Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA coaster : putaran dua [BABAK DUA UPDATED]

Mantap manji bosque, ditunggu konflik selanjutnya, semoga ada baku hantamnya 🙇🙇🙇
 
[2 – me, myself, and I.]

“Oh, namanya Puti Nadhira mas. Setim kok sama saya sampe sekarang. Mas kenal?”
Aku menggaruk kepalaku yang sudah tentu tidak gatal.
“Emm, pernah denger sih hehehe.”

Mina membulatkan mulutnya, lalu kembali menata beberapa barang. Sementara aku masih asik dibelakangnya, memperhatikan setiap gerakan tangannya yang lihai dalam mengatur barang-barang lucu di mejanya. Aku sedikit terkekeh. Beberapa barangnya berbau penguin. Mina menoleh heran.

“Kenapa mas?”
“Lucu aja barang-barangnya kebanyakan penguin.” Ia kembali melihat mejanya, lalu reflek tertawa kecil.

Aku mengajak Mina berkenalan dengan seluruh anggota divisi database. Apa tujuannya? Untuk mempermudah komunikasi, sudah pasti. Selesai berkeliling, tepat jam menunjukan waktu makan siang. Karena sudah terlanjur mengatur janji, aku menunggu Bu Nayeon di depan ruangannya.

Kriet

Pintu terbuka. Keluarlah bu Nayeon yang sedang menggenggam sebuah pouch berisi sedotan stainless dan beberapa peralatan makeupnya, serta sebuah handphone. Ia tersenyum melihatku, membuatku sedikit memiringkan kepala melihat tingkahnya.

“Kenapa, bu?”
Ia hanya menggeleng pelan sembari tetap tersenyum. Aku hanya tertawa melihat tingkahnya. Kami berjalan bersebelahan menuju kantin.

“Arka sehat, mas?” Tanya bu Nayeon tiba-tiba tanpa melihat atau bahkan melirikku.
“Sehat, gimana aja papanya.” Aku menjawabnya dengan nada sombong di akhir, yang langsung disambut tawanya.

Sebenarnya, Nayeon adalah salah satu juniorku ketika aku mengambil gelar Masterku di Korea. Korea Advanced Institue of Science and Technology, lebih tepatnya. Aku memanggilnya ibu hanya karena posisinya di kantor saja, juga untuk mejaga kesopanan jika dilihat orang awam.

Kami berjalan menuju salah satu meja setelah selesai dengan menu yang kami pilih. Aku memilih semangkok risotto ayam dengan jamur, sementara Nayeon memilih dua omelet dan beberapa potong sosis kaleng.

“Gila ya, millenial sekali ibu Im makan siangnya.” Aku tertawa melihat piringnya, yang langsung dibalas dengan raut wajah cemberutnya. Tentu saja itu dibuat-buat.

Kami menyelesaikan makan siang kami dengan hening. Nayeon memang sudah tau kebiasaanku untuk tidak berbicara ketika sedang makan.
“Gimana yang training?” Nayeon memecah keheningan antara kami setelah aku meneguk jus jeruk.
“Cuman satu curang banget di divisi aku.”

Mari mulai ke informalan ditengah kantor.

“Aku gak ikut-ikut, urusan pak bos itu hahahahaha.” Nayeon tertawa, sedikit kencang memang. Gigi kelincinya terlihat mengkilat terkena lampu.
“Darimana deh? Wajahnya sih Asia gitu.”
“Lahirnya di US, gedenya di Jepang, terus melanjutkan tumbuh dan berkembang di Korea, tapi orangtuanya Indo, makanya bisa bahasa Indonesia.” Nayeon mengigit sepotong buah dari piringnya.
“Oh, nano-nano pisan* ya.”
Nayeon hanya mengangguk, lalu membuka mulutnya setelah selesai menelan buah di mulutnya.

“Sama kayak kamu!” ia menunjukku dengan garpunya. Aku hanya tertawa.
“Apa-apaan lahir di Bandung bisa bahasa Korea. Gak ngerti lagi.”
Aku tertawa semakin kencang. Nayeon hanya menunjukan raut wajah kesal yang dibuat-buat, membuat kedua pipinya itu menggembung lucu.
“KTP Cicendo aja sok-sokan bilang orang Korea. Koreacondong?!” Nayeon kembali membuatku tertawa.
“Ya akusih mending ya, daripada kamu, katanya lahir di Indo kok gapunya KTP.” Aku membalas menunjuknya dengan tusuk gigi yang baru aku ambil. Nayeon tertawa. Lucu sekali suara tawanya.

Aku melirik jam tanganku, jarum pendeknya hampir menunjukan jam masuk.
“Yuk balik kerja.”
Nayeon mengangguk sembari tersenyum, lalu kami kembali ke spot kerja kami.


oOo​

boop.

Mesin sidik jari berbunyi begitu aku menempelkan jempolku, menandakan aku selesai bekerja hari ini. Beberapa sudah pulang, ada yang baru datang. Kantorku memang tidak menentukan jam berapa setiap karyawan IT nya datang, sehingga beberapa memilih jam-jam diluar batas nalar manusia untuk bekerja.
Aku sebenarnya bisa saja memilih jam-jam diluar batas nalar, namun aku ingat bahwa aku harus meluangkan waktu untuk anakku satu-satunya yang setia menungguku dirumah. Sesekali ia membuatkanku teh, dibantu dengan tantenya. Zee.

Aku tiba di parkiran motor, dan disuguhkan pemandangan sepasang kekasih yang sedang cekcok mulut. Dari jauh aku bisa mengenali sosok perempuan yang sedang diomeli oleh seorang laki-laki di depannya. Aku masih memperhatikan mereka dari jauh, sembari menaiki motorku. Sang laki-laki terlihat makin lantang berteriak, sementara sang wanita berusaha menangkan laki-laki itu.

Gila sih, Nayeon kuat sama cowok model gitu.

Akhirnya sang laki-laki melunak setelah diberi pengertian oleh Nayeon, bersamaan dengan aku yang menyalakan motorku, membuat Nayeon dan pacarnya itu menoleh ke arahku yang sebenarnya tidak jauh.
Aku memacu motorku melewati mereka, sembari berkata

“Mari bu Nayeon, mari Mas.”
Yang langsung dibalas senyuman dari mereka. Aku memacu motorku menuju sebuah restoran pizza yang terletak di daerah dekat rumahku di bilangan Pajajaran.

“Silahkan mas, bisa dibantu pesanannya?” seorang pelayan menyambutku ketika aku berhenti di depan kasir.
“Mau Double Box Super Supreme sama Cheese Fusilli nya dong mbak, take away ya.” Pelayan itu terlihat menginput di komputernya.
“Baik, mas. Double box Super Supreme, sama Cheese Fusilli ya mas.”
Aku mengeluarkan kartu debitku dan membayarnya, bersamaan setelah aku memasukan dompetku kembali, pungunggku dicolek oleh seseorang.

“Halo mas, hihihi.”
“Loh, Mina? Ketemu disini hahaha.”

Yap, Mina lah yang mencolek punggungku barusan. Penampilannya sudah cukup berbeda dibanding saat di kantor tadi. Kaos oblong oversize, hotpants hitam yang sedikit tertutup kaosnya, sendal jepit, dan rambutnya yang di ikat asal.

“Tadi anak-anak kos pada patungan mas, mau beli pizza gitu. Terus kan gambreng, eh saya kalah. Jadi ya saya yang belinya hahaha.”
Aku bergeser, membiarkan Mina memesan terlebih dahulu sembari aku menunggu pesananku. Setelah membayar, Mina ikut bergeser ke arahku.
“Loh, kamu nge kos?” Mina yang menggaruk ujung hidungnya menoleh kearahku. Ia mengangguk.
“Daerah mana deh?”
“Di gang polisi mas, deket Kimia Farma itu.”
“Buset, jalan kaki? Jauh banget itu ke IP sini.” Aku yang masih shock mendengar Mina berjalan kaki itu hanya ditertawakan olehnya. Tawanya lembut sekali.
“Udah biasa sih dulu dari kecil. Selalu diajarin jalan kaki kemana-mana sama papa, meski cuman ke tempat deket-deket gitu. Ya kalo jauh juga pasti naik kendaraan umum mas.” Jelas Mina. Wajahnya yang sudah bersih dari make up itu cukup membuatku pangling saat melihatnya.

“Atas nama mas Tama!” seorang pelayan memanggilku, memberikan pizza pesananku. Aku berterimakasih kepadanya. Baru saja ingin berpamitan dengan Mina, pizza Mina sudah selesai dibuat.
“Yaudah, bareng aja kali.” Mina yang berjalan di sebelahku agak terkejut.
“Hah? Gapapa mas? Udah malem lho, rumah mas jauh juga kan?”
Aku tertawa sedikit.
“Dulu sih di sebrang, sekarang pindah ke Kresna kok, jalan kaki juga sampe.” Mina hanya membulatkan bibirnya. Akhirnya ia kuantar dulu ke kosannya yang berada di dekat pabrik kimia farma itu.

Selesai mengantar, aku langsung pulang ke rumahku di daerah Jalan Kresna. Sedikit masuk gang memang, tapi cukup nyaman untuk tempat aku dan Arka tinggal.
Dua box pizza kuletakan diatas meja makan. Aku segera berjalan ke ruang tamu mencari Arka.
“Loh, Zee? Arka mana?” Zee yang sedang tidur di sofa ruang tamu segera bangun begitu tau aku sudah pulang.
“Arka lagi mandi tadi, paling sebentar lagi selesai.”
“Ada Pizza tuh di dapur, ambil aja.”
Mendengar ucapanku itu, Zee segera bangkit dan berlari kearah dapur. Aku hanya menggeleng melihat kelakuannya.


oOo​


Aku terbangun di sebuah ruangan putih bersih. Putih yang sangat terang sekali, hingga membuatku harus sedikit menyipitkan mataku. Dari belakang ada sebuah suara televisi menyala.


“Berita duka datang dari perusahaan terkaya nomor dua di Indonesia, PT. Son Group Indonesia. CEO Pt. Son Group, Son Chaeyoung, meninggal semalam setelah mobil yang dikendarainya terbalik dan meledak beberapa saat setelah mobilnya terbalik. Diduga, kejadian ini merupakan sabotase dari pesaing bisnisnya. Suami dari mendiang Chaeyoung masih tidak dapat dihubungi hingga berita ini di turunkan.”

Air mataku menetes perlahan.

“Tama!”
Suara yang sangat aku kenali itu memanggil dari belakangku. Aku segera menoleh.
“Chae...”
Sosok Chaeyoung berdiri disana. Tubuhnya yang mungil itu tersenyum penuh arti ke arahku. Rambut pirangnya berkilau. Lesung pipinya terlihat. Aku berjalan menghampirinya.
Tepat beberapa meter sebelum aku meraih sosoknya itu, sebuah cahaya dari sebelah kiriku menyorotku. Aku berhenti lalu menoleh. Sebuah sedan berwarna hitam melaju kencang.
Kakiku tidak dapat bergerak. Panik. Chaeyoung yang ada di hadapanku masih tersenyum mematung disana. Mobil itu semakin dekat. Kecepatannya bertambah.

----

“CHAAEE!!”
Aku terbangun dari mimpiku. Keringat deras mengucur dari tubuhku. Zee yang tidur di kasur yang ada di lantai terbangun.
“Kenapa, bang?” Zee bangkit dari tidurnya sembari sedikit mengucek matanya.
“Nightmare. Always.” Aku kembali merebahkan tubuh di kasur, diikuti Zee. Tangannya meraih tanganku. Kebiasaannya memang. Aku mencoba memejamkan mataku kembali.



oOo

“Appa! Appa! Appa! Appa!” Kasurku bergoyang dengan cukup kencang, membuatku terbangun dari tidur pulasku. Arka dengan semangat pagi harinya berloncat-loncat diatas kasurku. Ia berhenti loncat setelah tau kalau aku sudah membuka mata.

“Ayo kita sepedahan!” tubuhnya menimpa tubuhku. Aku yang masih berusaha menggaruk kepalaku itu sedikit terkejut.
Ne. Lezgoww!!”
“YEAAYY!” Arka segera turun dan berlari ke halaman depan. Aku mencuci muka dan menyikat gigi terlebih dahulu sebelum mengambil sepeda di garasi.

Aku dan Arka bersepeda santai pagi ini. Weekend pagi memang waktunya Arka dan aku untuk menikmati kebersamaan kami, sesekali ditemani Zee yang gemar mengunjungiku. Kami bersepeda sepanjang jalan Pajajaran, sesekali berhenti membeli beberapa camilan untuk kami makan setibanya dirumah.
“Gak mempan dong, bang!” begitulah komentar Zee saat pertama kali melihat kami mebeli beberapa makanan yang ada.

Kami selesai bersepeda. Arka langsung melepas kaosnya dan bergegas mandi, sementara aku masih menikmati beer yang ada di kulkas. Zee menghampiriku yang sedang duduk di minibar.
“Bang.” Aku mendongak ke arahnya.
“Kalau misal, misalkan ya ini, ternyata mbak Chae masih hidup, gimana?”
Sontak mulutku menyemburkan beer yang sedang kuteguk itu.
“Gausah bercanda ah elah. Mbak kamu udah tenang disana.” Aku bangkit lalu mengambil handuk dan menuju ke kamar mandi, begitu melihat Arka keluar.




Kalau dipikir-pikir,
Bisa aja sih.


---


nb.
*pisan : banget / sekali
 
Keren nih, alur ceritanya lancar bet dan emang pas tanpa esek2 dulu. Agak rancu karena dipublish di forum fiksi gini, tapi bakal keren abis meski esek2nya nggak banyak hehe. Semangat twrus thor
 
Pertamax nice update lanjutkan suhu
ditunggu ya suhu, sedang di proses

Keren nih, alur ceritanya lancar bet dan emang pas tanpa esek2 dulu. Agak rancu karena dipublish di forum fiksi gini, tapi bakal keren abis meski esek2nya nggak banyak hehe. Semangat twrus thor
hehe, emang diawal gak mau banyak sex scene dulu kak, nanti juga ada kok wkwkw. terimakasih kak~

:alamak:Wado, Mina jadi makin cantik no make up ini
nah itu makanya kenapa wkwkwkwk

SAYA SUDAH TIDAK SABAR
i..iya.. sabar... kalem...

Hadirr kak Tam! Ehehhe, ditunggu ya kelanjutannya
siap, kak Dim hehehe~
 
Hai, haloo kak~
Updatenya masih dikerjain ya kak, harus mengalah dengan waktu ngidol kesibukan yang sedang menghantui.

anyway,
“Aku selalu penasaran kenapa rambut kamu lebih panjang yang kanan, sampe nutupin telinga gini.” Tangannya menyibak rambutku, membuat telinga kananku terlihat. Ia terkejut begitu mendapati 6 tindik berbaris rapih di telingaku.
“Oh.. pantesan..” ia kembali tersenyum, lalu menutupi kembali telingaku dengan rambutku. Wajahnya perlahan mendekat kearahku.
“Wait a minute, Im Nayeon.” Ucapanku membuatnya berhenti sejenak.
“Aku gak bisa lama-lama, okay? Ada Arka dan adikku di rumah.” Nayeon kembali tersenyum mengangguk.

Aku menghela nafas, lalu segera menarik wajahnya kearahku. Bibir kami bertemu. Tangan Nayeon segera melingkar di leherku, sementara tanganku mengarah ke pinggangnya, berusaha menarik tubuhnya lebih dekat.
 
Halo, sorry ya bukan gak mau update, cuman lagi sibuk ngurus sesuatu di negeri sakura nih.
mungkin update sekitar semingguan lagi, gak janji juga sih diusahakan ya
hehe

terimakasi atas pengertiannya~~


 
Terakhir diubah:
Bimabet
Halo, sorry ya bukan gak mau update, cuman lagi sibuk ngurus sesuatu di negeri sakura nih.
mungkin update sekitar semingguan lagi, gak janji juga sih diusahakan ya
hehe

terimakasi atas pengertiannya~~


Waduuu di jeppun, nonton tuais gak huu kemarenn ehehe
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd