaraku. Di atas tempat tidur, berdiri dia dihadapanku. Amir memerosotkan celana katunnya. Begitu pula dengan celana dalamnya. Telanjang dia. Batang daging miliknya menghitam dan teramat panjang. Botak dan licin ujungnya. Senyumku terbit karena kontol itu manggut-manggut didepanku, siap mengobrak-abrik kemaluanku. Semoga.

Bangkit aku dari tidurku dan bersimpuh dihadapan dia yang berdiri menjulang. Aku raih senjata yang mengacung perkasa di depanku itu, menggenggamnya. Kenyal. Hangat. Penuh urat yang mengitarinya. Saat aku kocok, ada cairan keluar dari lubang di ujung kepala kontolnya.

Menjengit dia kala aku tempelkan kepala kontolnya di mulutku. Terasa asin cairan yang ada di ujung kepala kontol itu di lidahku, tapi aku abaikan karena senang aku melihat dia menggeliat-geliat disaat aku jilat-jilat kepala kontolnya. Aku celupkan kepala kontolnya ke dalam mulutku untuk aku emut. Dapat aku dengar desah nafas Amir yang menderu.

Rambut panjangku dia cekal dan dia maju mundurkan kepalaku sehingga batang kontol itu maju mundur di dalam mulutku. Beberapa kali aku tersedak dan melepaskan kontol itu, tapi kembali aku tancapkan kontol Amir di mulutku dan kembali aku kulum dan kembali kontol itu maju mundur menggagahi mulutku.

Amir mendorong kepalaku mundur sehingga batang bulat panjang itu terlepas dari mulutku. Sambil mendongakkan wajah meninggi untuk mendapati dia yang juga memandang aku, kuseka mulutku yang basah akibat mengoral kontol itu.

Bersimpuh Amir didepanku. Lalu ke belakang didorongnya rebah aku. Dia ambil paha kananku, diangkatnya melewati badannya. Kini kedua kakiku mengapit tubuh Amir. Dengan posisi berada di antara dua kakiku, jari-jari tangan Amir merengkuh pinggangku, mulai menurunkan celana dalam itu. Maka, aku angkat pantatku untuk mempermudah celana dalam meninggalkan selangkanganku. Aku angkat pula kedua kaki tinggi-tinggi sehingga celana dalam pun terlepas.

Dua pahaku aku kangkangkan lebih lebar karena Amir beringsut masuk. Menjengit aku ketika kepala kontol Amir menempel di ambang lubang kemaluan dan, ugh, lenguhan keluar dari mulutku manakala batang panjang bulat itu dengan perlahan terdorong masuk ke lubang kenikmatan milikku. Lubang kemaluanku pun menjadi sesak, penuh dengan batang daging itu.

Setelah senjata tertanam dalam-dalam di dalam lubang kemaluan, Amir mulai menarik kontolnya mundur yang membuat aku mendesah,"Ahh..." dan, "Ahh..." aku mendesah kembali ketika kontol Amir terdorong masuk kembali ke dalam lubang yang sudah becek itu.

"Ah... uh.. ah... uh.."Hanya itu yang bisa aku perbuat ketika kontol Amir dengan konstan maju mundur di dalam lubang kemaluan.

"Aaah!."Menjerit tertahan aku karena batang panjang bulat itu tercabut dari kemaluanku.

Dia balikkan tubuhku. Dia posisikan aku memunggunginya dan Pok! Dia pukul pantatku yang menungging.

Kontol Amir menempel di bagian bawah belahan pantatku. Dia desakkan batang panjang bulat itu ke dalam lubang kenikmatanku dan aku hanya bisa melenguh,"Ahh..."

Tubuhku terantuk-antuk, maju dan mundur, karena kontol Amir menyerang belahan pantat. Desahan pun kembali terdengar. Semakin cepat kontol itu menggagahi kemaluanku, semakin keras racauanku. Berkali-kali aku terjatuh tertunduk di tempat tidur, tapi berkali-kali pula Amir memaksa aku menungging kembali.

Terjerembab aku di tempat tidur ketika dengan tiba-tiba kontol itu tercabut dari lubang kenikmatan. Dengan cepat Amir terlentangkan aku. Dia buka lebar dua pahaku dan masuk mendekat. Dia timpakan paha kirinya naik menindih paha kananku, lalu menancapkan kembali batang bulat panjang itu ke kedalaman lubang di selangkanganku yang membuat aku terpekik nikmat.

Dia peluk paha kiriku, lalu sodokan kontol Amir ke lubang kenikmatanku begitu cepat dan terburu-buru. Payudaraku pun kembali dia remas sementara desahan kembali terdengar."Ah.... ah.... ah!"

Dapat aku dengar kamar tidur tempat kami bertarung penuh dengan desahan. Tempat tidur pun berderit seru akibat gerakan kami yang berirama cepat.

"Ah!"Terdengar teriakan tertahan Amir. Batang bulat panjang itu berhenti menyerang kemaluanku. Batang bulat panjang itu tertekan dalam-dalam di dalam lubang kemaluan dan, akhirnya, cairan hangat menyemprot, beberapa kali, memenuhi lubang kenikmatan milikku.

Setelah semprotan air hangat itu berhenti, tubuh Amir jatuh menimpa aku. Napasnya yang ngos-ngosan terdengar seksi di telingaku. Detak jantungnya menyebar di kulitku. Aku nikmati aroma khas yang menyergap hidungku. Pun aku nikmati denyutan-denyutan di lubang kemaluanku sebelum kontol itu perlahan mengecil dan akhirnya tercabut.

Amir turun dari tubuhku. Berdampingan kami berbaring di atas tempat tidur. Dia cium pipiku dan aku pejamkan mata, menikmati hangatnya bibir itu.

"Maaf, Ceu. Kecepatan keluarnya.Habisnya memek Eceu enak,"ucapan itu terdengar merdu di telingaku."

Mengembang dadaku karena bangga. Kubuka mataku dan kupandang dia. Dengan posisi miring, dengan tangan menahan kepala, Amir pun memandang aku. Maka aku elus wajahnya, lalu tersenyum aku dan,"Nama saya Ningsih. Nama Abang siapa?"

Amir tampak terkejut dengan pertanyaanku, tapi akhirnya dia sibak rambut yang menutupi telingaku dan bibirnya mendekat."Amir, namaku."

"Amir?"Aku pura-pura berfikir, lalu,"Mengingatkan aku pada seseorang."

Dipandangnya aku."Siapa?"

"Mantan pelaut yang berani menggagahi saya malam ini."

Tertawa kecil dia. Lalu,"Eceu pun hebat. Aku jadi lemah didepan Eceu."

Kembali dia belai pipiku. Kembali dia cium pipiku.

"Suami jarang tidur di rumah, ya?"

"Iya. Sesuka dia kapan mau datang."

"Kasihan ya, Eceu."Puting susuku dia elus pelan. Geli tapi aku nikmati saja."Payudara cantik ini disia-siakan."

Sambil tersenyum pahit, aku menatap langit-langit kamar tidurku. Ada sepasang cicak berrkejaran di sana.

"Kalau aku tiap malam datang, boleh?"

Kutatap Amir dan mengangguk."Boleh..."

"Kalau pagi?"

"Asal suamiku tidak ada di rumah. Boleh"

"Kalau siang?"

"Asal suamiku tidak ada di rumah. Silakan."

"Kalau sore?"

"Iya, asal suamiku tidak ada di rumah, Amir."

"Janji, ya."

"Janji."

Tersadar aku dari ingatan masa lalu dan kembali ke masa kini ketika mobil berhenti. Kuarahkan pandangan keluar kaca mobil. Kami tiba di Simpang Lemabang. Mobil berhenti karena lampu merah.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd