*BASED ON TRUE STORY*
Cerita ini dibuat berdasarkan kisah nyata yang dialami TS dan WFnya.
Setting dalam cerita ini memposisikan TS sebagai orang pertama tunggal untuk membuat jalan cerita menjadi lebih menarik dan mudah diimajinasikan.
Beberapa nama dan lokasi dibuat berbeda dengan tujuan menjaga kerahasiaan identitas TS dan WF.
Pembaca sangat dianjurkan untuk mempersiapkan pelumas agar prosesi haphap berjalan lebih nyaman.
PART IV - When (Cheat) Things Gone Wrong (Chapter 2 - End of Part IV)
Chapter sebelumnya:
Hubungan antara Rey dan Natalie mulai terendus oleh Shinta, yang tak lain adalah pacar resmi Rey. Shinta mengancam akan menyebarkan foto-foto nakal Natalie jika Rey tidak memenuhi syarat yang diajukannya..
"Okay, sekarang kamu maunya gimana?", tanyaku.
Aku sudah kehabisan akal. Aku tidak mungkin membiarkan Shinta menyebarkan foto-foto itu, karena jika itu terjadi, aku dan Natalie pasti akan dipecat dari kampus. Lebih buruk lagi, mungkin persoalan ini akan berlanjut ke ranah hukum jika keluarga Natalie sampai mengetahui dan tidak terima.
"Aku mau kamu jebak dia untuk ngentot berempat, setelah itu putusin hubungan kamu sama dia. Aku bener-bener pengen ngancurin harga dirinya. Aku mau dia ngerasain gimana rasanya ditinggalin abis dipake rame-rame kaya cewek gampangan. Pelacur itu harus aku permalukan dengan cara yang ngga bakal dia lupain seumur hidupnya. Dengan begitu, dia ngga akan berani lagi buat deketin kamu. Dia harus tau dengan siapa dia berhadapan!", ungkap Shinta menjelaskan maksud permainannya. Dia benar-benar berniat menghancurkan Natalie!
"Kamu gila ya?! Ngga perlu sampe kaya gitu juga kali! Emang ngga cukup dengan cara aku ngga hubungin dia lagi?!", kataku mencoba mencegah ide gilanya.
"Lagian berempat mau ngajak siapa lagi?!", lanjutku berusaha mengelak.
"Kamu kenapa? Masih berusaha buat jaga perasaannya? Takut bikin dia sakit hati?! Aku harus percaya gitu aja sama mulut busukmu?! Kamu kira aku ngga tau soal kamu, Edo, dan si pecun itu?!", bentak Shinta balik menyerangku.
"Okay, kalo kamu maunya gitu, jangan salahin aku kalo besok kalian dipecat dari kampus!", ancam Shinta.
"Damn! You're a dead man", batinku pada diri sendiri.
Tidak ada cara lain. Mau tidak mau aku harus melakukan sesuatu yang akan melukai Natalie seumur hidupnya, untuk sekedar menyelamatkannya dari masalah yang lebih besar. Aku akan jadi orang paling brengsek kedua baginya setelah ayah tirinya. Di titik ini, aku benar-benar tertekan.
"Fine! I'll do what you want", ujarku menyanggupi permintaan Shinta.
"Tapi kamu harus janji satu hal: setelah kamu dapet semua yang kamu mau, tolong hapus semua foto itu, di depanku!", tambahku sebagai syarat.
"Deal! Aku kasi kamu waktu seminggu buat realisasiin semuanya", kata Shinta.
Selama beberapa hari sejak pertengkaranku dengan Shinta, aku berusaha menghindar dari Natalie. Aku bingung. Aku sungguh tidak ingin menyakitinya seperti itu. Aku tau, bahwa Natalie kadang juga masih berhubungan dengan mantannya. Tapi itu tidak bisa jadi alasan pembenaran bagiku untuk menyakitinya. Rasanya aku ingin teriak sekencang-kencangnya. Pada titik ini, aku baru menyadari bahwa aku benar-benar mencintai Natalie. Namun disamping semua itu, aku tau kesalahanku lah yang menjadikan Natalie harus berada dalam situasi seperti ini.
"Rey, kamu udah lima hari ini ngilang. Ada apa sih sebenernya? Kamu berusaha menghindar dari aku? Aku ada salah sama kamu? Atau apa? Bilang dong, jangan perlakukan aku kaya gini", begitu isi chat Whatsapp yang kuterima dari Natalie.
Aku tidak hanya menghindar darinya, tapi juga bolos kuliah selama beberapa hari.
"Aku ngga apa-apa kok. Cuma lagi males aja. Oya, besok kita jalan yukk..", balasku.
"Nah, gitu dong. Kamu itu ngga tau ya, gimana aku kangen sama kamu. Please, jangan pergi lagi dari aku", pinta Natalie.
Tanpa kusadari, aku menitikkan air mata. Aku benar-benar merasa bersalah pada Natalie.
"Besok eksekusi", chatku singkat kepada Shinta.
"Aku udah atur semua sama Natalie. Ntar kamu ke rumahku dijemput Edo. Kita main berempat di rumahku, sesuai maumu", lanjutku di chat berikutnya.
Keesokan harinya, aku menjemput Natalie di rumahnya, kemudian mengajaknya ke Pantai Pandawa. Semua berjalan dengan lancar. Natalie tidak menaruh kecurigaan sama sekali, sehingga dengan mudah aku mengajaknya ke rumah.
Aku mulai mencumbuinya ketika kami sampai di rumah. Kulepaskan satu persatu pakaian yang menempel di tubuhku. Tanpa dikomando, Natalie meraih penisku yang belum ereksi. Ia menuntunku duduk di sofa, sementara ia berlutut di depanku. Dijilatinya buah zakarku dengan lembut, sambil perlahan ia arahkan lidahnya naik ke batang kemaluanku yang mulai mengeras.
"Uugghhh.. Sshhhh..", desahku saat lidahnya menyentuh bagian bawah antara batang dan kepala kontolku. Melihat reaksiku yang demikian, permainan lidahnya justru semakin menjadi. Ia memainkan bagian itu cukup lama, sehingga badanku kadang mengejang menahan sensasi geli yang luar biasa. Diturunkannya salah satu tali tanktop yang ia kenakan, sambil masih menjilati bagian bawah batang kemaluanku, dan dengan gerakan erotis ia meremas sebelah toketnya yang sudah terbuka tadi.
"Aaaarrrrggghhhhh..", aku semakin tak tahan dibuatnya. Belum sempat aku bereaksi membalas perlakuannya, tiba-tiba ia masukkan seluruh penisku ke dalam mulutnya, sampai menyentuh kerongkongannya. Sungguh oral sex yang luar biasa.
"Mmmhhhh.. Nngghhh.. Mmmhhh.. Ummhhh.. Errrrggghh..", desah Natalie sambil menggerakkan kepalanya naik turun. Desahan dari mulutnya itu membuat sensasi getaran tersendiri di penisku yang keluar masuk bibir mungilnya. Batang kemaluanku terasa basah dan hangat, persis seperti masuk ke dalam vagina.
"Aaaarrgghh.. Honey, stop it!", kataku yang tak kuat lagi menahan serangannya.
Tanpa kuduga, ia mengeluarkan penisku dari mulutnya, mengocok perlahan batang kemaluanku yang sudah basah itu sambil menatap mataku.
"Kalo aku giniin gimana? Hm?", tanyanya sambil mendekat lalu menjilati puting susuku sambil mengocok penisku dengan lembut.
Gila, aku belum pernah merasakan yang seperti ini.
"Uuuggghhh.. Kamu.. Aaarrrgghhh..", tak mampu kulanjutkan kata-kataku, karena ia menggigit-gigit kecil puting susuku. Sedangkan tangannya mengocok penisku makin cepat.
Daripada keburu ejakulasi duluan, segera saja kubangunkan ia dari posisi berlutut, lalu kududukkan ia di sofa, dan gantian aku yang berlutut di depannya. Kupelorotkan celananya, lalu kusibak kedua kakinya. Kugunakan lidahku untuk menyusuri pangkal pahanya hingga menyentuh bibir vaginanya.
"Rey! Uummmhhhhh.. Nnngggghhh..", desah Natalie ketika kujilati kelentitnya dengan ujung lidahku.
"Aaawwwhhh.. No, honey.. Mmmhh..", ia mulai meracau saat kujulurkan lidahku keluar masuk liang vaginanya. Sesekali badannya meregang, sambil ia mainkan sendiri payudaranya.
"Hmmmhhhh.. Iniihh.. Aaawwwhhh.. Geli banget ininyaaahhh.. Mmhh..", ujar Natalie sambil merenggangkan bibir memeknya dengan kedua jarinya.
"Mmmhhhh.. Sluuurrrrppp..", tak kusia-siakan pemandangan erotis ini dengan menyedot memeknya sekuat mungkin.
"Aaaaaaawwwwwwhhhhh.. Aaaaggghh..", rintih Natalie mencapai orgasme pertamanya. Ia tampak lemas seperti mau pingsan.
Kuarahkan penisku yang sedari tadi sudah berdiri tegak, lalu kulesakkan dengan cepat ke vaginanya.
"Mmmmhhhhhh.. Mhh.. Mhh.. No, baby.. Mmh.. Mmh..", desahnya terus menerus namun sedikit melengking, mirip seperti seorang JAV Idol. Aku pun semakin kalap dan menggenjot vaginanya lebih cepat lagi.
"Cklekk.. Kriieeettt..", terdengar suara pintu ruang tamu terbuka perlahan.
Seperti yang telah direncanakan, Edo datang bersama Shinta. Shinta pun memberi kode pada Edo agar ikut mengerjai Natalie. Edo kemudian membuka celananya, lalu bergerak mendekati Natalie sambil mengocok batang kemaluannya.
"Reyyy.. Mmhhhh..", erang Natalie yang pasrah menatap wajahku.
"Kenapaaa?", tanyanya.
Kurasa ia mengetahui ada yang tidak beres dengan keadaan ini. Tapi ia tidak berusaha menghentikanku yang sedang sibuk memompa vaginanya. Tangannya pun meraih penis Edo yang berada persis di sampingnya.
"Uuugghhh.. Yeaahh..", desah Edo mulai terdengar saat Natalie melumat ujung kemaluannya.
"Hmmmppphhhh.. Mmmhh.. Mmmhh..", terdengar suara dari mulut Natalie yang tersumpal kontol Edo.
Seperti biasa, Natalie tampak liar dengan oral sexnya pada Edo, sementara aku menusuk-nusuk vaginanya dengan penisku.
"Sssshhh.. Aawwhhh.. Uhhhss..", desahan lain yang sudah tak asing bagiku mulai terdengar.
Kutengok sudut sofa yang lain, kulihat Shinta sudah dalam kondisi bugil, sedang sibuk memainkan memeknya dengan menggunakan jari.
"Mmmhhhh.. Aaahhhhhssss! Oughh..", lambat laun rintihan birahi Shinta makin kencang.
Kulihat Shinta menatap batang penis Edo yang saat ini sedang dilumat oleh Natalie, dibarengi kedua jemarinya menyodok-nyodok vaginanya sendiri. Aku pun tak tahan hanya melihatnya saja. Kuberikan kode agar Edo menggantikan posisiku menggenjot memek Natalie, lalu kuhampiri Shinta. Kudekatkan wajahku di antara selangkangannya, kemudian kujilati perlahan liang senggama Shinta yang sudah basah itu.
"Aaaahhhhsss. Mmmhh..", Shinta mendesah panjang diikuti lenguhan kecil.
Diraihnya kepalaku dan dibenamkannya di antara kedua pangkal pahanya, sehingga seluruh permukaan memek Shinta masuk ke mulutku. Kulumat dengan liar vagina Shinta, sambil sesekali aku melirik ke arah Edo dan Natalie.
"Mmhh.. Uughh.. Hmmhh.. Nngghh.. Aaaawwwhhh!", jerit Natalie terdengar saat kulihat tubuhnya kelojotan akibat permainan penis Edo. Dadanya yang membusung membuat Edo dengan mudah menjangkau puting susunya, yang kemudian mengemutnya dengan ganas.
"Sssshh.. Reyyy, cepet masukiiin.. Aawwhh..", ujar Shinta yang sepertinya juga terangsang hebat melihat Edo memompa memek Natalie.
Kugendong Shinta berhadapan denganku, lalu tangannya menuntun penisku masuk ke liang kewanitaannya.
"Uughhh.. Oughh.. Yeaahhh.. Mmhh, fuck!", aku menghajar memek Shinta sambil menggendongnya.
"Aaahh.. Aaawwhh.. Uuhhsss.. Meki..akuuhh.. Mmhh.. Enaakk, sayaaang.. Awwhh!", celoteh Shinta mulai tak karuan.
Kubawa Shinta yang masih dalam gendonganku, lalu aku duduk persis di sebelah Natalie yang masih menikmati tusukan penis Edo di vaginanya. Posisi ini membuat Shinta berada di atasku, sementara Natalie yang sedang dientot oleh Edo berada di sampingku.
"Mmhhh.. Hey, perekkk.. Gimana..awwwhh.. Rasanya titit laki gw?! Aahhh..", ujar Shinta pada Natalie yang sibuk menerima serangan kontol Edo.
"Uugghhh.. Enakkkhh.. Mmhh.. Mestinya gw..awwhh.. Yang tanya, nngghhh.. Sama elu.. Oughhh.. Kenapa laki lu.. Aahh.. Mau pake memek gw.. Uugghh!", balas Natalie pada Shinta.
Nuansa permusuhan terlihat jelas antara Shinta dan Natalie. Tapi semua itu justru tampak seperti pembakar syahwat bagi Edo dan aku.
"Mmhh.. Dasarrr.. Aaawhh.. Cewek bangsattt.. Uuggghh! Pecun murahann..", ujar Shinta yang kemudian mendekatkan wajahnya ke tubuh Natalie.
Yang terjadi kemudian sungguh di luar dugaan. Mulut Shinta langsung melumat toket Natalie yang sedang digenjot Edo, membuat Natalie mendesah kegelian.
"Aaawwwgghhh.. Fuuucckkk.. Mmhhh!", jerit Natalie yang membalas perlakuan Shinta, dengan mengocok bagian atas vagina Shinta yang sedang kuentot.
"Aaaaarrrggghhh..", seketika Shinta mencapai orgasmenya. Dapat kulihat itu dari dadanya yang membusung dan kepalanya yang menengadah, vaginanya menjepit tangan Natalie dan penisku.
Kami pun berganti posisi. Edo membalikkan tubuh Natalie dan mempersiapkannya untuk posisi doggy-style. Aku sendiri merebahkan Shinta dengan posisi terlentang, lalu kutusukkan kontolku ke dalam memeknya. Natalie yang sedang disodok oleh Edo tiba-tiba memegangi kedua tangan Shinta, melumat toket Shinta dengan penuh nafsu.
"Aaawwwhhh.. Shittt, you fuckin' bitch! Nngghhhhh..", ujar Shinta yang tubuhnya bergoncang hebat akibat emutan Natalie di toketnya, dan tentunya tusukan penisku di vaginanya.
"Mmhhh.. Eat that shitt, you fuckin' slut! Aaaawwwhhhh..", balas Natalie yang kemudian mengocok vagina Shinta yang sedang kuentot dengan tangannya.
"Uughh.. Aaghh.. Udah, yang penting kalian dapet kontol satu-satu. Oughh..", timpal Edo berusaha menengahi.
Meskipun di satu sisi terasa jelas sinisme di antara mereka, tapi di sisi lain cara mereka saling balas justru membuat permainan empat arah ini menjadi lebih panas.
"Nggghhh.. Aaaaaarrrrgghhhh!", jerit Shinta mencapai klimaksnya akibat dua rangsangan sekaligus: penisku yang keluar masuk memompa liang senggamanya, dan kocokan tangan Natalie di bibir vaginanya.
"Mmmhhhh.. Awwhhssss.. Fuck! Uughhh..", desah Shinta yang seperti tak terima dengan perlakuan Natalie, kemudian menggerakkan tubuhnya naik, berusaha menjangkau vagina Natalie yang sedang digenjot Edo dari belakang. Dengan liar lidahnya menjilati bibir memek Natalie yang terus mengeluarkan cairan akibat sodokan Edo.
"Oughhh.. Damn! Oughhhsss.. Memek lu banjir banget.. Keenakan ya, Nat?", tanya Edo sambil menghentikan serangannya, dengan posisi penisnya yang masuk sangat dalam di vagina Natalie.
Diangkatnya tubuh Natalie itu dari posisi doggy dengan batang kemaluan yang masih menancap, Edo kemudian merebahan badannya. Posisi Natalie sekarang terlentang di atas Edo.
"Nnngghh.. Aahh.. Aahhh.. Mmmhh.. Uuggh.. Ow, fuck! Mmhhh..", rintih Natalie mengiringi gerak pinggulnya naik turun, dengan penis Edo yang timbul tenggelam dalam vaginanya.
"Aahhss.. Ughhh.. Pindahin aku kesana.. Mmhh.. Cepetaan!", pinta Shinta sambil menengok ke arah Edo dan Natalie.
Kulepaskan batang kemaluanku dari memek Shinta, lalu ia langsung mengambil posisi nungging, dengan wajah tepat di hadapan vagina Natalie yang masih digenjot Edo.
"Tusuk dari belakang, yank..", ujar Shinta padaku seraya mengusap-usap bibir vaginanya, lalu membuka liang senggama itu dengan kedua jarinya.
"Oughhhssss.. Aaahhhhhhh..", desahku dan Shinta berbarengan saat aku menghujamkan batang penisku ke dalam memeknya.
"That's it, baby! Aahh.. Mmhh.. Good job! Nnghhh..", ujar Shinta yang sejurus kemudian langsung melumat vagina Natalie yang berada tepat di hadapannya.
"Owwhhh.. Noo, bitchhh! Aaawwhh.. Mmhh.. Aaarrrggghhhh!", jerit Natalie.
Tubuhnya gemetar hebat. Dorongan batang penis Edo menyesaki rongga vaginanya ditambah jilatan liar Shinta di bibir memeknya membuat Natalie mengejang tak terkendali. Sementara aku sendiri sedang mengobok-obok liang senggama Shinta dengan posisi doggy-style. Inilah pemandangan paling erotis yang pernah kulihat. Suara desahan dan tetesan peluh kami berempat memenuhi ruang tamu rumahku.
"Emmmhhhh.. Awhh.. Aaaarrrggghhhhh!", Shinta mengerang sambil merapatkan pangkal pahanya, menjepit penisku dengan erat.
Aku merasakan vagina Shinta berdenyut-denyut. Karena tak tahan dengan pijatan memek Shinta pada batang kemaluanku, maka aku pun segera mencabutnya. Tak kusangka, begitu kucabut penisku itu, tiba-tiba saja memek Shinta menyemburkan cairan dalam jumlah yang cukup banyak dan membasahi karpetku. Shinta squirting! Rupanya erangan dan respon tubuh Shinta tadi menandai bahwa ia akan squirt.
"Oughhh.. Oughhsss.. Aaaarrrgghhhhh!", Edo mencabut penisnya dari memek Natalie, mengocok penis itu hingga air maninya muncrat ke wajah dan mulut Shinta yang sedari tadi berada tepat di depan persenggamaan mereka.
Sperma Edo yang membasahi mulut Shinta sampai menetes ke vagina Natalie. Aku sempat tertegun melihat pemandangan ini. Natalie segera memintaku mendekatinya, lalu mengocok batang kemaluanku sambil sesekali mengemutnya.
"Ughh.. Ughh.. Fuck! Aaarrrggghhh!", aku sudah tak tahan lagi dengan rangsangan dari Natalie ini. Tak berselang lama, spermaku menghambur keluar dari penisku dan membanjiri wajah serta toket Natalie.
Kami semua lemas. Aku lalu mengajak Shinta untuk membersihkan badan di kamar mandiku, sedangkan Edo kuminta untuk membawa Natalie ke kamar mandi yang ada dekat ruang tamu.
"Gw udah pegang semua foto dan video lu dientot dua cowok malem ini", ujar Shinta kepada Natalie, memulai pembicaraan usai kami membasuh badan.
"Kalo elu masih berani deketin cowok gw lagi, gw jamin, keluarga dan seisi kampus lu bakal liat aksi binal paling hot dari ayam kampus yang bernama Natalie!", lanjutnya.
"Heh, lu inget ya. Gw ngga pernah ngedeketin cowok lu. Cowok lu aja yang kegatelan deketin gw! Elu sendiri ngga malu? Punya cowok ngga bisa dijaga!", balas Natalie.
"Oohh.. Jadi ceritanya lu mau ngelawan gw?", sahut Shinta.
"Sstttt.. Udah, udah! Gw ngga pengen ribut-ribut lagi", ujarku menyela, sebelum pertengkaran ini membesar.
"Do, gw minta tolong sama lu. Tolong anterin Natalie pulang ke rumahnya", pintaku pada Edo yang dibalasnya hanya mengangguk saja.
"Dasar cowok brengsek! Pengecut! Segininya lu tunduk sama cewek ini?!", bentak Natalie padaku sambil menunjuk ke arah Shinta.
"Gw ngga sangka, ternyata selama ini gw ketipu sama mulut manis lu! Lu bilang sayang sama gw, ternyata begini cara lu mencampakkan gw. Lu inget ya, suatu saat nanti lu bakal terima balesannya!", ujar Natalie sambil meneteskan air mata. Aku hanya terdiam.
Edo pun kemudian membujuk Natalie untuk segera diantarkan pulang. Setelah mereka beranjak dari rumahku, aku pun langsung menagih janji Shinta. Aku memintanya menghapus semua foto dan video Natalie dari handphone-nya.
"Maafin aku, Nat.. Aku emang bodoh.. Aku emang salah.. Tapi semua ini aku lakuin untuk menghindarkan kamu dari masalah yang jauh lebih besar..", kataku dalam hati.
Aku termenung sendirian di teras belakang rumahku setelah Shinta kuantar pulang. Dadaku terasa sesak, dipenuhi penyesalan yang sangat besar terhadap Natalie. Tanpa terasa, aku pun menitikkan air mata. Saat itu aku masih belum menyadari, bahwa karma akan datang sangat cepat, bahkan jauh lebih cepat dari yang kubayangkan.
TO BE CONTINUED..