quadrifoglio
Adik Semprot
- Daftar
- 1 May 2019
- Post
- 102
- Like diterima
- 1.228
Laras Series: Definitely Unexpected (Part 4)
Mulustrasi
Laras
Stephanie
Sejak malam itu, ada rasa yang cukup beda antara aku dan Laras. Sparks yang selama ini selalu kurasakan selama dalam pelukan Stephanie, juga kurasakan kala bersama Laras.
Hubungan yang awalnya dijaga untuk professional, kini mulai terjalin percik-percik yang tak biasa. Kukira ini hanya euforia semata. Ada Stephanie dan Laras, yang secara konsisten hadir mewarnai dalam hidupku.
Meski tidak (atau belum) meminta kepastian, tapi posisi ini pada akhirnya membangkitkan kebimbangan dalam diri. Terlebih ada faktor eksternal yang nantinya akan mengambil peran dalam menentukan keputusan.
Singkat cerita, awal 2020 terjadi perayaan keluarga, dimana adikku melaksanakan pertunangan dengan calon suaminya. Awalnya acara ini memang cukup tertutup hanya kalangan internal saja. Paling anak kantor karena aku ajukan 1 hari cuti sebelumnya, sama Stephanie. Lebih tepatnya aku sengaja minta Stephanie hadir, agar biar dia bisa lebih dekat ke ibuku.
Stephanie: Good morning Bal. Kayaknya cape banget semalem. Inget kamu ke rumah mama kamu loh hari ini.
Iqbal: Ya abis semalam kamu gokil sih. Tapi aman kok, kayaknya abis renang di bawah baru aku ke rumah mama.
Stephanie: Mending kamu lebih pagi deh datangnya, bantu-bantu di rumah, Tapi aku kayaknya gak bareng kamu ke rumah mama ya. Aku selesai dari **** (nama gereja) aja jam 10-11 an. Acara kamu kan jam 10.
Iqbal: Gpp lah, aku tungguin kamu. Biar confirm.
Stephanie: Jangan, nanti gak enak sama mama kamu. Aku dateng kok pasti, bisa kan pake taxi.
Iqbal: Yaudah mau langsung mandi apa main dulu nih? Sekali si bisa nih.
Stephanie: Ih bandel ya kamu, udah ah aku mau siapin kamu sarapan dulu.
Jadilah aku sendiri meluncur menuju rumah keluargaku di Sentul. Ya sudah bisa ditebak kehadiranku langsung jadi pembicaraan di circle keluarga karena aku dilangkahi adikku. Toh sebenarnya sosok Stephanie juga sudah beberapa kali kuajak dalam ruang diskusi maupun pertemuan keluarga, tapi masih belum ada tanda welcome yang kurasa hangat untuknya.
Sesampainya di rumah, aku masih mencoba normal dengan situasi yang sejujurnya kurang nyaman bagiku. Untung saja ada beberapa tim inti ikut hadir dalam seremoni ini, sebagai perwakilan kantor ku. Ya setidaknya aku ada teman berdiskusi ketimbang menjawab semua pertanyaan keluarga terkait bagaimana aku di langkah oleh adikku.
Namun dari kejauhan, kutatap sosok Laras hadir dalam acara ini. Mengenakan kaftan dan kain yang dikenakan layaknya hijab di kepala, jelas sosok yang tak terduga hadir dalam acara dimana seharusnya aku mendekatkan keluargaku dengan Stephanie.
Laras: Pak Iqbal, congrats ya untuk adeknya yang sudah tunangan.
Iqbal: Eh.. Iya , thanks for coming.
Joshua: Untung aja Laras, Aku kan gak tau Sentul nih, jadi aku minta temenin kesini. Elsa sama anak2 udah di dalem katanya. Beda mobil soalnya kita.
Iqbal: No worries, enjoy the food ya chill aja santai.
Baru saja aku menyambut Laras, dengan cepat dari belakang mama ku menyambut kami.
Mama: Bal, dicari-cari kamu disini. Eh ini siapa?
Iqbal: Mah, oh ini Laras, dia pihak ketiga yang bantuin kantor aku, kalo ini Joshua, salah satu lead team di kantor aku.
Laras: Salam kenal tante, saya Laras.
Mama: Ohh, Mama kira bakal calon mantu kedua. Cantik banget abisnya. Eh, yuk masuk-masuk.
Stephanie: Sorry ya, aku telat banget sampainya.
Iqbal: That’s okay. Yuk aku anterin kamu say hi ke mama.
Sesaat ketika aku menghampiri mama bersama Stephanie, kulihat mama dan adikku sedang bercengkrama seru dengan Laras. Sebuah pemandangan yang benar-benar diluar kehendak. Tapi kepalang kejadian, mau bagaimana lagi.
Iqbal: Ma, Stephanie dateng nih.
Mama: Oh, iya terima kasih ya sudah dateng.
Stephanie: Iya tante, aku yang makasih di undang ke tunangan Lia (nama adikku). Kebetulan aku bawa something nih buat Lia.
Lia: Ih kakak, makasih kak hadiahnya! Padahal kemarin aku chat becanda-becanda, tapi kakak malah beliin beneran.
Iqbal: Bentar, chat apaan lagi lu?
Lia: Ada dehh…
Mama: Eh Steph, oh ya ini Laras. Katanya si partner di kantor Iqbal..
Stephanie: Oh ya tante, kita udah kenal kok Iqbal yang kenalin beberapa waktu yang lalu.
Mama: Ohh, bagus dong kalo gitu.
Iqbal: Steph, makan dulu yuk. Aku temenin…
Suasana terasa awkward kali ini. Di satu sisi aku ingin mendekatkan Stephanie dengan mamaku agar lebih erat, tapi disisi lain ini gimana ceritanya Laras bisa se-nyaman itu ngobrol dengan mamaku.
Lebih kacaunya lagi, ada satu momen dimana aku harus ramah tamah dengan keluarga calon suami adikku, malah kulihat dari jauh Laras duduk dan berdiskusi dengan Stephanie. Apa yang sebenarnya mereka bahas?
Stephanie: Bal, aku kayaknya nanti pulang langsung aja, kamu nanti pasti ribet ngurus-ngurus after event ini.
Iqbal: Beneran? Bisa kok abis ramah tamah ini aku langsung anter kamu pulang.
Stephanie: It’s okay bal. Ada taxi aman kok. Nanti kabarin aku aja abis acara mau ke apart aku ato pulang ke apart kamu, jaga-jaga aku lagi diluar kan.
Iqbal: Okay, aku orderin taxi dari sini aja ya, biar aku bisa make sure kamu sampe jakarta aman.
Stephanie: Thank you bal.
Iqbal: But everything’s good, kan?
Stephanie: All good kok.
Aku tahu Stephanie berbohong kali ini. Ada sesuatu yang aku miss kali ini, sampai membuat Stephanie tidak nyaman dalam acara kali ini. Apa mungkin karena Laras?
Waktu berlalu, Stephanie sudah pulang dengan taxi yang kupesan. Hampir seluruh tamu, bahkan teman-temanku juga sepertinya sudah pulang lebih awal karena sudah kulihat tidak terlihat batang hidungnya masing-masing. Baiklah, aku gunakan waktu yang tersisa untuk istirahat di dalam kamarku saja sebelum kembali ke Jakarta di malam hari.
Hanya sejenak waktu yang bisa aku gunakan untuk tidur, sampai ketukan pintu kamarku terbuka. Kaget sekali rasanya, ketika yang kulihat di depan kamarku adalah Laras dan mamaku.
Mama: Bal, nanti kamu balik ke Jakarta sama Laras ya. Tadi mama keasikan ngobrol sama Laras, sampe kita masak-masak di bawah.
Iqbal: Bentar, bukan Laras sama anak aku, Joshua?
Laras: Iya tadinya udah mau pulang bareng, ditahan mama kamu. Malah kita bikin kue tadi di bawah.
Mama: Gapapa kok, ada Iqbal ini bisa anterin kamu pulang kan. Tapi kamu harus cobain cookies bikinan Laras deh, jago masak ternyata sama tadi dikasih tau cooking class bagus di Jakarta. Jadi pengen daftar mami…
Iqbal: Hmmm Okay, yaudah aku beres-beres dulu deh.
Mama: Bentar, kuenya masih ada yang di oven. Kalian ngobrol-ngobrol dulu aja disini, nanti kalo udah mama kasih tau.
Fix, sepertinya Laras sukses menikung Stephanie di depan mamaku. Padahal apa yang dilakukan Laras kurang lebih sama dilakukan Stephanie, tapi entah faktor apa yang membuat Laras secara cepat langsung mencuri hati mamaku.Laras: Mama kamu asyik ya orangnya, tadi banyak ngobrol sama diajakin bikin cookies.
Iqbal: Ah dia mah sama semua orang pasti ramah kok.
Laras: Ohh gitu ya.. By the way kok kamar kamu bersih banget, gak kaya di apart yang banyak coret-coret kerjaan.
Iqbal: Ya iyalah, kamar di rumah ini masih sering dibersihin sama jarang diisi. Paling pas aku pulang aja.
Laras: Anyway, aku gak ngerepotin kan nanti balik ke Jakarta bareng? Ditahan mama kamu bikin kue sih, mana nanti disuruh bawa pulang sebagian kuenya.. Jadi banyak ngobrol-ngobrol deh.
Iqbal: Ngobrolin apa aja ayo?
Laras: Ngobrolin kamu dong.. (sambil cubit) Emm, anyway kuenya si jadi 10 menit lagi.. So??
Entah apa maksudnya dengan kue 10 menit lagi itu, tapi baru kusadari ketika sebuah kecupan meluncur dari bibir Laras menuju bibirku. Kecupan panas ini membuat tingkat kesadaran hilang sesaat, berubah menjadi nafsu birahi yang memuncak.
Gerak tanganku kini tak bertumpu di meja kerja di kamarku, namun mulai perlahan menjaman setiap lekuk tubuh Laras. Meskipun Laras saat itu berbalut pakaian muslimah, tetap saja hasrat birahiku yang dipancing olehnya sudah terbakar penuh. Pilihannya cuma dua: Tahan atau Gaskan
Iqbal: Ini masih di rumah. Nanti mama aku tau.
Laras: Uuhh anak mami takut.. Pastiin gak ada bekas aja yah..
Persetan dengan ketahuan mama, nafsuku sudah menggelora. Langsung saja kutarik celananya untuk bisa kujamah area paling sensitif di tubuhnya. Aku sengaja untuk tidak membongkar pakaian atasnya, jaga-jaga jika terjadi sesuatu masih bisa menyelamatkan diri.
Laras: Anak mamihh nackall yahh mainin memek akuuhh…
Iqbal: Shuuttt.. Jangan kenceng-kenceng..
Laras: JIlatin pleaseee….
Iqbal: Ke toilet yuk, biar aman…
Kubawa Laras ke dalam toiletku yang ada di dalam kamarku, agar semakin aman kami beradu kelamin. Namun kali ini giliran Laras, yang kuminta untuk melumasi kontolku agar segera bisa dimasukkan ke dalam memeknya Laras. Hisapan dan jilatan lidah Laras sudah barang tentu membuat kontolku langsung dalam mode siap tempur.
Laras: Cepet banget udah bangun.. Hmmppp muah.. Kangen baby boy..
Iqbal: Yuk quickie aja… Hummm….
Tanpa berlama-lama, langsung kuminta Laras memasangkan kondom yang kebetulan biasa kusimpan stok di kamarku. Kuarahkan Laras menungging di atas wastafel di kamar mandi, dan langsung kugenjot perlahan dari belakang.
Untung Laras cukup cerdik dengan menutup mulutnya kencang. Setidaknya ini bisa menjaga dirinya untuk tidak mendesah dan berteriak kencang, ketika ada batang kontol yang sedang menusuk-nusuk ruang memeknya yang sangat basah.
Gerakan doggy style ini kubarengi dengan aksi grinding, dimana aku mengeluarkan kontolku dan kemudian menggesek-gesekkan batangku di antara garis pantat sampai ke bagian memeknya. Makin gila rasanya ketika tangan Laras langsung mencengkram kencang tanganku di belakang, dengan sorot matanya tajam seakan sedang menahan diri untuk tidak berteriak kenikmatan.
Jadilah kini Laras berdiri menghadapku, dengan posisi menduduki wastafel. Untung saja bobotnya yang ringan masih bisa tertahan di situ. Tanpa kesulitan, kini kepala kontolku sudah mulai menemukan titik ruang masuk di dalam memeknya dan kembali menggenjot Laras, dengan ritme lebih cepat agar bisa dikeluarkan stok sperma yang sudah sedari tadi tertahan untuk meledak ria.
Iqbal: Bentar lagi keluarr (aku bisikkan kata itu di telinga Laras)
Sontak badanku didorong mundur, dan Laras langsung turun menuju kontolku dan dengan sigap langsung dikocok kencang kontolku dengan mulutnya sudah menutup seluruh area kepala kontolku. Hanya dalam waktu singkat, pecah sudah seluruh spermaku meledak di mulut Laras. Seluruh spermaku habis dilahap Laras tanpa ada sisa keluar dari mulutnya.
Laras: Bal, aku sikat gigi dulu, sama..
Krak krak krakLangkah kaki mamaku sudah mulai terdengar sedang berada di tangga menuju kamarku. Sudah barang tentu ku segera keluar kamar mandi, dan mengambil celana Laras yang ada di kamarku, untuk kemudian Laras bisa bersih-bersih di dalam..
Mama: Bal, kok pintunya ditutup?
Iqbal: Iya mah, kayaknya ketutup angin.
Mama: Ohh, lagi itu pintu balkon sore begini dibuka ya.. Laras mana?
Iqbal: Nah itu dia, aku baru mau chat mama.. Ada softex gak? kayaknya dapet, sama nembus tuh..
Mama: Ooohhh bentar-bentar, mama cariin…
Fyuh.. selamat juga akhirnya. Akupun memberitahu ke Laras yang masih di kamar mandi, untuk pura-pura berakting sesuai instruksi. Yang penting barang bukti tidak ada, aman..
Mama: Laras mana? masih di kamar mandi..
Laras: Tante.. Maap ngerepotin yaaa… (bersuara dari kamar mandi)
Mama: gapapa kok, ini tante bawain rok juga sm daleman buat kamu, harusnya size-nya mirip sama adenya Iqbal.
Iqbal: Mah, effort bener..
Laras: Tanteee maap yaaa..
Mama: Udah gapapa, untung aja masih di rumah kan..
Selesai sudah semua akting kami, akupun mengantar Laras kembali ke Jakarta untuk ku kembali ke Jakarta. Tak lupa mama minta untuk aku memastikan Laras sampai dengan selamat sampai kost-nya, dan membawa cookies yang mereka masak sebelumnya.
Sepanjang perjalanan aku sebenarnya mencoba menggali informasi sebenarnya apa yang dibahas antara Laras dengan mamaku, dan terpenting Laras dengan Stephanie.
Iqbal: Sebenarnya kamu ngobrol apa aja di rumah tadi sama mama?
Laras: Mama kamu asyik tau, aku kaget aja diajak ngobrol banyak. Awalnya kerja apa sama kamu, terus ngobrol ke kamu deh. Emang kayaknya karakter kamu didikan mama banget sih. Bandelnya sih enggak ya, tapi the way you handle people itu kayaknya bawaan mama kamu banget.
Iqbal: Soalnya gampang banget kamu nge-blend sama mama. Even Stephanie aja butuh usaha.
Laras: Mungkin kaya karakter kamu juga, kalo suka ya suka kalo udah gak suka keliatan banget. Kalo kita meeting nih ya, kamu gak suka sama konsep tim aku, keliatan banget antara mau di mencak-mencak atau kaya bodo amat-nya.
Iqbal: Face never lies ya.
Laras: Indeed. Kamu tuh gak bisa bohong. Makanya aku juga gak mau bohong-bohong lagi.
Iqbal: Maksudnya?
Laras: Ya, aku gak bisa bohong kalo aku nyaman sama kamu. Ya aku gak bakal begini sih kalo bukan karena aku mau kamu bal.
Iqbal: Wait, kita kan professional ras. I think this will be beyond my control.
Laras: Karena ada Stephanie kan?
Iya. Stephanie adalah issue terbesarku. Panggilan hatiku tetap di Stephanie. Bukan Laras. Tapi Laras berhasil dekat dengan inner circle-ku, bahkan di titik setara dengan Stephanie. Ini jelas hal yang tidak pernah diprediksi.
Laras: Aku tau kok kamu bisa bedain kapan dealing sama aku sebagai client perusahaan sama kaya lagi sekarang. Aku tau kamu butuh waktu buat nempatin aku dimana, dan aku gak masalah buat nunggu itu. Tapi please, kasih aku kesempatan yang setara sama kaya dia.
Iqbal: Maksudnya? Makanya tadi kamu ada ngobrol sama Stephanie dan gak lama dia pulang gara-gara itu?
Laras: Aku cuma confirm aja omongan kamu terkait hubungan kamu sama dia segimana, dan aku izin sama dia kalo aku mau deketin kamu boleh gak. Dan dia fine-fine aja tuh.
Iqbal: Wah gila ya kamu. Gak kepikiran apa impactnya dari kamu ngomong itu gimana ke aku sama Stephanie?
Laras: Kalo dia yakin bisa dapetin kamu, dia pasti akan merebut kamu dari aku kok. Ya be fair aja.
Perjalanan menuju tempat kost Laras pun menjadi hening. Pikiranku berkecamuk saat itu, mendengar Laras begitu berusaha untuk merebutku dari Stephanie, jelas membuat aku cukup tergetar. Tapi bagaimana dengan Stephanie?
Di tengah perjalanan itu, sebuah pesan audio whatsapp masuk ke hp ku, yang datang dari Stephanie. Dia menanyakan apakah malam ini aku pulang ke tempat dia atau ke apartemenku. Pesan itu pun didengar bersama dengan Laras, yang berarti dia juga tau bahwa bisa jadi sehabis ku menikmati sex dengannya, aku akan kembali ke pelukan Stephanie dan bisa jadi melanjutkan aktifitas sex ku.
Laras: Kamu nanti pulang ke Stephanie?
Iqbal: Mungkin, belum tau..
Laras: Hmm..
Iqbal: Kenapa?
Laras: Kalo aku minta kamu stay malam ini sama aku, boleh?
Aku benar-benar gila, berada di dua pilihan berat saat itu. Kenapa harus sekarang aku menentukan dimana letak ku berada. Sungguh, aku belum siap dengan kenyataan ini.
Iqbal: Biar fair, aku gak akan ke Stephanie dan di kamu, aku di apartemen aja sendiri.
Laras: Kamu ke Stephanie pun gapapa bal. But choose your stand, aku atau dia..
Selesai ku antar Laras ke kostnya, akupun melaju kembali ke apartemenku. Dan ku infokan Stephanie untuk kalau bisa tidur di apartemenku saja. Sungguh brengsek rasanya aku saat itu.
Sesampainya ku berada di apartemenku, Stephanie sudah standby ada di lobby dan menungguku untuk kami masuk bersama ke dalam apartemenku. Dan benar saja, kami kembali bercumbu mesra dalam ikatan birahi yang rasanya jauh lebih kunikmati dibandingkan bersama Laras tadi.
Salah satu hal yang masih ku suka ketika after sex dengan Stephanie adalah sesi pillow talk kami. Biasanya momen “sakral” ini menjadi waktu kami saling bertukar pikiran, saling menentukan sikap, dan mencoba terbuka apa adanya satu sama lain.
Namun kali ini pillow talk kami, kurasakan akan menjadi momen yang cukup kelam. Untuk semua yang terjadi hari ini, rasanya layak jika Stephanie mungkin menggunakan momen ini untuk menusuk diriku dengan pertanyaan yang tajam atau meluapkan emosi ketika dia dikonfrontasi Laras dan juga respon ibuku yang tetap dingin.
Stephanie: Kita bisa ngobrol like an adult kan, kali ini?
Iqbal: Selama ini kayaknya obrolan kita deep sih Steph, any concern kah?
Stephanie: At some point, aku memang ada concern yang mendalam. Soal kita.
Iqbal: Aku sempet liat kamu ngobrol sama Laras, and i swear aku gak undang dia di acara itu. Keberadaan dia aja aku kaget, karena ngikut sama anak kantorku kan.
Stephanie: That’s not my concern bal. Itu event keluarga kamu, mo undang presiden juga monggo..
Iqbal: Then, what’s your concern?
Stephanie: Kita ini mau kemana?
Butuh waktu untuk aku bisa menjawab pertanyaan Stephanie. Sekian lamanya setelah kami menjalin hubungan ini, termasuk ketika aku sedang bersama Melia, baru kali ini kurasakan pertanyaan darinya merupakan sebuah tanda kegundahan bahwa bisa jadi aku pergi darinya.
Stephanie: To be fair, aku nggak minta status dari kamu. Semua yang kita jalanin jujur buat aku adalah best thing happen in my life. Tapi sekarang ada Laras bal, dia sepertinya cukup effort untuk buktiin dia mau sama kamu. Dan pada akhirnya, kamu harus bersikap mau gimana.
Iqbal: Laras juga bilang itu ke aku. To be fair, ini bukan hal yang bisa aku jawab sekarang. Terlalu berat buat aku ambil posisi sekarang.
Stephanie: May I give you advice? Ask your mom, bal. Restu mama penting buat kamu, aku tau itu. Dan aku sepertinya belum bisa buat yakinin inner circle kamu, terutama dengan posisi dan prinsip aku kan.
Iqbal: Gak bisa gitu Steph. Ini hidupku, dan aku nyaman sama kamu. Laras boleh effort gede buat deketin aku, tapi sekarang aku dimana? Ada di kamu kan.
Stephanie: Tapi terms and condition kita cukup berat buat aku. Aku belum tau aku sendiri bisa nggak disitu. Kalo Laras kan udah seiman, bal. Much easier juga, dan mama kamu welcome kan.
Iqbal: It’s not that simple Steph. Iya halangan kita memang di prinsip, tapi di Laras pun ada halangan. I still can't lie, kalo aku belum sepenuhnya mau atau ada hati sama dia. Soal mama, nanti juga ada momennya mama ngelunak ke kamu.
Stephanie: Cinta itu ada karena terbiasa kok bal, kaya kita aja. Kita sama-sama cinta karena makin sering barengan dan terbuka kan. Coba aja kamu apply hal itu ke Laras, bisa kok nanti kamu cinta sama dia
Iqbal: Yang berarti kamu mau aku sama dia gitu?
Butuh waktu cukup lama untuk Stephanie bisa menjawab pertanyaan itu, dan jawaban yang tak terduga terucap dari mulutnya.
Stephanie: Aku bisa jawab dari dua sisi. Sisi egois, sama sisi rasional. Persis kaya cara kamu kalo lagi jelasin “standing” terkait hal-hal tertentu. Sisi egois, aku gak terima cara Laras deketin kamu yang keliatan nggak genuine. Plus, aku masih menaruh kekhawatiran ada agenda Laras deketin kamu. Tapi disisi rasional, aku dan kamu emang gak bisa bersama karena prinsip kamu yang mau seiman, plus Laras sudah bisa sedeket itu sama mama kamu. Praktis, aku udah kalah disini. Jadi mo seegois apapun aku, ujung2nya yang hancur kita.
Pendapat Stephanie kali ini bisa dikatakan tidak terbantahkan. Seakan isi kepala dan hatiku, sudah bisa terlihat jelas dimata dia.Iqbal: Itu yang aku rasain Steph, persis. Aku tau kedekatan aku sama Laras terlalu cepat, cenderung artifisial. Ada banyak hal yang aku cuma bisa temui di kamu, gak ada di dia. Tapi disisi lain, aku khawatir mama juga langsung cap approve-nya ke Laras, bukan ke kamu. Dan deep down, kenapa aku masih keukeuh seiman, salah satunya karena mama.
Stephanie: Makanya balik lagi, ask your mom. Restu mama kamu itu jadi kunci langkahmu buat milih aku atau dia. Dan kalaupun misal nanti yang mama pilih dia, aku gak masalah. Paling aku mundur perlahan, karena aku tau Laras bukan orang yang rela jalanin hubungan kaya kita.
Iqbal: Damn, aku gak bisa pillowtalk kita sesakit ini.
Stephanie: Gak sakit kok, emang kita ada di kisah yang salah aja Bal. Tinggal sampai dimana kita melangkah, kuat-kuatan aja ini antara kita. Dan aku yakin, ini bukan salah aku ato kamu, cuma ya gak adil aja Tuhan sama kita.
(Bersambung)
NEXT
Note penulis:
Sekarang perjalanan Iqbal udah mulai di persimpangan, antara Stephanie dan Laras. Kira-kira mana yang dipilih? Bakal ada kejutan apa lagi di cerita Iqbal kedepannya ya..
Selain itu, ane juga mau makasih buat suhu-suhu yang keep komen sama send cendol sama mendukung dan membaca cerita ane. Semoga tetep stay tune meski ane juga kudu bagi waktu buat nulis cerita ini. Sooo, terus di like, cendol, dan komen kalo suka ya sama ceritanya. Atau ada prediksi temen-temen bakal gimana ceritanya, coba di tumpahkan di sini siapa tau tebakannya ada yang bener.. Hehehehe
Terima kasih
Terakhir diubah:
