Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Hamidah dan Anaknya

Bimabet
#12 Suara Rintihan Ibu

“Ahhhhhhhh,” suara rintih Hamidah bikin Anwar kaget. Anwar menghentikan gerakannya seketika. Ia memandang ke wajah ibunya. Hamidah masih terpejam matanya. Sepertinya ia tak sadar ia mengeluarkan suara rintihan.

Hamidah pun membuka matanya. Karena merasakan Anwar menghentikan gerakannya. Ia memandang ke arah Anwar. Kontak mata kembali terjadi antara ibu dan anak ini. Tak ada dialog tercipta dari mulut keduanya.

Mata Hamidah dan Anwar saling tatap dengan tatapan yang dalam. Meski tak bersuara, seakan ada dialog di hati mereka.

“Apakah ibu menikmati?,” tanya Anwar di dalam hati.

“Kenapa berhenti nak?,” tanya Hamidah dalam hati.

Suara rintihan kecil Hamidah tadi bikin Anwar makin melonjak birahinya. Ia kembali menggenjot vagina ibunya.

“Ahhhhhh,” Hamidah kembali merintih. Anwar makin bersemangat memaju mundurkan penisnya.

“Ahhhh…. ahhhh… ahhhh,” suara Hamidah berubah menjadi desahan mengikuti irama ayunan penis Anwar.

Suara itu seperti gelombang, merambat ke telinga Anwar. Bikin Anwar makin bergejolak lagi.

“Ahhhhh, enak…,” Anwar pun ikut mengeluarkan suaranya.

“Ahhhhh……….. ahhhhhh….. ahhhh……………….” desah Hamidah makin panjang sambil kembali menutup matanya.

“Ibu…. enak sekali,” Anwar berani menyebut ibunya langsung. Biasanya ia hanya menyebut ketika coli di kamar mandi sambil membayangkan tubuh ibunya.

Hamidah makin erat memeluk tubuh Anwar. Desahan demi desahan terus terucap dari mulutnya.

“Ahhhhhhhh,” suara Hamidah lebih bergetar diikuti dengan tubuhnya yang juga mulai bergetar.

“Ibuuuuuuuuuu,” suara panjang Anwar diikuti gerakan lebih cepat lagi dari Anwar. Sebentar lagi spermanya akan segera menyembur.

Tubuh Anwar ikut bergetar. Ia merasakan kehangatan dalam pelukan ibunya. Sambil terus menggenjot tubuh Hamida. Ia sudah tak kuasa lagi menahan.

“Ibu… ini enak sekaliiii,” ucap Anwar sambil melepas penisnya dari vagina ibunya. Hamidah kaget dan langsung membuka matanya.

Anwar mengarahkan penisnya ke perut ibunya. Crot….crot… crott….. sperma Anwar memenuhi perut ibunya. Hamidah melihat langsung bagaimana penis anaknya mengeluarkan sperma di perutnya.

Tubuh Hamidah jadi lebih lemas. Ia tak bisa bersuara lagi. Tak bisa bergerak. Hamidah kemudian menutup matanya.

Anwar kemudian bangkit. Ia membersihkan penisnya dengan kolornya. Tak lupa ia juga membersihkan tumpahan spermanya di perut Hamidah. Ia melihat ibunya masih memejamkan mata.

Setelah perut Hamidah bersih. Anwar menarik daster Hamidah hingga tertutup kemaluan Hamidah.

Anwar pun lari ke kamar mandi tanpa bercelana untuk membersihkan spermanya. Saat keluar dari kamar mandi, ia memastikan saudaranya belum datang. Ketika sudah aman, ia langsung berlari ke kamarnya.

Setelah berpakaian lagi. Anwar menuju kamar ibunya kembali. Ibunya seperti terlelap tidur. Anwar kemudian mengambil CD ibunya yang terjatuh di lantai. Ia letakkan di cantolan baju belakang pintu.

Anwar memastikan ibunya baik-baik saja. Ia rasa ibunya kecapekan, apalagi sedang sakit, dan butuh istirahat. Anwar melihat nafas Hamidah teratur. Sepertinya ibunya benar-benar tertidur.

Anwar kemudian mengambil selimut dan menyelimuti tubuh ibunya. Setelah itu ia merapatkan pintu ibunya dan kembali ke kamarnya.

***

Pukul 20.30 WIB, Ratna sudah tiba di rumah. Ia langsung menuju ke kamar ibunya untuk melihat kondisi ibunya. Hamidah terlihat tidur dengan nyenyak.

Ratna membawa soto ayam kesukaan ibunya. Namun tak jadi membangunkan ibunya. Ia membiarkan ibunya beristirahat.

Ratna tak merasakan ada keanehan di kamar ibunya. Ia tak tahu jika di kamar itu, telah terjadi hubungan terlarang antara ibu dan adiknya.

Ratna pun keluar dari kamar ibunya. Kemudian ia menuju ke kamar untuk ganti baju.

Saat malam hari di rumah dan hendak tidur, Ratna sering memakai pakaian minim. Ia kini memakai celana pendek dan tanktop putih tipis. Sehingga BH warna merahnya kelihatan.

Karena ibunya sudah tidur, Ratna berniat memberikan soto itu ke Anwar. Setelah dari kamar mandi, Ratna menuju kamar adiknya yang tertutup. Ratna mengetuk pintu adiknya.

“Anwar, ini ada soto, kamu makan,” teriak Anwar.

“Iya kak,” jawab Anwar.

Anwar yang sedang main HP, segera beranjak dari tempat tidurnya dan keluar kamar.

Saat keluar kamarnya, ia melihat kakaknya berjalan menuju kamar. Mata Anwar langsung tertuju ke tubuh kakaknya.

Ia melihat bokong kakaknya yang besar. Paha mulus kakaknya. Dan payudara menyembul terbungkus BH dan terlihat warnanya dari balik tanktop Ratna.

“Di mana sotonya? tanya Anwar.

“Di dapur,” Jawab Ratna singkat sambil membalik badannya sebentar. Tentu dada Ratna pun makin terlihat jelas oleh Anwar.

Mata Anwar dengan gercep menikmati pemandangan itu.

(Bersambung)
 
Terakhir diubah:
#13 Perhatian Anak ke Ibu

Anwar masih memandangi tubuh kakaknya yang berjalan ke kamar. “Tapi biar ibu aja yang makan, aku masih kenyang. Ibu bangunin, biar makan lagi. Biar badannya tidak lemas. Tadi sudah aku pijitin,” ujar Anwar.

Ratna menghentikan langkahnya. “Iya. Bentar lagi nunggu adek (Fadian), biar bantu nyuapin. Ibu juga biar istirahat dulu,” kata Ratna sambil meneruskan langkahkan ke kamar.

“Oke,” jawab Anwar sambil kembali ke kamarnya.

Tak lama berselang, Fadian tiba di rumah. Ratna segera menyuruh adiknya untuk ke kamar ibunya. Membangunkan ibunya.

Fadian yang penurut, segera menjalankan perintah kakaknya.

“Ibu… Ibu… bangun,” kata Fadian sambil memegang tubuh ibunya sambil mengecek suhu tubuhnya. Tubuh Hamidah masih hangat.

Hamidah pun bangun dan sedikit terkaget. “Iya nak,” ujarnya.

“Ibu makan dulu ya, aku suapin. Terus minum obat dan istirahat lagi. Itu sama Kak Ratna sudah dibeliin soto,” ucapnya.

Fadian pun ke dapur untuk menyiapkan makan ibunya. Kemudian kembali lagi ke kamar ibunya.

“Kak Ratna… Kak Anwar… tolong bantu ibu untuk duduk. Aku mau suapin ibu di kamar,” teriak Fadian.

Tubuh Hamidah yang lemas, membuatnya kesulitan untuk bangun. Anwar dan Fadian yang mendengar teriakan adiknya pun segera menuju kamar ibunya. Keduanya langsung membantu membangunkan ibunya untuk duduk dan bersandar di ranjang.

Anwar dan Ratna tak segera pergi. Keduanya membarengi Fadian yang menyuapi ibunya.

“Ibu masih lemas? besok saya antar ke dokter ya?,” tanya Ratna.

“Gak usah nak, tadi sudah dipijat adekmu. Ibu hanya butuh istirahat saja,” ungkap Hamidah.

“Besok ibu tidak usah ke pasar. Istirahat saja di rumah,” kata Anwar.

“Iya lihat, besok,” jawab Hamidah.

“Iya benar Anwar. Ibu istirahat saja besok di rumah. Biar benar-benar sembuh,” kata Ratna.

“Aku gak papa libur kerja besok. Aku jaga ibu,” ucap Anwar.

“Iya sudah, benar gitu,” kata Ratna mendukung.

Hamidah tak menjawab. Hanya mengangguk kecil sambil mengunyah nasi soto yang disuapin oleh anaknya.

Dalam perbincangan hangat malam itu antara tiga anak dengan ibunya, Anwar tetap saja curi-curi pandang ke tubuh Ratna.

Di sisi lain, Hamidah senang banget ketiga anaknya begitu peduli pada dirinya.

Setelah makan, Hamidah minum obat dan segera kembali tidur. Ia meminta Fadian untuk menemaninya tidur malam ini.

***

Sebelum berangkat kerja, Ratna dan Fadian membantu pekerjaan rumah. Dari bersih-bersih, cuci baju, hingga memasak. Mereka juga menyiapkan air hangat untuk mandi ibunya.

Tubuh Hamidah sudah terasa enakan. Selesai mandi, ia makan bersama Ratna dan Fadian. Sementara Anwar masih tidur. Apalagi hari ini ia sudah berniat libur kerja. Jadi sengaja molor bangunnya.

Setelah makan, Fadian pun pamitan pergi ke sekolah.

Ratna kembali mengingatkan ibunya untuk di rumah saja. Libur tak ke pasar dulu. “Ibu di rumah saja sama Anwar. Jangan ke pasar,” ucap Ratna.

“Ibu sudah enakan kan, atau gimana? tanya Ratna.

“Sudah enakan, nak. Sudah tidak pusing. Badan juga tidak pegal-pegal lagi. Badan tidak begitu lemas kayak semalam,” ucapnya.

“Ibu memang butuh istirahat. Minum obat lagi sebentar lagi. Nanti selama di rumah jangan capek-capek. Tak perlu melakukan pekerjaan rumah, biar nanti sore, aku sama Fadian saja,” jawabnya.

Fadian pun juga segera bergegas berangkat kerja. Sementara Hamidah kini bersantai, menyalakan TV di ruang tengah.

Sekitar pukul 07.30, Anwar baru bangun. Ia keluar kamarnya untuk menuju kamar mandi.

“Kakak sudah berangkat?” tanya Anwar pada ibunya.

“Sudah. Kamu jadi libur? tanya balik Hamidah pada Anwar.

“Iya, aku mau nemeni ibu hari ini,” jawab Anwar sambil berlalu ke kamar mandi.

Setelah dari kamar mandi, Anwar hanya memakai handuk di tubuhnya untuk kembali ke kamarnya. Tapi ia berhenti di dekat ibunya.

“Ibu sudah enakan badannya,” tanya Anwar.

“Iya, syukurlah nak,” jawab Hamidah sambil melihat ke arah Anwar. Sekilas melihat tubuh Anaknya yang kekar dan penis yang menonjol di balik handuk. Hamidah kemudian fokus lagi ke TV.

“Segera makan, itu kakak dan adikmu sudah masak,” kata Hamidah.

Anwar tak beranjak. Ia malah mendekat ke ibunya. “Ibu mau kupijit lagi? biar tambah enakan,” tanya Anwar.

“Sudah tidak usah, sana ganti baju dulu, lalu makan,” ucap Hamidah.

Anwar malah tambah mendekat ke ibunya. “Sini Anwar pijitin ibu. Di sini apa di kamar? tanya Anwar.

Pertanyaan Anwar membuat Hamidah teringat kejadian semalam. Apa yang dilakukan oleh Anwar kepadanya. Termasuk dengan perasaan yang ia terima dari aksi Anwar.

“Sudah tidak usah nak. Badan ibu sudah enak,” jawab Hamidah.

“Kenapa ibu tidak mau? tanya Anwar.

Hamidah terdiam. Lalu memberanikan diri menanyakan apa yang sudah dilakukan Anwar semalam dan sebelumnya.

“Kamu mau mijit ibu, atau mau…….,” kata Hamidah belum selesai ngomong disela oleh oleh Anwar. “Mau apa bu?” jawab Anwar.

“Mau melakukan hal itu pada ibu lagi? Kenapa kamu lakukan ke ibu nak? jawab Hamidah dengan nada pelan dan matanya memerah.

“Maafin Anwar ya bu. Aku khilaf bu,” jawab Anwar. Hamidah hanya diam.

Anwar yang masih memakai handuk lebih mendekat ke ibunya. Anwar membelakangi ibunya yang duduk di kursi. Ia memegangi pundak ibunya dan memijatnya pelan.

“Maafin Anwar bu,” kata Anwar mengulang meminta maaf. Hamidah masih diam.

Anwar terus memijit ibunya, dan tangannya perlahan turun ke punggung dan pinggang ibunya. Mirip semalam. Badan Hamidah mulai bergerak kegelian lagi.

“Ibu, gak papa, Anwar melakukan hal itu lagi?” tanya Anwar. Hamidah tetap diam. Matanya seakan fokus melihat TV, namun pikirannya ingat kejadian semalam dan sebelumnya.

“Anwar sayang ibu. Maafin Anwar ya,” ujar Anwar.

Anwar kemudian mendekap ibunya. Hamidah hanya diam saja. Lalu tangannya meraba payudara ibunya yang kini masih terbungkus BH dan daster.

Melihat ibunya diam saja. Anwar mengecup leher ibunya dari samping berulang. Hal ini bikin Hamidah merinding dan menggoyangkan kepalanya.

Penis Anwar mengeras. Melihat ibunya yang tak menolak, ia berani berbuat jauh. Tangan kirinya tetap meremas payudara ibunya. Tangan kanannya turun ke perut ibunya. Ia elus-elus.

Tangan Anwar meraba halus tubuh ibunya. Kini memberanikan diri menyibak daster ibunya. Lalu menyentuh vagina ibunya yang terbungkus CD. Hamidah masih tak menolak. Tapi tubuhnya terus bergerak dan mulai mendapat perasaan semalam. Tubuhnya sedikit bergetar dengan sentuhan-sentuhan Anwar.

Merasa ada angin segar dari ibunya yang tak menolak. Anwar memegang tangan ibunya dan mengajaknya ke kamarnya.

(bersambung)
 
Terakhir diubah:
Bimabet
#14 Ini Tidak Boleh Dilakukan Lagi

Anwar mencoba menarik tangan ibunya dan mengajaknya ke kamar. Namun Hamidah bertahan, tak beranjak dari kursinya.

“Jangan nak. Ini tidak boleh dilakukan lagi,” kata Hamidah sambil melihat ke wajah Anwar.

“Gak papa bu, kita kemarin sudah melakukannya dua kali,” jawab Anwar. Hamidah hanya menggeleng.

Anwar melepas tangan ibunya. Anwar kemudian pergi ke depan menutup pintu rumah. Lalu kembali ke ibunya.

Anwar yang masih memakai handuk kembali mendekap ibunya dari belakang. “Ayo ibu, ke kamar Anwar saja,” ucap Anwar di telinga Hamidah.

Ucapan Anwar bikin Hamidah kembali merinding. Anwar mencoba menarik tangan ibunya lagi. Mengajaknya ke kamar.

Dengan agak berat berdiri dari kursinya, Hamidah mengikuti tarikan tangan anaknya. Ia kemudian dituntun ke kamar Anwar.

Langkah Hamidah agak berat berjalan ke kamar Anwar. Namun pegangan Anwar yang kuat, memaksanya untuk mengikuti anaknya.

Sampailah ibu dan anak ini di dalam kamar Anwar. Anwar kemudian menutup pintu kamarnya. Hati Hamidah deg-degan. Ia berdiri terdiam.

Anwar kemudian memegang kedua pundak ibunya, lalu mendekap erat tubuh ibunya. Penisnya yang tegang menempel di perut ibunya.

Melihat ibunya diam saja, Anwar menyikap daster ibunya ke atas dan berusaha melepasnya. Hamidah kini seolah menurut saja, ia spontan mengangkat tangannya, sehingga memudahkan Anwar meloloskan daster dari tubuhnya.

Nafsu Anwar makin meninggi melihat ibunya hanya memakai BH dan CD. Tak sampai di situ, Anwar kemudian melepas BH ibunya. Hamidah diam saja sambil memandangi tubuh anaknya yang berbalut handuk. Ia juga sesekali melihat penis Anwar yang menyembul di balik handuk.

Melihat buah dada ibunya menggantung tangan Anwar langsung sigap meraihnya. Tangan Anwar meremas dengan lembut susu ibunya. Lalu mulutnya di arahkan ke puting ibunya. Anwar pun mencium, menjilat, dan mengenyot payudara ibunya penuh nafsu.

Hamidah hanya mendongak saja. Ia mulai merasakan sesuatu kenikmatan. Tubuhnya merinding. Bulu kuduknya berdiri.

Anwar lalu menyuruh ibunya berbaring di ranjangnya. Hamidah hanya menurut. Ia penasaran dengan selanjutnya.

Setelah ibunya tidur di atas ranjang, Anwar melepas handuknya. Mata Hamidah tertuju pada penis itu.

Anwar lalu naik ke atas ranjang mengikuti ibunya. Ia berada di atas ibunya dan tangan kembali meraih kedua buah dada ibunya. Mulut dan lidahnya kembali bermain di area payudara Hamidah.

Hal ini bikin Hamidah menggeliat. Ditambah tangan Anwar mulai meraba perut dan pinggangnya.

Anwar tahu, ibunya mulai merasakan kenikmatan. Tangannya kini mengarah ke vagina ibunya yang terbungkus CD. Ia raba-raba dari luar.

Masih dengan posisi mengenyot susu ibunya, tangan kanan Anwar menyusup ke balik CD ibunya. Ia masukkan jarinya. Ternyata vagina ibunya sudah mulai basah. Mudah jari tengah Anwar masuk ke dalam vagina ibunya.

Anwar memainkan jarinya di liang ibunya, hal ini bikin Hamidah lebih menggeliat lagi. Pinggulnya mulai bergerak.

Anwar kemudian menurun mulutnya ke perut ibunya. Ia cium secara halus. Terus ke bawah pelan-pelan. Sambil di sekitar CD ibunya, ia melorotkan CD ibunya hingga lepas. Hamidah tak melawan.

Kini ibunya sudah telanjang bulan di hadapan Anwar. Ibu dan anak ini sama-sama telanjang. Hamidah terus melihat apa yang dilakukan anaknya.

Anwar kini membuka lebar-lebar kaki ibunya. Melihat ibunya tak sedikitpun melakukan penolakan, Ia mengarahkan mulutnya ke vagina ibunya. Lalu mulailah ia menciumi vagina ibunya.

Hamidah menggelinjang saat mulut Anwar menempel di vaginanya. Anwar kni berbuat lebih jauh, ia menjilati vagina ibunya basah. Lalu melumatnya dengan penuh nafsu. Sedotan mulut Anwar di vagina ibunya, bikin Hamidah makin tak bisa menyembunyikan perasaannya.

“Ahhhh,” teriak kecil Hamidah. Hal ini bikin Anwar melihat ibunya.

“Ibu suka?” tanya Anwar. Hamidah hanya diam. Ia malu mau menjawab.

Anwar terus melakukan aksinya. Vagina Hamidah makin basah. Gantian kini jemarinya ia masukkan ke vagina Hamidah.

Sekitar 10 menit ia melakukan itu, kini Anwar bersiap-siap mengarahkan penisnya ke vagina ibunya.

“Ibu mau ya?” tanya Anwar ke Hamidah sambil memegangi penisnya.

Hamidah hanya diam saja. Di dalam hatinya, penasaran dengan rasa berikutnya yang akan ia dapat dari anaknya. Hatinya deg deg ser. Sudah lama ia tak merasakan hal ini.

Anwar mulai menggesek-gesek penisnya di vagina Hamidah. Sontak Hamidah menggerak-gerakan pinggulnya. Tubuhnya kini juga diselimuti nafsu yang salah.

Anwar makin senang, melihat respon tubuh ibunya. Ia terus menggesek-gesek penis ke vagina ibunya sambil melihat ekspresi ibunya.

Raut wajah hamidah memang datar, tapi sepertinya ia juga menikmatinya. Hamidah lalu memalingkan wajahnya saat tahu anaknya melihatnya.

Penis Anwar sudah sangat tegang. Nafsunya memuncak. Mulailah dia pelan-pelan memasukkan penisnya ke vagina Hamidah.

***
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd