Episode 29B Run for your life
POV Naya
“Tok … tok … tok!”
Ih, apaan sih ganggu orang tidur aja. Aku kan ngantuk gak tidur bener di perahu. Hampir muntah malah… untung ada Shaun yang mengurut leherku dan membuatku hangat. Eh bukan cuma itu sih, masak semalam tangannya menyelip dibalik jaket dan parkir di payudaraku. Ih… mesum. Untung gak ada yang tahu...
Aku memaksa membuka mata, baru jam 9.30, pagi. Kenapa sih pagi-pagi sudah pada ribut. Aku memaksa untuk bangun dan membuka pintu. Ternyata Brenda di luar.
“Nay, Titien di kamar mu?” Brenda langsung tanya.
“Gak, aku cuma sendiri! Eh, kenapa?” Aku kaget.
“Ia kayaknya sudah lari, pasti pergi mengejar Brian. Dua anak itu gak bisa pisah sebentar, dua-duanya juga keras kepala. Pasti anak itu tahu Brian lari kemana… ih, sekarang harus dua orang yang harus kita cari!” Brenda marah-marah dan tak lama kemudian sudah langsung bicara dengan seseorang di telpon.
“Astaga kak Titien menghilang?” Wah… gawat ini. Kak Titien gitu lho… dari dulu kelemahannya itu, gak bisa diatur orang terutama kalo urusannya menyangkut cinta. Eh, bukan baru sekarang lho, waktu pacaran dengan Kak Nando dulu juga begitu.
Tak lama kemudian kami mendapat kabar, Titien sudah berangkat naik ojek ke terminal. Kayaknya ia mau ke Manado. Telponnya ditinggalin di kamar supaya gak diganggu.
Tak lama kemudian sebuah mobil KIA Pregio datang menjemput kami ke Manado.
-----
“Selamat datang di kos ku yang lain… yang ini baru sih, belum terpakai. Malah mungkin baru dua atau tiga orang yang tahu ini kos ku. Aku tadinya beli rumah ini bukan pake namaku, dan drumahnya di bongkar dan dibangun kos-kosan. Kecil sih, rencana akan jadi 10 kamar, tapi baru 5 yang siap, jadi masih dalam tahap pembangunan, cuma kali ini masih libur kontraktornya.” Aku membawa rombongan kami di tempat kos ku yang baru yang berada diujung lainnya kota Manado. Agak jauh sih!
Tempat kos ini memang tidak terdaftar atas namaku, tapi pake nama Kak Titien… tapi Kak Titien sendiri gak tauh. Kos ini dibeli dan dibangun 100% dari uangnya Kak Nando, rencana akan di kasih surprise ke cewek itu kalo udah rampung. Eh, aku sih maunya kasih sebagai hadiah pernikahan, apa lagi kalo Kak Titien menikah dengan Kak Edo, teman baik Kak Nando… wah itu mantap. Makanya aku sempat desak Kak Titien jadi dengan Kak Edo, tapi sekarang gak lagi.
Sementara yang lain sibuk mengatur barang di kamar baru mereka, aku masih menangis sendiri di sofa. Aku lagi sedih sekali…. Juga bingung soal Kak Titien… takut kenapa-kenapa. Gadis itu sangat berarti bagiku. Hampir semua keinginan terbesarku adalah untuk menyenangkan Kak Tien. Ia satu-satunya yang sangat peduli aku, sedangkan orang tuaku sendiri sibuk dengan bisnis dan perusahaan mereka.
Aku tidak menyadari Brenda dan Shaun sudah dari tadi memandangku. Ketika aku mengangkat kepala, Brenda langsung mendekat dan memelukku.
“Shaun, duduk sini!” Brenda menyuruh cowokku datang mendekat. Shaun memang orangnya tidak mengerti perempuan… tapi aku terlanjur mencintainya.
Shaun duduk di sampingku, dan langsung aku bersandar di dadanya. Shaun masih bingung mau buat apa.
“Shaun, hibur dong pacarmu...!” Brenda cekikikan melihat tingkah Shaun yang bego soal perasaan wanita.
“Aku mau hibur gimana? Aku gak tauh!” Kebingungan Shaun membuatku tersenyum kecil. Dasar Dickhead!
“Kamu ajak cerita… dong!” Brenda mendesak temannya.
“Cerita apa?” Shaun masih bego.
“Apa aja, oke… cerita soal Tangkoko!” Ihhh masak sih Shaun sampe segitu bego-nya.
“Eh iya… di Tangkoko jalannya sempit sekali… susah lewat, mungkin itu jalan paling sempit di dunia… seperti… eh seperti…” Shaun mulai bercerita, ngomongnya ngelantur.
Aku masih kesal menanggapi cerita Shaun. “Emangnya kamu tahu sempitnya seperti apa?” Aku meledeknya.
“Oh, aku tahu… itu sempit sekali… mungkin sempit seperti memekmu!” Shaun menatapku dengan maksud menggombal.
“Huh? Hahahahah…” Brenda langsung tertawa kuat-kuat, sedangkan aku jadi merah… ih bikin malu sekali.
Aku gak tahan lagi, cowok bego ini harus diberikan pelajaran. Tanganku langsung menyelip ke dalam celana basket Shaun mencari batangnya dan ku genggam erat.
“Apa kamu bilang? Mau dipatahin, iya?” Aku mengancam cowok itu, tidak perduli lagi ada Brenda.
“Sayang, kemarin kontolku kamu puji-puji, kok sekarang mau di patahin…?” Shaun mempermalukan ku lagi… wajahnya masih innocent. Eh, batangnya langsung naik menegang… ihhhhhh…
“Astaga Shaun?” Aku masih kaget, tanpa sadar justru aku mengeluarkan kontol Shaun dan kelihatan sudah tegang sekali… ih, baru dipegang dikit udah keras seperti ini.
“Nay, hajar aja tuh, udah tegang gitu…” Kata Brenda meledekku.
Aku hanya tertawa-tawa malu… tiba-tiba Shaun menciumku dan membuatku sampe gelagapan. Tangannya langsung parkir lagi di toketku.
“Shaun… eh, jangan! Ada Brenda tuh…!” Aku mencoba menghindar.
“Biar aja, selama ini dia kasih pertunjukan seks, sekarang gilran kita, balas lho!” Shaun punya rencana mesum. Astaga…
“Emangnya berani?” Brenda menantang Shaun, dan cowok itupun terpancing. Dengan cepat dan penuh nafsu Shaun mulai mempreteli pakaianku tanpa aku dapat mencegah lagi.
“Astaga! hehehe….! Nay, ternyata tubuhmu sangat seksi” Brenda jadi kaget, astaga… baru tahu...
Kini aku tidak lagi memperdulikan Brenda, aku sudah terlanjur dibuai nafsu ketika toket dan memekku dipermaikan oleh tangannya yang nakal. Nafasku sudah terengah-engah, dan tak lama kemudian aku sudah terbaring di sofa menerima serangan bibirnya di memek tembemku.
Ih… Shaun sudah nafsu banget! Apa karena ada Brenda yang melihat, yah? Memekku dijilat dengan ganas… satu jarinya juga masuk mencoba menjangkau mulut rahimku… Aku tak bisa melawan dan hanya pasrah menerima gempuran Shaun. Nafsuku sudah terbangkit… aku mendesah kuat.
“Wow, Nay… mantap banget! Eh, Shaun aku bantu yah…!” Kali ini tangan Brenda mulai membelai kedua toketku… aku kaget menerima serangan dari atas dan bawah sekaligus. Tangan Brenda sangat cekatan membelai dan memintil putingku. Ihhh...
“Ohhhh….. agghhhhh…!”
Aku terus mendesah, kakiku sudah menjepit kepala Shaun yang terbenam dalam liang senggama… lidahnya coba menggapai sedalam-dalamnya. Sementara 2 jari Shaun sudah masuk dan mengobel-ngobel daerah sensitif di mulut rahimku. Aku sudah mengerang…bukan hanya mendesah.
Pada saat yang sama aku juga harus menghadapi serangan dari atas, kali ini bukan hanya tangan Brenda yang memilin-milin toketku, kini bibirnya mulai menggencet puting kecilku yang sangat sensitif. Mulut Brenda memelintir putingku dan mengisapnya kuat-kuat, sering ia menggunakan giginya untuk menimbulkan rasa geli.
Tubuhku mulai bergetar menahan geli dan nafsu… aku semakin terbakar. Kini tubuhku mulai kelojotan dan menegang, perutku naik keatas… melengkung tinggi menyambut orgasmemu yang sangat dashyat. “Ahhhhhhhhh…. Ahhhhhh!” Aku berteriak kuat karena tak tahan lagi.
Tiba-tiba Edo datang lari-lari mendekat… aku masih terengah-engah mencari nafas
“Ada apa? Siapa yang teriak? Naya?” Edo tiba di depanku dan menyadari bahwa aku barusan orgasme. Brenda dan Shaun sampai tertawa melihat reaksi Edo.
“Astaga… hahahaha…. Ihhhhh, kirain ada apa. Aku takut jangan Naya diperkosa!” Edo juga sibuk menahan tawa, sedangkan aku tambah malu. Tubuh telanjangku lagi dipamerkan ke Edo, ihhhh.
“Begini Edo, kami lagi menghibur Naya yang lagi sedih…!” Brenda menjelaskan sambil tertawa.
“Bagaimana, Nay… sudah terhibur kan?” Shaun menatapku melongo…. Wajah begongnya membuatku tertawa juga.
“Ihhhh…. Dickhead! Kamu itu memang betul-betul Dickhead, lho!” Aku mencubit cowokku dan tertawa bersama mereka.
Brenda segera berdiri menuju kamar. Aku juga segera merapikan baju dan baru siap pergi bersih-bersih di kamar mandi, sudah dicegah oleh Shaun.
“Nay… terus kontolku gimana? Masih tegang lho!”
“Suruh kocok sama Edo!” Aku terus berjalan, pura-pura cuek, padahal ingin melihat reaksi Shaun.
“Edo… eh, kocokin, dong!” Shaun memamerkan kontolnya pada Edo yang sampai lompat menjauh.
“Ih gak mau! Emang aku maho?” Edo menolak sambil tertawa menggeleng kepala.
“Huh? Hahahahah…!” Aku dan Brenda hanya tertawa melihat kelakuan Shaun. Bego sekali sih….
"Oke deh, sini... di kamar aja!" Aku menarik tangannya ke kamar dan mengunci pintu. Shaun belum selesai mengatur posisi tidurnya langsung ku naiki dengan gaya WOT. Siapa suruh kencang gitu.
-----
POV Della
Aku masih memberontak tidak mau, sehingga Boy dibantu oleh beberapa cowok menelanjangiku dan memaksaku duduk diatas kursi inisiasi. Boy sendiri yang akan memasukiku untuk pertama kali…
Astaga, kontolnya yang paling besar dari semua, tidak heran ia ternyata kepala gengnya. Aku masih menggeleng kepala menolak, tapi sementara kakiku mengangkang, memekku dijilat oleh Max... Oh, indah sekali. Aku sampai gemetaran menahan nafsu.
Dan memekku masih terasa basah ketika kontol besarnya memaksa masuk… membuat dinding memekku merenggang sampai maksimal, tapi masih tetap tergesek kontolnya. Ih, rasanya penuh sekali. Kontolnya hangat dan terasa nyut-nyut,
Pasa awalnya, gerakan Boy membuat rasa ngilu, tetapi semakin lama semakin enak.
Kali ini memekku bereaksi positif, turut menggoyangkan pinggul mengantisipasi sodokannya yang mantap. Semakin lama aku semakin terbuai, walau mulutku berkata tidak tapi tubuhku sudah mengkhianatiku. Dan aku tak dapat menahan getaran dan gelinjang tubuhku menyambut pompaannya… terutama ketika kontol Boy memasuki goyangan dengan RPM timggi, dan tidak sampai 5 menit kemudian aku sudah mengerang dalam orgasme pertamaku yang sangat indah.
Boy dan kawannya benar-benar membuat aku habis tenaga setelah 8 kali orgasme. Dan begitu sampai ke menit 35 tubuhku langsung terkulai dan tak mampu merespons lagi. Aku langsung pingsan… tapi pingsan dalam kenikmatan.
Tepat sebelum aku pingsan, aku melihat beberapa buah kamera tertuju kepadaku merekam semua gerakan dan ekspresiku. Dan aku malu sekali, rasanya mau bunuh diri saja. Maafkan aku Edo…
-----
POV Brenda
“Eh, Brenda… ada masalah lain lagi. HP milik Della dan Landa gak menjawab dari tadi, Boy juga. Aku jadi was-was jangan ada apa-apa di kos kemarin!” Edo bicara kepada ku.
“Gak mungkin, kemarin orang-orangku disekitar kos bilang tidak ada inciden apa-apa.” Aku meyakinkan Edo.
“Aku malah dapat update, Mr Logan sempat dicegat di Kema waktu pulang dari resort Kora-kora. Sempat terjadi baku tembak. Ia bisa lolos tapi terluka, dan kini tinggal memiliki ia tinggal 2 anak buah yang masih hidup. Pasti lebih mudah ditangkap, karena kepala mafia yg melindungi sudah mati.” Aku menjelaskan singkat.
Tak lama kemudian hape ku tiba-tiba kembali berbunyi, dan Aku kembali bicara serius dengan orangnya di telpon. kayaknya ada perkembangan terbaru.
Untung berita baik yang dibawanya, karena aku tahu aku sudah berada di ambang batas. Aku tidak bisa lagi menerima berita buruk setelah apa yang terjadi kemarin dan hari ini.
-----
POV Brian
Aku membuka kembali surat dari Deyana dan membacanya dengan penuh perasaan.
“Dear Romeo,
Maaf sayang, aku harus pulang duluan. Aku meninggalkanmu bukan karena aku marah atau kecewa. Pertengkaran kita itu yang kemarin itu gak berarti apa-apa, aku terus mengingat kamu sebagai cowok yang paling baik, paling menyayangiku dan paling aku sayang…. Eh paling ganteng juga paling nakal, dan sama paling enak di sayang.
Aku sengaja pergi karena aku tidak mau Romeo melihatku menangis, karena aku pasti tidak tahan mengucapkan selamat tinggal. Kalau kau menemukan surat ini--aku tahu hanya keajaiban yang bisa membuat kamu menemukan surat ini, tapi aku percaya pada cinta kita yang abadi. Semoga Tuhan memberikan keajaiban itu--Jadi kalau kamu temukan, ingatlah aku seorang gadis yang sangat mencintaimu, maaf aku gak bisa menemanimu terus di dunia ini, tapi kita akan bersatu di akhirat.
Romeo, aku dianggap keluargaku sakit AIDS. Orang tuaku terhasut temannya yang di Australia, yang bilang aku sudah tinggal serumah dengan seorang cowok bule, dan aku suka gonta-ganti cowok. Ia bilang kamu membuat aku terjangkit AIDS dan aku hanya membawa malu keluarga. Salah satu alasan kenapa aku memaksa pulang lebih awal adalah untuk membersihkan namamu. Aku tak mau ada orang yang memaki cowokku, dan aku harus menyatakan yang sebenarnya. Doakan aku yah!
Mungkin sekali waktu kau baca surat ini aku telah tiada. Tapi aku ingin kamu datang ke Manado, temui orang tuaku. Terimalah maaf mereka … dan kalau boleh, cari kuburku dan letakkan sepucuk bunga mawar untukku. Eh, tapi aku harap kau bawa cewek baru ke kuburku… Romeo harus cepat membenahi hati dan move on. Eh, tapi kalau kamu belum ada cewek, aku akan perkenalkan dengan adik sepupuku… aku yakin kalian cocok kok. Ia cantik lho, pasti kamu lamgaung jatuh cinta.
Mohon maaf kesalahanku, dan aku tidak menyesal bisa menjadi pendamping mu selama 2 tahun di Australia. Masa-masa yang terindah dalam hidupku. Aku rindu kamu, senyummu, suaramu, pandangan matamu, ciumanmu, dan kontolmu juga… hehehe… I always love you, my dear.
Deyana
Telah tiga kali surat ini ku baca berulang-ulang, tapi tetap isinya membuat aku berbinga-bunga.
Whew... Untung piano ini gak terbakar seperti barang-barang lain di kos Naya, dan untung lagi aku bisa menemukan kembali laci hati, tempat penyimpanan rahasia aku dan Deyana di bagian dalam piano ini. Tak dapat kukatakan syukurku bisa menemukan suratnya, dan melengkapi teka-teki pada hari Deyana meninggalkan aku di Perth, Australia.
Segera surat itu kulipat rapi dan kusimpan dalam dompetku. Aku harus mencari jalan keluar, karena penjagaan di kos ini cukup ketat. Aku tadi harus mengendap-endap cari jalan keluar, mudah-mudahan tidak ketemu dengan musuh disini. Aku terus berjalan pelan menyadari bahaya… tiba-tiba.
“Hei, siapa itu?” Sosok bersenjata otomatis menghadang jalanku, dan tanpa bicara aku langsung ditangkap, diborgol dan di bawa ke suatu tempat. Ia gak biay apa-apa, katanya tunggu bossnya dulu, Mati aku…. Maafkan aku Titien… Brenda dan semua, aku gak bisa meninggalkan surat ini rusak.
“Aku menyerah… silahkan tangkap aku… tapi jangan apa-apakan biola itu!”
-----
“Romeo!” Terdengar suara Brenda.
“Nerd-ho” Brenda tiba-tiba muncul dibelakangku dan membuka borgolku. Ia segera mengusap punggungku yang masih bergerak menahan nafas ketakutan. Kemunculannya langsung membuat aku merasa lega.
Ternyata ia anak buah Brenda dan aku dibawa ke salah satu safe house. Ihhh bikin takut orang aja
Aku mengikuti Brenda dan Agen T dan mobil lainnya ke suatu tempat di daerah reklamasi, di kota Manado. Kayaknya kita menuju ke salah satu ruko yang ada di kawasan Mega Mas.
“Mau ke mana kita?” Aku bertanya.
“Kamu lihat aja sendiri apa yang terjadi di dalam!” Brenda masih penuh teka-teki.
Tak lama kemudian mereka memasuki sebuah pintu ruko sebuah night club, dan langsung naik ke tangga keatas. Berikutnya ada sebuah pintu besar tertutup… kayaknya kantor dari klub ini.
Brenda mengetuk, dan ketika pintu dibuka ia memperkenalkan dirinya dan aku sebagai anggota baru. Kami memasuki suatu lorong dan kembali melewati sebuah pintu lagi. Ternyata dibagian dalam ada ruangan besar yang agak remang dengan penerangan yang minimal. Bunyi music cukup menggetar sedangkan bau minuman dan asap rokok tercium. Setelah matanya terbiasa, aku terkejut setelah mataku mulai biasa dengan cahaya yang redup dan mampu melihat apa yang terjadi.
Astaga, ada pesta seks dan banyak orang lagi bugil. Mungkin sekali ini gang seks sementara mengadakan pesta. Kebanyakan cowok tidak dikenal, tetapi setelah memperhatikan ada beberapa cewek yang aku kenal. Ada Gina yang pernah parti bersama, astaga Landa juga. Keduanya sementara bercinta dengan pasangan masing-masing.
Aku kaget ketika ia melihat siapa yang bercinta di sebelah kiri, sesosok gadis yang sangat dikenal. Tidak salah lagi, itu pasti Devi, astaga!. Gadis itu sementara ngentot dengan seorang cowok berbadan besar. Devi hanya mendesah keenakan sementara jongkok kedepan membiarkan memeknya dihajar dari belakang. Tak lama kemudian Devi orgasme dan berteriak kenikmatan.
“Devi, astaga kenapa sampai begini?” Aku menyapanya.
“Brian? Eh… kenapa kamu di sini?” Devi terkejut melihatku.
“Aku datang mencari kamu!” Aku menariknya.
Cowok yang lagi asik ngentot dengan Devi kelihatan jengkel dengan ulahku.sekali menarik pasangan seksnya. Devi mencoba melepaskan tanganku…
“Lepaskan aku, Brian! Aku lagi asyik…” Devi memohon, tetapi aku memegang tangannya kuat-kuat.
“Brian, stop. Aku gak mau ikut dengan mu!” Devi hampir berteriak.
“Devi kamu pacarku… kamu harus ikut aku!” Aku mendesaknya.
“Pacar mu? Aku gak mau jadi pacarmu, kamu gak sungguh-sungguh sama aku, kita gak ada ikatan lagi, Brian!” Devi terus menolak. “Brian sendiri tahu di antara kita gak ada apa-apa, yah aku sempat tertarik karena kamu ganteng. Tapi itu sudah masa lalu, aku sudah ada cowok baru. Kamu gak lagi berarti bagiku!”
“Eh kita sudah pacaran, aku mencintaimu!” Aku belum melepaskannya.
“Bukan berarti kamu punya hak. Mentang-mentang kamu ngentot dengan aku satu kali lalu kamu anggap punya hak!” Devi gak mau lagi.
“Devi, ingat aku yg memerawani mu!” Aku kembali membujuknya.
“Bukan... siapa bilang? aku gak pernah bilang begitu. Aku sudah lama gak perawan lagi!” Aku terkaget, Huh? Bukan aku?
“Kamu bilang aku yang pertama!” Aku ingin tahu yang sebenarnya.
“Iya benar, kamu cowok yg pertama. Tapi aku sudah lama main pake dildo, keperawananku sudah hilang sejak tahun lalu. Aku suka ngentot kamu karena kontolmu besar, seperti dildoku…” Devi jelaskan.
Pada saat ini aku sangat marah, hampir saja aku menampar wajah gadis itu. Aku hampir melepaskan Titien karena cewek ini, astaga betapa bodohnya aku. Langsung aku melepaskan tangannya dan menatapnya serta menggelengkan kepalaku.
Tiba-tiba aku terkejut mendapat pukulan dari cowok yang ngentot dengan Devi, Max. Aku menangkis, tapi kini tiga orang cowok mulai mengeroyokku. Sebuah tinju masuk ke perutku, aku hampir jatuh. Untung dipegang dari belakang, itu Brenda.
“Romeo, hajar terus lawan kamu… nanti aku hadapi dua kawannya!” Brenda maju dan menyerang dengan tendangan melingkar. Wah, ternyata cewek itu sangat hebat berkelahi.
Aku terus berkelahi melawan Max. Sudah dua kali tinjuku yang masuk sedangkan aku dapat menangkis serangannya. Aku yakin akan dapat merobohkannya..
“Buk… buk… Arghhhhh!” Ketika serangannya ku tangkis, aku kaget ternyata Max sudah memegang pisau. Tangan kananku langsung berdarah terkena luka sayat.
“Buk!”
Sebuah tendangan masuk membuat aku rubuh, seorang temannya secara curang menggempur kuda-kudaku dan aku hilang keseimbangan karena serangan berikutnya dari Max.
Aku diserang lagi dari belakang padahal aku masih kesakitan. Aku jatuh berdebuk, rasanya sakit sekali. Dan ketika jatuh, aku coba berkelit dari tikaman pisaunya dari atas yang sedang mengarah ke jantungku. Tapi aku terlambat… Brenda berseru keras, tetapi aku hanya dapat melihat kilatan pisau yang tanpa dicegah lagi mengarah ke dadaku.
Aku memejamkan mata menunggu kematianku…
----