Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[copas] Keluarga Maemunah

Bimabet
yah... tamat...
di kira tamat nya ibunya bakal berontak...
y udah makasih suhu telah tamat in ne cerita...:beer:
 
Mantap sekali ceritanya suhu, mohon dilanjutkan :ampun:
 
Menjelang ebtanas, Munah jadi merasa terpinggirkan. Maklumlah, anaknya kini jadi rajin belajar meski tanpa Munah suruh. Mungkin dia ingin masuk sma favoritnya, pikir Munah. Munah ingin dimanja – manja, tapi anaknya cuek – cuek aja.

Detik – detik berganti dengan menit dan menit pun terus berganti. Hari – hari pun terus berganti. Kini saat Beni ujian untuk menentukan kelulusannya.

"Gimana ujiannya?"
"Lumayan pusing mah."
"Tapi udah selesai kan?"
"Iya dong. Sekarang waktunya nunggu mah."
"Sabar menanti."
"Si Oni mana mah?"
"Tuh di luar. Tapi mama perhatiin kok dia jadi beda ya?"
"Beda gimana?"
"Dia jadi suka makan rumput. Terus kontolnya digesek – gesekin ke tanah gitu."
"Terus?"
"Coba kamu bawa dia ke dokter."
"Iya deh mah."

***

Esoknya Beni membawa peliharaanya ke dokter hewan untuk diperiksa. Setelah menunggu beberapa saat, Oni pun masuk ditemani tuannya.

"Selamat siang, ada keluhan apa nih..."
"Ini dok, anjing saya ... ... ... ..."
"Oh begitu, coba saya cek dulu."

Sementara Oni diperiksa, Beni menunggu dengan sabar. Iseng, matanya memperhatikan sang dokter. Rambut pendek diponi, berkacamata. Wajahnya pun biasa, menurut Beni tidaklah cantik. Tubuh yang pendek membuat sang dokter terlihat gemuk berlebih.

Merasa diperhatikan, sang dokter tersenyum, meski matanya tetap fokus pada pasiennya.

Melihat dokter tersenyum, Beni seperti tersadar, lantas memperhatikan sekelilingnya. Meski tempat praktek dokter ini terletak di jalan yang agak ramai, namun ternyata tempatnya malah sepi. Hanya ada dokter dan penjaganya.

"Hm... Siapa namanya saya lupa?"
"Oh, Oni dok."
"Jadi begini. Oni terjangkit virus."
"Bisa disembuhkan gak dok?"
"Nah, biar kita langsung saja. Sekarang permasalahannya bukan pada disembuhkan atau tidak. Tapi pada sumbernya."
"Maksud dokter?"
"Adek beruntung bawa anjing adek ke sini. Karena ibu bisa jaga rahasia."
"Beruntung gimana nih?"
"Oni terjangkit virus akibat kawin."
"Kalau itu sih biasa dong dok."
"Sabar, maksud ibu, bukan kawin sembarang kawin. Tapi terjangkit virus akibat kawin dengan bukan anjing. Sampai sini, adek ngerti maksud ibu?"

Beni terkejut mendengar paparan dokter.

"Iya dok, saya paham. Terus gimana ini?"
"Saya jelaskan dulu biar gak ada salah paham diantara kita. Kalau adek berobat ke dokter lain, bisa jadi dokter itu bertanya dan memojokan. Atau malah lebih parah, tanpa bertanya langsung menghubungi polisi."
"Polisi dok? Kok sampai bawa – bawa polisi sih?"
"Karena, seperti yang ibu bilang, virus ini ada akibat anjing ini kawin dengan selain anjing. Atau katakanlah manusia."
"Oke dok, katakanlah si Oni ini kawin sama orang. Terus?"
"Fase awalnya, memang pertama anjing ini yang akan merasakan efeknya. Selang beberapa saat kemudian, si orang yang kawin dengan anjing ini bakal terinfeksi. Kalau tak diobati bisa bahaya. Bahkan bisa menjadi penyakit menular seksual.
"Terus, kalau secara kebetulan adek bawa orang tersebut ke dokter umum, bisa jadi pertanyaan, bisa jadi berabe lagi."
"Terus gimana dong dok solusinya?"
"Kalau anjing ini sekarang juga bisa ibu kasih vaksin. Dijamin asli vaksinnya. Tapi, orang yang berhubungan dengan anjing ini juga mesti divaksin. Kalau adek mau, ibu bisa sekalian beri vaksin orangnya."
"Terus, soal polisi tadi gimana?"
"Kalau orang tersebut berobat ke dokter lain, ada kemungkinan dokter tersebut melibatkan polisi. Tapi kalau berobat sama ibu, dijamin aman."
"Baiklah dok, kalau gitu akan saya bawa orangnya ke sini. Secepatnya."
"Bagus. Lebih cepat lebih baik."

***

"Gimana si Oni? Diobati belum?"
"Udah. Kalau soal si Oni sih gampang. Tapi..."
"Tapi apa?"
"Jadi gini mah. Ternyata si Oni terjangkit virus akibat kawin sama mama."
"Hah? Terus gimana dong?"
"Ya mama juga mesti diobati. Biar gak menular."
"Ya udah, ntar mama ke dokter."
"Tunggu mah. Jangan sembarang ke dokter. Bisa celaka."
"Celaka gimana?"
"Kata dokter tadi, kalau mama sembarang ke dokter, ntar ada kemungkinan dokter tersebut laporin mama ke polisi. Karena si dokternya pasti tau kalau mama kena virus akibat kawin sama binatang."
"Terus gimana dong solusinya?"
"Mama tinggal datang aja ke dokter yang tadi."
"Masa mama ke diobati dokter hewan sih nak?"
"Daripada daripada mah. Mending cari aman saja."
"Terus, emang kalau sama dokter itu aman?"
"Iya, ntah kenapa perasaan Beni mengatakan kalau dokter itu bisa dipercaya."
"Ya udah. Terserah kamu aja deh."
"Kalau gitu, sekarang aja yuk mah. Mumpung matahari masih menyinari."

***

Munah dan anaknya tiba di tempat praktek dokter hewan tersebut. Sementara Munah duduk di ruang tunggu, Beni menghampiri pegawai jaga lantas bilang kalau dia kembali atas perintah dokter. Petugas jaga lapor ke dokter, lantas menyilakan Beni dan mamanya masuk.

"Sore dok. Ini saya bawa yang mau divaksin."
"Sore juga dek. Silakan duduk bu."
"Iya dok. Makasih."
"Jadi begini bu, tadi telah saya jelaskan panjang lebar ke adek ini perihal persoalannya. Apakah ibu sudah mendengar penjelasannya?"
"Iya dok sudah."
"Baiklah, biar saya tidak terlalu banyak membuang waktu ibu, silakan berbaring di sini."
"Di sini dok?"
"Iya."

Munah lantas berbaring di tempat yang biasa dipakai oleh binatang. Proses injeksi pun berlangsung dengan tidak terlalu cepat. Setelah selesai, mereka kembali duduk.

"Setelah ini, ibu dan peliharaan ibu jangan dulu bersenggama, kepada siapa pun. Setidaknya selama satu bulan."
"Baik dok."
"Baiklah. Ada lagi yang mau ibu dan atau adek tanyakan lagi?"
"Sementara ini tidak dok."
"Kalau nanti ada pertanyaan atau keluhan, datang saja langsung. Biar saya bilang ke penjaga agar memprioritaskan ibu dan atau adek kalau datang lagi."
"Iya dok. Makasih."

***

Munah pun pulang dengan hati girang. Atas anjuran sang dokter, ibu dan anak serta anjingnya tidak bersenggama selama sebulan.
 
wek... masih ada lanjutan nya??
masih panjangkah cerita nya??

lanjutkan...:semangat:
 
Karena tiada aktifitas berarti selain menunggu hasil pelulusan, Beni mencoba berpikir kreatif. Sedari sore, beni mematikan lampu di kamarnya. Setelah itu, Beni meminta agar mamanya jangan mengganggunya dan atau memasuki kamarnya hingga hari yang belum ditentukan.

Munah merasa was – was dan terkejut akan permintaan anaknya. Namun Munah mencoba meyakinkan diri bahwa anaknya tahu apa yang akan diperbuatnya.

Malam hari pun tiba. Purnama mengambang di angkasa, bintang berkelipan dan juga awan. Rupanya Beni telah memperhitungkan segala. Di kamarnya, Beni melepas pakaian hingga telanjang. Beralaskan lantai yang dingin, Beni lantas duduk bersila. Tangannya diposisikan di depan perut. Matanya ditutup. Lantas Beni mencoba melakukan tapa brata.

Semalam suntuk Beni tetap diam dalam posisi tersebut, hingga akhirnya Beni tersadarkan oleh suara ayam berkokok. Beni membuka mata lantas menyadari adanya suatu keanehan. Selama ini, meski kadang Beni begadang hingga tidak tidur, belum pernah Beni dengar suara ayam berkokok. Namun kali ini, entah kenapa Beni malah mendengarnya.

Setelah memikirkan perkara ayam, mendadak Beni mendapat ide. Setelah berpikir sebentar, Beni lantas mandi membuat kopi.

Munah yang sedang beres – beres terkejut mendapati anaknya telah bangun sepagi ini dan membuatkannya segelas susu untuk perawatan tulang. Paginya, Beni lantas pergi ke tukang las. Beni memesan cap untuk kuda. Cap tersebut berupa tulisan tiga baris. Baris pertama kata – katanya adalah "Anjing." Baris kedua kata – katanya adalah "Peliharaan." Baris ketiga kata – katanya adalah "Beni."

Rupanya tukang las tersebut sering mendapat pesanan serupa, sehingga Beni tak kesulitan menjelaskan pesanannya.

Selesai dari tukang las, Beni mendatangi tempat praktek dokter hewan. Daftar lantas menunggu. Rupanya Bu Dokter sedang memeriksa pasien. Setelah beberapa saat, Beni pun masuk.

"Wah, kebetulan nih. Silakan duduk."
"Makasi dok."
"Ada keluhan apa sekarang?"
"Gini dok. Saya kan bikin cap dari besi. Rencananya cap itu mau saya panaskan hingga membara, terus saya tempelkan ke wanita yang kemarin."
"Gila. Liar, tapi Ibu suka dengan ide dan keterusteranganmu. Lanjutkan."
"Nah, pertanyaan saya, setelah cap itu saya tempelkan, untuk luka bakarnya saya mesti gimana?"
"Oh, untuk itu. Itu masuknya luka bakar tingkat satu. Nih saya kasih resep salep dan cairannya, biar kamu tebus nanti di apotek. Cara pakainya, setelah besi panas tersebut dilepas, biarkan dulu sepuluh detik. Setelah sepuluh detik, seprot dengan cairan ini. Setelah kering, olesi salepnya."
"Masa penyembuhannya kira – kira berapa lama dok?"
"Kira – kira dua minggu dek. Oh ya, kalau boleh ibu tanya, wanita kemarin itu, siapanya adek ya?"
"Oh, itu ibu saya dok."
"Siapa? Gak salah?"
"Iya dok. Ibu saya."
"Gila. Benar – benar luar dari pada biasa."
"Hehe..."
"Tenang, tidak perlu khawatir. Ibu tidak akan buka mulut kok."
"Iya dok makasih."
"Jadi pingin main nih kapan – kapan ke rumah adek."
"Ide bagus tuh dok. Biar saya ada teman medis. Ditunggu dok kunjungannya."

***

Setelah Beni dan dokter bertukar kontak serta alamat, Beni pun pergi ke apotek untuk membeli obat luka yang diresepkan. Esoknya, Beni mengambil cap pesanan di tukang las.

"Mah, sini dong."
"Ke mana?"

Siangnya, Munah merangkak ke belakang rumahnya, mengikuti anaknya, tentu dengan telanjang.

"Telungkup mah?"
"Kamu tuh ada – ada aja. Emang mau ngapain lagi?"
"Ada deh, kejutan buat mama. Hehehe."

Setelah Munah telungkup, kaki dan tangannya diikat hingga tubuh Munah telungkup seperti membentuk huruf X. Setelah ikatannya dirasa kuat, mata Munah ditutupi kain hitam. Mulutnya pun disumpal cd Beni.

"Hmm... mmm..."
"Diam sebentar mah. Jangan banyak gerak."

Beni lantas memanaskan besi cap di kompor gas. Sambil nunggu, Beni menyiapkan lantas menaruh cairan obat di dekat tubuh mamanya. Setelah melihat besi cap menyala, Beni mengambilnya lantas ke belakang rumahnya. Besi cap tersebut Beni tancapkan di pantat kanan mamanya.

Munah merasakan pantatnya seperti ditempeli es, dingin. Namun rasa dingin tersebut hanya bertahan secuil. Kini, rasa dingin tersebut berubah menjadi rasa panas seperti terbakar. Otomatis Munah menggerakan tubuh sambil mencoba berteriak. Namun, teriakan Munah tertahan oleh cd anaknya yang tertanam di mulutnya.

Setelah itu, Munah merasakan pantat kanannya disiram cairan. Rasanya perih hingga Munah pun tak sadarkan diri.

***

Beni panik melihat mamanya pingsan. Beni lantas menghubungi dokter menanyakan hal ini. Dokter mengatakan kalau itu wajar dan biarkan saja karena nanti juga sadar sendiri.

Setelah telepon ditutup, Beni merasa lega. Beni buka ikatan di tangan dan kaki mamanya. Beni juga buka penutup mata dan sumpal di mulut mamanya.

***

Munah tersadar dengan rasa perih tiada terkira di pantat kanannya.

"Baru bangun ya mah?"

Munah melihat anaknya sedang duduk di kursi di dekatnya. Terlihat kopi di sebelah kursinya.

"Kamu ngapain mama sih?"
"Tenang mah, cuma Beni kasih tanda."
"Tanda, tanda apaan?"

Munah berdiri, lantas memiringkan kepala mencoba melihat pantat kanannya. Namun usahanya tak begitu sukses, Munah tak bisa melihat secara jelas.

"Nih mah kalau pingin lebih jelas."

Munah mengambil hp anaknya. Di layar terpampang jelas pantatnya yang kini bertuliskan "Anjing Peliharaan Beni," dalam tiga baris.

"Gila kamu. Bener – bener gila. Panas tahu."
"Iya Beni tahu. Tapi tenang saja, Beni udah nanya ke dokter kok. Aman, apalagi Beni juga udah beli obatnya. Kata dokter, tinggal oles aja pagi dan sore selama dua minggu. Dijamin cepet kering."
"Terus mama mesti gimana nih?"
"Ya sementara ini mama tidurnya telungkup aja dulu. Biar gan konveksi, mama tidur di kasur aja dulu."
"Gak di kandang lagi?"
"Iya."
"Salah kamu."
"Salah apanya?"
"Yang benar tuh infeksi, bukannya konveksi."
"Eh iya, itu maksud Beni."

***

Begitulah kehidupan Maemunah selama beberapa hari kemudian. Jarang duduk. Apabila capek, telungkup di kasur. Apabila bersosialisasi dan atau menerima tamu yang akan menyerahkan sedikit rupiah, diterimanya dengan berdiri. Apabila ada yang bertanya kenapa, dijawabnya menderita bisul di pantat.
 
Beberapa hari kemudian, ternyata sang dokter datang berkunjung. Munah kaget karena anaknya tidak bicara dulu sebelumnya. Namun, meski begitu, sang dokter diterima dengan tangan terbuka. Bahkan si Oni pun ikut menyambut dengan cara mendekati dan mengendus – endus selangkangan sang dokter.

Sang dokter hanya tertawa melihat ibu dan anak yang keheranan akan aksi anjingnya.

"Hehehe... terkadang hewan lebih pintar daripada manusia. Anjing bisa membedakan mana betina yang bisa dikawininya."
"Apa? Jadi maksud dokter?"
"Iya. Hehehe."
"Terus, gak takut penyakitnya dok?"
"Ya tidak dong. Tentu sudah divaksin duluan."
"O ya mah, kalau di hadapan bu dokter, sebaiknya mama gak usah malu lagi."
"Malu gimana maksudmu nak?"
"Telanjang aja."
"Hah!"

Munah terkejut mendengar perkataan anaknya. Dokter terkejut lantas tertawa tersipu mendengar perkataan Beni.

"Betul kata Beni, Ibu tak perlu malu. Atau gini saja, biar kita sama, saya dulu deh yang buka baju."

Kini giliran Beni yang terkejut mendengar kata – kata bu dokter. Apalagi selesai berkata, bu Dokter melepas pakaian lantas menaruhnya di sofa. Munah pun mengikut langkah dokter.

Beni hanya melongo melihat tubuh dokter yang pendek namun berisi. Dokter hanya tersipu, matanya segera menatap mempertahikan tulisan di pantat kanan Munah. Munah menyadari tatapan dokter.

"Ini dok, ada – ada aja kelakuan anak saya ini. Memang nakal."
"Gak apa – apa bu. Namanya juga darah muda, darahnya para remaja. Yang selalu merasa gagah, tak pernah mau mengalah."

Mendengar pembicaraan mengenai dirinya, Beni hanya bisa duduk sambil menggaruk kepalanya yang bahkan tidak gatal sama sekali.

"Kalau boleh, saya ingin melihat dari dekat tulisannya Bu."
"Lihat aja dok, gak usah sungkan. O ya mah, turuti aja semua kata Bu Dokter, jangan membantah."
"Kamu ini. Terserah kamu deh."
"Wah, bener nih bu?"
"Iya dok. Jangan sungkan."
"Makasih Bu. Kalau gitu, coba sekarang ibu nungging dihadapan saya."

Munah lantas nungging, pantatnya berada di hadapan dokter yang sedang duduk. Mata dokter kini melihat dengan seksama tulisan yang ada di pantat kanan Munah.

"Kalau saya sentuh boleh tidak?"
"Boleh dok. Dokter apa – apain juga boleh kok. Iya kan mah?"
"Iya aja deh."

Munah terkejut merasakan pahanya dielus – elus. Apalagi Munah belum pernah dijamah oleh sesama wanita. Beni diam saja karena penasaran akan aksi yang dilakukan dokter.

Tangan dokter terus beraksi hingga kini jemarinya menyentuh memek Munah. Munah mulai merasakan gairahnya naik. Apalagi saat jemari dokter bermain – main di klitorisnya. Tangan dokter mulai merasakan bahasa tubuh Munah yang menandakan kalau Munah akan segera orgasme. Kini, tangan kiri dokter bermain di itil Munah, sedang tangan kanannya diangkat tinggi di udara. Saat dokter merasakan Munah akan segera orgasme, tangan kirinya dicabut lantas tangan kanannya menampar pantat kiri Munah.

Sesaat, hanya sesaat, Munah merasa kecewa saat tangan yang bermain di itilnya tiba – tiba ditarik. Namun saat pantatnya ditampar, meledaklah orgasme Munah hingga tubuhnya bergetar dan kejang.

"Wah nak, ibu gak nyangka, ternyata peliharaan kamu benar – benar binal."

Beni terkejut mendengar kata – kata dokter, namun lantas tersenyum.

"Iya dong dok. Kalau gak gini sih mana mau saya pelihara. Ngabisin duit itu namanya."

Mendengar dirinya dipercakapkan sedemikian rupa, membuat Munah malu. Namun di sisi lain, ada kenikmatan tersendiri yang Munah rasakan, saat dirinya dihina dan atau dipermalukan. Karena lemas, Munah putuskan untuk telungkup ditempat, dihadapan dokter yang sedang duduk manis di sofa.

"Ngomong – ngomong soal duit, ibu mau ngajak bisnis sama kamu."
"Bisnis apaan dok?"
"Ibu lihat, rumah kamu cukup besar. Apalagi ditambah pekaranganmu. Kalau mau, kita bisnis penitipan anjing."
"Penitipan gimana?"
"Kadang suka ada yang titipin anjing ke saya. Kalau kita kerjasama, ntar anjingnya saya bawa ke sini, sebagai tempat hiburannya."
"Trus, ngehiburnya bagaimana? Saya kan gak punya fasilitasnya?"
"Ya pake ini," kaki dokter menyentuh pantat Munah. "Jadi adek bisa berdayakan peliharaannya."
"Wah, ide bagus tuh dok. Oke deh, saya setuju. Tapi kan, katanya gak boleh kawin dulu nih."
"Ya, sementara ini sambil menunggu waktu, bisa kita buat sarana penunjangnya."
"Misalnya apa dok?"
"Kita buat kandang tambahan aja. Memang sih halaman rumah adek gak memungkinkan untuk membuat banyak kandang. Tapi tetap, lumayan daripada lumanyun."

Kesadaran Munah kembali pulih, namun Munah putuskan untuk tetap berbaring diam sambil mendengarkan. Saat percakapan tiba ke soal lahan, Munah menjadi ingat sesuatu. Yaitu sesuatu yang ada di hati.

"Butuh lahan dok? Saya ada sebidang tanah, cuma daerahnya agak terpencil."
"Seberapa luas?"
"Dua hektar. Namun ya, bukan berupa lapang. Banyak pohon dan tetumbuhan lainnya."
"Cucok. Kalau peliharaan adek ini punya uang untuk sedikit membangun kandang, mungkin bisnis kita bisa berkembang lebih cepat."
"Buat kandangnya berjajar dulu beberapa petak. Dibenteng sekelilingnya setinggi mungkin."
"Apa gak ribet dok? Lagian kan lahannya juga agak jauh."
"Kalau itu sih, gini aja. Sekalian aja bangun gubuk, atau bangunan semi permanen. Siapa tahu nanti bisa tinggal di sana."

***

Setelah mereka membicarakan bisnis, dokter pamit. Tentu Munah dan anaknya terkejut karena mereka ingin menjamu dokter dulu. Namun apa lacur, jadwal dokter termasuk padat. Dilepaslah kepergian dokter dengan harapan agar kembali lagi.
 
lagi... lagi...
cerita nya keren suhu cuman sadis..
smoga di kehidupan nyata ga ada seperti gini..

up..up..up..:semangat::semangat:
 
luar biasa suhu...


❤❤❤❤❤


klo bs munah hamil oleh anjing
 
Hari – hari berlalu hingga kini Munah pun bisa duduk lagi dengan santai. Tiba – tiba Munah mendapat telepon dari ibunya.

"Anter mama yuk."
"Ke mana?"
"Bawa meja peninggalan kakekmu. Kata nenek buat mama."
"Terus mau ditaruh di mana mejanya?"
"Itulah. Mama juga bingung memikirkannya."
"Daripada bingung, mending buat di kamar Beni aja. Sekalian mengganti meja komputer."
"Iya deh."

***

Ibu dan anak itu lantas mengambil meja dari sang nenek. Ditaruhlah meja tersebut di kamar Beni, menggantikan meja komputer yang lama. Beni tampak puas melihat meja antik dengan sedikit hiasan hingga terkesan kuno tersebut. Namun saat Beni melihat suatu sudut, terdapat keanehan. Beni mencoba membukanya namun susah. Akhirnya Beni putuskan untuk melakukan pembukaan paksa. Ternyata terdapat sebuah laci tersembunyi yang berisi sebuah amplop besar di dalamnya.

Dengan antusias, Beni meraih dan membuka amplop itu. Ternyata eh ternyata isinya adalah surat – surat antara neneknya dan orang lain yang namanya sama dengan salahsatu pejabat penting di provinsi. Berdasar tanggal, korespondensi tersebut terjadi kira – kira dua tahun setelah pernikahan nenek.

Bagi Beni, neneknya adalah ningrat sejati generasi terakhir di keluarganya. Sikapnya yang dingin, melebihi dinginnya es, menghasilkan anggota keluarga yang tak dekat dengannya. Bahkan mamanya pun terkesan seolah takut. Namun meski begitu, Beni mengacungi jempol atas prestasi neneknya di bidang perhiasan yang telah mengasilkan satu perusaahan yang memiliki banyak anak perusahaan.

Tak ada kesan ramah yang Beni rasakan, saat berada di dekat neneknya. Namun kini, Beni merasa mendapat berkah saat mendapati surat cinta dan bahkan foto neneknya dalam pose yang, pada zamannya, bisa disebut seksi dan menggoda.

Jantung Beni berdetak lebih kencang, seperti genderang mau perang mendapat rezeki ini. Apa yang harus Beni lakukan? Apakah Beni harus memberitahu mamanya dulu?"

Beni baca dan nikmat foto hitam putih yang ada di tangannya. Tanpa terasa, kontol Beni mulai bangun. Kini Beni mulai membayangkan neneknya, yang masih berusia lima puluh lima tahun. Dengan rambut yang hampir setengahnya beruban dan tubuh gemuk agak berisi, neneknya termasuk orang yang tak mau mendapat pertolongan orang lain. Meski rumahnya lebih besar daripada rumah Beni, namun hingga kini tak memiliki satu orang pembantu pun.

Beni bingung memikirkan langkah selanjutnya. Andai Beni pamit akan mengunjungi nenek, tentu mamanya bakalan curiga.

***

Rezeki rupanya belum kemana – mana. Esoknya Munah menyuruh anaknya untuk pergi ke rumah neneknya membantu beres – beres. Tentu Beni girang tertahankan, namun Beni coba menyembunyikan perasaannya.

"Apa gak ada orang lain lagi mah? Mama kayak gak tahu nenek gimana aja."
"Iya mama tahu. Tapi kan baru kemarin kita dikasih meja. Lagian, daripada kamu gak ada kerjaan."
""Iya deh mah Beni pergi."

Sebelum pergi ke rumah nenek, Beni berbelanja beberapa hal. Saat Beni tiba di rumah nenek, Beni langsung mengetuk pintunya.

"Oh, kamu Ben. Masuk aja langsung. Nih pindahin barang yang ada di ruang ini ke kamar yang di sana?"
"Sendiri nek?"
"Iya. Apa kamu mau nenek membantu? Buat apa panggil kamu kalau nenek bisa?"

***

Dua jam kemudian pekerjaan Beni selesai lantas Beni menemui neneknya.

"Beres nek."
"Terimakasih."
"Apa gak ada minuman nek?"
"Kamu mau minum?"

Nenek lantas bangkit dan ke dapur mengambil minuman. Sementara itu Beni duduk di sofa. Saat nenek kembali sambil membawa minuman, Beni meraihnya.

"Beni senang kita akhirnya ada waktu untuk ngobrol nek."
"Gitu? Emang ada yang perlu kita obrolin?"
"Tentu ada. Misalnya tentang hubungan antara nenek dengan Pak Jono, yang pejabat itu, dan seberapa banyak yang kakek tahu."
"Dasar anak jahanam. Lancang benar mulutmu itu. Keluar kau sekarang juga!"
"Baiklah, tapi sebelu pergi, barangkali nenek tertarik akan surat dan foto ini."

Beni lantas melemparkan kopian surat dan foto yang dia temukan ke depan neneknya. Neneknya mengambil dan memperlajarinya.

"Darimana kamu mendapatkan ini?"
"Mungkin nenek lupa. Tapi ada di amplop di dalam meja yang nenek kasih kemarin."
"Gak mungkin. Telah kubakar semuanya bertahun – tahun lalu. Jangan – jangan kakek menemukannya dan menyimpannya. Baiklah, berapa yang kamu mau?"
"Kira – kira, menurut nenek, berapakah harga yang pantas?"
"Sepuluh juta sudah cukup banyak buat kamu."

Beni tertawa mendengar kata – kata neneknya.

"Hahahaha.... Biar nenek tawakan berkali – kali pun Beni tak tertarik. Bahkan, Beni tak tertarik sama uang nenek."
"Terus, apa yang kau mau?"
"Beni ingin apa yang pak Jono dapatkan. Tubuh nenek. Kapan saja, di mana saja dan dengan cara apa pun."
"Apa katamu?"
"Sudah nenek dengar apa kata Beni."
"Kamu memang gila. Nenek takkan pernah melakukan keinginanmu. Sekarang pergi dari sini sebelum nenek panggil polisi!"
"Rupanya nenek tak memahami situasi yang nenek alami. Surat – surat yang Beni miliki bisa sangat berharga apabila diperlihatkan pada orang – orang tertentu. Pada istri dan atau keluarga pak Jono misalnya. Atau pada orang – orang yang nenek kenal. Apa nenek siap disebut wanita penggoda suami orang? Apa nenek siap dengan segala resikonya?"
"Kau takkan berani melakukan itu!"
"Jadi nenek menantang Beni? Beni selalu ingin punya peliharaan yang penurut. Sekarang buka pakaian nenek!"
"Jangan Ben. Hentikan. Apa yang kamu minta ini sungguh – sungguh terlarang, tak bermoral. Juga dosa."
"Beni tak peduli soal moral. Moralitas tak pernah ada, yang ada hanyalah semangat juang."
"Dasar anak setan. Lakukan saja apa yang kamu mau, nenek tak peduli."
"Baiklah. Beni akan mampir dulu ke kantor pos, terus Beni kirim kopian surat – surat ini ke beberapa orang. Sekalian ke koran lokal dan interlokal. Beni sebarkan juga di internet. Baiklah nek, Beni pamit."
"Tunggu. Kamu gak boleh melakukan itu!"
"Boleh atau tidak, akan tetap Beni lakukan. Tapi kalau nenek memang ingin Beni tidak melakukannya, lakukanlah apa kata Beni. Lepas busana nenek!"
"Dasar anak haram jadah!"

Karena tak sabar, Beni bangkit dan menarik lengan neneknya. Beni tarik terus hingga Beni duduk lagi. Otomatis kini neneknya seperti berbaring di pangkuan Beni. Tangan Beni terus memengang lengan neneknya agar tak lepas, sedang tangannya yang lain Beni gunakan untuk menampar pantat neneknya terus menerus.

Nenek terus berontak hingga akhirnya berhenti. Kini nenek hanya terisak di pangkuan Beni. Menyadari tak ada lagi pemberontakan, Beni mendorong neneknya hingga terjatuh ke lantai.

"Bagaimana mungkin kamu memukul seorang perempuan. Nenekmu sendiri? Binatang macam apa kamu?"
"Beni adalah binatang turunan nenek. Sekarang, buka pakaian nenek. Atau Beni gunting."

Nenek menyadari keseriusan pada tatapan dan tindak tanduk cucunya itu. Akhirnya nenek putuskan untuk melepas kancing bajunya satu persatu lantas melepas bajunya. Terpampanglah susu nenek yang berbalut cd bermotif bunga.

"Bagus nek. Sekarang roknya!"

Nenek lantas melepas rok. Setelah itu nenek memposisikan kaki sedemikian rupa agar tak terlalu terbuka.

"Jangan pernah pake cd yang kayak gitu lagi. Nanti mungkin lebih – baik gak usah pake cd dan bh lagi."
"Nanti? Apa maksudmu? Tak ada lagi nanti! Setelah nenek selesai dipermalukan, nenek tak ingin melihat dan bahkan mendengar tentangmu lagi!"
"Mungkin otak nenek belum begitu jelas. Mulai sekarang nenek akan jadi peliharaan Beni yang selalu siap kapan saja dan di mana saja. Panggil Beni dengan sebutan Tuan! Kalau nenek siap dipermalukan oleh orang – orang yang nenek kenal dan keluarga pak jono, tinggal nenek bilang saja, nanti Beni sebarkan ini. Tapi kalau nenek tak mau dipermalukan di depan umum, terima saja jadi peliharaan Beni."
"Jangan. Pasti ada cara lain."
"Tak ada cara lain. Yang pasti, Beni takkan pernah melukai, membuat cacat dan atau bahkan meninggal. Catat!"
"Sepertinya nenek tak punya pilihan."
"Tentu nenek punya. Dan kalau nenek memilih apa yang seperti aku pikirkan, maka lepaskanlah bh nenek!"

Nenek melihat Beni dengan tatapan benci. Lantas Beni mulai memikirkan cara agar neneknya takluk sepenuhnya. Saat nenek akhirnya melepas cd, terlihatlah susunya yang sudah mulai kendor, namun dengan puting panjang yang tegak menantang. Aneh, pikir Beni. Karena suasana di rumah neneknya tidaklah dingin.

"Susu seindah ini, sayang kalau didiamkan," kata Beni sambil mendekati sang nenek, lantas mulai memainkan susu dengan tangannya. Tak lupa putingnya ditarik dan dipelintir dengan agak keras. Nenek mulai berteriak menahan sakit, namun teriakannya malah membuat Beni makin terangsang.

"Udah! Sakit!"

Tangan nenek mencoba menghentikan tangan Beni dari memelintir putingnya, namun tidak berhasil. Kini tangan Beni lepas, namun diganti dengan mulutnya. Dengan rakus Beni menjilati dan menyusu neneknya. Puas menyusu, susu neneknya ditampar oleh Beni.

"Sekarang lepas cdnya. Atau mau Beni gunting?"

Pasrah akan keadaannya membuat nenek melepas cdnya. Terlihatlah belahan memek nenek yang menutup dihiasi jembutnya yang kebanyakan beruban. Beni menyentuh memek nenek, rupanya kering.

"Ke kamar nenek yuk."
"Tidak. Nenek tak sudi ke kamar nenek."
"Baiklah kalau gitu."

Beni lantas melepas ikat pinggangnya dan menggunakannya untuk memecut pantat neneknya hingga merah dan membuat neneknya berteriak. Rupanya perlakuan Beni efektif hingga membuat neneknya melangkah ke kamarnya.

Beni lantas duduk di pinggir kasurnya.

"Sekarang merangkak kesini, buka celana Beni terus isep dan jilat kontol Beni!"
"Nenek gak pernah dan gak akan melakukan itu, dasar jahanam. Kalau kamu paksa, akan nenek gigit!"
"Dasar pelacur, mesti dihajar dulu biar nurut."

Beni lantas mendekati dan menarik tangan nenek. Tentu nenek berontak lagi namun kalah tenaga. Kembali, nenek seperti berbaring di pangkuan cucunya itu. Beni kembali menampar pantatnya, dengan pelbagai tempo dan variasi kekuatan. Nenek mencoba berontak, namun gagal. Malah tamparan cucunya terasa makin mengeras. Kini, nenek tak lagi berontak namun berganti dengan isakan. Isakan nenek tak membuat Beni langsung menghentikan tamparannya.

Pantat nenek kini terlihat merah. Saat Beni menyentuhnya, terasa hangat. Beni balikan tubuh nenek hingga berhadapan, memek nenek dielus dan diraba, ternyata basah.

"Wah... wah... ternayata ada yang terangsang nih."
"Tidak, itu bukan keinginan nenek."
"Nah, ini buktinya? Udah gak usah munafik! Dasar pelacur. Kalau gak mau ditampar lagi, nenek tahu apa yang mesti dilakukan!"
"Tolonglah Ben, berbelaskasihlah. Nenek belum pernah ngelakuin itu sebelumnya!"
"Bagus dong kalau gitu. Biar Beni jadi yang pertama!"

Sambil menangis pasrah, nenek melepas celana jins cucunya, lantas melepas celana pendeknya hingga nampaklah kontol cucunya yang berdiri hormat pada orang tua.

"Punyamu terlalu besar, gakkan muat di mulut nenek."
"Bukan 'punyamu,' namanya kontol. Dan nenek bakal memujanya. Mulai dengan lidah, jilati semuanya!"

Nenek mulai menjilati kontol Beni. Beni terkejut karena jilatannya begitu lembut hingga membuat Beni mengerang nikmat.

"Jilat juga pelirnya."

Jilatan dari nenek membuat Beni tak tahan lagi.

"Udah, masukan ke mulut. Minum semua pejunya! Awas, jangan ada yang tumpah! Pokoknya kena gigi uang kembali."

Helm kontol Beni kini tertanam di mulut nenek dan nenek memainkan lidah di lubang kontolnya.

"Nah gitu. Ternyata nenek cepet belajar. Memang bener – bener pelacur sih. Awas, jangan sampai ada yang tumpah."

"Jangan ..."

Kata – kata nenek terpotong karena kepalanya ditekan oleh Beni hingga Beni pun memuncratkan peju di mulut nenek. Keduanya bersuara. Beni mengerang kenikmatan. Sedang nenek mengerang mencoba berontak. Ternyata nenek menelannya, meski tidak semua. Setelah tangan Beni lepas dari rambutnya, nenek terbatuk – batuk lantas muntah membuat peju yang di mulutnya berceceran ke lantai.

"Sayang tuh peju. Kayaknya nenek memang mesti banyak latihan, biar bisa nelen semuanya. Sekarang bersihin kontol Beni pake mulut dan atau lidah nenek. Abis itu nenek boleh ke kamar mandi."

Kali ini nenek menurut tanpa perlawanan. Setelah selesai, nenek pun beranjak ke kamar mandi. Saat kembali, wajahnya terlihat bersih, namun tetap memancarkan kebencian.

"Sekarang nenek duduk di kasur, lebarkan kaki terus mainin memek nenek hingga nenek keluar!"

Nenek tampak akan bersuara, namun sebelum suaranya keluar, aku kembali berkata.

"Cepet nurut! Kalau tidak tamparan berikut bakal lebih keras lagi."

Dengan suara yang agak tinggi dan tatapan yang mengancam, akhirnya nenek menuruti kata – kata Beni. Nenek duduk di kasur, mengangkangkan kaki lantas membasahi telunjuknya. Telunjuk itu lantas digerakan di memeknya, dengan raut wajah datar dan seolah kosong.

"Pinter. Percepat temponya. O ya, jangan keluar sebelum Beni izinkan. Juga buka matanya dan tatap Beni! Paham?"

Nenek diam tak merespon.

"Paham gak pelacur tuaku!"

Kali ini nenek menganggukkan kepala, lantas melakukan apa yang Beni suruh. Bahkan kini dengan dua jari. Mungkin nafsunya sudah bertambah karena dua jari tersebut kini mulai keluar masuk di memeknya serta diiringi memainkan itil. Mulut nenek kini mengerang. Tubuhnya mulai bergerak tak beraturan.

Kesempatan ini tak Beni sia – siakan. Beni foto nenek dengan ponsel. Namun sepertinya nenek tak mempedulikannya. Erangan Nenek makin keras.

"Awas, jangan keluar tanpa izin Beni kalau gak mau ditampar lagi."

Tubuh nenek makin beringas menahan orgasme yang coba ditahannya. Susunya bergerak liar.

"Oh tuan, nenek mau keluar. Nenek mohon!"
"Nenek jangan melawan, tubuh nenek milik Beni. Nenek pelacur milik Beni. Nenek lakukan apa yang Beni mau, bukan apa yang nenek mau."

Erangan nenek kini mirip erangan anjing.

"Nenek mohon tuan. Biar nanti nenek lakuin apa saja, asalkan nenek dibiarkan keluar.... oh... oh...."

Beni merasa bisa – bisa jadi gawat kalau orgasme nenek ditahan terus.

"Baiklah, nenek boleh keluar pada hitungan ketiga.
"Satu..."

Suara nenek makin kencang.

"Dua..."

Tubuh nenek kini berbaring.

"Tiga...."
"Aaaaaaaa......" nenek mengejang, pinggulnya terangkat di udara, "oh... tuan.... oh..."
"Puas hah? Sekarang nungging, Beni mau ngentot anjing Beni."

Layaknya robot, nenek langsung menuruti setelah kejangnya reda. Beni langsung berlutut di belakang nenek. Tangannya meraba memeknya yang ternyata basah oleh cairan mirip urin. Tanpa pemanasan, Beni langsung tusukan kontol ke memek nenek.

Nenek menjerit begitu memeknya dimasuki kontol cucunya. Bagi wanita seusianya, memeknya sangat sempit. Mungkin akibat jarang dipakai. Baru beberapa tusukan, pantat nenek kini bergerak berirama seolah menyambut kontol cucunya itu.

Melihat pergerakan pantat nenek, Beni lantas menampar pantatnya. Namun tamparan Beni tak menghentikan nenek menggerakan pinggulnya. Jepitan memek nenek makin mencengkram kontol Beni hingga akhirnya kedua insan sedarah itu pun orgasme bersamaan.

Nenek menjerit, tubuhnya kembali kejang dan dari memeknya mengeluarkan cairan seolah kencing. Nenek lantas berbaring lemas membuat kontol beni lepas namun Beni tetap berlutut.

"Bagus, nenek memang pinter. Sekarang cepet bersihin kontol Beni!"

Nenek bergerak perlahan. Nafasnya terdengar berat namun tetap menuruti perintah cucunya hingga kontol cucunya bersih bersinar.

"Nenek capek. Rasanya ingin langsung tidur."
"Oh tidak. Jangan nenek lupa kalau nenek pelacurku. Peliharaanku tidur di lantas. Beralas selimut. Ntar beni siapin semangkuk air kalau haus juga baskom kalau ingin kencing."
"Dasar gila. Jangan samakan nenek dengan binatang!"
"Jangan membantah. Nenek udah nurut sama Beni, jangan sampai Beni tampar lagi pantat nenek hingga terasa panas semalaman."

Lantas beni taruh selimut, semangkuk air dan baskom kosong di lantai dekat ranjang. Beni borgol tangan nenek hingga tak bisa kabur. Setelah itu Beni pun tidur.

***

Esoknya Beni bangun. Saat melihat ke bawah ranjang, rupanya nenek masih tidur. Dengan kaki, Beni bangunkan neneknya itu.

"Bangun, cepet. Bikinin sarapan buat tuanmu!"

Beni melepas borgol di tangan nenek. Wajah nenek datar tanpa emosi. Beni dan nenek lantas ke dapur. Di dapur, Beni putuskan duduk menunggu. Melihat cucunya lengah, nenek mengambil pisau lantas maju menerjang cucunya.
 
klo semua anggota keluarga di embat, kayaknya edan...
maaf suhu, saya pribadi bukannya :konak: tp malah down...
menurut saya mending satu orang aja (munah) karena dia pribadi yg pengen hardcore..
klo semua anggota keluarga di siksa juga, saya ga tega jadi nya...
tp ini fantasy suhu, saya cuma membaca...
so, saya lihat ke depan nya aja gimana the end nya...

Lanjutkan Suhu...:semangat:
 
Gokilll.... Nenek mengambil pisau di dapur lantas maju menerjang cucunya hahaha
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd