Diary Seorang Istri
Part 60 - Angan Maya
“Gimana Bos, apa saya dan Rebon perlu balik lagi ke Jakarta untuk buat perhitungan dengan curut got itu..” Ucap Murad setengah berbisik, napasnya sedikit tersengal, sepertinya emosinya telah sampai ubun-ubun.
“Ya Bos, kita siap menghajar si bangsat itu sampai mampus, masuk penjara juga kita rela bos.” Rebon memukulkan tinjunya ke telapak tangannya sendiri.
Santoso menatap kedepan, ke arah ruangan tempat Maya di rawat, sepertinya wanita itu tak Santoso memicingkan matanya yang sipit, hatinya sangat geram melihat kelakukan wanita itu, namun Santoso merasa ini bukan saat tepat untuk melampiaskan kekesalannya, prioritas utama adalah kesembuhan sahabatnya itu, Santoso mengangkat tangannya memberikan kode agar kedua anak buahnya itu tak lagi membicarakan Si Pebinor itu.
“Ada waktunya kita akan buat perhitungan dengan bangsat itu, gak sekarang, waktunya gak tepat, tunggu sampai Mas Adam terbebas dari bahaya, baru aku akan buat perhitungan.”
Kedua pria bertampang seram itu tak lagi bicara, mereka paham apa yang diutarakan bosnya itu, Santoso beranjak dari duduknya, didekatinya Anissa, Santoso duduk disamping perempuan cantik itu. Anissa yang menyadari kedatangan Santoso, dia kemudian duduk tegak, Santoso melihat wajah gadis ini sangat lesu, matanya terlihat bengkak.
“Pak..” Sapa Anissa dengan senyum dipaksakan, wajah cantiknya memang terlihat lelah.
“Gimana kronologinya mbak, hingga bisa seperti ini.” Tanya Santoso.
Anissa hanya menggeleng, “Saya juga gak tahu pak, harusnya saya gak kembali ke rumah, kalau saya di hotel gak mungkin kejadian ini menimpa pak Adam, ini salah saya.” Ujar Anissa terbata-bata.
“Semua sudah diatur ama Yang Diatas mbak, bukan salah mbak kok, gak usah terlalu dibebani perasaan bersalah.” Ucap Santoso berusaha menghibur kegundahan hati gadis manis tersebut.
“Sebaiknya mbak pulang dulu aja, nanti biar saya antar, istirahat dulu, nanti mbak…siapa namanya tadi.” Tanya Santoso.
“Panggil aja Nissa pak.” Jawab Anissa.
“Mbak istirahat dulu ya, besok bisa kesini lagi, nanti malah mbak yang sakit.”
“Gak apa pak, saya baik-baik aja, lagipula saya ditugaskan oleh Pak Robert untuk memantau keadaan Pak Adam.” Ujar Anissa.
“Ya saya paham, lagipula gak ada yang bisa kita lakukan disini, mendingan kita sementara pulang, tidur sebentar sambil mengumpulkan energi baru buat besok, mungkin aja besok pak Adam dipindahkan ke Jakarta.” Ucap Santoso.
Anissa melihat ke arah Santoso, pria itu hanya mengangguk, Anissa merasa kalau ucapan pria didepannya ini ada benarnya, dia harus istirahat, “Nanti saya telpoin bapak untuk jemput pak.” Ujar Anisa.
“Gak usah biar nanti saya suruh supir saya antar kamu, dan standby di rumah kamu, kalau kamu udah istirahat dan ingin kembali memantau kondisi Adam, kamu tinggal berangkat aja nanti.” Ucap Santoso.
“Duh malah ngerepotin pak.” Anissa merasa tak enak dengan tawaran Santoso tersebut.
“Gak ada yang direpotkan kok, Adam adalah sahabat saya, bahkan kami sudah seperti saudara, ini adalah bentuk kewajaiban saya sebagai saudara, sebentar saya telpon supir saya itu.” Santoso beranjak menjauh sambil menelpon, Anissa hanya melihat Santoso, apa yang dikatakan Santoso itu ada benarnya, tak ada hal apapun yang bisa dilakukannya sekarang, menunggu disini juga sama sekali tak bisa melihat keberadaan Adam, Nissa akhirnya memutuskan untuk pulang, dia bermaksud untuk bersiap-siap andai Tim Dokter memerintahkan pemindahan Adam ke Jakarta.
***
Betapapun geramnya hati Santoso pada Maya, namun dia juga merasa iba dengan wanita ini, biar bagaimanapun Maya adalah istri sahabatnya, “Pasti dia lelah dan shock dengan kejadian ini, Tim dokter yang akan memeriksa Adam baru datang esok siang, sebaiknya dia beristirahat dulu, sudah hampir pagi, apalagi kondisinya sedang hamil.” Ujar Santoso dalam hati.
Santoso kemudian berkonsultasi dengan perawat, dan akhirnya memutuskan untuk memindahkan Maya ke ruang perawatan yang lebih layak, paling tidak untuk saat ini, hingga nanti ada keputusan dari Tim Dokter mengenai kelanjutan penanganan Adam. Santoso juga akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah, dia berencana kembali ke rumah sakit besok pagi, apalagi kedua pengawalnya juga terlihat lelah.
Sebelum pulang Santoso kembali ke ruangan tempat Maya di rawat, perempuan itu masih tertidur, Santoso duduk sambil memperhatikan Maya, dia benar-benar tak habis pikir, perempuan cantik ini sepertinya bukan perempuan binal yang haus belaian lelaki, “Kenapa sampeyan harus berurusan dengan lelaki bajingan seperti Anto, mbak!”
Santoso benar-benar iba dengan nasib sahabatnya, apalagi saat teringat percakapan dengan Adam beberapa hari lalu, Adam yang begitu tulus ingin mendapatkan anak dari istrinya hingga memutuskan untuk menerima tawaran Edwin, kini harus mendapati istrinya hamil, Santoso tak tahu apa reaksi Adam jika tahu istrinya selingkuh dengan pria yang sama yang membuat Santoso menceraikan istrinya dahulu.
“Apa Maya hamil anak Adam? Atau jangan-jangan malah benih si bangsat! Tapi kenapa Adam cerita kalau istrinya ini sulit hamil? Sampai-sampai Adam merencanakan membawa istrinya ini ke Singapura? Buktinya sekarang dia hamil begitu mudah, sebenarnya apa yang sedang terjadi?” Santoso memijat keningnya, begitu banyak misteri dalam cerita ini, kenapa Maya Selingkuh? Lalu dimana dia kenal Anto? Dan satu lagi kemana perempuan yang bernama Olivia itu, masa perempuan itu membiarkan si bajingan Anto menggoda istri orang lagi?
Begitu banyak pertanyaan berseliweran di benaknya, pertanyaan itu membuatnya sakit kepala, tubuhnya juga terasa lelah, Santoso menghela napas panjang, dia beranjak meninggalkan ruangan tempat Maya di rawat, Hari sudah semakin terang saat ini, Santoso memutuskan untuk pulang ke rumahnya sejenak, sekedar mandi dan istirahat sejenak memulihkan kelelahannya, dan kemudian kembali ke rumah sakit secepatnya sebelum tim Dokter datang.
***
“Fiuhhh, akhirnya selesai juga, waduh lama juga gua ngebersihin apartemen ini, udah pagi nih, tapi gak apa, yang penting Olivia gak bisa mencium jejak perempuan disini, waduh gawat kalau si Oliv sampai tahu aku membawa perempuan kesini.” Anto menjatuhkan tubuhnya ke ranjang, semalaman hingga pagi ini dia benar-benar memeriksa dengan hati-hati agar tak ada satupun kepunyaan Maya yang tertinggal di apartemen, bahkan hal terkecil sekalipun, Anto juga mengganti seprei dengan seprei yang baru, Anto tak mau ambil resiko andai Olivia menemukan aroma bekas parfum Maya atau apapun itu di seprei, Anto tahu kalau Olivia adalah perempuan pintar yang punya insting tajam.
“Duh Maya sekarang lagi apa ya…sayang banget Olivia harus datang secepat ini, hmmmm malam tadi harusnya gue dapat jatah ngentot lagi dengan Maya, duhhhhhh maya benar-benar cewek kualitas super, kulitnya sempurna banget, tubuhnya, aromanya, dan juga manjanya…ahhhhhh..” kontol Anto mulai mengeras membayangkan lenguhan dan erangan Maya saat bersetubuh dengannya.
Angan Anto melayang ke saat dirinya bersama Maya siang tadi di pantai, setelah makan siang di mal mereka menuju pantai, di pantai mereka saling berpegangan tangan dan saling tertawa, Maya begitu manja memeluk lengannya yang kekar saat berjalan menyusuri pantai, Anto tersenyum teringat saat dia dan Maya saling berkejaran di pasir putih, Maya terkikik geli saat Anto menangkap dan membopong tubuhnya, Anto sedikit tertegun, ada suatu perasaan yang tiba-tiba mengiris hatinya, perasaan sukanya semakin bertambah dengan wanita cantik itu.
Anto kembali teringat percakapannya dengan Maya siang itu………..
***
“Mas….aku merasa seneng banget hari ini…” Maya menyender di dada Anto yang memeluknya dari belakang.
“Mas juga dek…seneng banget bisa berdua ama dek Maya lagi, mas kangen banget ama dek Maya..” Ujar Anto setengah berbisik di telinga Maya.
“Mas kangen ama aku? Boong ah..” Maya menggoda Anto.
“Serius sayang, mas kangen berat, masa dek Maya gak ngerasain tadi malam, semua kekangenan udah mas tumpahkan tadi malam. Dek Maya bisa ngerasain kan..” Anto kembali berbisik ditelinga Maya.
“Iya mas…duh kalau inget tadi malem..hihihi..” Maya terkikik geli dan juga malu.
“Dek Maya tadi malam pasti ngerasa puas kan, pssttt…keluar berapa kali dek?” Tanya Anto.
Maya menoleh dan bertatapan dengan pria kekasih gelapnya itu… “Apaan sihhhh…ihhh.” Maya dengan gemas mencubit paha Anto, wajah cantiknya bersemu merah.
“Tuhh,,kalau wajah kamu merah gitu, mas jadi gemes tau..jadi pengen….” Anto sengaja menunda ucapannya.
“Pengen apa..??” tanya Maya menggoda.
“Pengen nyetubuhin mamah..” bisik Anto sambil menjilati lubang telinga Maya.
Maya menggeliat geli, ucapan Anto yang vulgar membuat hatinya berdesir, apalagi lidah pria itu begitu nakal.
“Mamah..?” Maya menoleh sambil tersenyum.
“Ya boleh dong papah panggil dek Maya mamah?” Anto tersenyum menggoda perempuan cantik didekapannya ini.
“Ihh papah,hihihihi…” Maya terkikik geli mendengarnya.
“Hihihihi lucu ya….” Anto juga terkikik geli.
“Mas……..aku… aku gak ingin lagi kita harus sembunyi-sembunyi seperti ini, tapi aku juga bingung….” Maya terdiam.
Anto memeluk Maya dengan erat, “Dek Maya pasti sangat mencintai suami dek Maya kan?”
Maya masih tertunduk namun refleks dia mengangguk, “Tapi aku juga bahagia bersama mas…”
Anto bisa membaca kemana arah pembicaraan ini, Anto yakin kalau perempuan ini sudah ketagihan dengan kepuasan yang didapatkannya, sehingga perempuan ini menjadi bingung dan mulai terbawa perasaan, dan Anto tak menghendaki itu semua terjadi, kalau Maya sampai benar-benar menyukainya dan meninggalkan suaminya, maka segala kesenangan ini akan berakhir bagi Anto.
Anto menyukai situasi seperti ini, baginya mengencani istri orang sangat menantang adrenalinnya, dan membuat hasratnya begitu kuat untuk menyetubuhi perempuan ini, kalau sampai Maya meninggalkan suaminya dan bercerai, maka tak ada lagi tantangan, apalagi ada Olivia, tak mungkin Anto menggantikan posisi Olivia, apalagi dengan seorang Maya yang begitu rapuh.
“Mas kok diem sih..” Tanya Maya.
“Gak kok..mas gak diem, Dek…mas tahu kebimbangan yang dek Maya rasakan, namun Mas bahagia kok walau seperti ini, yang penting kita sama-sama bahagia..mas gak nuntut dek Maya menjadi milik Mas, karena mas yakin dek Maya gak akan siap menghadapi cibiran orang kelak, coba bayangain, perempuan terhormat cantik, kaya, kok malah memilih tukang parkir dan meninggalkan suaminya yang tampan.” Anto mulai memainkan psikologi Maya.
“Mas, aku gak pernah beranggapan seperti itu kok.” Ucap Maya.
“Mas tahu..tapi gimana pendapat orang, teman-teman dek Maya, dan sekeliling dek Maya, apa dek Maya yakin bisa hidup dengan gunjingan seperti itu? Mas cukup bahagia bisa memiliki dek Maya saat ini, walau Cuma sesaat, percayalah mas udah bahagia banget dek..kalau kita nekat egois dengan keinginan kita, maka yang ada malah membuat gak nyaman, terutama bagi dek Maya.”
Maya terdiam, apa yang dikatakan Anto ada benarnya, nyalinya tak cukup kuat menghadapi cibiran dan gunjingan orang, selain itu Maya juga masih sangat mencintai Adam, “Ya mas Anto benar, mungkin sekarang ini lebih baik seperti ini saja dulu.” Batin Maya.
“Mas akan selalu ada kapanpun dek Maya butuh mas, percayalah sayang…” Anto mengenggam erat jemari lentik Maya, perempuan itu membalas dengan hangat, dan semakin merebahkan punggungnya di dada pria kekasih gelapnya. Mata Maya terpejam menikmati hembusan angin laut yang menerpa wajahnya.
***
Bersambung