Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT In Too Deep (NO SARA)

Apakah perlu ditambah bumbu-bumbu incest di cerita ini atau tidak?


  • Total voters
    537
  • Poll closed .
Bimabet
-Picnic on the Last Day-

Hani


Ummi


=====

Besok adalah hari keberangkatan Hani, Bella, dan kak Liya menuju ke kota dimana kami akan kuliah. Bella harus menjalani ospek terlebih dahulu sehingga Bella harus berangkat lebih awal, begitu juga dengan Hani dan kak Liya yang menjadi panitia ospek. Sedangkan aku? Aku masih akan menikmati 2 minggu liburanku dirumah dan aku, Adi, Rama, Faisal, Andre, dan Fabio akan berangkat bersama naik kereta.

Hani juga tetap rajin main kerumahku yang sekarang ini, yaa meski tidak sesering saat aku masih tinggal di rumah lamaku. Setidaknya Hani meluangkan satu harinya untuk bermain ke rumahku dan terkadang sampai menginap, namun kami tidak pernah melakukan seks saat itu karena kini Ayah sudah berada di rumah dan kamarku menyambung dengan kamar Bella. Dari Hani juga, kak Liya berkenalan dengan Bella. Dalam selang waktu dua hari, Bella dan kak Liya bisa menjadi teman dekat.

Semenjak terakhir aku ngentot dengan kak Liya, aku juga sudah tidak melakukan seks atau bahkan coli selama sebulan ini. Entah kenapa aku menjadi tidak memiliki mood untuk melakukan itu, paling hanya berciuman dengan Hani saat Hani menginap di rumahku. Mamah bahkan juga sempat kebingungan karena setelah Mamah memberi lampu hijau, aku malah menjadi tidak mau melakukan hal-hal seperti itu.

"Mamah kira pas Mamah ngizinin kamu buat ngelakuin 'itu', kamu bakal sering minta, kok malah kebalikan?" tanya Mamah kebingungan.

"Hahahah, nggak tau, Mah. Entah kenapa aku lagi kayak nggak mau ngelakuin yang gitu-gitu dulu" jawabku jujur.

Untung saja juga Bella tidak pernah meminta yang aneh-aneh setelah kami bersetubuh waktu itu, paling hanya meminta untuk berciuman saat kami mandi bareng, jadi dengan ini aku bisa terus membangun boundaries ku tanpa ada hambatan.

-----

Hari ini, aku dan Hani sudah merencanakan dari jauh-jauh kalau kami ingin piknik di malam hari, sebuah rencana yang ingin kami lakukan saat kami berada di kota perantauan, namun tidak pernah terwujud karena kesibukanku dan Hani di perkuliahan. Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang, dan aku langsung berpamitan dengan Mamah dan Ayah.

"Mah, Yah, aku berangkat dulu ya" ucapku sambil menyalimi Ayah dan Mamah yang sedang berada di halaman.

"Kamu piknik aja segala bawa gitar sama kompor portable kak" ucap Mamah meledekku.

"Ih kamu gimana sih, dek? Wajar kali kalo piknik bawa begituan, yaudah hati-hati ya, kak. Jangan lupa isiin bensin mobil Ayah pas pulang" balas Ayah meledek Mamah, dan setelah itu aku langsung berangkat ke rumah Hani.

--

Singkat cerita, kini aku sudah sampai dirumah Hani, dan sepertinya sedang tidak ada orang dirumahnya karena aku tidak melihat ada kendaraan sama sekali yang terparkir di driveway-nya. Tak lama setelah aku sampai, aku langsung menelepon Hani untuk segera keluar dari rumahnya, dan Hani langsung keluar melewati pintu utama rumahnya.

Hani kemudian berjalan langsung beranjak masuk ke mobilku, dan aku sangat takjub melihat penampilan Hani saat ini. Hani saat ini mengenakan kaus terusan hingga ke lutut yang berlengan panjang berwarna krem, jilbab hitam, serta celana legging berwarna hitam. Hani benar-benar manis.

"Haloo, sayangg. Ccupphh..." sapa Hani dan kemudian dia mencium pipiku.

"Ummm.. Iyaa.. Haloo..." jawabku gagap karena aku masih pangling melihat kemanisan Hani mengenakan pakaian seperti ini, oh god, dia bahkan terlihat menjadi lebih muda dari Bella jika dia mengenakan outfit seperti ini.

"Kenapa sihh kamu kayak kaget banget ngeliatin akuu??" tanya Hani kebingungan.

"Umm... Nggak kok, aku takjub aja ngeliat dandanan kamu kayak gitu" jawabku dan Hani tertawa mendengar jawabanku.

"Hahahaha, kan katanya mau ke curugg, aku pake baju kayak gini biar nggak usah ganti baju lagii" jawab Hani sambil menepuk-nepuk lenganku.

"Ihh iyaa tetep aku kaget ajaa kamu outfit nya begituu, kayak jarang banget kamu kalo mau keluar begitu tau" balasku sambil menghindari tepukannya.

"Ihhh emang kenapaa?? Jelek yaa???" tanya Hani cemberut dengan suara manjanya saat Hani berhenti memukuli lenganku.

"Nggakk, malah jadi makin gemesss, ccuppphh..." balasku mencium pipinya yang sudah mulai tembem, dan kulihat Hani tersenyum malu hingga wajahnya memerah, kemudian kami berangkat.

Di perjalanan yang cukup jauh ini, kami tidak begitu banyak membicarakan hal yang penting, kami hanya bercanda-canda sampai akhirnya kami sampai di daerah dataran tinggi. Mood yang dihasilkan dari suasana ini sepertinya membuat Hani untuk memulai pembicaraan yang cukup serius.

"Sayang"

"Kenapa, Han?" balasku.

"Kalo aku mau ganti gaya menurut kamu gimana?" tanya Hani yang masih terdengar rancu di telingaku.

"Ganti gaya gimana?"

"Iya kamu kan tau aku kalo berpakaian itu kayak anak kecil banget, menurut kamu gimana kalo aku ngubah gaya berpakaian aku jadi lebih tertutup gitu?"

"Kamu mau berubah dandanan jadi ukhti gamis-an gitu?" tanyaku bercanda yang membuat Hani tertawa.

"Ihhh nggakk aku pengennya kayak pake rok, kemeja, gitu-gitu deh, aku belum siap buat sampe ke tahap pake gamis" balasnya.

"Ooooh, gapapa sih, bagus juga kayaknya. Emang kenapa kamu tiba-tiba kepikiran pengen ganti gaya?" tanyaku.

"Kita udah makin dewasa, sayang. Seiring waktu juga aku ngeliat kamu gayanya jadi makin kayak orang dewasa gitu, aku jadi kepengen berubah jadi keliatan dewasa juga" jawabnya.

Mungkin yang Hani ucapkan dandanan dewasa adalah mengenakan kemeja, karena memang akhir-akhir ini aku lebih sering mengenakan kemeja jika aku bepergian keluar. Tapi itu bukan berarti aku sudah berubah, kan?

"Lagian juga, sumpah deh, aku jadi keliatan kayak adek kamu kalo kita lagi jalan berdua" lanjut Hani yang membuatku tertawa.

"Hahahaha, tapi nanti kalo kita udah nikah kan aku bisa manggil kamu adek juga" jawabku sambil mengelus-elus pahanya dan Hani malah menjadi salting mendengar jawabanku.

"Berarti kamu udah setuju nih yaa, kalo aku mau ganti gaya" ucap Hani.

"Setuju-setuju ajaa kok. Yang penting Hani nya jangan berubah aja" balasku dan kami berdua tertawa-tawa setelah itu.

----

Singkat cerita, kini kami sudah sampai di curug yang ingin kami datangi. Ternyata tempatnya tidak seramai itu padahal kukira kalau sedang akhir pekan begini bakal susah untuk mencari tempat duduk. Setelah kami turun dari mobil, Hani langsung menarik tanganku menuju ke salah satu saung yang ada.

"Ayokk buruannn keburu diambil orangg tempatnyaa" ucap Hani kegirangan.

"Iyaa Hanii kayaknya girang bangett mau nyebur" balasku seadanya.

Perlakuan Hani sepertinya mengambil perhatian banyak orang karena kulihat banyak orang yang melihati kami berdua. Dugaanku pun benar karena tiba-tiba ada salah satu mas-mas yang meledekku dan Hani.

"Yaampun mas itu adeknya buru-buru banget pengen nyebur, nyebur sama aku aja sinii dek" canda salah satu mas yang sedang bergerombol dengan teman-temannya, dan perkataan orang itu yang mengira Hani adalah adikku langsung membuat Hani melihatku dengan tatapan 'noh kan bener'.

"Hahahaha, bukan adek gua ini mas, ini pacar gua" balasku.

"Oalahh, kok ceweknya cantik cowoknya jelek? Sini sama gua aja nyeburnya cewek lu mas" kembali ucap mas itu bercanda.

Sebenarnya aku sudah cukup kesal ketika orang itu berkata seperti itu, namun melihat Hani yang menggeleng-gelengkan kepalanya membuatku menjadi sedikit lebih sabar, dan aku membalas perkataan mas nya dengan candaan supaya tidak memancing keributan.

"Yah kalo sama lu malah makin downgrade dong, mas?" candaku yang langsung membuat Hani dan seluruh gerombolan orang itu tertawa, dan setelah itu aku dan Hani langsung menaruh barang-barang kami.

Hani langsung mengajakku lari menuju ke dalam kolam yang berada di samping curugnya, dan Hani langsung menyiram tubuhku dengan air yang sangat dingin ini.

"AHHH HANII DINGINNN" teriakku ketika Hani menyiram tubuhku dengan air.

"Ahh masa sihh??" goda Hani yang terus menyirami tubuhku dengan air ini.

"Iya, Hani, udah, Hani udah, dingin ihh" ucapku yang selalu berusaha menghindari siraman Hani.

Hani makin menggila menyirami tubuhku, dan aku yang mulai merasa kesal pun langsung loncat memeluk Hani dan menenggelamkan kami berdua. Persetan dengan kedinginan, yang penting sekarang Hani ikut kedinginan denganku. Hani terus meronta-ronta berusaha untuk berdiri, namun terus kutahan sampai akhirnya aku mulai kehabisan napas dan aku langsung melepas tubuh Hani dan kembali berdiri.

"Fuahhh... Ihhh... Bayuu... Dingginnn tauuu...." ucap Hani menggigil.

"Hahahaha rasain, kedinginan juga kann" jawabku, dan kami lanjut menyirami tubuh satu sama lain.

Aku yang masih menyirami Hani melihat tali BH nya yang berwarna kontras dengan atasannya menjiplak dan terlihat cukup jelas BH berwarna hitamnya. Aku yang menyadarinya pun langsung membuka kausku dan menyuruh Hani mendobel bajunya dengan kausku yang cukup tebal.

"Ih kok kamu buka baju, sih?" tanya Hani yang kaget ketika aku membuka kausku.

"Itu BH kamu nyeplak, dobelin pake kaos aku nih biar ngga terlalu keliatan" balasku dan Hani yang kaget pun langsung bergegas mengenakan kausku.

"Ihh yaampunn, kok aku bisa nggak nyadar sihh? Makasihh sayangg, ccupphh..." jawab Hani dan Hani langsung mencium pipiku.

Kami lanjut bermain di kolam ini, dan kami juga menaiki perosotan yang disediakan. Setelah kami puas bermain, kami langsung beranjak keluar kolam dan berjalan menuju ke air terjun. Aku langsung berjalan mendekati curug tersebut, namun kulihat Hani tidak ingin beranjak kesini.

"Kenapa?"

"Nggak mauu, takut sakitt" ucap Hani dengan suara khas imutnya.

"Nggakk, sini udah ayoo" jawabku sambil menggandeng tangannya.

Ternyata ucapan Hani benar, cipratan-cipratan kecil yang dihasilkan dari curug ini rasanya seperti menusuk tubuhku, ditambah dengan dinginnya. Namun Hani tidak terkena karena Hani mengumpat dibelakang badanku.

Kini kami sudah berada dibawah siraman curug, dan Hani yang sepertinya baru pertama kali merasakan ini langsung pergi menjauhiku.

"Noh kann benerr sakitt" ucap Hani sebal.

"Nggakk, udahh kesinii didepan aku ajaa biar nggak keguyur" balasku dan aku langsung menarik tangan Hani supaya dia tertarik kedepanku, dan aku langsung memeluk tubuh Hani.

"Gimana? Masih sakit nggak kalo kayak begini?" ucapku disamping telinganya.

"Nggak, tapi dingin, untung kamu peluk aku jadi nggak makin kedinginan, Ccupphh..." balas Hani yang tiba-tiba mencium pipiku.

Kami berada disini cukup lama, dan kulihat ada bapak-bapak kamera yang menawarkan aku dan Hani berfoto.

"A? Fotonya, A? Teh?" ucap bapak itu.

"Boleh, pak. Sebentar ya" balas Hani, dan Hani langsung membuka kausku yang masih dia kenakan.

"Hani kok kamu buka?" tanyaku.

"Daripada kamu foto telanjang dada, udah nanti pas foto kamu peluk aku agak keatasan aja biar nanti tangan aku bisa ada diatas tangan kamu, terus ketutupan deh BH nya" jawab Hani menjelaskan, dan aku yang paham pun langsung mengenakan kausku.

Setelah mengambil banyak foto, berhubung hari sudah mulai gelap, aku dan Hani langsung beranjak ke saungku dan Hani bersama bapak tersebut untuk memilih foto dan membayarnya. Aku dan Hani pun langsung beranjak ke kamar mandi yang disediakan untuk membersihkan tubuh kami.

Selesai mandi, aku langsung kembali menuju saungku dan kulihat Hani yang sudah berada disana mengenakan pakaian yang modelannya tidak beda jauh dengan yang tadi seperti sedang diajak mengobrol oleh mas-mas yang tadi meledekku dan Hani. Aku langsung menghampiri mereka, dan tiba-tiba orang tersebut malah langsung pamit.

"Eh pacarnya udah dateng, misi ya bang" ucap orang itu dan dia langsung bergegas pergi menjauhiku dan Hani.

"Ngapain dia?" tanyaku ke Hani.

"Ngajakin ngobrol biasa, nanya-nanya aku darimana, umur berapa, gitu-gitu" jawabnya.

"Itu doang?" kembali tanyaku karena aku merasa curiga.

"Sama dia minta nomer hape aku sama IG, tapi IG nya nggak aku kasih" jawab Hani, benar kan dugaanku.

"Kalo nomer HP-nya?"

"Aku udah nggak mau ngasih, tapi dianya maksa. Terus akhirnya...."

"Akhirnya apa?" tanyaku, aku akan sangat kesal kalau Hani memberikan nomer HP nya kepada orang asing.

"Aku kasih nomer HP kamu, eheheh" balas Hani tertawa.

"Cerdik" jawabku singkat sambil tertawa dan aku dan Hani langsung tos.

Setelah foto kami yang tadi kami ambil, kami langsung beranjak ke mobil dan kulihat mas-mas yang meminta nomer HP Hani tadi sedang bersama gerombolannya.

"Misi, bang" ucapku menggoda orang itu yang membuat dia salting.

"Eh, iya, bang, lewat aja" jawabnya panik.

Aku dan Hani pun langsung beranjak masuk ke mobil, dan aku langsung bertanya dengan Hani ditempat mana kami akan piknik.

"Jadi mau pikniknya dimana?" tanyaku.

"Ada tempat yang enak, searah dari sini, tapi kita ke masjid dulu ya, sholat dulu" jawab Hani, dan setelah aku mengiyakan, kami langsung beranjak pergi dari tempat ini menuju mushola terdekat, dan setelah itu kami langsung pergi menuju spot piknik yang Hani maksud.

Ternyata tempat ini mempunyai pemandangan yang sangat bagus, dengan sinar-sinar lampu kota yang terlihat dari sini. Tempatnya juga cukup sepi karena memang tempat ini menuju ke agak kedalam-dalam.

"Kamu nemu tempat ini darimana?" tanyaku ketika aku membereskan bagian belakang mobilku karena aku ingin menggelar selimut di dalam sini.

"Panjang ceritanya, nanti aku ceritain deh" balasnya yang sedang merebus air menggunakan kompor portable ku untuk membuat mie instan dan teh.

Singkat cerita, kini bagian belakang mobilku sudah siap untuk diduduki, dan mie instan yang dibuatkan oleh Hani sudah matang. Aku dan Hani pun langsung bergegas masuk ke bagasi yang sudah kurubah ini dan menggunakan laptop Hani, kami menonton film kartun. Memang kami berdua ini sepertinya sangat childish.

Sambil menonton film, aku bertanya kepada Hani tentang bagaimana Hani bisa menemukan tempat ini.

"Sayang, tadi katanya mau cerita gimana kamu bisa nemu tempat ini, gimana?" tanyaku.

"Oh iya aku lupa" jawab Hani dan Hani langsung memulai cerita.

"Jadi pas aku dapet pengumuman aku tembus ujian mandiri di kampus, sebelum kita ketemu, aku lagi dideketin sama senior aku di SMA aku dulu, dia bilangnya ingin ngajakin jalan-jalan perpisahan gitu soalnya dia kuliahnya swasta di ibukota" ucap Hani memulai cerita.

"Nah terus, kita jalan-jalan ke daerah puncak, dan malemnya kita kesini. Awalnya emang aku nggak mikir apa-apa, kan. Tapi pas kita lagi diem ngeliatin pemandangan, tiba-tiba dia berusaha nyium bibir aku gitu" lanjut Hani.

"Terus kamu bales?" sanggahku.

"Nggak, kok. First kiss aku tetep sama kamu. Aku berusaha ngelawan gitu, tapi yang aku inget dia sempet nyium pipi aku sebelum berusaha nyium bibir aku, terus dia berusaha megang-megang tetek aku juga" jawab Hani.

"Terus orangnya kamu apain?"

"Aku tampar, terus dia langsung diem. Pas itu aku udah sedih banget sampe nangis. Orang yang tiba-tiba dateng ke aku dan jadi brother-figure aku ternyata cuma dateng ke aku buat muasin nafsunya dia"

"Terus abis itu gimana?" tanyaku.

"Aku minta pulang, terus sepanjang jalan aku cuma nangis, dianya juga kadang berusaha nenangin aku sambil ngelus-elus paha aku, cuma langsung aku lempar tangannya. Sampe rumah, semua kontaknya langsung aku blokir, dia ampe nelpon Ummi coba, demi kontaknya di unblock, tapi sama Ummi langsung dimarahin" jawab Hani melanjutkan cerita.

"Tapi kok kayaknya bedanya aku sama dia nggak jauh-jauh banget, ya?" tanyaku bercanda, namun Hani menjawabnya dengan serius.

"Nggak, nggak. Aku bisa ngerasain bedanya pas pertama kali kamu nyium aku sama dia. Yang aku rasain tuh kamu pengen nge ekspresiin sayang kamu ke aku lewat ciuman, meski ujung-ujungnya nyampe ke seks" ucap Hani meledekku sambil menyenggol lenganku.

"Tapi entah kenapa, yang aku rasain dari dia tuh kayak dia beneran kebawa nafsu doang, makanya aku kecewa banget, udah ah jangan dibahas-bahas lagi, ya" lanjut Hani menyudahi pembicaraan kami.

Damn, ternyata aku merupakan lelaki yang beruntung dengan bisa membuat Hani menjadi jatuh cinta kepadaku. Mungkin jika saat aku mendekati Hani aku salah mengambil langkah, aku bisa bernasib sama seperti orang itu yang berujung friendzone, namun sepertinya aku mengambil langkah yang benar.

Singkat cerita, kini kami sudah menghabiskan mie instan kami, dan kami sudah mulai bosan menonton film ini. Hani pun langsung mematikan laptopnya. Setelah Hani memasukkan laptopnya ke tas dan membereskan mangkok dan gelas kami, Hani langsung beranjak mengambil gitarku.

"Ini bawa gitar kok nggak dimainin? Aku boleh minjem, nggak?" ucap Hani sambil mengeluarkan gitarku dari tas.

"Kamu bisa main gitar?" tanyaku yang baru tau.

"Bisa, kok. Gitar juga ada dirumah tapi diambil sama Arya. Aku mainin, ya?" ucap Hani.

"Bolehh, tapi sambil nyanyi yaa" jawabku dan Hani tersenyum sebelum memulai bermain gitar dan bernyanyi.

--

(now playing: Celengan Rindu - Fiersa Besari)

Aku kesal dengan jarak
yang sering memisahkan kita
Hingga aku hanya bisa
berbincang denganmu di Whats*pp
Aku kesal dengan waktu
yang tak pernah berhenti bergerak
Barang sejenak
agar aku bisa menikmati tawamu

Inginku berdiri di sebelahmu
menggenggam erat jari-jarimu
Mendengarkan lagu Sheila on 7
seperti waktu itu
Saat kau di sisiku

Dan tunggulah aku di sana
memecahkan celengan rinduku
Berboncengan denganmu mengelilingi kota
Menikmati surya perlahan menghilang
Hingga kejamnya waktu
menarik paksa kau dari pelukku
Lalu kita kembali menabung rasa rindu
Saling mengirim doa, sampai nanti, Sayangku


--

Wah, suara Hani terdengar sangat manis ketika bernyanyi sambil bermain gitar. Akupun langsung bertepuk tangan menyoraki Hani.

"Weeee, Ihh suara kamu bagus bangett tauu" ucapku memuji Hani.

"Ihh masa sihh? Aaahh aku jadi maluu" jawab Hani salting dan Hani memberikan gitarnya kepadaku.

"Gantian kamu yang nyanyi, sayang" ucap Hani, dan ketika aku mengambil gitarku, aku melihat kearah mata Hani dan kulihat matanya seperti berkaca-kaca, apakah dia terlalu menghayati nyanyiannya?

"Lagu apa, nih?" tanyaku.

"Terserahh mau lagu apaa"

Akupun langsung memasang capo di gitarku, dan yang terbesit di pikiranku adalah lagu Sum 41 yang berjudul "With Me" karena ada salah satu bagian liriknya yang cukup relate-able dengan situasi saat ini.

"Jangan nangis, ya" ucapku meledek Hani karena aku tau Hani orangnya sangat emosional dengan lagu, dan Hani mengangguk dan setelah itu aku mulai memetik gitarku.

--

(now playing: With Me - Sum 41)

I don't want this moment to ever end,
Where everything's nothing without you.
I'd wait here forever just to, to see you smile,
'Cause it's true, I am nothing without you.

Through it all, I've made my mistakes.
I stumble and fall, but I mean these words.

I want you to know,
With everything I won't let this go.
These words are my heart and soul.
I'll hold on to this moment, you know,
As I bleed my heart out to show,
And I won't let go.

Thoughts read, unspoken, forever in vow,
And pieces of memories fall to the ground.
I know what I didn't have, so I won't let this go,
'Cause it's true, I am nothing without you.

All the streets, where I walked alone,
With nowhere to go, have come to an end.

I want you to know,
With everything I won't let this go.
These words are my heart and soul.
I'll hold on to this moment, you know,
As I bleed my heart out to show,
And I won't let go.

In front of your eyes, it falls from the skies,
When you don't know what you're looking to find.
In front of your eyes, it falls from the skies,
When you just never know what you will find.

I don't want this moment to ever end,
Where everything's nothing without you.

I want you to know,
With everything I won't let this go.
These words are my heart and soul.
I'll hold on to this moment, you know,
As I bleed my heart out to show,
And I won't let go.

--

Aku menyudahi permainan gitarku, dan aku langsung melihat kearah Hani. Kulihat Hani matanya makin berkaca-kaca.

"Kan, nangis" ledekku yang membuat Hani tersenyum meski masih terlihat matanya yang sangat berair.

Aku kembali menaruh gitarku di seat tengah mobilku, dan Hani langsung mendekatkan tubuhnya kepadaku yang sedang menyandar di seat tengah.

Hani langsung menyandarkan kepalanya di bahuku, dan aku langsung merangkul tubuhnya. Kami tidak melakukan apa-apa, hanya melihat pemandangan indah di malam hari ini, sampai akhirnya Hani membuka pembicaraan.

"Aku suka banget ngeliat pemandangan kayak gini" ucap Hani.

"Kenapa emang?"

"Suka aja ngeliat kelap-kelip kota dari jauh, kayak bagus banget aja" jawab Hani dan dia mulai memeluk tubuhku.

"Sayang" ucap Hani.

"Iya?"

"Cita-cita kamu apa?" tanya Hani.

"Ummm, kamu dulu, cita-cita kamu apa?"

"Ihh kok dibalik, iya dehh, aku pengen jadi arsitek yang ahli dalam ngebangun rumah" jawab Hani.

"Terus nanti aku pengen punya rumah yang punya view kayak begini, nggak perlu rumah yang gede banget, yang penting nyaman untuk ditinggalin. Terus rumahnya punya halaman yang gede buat anak-anak main nanti" lanjutnya.

"Wahh, keren ya cita-cita kamu"

"Hehehee, kalo kamu? Pasti pengen jadi pemain bola, ya?" tanya Hani.

"Nggak, sih. Aku mau ikut trial di tim profesional juga kayaknya umur aku udah ketuaan"

"Terus kamu maunya jadi apa?"

"Aku ingin jadi scouter" jawabku yang membuat Hani agak kebingungan.

"Hah? Scouter? Scouter itu bukannya kayak pramuka gitu?" tanya Hani.

"Bukann, bukan scouter yang itu, aku pengen jadi scouter tim bola, yang nyari-nyari bakat pemain atau ngepantau pemain inceran tim yang ngontrak aku nanti" jawabku menjelaskan.

"Who knows? Mungkin nanti ada tim bola dari luar negeri yang pengen nyari pemain dari Indo, terus aku yang disuruh nyari, aku nanti bisa keliling Indonesia mencari bakat-bakat" lanjutku.

"Keren juga, ya" ucap Hani kagum.

"Iya, apalagi cuannya juga gede" candaku sambil mengelus-elus kepala Hani yang masih tertutupi jilbab instannya.

"Ayo, sayang. Kita semangat ngejar cita-cita kita, nanti anak kita pasti bangga banget punya Ayah yang terkenal di dunia bola dan Ibu yang terkenal di dunia arsitektur dan desain" ucap Hani sambil mengacungkan jari kelingking, dan aku langsung membalas jari kelingkingnya.

Kami bertatapan cukup lama, dan kurasa Hani mendekatkan kepalanya. Akupun ikut mendekatkan kepalaku dan kami mulai berciuman mesra.

"Ccupphh... Ccupphh..."

Aku mengelus-elus wajah cantiknya sembari kami berciuman, dan Hani juga menaruh tangannya di kepalaku. Kami berciuman tidak begitu lama karena Hani tiba-tiba melepas ciumanku.

"Ccupphh... Kenapa, sayang?" tanyaku ketika Hani melepas ciumannya.

Hani tidak menjawab, hanya tersenyum melihatku. Tangan Hani yang tadinya berada di pipiku langsung dia pindahkan dan kini dia menggenggam tanganku yang masih berada di pipinya. Hani langsung menarik tanganku dan menggenggam jari telunjuk dan jari tengahku. Aku sempat kebingungan Hani ingin melakukan apa, namun tiba-tiba Hani mengecup dan mulai menjilati kedua jariku.

"Ccupphh..."

Sembari Hani menjilati jariku, tangannya yang satunya lagi dia gunakan untuk meraba-raba kontolku yang mulai berdiri dari balik celanaku, sedangkan aku hanya bisa menikmati perlakuan Hani ini.

"Sayanggg...." desahku ketika Hani mulai meraba-raba kontolku.

Hani sudah puas menjilati kedua jariku, dan kini dia mulai memasukkan jariku ke mulutnya. Setelah kedua jariku telah masuk sepenuhnya, Hani mulai menggerakkan kepalanya seolah dia menyepong jariku. Tanpa melepas kulumannya, Hani mulai menurunkan celana trainingku beserta celana dalamnya hingga terbuka dan mengekspos kontolku. Akupun tidak tinggal diam, tanganku yang menganggur kugunakan untuk membuka kaitan BH Hani dan melemparnya entah kemana, dan setelah itu aku mulai menaikkan kaus Hani hingga payudaranya terekspos.

Hani melepas kulumannya, dan kini dia mulai memegang kontolku yang sudah berdiri tegak, dan tanganku yang tadi dikulum Hani kugunakan untuk menurunkan legging beserta celana dalamnya hingga terlihat memeknya yang bersih tanpa bulu.

Hani mulai mengocok kontolku, dan aku juga mulai memainkan memeknya dengan tanganku. Ternyata memek Hani sudah cukup basah. Aku mulai menggesek-gesekkan tanganku di bibir memeknya, dan Hani langsung melenguh keenakan.

"Ahhhh....." lenguh Hani.

Sambil menggesek-gesek memek Hani dengan tangan kananku, tangan kiriku kugunakan untuk meremas payudaranya melewati punggungnya, dan aku mulai menciumi bibir Hani.

"Ccupphh... Ccupphh... Sayanggg... Ccupphhh..." desah Hani keenakan.

Setelah puas bermain dengan memeknya, aku mulai memasukkan satu jariku kedalam memeknya, dan Hani yang keenakan mulai putus-putus mengocok kontolku.

"Ccupphhh... Sayangg kokk pakee jarii... Ccupphhh..." ucap Hani ketika dia mencabut ciumannya sejenak.

Tak puas memainkan memeknya dengan satu jari, aku menambahkan satu jari untuk mempenetrasi memeknya, dan aku mulai menyodok memeknya dengan tanganku dengan kecepatan pelan.

"Ccupphh... Ummmhh sayanggg... Ccupphh..."

Hani mulai tidak fokus mengocok kontolku, dan kini Hani juga menggunakan tangannya yang menganggur untuk meremas-remas payudaranya. Hani pun sekarang juga mulai melepas ciumannya sehingga desahan manisnya makin terdengar jelas.

"Ahhh... Sayanggg... Enakk... Ummhh... Enakk... Terusss.... Ahhh... Iyahh... Ennakk bangettt...." desah manja Hani.

"Hhhh.... Inii baruu pakee tangan lohh, masa lebihh enakk daripadaa yang lagi kamuu pegangg??" ledekku namun Hani tidak menjawabnya.

Hani terus mengocok kontolku, dan aku menambahkan satu jari lagi untuk menusuk-nusuk memeknya hingga akhirnya Hani merasa tidak tahan.

"Ummh... Sayangg... Udahhh... Masukkin pake inii ajaaa..." pinta Hani untuk memasukkan kontolku ke memeknya.

"Disini?? Kamu yakin??" tanyaku yang sebenarnya juga cukup takut.

"Iyaaa... Ayoo masukkinn sayanggg..." jawab Hani dan Hani langsung membuka celananya kemudian dia lempar ke seat depan mobilku.

Hani langsung beranjak dari yang tadinya berada menempel di tubuhku, dan Hani menidurkan tubuhnya sambil membuka pahanya lebar-lebar.

"Buruann nantii kemalemann pulangnyaa" ucap Hani menyuruhku bergegas.

"Iyaa sabar, kamu udah kepengen banget kayaknya, ya?" tanyaku meledek, namun Hani hanya tersenyum malu.

Aku kemudian memposisikan tubuhku diantara kedua pahanya, dan setelah itu aku mulai menempatkan ujung kontolku di depan bibir memek Hani. Aku mulai menggesek-gesekkan kontolku di bibir memeknya, dan Hani sudah menggelinjang.

"Ummhh... Sayangg...." desah Hani sambil meliuk-liuk layaknya cacing.

Akupun mulai memasukkan kepala kontolku, akhirnya senjataku ini masuk kembali ke sarangnya setelah menganggur selama kurang lebih 3 minggu.

"Ahhh..." lenguh Hani.

Aku makin memperdalam kontolku di memek sempit ini, dan tiap kali aku memperdalam kontolku, nada desahan Hani menjadi semakin tinggi hingga menjerit ketika kontolku masuk sepenuhnya.

"AaaaaaaAAAAAAHHH...." jerit Hani ketika aku menghentakkan kontolku hingga masuk sepenuhnya, dan aku mulai menggenjot memeknya pelan.

"Ummmhh... Sayanggg... Ennyakk...."

"Hhhh... Iyaa... Enakk bangettt..." jawabku seadanya sambil tetap menggoyang memeknya.

Hani langsung melingkari punggungku dengan kakinya, dan kaki Hani mendorong-dorong tubuhku yang menandakan bahwa Hani ingin dimasukkan lebih dalam. Akupun menuruti permintaannya dan aku kembali menghentakkan kontolku dalam-dalam dan mempercepat entotanku.

"Ahhh... Iyaahh sayanggg... Enakann pakee burung kamuuu... Ummmhh... Enakann pakee burungg kamuu daripadaa pakee tangannn... Ummhhh... Terusss... Cepetinnn lagiii.... Ahhhh..." desah Hani.

Akupun langsung mempercepat genjotanku, dan hasil dari genjotanku ini membuat Hani menjadi makin menggelinjang keenakan.

"Ahhh... Terusss sayanggg.... Enakkk.... Ahhhh..."

Saat aku masih menggenjot memeknya, Hani tiba-tiba menarik dan membuka kausku. Setelah kini aku bugil, Hani langsung melempar kausku keluar mobil yang membuatku kaget.

"Hhhh... Hhhh... Sayangg kokk bajuu akuu kamuu lemparr keluarr???" tanyaku kaget tanpa menghentikan genjotanku.

"Ummmhh... Ehhh yaampunn... Kelepasannn... Ummmhh... Teruss sayanggg... Akuu udahh mauu keluarrr...." jawab Hani diselingi dengan desahannya.

Aku mempercepat genjotanku hingga secepat yang aku bisa, dan Hani makin erat mengunciku dengan kakinya. Tak ingin bugil sendiri, akupun berhenti sejenak dan membuka kaus Hani hingga kini kami sama-sama bugil meski Hani masih mengenakan jilbab instannya.

"Hhhh... Hhhh... Jillbabnyaa nggakk??" tanya Hani.

"Nggakk, gemes aku ngeliatnya, jadi makin bulet gitu muka kamuu" jawabku sambil mencubit-cubit pipinya.

"Ihhh, yaudahh lanjju... UMMMHHH..." ucap Hani yang terpotong dengan jeritannya ketika aku langsung menggenjot memek Hani dengan cepat.

Hani kembali melingkari punggungku dengan kakinya, dan langsung mempererat kunciannya. Aku juga kini menggenggam kedua payudaranya sebagai tumpuan supaya aku bisa lebih nyaman untuk mengentoti memeknya dengan cepat.

"Ahhh... Iyahh sayangggg... Terusss... Ahhh... Ahhh... Ahhh... Ummhhh..."

Hani tiba-tiba menggenggam kedua tanganku erat, menandakan sepertinya dia akan mencapai orgasmenya.

"Ahhh... Sayanggg.... Terusss... Ahhhh.... Akuu... Akuu.... Akuuu keluarrr... AHHHH...." jerit Hani ketika mencapai orgasme pertamanya.

Setelah memeknya selesai mengguyur kontolku, aku mencabut kontolku untuk membiarkan Hani beristirahat sejenak, dan aku langsung beranjak mengambil kausku yang dilempar Hani tadi, untung tidak kotor.

Aku kembali ke mobilku, dan kulihat Hani sudah menungging ingin dientot lagi.

"Kamu ngapain?" tanyaku.

"Mau dimasukkin lagii"

"Disini ajaa, sini" balasku menyuruh Hani menghampiriku yang sedang duduk di pinggiran bagasi belakang mobilku.

"Ihh ngacoo, nanti kalo diliat orang gimana??" jawab Hani yang seperti tidak mau.

"Ihh tadi juga udah aku tanya 'yakin mau main disini' kamu jawabnya iyaa, hayoo" balasku meledek Hani dan Hani akhirnya menyerah.

"Ihh yaudahh dehh, kalo ada warga ngamuk kesini ngeliat kita salah kamu ya" jawab Hani sambil beranjak mendudukiku.

Hani kini sudah berada di pangkuanku, dan dengan arahanku, Hani mulai memasukkan kontolku ke memeknya lagi.

"Uhhh... Masukk lagiii..." ucap Hani ketika kepala kontolku memasuki memeknya.

Setelah kini kepala kontolku masuk, Hani langsung menurunkan tubuhnya dan mulai menggoyang-goyangkan pantatnya.

"Ummmhh... Sayangg... Liatinn sekitarrr..." ucap Hani disela-sela desahannya.

Jujur, goyangan Hani masih belum seenak Ummi, atau bahkan goyangan Ummi jauh lebih enak dari Hani yang menurutku masih agak kaku, berbeda dengan Ummi yang lebih berpengalaman.

"Ummhhh... sayangg... Remesinn tetekk akuuu...." pinta Hani, dan tanganku yang tadinya berada di pantatnya kini kupindahkan ke payudaranya.

Aku mulai meremas-remas pelan payudara Hani, dan Hani juga mulai menaikkan kecepatan goyangannya.

"Ahhh... Iyaa sayangg... Ccupphh..." ucap Hani yang tiba-tiba mencium bibirku, dan kami kembali berciuman mesra.

Aku puas berciuman dengan Hani, kini ciumanku langsung berpindah ke payudaranya dan tanganku kukembalikan ke pantat Hani. Aku langsung mengenyot putingnya cukup keras hingga Hani makin menjerit.

"AHHH... JANGAN KENCENG-KENCENGG SAYANGG..." jerit Hani meski tidak terlalu keras.

Sepertinya ini merupakan titik tercepat yang Hani bisa dalam menggoyangkan pantatnya. Ketika kontolku masih berada setengahnya di memek Hani, aku langsung menggrip pantatnya dan aku langsung mengentoti memeknya sambil kunaik-turunkan pantatnya.

"Ahhh sayangg... Enakkk... Terusss... Cepetinn lagii...." desah Hani memintaku mempercepat entotanku.

Akupun menuruti permintaannya, dan aku langsung mempercepat genjotanku secepat yang kubisa.

"UMMHHH... IYAA SAYANGG... TERUSSS... JANGAN BERENTII... TERUSSS... ENNAKKK... AHHHH... AKUU KELUARR LAGIII..." jerit Hani dan tiba-tiba cairan orgasme Hani kembali mengguyur kontolku.

Setelah orgasme Hani mereda, Hani langsung mencabut kontolku dari memeknya dan Hani berlutut diantara selangkanganku.

"Hanii kamu mau ngapainn..." tanyaku.

"Hhhh... Hhhh... Pengenn maininn burungg kamuu pake muluttt..." jawab Hani dan tiba-tiba happ, dia melahap kontolku.

Hani langsung menyepong kontolku dan sembari menyepong kontolku, dia mengocok bagian yang tidak bisa dia kulum.

"Chlokhh... Chlokhh..."

Hani terkadang melepas kulumannya dan dia menjilati bagian-bagian yang belum terkena lidahnya hingga akhirnya setelah kontolku sudah 100% terkena jilatannya, dia menghisap-hisap bijiku hingga aku merasa mulas.

Puas bermain dengan bijiku, Hani kembali mengulum kontolku, dan kali ini aku mencoba menyuruh Hani mengulum kontolku sampai masuk sepenuhnya.

"Sayangg... Masukkin sampe penuhh dongg..." pintaku dan Hani menurutinya.

Hani langsung memperdalam kontolku di mulutnya, namun ketika kurasa mentok, kulihat mata Hani berair seperti ingin muntah, dan dia langsung melepas kulumannya.

"Nggak bisaa sayangg... Burungg kamu kegedeannn..." ucap Hani dan Hani langsung menyepong kontolku lagi dan menaik-turunkan kepalanya dengan cepat.

"Ahhh... Iyaa sayangg... Maininn lidahh kamuu jugaa..." ucapku menginstruksikan Hani.

"Chlokhh... Chlokhh.. Oiyoaoa..." jawab Hani meski tidak terdengar jelas.

Hani kini mulai memainkan lidahnya di dalam mulutnya meski Hani harus melambatkan gerakannya. Kini pejuku sudah ingin keluar, dan aku langsung memberitahu Hani.

"Sayangg... Aku udah mau keluarr..." ucapku dan Hani hanya melihat kearahku dan mengacungkan jempolnya, dan Hani langsung mempercepat gerakan kepalanya.

"CHLOKHH... CHLOKHH..."

Pejuku sudah berada di ujung tanduk, dan aku langsung mengeluarkan pejuku di mulutnya.

"Sayangg aku keluarrr... Ahhhh..." lenguhku ketika aku mencapai ejakulasiku.

Hani langsung menghentikan kulumannya, dan dia menampung seluruh pejuku di mulutnya. Setelah kontolku berhenti menyemburkan peju, Hani langsung melepas kulumannya dan mengunjukkan pejuku sebelum dia telan.

"glekk..."

Setelah Hani menelan pejuku, aku memukul-mukulkan kontolku ke wajah Hani dan mengolesi wajah Hani dengan cairan-cairan hasil kenikmatan kami.

"Ummhh... Udahh sayangg..." pinta Hani, dan aku langsung memundurkan diriku supaya aku bisa berbaring, dan Hani langsung menidurkan badannya di sampingku, dan aku langsung memeluk tubuhnya.

"Akhirnya kesampean juga pengen dikelonin telanjang" ucap Hani bercanda yang membuatku tersenyum.

Hani menaruh kepalanya di dadaku, dan aku langsung mengelus-elus kepalanya. Kami berada di posisi ini tidak cukup lama karena tiba-tiba Hani memundurkan tubuhnya supaya wajah kami berdekatan, dan Hani mengecup lembut bibirku.

"Ccupphh.. Aku sayang kamu"

"Aku juga sayang kamu, Hani"

Hani langsung beranjak mengambil pakaiannya, dan dia langsung kembali berpakaian karena takut jika terlihat oleh orang sekitar meski kami berada cukup jauh dari pemukiman.

"Sayang buruan pake baju kamu, takut ada yang liat nanti" ucap Hani dan aku langsung bergegas berpakaian juga.

Kami langsung membereskan mobil kami, dan setelah beres, Hani mengeluarkan tripod dan menaruhnya di tanah.

"Sayang, foto-foto dulu yuk" ajak Hani setelah menaruh hapenya di tripod.

"Kamu udah ngelap muka kamu belom? Nanti mengkilap loh" jawabku dan Hani hanya mengangguk, dan setelah itu kami berfoto-foto.

"Ihh bagus-baguss kann fotonyaaa, fix yang ini mau aku upload" ucap Hani yang membuatku tersenyum, dan setelah itu kami langsung masuk ke mobil dan beranjak pulang.

---

Sepanjang perjalanan, Hani hanya tertidur pulas. Mungkin karena kelelahan habis berenang dan 'berolahraga'. Singkat cerita, kini kami sudah sampai di rumah Hani. Aku berusaha membangunkan Hani namun dia tidak bangun juga.

"Sayang, sayang, udah nyampe" ucapku sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya, namun Hani tidak terbangun.

Akupun akhirnya langsung keluar dari mobil dan beranjak ke depan pagar untuk memencet bel. Setelah itu, aku kembali ke mobil untuk mengangkat Hani yang masih terlelap. Tak lama kemudian, kulihat Ummi keluar dari pintu pagar dan Ummi melihatku yang sedang menggendong Hani.

"Yaampun Hani kenapa, Bay?" tanya Ummi khawatir.

"Nggak, Mi. Dia masih tidur ini, aku bangunin nggak mau bangun" jawabku yang membuat Ummi tertawa, dan setelah itu Ummi mempersilahkanku untuk masuk ke dalam rumahnya dan membawa Hani ke kamarnya.

Sesampainya di kamar Hani, aku langsung menidurkan Hani di kasurnya, dan setelah aku menidurkan tubuhnya, Hani terbangun.

"Kamu ngeledek, ya?" candaku, namun sepertinya Hani benar-benar pulas tadi.

"Hmm? Ini dimana, sayang?"

"Ini udah dirumah kamu, tadi kamu aku bangunin tapi kamu nggak bangun-bangun, yaudah aku gendong aja kamu sampe kamar" jawabku menjelaskan.

"Oalah, okedeh, makasih ya sayang"

"Iyaa, yaudah aku pulang, yah. Udah malem soalnya" ucapku dan Hani hanya mengangguk.

Aku langsung beranjak menuju pintu kamar Hani, namun tiba-tiba Hani memanggilku.

"Bayu"

"Kenapa, Han?"

"Sini, deh"

Aku kembali menuju ke Hani yang masih berbaring di kasurnya, dan aku langsung membungkukkan tubuhku supaya wajah kami berdekatan.

"Kenapa, Han?" tanyaku, namun tiba-tiba Hani mencium pipiku.

"Ccupphh, terimakasih ya sayang buat hari ini" ucap Hani.

"Iyaa, terimakasih juga yaa, Ccupphh..." jawabku sambil mengelus-elus kepalanya dan aku mencium keningnya.

Setelah aku mencium keningnya, Hani kembali memejamkan matanya, dan aku langsung berjalan keluar kamar Hani dan keluar rumahnya. Saat aku berada di depan pintu keluar, kulihat Ummi sedang berada di ruang tamu.

"Ngapain, Mi?"

"Nunggu kamu, Ummi mau ngegembok pager lagi"

"Oooh, yaudah deh, aku pamit ya, Mi" ucapku sambil menyalimi tangan Ummi.

"Iyaa, sekalian aja keluar bareng" jawab Ummi dan kami keluar bersamaan.

Aku terkadang iseng melihat kearah bagian belakang Ummi, dan mukena yang Ummi kenakan ini tidak bisa menutupi kebesaran pantatnya yang membuatku gemas, dan aku menampar pantatnya meski tidak kencang.

"Plakk..."

"Hmm, bandel ya" ucap Ummi sambil melihatku dengan tatapan tajamnya yang membuatku tertawa.

Kini aku sudah keluar dari rumah Hani, dan Ummi menungguku di depan pagar.

"Pamit ya, Mi"

"Udah malem begini, kamu nggak mau nginep aja?" tanya Ummi.

"Nggak, Mi. Nggak enak lagi dirumah semua soalnya disini juga"

"Halah bilang aja gara-gara kamu nggak bisa sekamar sama Hani" ucap Ummi meledekku.

"Dih Ummi juga paling pengen main sama aku lagi makanya nyuruh aku nginep" balasku meledek Ummi.

"Hahahaha, iya deh, iya. Yaudah, kamu nggak mau pamit sama 'ini' dulu?" tanya Ummi sambil meraba-raba payudara besarnya dari balik mukena Ummi

"Kan kan, yaudah sini, Mi" jawabku menyuruh Ummi mendekatiku, dan setelah Ummi mendekatiku sambil menyingkapkan mukenanya, aku langsung meremas kencang payudara Ummi.

"Ummhh..." desah Ummi yang dia tahan.

Aku tidak lama meremas-remas payudara Ummi, dan setelah aku puas, aku langsung menarik kerah daster Ummi dan mengeluarkan kedua payudaranya yang membuat Ummi terkejut.

"Bayu kamu ngapain?!?!" ucap Ummi.

"Katanya minta dipamitin" jawabku singkat, dan aku mulai mengulum singkat kedua puting Ummi bergantian hingga Ummi mendesah.

"Ummmhh... Ummi fix minta jatah sama Abbi nanti..." desah Ummi.

Setelah aku puas mengulum puting Ummi, aku mengecup singkat kedua payudara Ummi.

"Ccupphh.. Ccupphh... Aku pamit dulu, ya" ucapku sambil melihat kearah wajah Ummi.

"Mmmmhh... Iyaaa... Sana pulangg.." jawab Ummi menyuruhku pulang, dan setelah aku menyalimi tangan Ummi, aku langsung masuk ke mobilku dan beranjak pulang.

-To be Continued-

Lebih sreg klo Bayu main ma Ummi..... sensasi STW lebih menggoda
 
-Departure-

Bella


Mamah


Hani


Kak Liya


======

Aku baru sampai rumah sekitar jam 11, dan sepertinya semua orang sudah tertidur. Akupun lsngsung keluar dari mobil dan memencet bel beberapa kali, dan setelah itu Mamah keluar mengenakan piyama panjang dan kerudung panjang. Mamah langsung membukakan pagar dan kembali ke dalam.

"Nanti sekalian gembok pagernya ya, kak" ucap Mamah sebelum kembali masuk kedalam rumah.

Aku sudah memarkirkan mobilku dan aku langsung beranjak masuk kedalam rumahku. Ketika aku melewati ruang TV, kulihat Mamah masih menonton TV, namun mata Mamah terlihat sembab seperti habis menangis. Akupun langsung menyalimi Mamah dan duduk disamping Mamah.

"Gimana pikniknya, kak?" tanya Mamah.

"Ya gitu deh, Mah. Seru, kok" jawabku yang membuat Mamah tersenyum dan Mamah kembali melamun.

"Mamah kenapa? Kok kayak abis nangis?" tanyaku memecahkan lamunan Mamah.

"Hah? Nggak, kok, nggak kenapa-napa" jawab Mamah, namun kutahu kalau Mamah sedang berbohong.

"Bener?"

"Iyaa kak, udah sana tidur, udah malem" jawab Mamah dan Mamah langsung beranjak ke kamarnya, apa yang terjadi saat aku sedang bersama Hani tadi?

Akupun memutuskan untuk langsung ke kamarku, dan ketika aku membuka pintu kamarku, aku langsung terkejut karena aku melihat ada putih-putih yang sedang berbaring di kasurku. Aku mulai panik dan aku langsung menyalakan senter di HP ku, dan ternyata itu Bella yang sedang tidur di kasurku mengenakan mukenanya.

"Fuck, kirain pocong" ucapku dalam hati sambil mengelus-elus dada.

Karena persetubuhan dengan Hani tadi, tubuhku menjadi bau keringat dan pasti tidak akan nyaman tidur dalam keadaan seperti ini. Akupun langsung beranjak ke kamar mandi dan membugilkan tubuhku sebelum aku mengguyur tubuhku dengan air shower.

--

Mandi jam segini adalah tindakan yang sangat bodoh. Aku sudah cukup kedinginan ketika aku mandi, dan ketika aku memasuki kamarku, dingin AC terasa seperti menusuk seluruh tubuhku hingga aku ingin cepat-cepat berpakaian dan mengenakan selimut.

Aku langsung menidurkan tubuhku disamping Bella, dan aku memerhatikan wajah Bella yang sedang tidur sambil mengelus-elus kepalanya. Namun ketika aku melihat kearah sprei, kulihat seperti ada bekas air dan lokasinya tidak jauh dari kedua mata Bella, berarti Bella juga habis menangis. What is going on?

Sambil aku mengelus-elus wajahnya juga, aku seperti melihat Bella menggertakan giginya, sepertinya dia kedinginan juga. Akupun lsngsung memeluk Bella supaya dia bisa lebih terhangatkan, dan aku mengenakan selimut untuk menutupi tubuh kami berdua.

"Good night, dek. Ccuphh..." ucapku yang kulanjut dengan kecupan di dahinya, dan setelah itu aku tertidur pulas.

----

Paginya, aku terbangun, dan aku merasakan kontolku seperti basah dan dikecup-kecup oleh seseorang. Akupun membuka mataku perlahan dan baru setengah membuka mataku, kulihat ternyata Bella yang masih mengenakan mukenanya sedang menungging diantara kedua pahaku dan menciumi kontolku. Aku niatnya ingin pura-pura tidur, namun Bella sudah menyadari lebih dahulu kalau aku sudah bangun.

"Ccupph... Ccupphh... Ehh kakak udah bangunn... Ccupphh... Ccupphh..." ucap Bella yang diselingi dengan kecupan-kecupan di ujung kontolku.

"Hmm? Udah jam berapa, dek?" tanyaku masih membiarkan Bella mencium-cium kontolku.

"Ccupphh... Ccupphh... Udah jam 8 kak, inget loh nanti jam 2 ke bandara, makanya aku bangunin, ccupphh... Ccupphh..." jawab Bella.

"Banguninnya nyiumin titit kakak?"

"Hehehe, aku penasaran pas bangun liat titit kakak udah gede, terus keinget kakak pernah cerita kakak buang sperma di mulut kak Hani aku jadi penasaran" jawab Bella yang sudah berhenti menciumi kontolku.

"Bukan begituu caranyaa"

"Terus gimana dong, kak?" tanya Bella penasaran.

"Coba kamu jilatin dulu titit kakak sampe semuanya kejilat" jawabku mrngomando Bella, dan Bella mulai menjilati kontolku meski kulihat wajahnya seperti tidak nyaman.

"Slrrp... Slrpp... Begini kak? Slrrpp... Slrrpp..."

Ah gila, nikmat banget pagi-pagi udah dapet rejeki.

Bella terus menjilati kontolku, dan tak butuh waktu lama untuk Bella menjadi terbiasa dan mulai menikmatinya.

"Uhhh... Enak banget dekk..." desahku.

"Sllrrpp... Slrrpp... Tapi kokk inii sperma kakak belom keluar juga??" tanya Bella.

Tanpa mengeluarkan sepatah pun kata, aku hanya menggenggam tangan Bella yang sedang memegang kontolku dan mengomando Bella mengocok kontolku.

"Ihh jijikk kan bekas ludah akuu" protes Bella, namun aku tetap mengarahkan kedua tangannya meski tidak sampai kupaksa.

Bella kini mulai mengocok kontolku dengan kecepatan pelan, dan aku yang merasa keenakan ini pun mulai merogoh payudaranya yang masih tertutupi mukena.

"Ummhh... Kakk... Tangannya bandell ihh..." desah Bella yang tidak berhenti mengocok kontolku.

Bella yang merasa tidak leluasa pun langsung menyibakkan mukenanya kebelakang, dan Bella langsung menaikkan kausnya hingga payudaranya yang sudah tidak tertutupi BH terekspos. Aku yang makin terbawa suasana pun kembali meremas-remas payudaranya.

"Ummhh.. Kakakk... Jangan kekencengann..." desahnya yang mulai keenakan.

Aku mulai memilin-milin puting Bella, dan terkadang kutarik seperti aku sedang memerah susu sapi hingga Bella menjerit.

"AHHH... Kakakkk jangan merahh tetek akuu..." jerit Bella dan Bella langsung menggunakan tangannya untuk menahan tanganku supaya tidak memainkan payudaranya lagi.

"Iyaa dekk... Uhhh... Dekk sambill kamuu jilatinn cobaa kepalanyaa..." ucapku menyuruh Bella.

"Iyaaa kakakk... Slrrpp... Slrpp..." jawab Bella dan Bella mulai menjilati kepala kontolku.

"Ummhh... Iyaa begituu dekk..." balasku sambil mengelus-elus kepalanya yang tidak dia tahan.

"Sllrpp... Slrpp... Kakakk, kakakk nantii ikutt nganterr akuu kann??" tanya Bella disela-sela jilatannya.

"Ummhh... Iya dekk, nanti kann sekaliann sama kak Hanii jugaa" jawabku yang terbuai oleh kenikmatan ini.

"Slrrpp... Slrpp... Okedehh..."

Bella terus menjilati palkonku sambil mengocok batangnya, dan aku sudah mulai tidak tahan. Akupun mengomando Bella untuk menyepong kontolku.

"Hhhh... Dekk... Masukkinn ke mulutt kamuu dongg..."

"Slrpp... Ihh mana muatt??" protes Bella yang tidak mau memasukkan kontolku ke mulutnya.

"Coba dulu ajaa..."

"Ihh iyaa dehh" jawab Bella sebal dan Bella melepas genggamannya di kontolku.

Bella mulai membuka mulutnya, dan Bella langsung melahap kepala kontolku.

"Ummhh..." desahku ketika palkonku dimasukkan ke mulut mungil Bella.

Bella pun menurunkan kepalanya, dan kontolnya semakin masuk kedalam mulutnya. Sembari Bella memperdalam kulumannya, terkadang Bella juga menyedot-nyedot kontolku.

"Ummhh.. Dekk kaloo udah nggakk kuatt naikk turuninn kepala kamuu..." ucapku dan Bella mengangguk.

Bella pun langsung menuruti komandoku dan Bella mulai menaik-turunkan kepalanya, dan baru beberapa kali Bella menaik-turunkan kepalanya....

"Kakk!! Dekk!! Kalian udah bangun belom??" teriak Ayah dari lantai bawah yang membuat kami berdua langsung kaget.

Bella pun langsung melepas kontolku, dan kami berdua segera beres-beres, just in case Ayah tiba-tiba naik keatas. Ah sial, sepertinya musim kentang sudah kembali.

"Udah yahh!" balas Bella teriak.

"Ohh yaudahh!! Buruann siap-siap, kita jalan sebentar lagi!!" ucap Ayah.

"Hah kita mau kemana, dek?" tanyaku ke Bella.

"Aku sama Ayah sama Mamah mau ke showroom motor, kak. Buat dibawa kuliah" jawabnya disaat dia beranjak dari kasurku.

"Kakak mau ikut?" lanjut Bella bertanya.

"Nggak deh, kan kakak mau nunggu kak Hani dulu"

"Oooh, okedeh" jawab Bella dan Bella beranjak ke pintu kamar mandi sebelum akhirnya Bella berhenti.

"Kak"

"Kenapa, dek?"

"Mandi bareng, yuk" ajak Bella tersenyum.

"Yeh kan tadi disuruh buru-buru sama Ayah"

"Kan mandi doang ngga sampe seks, hehehe"

"Dihh hahahaha, yaudah kamu duluan aja" jawabku dan Bella langsung beranjak memasuki kamar mandi.

Tak lama setelah Bella masuk, Akupun langsung membugilkan tubuhku dan beranjak ke kamar mandi, dan kulihat Bella sudah berada di dalam bilik shower sedang menyabuni badannya.

"Kakak masuk, ya" ucapku sebelum masuk ke bilik shower, dan Bella hanya mengangguk.

Akupun memasuki bilik shower itu, dan Bella juga sudah tidak malu memperlihatkan tubuh bugilnya di depanku, it feels like there are no more boundaries between us.

Aku langsung membasahi seluruh tubuhku dengan air, dan aku mulai menyabuni seluruh bagian depan tubuhku. Ketika aku ingin menyabuni bagian belakangku, aku meminta tolong Bella untuk melakukannya.

"Dek, tolong sabunin punggung kakak dong" ucapku sambil memberikan sabunku kepadanya.

Bella tidak menjawab perkataanku, dan Bella langsung mengambil sabunku sebelum Bella mulai menyabuni punggungku.

Setelah Bella selesai menyabuni punggungku, akupun kembali membilas tubuhku dengan air, namun tiba-tiba Bella memelukku dari belakang.

"Kenapa, dek?"

"Nggak papa, pengen meluk kakak aja"

"Hahahaha, yaudah puas-puasin deh"

Situasi sempat hening ketika kami berdua berada di posisi seperti ini, sebelum akhirnya Bella kembali membuka pembicaraan.

"Kak"

"Iya, dek?"

"Sebenernya..." ucap Bella yang menggantung.

"Apaa??"

"Ummm, ahhh aku maluuu"

"Dih kenapa sihh? Udahh ngomong ajaa" ucapku menyuruh Bella.

"Ihh tapi jangan marah yaa"

"Iyaa adekk, kenapa emang??" tanyaku penasaran.

"Sebenernya... Aku... Niatnya tadi pagi pengen ngajakin kakak 'begituan' lagi" ucap Bella.

Oh tidak, apakah Bella sudah menjadi ketagihan?

"Kamu ketagihan, dek?" tanyaku khawatir.

"Nggak kokk, cuma aku inget yang pas waktu itu kita seks pikiran aku langsung kayak rileks gitu, nah aku lagi pusing banget mikirin tugas ospek, makanya aku pengen ngelepas penat" jawab Bella menjelaskan.

"Benerr??" ledekku.

"Iyaa kakakk, ihh jangan ngeledekin ahh" ucap Bella sebal.

"Hahahah, iyaa iyaa, abis kakak juga khawatir kalo ujung-ujungnya kamu jadi kecanduan, kan nggak baik juga kalo sering-sering kayak gitu"

"Ummm... Tapii... Aku juga pengen nyoba lagii..." jawab Bella, dan aku langsung membalikkan tubuhku supaya kami berhadapan.

"Nanti yah, pas udah disana" balasku.

"Emang bisa? Kan kakak harus ngurusin kuliah, jadi asisten praktikum, terus kan ada kak Hani juga"

"Bisa kok, pasti. Kayak nggak ada hotel aja disana" candaku.

"Bener ya?? Janji lohh" ucap Bella.

kok malah dia jadi kepengen banget begini sampai segala menyuruhku untuk berjanji?

"Iyaa, tapi nggak boleh sering-sering yaa" jawabku meyakinkan Bella, dan aku mengecup keningnya.

"Ccupphh..."

-----

Aku sudah selesai mandi, dan setelah berpakaian, aku langsung beranjak ke bawah, dan kulihat Mamah di dapur sedang memasak, namun sama seperti tadi malam, kulihat tatapan Mamah seperti kosong. Akupun mulai khawatir dan aku langsung mengecek suhu tubuh Mamah dengan memegang keningnya.

"Kakak kamu ngapain?" tanya Mamah kaget.

"Nggak panas, kok. Mamah kenapa sih, Mah? Mamah dari tadi malem kayak tatapannya kosong gitu" tanyaku, namun Mamah hanya menjawab seadanya.

"Nggak kenapa-napa kok, kak. Udah sana panggil adek kamu, kita sarapan" jawab Mamah, dan aku yang makin bingung pun langsung memanggil Bella, dan setelah Bella menjawab, aku langsung berjalan keluar ke Ayah untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Eh udah bangun, kak? Kakak mau ikut ke showroom nggak?" tanya Ayah yang sedang men-juggling bolanya, dan Ayah langsung mengoper bolanya kepadaku.

"Nggak deh, Yah. Bukan buat aku soalnya motornya" candaku, dan kini kami berdua bermain oper-operan.

"Yah, Mamah lagi kenapa, deh? Dari tadi malem Mamah kayak ngelamun terus" tanyaku saat kami sedang bermain oper-operan.

"Masa kamu nggak peka sih, kak?" jawab Ayah.

"Ayah sama Mamah berantem??" tanyaku dan Ayah tertawa mendengarnya.

"Hahahah, bukann, Mamah lagi sedih kak, kan abis ini kamu sama Bella mau kuliah, terus Mamah sedih bakal ditinggal kalian berdua, tadi malem aja abis Mamah bukain pager pas kamu pulang, Mamah nangis lagi di kamar" jawab Ayah menjelaskan.

Oh iya, benar juga. Mamah kan selama ini belum pernah terpisahkan dari kedua anak tirinya. Apalagi kini Mamah akan ditinggal oleh bukan hanya aku, namun Bella juga. Akupun ikut melamun juga, namun disaat aku melamun, Ayah langsung menendang bolanya sangat kencang kearahku.

"Ebuset! Ayah pengen ngebunuh aku, ya?" candaku.

"Hahaha, kan ah baju Ayah jadi basah gini, udah yuk masuk kedalem, Mamah udah bikin sarapan" jawab Ayah, dan kami langsung masuk ke dalam.

Aku melihat Mamah dan Bella sedang mengobrol sambil menikmati sarapannya, dan kulihat raut wajah Mamah berubah 180°. Mamah menjadi lebih riang ketika berada di depan Bella, mungkin Mamah tidak ingin terlihat sedih di depan Bella. Aku dan Ayah pun langsung ikut sarapan, dan setelah kami selesai sarapan, Ayah, Mamah, dan Bella pergi ke showroom dan meninggalkanku sendirian di rumah.

----

Hani mengabariku kalau dia sudah dekat menuju ke rumahku, dan aku langsung membereskan barang-barang Bella yang akan dibawa seperti yang Ayah suruh sebelum mereka berangkat pergi. Setelah aku selesai memindahkan barang-barang ke mobil, mas Ikhsan tiba-tiba menghampiriku.

"Woy, Bay! Lu berangkat hari ini?" tanya mas Ikhsan mengagetkanku.

"Eh ya Allah, bikin gua jantungan lu mas, kagakk yang jalan hari ini adek gua" jawabku.

"Oalah, kirain. Kedepan yok, Bay. Mau beli rokok gua" ajak mas Ikhsan, dan aku mengiyakannya.

Kami mengobrol cukup panjang, dan mas Ikhsan bercerita tentang upaya dia mendekati Bella yang berujung ditolak.

"Hah? Dari kapan? Kok gua kagak tau?" tanyaku bingung.

"Udah lumayan lama, Bay. Si Reza nemu IG Bella, terus pas kita stalk dia masih jomblo, iya kan?" jawabnya, dan aku mengangguk.

"Nah yaudah tuh, gua gasin, ampe berapa kali gua ajakin makan keluar, terus kadang gua beliin cemilan" lanjutnya, pantas saja sering kulihat ada sampah martabak atau roti bakar di tempat sampah kamar Bella.

"Oalah jadi lu yang beliin adek gua?"

"Hahahah, iya, Bay. Terus kemarenn banget dia ngebales chat gua, langsung ngomong sopan banget kalo dia nggak mau pacaran sama gua, nyesek dah" jawab mas Ikhsan yang membuatku tertawa.

"Hahahaha, ya wajar sih, mas. Beberapa waktu yang lalu juga adek gua abis kena masalah sama cowok soalnya, jadi kayaknya masih susah buat dia buka hati" jelasku.

"Masalah apaan?"

"Ada lah, mas. Kaga perlu dibahas" tolakku, karena aku takut ceritanya akan tersebar.

"Ayo lahh, kenapa? Diselingkuhin?" balasnya, dan dia terus memaksaku untuk bercerita.

"Iye, udah, iye. Tapi janji ya lu nggak cerita ke anak-anak"

"Iyee, emang adek lu kenapa?"

"Adek gua abis diperkosa, mas" jawabku, dan mas Ikhsan langsung terkejut.

"Hah? Beneran lu?"

"Iyaa, yang merkosa dia juga tadinya Bella sempet suka sama dia, ini juga gua pindah kesini sekalian biar Bella nggak trauma sama kejadian di rumah lama gua" jelasku, dan mas Ikhsan hanya mengangguk.

"Panjang dah ceritanya, besok-besok dah gua ceritain, dah yuk cabut" ajakku.

Ketika ingin memasuki gang kami, kulihat ada perempuan yang sedang berdiri di pintu masuk gang, dan ternyata perempuan itu adalah Hani.

"Wah gila, siapa tuh? Manis banget anjir" ucap mas Ikhsan yang memang belum kenal dengan Hani.

"Kenapa, mas? Mau lu deketin?" tanyaku pura-pura tidak kenal.

"Aduh gatau dah, Bay. Kayaknya ceweknya juga high-class banget"

"Lah yang penting mah isi hati, mas. Coba aja ajak kenalan dulu" ucapku menyuruh mas Ikhsan berkenalan dengannya, dan tiba-tiba Hani melihat kearah kami berdua dan tersenyum manis.

"Eh Bay gila disenyumin gua" ucap mas Ikhsan salting.

"Noh udah gas aja mas, sana" jawabku, dan mas Ikhsan langsung bergegas ke Hani dan aku dibelakangnya menahan tawa.

"Halo, lagi nyariin siapa, ya? Bisa gua bantu cariin?" tanya mas Ikhsan ke Hani, dan terlihat tampang canggung dari wajah Hani, dan ketika aku sudah berada di samping mas Ikhsan, Hani malah langsung meloncat kearahku dan memelukku.

"Ihh tiba-tiba meluk, itu ada yang ngajak kenalan juga" ucapku sambil memeluk kepalanya, dan mas Ikhsan terlihat sangat kebingungan.

"Hah? Kok? Lu kenal dia, Bay?" tanya mas Ikhsan kebingungan.

"Ya masa gua nggak kenal sama cewek gua sendiri, mas?" jawabku meledek mas Ikhsan, dan mas Ikhsan menjadi sangat salting.

"Hahahah, kamu parah banget ih temennya dikerjain. Haloo aku Hani pacarnya Bayu" ucap Hani menjulurkan tangan.

"Umm... Iya... Ikh... Ikhsan..." jawab mas Ikhsan gagap, dan setelah itu mas Ikhsan langsung memukul lenganku kencang.

"Bayu anjing lu, Bay" ucap mas Ikhsan kesal.

"Iya, iya, udah, maap mas udah ah" balasku berusaha menghindar, dan setelah itu kami bertiga mengobrol sebentar sebelum mas Ikhsan memutuskan untuk pulang, dan begitu juga denganku dan Hani.

--

Kami langsung duduk di teras, dan Hani langsung menyandarkan kepalanya di pundakku.

"Sayang"

"Kenapa, Han?"

"Tadi pagi Bella curhat sama aku tau" ucap Hani.

"Curhat apa?"

"Dia kayak sedih gitu ngeliat serumah kalian nggak kayak ada yang sedih, ampe katanya dia nangis malem-malem" jawab Hani, jadi itu kenapa Bella menangis tadi malam.

"Nggak, kok. Mamah sama Ayah nggak mau keliatan sedih di depan Bella aja, kalo aku juga kan nanti pas kuliah ketemu lagi" balasku.

"Iyaa, tapi dia kayak sedih banget gituu, ehh btw, outfit aku yang sekarang gimana?" tanya Hani yang tiba-tiba berdiri di depanku.

Hani saat ini mengenakan semacam dress berwarna peach, dan Hani menggunakan cropped denim dan jilbab dengan warna yang selaras dengan dress nya.

"Gimana? Keliatan lebih dewasa, nggak?"

I dunno, man. Hani bahkan bisa berganti gaya menjadi seperti ustazah atau cewek-cewek emo, tapi tetap saja Hani terlihat seperti Hani yang terkenal dengan kemanisan dan kebocahannya.

"Iyaa, makin keliatan dewasa, kok. Tapi tetep yang kuliat sekarang itu Hani pacar aku yang manis imut kayak anak kecil" ucapku yang membuat Hani tersenyum malu, dan Hani langsung mendudukiku.

"Ihh apasihh, jangan bilang aku kayak anak kecil mulu ahh"

"Hahahah, iya dehh nggak, nanti ngambek lagi" ucapku sambil mengelus-elus wajahnya.

Hani pun ikut mengelus-elus wajahku, dan aku yang tidak tahan melihat kemanisan Hani pun langsung mengecup lembut bibirnya.

"Ccupphh..."

Aku tadinya hanya ingin menempelkan bibirku di bibirnya, namun Hani mulai membalas ciumanku, dan kini kami berciuman lembut di posisi ini.

"Ccupphh... Ccupphh..."

Biasanya ketika kami berciuman, pasti salah satu diantara kita ada yang terbawa napsu dan mulai meraba-raba kontolku atau payudara Hani. Namun kali ini, entah kenapa ciuman ini tidak membawa napsuku untuk ke tahap yang lebih jauh, aku hanya ingin mencium bibirnya untuk mengekspresikan rasa sayangku ke Hani dan/atau sebagai ciuman perpisahan sebelum kami akan berpisah selama dua minggu.

Kurang lebih 10 menit kami berciuman seperti ini, dan aku yang mendengar suara mobil Mamah pun langsung menghentikan ciumanku, dan ketika aku membuka mataku, kulihat wajah Hani yang terlihat sedih, dan kulihat Hani juga menangis.

"Kenapa, sayang?"

"Hikss... Hikss... Nggak kok... Aku kayak lagi ngerasa pasti dua minggu kedepan bakal berat, soalnya udah kurang lebih satu setengah tahun kita pasti tiap minggu ketemu" ucap Hani terisak, dan aku hanya tersenyum sambil mengelus-elus kepalanya.

"It's okay, cuma dua minggu, kok. Tenang aja, okay?" jawabku menenangkan Hani sambil mengelap air matanya.

"Tapi... Tapi kenapa... Pas ciuman tadi rasanya kayak kita abis ini bakal nggak ketemu lama banget?"

"Aku juga kok, Han. It's gonna be a tough two weeks for us" ucapku sambil mengelus-elus punggungnya.

"Aku pasti bakal kangen banget nanti sama kamu" ucap Hani yang menempelkan pipinya di pundakku.

"Aku jugaa sayang, kita sama-sama ngelewatin ini, okay?" balasku, dan Hani mengangguk

Setelah Hani sudah menjadi lebih tenang, Hani mengangkat kepalanya, dan kulihat kini Hani sudah kembali tersenyum.

"Nah ini Hani yang aku kenal" ucapku yang membuat Hani tertawa, dan kami kembali berciuman singkat sebelum Hani beranjak dari pangkuanku untuk duduk disampingku.

Tak lama kemudian, Ayah, Mamah, dan Bella memasuki rumah, dan karena sudah jam 12, Ayah mengajak kami sholat berjamaah dulu sebelum kami berangkat ke bandara.

--

Kami pun sudah berada di depan pintu keberangkatan, dan Hani langsung menuju ke kak Liya sementara kami berempat hanya lihat-lihatan. Bella berada di hadapan kami bertiga, dan kulihat Bella seperti sedang menahan tangis. Bella pun akhirnya membuka mulutnya.

"Mah... Yah... Kak... Akuu... Berangkat dulu, ya?" ucap Bella pelan, dan Ayah langsung menepuk-nepuk pundak Bella.

"Kamu belajar yang bener disana ya, sayang. Jangan kayak kakak kamu" balas Ayah berusaha membuat Bella tertawa, dan setelah itu Bella memeluk Ayah.

"Dih kok aku dibawa-bawa juga sih, Yah?" jawabku bercanda, dan akhirnya terdengar tawaan dari Bella.

Hani pun langsung menghampiriku, dan setelah berada di sampingku, Hani melihat kearah Ayah dan Bella yang sedang berpelukan.

"Kamu mau dipeluk juga?" tanyaku ke Hani, dan Hani tertawa sebelum dia langsung memeluk tubuhku.

"Hahahah, pacar aku ternyata peka toh. Kamu baik-baik yaa sayang disini, jangan lupa sholat, jangan makan makanan pedes muluu" ucap Hani yang berada di dekapanku.

"Hahahahaha, iyaa. Kamu jugaa, jangan makan junk food mulu yaa" jawabku sambil mengelus-elus kepalanya, dan setelah kami puas berpelukan, Hani melepas pelukannya dan kembali ke samping kak Liya yang sudah berada di dekat kami.

Bella juga sudah selesai berpelukan dengan Ayah, dan Bella langsung menghampiri Mamah. Mamah dan Bella tidak berbicara apa-apa, hanya bertatapan. Namun akhirnya, Mamah langsung memeluk erat tubuh Bella, dan Mamah sudah tidak kuasa menahan tangisnya.

"Hiks... Hikss... Kamu harus kuat ya dek... Pokoknya... Kamu... Harus belajar yang rajin... Jangan maksain diri... Jaga kesehatann... Hikss... Hikss..." ucap Mamah terisak, dan tiba-tiba, Bella menangis kencang sejadi-jadinya.

"Hikss... Hikss... Mahhh.... Akuu berangkat dulu yaaa.... Hikss... Hikss..." jawab Bella yang juga ikut terisak.

"Hikss... Hikss... Dekkk..." ucap Mamah, dan Ayah tiba-tiba juga ikut memeluk Mamah dan Bella.

"Ssttt... Sstt... Heyy udahh... Jangan nangis teruss... Cup cup cup..." ucap Ayah berusaha menenangkan mereka berdua, namun upaya Ayah sia-sia karena mereka berdua malah makin kencang menangis.

"Hikss... Hikss... Ayahh... Mamahh... Aku nggak mau berangkatt... Mau disini aja..." ucap Bella dan setelah itu Bella kembali menangis.

"Ssttt... Heyy nggak boleh kayak gitu... Kamu udah cape-cape dapetin kampus negeri kok kamu lepas begitu aja?? Udahh kan masih bisa pulang jugaa..." jawab Ayah berusaha menenangkan Bella, dan tak terasa aku juga sudah menangis, dan kulihat Hani dan bahkan kak Liya juga ikut menangis.

Hani pun menghampiri Bella, dan Hani berusaha mengajak Bella untuk segera masuk kedalam.

"Bella... Udah yuk, kita masuk kedalem, sebentar lagi kita udah boarding loh... Udah, yuk? Kita masuk, yuk?" ucap Hani lembut berusaha menenangkan Bella, dan kak Liya juga ikut menenangkan Bella.

"Udah yuk, Bel. Kasiann nanti Ayah Mamah sama Bayu pulangnya kesorean..." lanjut kak Liya, dan akhirnya Bella mulai melepaskan pelukannya.

"Ayo, cantiknya Ayah, semangat yaa kuliahnya" ucap Ayah menyemangati Bella, dan Bella kembali memeluk ayah sebentar dan setelah itu Bella menuju ke Mamah dan memeluk Mamah lagi.

"Baik-baik kamu disana ya, sayang, ccupphh... " ucap Mamah mengecup kepala Bella.

Setelah Bella puas berpelukan dengan Mamah, Bella berjalan mendekatiku.

"Kakk..." ucap Bella lirih.

"See you in two weeks, okay?" jawabku sambil mengelus-elus kepalanya, dan setelah itu Hani dan kak Liya berpamitan denganku dan Ayah dan Mamah.

"Yaudah, om, tante, Bayu, kita berangkat yaa! Dadahh!" ucap Hani dengan ceria layaknya Hani seperti biasanya.

"Iyaa, hati-hati!! " jawabku dan Ayah bersamaan dan mereka langsung berjalan menuju pintu masuk.

Sebelum masuk kedalam, Bella kembali melihat kearah kami bertiga dengan tatapan sedihnya, dan aku mengacungkan jempolku ke Bella seolah mengatakan "everything will be just fine" yang membuat Bella tersenyum, dan setelah Bella masuk, kami bertiga juga beranjak pulang.

--

Di jalan, kami bertiga tidak ada yang berbicara di mobil. Aku melihat ke wajah Ayah yang duduk disampingku yang sedang menyetir, kulihat Ayah meneteskan air mata.

"Ayah nangis, Yah?" tanyaku.

"Hehehe, ketauan" jawab Ayah singkat.

"Udah, Yah. Jangan nangis terus. Kasian nanti Bella kalo kepikiran"

"Yeh kamu ngomong begitu gampang, kan kamu masih bakal sering ketemu nanti pas kamu kuliah" jawab Ayah sewot.

"Lah kan bener, Yah. Kalo Bella tau kita masih nangis sekarang pasti dia juga jadi makin berat ngelepas kitanya" balasku.

"Ya gimana, kak? Pasti rasanya juga bakal hampa banget ditinggal sama anak sendiri, apalagi sekarang dua-duanya yang berangkat" sanggah Ayah.

"Nah, akhirnya Ayah ngerasain perasaan aku sama Bella pas ditinggal kerja sama Ayah dulu" ledekku yang membuat Ayah tertawa.

"Hahahaha, dasar kamu, malah nge-bully ayahnya, sayang liat nih masa mas di-bully sama Bayu" ucap Ayah ke Mamah, namun Mamah tidak menjawab.

Aku dan Ayah langsung melihat kearah Mamah dari spion belakang, dan kulihat Mamah masih melamun. Sepertinya Mamah sangat terpukul dengan keberangkatan Bella. Ayah pun langsung berbisik kepadaku.

"Udah biarin dulu Mamah, kak. Mamah perlu waktu dulu sebentar" bisik Ayah, dan aku mengangguk.

--
(Malamnya)

"Hah Ayah berangkat keluar kota lagi?" tanyaku keheranan.

"Iya, kak. Ada urusan mendadak. Seminggu doang kok" jawab Ayah yang sedang terges-gesa merapikan barang.

"Oalah, naik apa, Yah? Mau aku anterin?" tanyaku menawarkan.

"Udah kak, ngga papa, kamu temenin Mamah disini ya" jawabnya sambil menepuk pundakku.

"Mas nggak mau adek buatin bekel dulu, mas? Buat dijalan" tanya Mamah, dan tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahku.

"Masukk!" teriakku, dan ternyata itu adalah bawahan Ayah.

"Pak Bagas, kita harus berangkat sekarang" ucap bawahan Ayah.

"Iya, sebentar ya, yaudah Ayah berangkat ya, kak. Kamu dijagain sama Bayu dulu ya, dek. Ccupphh... " ucap Ayah menjulurkan tangannya untuk disalimi, dan setelah Ayah mencium Mamah, Ayah berangkat.

Mamah pun langsung beranjak ke depan TV, sementara aku menutupkan pagar terlebih dahulu sebelum kembali ke ruang TV duduk di samping Mamah.

"Rumah jadi sepi banget nggak ada Bella ya, Mah" ucapku, dan Mamah hanya tersenyum mengangguk sebelum akhirnya kembali melamun menonton TV. Namun tiba-tiba Mamah bertanya kepadaku.

"Kak"

"Kenapa, Mah?"

"Kok Mamah masih kepikiran, ya? Mamah takut Bella kenapa-napa disana" ucap Mamah pelan.

"Udah Mah, Bella pasti bakal baik-baik aja kok disana, kan nanti ada aku juga disana" kembali ucapku sambil menepuk paha Mamah.

Tidak banyak hal yang kami lakukan, dan aku yang mulai mengantuk pun menyandarkan kepalaku ke Mamah. Sama seperti waktu-waktu kemarin, Mamah yang masih mengenakan jilbab dan piyamanya terlihat cantik malam ini dan payudaranya terlihat sangat membusung. Aku yang mulai iseng pun langsung mencolek-colek bagian samping payudara Mamah. Mamah kulihat awalnya tersenyum, namun lama-lama akhirnya Mamah merasa tidak nyaman.

"Ihh kakk apaan sihh?" ucap Mamah yang merasa risih.

"Boleh megang-megang nggak, Mah? Ehehee"

"Oalahh hahaha, akhirnyaa izin dulu kalo mau megang-megang" jawabnya sambil mengelus-elus kepalaku.

"Boleh apa nggak ini jawabannya? Kalo nggak aku mau tidur dikamar nih"

"Hahahaha, iya boleh kok. Gitu dong kak izin dulu jangan asal sosor aja" ucap Mamah dan Mamah mulai membuka kancing di piyamanya.

"Lah aku cuma bilang mau megang-megang loh, nggak bilang minta keluarin juga semangkanya" candaku.

"Halah paling juga nanti minta dibuka. Sekalian aja biar nggak ribet" jawabnya dan setelah kancingnya terbuka, Mamah langsung melepas atasan piyamanya dan payudaranya yang tak tertutup BH langsung terekspos.

Tanpa berpikir panjang, aku langsung meremas-remas payudara Mamah dengan kedua tanganku.

"Ummhh..."

Sambil meremas payudara Mamah, aku menurunkan celana pendekku beserta celana dalamnya mumpung Mamah masih memejamkan matanya. Pentil Mamah pun kadang kupilin-pilin hingga Mamah menjerit kecil.

"Ahhh.... Kakk..."

Sepertinya Mamah mulai merasa janggal ketika hanya satu payudaranya yang diremas-remas, sementara tanganku yang satunya mulai kugunakan untuk mengocok kontolku. Mamah pun membuka matanya dan langsung terkejut melihat kontolku yang sudah berdiri tegak.

"Yaampunn kakakk kok nggak bilang-bilangg buka celanaa" ucap Mamah kaget.

"Lagi Mamahnya merem mulu, lupa sama kondisi sekitar kalo lagi keenakan ya?" candaku.

"Hahahaha bisa aja kamu, yaudah kalo mau lanjutin, lanjutin aja"

"Bantuin dong Mah, hehee"

"Bantu gimana??"

"Mamah mainin punya aku, aku mainin punya Mamah" ucapku mupeng.

"Ihh apasih, udahh lanjutin ajaa" tolak Mamah.

"Dih nggak adil masa Mamah doang yang enak?"

"Ihh iya dehh iyaa" jawab Mamah pasrah, dan akhirnya Mamah mulai menggenggam kontolku.

"Anak bapak sama ajaa... Ssshh..."

Mamah mulai mengocok kontolku pelan, dan aku kini juga sudah mulai menjilati payudaranya.

"Ummhh... Kakakk..."

Mamah yang sudah terbawa suasana kini mempercepat kocokannya, dan aku juga kini mulai mengulum puting Mamah dan kuhisap-hisap kencang.

"Ummhh... Netekk... Udahh 21 tahunn masih netekkk..." ledek Mamah yang diselingi dengan desahannya.

Aku sudah tidak tahan, akupun langsung melepas genggamanku di payudaranya, dan kini tanganku kupindahkan ke selangkangan Mamah dan kugesek memeknya dari luar celana.

"Ahhh... Kakakk tangannyaa... Ummhh... Bandell yaa... Ahhh..." desah Mamah.

Sepertinya juga Mamah tidak menggunakan celana dalam, karena ketika kugesek memek Mamah dengan tanganku dari luar celananya yang tipis, aku bisa langsung merasakan tekstur bibir Mamah yang menyeplak.

"Hhhh... Mamah nggakk pake celana dalem yaa?? Hhhh... Hhhh... " tanyaku.

"Ummhh... Kepoo..." ledek Mamah, dan Mamah tiba-tiba menyudahi kocokannya dan berdiri.

"Yah kok udahan, Mah? Kenapa?" tanyaku kecewa, tidak mungkin jika aku ingin merasakan kentang lagi.

Mamah tiba-tiba memegang rekat celananya, dan Mamah mulai menurunkan celananya perlahan. Celananya terus menurun dan perlahan mengekspos jmebutnya yang tebal. Namun ketika memeknya sudah mau terlihat, Mamah kembali menarik celananya dan tertawa melihatku yang sudah mupeng.

"Ihh Mamah mah" ucapku kesal.

"Hihihii, mupeng kamuu. Nggak bolehh yang ini punya Ayah doangg" goda Mamah dan Mamah mulai menurunkan tubuhnya hingga berlutut diantara kedua selangkanganku.

"Kalo sisanya?" tanyaku.

"Punya warga"

"Yeh ngaco hahaha"

"Hahaha iyaa nggak kok, yang atas boleh kamu akses hahaha" ucap Mamah seperti mengirimkan kode.

"Kalo mulut gimana, Mah?" tanyaku, dan Mamah hanya senyum menggodaku sebelum tiba-tiba Mamah langsung mencium kontolku.

"Urghh... Mamahh..." desahku kaget.

Mamah pun kembali mengocok kontolku di posisi ini, yang membuatku bingung karena kupikir Mamah ingin menyepong kontolku.

"Hhhh... Hhhh... Enak nggak kakk?" ucap Mamah.

"Uhhh... Aku kira mau Mamah masukkin ke mulutt... Hhhh... Hhhh..."

"Ihhh nggakk ahh, Mamah nggak pernahh" tolak Mamah.

"Nahh pas Mahh buat pertama kalii, lagian masa Ayah nggak pernahh mintaa pake mulut??" tanyaku.

"Hahaha, iyaa dehh iyaa, apa sih yang nggak buat anak Mamah yang bandel" jawab Mamah, dan Mamah mulai mendekatkan kepalanya ke kontolku.

Mamah melahap kontolku, dan Mamah mulai menurunkan kepalanya hingga kontolku masuk setengahnya. Setelah kontolku masuk setengahnya, barulah Mamah mulai menaik-turunkan kepalanya.

"Ummhh... Iyaa gitu Mahh..." desahku keenakan.

Kurasa ada yang aneh. Mamah sangat lihai saat menyepong kontolku dan tidak ada tanda-tanda kekakuan seperti saat Bella menyepongku tadi pagi.

"Ummhh... Mamah boong bangett bilangnya nggak pernahh..." ucapku meledek Mamah, dan Mamah tertawa sambil tetap menyepong kontolku.

"Chlokhh... Chlokh... Hahaha iyaa dehh Mamah ngakuu... Chlokhh... Chlokhh..."

Mamah terus menyepong kontolku cukup lama, dan akhirnya pejuku sudah mau keluar. Akupun langsung mengabari Mamah.

"Ummhh.. Mahh akuu udah mau keluarr..."

Mamah pun langsung berhenti menyepong kontolku, dan Mamah mulai mengocok kontolku, dan entah kenapa tiba-tiba tension bagiku untuk crot malah menurun. Oleh karena itu, aku langsung menarik tubuh Mamah dan menggenggam kedua payudara Mamah.

" Hhhh... Hhh... Kakk mau ngapainn??..."

Akupun langsung mendekatkan kedua payudaranya ke kontolku, dan aku langsung menjepit kontolku dengan payudaranya sebelum aku 'mengentoti' payudaranya. Mamah yang mulai paham dengan mauku pun langsung menggenggam kedua payudaranya dan menaikturunkan payudaranya.

"Hhhh... Hhhh... Anak mudaa aneh-aneh ajaa caranyaa... Bilangg kalu udah mau keluarr yaaa..." ucap Mamah.

Tak butuh waktu lama bagiku untuk mencapai klimaks karena lembutnya payudara Mamah menjepit kontolku.

"Ummhh... Mahh aku udah mau keluarr..."

"Hhhh... Iyaa sayangg..."

Mamah mempercepat perlakuannya, dan akhirnya aku mencapai klimaksku didalam jepitan payudaranya.

"Arghh... Aku keluarr Mahh..."

Pejuku keluar mengenai payudaranya, dan setelah aku selesai ejakulasi, Mamah langsung melepaskan jepitannya sebelum Mamah mengelap pejuku dengan atasan piyamanya.

"Makin lama makin ngaco kita ini kak" canda Mamah yang membuatku tertawa dan Mamah kini duduk disampingku.

"Gimana? Puas ngerjain Mamah?" ledek Mamah.

"Puas, Mah. Bakal lebih puas kalo Mamah udah nggak kepikiran Bella lagi sih" jawabku menjelaskan, karena memang itu rencanaku dari awal.

"Hah? Jadi kamuu..."

"What goes around, comes back around Mah, hehehehe" potongku.

"Hahaha, segala bawa-bawa Bella" balas Mamah meledekku, dan aku mulai menyandarkan kepalaku di pundak Mamah.

"Makasih ya, kak. Ccupphh..." ucap Mamah dan Mamah mengecup keningku.

"Iya, Mah. Jangan dipikirin terus ya, Bella pasti baik-baik aja kok disana" jawabku yang membuat Mamah senyum.

"Iyaa sayang, yaudah kamu mandi gih, kamu belom sholat isya kan? Sana udah" suruh Mamah, dan sebelum aku berdiri, aku mengecup payudara Mamah.

"Ccupphh..."

"Hihh bandel yaa, udahh sanaa" ucap Mamah, dan setelah itu aku beranjak ke kamarku untuk mandi.

Tak banyak hal yang kulakukan malam itu, hanya video call dengan Hani dan Bella sampai akhirnya setelah 2 jam video call aku menyudahinya karena aku ingin tidur.

-To be Continued-

Makasih Bos....

gilaaa.... ngaceng berat gw baca Bayu nakalin Mamanya..... STW emank lebih Josss
 
-A Whole New World-

Mamah



Sindy


Hani


Kak Alliya


Bella


Ummi


=====

"Kakak barangnya udah siap semua, kan?" tanya Mamah sebelum aku beranjak keluar.

"Udah kok, Mah"

"Beneran nggak mau Ayah anterin, kak?"

"Nggak usah, yah, nggak papa aku naik taksi aja, Ayah juga cape kan seminggu kemaren udah kerja pulang malem mulu" tolakku halus.

"Yaudah ini uang buat bayar taksi sama buat jajan dijalan nanti ya" balas Ayah memberikanku uang sebesar 1 juta hanya untuk jajan. Benar, jajan.

"Ini mah bisa buat jajan sebulan Yah hahaha, yaudah aku berangkat ya Yah" ucapku menyalimi tangan Ayah dan memeluknya sebentar, dan sama seperti kemarin, Mamah juga menangis melihatku akan pergi berangkat.

"Udah Mah, ah, jangan nangis, nanti aku malah kepikiran" ucapku ke Mamah menyalimi Mamah dan Mamah tersenyum mendengar perkataanku kemudian Mamah memelukku.

"Hati-hati disana ya, sayang. Inget kamu jangan lupa sholat, banyak istirahat juga, kan padet semester ini" ucap Mamah lembut sambil mengelus-elus punggungku.

"Hahaha, iyaa Mah, aku berangkat ya, jangan sedih, kan sekarang udah ditemenin sama Ayah lagi" jawabku sebelum akhirnya aku berpamitan dan keluar dari rumah mencari taksi.

---

Jatah liburku sudah habis, dan lusa aku sudah harus masuk ke kampus. Tidak banyak hal yang terjadi ketika libur dua mingguku ini. Keesokan harinya setelah aku dan Mamah 'bermain', Mamah tiba-tiba harus pergi keluar kota juga karena urusan pekerjaan Mamah sebagai dokter selama beberapa hari, dan setelah Mamah pulang pun ketika aku memancing Mamah untuk kembali melakukan 'itu', Mamah langsung menolaknya dengan alasan 'nggak boleh sering-sering', jadi dua mingguku ini aku hanya bisa menyalurkan hasratku lewat coli.

Namun, Mamah kini mulai terbiasa dengan tanganku yang suka tiba-tiba memegang. Mamah juga kini mulai jarang menggunakan pakaian dalam, bahkan pernah suatu waktu aku membawakan Mamah selimut baru ke kamarnya, kulihat Mamah tidur tanpa menggunakan atasan dan hanya menggunakan celana piyama. Aku berniat untuk iseng mengerjai Mamah kala itu, namun Mamah langsung terbangun dan menegurku. Yah begitulah masa liburan dua mingguku yang cukup boring ini dimana aku hanya mengisi hari dengan bermain bola tiap sore dan bermain game sisanya.

---

Baru setengah perjalanan, tiba-tiba ada ringtone telepon masuk dari hapeku, dan aku langsung membukanya tanpa melihat siapa yang meneleponku.

"Halo?"

"Halo, Bayuu?"

Oalah, ini Ummi.

"Iyaa kenapa Mii?" jawabku.

"Kamu hari ini berangkat, kan?" tanyanya.

"Iyaa Mi, ini aku baru sampe ibukota, aku mau kerumah Adi dulu"

"Oalahh, jadi gini Bay, Hani kemaren katanya ada yang ketinggalan, jadi dia minta tolong titipin sama kamu" jelas Ummi.

"Terus?"

"Yaa kamu ambil lah, gimana, sih?"

"Yaiyaa ambilnya dimana Mii??"

"Dirumah ajaa, kamu keretanya masih lama kan?" tanya Ummi.

"Iyaa Mi" jawabku.

"Yaudahh nanti ke rumah Adi nya barengin sama Ummi aja yaa, sekalian Ummi mau ke ruko" tawar Ummi.

"Walah, oke deh Mi, yaudah nanti aku kabarin yaa" ucapku dan aku mematikan teleponnya, kemudian aku langsung mengabari supir taksiku untuk mengganti alamat tujuannya.

---

Kini aku sudah sampai di rumah Ummi, dan sepertinya tidak ada orang disini. Yang kulihat hanya mobil Ummi, tidak ada mobil Arya atau Abbi. Apakah ini sebuah kesempatan.....

"Woy kamu lagi nyari siapa??" teriak seorang satpam yang mengagetkanku.

"Ehh ini pak, saya mau ketemu Ummi, Ummi nya ada dirumah kan?" tanyaku.

"Oalahh, mas pacarnya Hani, ya? Langsung masuk aja, mas. Tadi Ummi ngabarin saya katanya masnya disuruh langsung ketok pintu rumahnya aja" jawab orang tersebut dan dia langsung beranjak pergi.

Akupun langsung membuka pagar dan beranjak ke depan pintu rumahnya. Aku mengetuk pintunya beberapa kali, dan cukup lama kemudian ada yang membukakan pintu.

"Ehh Bayuu, udah lama, ya?" ucap Ummi.

Aku menelan ludah. Ummi kini hanya menggunakan sebuah handuk yang menutupi hanya dari bagian payudaranyaa hingga sedikit pahanya, dan rambutnya dibiarkan tak terkuncir. Kedua payudaranya terlihat seperti ingin tumpah. Oh god.

" Umm... Ng... Nggak kok Mii... Baru nyampe juga akuu..." jawabku pelan terbata-bata karena aku benar-benar terkejut melihat penampilan Ummi saat ini.

Ummi pun kembali masuk, dan Ummi langsung menyuruhku ke kamar Hani untuk mengambil barang di kamarnya, dan aku tidak berlama-lama di kamar Hani karena aku malah jadi ingin buru-buru kerumah Adi entah kenapa. Namun ketika aku baru mau pamit dengan Ummi, kulihat Ummi sedang menaruh minuman di meja ruang TV, dan karena posisi Ummi yang membungkuk membelakangiku, handuk pendeknya tidak dapat menutupi pantatnya yang besar dan memeknya yang tak berbulu.

"Fuckk..." ucapku dalam hati.

Aku mendekati Ummi dan berniat untuk pamit.

"Mi, kayaknya aku duluan aja, deh"

"Loh buru-buru banget, minum teh dulu tuh udah Ummi bikinin" jawab Ummi dan kami berpapasan ketika Ummi hendak kembali ke dapur.

Ketika kami berpapasan, aku iseng menarik handuk yang Ummi kenakan hingga terjatuh dan tubuh montok Ummi langsung terekspos. Aku melirik sedikit kearah wajah Ummi dan kulihat Ummi tsrsenyum saat ingin mengambil handuknya, namun aku kembali mengisengi Ummi dengan menggeser-geserkan handuknya supaya aku bisa melihat memek Ummi.

"Bayu ihh nanti anduk Ummi kotor" ucap Ummi.

"Hahaha, lagian tanggung banget godain tamunya pake anduk doang, buka semuanya ajaa sekalian" jawabku meledek Ummi, dan akhirnya Ummi mendorong tubuhku dan langsung mengambil handuknya.

Ummi langsung kembali ke dapur, dan aku duduk di sofa sambil memperhatikan Ummi dari belakang. Ummi sepertinya sedang ingin membuat teh untuknya, dan aku melamun melihat tubuh Ummi yang menjinjit dari belakang ketika ingin mengambil gula pun langsung keras melihatnya.

"Kamu nanti berangkat jam berapa, Bay?" tanya Ummi yang memecahkan lamunanku.

"Hmm? Apa? Oooh, jam 6 Mi" jawabku gelagapan.

"Oooh, yaudah nanti berangkatnya sorean aja, ya" balasnya sambil menengok ke belakang, dan Ummi langsung menyadari kalau aku sedang memperhatikannya.

"Bengong liatin apa hayoo" ucap Ummi dengan senyuman menggodanya sambil memegang pantatnya dan menggoyang-goyangkannya.

Fuck, aku sudah tidak tahan. Akupun langsung memelorotkan celanaku tanpa sepenglihatan Ummi dan membebaskan kontolku. Aku langsung berdiri dan mengendap-endap mendekati Ummi. Ketika aku sudah dibelakang Ummi, aku langsung menggenggam payudaranya dari belakang dan meremasnya keras hingga Ummi kaget dan menjerit.

"AHHHH... Bayuu asal sosor ajaa... Mmmhhh..." jerit Ummi yang mulai berubah menjadi desahan.

Aku terus meremasi payudara Ummi, dan perlakuanku membuat ikatan handuk Ummi menjadi kendur, namun langsung Ummi tahan.

"Bayuu udahh duluu... Ummi lagii bikinnn tehh... Mmmhhhh..." ucap Ummi.

"Mau pake susu ngga teh nya, Mi?"

"Mmmhh... Pakee susuu apaa??... Annhh..."

"Susu peju" bisikku disamping telinganya.

"Ummhh... Bolehh..." jawab Ummi tersenyum, dan Ummi mulai menunggingkan badannya sementara aku memposisikan kontolku menuju memeknya.

Setelah posisi kontolku pas, aku langsung menusuk memek Ummi dalam-dalam hingga Ummi tersentak.

"AHHH..."

Aku mulai menggenjot memeknya dengan kecepatan pelan, dan tanganku tidak berhenti meremas-remas payudaranya.

"Ahhh... Mmmhhh... Ahhh..."

Aku menurunkan handuk yang Ummi kenakan, dan aku langsung memilin-milin putingnya dan Ummi mendesah makin kencang.

"Ahhh... Iyaahh... Yangg dalemm... Ummhh... Entott memekk Ummi yangg dalemm... Ahhh..."

Tanganku yang kugunakan untuk meremas-remas payudara Ummi pun langsung kupindahkan ke pinggangnya. Ku grip pinggangnya dan kuentot cepat memek Ummi.

"AHHH... DALEMMM... KONTOLLNYAA DALEMM... UMMHHH... TERUSSS BAYYY... AHHH..."

Aku tidak menurunkan kecepatanku, dan aku mulai menampar-nampar pantat Ummi hingga pantatnya memerah.

*PLAKK... PLAKK... PLAKK... *

"UMMHHH... TERUSS BAYY... AHHH... IYAHH... TERUSS... AHHH... AHHH... " jerit Ummi yang mulai tidak terkontrol.

Sudah kurang lebih 10 menit aku mengentoti Ummi di posisi seperti ini, dan Ummi sepertinya sudah akan mencapai orgasme pertamanya.

"Ummhhh... Bayy... Cepetinnn... Ummii udahh mauu sampeee..." ucap Ummi yang kuturuti, dan aku langsung menggenjot memeknya lebih cepat.

"Ummhh... Benerr.. Beginii... Uhhh... Ummii... Ummii nyampee... AHHHH..." jerit Ummi dan cairan orgasmenya langsung mengguyur kontolku.

"Hhhh... Hhhh... Nggak dikasih jatah dua minggu mainnya nafsu banget kamu..." ucap Ummi meledekku karena memang karena Hani sudah berangkat kuliah, aku tidak bisa menyalurkan hasratku dan aku malas kalau harus coli.

"Hahaha, Ya gitu deh, Mi. Yaudah lanjutin yuk" jawabku dan aku langsung menggendong Ummi.

"Ehh Bayuu Ummi mau dibawa kemanaa??" tanya Ummi yang tak kujawab, dan aku membawa Ummi ke meja makannya yang besar.

Aku langsung menaruh tubuh Ummi terlentang di mejanya, dan aku membuka pahanya lebar-lebar.

"Hhhh... Hhhh... Masukkinn sayangg..." ucap Ummi memohon, namun kuhiraukan.

Aku langsung menjongkokkan tubuhku hingga kepalaku berada tepat di depan selangkangannya, dan aku langsung menjilat memek Ummi.

"UMMHH..." jerit Ummi kaget.

Lidahku langsung kumainkan di memeknya, dan sembari aku menjilati memeknya, aku mainkan itil Ummi menggunakan jariku.

"Ummhh... Bayuuu... Kamu ngapainnn???... Ahhh..."

Kali ini gantian, aku mulai memainkan itil Ummi dengan lidahku sementara memeknya kutusuk-tusuk dengan dua jariku. Hasilnya membuat Ummi menjadi makin menggila.

"UMHHH... BAYUUU... ENAKKK..." jerit Ummi sambil meliuk-liuk keenakan.

Aku langsung menahan perut Ummi dengan tangan kananku, dan Ummi kini mulai mengucek-ucek rambutku, terkadang menjambaknya, dan aku tidak berhenti bermain di memek dan itilnya hingga Ummi mencapai orgasme keduanya.

"UMMHH... BAYUUU... UMMI KELUAR LAGIII.... AHHHH...." teriak Ummi dan Ummi kini sudah mencapai orgasme keduanya, dan aku langsung menampung cairannya di mulutku dan kutelan.

"Hhhh... Hhhh... Nggak jijik kamu, Bay?" tanya Ummi, dan aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku.

Tak lama setelah itu, aku langsung membuka kausku dan kulempar entah kemana, dan aku kembali membuka paha Ummi dan memasukkan kontolku dan kuhentakkan dalam-dalam.

"Ahhh..." desah Ummi.

Aku langsung menghujam memek Ummi dengan cepat, dan kedua payudara besar Ummi kugunakan sebagai tumpuanku.

"AHHHH... Bayuu... Kamuu kuatt bangett sihh... Kayakk nggakk cape-capeee... Ummhhh..." ucap Ummi diselingi desahannya.

"Hhhh... Hhhh... Kasiann 'Sugar Ummi' nya kann jarangg dikasihh jatahh... Jadii harus semangattt..." jawabku meledek Ummi dan Ummi tersenyum malu.

"Ummhh... Iyahh... Abbii kalahh kuatt sama kamuu... Emangg tenaga mudaa... Ahhh... Teruss Bayy... Ummi udahh pengen minumm susu pejuu..." balas Ummi dan kini tangan Ummi melingkari leherku.

"Hhhh... Iyaa Mii... Susuu pejuu nyaa sebentar lagii keluarrr..."

Aku terus meremas-remas payudara Ummi dan aku mempercepat genjotanku sampai secepat yang kubisa.

"Ummhh... Bayy... Ahhh..."

Ummi melingkari tubuhku dengan kakinya, dan tiba-tiba Ummi langsung mengangkat tubuhnya dan menyosor bibirku.

"Ccupphh... Ccupphh... Ummhh... Bayuuu.... Susunyaa masihh lamaa???..."

"Hhh... Hhhh... Sebentar lagi Mii..."

Dengkulku sudah mulai lelah, dan aku langsung mengangkat tubuh Ummi saat aku duduk di kursi meja makannya, dan Ummi langsung memulai permainannya. Goyangannya Ummi benar-benar mantap.

"Ummhh... Bayy... Buruann keluarinn Susunyaa..." ucap Ummi terengah-engah.

"Hhhh... Iyaa Mii... Goyanginnyaa yangg cepett..."

Goyangan Ummi kini menjadi makin cepat dan liar, dan benturan selangkangan kami membuat suara yang sangat kencang mengisi ruangan ini.

*PLOKK... PLOKK... PLOKK... *

Pejuku sudah akan keluar, dan aku langsung memberitahu Ummi.

"Hhhh... Hhhh... Mii... Susunyaa udah mau keluarrr..."

Ummi tidak menjawab, dan Ummi mempercepat goyangannya, dan aku terus meremas-remas pantatnya dan kadang kutampar-tampar sementara mulutku kugunakan untuk menghisap payudaranya.

Pejuku sudah berada di ujung tanduk, dan aku mulai mengencangkan remasanku di pantat Ummi dan Ummi terus mengulek kontolku di kecepatan ini.

"Hhhh... Hhhh... Mii aku udah mau keluarr..."

"Ummhhh... Iyaa nakk... Barengg yaaa...." jawabnya, dan Ummi mempercepat ulekannya sampai ke titik tercepatnya.

Tak lama kemudian, aku sudah merasa kalau pejuku akan keluar. Aku ingin mencabut kontolku, namun Ummi menahanku.

"Ummhh... Keluarinn di dalemm ajaaa..." ucap Ummi dan aku hanya mengangguk.

Akhirnya, pejuku pun keluar dan pejuku mengisi memek Ummi dan Ummi juga mencapai orgasme ketiganya.

"Ummhh... Ummii keluarrr.... AHHH..."

"Hhhh... Hhhh... Sama Mii akuu jugaaa... UMMMHHH..."

Kami mencapai orgasme kami bersamaan, dan Ummi langsung menjatuhkan tubuhnya ke tubuhku karena lemas dan aku juga langsung menjatuhkan tubuhku ke sandaran kursi. Kami berada di posisi ini selama beberapa menit sebelum akhirnya Ummi memintaku untuk mengambilkan teh yang Ummi buat tadi tanpa mencabut kontolku dan setelah itu kami berjalan menuju sofa di ruang TV.

Aku mencabut kontolku, dan cairan hasil kenikmatan tadi langsung mengalir keluar dari memek Ummi. Ummi pun langsung sigap menampung cairan tersebut dengan gelasnya yang sudah terisi teh.

"Beneran dicampur dong susunya hahaha" ucapku mentertawai Ummi, dan Ummi ikut tertawa setelah Ummi mengaduk tehnya, setelah itu Ummi menyeruput tehnya dan kulihat Ummi seperti merasa aneh.

"Ih jadi asin tehnya" ucap Ummi yang membuatku tertawa.

"Ya lagian ngadi-ngadi" jawabku yang tak Ummi jawab.

Ummi kembali menaruh tehnya di meja, dan Ummi langsung melihat kearah kontolku yang masih tegang.

"Ihh kok si Gantengnya masih kotorr??" ucap Ummi dan Ummi langsung menjilati kontolku.

"Ummhh... Mii... Cuciin si Gantengg yang bersihh yaa..." perintahku, dan Ummi tersenyum.

*Slrrpp... Slrrpp... *

Kontolku pun kini sudah bersih, dan Ummi langsung menyuruhku mandi.

"Slrrpp... Slrrpp... Udah bersihh yaaa, udah kamu mandi sanaa, biar kita langsung berangkat" ucap Ummi menyuruhku mandi, dan aku menuruti Perintah Ummi dan bergegas menuju kamar mandi yang berada di dekat kolam renang.

-----

Setelah aku selesai mandi dan mengenakan baju, kulihat Ummi yang sudah mandi namun masih mengenakan handuk saja sedang berada di laundry room nya seperti sedang mencari sesuatu. Akupun langsung menghampiri Ummi.

"Lagi nyari apaan, Mi?" tanyaku.

"Daleman, Bay. Daleman Ummi abis" jawabnya singkat.

"Oooh, udah gausah pake Mi, sekali-kali ininya di biarin bebas hehehe" ucapku sambil meremas payudaranya dari belakang.

"Ummhh... Yehh ngacoo kamuu..." jawabnya, dan tangan Ummi langsung menarik tanganku.

"Udahh pake baju sanaa" perintah Ummi, dan ketika aku beranjak menjauhi Ummi, aku menarik handuknya dan handuknya kulempar ke kolam renang dan kini Ummi sudah bugil lagi.

"Bayuu ihhh" ucap Ummi kesal.

"Hahaha, tanggung Mi sekalian aja" jawabku dan aku langsung menampar kencang pantat besarnya yang menggemaskan.

"UMMHH... Bayu kayaknya kamu seneng banget sama pantat Ummi, ya?" tanyanya.

"Iya, Mi. Gede banget, jadi gemes pengen nabok" jawabku.

"Emang kalo pantatnya Hani kamu nggak gemes?" kembali tanya Ummi.

"Lebih gemes malah padahal nggak gede-gede banget, tapi kalo pantatnya aku tampar kenceng Hani suka marah" jawabku menjelaskan dan Ummi tertawa mendengarnya.

"Hahahah, untung Ummi suka, ya, yaudah sanaa pake baju" balas Ummi dan aku langsung kembali memungut pakaianku yang tadi berserakan.

-----

Aku sudah rapi, dan Adi tiba-tiba mengabariku kalau jadinya kita ketemuan di stasiun saja supaya bisa menghemat waktu. Setelah aku menjawab pesan Adi, aku langsung mengabari Hani kalau aku baru mau berangkat dari rumahnya, dan Hani mengabari juga kalau Hani akan menjemputku besok.

Aku kembali mematikan hapeku, dan kulihat Ummi berjalan keluar dari kamarnya sudah rapi dan Ummi kini mengenakan hijab hitam, kaus lengan panjang ketat berwarna putih dengan bagian bawahnya yang panjang dan celana legging hitam. Namun kulihat ada sesuatu yang aneh...

"Ummi nggak pake BH?" tanyaku karena kulihat putingnya sangat menonjol.

"Lohh tadi kan kamu yang nyuruhh hahaha"

"Nanti keliatan loh, Mi. Nonjol banget itu" ucapku.

"Nggak, santai, ini Ummi pake cardigan lagi kok" jawabnya menjelaskan, dan setelah sudah siap kami berangkat dan aku yang menyupir.

Sepanjang perjalanan, kami mengobrol cukup panjang mengenai hubunganku dengan Hani dan rencana kami di masa depan, dan aku selalu fokus melihat kearah payudaranya yang sangat menonjol. Ummi pun menyadarinya dan Ummi langsung mengeluarkan kontolku yang sudah ngaceng dan mulai menyepong kontolku.

*Chlokhh... Chlokhh... Chlokhh...*

"Ummhh... Miii... Awass keliatann keluarr..." ucapku namun Ummi menghiraukanku, dan kini Ummi menyepong kontolku sampai kami berada di tujuan.

Kami sudah sampai di stasiun, dan Ummi memutuskan untuk langsung berangkat ke butiknya karena takut kesorean.

"Yang lain udah sampe, Bay?"

"Belom, Mi. Masih jam segini kan" jawabku.

"Oalah, yaudah, Ummi berangkat duluan gapapa, nih?" tanyanya.

"Iyaa gapapa, Mi. Paling aku nanti nongkrong di cafe dulu" jawabku, dan Ummi tiba-tiba mengeluarkan uang sebesar 200 ribu rupiah dari dompetnya.

"Oalahh, yaudah, nih, buat nongkrong di cafe" ucap Ummi memberikanku uang.

"Udahh Mii ngga usah, Ayah tadi udah ngasih uang banyak kok" tolakku.

"Udahh yang dari Ayah kamu buat disana, udahh ambil ini uangnya" suruh Ummi.

"Ihh nggak mauu" kembali tolakku, namun Ummi teru memaksa sampai akhirnya aku terpaksa mengambil uangnya.

"Yaudah aku berangkat ya, Mi" ucapku menyalimi tangannya, dan tiba-tiba cardigan Ummi tersingkap kesamping hingga putingnya terlihat.

Akupun menyudahi salimku, dan ketika aku mengangkat kepalaku, aku langsung sigap mengulum puting Ummi yang menonjol dan Ummi tersentak kaget.

"Ihh Bayuu bandell yaa hahahaha" ucap Ummi meledekku.

"Hahahaha, gemes banget abisnya" jawabku, dan setelah itu Ummi kembali ke mobilnya sementara aku menunggu yang lain di cafe.

Sekitar 1 jam kemudian akhirnya mereka semua sampai, dan kami memutuskan untuk membeli beberapa makanan terlebih dahulu sebelum kami berangkat, dan aku juga memutuskan untuk membeli dua loyang pizza untuk kami makan bersama-sama. Tak terasa kereta kami sudah sampai dan kami langsung menaiki kereta kami, dimana aku duduk bersama Adi, Rama dengan Andre, dan Fabio dengan Faisal.

Perjalanan panjang ini tidak terasa lama karena kami menghabiskan waktu kami di kereta dengan mengobrol, bermain game, dan kadang kami juga bergibah dan membahas hal-hal berbau bokep. Sekitar jam 10 malam, kami sudah mengantuk dan kami memutuskan untuk langsung tidur. Namun sebelum aku tidur, aku melihat ada notifikasi di hapeku dari Hani dan kulihat Hani mengirimkan sebuah foto selfie-nya dimana dia sedang menggunakan mukena dengan senyuman yang sangat manis, dan terlihat ada pesan dibawahnya yang bertuliskan:

"Aku tunggu disini yaa sayang, cepetin dongg sampenya, aku udah kangen banget sama kamu, hehehe, luv u so much, Bay"

Aku tersenyum melihat foto itu, dan foto itu menemani tidurku malam ini.

=====
(Lusanya)

"Ccupphh... Ccupphh..."

"Ccupphh... Ccupphh... Ummhhh... Sayangg..." desah Hani ketika tanganku meremas lembut payudaranya dari luar kemeja yang dia kenakan.

Hari ini perkuliahan sudah dimulai, dan pada hari pertama ini, aku dan Hani mendapatkan jam yang berdekatan sehingga kami memutuskan untuk berangkat bersama. Seperti saat kami masih di satu fakultas yang sama, aku dan Hani memutuskan untuk berciuman terlebih dahulu, meski kami masih berada di parkiran apartemennya.

"Ccupphh... Ccupphh... Sayangg BH nya aku buka yaa..." ucapku pelan.

"Ummhh... Jangann... Nanti ribet beres-beresnyaa..." tolak Hani, dan aku hanya mengiyakan dan kami kembali berciuman.

Kami terus berciuman sampai cukup lama, dan aku yang mulai tidak tahan pun menggenggam tangan Hani dan mengarahkannya ke kontolku. Aku memintanya untuk mengeluarkan kontolku, namun Hani menolaknya.

"Ccupphh... Ccupphh... Jangann sayangg... Kan nanti masih harus sholat asharr kamu pas jeda antarkelass..." tolak Hani dengan suara lembutnya.

"Yahh tapi udah kepengen akuu..." jawabku melas.

"Besokk ajaa yaaa??..." balas Hani dan aku hanya bisa mengiyakan, dan kami lanjut berciuman sampai tinggal 15 menit lagi menuju kelas pertama kami di semester ini.

Kami menyudahi ciuman kami, dan kami langsung merapikan pakaian kami. Setelah itu kami berangkat ke kampus. Di jalan, Hani bertanya kepadaku.

"Kamu udah ngecek sekelas sama siapa aja, sayang?" tanyanya.

"Belom, hehehe, join groupchat kelas aja belom aku" jawabku.

"Lahh gimana?? Udah mau masuk kuliahh" balasnya heran.

"Iyaa nanti kan juga kenalann, kalo kamu? Kamu sekelas sama siapa?" balik tanyaku.

"Aku sekelas sama Oliv lagii" jawabnya, dan aku hanya mengiyakan.

Singkat cerita, kini kami sudah sampai di fakultas Hani, dan Hani langsung bergegas untuk turun.

"Nanti kamu selesai kelas jam berapa, sayang?" tanya Hani.

"Jam 5an, sayang. Kamu?"

"Aku jam setengah 5an, nanti pulangnya sekalian bareng aja yaa"

"Iyaa, nanti aku kabarin kalo mau aku jemput yaa" jawabku.

"Okee, yaudahh aku kelas dulu yaa, semangattt buat semester inii" ucap Hani menyemangatiku dan Hani mencium pipiku.

"Iyaa kamu juga semangatt yaaa" balasku, dan aku balik mencium keningnya, dan setelah itu aku berangkat ke gedung fakultasku.

Singkat cerita, aku sudah sampai di gedung fakultasku, dan ketika aku berjalan melewati sebuah lorong sepi, kulihat ada dua orang sedang berbincang dan kulihat salah satu dari orang itu adalah kak Liya. Akupun langsung mengintip mereka berdua, dan aku menguping pembicaraan mereka.

"Apaan sih, ky? Udah gausah deket-deketin aku lagi, deketin cewek yang kamu entotin waktu itu aja!" ucap kak Liya mendorong tubuh lelaki yang ternyata adalah mas Rizky.

Mas Rizky pun langsung naik pitam dan menampar kak Liya kencang dan memaki-maki kak Liya.

"Berisik! Inget waktu itu lu udah janji sama gua! Lu lupa?!?" teriak mas Rizky.

"JANJI ITU UDAH NGGA BERMAKNA APA-APA SEJAK KAMU NGENTOT SAMA CEWEK GAJELAS ITU, KY!! UDAH GAUSAH GANGGU AKU LAGI!!" balik teriak kak Liya mendorong mas Rizky dan berusaha pergi, namun langsung ditahan oleh mas Rizky.

"Ssstt... Mau kemana, heh?? Belom selesai ngomong guaa..." ucap mas Rizky dan mas Rizky langsung meremas kencang payudara kak Liya.

"Ahhh... Kyy... Lepasinnn..." ucap kak Liya memohon, dan aku yang sudah kesal pun langsung pergi menghampiri mereka berdua dan aku langsung mendorong tubuh mas Rizky kencang hingga dia terpental kebelakang.

"Apasih udah heh!" ucapku memisahkan mereka berdua, dan mas Rizky tiba-tiba sangat senang melihatku.

"Nah ini dia orang yang gua cari. Heh bangsat! Masih inget gua nggak lu?!" teriak mas Rizky mendorongku.

"Apaan si?! Udah pergi lu sekarang!" balik teriakku.

"Lu pikir gua bakal lupa sama apa yang lu lakuin, hah?! Gara-gara lu gua ditahan di stasiun sampe malem, anjing!" marah mas Rizky menyalahkanku.

"Lah bangsat terus gua harus diem gitu liat cewek gua lu gangguin?!" jawabku membela diri.

"Anjing pokoknya lu harus tanggung jawab!! Lu udah bikin gua kesusahan terus lu berani ngerebut cewek gua!! MATI LOO SURYAA!!!" teriak mas Rizky dan dia langsung meninju wajahku keras hingga aku tersungkur.

Hah? Surya?

"Rizkyy udahh!! Dia bukan mas Surya!! Dia Bayu adek tingkat akuu!!" ucap kak Liya menahan mas Rizky.

"Jangan Boong!!" teriak mas Rizky ke kak Liya.

"Serius akuu!! Pleasee gausah sakitin Bayuu, Ky, pleasee..." ucap kak Liya memohon, dan aku yang sudah terbawa emosi pun langsung bangkit dan membalas kencang pukulan mas Rizky.

*BUGG!!... *

Mas Rizky terjatuh, namun dia langsung bangkit dan kami langsung saling balas pukul hingga terjadi perkelahian yang cukup sengit.

"BAYUU, RIZKYY, UDAHHH!!!!" teriak kak Liya menyuruhku berhenti, namun aku tidak mendengarkannya dan kami berdua terus lanjut berkelahi.

Teriakan kak Liya memancing orang sekitar untuk mendatangi kami bertiga, dan akhirnya aku dan mas Rizky langsung dipisahkan oleh mereka. Setelah kami dipisahkan, mereka yang menyadari kalau mas Rizky adalah mahasiswa fakultas lain langsung menyuruhnya untuk segera pergi, sementara aku langsung dicek kondisiku karena terlihat memar di wajahku.

"Bayu kamu nggak papa, kan??" tanya kak Liya yang khawatir.

"Nggak papa kok, kak, memar gini doang" jawabku, dan setelah aku dipastikan baik-baik saja, aku langsung bergegas ke kelasku.

Hhhh mood ku menjadi sangat kacau setelah berkelahi tadi, dan ketika aku membuka pintu kelasku, tidak kulihat ada wajah familiar dan aku menjadi merasa sangat kesepian. Akupun langsung mengambil tempat duduk di pojok, dan aku mengenakan kupluk hoodieku dan aku memasang earphone ku sebelum aku memutuskan untuk tidur.

Suara di kelas terdengar semakin ramai, dan saat aku tidur, tiba-tiba ada yang mencolek-colek tanganku hingga aku terbangun, dan karena mataku yang masih berair, penglihatanku masih buram dan aku tidak tahu siapa orang ini, namun yang jelas dia adalah perempuan.

"Permisi, disini kosong, kan?" ucap orang ini bertanya apakah kursi disampingku terisi, dan mendengar suaranya, aku langsung mengenali siapa dia.

"Loh Sindy??" tanyaku dan Sindy hanya tersenyum dan setelah itu dia duduk disampingku, akhirnya ada orang yang kukenal dikelas ini.

"Kamu belom ngecek absen kelas emang?" tanyanya.

"Belom, Sin. Aku aja baru cek jadwal tadi pagi" jawabku.

"Ihh bener-bener ya, malesan banget sih kamu tuh" balas Sindy, dan kami berbincang lama sampai akhirnya dosen kami memasuki kelas kami.

=====

Selesai kelas, aku masih harus menjadi asisten praktikum pada salah satu mata kuliahku di minggu pertama karena terjadi perubahan pada kurikulum fakultasku, dan aku langsung bergegas keluar karena aku takut kalau praktikanku sudah menunggu, namun Sindy langsung menahanku.

"Buru-buru amat sih, Bay" ucap Sindy menarik tanganku.

"Sin eh udahh aku mau ngasprak dulu" jawabku.

"Udahh bareng ajaa ayo"

"Hah kok bareng?" tanyaku heran.

"Yaampunn kamu belom ngecek juga?? Kita kan partner-an ngaspraknyaa" ucap Sindy menjelaskan.

"Oalahh, yaudah ayokk bareng buruann keburu telat" jawabku, dan kami langsung berlari menuju laboratorium kami.

Aku dan Sindy langsung bergegas mengenakan jas lab kami, dan setelah kami mengenakan jas lab, kami langsung memasuki laboratorium. Aku langsung memerhatikan seisi lab dan melihat adik-adik praktikanku sambil merapihkan barangku di meja. Namun saat aku baru mau membuka daftar absen, tiba-tiba Sindy berbisik memanggilku.

"Sstt.. Ssstt... Bayy..." bisik Sindy.

"Apaan?" balas bisikku.

"Liat cewek yang di pojok deh" jawabnya menunjuk kearah salah satu praktikan, dan kulihat dia sedang menutupi wajahnya dengan tangannya, dan setelah aku memerhatikan dengan seksama, perempuan itu adalah Bella. Sepertinya dia malu kalau tahu aku adalah asisten praktikumnya.

"Lah Bella" bisikku ke Sindy, dan kami berdua tertawa cekikikan.

Kami sudah siap memulai praktikum, dan aku langsung membuka sesi ini dengan salam.

"Assalamualaikum semuanya, selamat sore!!" ucapku menyalami mereka dan langsung dibalas "Soree kakk!" oleh adik-adik praktikanku, kecuali Bella.

"Itu yang dipojok, itu yang nutupin mukanya, kok nggak ngucapin salam?" tanyaku menggoda Bella, karena kuyakin dia pasti sangat malu.

"Eh, iya, selamat sore kak" jawab Bella canggung, dan aku menggesek-gesekkan tanganku dan berkata dalam hati: this is gonna be fun.

Pertemuan pertama praktikum, kami hanya membagikan kelompok praktikum, dan kami juga berkenalan satu persatu serta menjelaskan peraturan-peraturan praktikum. Ternyata aku menjadi koordinator dari kelompok praktikum Bella.

"Yasudah, hari ini itu doang yang akan kita bahas, sekarang siapa yang mau jadi CO per kelompok?" tanya Sindy, dan tidak ada yang mau mengangkat tangannya.

Muncul ide isengku untuk mengerjai Bella supaya dia menjadi koordinator di kelompoknya, dan aku langsung menunjuk Bella.

"Kamu yang dipojok, kamu jadi CO kelompok 2 ya" ucapku ke Bella sambil menghampirinya.

"Umm... Iyy.. Iyaa kakk... Yaudahh... Nan... Nanti akuu minta nomer hape kakakk buat ngabarin ya kak..." jawab Bella canggung berusaha meyakinkan orang-orang kalau kami tidak kenal satu sama lain.

"Lohh masa nggak nyimpen nomer hape kakaknya sendiri?? Nanti kakak bilangin ke Mamah nih" ucapku yang membuat seluruh praktikanku kaget.

"Loh kakak kakaknya Bella?" tanya salah seorang anak.

"Iyaa dek" jawabku dan suasana kembali ricuh.

Setelah semuanya selesai, aku dan Sindy langsung keluar dari lab dan melihat praktikanku keluar dari lab, namun Bella langsung menghampiriku dan memukul perutku.

*Bugg!!.. *

"Kakak nyebelin banget ihhh" ucap Bella kesal.

"Hahahaha, lagian ngapain malu cobaa, udah santai ajaa" jawabku.

"Ihh nggak enakk nanti yang lain malah ngiranya aku bakal digampangin sama kakakk"

"Nggak udahh amann, yaudah udah sore, pulang dek" ucapku menyuruh Bella pulang, dan setelah aku pamit dengan Sindy pula, aku langsung bergegas ke mobilku dan berangkat ke fakultas Hani.

Kulihat Hani sedang berada di pinggir jalan, namun kulihat Hani sedang mengobrol akrab dengan seorang lelaki tampan. Siapa dia? Akupun langsung memarkirkan mobilku dan berjalan menghampiri mereka.

"Hani" ucapku sambil menepuk pundak Hani, dan Hani langsung melihat kearahku.

"Ehh sayang, udah sampe toh? Kenalinn ini mas Farhan senior aku" jawabnya, dan Hani langsung menyuruhku berkenalan dengan pria ini.

"Bayu"

"Farhan"

Kami mengobrol sebentar, namun kulihat tatapan mas Farhan sangat tajam kearahku seperti menembus tubuhku. Something feels weird.

"Nah Bay, mas Farhan ini udah sering bantuin aku ngerjain tugas gitu-gituu, kadang dia suka ngasih modelan desainnya ke aku" ucap Hani.

"Oalah, gitu toh? Makasih banyak ya, Mas" jawabku berterimakasih ke mas Farhan.

"Iya, Bay, santai. Lagian juga udah tugas saya sebagai kating bantuin adek tingkatnya" jawab mas Farhan, dan setelah itu kami memutuskan untuk pulang.

Ketika aku bersalaman dengan mas Farhan, tangannya menggenggam tanganku keras, dan mata mas Farhan menatap tajam kedua mataku seolah aku seperti sesuatu yang sangat aneh di matanya. Perasaan ini sangat membuatku tidak nyaman. Terlihat sangat beda pandangannya ketika dia melihat Hani dan ketika dia melihatku, dan setelah kami bersalaman, aku dan Hani langsung bergegas ke mobilku.

Dijalan, akupun langsung bertanya kepada Hani tentang siapa itu mas Farhan.

"Kamu kenal mas Farhan dari mana, sayang?" tanyaku.

"Dari kepanitiaan, sayang. Dia sering bantuin aku ngurusin ini itu pas acara, terus dari situ kita deket deh. Sumpah mas Farhan orangnya baik banget tau, dia dua minggu kemaren sering beliin aku sama Bella makanan, terus suka ngajak aku pulang bareng, makan bareng, tapi aku tolak" jawabnya menjelaskan.

"Terus juga dia pinter banget, kaya, terus alim. Dia sering ngisi acara-acara rohani di kampus kita tau" lanjutnya yang membuatku sedikit cemas.

"Sayang" ucapku.

"Kenapa, sayang?" tanyanya.

"Aku ngerasa ada yang aneh dah sama mas Farhan"

"Lohh kenapaa??"

"Nggak tauu, tapi dia kayaknya pengen PDKT sama kamu deh" jawabku yang membuat Hani terdiam sebentar sebelum akhirnya dia kembali membuka pembicaraan.

"It's okay, sayang. Lagian juga kalo dia emang pengen PDKT, harusnya dari awal aku ceritain tentang kamu dia bakal mundur, tapi sekarang nggak kok, dia emang tulus pengen temenan sama aku aja, at least untuk sekarang" ucap Hani.

"What do you mean 'at least untuk sekarang'?" tanyaku.

"Yaa kan kita gatauu kedepannya bakal gimana, intinya kamu nggak perlu khawatir yaa, kamu percaya kan sama aku?" jawabnya, dan Hani langsung menggenggam tanganku.

"Percaya, kok. Tapi inget, tetep harus ada batasan, loh" balasku, dan Hani tersenyum mendengar jawabanku dan dia langsung mencium pipiku.

*Ccupphh... *

"Iyaa sayangg, kamu jangan banyak kepikiran juga yaa" ucap Hani.

Man I wish I could.

-To Be Continued-

Makasih Bos....

Auto Ngaceng bgitu lihat judulnya ada poto Ummi...... STW emank lebih segalanya
 
-All Downhill from Here-

"Ummhhh... Kakkk... "

"Hhhh... Hhhh..."

"Ummhh... Kakkk... Jangan lama-lama yaaa... Akuu nantiii masiiih harusss kelass..." Ucapnya yang diselingi desahan.

"Hhhh... Hhh... Lohh kann kamuu yang minttaaa tadiii..." Ucapku kepadanya sambil terus menggoyang memeknya di posisi missionary ini.

=====

Satu bulan sudah berlalu, dan aku, Adi, dan Rama memutuskan untuk keluar dari kosan kami dan mengontrak sebuah rumah bersama Andre, Faisal dan Fabio. Rumah ini terdiri dari 4 kamar, 2 kamar mandi, ruang tamu yang kami jadikan parkiran motor sementara mobil kami parkirkan di luar gang, ruang TV, serta dapur dan ruang makan. Aku mengambil kamar dengan kamar mandi, Andre mengambil kamar di dekat dapur, dan Adi dan Rama serta Fabio dan Faisal mengambil kamar yang lebih besar karena mereka tidur sekamar berdua.

Rumahnya juga bukan rumah yang mewah dan megah, namun kami merasakan kenyamanan di rumah ini yang sebenarnya agak jauh dari kampus. Hani pun sering menginap disini, dan dia akan tidur di kamarku. Tentu saja kami sudah melakukan hubungan seks di kamar ini namun kami melakukannya di tengah malam karena takut terdengar oleh yang lain.

Urusan mas Farhan dan mas Rizky? Mas Rizky sampai saat ini masih mengetahui kalau aku adalah mas Surya pacar kak Liya, dan jadi lebih baik tetap seperti itu untuk tidak melibatkan mas Surya dan masalah akan menjadi lebih panjang. Untuk masalah mas Farhan juga aku tidak terlalu memikirkannya. Yaa meski aku juga sangat cemas namun aku tidak mempunyai banyak waktu untuk memikirkan hal itu berhubung tugas kuliahku yang menumpuk dan tanggungjawabku sebagai asisten praktikum. Lagipula juga Hani masih sangat menempel kepadaku, jadi aku masih sedikit tenang karena juga aku menyuruh Andre untuk tetap menjaga Hani disana.

=====

Saat ini, Bella sedang berada di kontrakanku. Bella tadinya hanya ingin mengumpulkan laporan kelompoknya, namun melihat aku hanya sendirian di kontrakan membuat Bella menagih janjiku saat itu. Tentu saja aku menolak, namun melihat Bella yang memohon karena dia yang sedang mengalami stres membuatku pasrah menuruti permintaannya.

-----

"Ummhh... Kakk... Berentii duluu.... Sebentarr...." Pinta Bella menyuruhku berhenti.

Aku menghentikan genjotanku, dan Bella langsung mencabut kontolku dari memeknya. Kemudian, Bella melepas semua atribut kuliah yang dia gunakan seperti rok hitam, kemeja putih serta jilbab hitam. Serta Bella mencopot BH nya serta celana dalamnya karena aku tidak membuka semua pakaian Bella.

"Kok kamu buka?" Tanyaku.

"Ngeri basahh, kak. Kan nanti aku masih kelas jam 1" Jawabnya, dan Bella kembali membuka pahanya lebar-lebar.

"Ayo dilanjut, kak" Pintanya, dan aku kembali mengarahkan kontolku ke memeknya dan langsung menghentakkan kontolku dalam-dalam di memeknya.

"UMMMHH..." jerit Bella, dan aku kembali mempercepat genjotanku hingga Bella mendesah-desah keenakan dan melingkarkan kakinya di punggungku.

"Ummhh... Kakkk... Terusss... Ahhh... Enakkk..." Desahnya.

"Hhhh... Hhhh... Gimanaa?? Masihh pusingg nggaa??" Tanyaku sambil memompa memeknya.

"Ahhh... Udahh nggakk kakk... Udahh enakkk... Ummhhh... Ennakkk kakk..."

Aku mempercepat genjotanku, dan tanganku kini kutumpukan ke payudara Bella sambil kuremas-remas.

"UMMHH... KAKK... ENNNAKKK BANGGETTT.... AHHH UDAHH NGGA PUSINGGG AKUU... UMMHHH... KAKKK... AKUU... AKUU MAU PIPISS...." jerit Bella yang sudah sangat terbuai dengan kenikmatan dan akan mencapai orgasmenya.

"Hhhh... Ehh dekk tahann dull-" Ucapku menyuruh Bella menahannya sambil mempelankan genjotanku, namun langsung terpotong oleh jeritan Bella.

"UMMHH KAKK... AKUU PIPISSS... AHHH!!!" Jerit Bella yang mencapai orgasmenya, dan cairan orgasmenya membasahi spreiku.

Kubiarkan Bella mengambil napas sebentar, dan setelah Bella selesai beristirahat, barulah aku mengajak Bella berbicara.

"Dek liat nih sprei kakak basah gara-gara kamu nggak mau nahan tadi" ucapku menunjukkan Bella spot yang sudah dia basahi.

"Ihhh yaampunn, maaf kakk, abis tadi enak bangett aku nggak tahann hehehe" Ucap Bella.

"Hhhh yaudah lah, udah terlanjur, yaudah lanjut lagi ya?" jawabku.

"Tadi aja pas aku minta kakak nggak mau" Ledeknya.

"Ya masa kamu yang enak sendiri, enak aja" Jawabku, dan aku langsung membalikkan tubuh Bella dan mengubah posisinya menjadi menungging.

"Ummhh... Kakakk mau ngapainn??"

"Ya begini posisi ngentotnya, dek" Jawabku dan aku langsung memasukkan kontolku ke memeknya dalam-dalam.

"AHHH..."

Aku memulai genjotan dengan kecepatan yang pelan, dan tanganku kugunakan untuk menggenggam kedua payudara Bella.

"Ummhh... Kakk... Kakakkk.... Ummhhh..."

"Hhhh... Hhhh... Kenapaa dekk??"

"Ahhh... Enakkk kakk... Ennakkkk.... Ummhhh..." ucapnya diselingi dengan desahan imutnya.

Ketika Bella mengatakan 'enak', aku langsung mempercepat genjotanku hingga paha kami beradu kencang dan menghasilkan suara yang sangat menggema di kamarku.

*PLOKK... PLOKK... PLOKK...*

Tanganku yang berada di payudara Bella kini kupindahkan ke kedua pantat Bella yang sudah mulai jadi dan montok, dan kuremas-remas pantatnya. Kadan juga kutampar-tampar pantatnya kencang.

"UMMHH... Kakakkk... Jangan kenceng-kenceng namparnya ahhh.... Gasukaaa..." Ucapnya protes ketika kutampar pantatnya, rupanya dia sama saja seperti Hani, atau mungkin masih trauma dengan kejadian saat dia dikasari oleh Derrick kala itu.

Aku kembali menggrip kedua pantat Bella, dan aku mempercepat genjotanku dan kuhentak-hentakkan kontolku ke memek Bella dalam-dalam.

"UMMHH... KAKK... SAMPEE KEE UBUNN-UBUNNN... AHHH... KAKKK...." Jeritnya kencang.

"Hhhh... Hhhh... Ssstt dekk... Nanti kedengerann tetanggaa" Ucapku menyuruh Bella menjerit lebih pelan.

"Ahhh... Biarinn... Nanntii tetanggaa kakakk... Ummhh... Datengg kesinii liatinnn... Ahhh... Kakakk lagii merkosaa akuuu... Ummhhh... Ennakk kakk..." jawabnya bercanda meledekku.

"Lah apa-apaann?? Kamu yang mintaa jugaa" Jawabku sewot dan Bella hanya tersenyum dan lanjut menikmati entotan di memeknya.

Cukup lama aku mengentoti Bella di posisi ini, dan Bella akhirnya akan mencapai orgasme keduanya.

"Ummhh... Kakakk... Akuu mauu pipiss lagiii...."

"Hhhh... Hhmm?? Ookeee..." Jawabku dan aku langsung mencabut kontolku, kemudian aku membalikkan tubuh Bella supaya kembali ke posisi missionary.

"Hhhh... Hhhh... Nggak takut basah lagi sprei nya, kak?" Tanya Bella dengan nada meledek.

"Hih daritadi harusnya kamu ngomong begitu" Jawabku, dan aku langsung memasukkan kontolku sepenuhnya kedalam memek Bella hingga membuat ucapan Bella terpotong.

"Ihh ketus bang-ETTHHH.... UMMHHH..." Ucapnya yang terpotong, dan aku langsung mengentoti memek Bella dengan cepat.

"UMMHH... KAKKK... SEBENTARR LAGIII... SEBENTARR LAGIII AKUU... AKUU PIPISSS...."

Melihat Bella yang sedikit lagi sampai puncaknya, aku mempercepat genjotanku menjadi kecepatan maksimal supaya aku bisa segera sampai juga.

"Ummhh... Iyyaa dekkk... Kakakk jugaa udahh mauu keluarrr..." Jawabku, dan aku terus memainkan kedua payudara Bella untuk menambah rangsangan.

"Ummhh kakk... Akuu pipisss.... AHHHH...." Jerit Bella dan aku langsung mencabut kontolku.

Cairan orgasme Bella muncrat membasahi spreiku, dan aku langsung memindahkan tubuhku hingga Bella bisa menjilati kontolku.

"Dek, kocokin sambil jilatin yaa" Perintahku, dan Bella tersenyum sambil mulai menjilati kontolku dan mengocoknya dengan cepat.

*Slrpp... Slrpp...*

"Nahh iyaa gituu dekk.... Pinterr adekk kakakk langsungg ngertii diajarinn sekalii doangg..." Ucapku sambil mengelus-elus kepalanya dan kulihat Bella tersenyum malu mendengarnya.

Bella terus mengocok kontolku dengan cepat, dan akhirnya akupun tak tahan hingga aku menyemprotkan pejuku di wajahnya yang putih mulus.

"Ummhh dekk... Kakakk keluarr... Ahhh..." Lenguhku ketika mencapai orgasme, dan pejuku langsung menyemprot wajahnya membuat Bella kaget dan jijik.

"Kakakkk kok dikeluarin di muka akuu?!?!" Marah Bella, dan aku hanya tertawa kecil mendengar amarahnya.

"Katanya penasaran kalo kak Hani mainnya gimana, ya begini kak Hani sama kakak kalo lagi main, dek" Jawabku sambil mendekatkan kontolku kembali ke mulutnya.

"Kak Hani nggak jiji emang, kak? *Slrrpp...*" Tanya Bella sambil menjilati kontolku.

"Ya awalnya jiji, sih" Jawabku, dan Bella sudah selesai menjilati kontolku.

Aku langsung membaringkan tubuhku disamping Bella, dan kami beristirahat sebentar sampai akhirnya aku menyuruh Bella mandi. Bella pun langsung mandi sementara aku membereskan semua kekacauan yang telah kami buat dan mandi di kamar mandi luar.

Selama aku mandi, aku terus memikirkan sampai kapan Bella akan terus minta jatah kepadaku? Don't get me wrong, aku juga menikmati, tapi bagaimanapun juga Bella kan adikku. Bahkan ketika aku dan Bella berciuman saja itu sudah sangat aneh, let alone berhubungan seks. Tapi ketika melihat Bella yang memohon untuk aku membantunya memperdalam wawasan seks, aku malah menjadi luluh dan akhirnya malah seperti ini. Entah solusi apa bagiku untuk bisa keluar dari masalah ini, namun ujung-ujungnya malah aku kembali ke kondisi ini lagi. Sudah cukup aku kokoh membuat boundaries-ku, dan hari ini aku telah kembali meruntuhkannya.

Tak terasa sudah cukup lama aku mandi sekaligus mandi wajib, dan aku menyudahi mandiku karena aku masih harus mencuci sprei yang basah oleh orgasme Bella. Selesai aku mencuci, akupun langsung beranjak ke kamarku dan melihat kondisi Bella saat ini. Aku membuka pintu kamarku, dan kulihat Bella sudah berada di dalam selimut tertidur pulas dan kulihat dia menggunakan kausku. Akupun mendekati Bella yang sedang tertidur dan duduk disampingnya sambil mengelus-elus kepalanya.

Melihat wajahnya yang sedang tertidur pulas, aku menjadi kasihan dengannya yang sudah melewati banyak hal di hidupnya, dan aku selalu merasa bersalah karena akulah salah satu penyebab hingga Bella mengalami kejadian terburuk di hidupnya, dan tidak ada yang bisa kulakukan selain meminta maaf kepadanya dan membantunya untuk pulih seperti saat ini.

"Maafin kakak ya, sayang. Ccupphh..." Ucapku dan aku mengecup keningnya, dan setelah itu aku membaringkan tubuhku di samping Bella.

Akupun ikut memejamkan mata, dan tiba-tiba Bella memeluk tanganku, kode darinya untuk minta dikeloni. Akupun langsung merangkul Bella yang tertidur dan kini Bella juga sudah memeluk tubuhku, dan kulihat Bella tersenyum manis sebelum akhirnya kami berdua tertidur pulas.

-----

"Bay, bangun, Bay" Ucap Andre membangunkanku, dan aku langsung melihat Andre sudah berada di depan pintu kamarku.

"Hmm? Jam berapa ini, Ndre?"

"Jam 12 Bay, gua beliin makan nih, makan bareng, nggak?" Jawabnya mengajakku untuk makan bersama, dan akupun mengiyakannya dan meninggalkan Bella yang tertidur pulas.

Kami makan bersama di ruang makan, dan sembari makan, Andre memulai pembicaraan.

"Bay"

"Kenapa, Dre?"

"Kayaknya emang bener deh mas Farhan mau deketin Hani"

"Ya kan emang, gua juga curiganya gitu, makanya gua nyuruh lu jagain Hani disana" Jawabku.

"Tapi susah, Bay. Mas Farhan pasti ada aja celah buat bisa deket sama Hani" Jelasnya.

"Contohnya?"

"Mas Farhan kadang suka nungguin Hani keluar dari kelas kalo lagi mau istirahat, terus nanti mereka makan bareng di kantin, nah disitu biasanya gua terpaksa nimbrungin mereka berdua" Jawab Andre.

"Alhamdulillah kalo gitu, Dre" Ucapku lega.

"Tapi Bay, kadang Hani juga ngusir gua nyuruh gua balik ke anak-anak, kayak nggak mau diganggu berdua gitu" Lanjutnya.

Fuck, apakah Hani mulai memakan umpan dari mas Farhan?

"Dre, gua malah jadi takut kalo Hani udah ngegigit umpannya mas Farhan"

"Bukan itu yang gua takutin, Bay" Ucap Andre yang membuatku kaget.

"Hani sayang sama lu, Bay. Sayang banget. Yang gua lebih takutin itu mas Farhan" lanjutnya.

"Kok?"

"Nih liat" Ucapnya sambil memberikan hapenya kepadaku, dan kulihat isi layarnya adalah chat dia dengan mas Farhan.

-----

"Jauhin Hani" Ucap mas Farhan singkat.

"Lah lu kok tiba-tiba nyuruh gua gitu, mas?" Jawab Andre.

"Lu itu bukan siapa-siapanya Hani, Dre. Jadi gua minta lu ngejauh dari Hani" Kembali ucap mas Farhan.

"Lah bedanya gua sama lu apa, mas? Malah lebih lama gua yang temenan sama Hani, jadi kalo gitu gua juga bisa nyuruh lu ngejauh dari Hani" Jawab Andre.

"Lu nggak mau ngejauh dari Hani, gua bakal bikin lu kesusahan, paham?" Balas mas Farhan.

"Ooooo scaryy 😱" Jawab Andre singkat, dan itu merupakan ujung dari chatnya, dan setelah itu aku mengembalikan hapenya.

-----

"Terus gimana, Dre?"

"Gua dikeluarin dari organisasi sama dia" Jawabnya yang membuatku kaget.

"Mas Farhan orangnya bener-bener gabisa dikendaliin Bay, ketika dia udah pengen ngelakuin sesuatu, gabisa diganggu gugat. Gua cuma takut aja dia makin nganggep lu jadi pengganggu, dan lu paham lah arah pembicaraan gua ini kemana" Ucap Andre, dan aku terdiam memikirkannya sebentar sampai akhirnya aku membuka mulut.

"Apa gua yang ngomong langsung ke mas Farhan, ya?"

"Lu yakin?"

"Kan gamungkin kalo lu yang ngomong, Dre. Minta kontak hapenya nanti, ya" Ucapku dan Andre hanya mengangguk.

Singkat cerita, kami sudah selesai makan. Andre keluar untuk membuang sampah sementara aku duduk di ruang TV, dan tiba-tiba Bella keluar dari kamarku dengan pakaian kuliahnya menghampiriku.

"Udah bangun, dek? Kenapa?" Ucapku.

"Aku mau berangkat ke kampus sekarang aja kayaknya kak, takut telat" Jawabnya sambil menggunakan sepatu.

"Loh sekarang aja masih jam setengah 1"

"Takut kenapa-napa di jalan, kak"

"Oooh yaudah kalo gitu, hati-hati di jalan ya" Ucapku sambil menjulurkan tanganku untuk disalimi, dan Bella langsung menyalimi tanganku.

"Aku jalan dulu ya, kak. Ccupphh..." Ucapnya, dan Bella mencium pipiku sebelum berangkat.

Bella langsung berjalan ke pintu keluar, dan ketika itu Andre dan Bella berpapasan.

"Eh kak Andre, makasihh ya kak waktu itu udah beliin makan" Ucapnya berterimakasih.

"Iyaa Bella, kamu mau ke kampus?"

"Iyaa kak, aku pamit dulu yaa" Ucap Bella dan Bella langsung bergegas keluar sementara Andre beranjak duduk disampingku.

"Kapan, Dre?" Tanyaku perihal Andre membelikan Bella makan.

"Minggu lalu pas dia kesini lu nya nggak ada" Jawabnya, dan tiba-tiba Andre bertanya kepadaku.

"Bay, Bella jomblo, nggak?"

"Hah? Jomblo, kok. Kenapa, Dre? Lu suka sama adek gua?" Tanyaku, dan Andre hanya tersenyum tidak menjawab.

"Cieee lagi pol in lop nih yee" Ledekku dan Andre hanya tertawa kecil tidak menjawab.

"Lu mau pacaran sama adek gua, Dre?" Tanyaku yang kini sudah serius.

"Yaa pengen sih, tapi gua kan perlu izin dari kakaknya dulu" Ledek Andre kepadaku.

Terkadang ketika berada di kondisi ini aku bingung harus melakukan apa. Aku memang tidak keberatan sih, apalagi sekarang adalah Andre yang sudah menjadi temanku yang ingin memacari Bella.

"Yaa ga keberatan sih gua, tapi lu tau kan Bella udah jadi korban 'itu'?" Tanyaku memastikan.

"Santai kali, Bay. Gua juga ga ngincer alat kelaminnya, yang penting mah orangnya dulu hahahah" Balas Andre bercanda, dan setelah Andre mendapat 'persetujuannya', Andre kembali ke kamarnya sementara aku langsung bersiap-siap untuk berangkat ke kampus.

-----

Sesuai dengan rencanaku tadi siang, sore ini aku ingin berbicara dengan mas Farhan perihal hubungannya dengan Hani. Dengan bantuan Andre, aku bisa menghubungi mas Farhan untuk mengajaknya bertemu di sebuah warkop yang tidak jauh dari kampusku, dan tentu saja aku tidak memberitahu Hani dan menyuruh mas Farhan untuk tidak memberitahu Hani pula.

Aku sudah berada di warkop ini sendirian. Aku tadinya ingin mengajak Sindy berhubung sudah selesai kelas, namun sepertinya lebih baik jika aku berbicara empat mata saja dengannya. Singkat cerita, mas Farhan sudah datang dan dia langsung duduk di depanku.

"Halo, Bay. Baik kabar kamu?"

"Alhamdulillah baik, mas. Hani udah pulang kan, mas?" Tanyaku.

"Udah, tadi dia dianterin pulang sama Andre temennya" Jawabnya yang tidak tahu kalau aku dan Andre itu berteman.

"Jadi, kamu mau ngomongin apa, Bay?" Lanjutnya.

"Jadi gini mas, sebenernya aku nggak mau boong kalo aku juga khawatir sama Hani di fakultas mas, mas paham kan maksud saya apa?" Ucapku langsung ke topik utama, dan mas Farhan hanya mengangguk.

"Jadi aku mau minta tolong sama mas, apa mas bisa jagain Hani disana?" Tanyaku seolah aku tidak tahu tujuan mas Farhan, dan kulihat wajah kaget mas Farhan dan disusul dengan tampang leganya.

"Oooh gitu toh hahahah, iya Bay, Hani bakal saya jagain" Ucapnya.

"Jagain Hani nya tapi dengan cara ngejauh dari Hani mas" Lanjutku, dan mas Farhan kembali terkejut.

"Maksud kamu?" Tanyanya.

"Mas, Hani udah punya pacar, mas. Mas lagi ngomong sama pacarnya sekarang. Mas masih mau deketin Hani? Saya minta tolong mas, nggak usah nyape-nyapein diri mas buat ngejar orang yang udah sayang dengan orang lain"

"Jadi, kamu nyuruh saya jauhin Hani karena kamu yakin kalo ujung-ujungnya Hani bakal milih kamu?" Tanyanya, dan tiba-tiba dia tertawa terbahak-bahak tanpa membiarkanku menjawab pertanyaannya.

"HAHAHAHAHAHA, NGELAWAK KAMU?" teriaknya tertawa.

"Aduh bego banget sih kamu, Bay. Nih dengerin saya, ya. Kamu pede banget Hani bakal lebih milih kamu daripada saya. Jelas dia ujung-ujungnya bakal lebih milih orang yang lebih pinter, lebih ganteng, lebih kaya, dan orang yang udah terkenal sering ngisi-ngisi acara rohis kampus, jelas dia bakal lebih milih saya daripada orang yang bisanya cuma nendang bola" Ucapnya menghinaku, dan aku terus menahan amarahku sekuat tenagaku.

"Kamu yang harusnya nyadar diri, Bay. Kamu punya apa buat bikin Hani bakal tetep mau sama kamu? Kenapa nggak kamu bikin situasi jadi lebih gampang dengan putusin Hani sekarang sebelum saya ambil paksa Hani dari kamu?" Tanyanya merendahkanku, dan aku harus tetap kalem dan tenang.

"Yaa jelas kalo kita jabarinnya begitu, mas Farhan lebih baik dari aku, aku mah jujur aja" Jawabku, dan kulihat mas Farhan tersenyum seolah dia sudah menang, namun aku masih belum selesai berbicara.

"Mas ganteng, kaya, pinter lagi. Tapi sayangnya, beda kayak mas Farhan, saya sih punya otak buat nggak ngedeketin cewek yang udah punya pacar, apalagi terang-terangan ngomong ke pacarnya langsung" Lanjutku balik tersenyum merendahkan dia, dan kulihat wajahnya sangat memerah seolah tidak terima dia kurendahkan begitu.

Mas Farhan ternyata sangat kesal ketika aku berkata seperti itu, dan tiba-tiba mas Farhan menyiram tubuhku dengan air putih dinginnya. Aku juga sudah sangat kesal, namun harus kutahan karena jika aku meluapkan emosiku juga, sia-sia aku kesini.

"Bangsat kamu!" Ucapnya dan setelah itu dia menamparku sebelum akhirnya dia memutuskan untuk pergi dari sini, sementara aku hanya terdiam tertawa di dalam hatiku.

"Absolute scenes lmao" Ucapku dalam hati dan aku lanjut menghabiskan mie instan yang kupesan dan setelah habis aku kembali ke kampusku karena aku masih memarkirkan motorku disana.

-----

Aku berjalan melewati jalan yang sepi, dan berhubung sekarang sudah jam 5.30 sore, langit mulai menggelap, dan mulai sedikit orang yang berada diluar. Aku terus berjalan dan entah kenapa aku merasa ada yang mengikutiku. Menyadari hal itu, aku mempercepat langkahku dan dia mengikuti langkah cepatku juga, dan aku memutuskan untuk mulai berlari hingga aku melewati suatu gang kecil dan gelap, dan tiba-tiba ada yang menarikku kedalam gang itu.

"WOY WOY INI SIAPA?!?" Teriakku panik karena sangat tiba-tiba orang itu menarikku, dan aku langsung didorong ke tembok.

Dia mendorong tubuhku kencang, dan kepalaku terbentur dengan tembok yang membuat penglihatanku menjadi sedikit blurry. Setelah itu, orang yang menarikku langsung membalikkan badanku dan menyerangku terus-menerus.

Aku benar-benar tidak diberi celah untuk melawan balik. Orang ini terus memukuliku bahkan aku tidak bisa melihat kearah wajahnya. Aku terus membiarkan orang ini memukuliku sampai akhirnya kulihat bagian pinggangnya terbuka, dan dengan sigap aku langsung memukul kencang bagian pinggangnya.

*BUGG...*

Setelah aku melancarkan pukulan, orang ini pun akhirnya terbuka pertahanannya, dan aku langsung mengambil serangan balik meski aku masih menyerangnya tanpa melihat kearahnya. Dia pun akhirnya mulai melemah, dan kini situasi sudah berbalik dimana aku kini yang mendominasi.

Aku menyudutkan orang ini ke tembok, dan aku lanjut memukuli kepalanya hingga dia mulai melemas, dan aku tidak berhenti menyerangnya hingga dia terjatuh.

*BUGG... BUGG... BUGG...*

Orang ini sudah terjatuh, dan aku lanjut menendangi tubuhnya yang terkapar tersandar di tembok. Setelah aku puas menendangi tubuhnya, penglihatanku sudah menjadi lebih jelas, dan makin terlihat jelas tampang orang ini. Badannya tidak terlalu besar, namun dia cukup tinggi. Dia mengenakan pakaian serba hitam dengan menggunakan topeng wajah berwarna hitam.

Akupun langsung berniat untuk membuka maskernya, dan baru saja aku mau menarik maskernya, tiba-tiba aku dipukul kencang dari belakang.

*BUGG....*

Aku yang terdorong pun langsung berbalik badan, dan kulihat kini di depanku sudah ada dua orang dengan pakaian yang mirip dengan pria yang baru saja kuhajar. Namun penglihatanku tiba-tiba kembali buram dan kepalaku mulai berputar. Melihat kondisiku yang cukup lemah ini, salah satu dari mereka tiba-tiba mengeluarkan sebuah nunchaku dan menyerangku.

*BUGG... BUGG...*

Nunchaku itu mengenai kepalaku, dan aku kembali tersungkur sementara kedua orang tersebut terus menyerangku. Kedua orang itu menyerangku tanpa henti, dan aku hanya bisa terus menghindari serangan. Aku sudah kembali terpojoki dan satu serangan terakhir dari salah satu orang yang menyerangku mengenai tepat di bagian lambungku hingga aku menjadi sangat lemas, dan aku langsung terjatuh.

Setelah aku terjatuh, kedua orang itu langsung pergi kabur, dan dengan sekuat tenaga yang kubisa, aku kembali berdiri dan berusaha mengejar mereka. Namun, tentu saja mereka berlari lebih cepat sementara aku harus berlari sambil menahan rasa sakit di tubuhku. Dan ketika aku sudah keluar dari gang, kedua orang itu sudah lenyap entah kemana.

"Where the fuck are they?" Ucapku dalam hati.

Dengan pincang, akupun memutuskan untuk kembali kedalam gang tersebut untuk melihat kondisi orang yang sudah terkapar tadi. Aku langsung mengecek nadinya, dan nadinya ternyata masih berdenyut yang menandakan kalau dia masih hidup, memang terdengarnya konyol namun aku sangat panik karena aku takut dia mati. Setelah memastikan dia masih sadar, aku kembali berniat untuk kembali membuka topengnya setelah terinterupsi tadi. Aku menggenggam topengnya, dan baru saja ketika ingin kutarik......

"I DON'T WANNA WASTEE MYY TIMEE, BECOME ANOTHER CASUALTY OF SOCIETY...." Kutipan lagu Sum 41 yang berjudul Fat Lip ini tiba-tiba berbunyi dari hapeku, menandakan kalau ada yang meneleponku.

Akupun langsung melepas genggamanku di topeng itu, dan aku langsung mengangkat teleponnya.

"Halo?"

"Halo sayang, kamu masih dikampus ngga??" Jawabnya, ternyata Hani yang meneleponku.

"Masihh, kenapa emangg?" Tanyaku sambil berjalan kearah kampus.

"Jemputt akuuu" Ucapnya dengan nada manja.

"Loh bukannya kamu pulangnya sama Andre?"

"Nggak jadii, tadi kelompok maba asuhan aku minta asistensi sebentar" Jelasnya, dan aku hanya mengangguk.

"Kamu dikasih tau siapaa aku pulang sama Andre?" Lanjutnya bertanya.

Oh fuck, bagaimana ini? Kan tidak mungkin aku jujur menjawab aku tahu dia pulang bersama Andre dari mas Farhan.

"Oooh tadi Andre yang ngabarin aku, katanya kalian pulangnya bareng" Bohongku dengan spontan.

"Oalahh, yaudahh, jemput aku didepan gedung yaaa, awas jangan ngebut-ngebut"

"Iyaa sayangg, nanti aku telepon kalo udah sampe yaaa, dadahh"

"Iyaaa, dadahh sayangg" Jawabnya dan setelah itu Hani mematikan teleponnya, dan aku langsung pergi menjemput Hani.

But wait a second. Pakaian serba hitam? Topeng? Dan mereka melakukannya bertiga?!? MEREKA KANN....

-To Be Continued-

Makasih bos Updetannya

Hajaaaarrr Bay...... Farhan buang kekali ajah
 
-Breaking News!-

Hani


=====

Selama di perjalanan aku menjemput Hani, pikiranku selalu tertuju kepada ketiga orang tadi. Apakah mungkin? Apakah mereka orang yang memerkosa Hani saat itu? Kalau memang benar itu mereka, akhirnya setelah kurang lebih setengah tahun mereka memunculkan dirinya didepanku lagi. Tapi apakah mereka mengincarku karena aku menggagali pemerkosaan mereka saat itu? Atau selama ini aku adalah target utama mereka, dan Hani hanya mereka gunakan sebagai sarana untuk mereka mendekatiku? Ahhh kepalaku menjadi makin berputar.

Singkat cerita, kini aku sudah sampai di depan gedung fakultas Hani, dan kulihat Hani juga masih mengobrol dengan beberapa adik tingkatnya. Akupun langsung mengklakson supaya Hani sadar aku sudah disini, dan setelah itu kulihat Hani berpamitan dengan adik-adiknya kemudian Hani menghampiriku. Kulihat dari kejauhan Hani tersenyum melihatku, dan ketika Hani mulai mendekat, senyumnya perlahan memudar, hingga raut wajahnya berubah dari gembira, menjadi seperti khawatir.

"Kenapa, Han??" Tanyaku yang ikut khawatir juga.

"Ituu jidat kamu kenapaa sayangg??" Tanyanya panik, dan dia langsung membuka kupluk jaketku, dan ternyata aku baru menyadari kalau serangan nunchaku tadi menggores kepalaku hingga jidatku berdarah meski tidak mengucur deras.

"Hah yang mana??" Tanyaku pura-pura tidak tahu, dan Hani pun menyentuh luka tersebut.

"Yang inii, kamu abis ngapainn sayangg??" Balik tanyanya.

Akupun terpaksa berbohong karena jika aku bercerita kalau aku habis berkelahi, Hani pasti akan sangat marah kepadaku, apalagi kalau dia tahu aku berkelahi setelah bertemu dengan mas Farhan.

"Oooh ini? Kayaknya ini tadi bekas kepentok pas aku praktikum deh" Bohongku, dan Hani pun menjadi sedikit lebih tenang.

"Ihh kok bisa, sihh?? Lain kali hati-hati dongg" Jawabnya, dan setelah itu Hani naik ke motorku dan kami berangkat.

Kami baru saja hendak melewati jalan raya, namun tiba-tiba Hani bertanya kepadaku.

"Sayang, kamu nggak pake helm?"

Ohiya, aku lupa membawa helm saat ingin ke kampus tadi, dan aku harus melewati jalan raya kalau aku ingin mengantar Hani ke apartemennya.

"Ehiyaa lupa, kamu mau ke kontrakan aku dulu aja atau gimana?" Tanyaku.

"Boleh dehh, sekalian beli makan buat nanti malem yaa" Jawabnya, dan akhirnya kami memutar melewati jalan dalam menuju ke kontrakanku.

-----

Setelah kami sampai, aku langsung melihat Andre dan Rama baru saja mau berangkat keluar, dan sepertinya hanya aku dan Hani saja yang akan berada di rumah.

"Kalian berdua mau kemana?" Tanya Hani.

"Futsal, Han. Ikut nggak, Bay?" Tanya Rama kepadaku.

"Nggak dulu, deh. Yang lain pada kemana?" Balasku.

"Adi lagi makan sama Sindy, Faisal sama Fabio lagi ospek, asik deh kalian berdua bisa berduaan hahaha" Jawab Andre meledekku dan Hani.

"Hih ngeledek ya, udah sana futsal, udah gasabar mau berduaan sama Bayu nih, hahahha" Balas Hani tertawa, dan setelah itu Andre dan Rama berangkat, sementara aku dan Hani langsung beranjak masuk ke kamarku.

Hani langsung menaruh kedua tasnya, dan dia juga langsung membuka vest rajutnya, sementara aku langsung membuka kemejaku dan menaruhnya di keranjang baju kotor. Hani pun langsung menyuruhku mandi.

"Mandi, sayang, abis ini aku obatin luka kamu" Perintahnya, dan aku langsung membuka seluruh pakaianku hingga hanya tersisa celana boxerku, dan aku langsung menyadari banyak luka memar yang dihasilkan dari perkelahian tadi, dan aku langsung buru-buru memasuki kamar mandi.

"Sayang, sebentar deh" Ucap Hani, dan tiba-tiba Hani langsung menarik tanganku, dan tentu saja dia terkejut melihat ada luka di sekujur tanganku.

"Sayangg... Ini... Kenapa??" Tanyanya dan kembali kulihat wajahnya seperti sangat khawatir.

"Nggak kenapa-kenapa kok, aku mau mandi dulu yah" Jawabku berusaha menuju ke kamar mandi, namun Hani menarik tanganku, yang membuatku terpaksa harus berhadapan dengannya.

Hani terus memerhatikan sekujur tanganku yang penuh dengan bekas goresan, beberapa luka memar, dan mengecek tanganku yang satunya. Hani terus memerhatikan kedua tanganku, dan tiba-tiba raut wajahnya terlihat seperti dia menyadari sesuatu dan melihat kearahku dengan tampang jauh lebih khawatir.

"Sayang?" Ucapnya.

"Iya?"

"Kamu... Abis berantem, ya?"

"Ummm... Gimana ya" Jawabku bingung karena aku tidak tahu harus berbohong apalagi.

"Ihhh seriuss... Kamu abis berantem, kann??" Tanyanya dengan nada serius.

"Aduh... Iya dehh, iya aku abis berantem" Jawabku pasrah.

Raut wajah Hani pun tiba-tiba berubah menjadi sedih, dan kulihat matanya juga mulai berair.

"Hah... Sama siapa??" Tanyanya.

"Umm... Jadii... Tadi aku kaya diikutin orang, pas aku lari ternyata udah ada yang nungguin aku di gang di depan aku, aku ditarik sama dia terus akhirnya berantem deh" Jelasku, dan Hani makin terlihat sedih.

"Orangnya... Siapa?" Kembali tanyanya.

"Nggak tau, orangnya pake topeng tadi" Jawabku, dan tiba-tiba Hani langsung memelukku sambil menimbunkan wajahnya di dadaku, dan tentu saja aku membalas pelukannya.

Hani sempat terdiam sebentar, dan makin lama terdengar suara tangisan Hani yang makin lama makin kencang.

"Hikss... Hikss..."

"Loh, kamu kenapa nangis??" Tanyaku khawatir, dan Hani mulai mengangkat kepalanya menghadapku, dan kulihat wajah manis Hani dengan mata memerah sementara air matanya masih mengalir di pipinya.

"Hikss... Hikss... Kamuu nggakk papaa kann tapii?? Cumaa lukaa di tangann doangg kann??" Ucapnya pelan, sepertinya Hani memang sangat khawatir.

"Aku belom ngecek lagi, sih. Tapi semoga aja cuma luka di tangan doang" Jawabku singkat, dan Hani makin mempererat pelukannya.

"Kamuu tuhh... Jangann sering-sering ngebahayainn diri kamuu sendirii dongg... Hikss... Hikss..." Ucapnya terisak.

"Iyaaa... Maaf yaa kalo kamu jadi khawatirr" Balasku sambil mengelus-elus kepalanya yang masih tertutupi jilbab.

"Hikss... Hikss... Yaudahh... Kamu mandi dulu yaa... Nanti abis mandi aku obatin..."

"Mau mandi bareng, nggak?"

"Ihh udah mau maghribb, nanti kelamaan kalo kamu minta main dulu" Ledek Hani, dan akhirnya aku melepas pelukan Hani dan aku langsung beranjak mandi.

Selesai mandi, kulihat Hani sudah terlihat lebih segar dan dia kini sudah mengganti pakaiannya dengan pakaianku berupa hoodie, celana training-ku yang sudah kekecilan, dan sepertinya Hani juga mengambil kausku dari lemariku, berarti dia sudah mandi di kamar mandi luar.

"Loh kamu udah mandi, Han?" Tanyaku.

"Iyaa sayang, tadi aku takutnya kamu kelamaan terus aku mandi di kamar mandi luar, ih yang kamar mandi luar berantakan banget, aku beresin sekalian jadinya" Jawabnya menjelaskan.

"Hahahaha namanya juga kamar mandi rame-rame" Balasku, dan setelah itu aku duduk di kasur berhadapan dengan Hani.

Hani yang sudah mengambil kotak P3K pun mulai mengobati lukaku, yang sebenarnya tidak terlalu besar, namun terasa sedikit perih jika disentuh. Hani memulai dengan membersihkan lukaku dengan cairan antiseptik, dan setelah dibersihkan, baru Hani mengobati lukaku menggunakan bet*dine, dan pada saat itulah aku merasakan sedikit perih.

"Aduh Hani ditotol-totolnya jangan kenceng-kenceng, perih soalnya" Ucapku pelan.

"Ehhh ya ampun maaf maaf, sayang" Jawabnya latah, dan tak lama kemudian kedua tanganku selesai diobati, Hani langsung menanyakanku apakah luka di kepalaku mau diobati juga.

"Sayang ini yang dijidat mau diobatin juga, nggak?" Tanyanya, dan aku hanya mengangguk dan kemudian aku memejamkan mataku.

Hani pun kembali memulai pekerjaannya, dan aku tidak melihat apa-apa karena aku memejamkan mataku. Namun tiba-tiba, Hani tidak melanjutkan pekerjaannya dan seperti terdiam sesaat, dan ketika aku membuka mataku karena aku bingung dengan apa yang terjadi, tiba-tiba Hani langsung mencium bibirku.

*Ccupphh... Ccupphh...*

Aku yang tadinya terkejut pun kini mulai membalas ciumannya, dan kini Hani duduk di pangkuanku dan kami berdua kini berciuman mesra.

*Ccupphh... Ccupphh...*

Sambil terus berciuman, aku menarik kupluk hoodie yang sedang Hani gunakan sebagai pengganti jilbab, dan aku langsung menggeraikan rambut panjangnya, dan setelah itu tanganku kutaruh di kedua payudaranya, dan kuraba-raba pelan.

"Ccupphh... Ummhh.... Ccupphh..." desahnya yang tertahan.

Bosan meraba-raba, kini kedua payudaranya kuremas-remas, dan dan Hani mulai menjerit keenakan.

"Ccupphh... Ahhh... Ccupphh..."

Aku yang sudah pegal dengan posisi ini pun mengangkat tubuh Hani, dan aku langsung menidurkan tubuhnya, dan aku melepas ciumanku sekejap. Saat aku melepas ciumanku, aku mengelus-elus wajah manis Hani dan sambil melihat sekitar, aku melihat di mejaku disamping tas yang Hani gunakan tadi, terdapat pakaian-pakaian yang Hani kenakan saat kuliah, beserta dengan BH dan Celana dalamnya. Berarti...

"Kamu nggak make daleman?" Tanyaku singkat, dan Hani hanya menjawab dengan:

"Hehe" Jawabnya.

"Bandel, yah" Ledekku sambil memukul pelan hidungnya menggunakan telunjukku, dan setelah itu kami kembali berciuman.

Pada ciuman kali ini, tangan Hani tidak bisa diam. Terkadang dia memegang pipiku, kadang merangkul pundakku, dan bahkan kadang dia meraba-raba kontolku dari luar celana pendekku.

"Ccupphh... Ccupphh..."

Tanganku pun juga tidak ikut diam. Kini tanganku mulai bermain yang awalnya kutaruh di pipinya juga kini mulai bergerilya. Aku mulai mengelus-elus lehernya dengan lembut sembari berciuman, dan belaian itu perlahan menurun hingga belaianku berhenti di payudaranya yang masih tertutupi hoodieku. Akupun langsung meremasnya dengan lembut.

"Ccupphh... Ummhh... Ccupphh..." Desahnya yang masih tertahan bibirku.

Kami mulai terbawa suasana. Hani langsung sigap membuka kaus yang kukenakan dan langsung melemparnya entah kemana, dan aku juga berhubung Hani tidak menggunakan dalaman, aku langsung mengangkat hoodie Hani dan ternyata Hani tidak menggunakan kaus lagi dibawahnya, pantas rasanya tidak begitu tebal ketika kuremas payudaranya dari luar, dan aku langsung kembali meremas payudaranya.

"Ccupphh... Ahhh sayangg... Ccupphh... Ccupphh... Ummhh..." Desah manja Hani.

Sembari berciuman, aku mulai menurunkan celana training yang Hani kenakan, dan baru saja aku hendak menarik celananya, tiba-tiba terdengar suara azan dari luar, dan kami pun akhirnya terpaksa berhenti.

"Yah kentang" Ucapku kecewa dengan nada bercanda, dan disusul dengan tawa manis Hani.

"Hahahaha iya, nih. Lain kali kita lanjutin yah, yaudahh kamu wudhu sana, berjamaah ya" Jawabnya, dan setelah itu kami beberes dan kemudian kami menjalankan ibadah kami.

-----

Setelah kami sholat, kami memutuskan untuk keluar membeli makan, dan setelah itu aku dan Hani jalan-jalan menikmati suasana kota ini di malam hari. Selain itu kami juga menuju ke supermarket untuk membeli beberapa bahan masakan, dan sekitar jam 9 aku memutuskan untuk mengantar Hani pulang. Namun, baru mau belok kearah apartemen Hani, tiba-tiba Hani menepuk pundakku.

"Sayang, mau kemana?" Tanyanya.

"Kan mau nganter kamu pulang"

"Umm kayaknya aku mau nginep aja, deh?"

"Loh, kamu besok kuliah pagi, kan? Bajunya gimana?" Tanyaku.

"Nanti minta kirimin sama Bella ajaa" Jawabnya, dan setelah mendengar jawaban Hani, aku langsung memutar balik motorku dan langsung mengendarai motorku menuju kearah kontrakan.

Sesampainya di kontrakan, kulihat yang lain sudah pulang karena motornya sudah lengkap. Ketika aku dan Hani memasuki ruang TV, kulihat Andre dan Fabio sedang bermain PS. Akupun memutuskan untuk duduk disamping mereka berdua sementara Hani langsung menuju ke dapur untuk menaruh bahan-bahan makanan tadi.

"Darimana aja kalian berdua?" Tanya Andre.

"Nge date lah, kak. Lu nggak ngajakin Bella nge-date emang?" Ledek Fabio, dan Andre langsung menjitak kepalanya keras.

"Tai lu" Ucapnya ketus.

"Hahahaha bener-bener lu, Fab. Eh yang lain pada kemane? Kok nggak join main?" Tanyaku.

"Rama nugas, Adi tidur, Faisal lagi nggak tau ngapain. Lu mau join main nggak, kak?" Jawab Fabio, dan baru aku mau menjawab, tiba-tiba Hani langsung memotongku.

"Heh heh nggak boleh, kamu besok kelas pagi juga, kan?" Potong Hani, dan aku yang pasrah hanya bisa menurut dan terdengar tawa puas Andre dan Fabio.

"Nah gitu dong nurut, yaudah aku masuk kamar kamu ya" Lanjut Hani.

"Nginep, Han?" Tanya Andre.

"Iya, Dre. Kenapa emang? Mau nemenin Bella di apartemen?" Ledek Hani, dan kini aku dan Fabio langsung mentertawai Andre.

"Ah elah di-bully mulu akutu, syedih" Canda Andre, dan tak lama setelah itu aku juga ikut beranjak ke kamarku, dan kulihat Hani sudah berbaring dikasurku menggunakan selimut.

Akupun langsung menyusulnya, dan aku membuka jaketku terlebih dahulu hingga kini aku menggunakan kaus dan celana jogger, setelah itu baru aku tidur disamping Hani. Kami tidur berhadapan, dan kami yang masih terjaga hanya saling bertatapan sambil Hani mengelus-elus rambutku, dan aku mengelus-elus pipinya. Kami berada di posisi ini cukup lama dan akhirnya Hani mulai merasa gerah karena dia masih menggunakan hoodieku.

"Ummhh... panass..." Ucapnya, dan setelah itu Hani membuka hoodieku dan dia lempar entah kemana.

Aku hanya bisa menganga melihat kondisi Hani saat ini. Payudara Hani langsung terekspos setelah dia membuka hoodienya, berarti...

"Kamu daritadi nggak make apa-apa lagi? Terus tadi sebelum jalan kamu siap-siap ngapain?" Tanyaku.

"Hehehe, tadi aku udah mau make daleman aku lagi, tapi masih bekas keringet jadi nggak nyaman, yaudah aku nggak pake, ini aja celana kamu aku tarik sampe perut biar pantat aku nggak keliatan kalo lagi kesingkap hoodienya" Jelasnya, dan aku hanya bisa mencubit pipinya karena aku gemas dengan kepolosan Hani.

Hani kini mulai berada di dalam rangkulanku, dan muncul ide isengku untuk menyuruhnya membuka celananya juga.

"Kamu kalo gerah nggak sekalian buka celana aja?" Candaku, dan Hani tersenyum dengan tatapan menggoda.

Terasa Hani mulai grasak-grusuk dibalik selimut, dan tiba-tiba Hani memasukkan tangannya kedalam selimut dan menarik sesuatu. Benar saja, Hani membuka celana trainingnya, dan juga dia lempar entah kemana.

"Bandel" Godaku.

"Ih kan kamu yang nyuruh, kamu telanjang juga dong" Suruhnya.

"Nggak mau, ah" Jawabku singkat, dan terlihat raut sebal di wajahnya.

"Ihh pokoknya kamu harus telanjang jugaa, nggak adill" Jawabnya dengan nada kesal dan manjanya.

"Hahahaha, iya dehh nurut aku" Jawabku, dan aku langsung membuka seluruh pakaianku hingga kini kami sama-sama bugil dan Hani kembali berada di dalam pelukanku.

"Bay"

"Iya, Han?"

"Aku sayang kamu"

"Aku juga sayang kamu, Hani" Jawabku, dan Hani tiba-tiba mengecup bibirku.

Ciuman ini tidak terasa seperti akan menjadi pembuka menuju seks, hanya sekedar untuk menyampaikan rasa sayangnya sehingga tidak banyak yang kami lakukan.

"Ccupphh... Ccuupphh..."

Tak lama kami berciuman, dan kami langsung menyudahi ciuman kami. Hani langsung memeluk erat tubuhku, dan aku juga meneluk erat tubuhnya hingga kami tertidur pulas.

-----

Aku terbangun jam 6 pagi, dan kulihat Hani sudah sedang bersiap-siap. Hani mengenakan rok hitam dan kaus putih yang dia tutupi dengan cardigan berwarna merah dan jilbab berwarna hitam, dan kini Hani kulihat sedang merapikan jilbabnya sambil duduk di kursi. Hani yang menyadari kalau aku sudah bangun pun langsung menyuruhku siap-siap juga.

"Akhirnyaa bangun jugaa, selamat pagii sayangg, buruann siap-siap udah jam segini" Suruhnya, dan dengan malas aku langsung menuju ke kamar mandi.

Selesai mandi, aku lihat Hani masih menduduki kursiku dan kini dia sedang memainkan hapenya. Aku yang merasa tidak ada boundaries lagi diantara kita pun langsung membuka handukku dan berdiri disamping Hani dengan kontol mengacung, dan Hani yang tadinya tidak sadar langsung kaget melihat kontolku sudah disamping wajahnya.

"Ihh sayang apaan, sih??" Ucapnya.

"Kamu udah ngucapin selamat pagi ke dia, belom?" Tanyaku dengan nada bercanda sambil menempelkan kontolku ke pipinya.

"Udah, tadi malah udah aku isep-isepin sama jilatin biar kamu bangun, tapi nggak bangun-bangun juga" Jawabnya dengan nada bercanda juga.

"Kok nggak kerasa?" Candaku.

"Ya kan kamu tidurr sayangg" Jawabnya.

"Coba lagi dong, tadi kan nggak kerasa" Godaku, namun Hani menolaknya, tapi aku terus menggesekkan kontolku di pipinya hingga akhirnya dia menyerah.

"Ihh iyaa dehh, tapi nggak lama-lama yaa" Jawabnya menyerah, dan Hani langsung menjilat ujung kontolku.

"Urghh..." Desahku, dan kini Hani mulai menjilati kontolku.

"Slrrpp... Sllrpp... Sambil pake atasannya duluu sayangg.... Sllrpp... Slrrppp..." Ucapnya disela jilatannya, dan akupun langsung memakai kaus lengan panjangku sementara Hani mulai memasukkan kontolku ke mulutnya.

Hani mulai menyepong kontolku dengan kecepatan pelan, dan tanganku juga mulai meremas-remaa payudaranya dari luar kausnya hingga Hani juga ikut keenakan.

"Chlokhh... Chlokhh... Ummhh... Chlokhh..." Desahnya yang tertahan karena masih ada kontolku di mulutnya.

"Ummhh... Cepetin kepalanya sayang..." Perintahku, dan kulihat Hani mengangguk dan Hani langsung mempercepat perlakuannya.

"Ummhh iyaa begituu..." Lenguhku sambil mengelus-elus kepalanya yang tertutup jilbab.

"Chlokhh... Chlokhh... Sambil liatinn jamm sayangg... Takutnya kebawaa suasanaa.... Chlokhh... Chlokhh...." Suruhnya, dan aku langsung mengambil hapeku untuk memastikan kalau masih ada waktu.

Sudah 10 menit Hani bermain dengan kontolku, dan tak terasa kalau aku akan keluar. Hani yang juga sudah menggenggam hapenya pun langsung melihat jam dan kini jam menunjukkan pukul 6:40 pagi. Melihat itu Hani langsung melepas kulumannya.

"Yaampunn udah jam seginii, buruan pake celana sayangg" Ucapnya panik.

"Yah aku belom keluar padahal" Jawabku kecewa.

"Yehh kan kamu kelas sampe sore nantii" Balasnya, dan dengan rasa kecewa aku langsung mengenakan celanaku sementara Hani merapikan keberantakan yang dihasilkan tadi, dan setelah itu kami berangkat.

Sesampainya di fakultas Hani, aku langsung menurunkan Hani di depan gedung.

"Nanti aku jemput, nggak?"

"Umm nggak deh, kayaknya aku nanti mau main sama Oliv dulu ke mall" Jawabnya, dan aku mengiyakannya.

"Yaudahh aku masuk dulu yaa, semangatt kuliahnyaa" Ucap Hani, dan Hani langsung menarik kaca helm ku.

"Iyaaa, kamu ngapain narik kaca helm aku?" Tanyaku, dan Hani hanya menjawab dengan mengecup kaca helm ku.

"Hehehe, yaudahh aku kuliah dulu yaa, dadahh" Lanjutnya dan setelah itu Hani langsung berlari menuju kedalam gedung.

Akupun juga berniat untuk langsung beranjak pergi, namun kulihat orang-orang di sekitarku yang merupakan anak fakultas Hani melihatku dengan tatapan sinis. Tatapan mereka kepadaku begitu tajam hingga bahkan rasanya seperti menembus kepalaku. Karena aku juga mulai panik, aku langsung menancap gas motorku kencang dan jalan menuju ke fakultasku. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini ada hubungannya dengan aku dan Hani?

-----
(Sorenya)

Perkuliahan sudah selesai, dan aku langsung bergegas menuju motorku. Baru saja aku hendak memasuki area parkiran motor, kulihat Hani sedang berdiri dibawah pohon, dan dari gelagatnya sepertinya dia sedang mencariku. Akupun langsung memanggilnya.

"Hani!!" Teriakku dari kejauhan, dan Hani langsung melihat kearahku, namun kulihat raut wajah Hani tidak seperti biasanya.

Akupun langsung menghampirinya, dan raut wajahnya masih terlihat marah dan kesal hingga kini aku sudah berada di depannya.

"Loh kok kamu kayak lagi marah? Kenapa?" Tanyaku.

"Aku mau ngomong sama kamu, ikut aku" Jawabnya ketus, dan Hani langsung menarikku menuju ke salah satu spot yang cukup sepi.

"Hann ada apa sih?" Tanyaku yang mulai panik.

"Udah kamu ikut aku dulu!" Jawabnya dengan nada tinggi dan tangannya makin keras menggenggam tanganku.

Oh no, sepertinya Hani sangat marah.

Kami sudah berada di belakang gedung parkiran, dan Hani melepas genggaman tangannya.

"Kenapa, sih? Kamu kenapa??" Tanyaku.

"Kamu tuh bener-bener ya, kok bisa kelewatan gini sih kamu, Bay??" Balik tanyanya dengan nada emosi.

"Kenapaa?? Kelewatan apaa??" Balik tanyaku, dan Hani langsung membuka hapenya dan dia langsung menunjukkanku sebuah video.

"Coba kamu jelasin ini" Jawab ketus Hani, dan aku mulai menonton videonya.

Di video itu, kulihat itu merupakan rekaman CCTV yang dipasang pada suatu pertigaan. Tidak terjadi apa-apa di beberapa detik pertama, namun setelah itu kulihat ada wajah familiar berjalan menuju kedalam gang itu.

"Loh itu kan mas Farhan" Ucapku yang dihiraukan Hani

Video itu terus berjalan, dan terjadi time-lapse. Setelah time-lapse nya berakhir, tiba-tiba terlihat seseorang berlari dari dalam gang itu keluar gang, dan aku langsung terkejut karena orang itu mirip sekali dengan.......ku.

"Hah? Nggak mungkin" Ucapku, dan Hani langsung mengambil hapenya kembali.

"Kamu liat kan tadi siapa?" Tanya Hani.

"Aku liat itu mas Farhan, tapi aku nggak tau orang yang lari tadi siapa" Jelasku.

"Kamu masih berani boong?!" Teriak Hani.

"Boong apa?!? Aku aja nggak tau ada apaan ini!" Balasku.

"Kamu mau liat kondisi mas Farhan sekarang?" Jawab Hani, dan Hani kembali membuka hapenya dengan agresif dan setelah itu dia menunjukkan foto mas Farhan dengan wajah bonyok dan kepalanya diperban.

Wait, aku sudah mengetahui apa yang terjadi disini. INI KAN VIDEO PERKELAHIANKU DENGAN DIA KEMARIN!!

"Wait, wait, nggak gini kejadian asliny-" Ucapku berusaha untuk menjelaskan, namun langsung dipotong oleh Hani.

"Gausah alesan!! Jadi gitu cara main kamu?! Kamu nyuruh orang ngejauhin aku dan pas dia nggak mau, orangnya kamu pukulin?! Gitu?!?" Tanyanya dengan nada yang makin tinggi.

"Han, sebentar, tenangin diri kamu dulu, biar aku coba jelasin, oke? Bukan begitu kejadian aslinya" Jawabku ingin menjelaskan, namun Hani tidak peduli.

"Nggak!! Bay kamu tuh se begitu 'nggak percaya' nya sama aku ya sampe kamu nyuruh mas Farhan jauhin aku?!?" Ucap Hani.

"Nggak gitu Hanii, please percaya sama aku, aku bakal jelasin semuanya ke kamu" Jawabku, namun Hani malah menjadi makin emosi mendengarnya.

"BUAT APA AKU PERCAYA SAMA KAMU KALO KAMU JUGA NGGAK PERCAYA SAMA AKU?!?" teriaknya.

"AKU BUKAN NGGAK PERCAYA SAMA KAMU!!" balik teriakku, dan Hani yang kaget pun mulai terdiam.

"Han, dengerin aku, aku bukan nggak percaya sama kamu. Aku cuma paranoid karena kamu juga tau sendiri udah berapa kali kejadian nggak enak udah nimpa kita. Dari kejadian sama mas Rizky di stasiun, kejadian kamu diculik, sama kejadian Bella diperkosa Derrick" Ucapku menjelaskan, dan raut wajah Hani kini mulai berubah.

"Aku bukan nggak percaya sama kamu, cuma aku takut kalo ending dari hubungan kamu sama mas Farhan ini bakal jatoh ke lubang yang sama" Lanjutku, dan Hani langsung menjawab perkataanku.

"Bay, mas Farhan itu orangnya baik-baik, nggak neko-neko, nggak mungkin dia bakal begitu. Dia orangnya religius, Bay" Jawabnya, dan tiba-tiba Hani menangis.

"Dan sekarang.... Hikss... Hikss... Kamu udah mukulin dia, Bay... Fisik dia sama kamuu... Hikss... Kann beda Bay.... Kenapaa.... Hikss.... Hikss... Kenapaa orang baik-baik kayak mas Farhan kamu pukulin gitu??" Ucapnya terisak, dan akupun langsung refleks memeluk Hani dan Hani juga mendekapkan kepalanya ke dadaku.

"Maafin aku, Han. Tapi beneran bukan begitu ceritanya... Aku emang bener mukulin mas Farhan, tapi kalo kamu mau tau kejadian aslinya, dia yang narik aku kedalem gang dan dia juga yang nyerang aku duluan, that video is a lie" Jelasku sambil mengelus-elus kepalanya, dan setelah Hani mulai tenang, aku melepas pelukanku.

" Terus... Hiks... Bukti apa yang mau kamu unjukin ke aku kalo ucapan kamu itu bener??" Tanyanya.

"Jadi kamu lebih percaya sama video daripada sama pacar kamu sendiri?" Balik tanyaku, dan Hani langsung menjawab pertanyaanku.

"Please, udah Bay. Nggak usah dipersulit lagi, aku nggak mau terus marah sama kamu, tapi kamu udah kelewat batas" Jawabnya, dan lagi-lagi aku tak diberi kesempatan untuk menjawab.

"Semua orang di fakultas aku sekarang udah jadiin kamu sebagai villain, dan aku yakin kamu tau efeknya ke aku gimana, kan?" Lanjutnya, dan tetap aku tidak diberi kesempatan menjawab.

"Aku mau...."

Wait, don't say it. DON'T YOU SAY IT!!

"Aku mau kita putus"

-To Be Continued-

Hani knapa mutusin Bayu....... ??
Farhan emank mesti dibuang kekali Bay...
 
-Dammit-

And it's happened once again
I'll turn to a friend
Someone that understands sees through the master plan
But everybody's gone and I've been here for too long to face this on my own
Well I guess this is growing up

(Blink-182: Dammit)


Sudah seminggu semenjak aku putus dengan Hani, dan lagu ini terus menemaniku selama periode waktu menyedihkan ini. Tidak ada yang bisa kulakukan untuk memperbaiki semuanya. Di malam saat kami putus, aku berusaha untuk menghubungi Hani namun ternyata seluruh sosial mediaku sudah dia blokir. Aku juga sudah meminta tolong dengan Bella untuk membantuku berbicara dengan Hani, namun ketika aku menanyakan kabarnya, Bella mengabarkan kalau Hani juga sedang menangis kencang di kamarnya, jadi sepertinya Hani tidak bisa diganggu untuk sementara waktu.

Berita keputusanku dengan Hani pun langsung tersebar luas, dan tentu saja banyak yang emosi denganku. Bella, kak Liya, Sindy, Adi, Rama, semuanya marah kepadaku. Terlebih lagi Ummi yang langsung meneleponku dan memaki-makiku. Namun aku langsung menjelaskan tentang apa yang sebenarnya terjadi, dan semuanya pun juga memaklumi, meski Ummi memerlukan waktu yang lebih panjang untuk ditenangkan.

Selain itu, Andre juga bercerita kepadaku bahwa di hari kami putus, Hani mendapat beberapa sindiran dan makian dari anak-anak fakultasnya, karena aku yang saat itu masih menjadi pacarnya memukuli 'golden boy' mereka, sehingga karena mereka tidak bisa menyerangku, Hani lah yang menjadi incaran. Jadi mungkin Hani memutusiku untuk kebaikannya juga. Namun tetap saja hal itu tidak membuatku tenang karena pertama: mas Farhan kini bisa lebih leluasa untuk mendekati Hani, dan kedua: aku tidak bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Yahh jadi beginilah kehidupanku selama seminggu ini, kehidupan yang sangat menyedihkan.

-----
(Back to current timeline)

"Bayu? Bayu? Bayu??" Panggil pak Jarwo yang memecahkan lamunanku, sepertinya aku melamun cukup lama.

"Hah? Oh, iya kenapa, pak?" Jawabku gelagapan, aku lupa kalau aku sedang berada di dalam kelas.

"Kamu lagi kurang fit ya, sepertinya?" Tanyanya.

"Nggak kok, pak, nggak" Bantahku, namun tiba-tiba Sindy memotong perkataanku.

"Iya pak, dia lagi kurang sehat akhir-akhir ini" Ucapnya, dan pak Jarwo pun langsung memegang keningku.

"Hmm, iya nih, suhu badan kamu juga sepertinya lagi tinggi, yaudah kalo gitu kamu istirahat dulu dirumah ya, Sindy bisa nganterin nak Bayu dulu kan?" Perintahnya.

"Tapi pak..." Jawabku, namun Sindy kembali menyanggah.

"Udah Bay, repot kalo kamu nularin sekelas" Ucapnya yang membuat sekelas tertawa, dan akhirnya aku terpaksa harus pulang.

"Sin apaan, si? Aku masih kuat belajar kok" Protesku.

"Udah, nggak usah nggak jelas dulu, jelas-jelas fokus kamu lagi entah dimana sekarang" Jelasnya sambil terus menuntunku.

"Udah eh Sin gausah nuntunin, dikira aku orang tua kali" Candaku dan Sindy tertawa sebelum akhirnya melepas tanganku.

Singkat cerita, kini kami sudah keluar dari gedung fakultas, dan aku langsung berpamitan dengan Sindy.

"Udah, Sin, sampe sini aja" Ucapku.

"Beneran nggak mau aku anter pulang?"

"Dikata, aku nggak kenapa-napaa buset, aku lagi ada pikiran ajaa" Jawabku.

"Mikirin Hani, ya?" Tanyanya, dan aku hanya mengangguk pelan, dan tiba-tiba Sindy menggenggam kedua tanganku.

"Bay, udah seminggu kuliah kamu berantakan gara-gara mikirin Hani, kamu mau sampe kapan kayak gini?" Tanyanya.

"Sampe aku bisa ngelurusin semua masalah ini" Jawabku singkat.

"Kalo dia tetep nggak mau balikan?"

"Persetan, yang penting masalahnya lurus dulu, urusan balikan belakangan aja" Balasku, dan akhirnya Sindy juga menyerah.

"Yaudah lah terserah kamu kalo gitu, Bay. Tapi inget kamu juga harus mikirin kuliah sama kesehatan kamu, Bay. Jangan lupa nanti jam 5 kita masih harus ngoreksi laporan" Ingatnya, dan aku hanya mengangguk, setelah itu akupun berpamitan dengan Sindy dan aku langsung menuju ke motorku dan beranjak pulang.

Lagi-lagi pikiranku melayang kemana-mana saat aku mengendarai motorku ini. Melewati jalan ini, aku malah menjadi mengingat memori-memoriku bersama Hani ketika kami pulang bersama. Isi pikiranku selalu menuju ke Hani akhir-akhir ini. Sudah beberapa cara aku lakukan untuk melupakan itu semua, namun semua cara itu tidak berhasil. Mungkin memang karena aku masih kesal karena aku masih harus meluruskan semua ini.

Baru saja aku melewati pintu keluar kampus, aku melihat seorang perempuan yang sedang berjalan masuk kedalam kampus kami, dengan wajah murung dan sedih pula. Awalnya aku tidak memperdulikannya, namun ketika makin kuperhatikan, akhirnya aku mengenali siapa perempuan itu.

"Hani?"

Melihat Hani yang berada di pinggir jalan, aku tadinya berniat untuk langsung menepi, tapi entah kenapa, aku tidak bisa. Bahkan ketika aku ingin memanggilnya, rasanya mulutku masih sangat susah untuk terbuka. What's going on with me?

Karena aku memelankan motorku, Hani pun yang tadinya tidak memerhatikanku langsung mengalihkan pandangannya kepadaku, dan makin terlihat wajah sedihnya seolah dia sedang memikirkan sesuatu. Kami bertatapan, dan tiba-tiba, Hani tersenyum melihatku sambil melambai kecil, namun masih terlihat kesedihannya dibalik senyuman itu, dan tidak ada yang bisa kulakukan selain tersenyum balik, dan kami berlalu.

Tak terasa, keluar air mataku. Tangisan? Tidak, mungkin hanya debu. Aku kan sedang tidak pakai helm, jadi wajar kalau terkena debu. Tapi semakin aku menyusuri jalan ini, air mata ini makin deras mengalir. Damn, I'm crying?

"Where the fuck did it all go wrong?" Ucapku dalam hati.

Singkat cerita, kini aku sudah sampai di kontrakanku. Aku langsung memasukkan kunci, namun ada yang aneh. Kenapa seperti ada yang mencolok kunci dari balik pintu? Kan yang lain sedang kuliah. Aku mencoba mendorong pintunya, dan ternyata tidak dikunci. Apakah sudah ada yang pulang?

Aku langsung berjalan masuk ke kamarku, namun sebelum aku masuk. Kulihat seisi rumah sudah rapih, dan juga tercium wangi. Pasti ada seseorang yang membersihkan. Aku juga melihat di meja makan sudah ada makanan khas rumahan yang masih hangat. Aku yang mulai takut pun langsung mengambil sapu untuk senjata, namun tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dari kamarku.

"Loh kak? Udah pulang?" Terdengar suara itu dari balik pintu, dan ternyata orang itu adalah....

"Mamahh?!" Ucapku kaget dan aku langsung berlari memeluk Mamah erat.

"Haloo sayang, kaget yaa Mamah tiba-tiba kesini?" Tanyanya, dan aku hanya mengangguk, kemudian aku dan Mamah masuk ke dalam kamarku.

"Mamah kok tiba-tiba banget kesininya?"

"Ayah lagi ada urusan kerja di kota Pahlawan, tadinya mau mampir kesini berdua, cuma Ayah tiba-tiba ada rapat lagi terus besok pagi harus ke Seribu Pura" Jelas Mamah.

"Terus tadi Mamah bikin status Whats*pp lagi di kota Pahlawan, Hani langsung ngabarin Mamah katanya kamu lagi nge-down akhir-akhir ini, jadinya Mamah panik terus langsung kesini naik travel" Lanjutnya yang membuatku bingung.

Hani yang mengabari Mamah?

"Beneran Hani yang ngabarin, Mah?" Tanyaku.

"Loh kan dia pacar kamu, ya wajar lah" Jawabnya singkat.

"Umm... Tapi..."

"Tapi kenapa, kak?"

"Aku sama Hani... Putus Mah..." Ucapku, dan langsung terlihat raut wajah shock di mukanya.

"Hah? Kok bisa?" Tanya Mamah heran.

"Jadi ada kating yang lagi deket sama Hani, terus aku ngomong sama katingnya buat ngejauhin Hani, akhirnya karena dia nggak terima dia kayak mau nyerang aku diem-dien gitu, tapi ujungnya malah dia yang kalah" Jelasku.

"Terus karena katingnya anak emas di fakultas Hani, dia juga pinter play victim, akhirnya dia cerita ke Hani kalo aku yang mukulin dia duluan, terus karena dia pacar aku anak-anak fakultasnya juga sering ngehina-hina dia, akhirnya Hani mutusin aku" Lanjutku.

"Jadi Hani mutusin kamu karena kamu mukulin kating dia?" Tanyanya, dan aku hanya mengangguk.

"Kamu yakin?"

"Loh emang apa lagi, Mah?"

"Gimana kalo sebenernya Hani juga terpaksa mutusin kamu?"

"Yah nggak tau deh, Mah, kalo mikirin gituan malah makin nge-down aku. Aku cuma mau ngelurusin semuanya dari kemaren cuma nggak bisa-bisa" Jelasku.

"Hani masih sayang sama kamu kok, Bay" Ucap Mamah yang membuatku bingung.

"Kalo Hani udah nggak sayang sama kamu, pasti Bella juga kena imbasnya, kan? Pasti dia juga udah diusir dari apartemennya dong? Terus dengan tadi Hani nelpon Mamah nangis-nangis, Mamah yakin sih dia mungkin punya alasan lain buat mutusin kamu" Lanjutnya.

"Udah lah, Mah. Stop ngomong-ngomong kaya gitu, aku mau denger perkataan itu dari mulutnya sendiri" Ucapku kesal, dan Mamah hanya tertawa kemudian Mamah membuka jaket jas yang dia kenakan, memperlihatkan payudaranya yang besar menonjol.

Mamah keluar dari kamarku, sementara aku langsung membuka celanaku dan merebahkan diriku di kasur. Pikiranku tentang Hani membuatku sering menjadi lemas dan tidak bersemangat. Aku hanya ingin meluruskan ini semua, supaya hatiku bisa kembali lega. Namun sepertinya sudah sulit untuk meluruskannya dalam waktu dekat.

Akhirnya Mamah kembali ke dalam kamarku, membawa sepiring penuh makanan, dan Mamah langsung duduk di sampingku.

"Ini makan dulu, kak. Bahaya kalo kamu sakit"

"Nanti dulu, Mah"

"Nanti kalo kamu sakit Hani malah makin khawatir loh"

"Bukann tadi aku sama kak Liya sama Sindy udah makan di kampus"

"Noh kan udah nyari cewek baru lagi" Ledek Mamah, dan akhirnya Mamah menaruh makanku di meja belajarku sebelum akhirnya Mamah merebahkan dirinya disampingku.

Mamah langsung mengelus-elus rambutku, dan akupun akhirnya menjadi menempel dan menjadikan lengan Mamah sebagai bantal. Tentu saja di posisi begini, payudara Mamah berada tepat di samping kepalaku.

"Masa karena Hani aja kamu sampe se nge-down ini, kak?" Tanya Mamah sambil mengelus-elus kepalaku.

"Aku cuma pengen ngelurusin semuanya, Mah" Jawabku dan Mamah pun akhirnya hanya tersenyum sambil terus mengelus-elus rambutku.

Wajahku bersampingan dengan payudara Mamah yang terlihat sangat menonjol dibalik mansetnya. Entah kenapa, tiba-tiba muncul kembali gairahku untuk bermain dengan kedua semangka, mungkin karena memang sudah seminggu ini aku sudah tidak diberi jatah.

"Mamah"

"Kenapa, kak?"

"Aku haus deh" Ucapku.

"Ooooh, mau Mamah ambilin minum?" Tanyanya.

"Mau minum susu, Mah"

"Kamu nyetok susu di kulkas?"

"Bukann bukan susu itu" Jawabku, dan aku langsung memindahkan pandanganku ke kedua payudaranya, dan Mamah pun langsung menyadarinya.

"Oalahh hahahaha, bisa ajaa kamu modusnya bilang aus" Tawanya, dan Mamah pun langsung mengangkat tubuhnya.

Mamah tanpa lama-lama langsung mengangkat mansetnya hingga sampai menunjukkan BH nya, dan Mamah juga langsung mencabut BH nya hingga kini kedua payudaranya bergelayutan bebas.

"Nihh buat anak Mamah yang bandel"

Tanpa berpikir panjang pun, aku langsung menggarap kedua semangka Mamah, dan terdengar suara Mamah menjerit pelan.

"Ummmhh..."

Ketika mulutku bermain di salah satu payudaranya, tanganku bermain di salah satu payudaranya dan kupelintir-pelintir putingnya. Putingnya kujilat-jilati dan kadang kuhisap kencang-kencang.

"Ummhhh... Kakkk...."

Entah kenapa, aku menjadi sangat bernafsu. Biasanya tidak pernah aku se agresif ini. Namun ketika aku ingin berhenti, rasanya aku malah menjadi makin bernafsu. Kini mulutku bergantian memainkan kedua payudaranya.

"Ummhh... Kakakk... Agresiff bangettt... "

Ucapan Mamah kuhiraukan, dan aku makin liar menjilat-jilati kedua payudaranya serta meremasnya keras-keras hingga Mamah juga mulai terbawa suasana.

"Ummhhh.... Ahhhh.... Kakakkk.... Bandeelll...."

Tangan Mamah pun kini juga mulai bergerak. Awalnya Mamah hanya mengelus-elus rambutku makin agresif, namun perlahan-lahan tangan Mamah juga bergerak menuruni punggungku.

"Slrrp... Slrppp... Tetek Mamah gede banget sihh... Slrpp... Slrrpp..." Ucapku dikala aku menjilati payudaranya.

"Ummhh... Iyaaa... Kamuu sukaa yangg gede-gedee kann??... Ahhh..." Jawabnya diselingi desahan.

Aku tidak menjawab perkataan Mamah, dan aku terus menjilati kedua payudara Mamah dengan buas, dan tangan Mamah tiba-tiba hinggap di kontolku yang masih tertutupi celana jins.

"Ummhh... Inii kasiann burungg kamuu... Sakitt entarr... Uhhh... Keluarinn duluuu...." Suruh Mamah, dan aku langsung membuka sleting dan kancing celanaku, serta menurunkan celana dan celana dalamku hingga kontolku sudah bebas, dan setelah itu aku langsung menggenggam tangan Mamah menuntunnya untuk mengocok kontolku.

"Ummhh... Burungg kamuu jugaa gedee kakkk... Gemukk jugaaa...." Ucapnya sembari mengocok kontolku.

Melihat Mamah mengocok kontolku, aku jadi terpancing untuk memainkan memek Mamah dari luar celana kulotnya. Akupun langsung menurunkan satu tanganku menuju selangkangan Mamah dan langsung menggesek-gesek memeknya dari luar.

"AHHH... Kakkk... Tangannyaa bandell yaaa... Ummhh..." Desahnya yang mulai meliuk-liuk keenakan.

Aneh, Mamah tidak marah ketika kugenggam selangkangannya. Namun aku tidak terlalu memikirkannya, masa aku menolak apa yang sudah disuguhi?

Setelah cukup lama kami berada di posisi ini, aku memutuskan untuk diam-diam menurunkan celana kulot Mamah beserta celana celana dalamnya. Tetap saja, tidak ada perlawanan dari Mamah jadi aku memutuskan untuk menurunkan celananya sepenuhnya.

Hal pertama yang kulihat, memeknya sudah cukup basah, dan jembutnya terlihat sangat lebat. Tanpa berpikir panjang, akupun langsung melepas kulumanku di payudaranya, dan aku langsung memindahkan posisiku menjadi diatas Mamah, dan aku langsung membuka paha Mamah lebar-lebar.

Aku sudah tidak memikirkan apa-apa lagi, dan aku langsung berniat untuk memasukkan kontolku ke memek Mamah. Namun, tiba-tiba Mamah langsung menahanku hingga membuatku panik setengah mati.

"Kenapa, Mah?" Tanyaku gugup.

"Sekali ini aja, ya" Jawabnya dengan senyuman keibuannya, dan aku kemudian tersenyum sambil berusaha memasukkan kontolku ke memeknya.

"Jangan kasar-kasar ya, kak" Pintanya, dan setelah posisi kontolku sudah pas, aku langsung menghentakkan kontolku dalam-dalam.

"AHHHH... Kakakkk... Kan udah Mamahh bilangg..." Protesnya, namun aku menghiraukannya dan memulai genjotan pelanku.

"Ummhh... Burungg kamuu gedee bangett kakk... Ahhh..." Desahnya.

Sambil menggenjot memeknya juga, aku tidak berhenti memainkan payudara besarnya ini. Rasanya seperti magnet.

"Ummhh... Gede bangett si inii Mahh...."

"Ahhh... Iyaahhh... Burungg kamuu jugaaa..."

Akupun langsung mempercepat genjotanku di memek Mamah hingga Mamah menjadi makin keenakan.

"AHHHH... KAKKK... TERUSSS..."

"Hhhh... Hhhh... Gimana Mahh?? Enakk kann??"

"Ummhhh... Ennakkk kakk.... Terusinnn..."

Akupun menuruti permintaan Mamah dan langsung menggenjot memek Mamah menjadi secepat yang kubisa, dan Mamah mulai menjerit-jerit keenakan.

"AHHH... IYAHH KAKK... TERUSSS... AHHH... KAKK KAMU BELAJARR DARI MANA SIHHH.... UMMHHH..." Jeritnya keenakan.

"Hhhh... Hhh... Kepoo..."

"Ummhh... Anakk Mamahh udahh bandell yaaa... Ahhh teruss kakkk..."

Aku kembali menggenjot Mamah, dan sepertinya Mamah akan mencapai orgasmenya.

"Ummhh... Kakkk... Mamahh udahh mau sampeee..."

"Hhhh... Hhhh... Iyaa Mahh... Akuu jugaa... Gantii gayaa Mahh..." Jawabku, dan aku langsung mencabut kontolku dari memeknya.

Mamah pun langsung merubah posisinya menjadi menungging menampilkan pantatnya yang cukup besar juga.

"Hhhh... Hhhh... Buruann kakk... Keburu temenn kamuu pulangg..." Pintanya, dan aku langsung kembali memasukkan kontolku ke memeknya yang masih lumayan sempit.

"UMMMHHH..."

Tanpa berpikir panjang, aku langsung menghujam cepat memek Mamah sedalam-dalamnya.

"Ummmhh... Dalemm bangett... Teruss kakkk...."

Aku mempercepat genjotanku, dan untuk menambahkan kenikmatan di Mamah, aku juga memainkan payudaranya dari belakang.

"AHHHH... KAKKK... TERUSSSS.... UMMMHH... KAKKKK... MAMAHHH.... MAMAHH KELUARRRR.... AHHHHHH" Lenguhnya, dan akhirnya Mamah mencapai orgasmenya.

Aku menghiraukan orgasme Mamah dan aku terus menggenjot memeknya, dan Mamah juga menjadi sangat lemas, dan cairan orgasmenya berceceran.

"Uhhh... Kakk... Sabarr.... Mamah napass duluu..." Ucapnya lirih, namun kuhiraukan.

Aku tidak berhenti nenggenjot memeknya, dan sambil menggenjot aku juga meremas-remas pantatnya yang sangat jiggly dan terkadang kutampar-tampar juga.

*Plakk...*

"Ummhh... kakk... Bandelll..." Ucapnya ketika aku tampar pantatnya.

Setelah cukup lama aku mengentoti Mamah di posisi ini, akhirnya pejuku akan segera keluar.

"Hhh... Hhhh... Mahh akuu dikitt lagii keluarr..." Ucapku.

"Ahhh... Iyaa kakk... Ummhh... Barengann yaaa... Ayoo semangatt entotinn Mamahh..." Ucapnya yang membuatku terheran.

Ketika aku mendengar Mamah mengatakan 'entot', tiba-tiba seperti muncul tenaga ekstra bagiku untuk mempercepat genjotanku, dan Mamah pun sampai sangat lemas kuentoti dari belakang hingga tumpuan di sikunya sudah tidak ada.

"Ummhhh... kakkk... Ayooo terusss...dikitt lagii..."

"Hhhh... Hhh... Iyaa Mahhh..."

Aku kembali meremas-remas payudaranya, dan akhirnya Mamah mencapai orgasme keduanya.

"Ummhh... Iyahh kakk... Remess yangg kencenggg... Uhhh... Mamahh sampee lagii... AHHHH..." Jeritnya ketika mencapai orgasme.

Pejuku juga sudah diujung tanduk, dan aku juga langsung menghujamkan kontolku dalam-dalam dan aku ejakulasi di dalam memeknya.

"Uhhh..." Lenguhku ketika aku mencapai orgasme.

Setelah beberapa kali semprotan, aku mencabut kontolku dari memek Mamah, dan langsung terlihat cairan kenikmatan kami langsung mengalir keluar dari memek Mamah. Mamah pun langsung menjatuhkan dirinya di kasur dan menelentangkan dirinya, dan aku langsung mendekatkan kontolku ke wajah Mamah meminta Mamah untuk menjilati kontolku.

"Ihh apaan sihh kakk??" Ucapnya jijik.

"Bersihin, Mah" Jawabku, dan alih-alih Mamah membuka mulutnya, Mamah langsung menggenggam kain jilbabnya dan membersihkan kontolku.

"Bukan bersihin gitu sih, Mah, maksud aku pake mulut" Ucapku.

"Hih nggak ada, gausah banyak request kamu" Jawabnya sebal dan setelah kontolku bersih, aku langsung merebahkan diriku di samping Mamah.

"Mamah nggak takut jilbabnya kotor?" Tanyaku.

"Ngga kok, kak. Mamah bawa baju ganti, buat jaga-jaga kalo hal ini kejadian beneran" Jawabnya dengan tatapan meledek, dan aku hanya tertawa mendengarnya.

"Kak"

"Kenapa, Mah?"

"Gimana, masih pusing, nggak?" Tanyanya, jadi itu alasannya membolehkanku.

"Udah sedikit rileks sih, Mah. Tapi kalo boleh lagi bisa lebih rileks pasti hehe" Jawabku, namun Mamah tidak tertawa mendengar candaanku.

"Kak, janji ya ini yang terakhir kalinya" Ucapnya.

"Yah kenapa, Mah?"

"Yee masa gitu aja nggak tau, kita udah kelewatan banget kak, udah nggak boleh lagi besok-besok, okey?" Jawabnya.

"Mamah nggak enak kalo nanti kita terus-terus begini, akhirnya Mamah terus merasa bersalah sama Ayah, kakak paham, kan?" Lanjutnya, dan aku hanya mengangguk.

"Janji sama Mamah ya kak kalo ini yang pertama dan terakhir" Ucapnya.

"Iyaa Mahh"

"Nahh gitu dongg anak pinter Mamahh" Jawabnya tersenyum, dan setelah itu Mamah tertidur sementara aku memakan makananku yang tadi sudah disiapkan Mamah tadi.

-----
(Sorenya)

Mamah sudah rapi, dan begitupula juga aku. Mamah mau bertemu dengan Bella, sementara aku masih harus kembali ke kampus untuk mengecek laporan praktikanku bersama Sindy.

"Kak, Mamah berangkat dulu ya, kamu bener nggak mau ikut?" Tanyanya.

"Mau, Mah. Cuma kan aku masih harus ngoreksi laporan" Jawabku kecewa, dan terlihat raut kecewa di wajah Mamah juga.

"Yaudah kalo gitu kak, paling nanti kalo urusan kerja Ayah selesai kita nanti kesini lagi, okeh?"

"Iya Mah, have fun ya" Jawabku dan setelah itu Mamah berangkat, dan aku juga langsung berangkat ke kampus

Di perjalanan, kupikir dari pergumulanku dengan Mamah aku bisa melepas semua kepusingan yang ada di kepalaku, namun ternyata pergumulan itu sepertinya hanya mengambil sebagian kecil dari kepusinganku karena sampai saat ini aku masih merasa berat di kepalaku. Sampai-sampai aku nyaris menabrak salah satu pengendara motor juga di jalan. Sepertinya seks tidak bisa juga menghilangkan ini semua. Selain itu, sepertinya aku mulai menyadari kalau mungkin ini karma bagiku karena aku sudah bermain dengan perempuan selain Hani, yaa mungkin aku pantas menerimanya. Oleh karena itu aku ingin kembali membangun boundaries bagiku untuk tidak bermain dengan perempuan selain pasanganku.

Singkat cerita, aku sudah sampai di kampus, dan aku langsung memarkirkan motorku sebelum beranjak ke kantin terlebih dahulu. Di saat aku memesan minuman, tiba-tiba ada yang menepuk punggungku.

"Bay" sapanya yang membuatku kaget, dan aku langsung berbalik badan dan melihat kak Liya bersama pria yang tak kukenal.

"Yaampun, kak Liya, sama..." Jawabku berusaha menanyakan nama orang itu.

"Surya, Bay. Mas yakin pasti Liya pernah cerita tentang Mas ke kamu" Jelasnya, dan aku hanya mengangguk.

"Ini, Bay. Mas Surya katanya mau nanyain tentang kejadian kamu sama mas Farhan yang itu" Ucap kak Liya.

"Buat?"

"Mungkin Mas bisa bantu juga secara hukum, jadi Liya juga udah megang video barang bukti kejadian itu, cuma kurang cukup buat dijadiin barang bukti" Jelas mas Surya kepadaku.

"Hhhhhh Pasti kak Liya yang minta tolong sama mas Surya, ya?" Tanyaku kesal, dan terlihat kak Liya kaget mendengar perkataanku.

"Loh emang kenapa, Bay? Kan bisa lebih cepet kalo kayak gitu" Jawabnya.

"Nggak kak, nggak gitu. Mungkin iya bisa lebih cepet, cuma kalo ujung-ujungnya juga Hani malah makin benci sama aku gimana?" Jelasku.

"Tapi Bay..." Jawab kak Liya yang langsung kupotong.

"Please kak, aku hargain tawaran bantuan kakak dan Mas, tapi ini kebih ke masalah yang perlu aku urusin sendiri" Potongku, dan dengan berat hati mas Surya dan kak Liya mengiyakan.

"Oke kalau gitu, tapi kalo kamu perlu bantuan, Mas bisa bantu kok, Bay. Itung-itung buat imbalan jagain Liya dari Rizky" Ucap mas Surya.

"Iya, mas. Paling aku cuma mau minta tolong video yang kak Liya kirim coba ditelaah bagian di merge sama cut nya dibagian mana aja, itu doang sih kak" Jawabku menjelaskan, dan mas Surya langsung mengiyakan.

"Oke kalau gitu, Bay. Nanti kalo udah selesai langsung aku kasih ke Hani aja ya" Ucap kak Liya.

"Iyaa, makasih ya kak Liya, mas Surya"

"Iyaa sama-sama, Bay. Yaudah kalo gitu Mad pulang ya, sayang" Ucap mas Farhan ke kak Liya, dan setelah berpamitan aku juga langsung bergegas menuju ke laboratorium dan aku langsung melihat ada Sindy disana.

"Darimana ajaa?? Buruann nanti kemaleman ngoreksinyaa" Suruhnya, dan aku langsung bergegas mengoreksi laporan praktikanku.

-----

Sudah sekitar dua jam kami mengoreksi laporan-laporan ini. Aku dan Sindy memang sangat teliti dalam mengecek laporan bahkan sampai ke ejaan dan cara penulisan juga kuperhatikan semua, dan kami juga selalu membandingkan laporan praktikan-praktikan kami just in case ada yang mencontek antar kelompok, sehingga akhirnya akan sangat lama mengoreksi laporan mereka.

Laporan Bella sengaja kutaruh di paling akhir, dan seperti biasa Bella selalu menjadi anak dengan laporan yang paling rapih dan tebal. Isi laporannya juga selalu berbobot dan tidak banyak keluar dari konteks, sehingga Bella selalu mendapat nilai laporan mingguan yang tinggi. Namun ketika aku membaca bagian kritik dan saran, Bella tidak menuliskan kritik dan saran pada praktikum minggu lalu. Isinya hanya bertuliskan:

"Kak, kakak harus kuat. Kakak nggak boleh terus-terusan nge-down, okey? Akhir-akhir ini kondisi kakak keliatan lagi nggak baik, tolong kak kakak juga harus jaga kesehatan kakak, bahaya kalo kakak sakit, kan kakak lagi sibuk juga, okey? Semangat kak, aku yakin kakak kuat kok, Aku sayang kakak"

Mood-ku yang tadinya masih biasa saja tiba-tiba kembali menjadi tidak baik setelah membaca tulisan Bella itu. Akupun langsung membuka ke halaman berikutnya untuk melihat daftar pustakanya, setelah itu lampiran, dan ketika aku melihat lampirannya, kulihat seperti ada secarik kertas yang menyelip diantara kedua halaman itu, dan aku langsung mengambilnya.

"Apaan, nih?" Ucapku.

"Lah gatau, itu keselip kali Bay, enak banget kamu udah laporan terakhir, ini aku masih lumayan banyak" Jawab Sindy yang membuatku tertawa, dan ketika aku membalik secarik kertas itu, aku melihat ada tulisan di kertasnya, dan langsung kubaca.

"Jangan lupa jaga kesehatan kamu ya, Bay, aku nggak mau kalo kamu sampe sakit, okey? -Hani" Isi dari tulisan tersebut.

Perasaanku kembali bercampur aduk. Untuk apa Hani menulis ini? Bukannya dia sangat marah kepadaku waktu itu? Namun setiap aku kembali memikirkan ini, rasa sedih di hatiku makin membesar dan kepalaku juga ikut makin pusing. Akupun langsung menilai laporan Bella dan menaruhnya di tumpukan laporan yang sudah kukoreksi, dan setelah itu aku langsung menaruh kepalaku diatas kedua tanganku di meja.

"Kamu kenapa lagii, Bay??" Tanya Sindy.

"Aaaa nggak tauu, pusingg" Jawabku asal, dan kulihat Sindy langsung menghentikan koreksinya dan berjalan menujuku.

"Ini apa?" Jawab Sindy menunjuk kearah secarik kertas yang masih kupegang, dan tiba-tiba Sindy langsung mengambilnya paksa.

"Sin udah ahh siniinn" Pintaku, namun dihiraukan Sindy, dan langsung dia baca tulisan di kertas tersebut.

"Noh, Bay, Hani aja juga khawatir kamu begini, gimana sih?" Ucap Sindy setelah dia membaca tulisannya.

"Sok tau bet" Jawabku asal, dan Sindy langsung menarik kursi dan duduk disampingku.

"Udahh, Bay. Kamu jangan mikirin ini teruss, semester masih panjang" Ucapnya sambil mengelus-elus punggungku.

"Susah, Sin. Selalu aja di pikiran aku saat ini aku cuma pengen dateng ke dia, jelasin semuanya, dan yang penting dia tau dulu apa yang sebenernya terjadi" Jawabku.

"Dia pernah bilang ke aku kalo dia nggak mau aku ngejauh dari dia kalo kita kenapa-napa entar, cuma buktinya apa? Malah dia yang ngejauhin aku" Lanjutku yang membuat Sindy terdiam.

"Aku cuma pengen jelasin ke dia doang, aku belom mikirin sampe balikan lagi, meski aku masih berharap banget kita balikan, fuck kenapa aku jadi kayak sadboi gini, sumpah pusing deh" Ucapku, dan Sindy terus mengelus-elus punggungku.

Sindy tidak menjawab perkataanku, namun tangannya tidak berhenti mengelus punggungku.Terdapat keheningan yang cukup lama di dalam ruangan ini, dan kami tidak berubah dari posisi kami ini. Namun tiba-tiba, tangan Sindy menuruni punggungku, melewati pinggangku hingga akhirnya berhenti di pahaku.

"Ngapain, Sin?" Tanyaku, namun tidak dijawab.

Tangan Sindy pun perlahan mulai kembali bergerak, dan gerakan itu menuju kearah selangkanganku.

"Sinn..." Ucapku pelan.

"Ssstt...." Desisnya, dan dia langsung menutup mulutku dengan jari telunjuknya menyuruhku diam.

Tangan Sindy hinggap di sleting celanaku, dan tanpa berpikir panjang Sindy langsung membuka sleting celanaku dan membuka kancing celanaku. Sindy pun juga langsung menurunkan celanaku dan tangannya langsung hinggap di kontolku yang masih tertutup celana dalam, dan kontolku langsung mengeras.

Tanpa berpikir panjang, Sindy langsung mengeluarkan kontolku yang mulai mengeras, dan aku langsung menatap mata Sindy.

"Sin, ngapain?" Tanyaku.

"Udah diem aja" Jawabnya, dan Sindy langsung menurunkan kepalanya dan mulai menyepong kontolku.

"Ssshh... Sinn..."

Sindy langsung menaik-turunkan kepalanya, dan Sindy juga memainkan lidahnya didalam kulumannya.

"Urrgh... Sinn... Udahh..." Ucapku ke Sindy menyuruhnya berhenti.

"Chlokhh... Chlokhh... Udahh diemm... Chlokhh... Chlokhh..." Jawabnya disela-sela sepongannya.

Sindy lanjut menyepong kontolku, dan sambil menyepong kontolku, Sindy membuka kancing kemeja jas lab dan kancing kemejanya hingga terlihat BH nya. Selain itu, tangan Sindy mengambil tanganku dan langsung mengarahkannya ke kedua payudaranya. Tentu saja aku langsung menarik tanganku, namun Sindy menahan.

"Chlokhh... Chlokhh... Udahh nikmatin dulu... Chlokhh..." Ucapnya.

"Ngacoo kamuu, nggak enakk sama Adii" Jawabku.

"Chlokhh... Chlokhh... Udahh gausah mikirin Adi, nikmatin aja dulu, katanya pusing" Ucapnya sambil mengocok kontolku.

"Ya nggak gini juga kali caranya Sin" Jawabku dan kulihat Sindy tersenyum sebelum kembali menyepong kontolku.

Sudah kurang lebih 10 menit Sindy menyepong kontolku dan rasanya aku sudah akan keluar.

"Sinn akuu udah mauu keluarr..."

"Chlokhh... Chlokhh... Iyaa... Mundurann Bayy aku pegel sambil beginii..." Jawabnya, dan setelah aku memundurkan kursiku, Sindy berlutut di depanku dan setelah itu dia membuka BH nya.

"Buruann udah malem" Ucapku mengingatkan, dan Sindy langsung kembali menyepong kontolku.

Tanganku pun kini tidak diam dan sembari aku disepong Sindy, aku remas-remas payudaranya.

"Tetek kamu gede juga ya ternyata Sin" Ucapku, dan kulihat Sindy seperti tertawa sambil terus mengulum kontolku.

Wah, ternyata Sindy juga sangat lihai dalam menyepong kontol. Apakah ini juga ajaran dari Adi? Tapi rasanya tidak mungkin, jam terbang Adi sepertinya juga jauh lebih rendah dariku. Sepertinya Sindy belajar dari orang lain.

Akhirnya, pejuku sudah berada di ujung tanduk, dan aku langsung memberitahu Sindy.

"Sinn aku dikit lagi keluarrr" Ucapku, dan Sindy langsung mempercepat gerakannya.

"Chlokhh... Chlokhh... Chlokhh..."

Tak butuh waktu lama bagi Sindy untuk mengeluarkan pejuku, dan akhirnya aku mengalami ejakulasi.

"Sinn aku keluarr..." Ucapku, dan Sindy tiba-tiba mencabut kulumannya dan akhirnya pejuku mengenai sekujur wajahnya serta pashminanya.

"Uhhh..." Lenguhku ketika aku ejakulasi.

Setelah kontolku berhentu menyemburkan peju, Sindy langsung menjilati kontolku hingga bersih, dan setelah kontolku bersih, Sindy membuka jas labnya dan mengelap mukanya menggunakan itu.

"Sinn gila kan kita masih praktikum besok, kok kamu ngelapnya make itu?" Tanyaku heran.

"Santai kali, aku punya jas cadangan" Jawabnya sambil beberes.

"Ini kamu jago nyepong diajarin Adi atau siapa?" Ledekku sambil memasukkan kontolku kedalam celana.

"Kepo"

"Berarti bukan"

"Sok tau bangettt"

"Berarti fix bukann hahahaha" Kembali ledekku, dan kulihat Sindy terlihat sangat sebal dan wajahnya memerah, dan setelah kami selesai beberes, kami berdua langsung pergi keluar meninggalkan laboratorium.

-To Be Continued-


Jedah Hani...
Muncul Mama...... Asyiiiikk.......
Lanjut Bay rebut Hani lagi
 
-The Truth-


------

Satu bulan sudah berjalan semenjak kejadianku bermain dengan Mamah dan disepong Sindy di laboratorium, dan tidak terjadi banyak perubahan. Hani masih memblokir seluruh sosial mediaku, sehingga aku juga tidak bisa memberinya kabar tentangku dan menanyakan kabarnya, namun kali ini aku menggunakan Bella sebagai jembatan antara aku dan Hani.

Aku masih sering melihat Hani ketika aku hendak pulang di pinggir jalan, dan setelah kejadian itu juga raut wajahnya tidak pernah menjadi sesedih saat pertama kali kami berpapasan. Namun yang kulihat kini Hani juga mulai sering menggunakan pakaian-pakaian yang cukup agamis, yang membuatnya menjadi sangat manis dan upayaku untuk move on terus tergagalkan.

Namun untuk saat ini, dapat kukatan kondisiku mulai membaik setelah beberapa minggu setelah aku dan Hani putus aku seperti tidak mempunyai semangat hidup. Semenjak terakhir Hani menyelipkan kertas di laporan Bella, aku selalu menjadikan laporan Bella sebagai media aku dan Hani untuk berkomunikasi. Selain itu, ketika aku dan Sindy membaca isi-isi dari surat tersebut, Masih terlihat jelas kepedulian Hani kepadaku sehingga Sindy selalu meyakinkanku bahwa aku masih mempunyai kesempatan kedua.

-----

"Baik, kelas sudah berakhir, silahkan adik-adik bisa meninggalkan ruangan kelas"

"Terimakasih pakk" Ucap kami semua dan aku dan Sindy langsung berjalan keluar.

"Kamu mau kemana sekarang, Bay?" Tanyanya.

"Balik si paling, lagian juga nggak ada kelas lagi kan abis ini" Jawabku.

"Oooh yaudah, bilangin ke Adi jangan lupa makan ya" Suruhnya, dan aku hanya menggangguk.

Setelah berpisah dengan Sindy, aku langsung berjalan menuju ke parkiran untuk mengambil mobilku. Sambil membuka hapeku, aku membuka Whats*pp dan hal pertama yang kulihat adalah kini sudah terlihat foto profil Hani yang sebelumnya memblokir nomorku selama beberapa minggu.

"Loh di unblock?" Pikirku dalam hati, namun tidak kembali kupikirkan dan aku langsung memasukkan hapeku ke kantong.

Sambil berjalan menuju ke mobilku, aku memerhatikan terdapat wajah yang sangat familiar sedang menunggu di depan mobilku. Namun karena pandanganku yang mulai buram ini aku tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang menunggu disana. Aku terus berjalan mendekati orang itu, dan pandanganku juga makin jelas, aku terus memerhatikan orang itu, dan makin dekat, makin jelas terlihat siapa perempuan itu sebenarnya. Akhirnya perempuan itupun melihat kearahku, dan dia memberikanku senyumannya yang sudah menghilang dimataku selama beberapa minggu ini.

"Hani?!" Sapaku kebingungan, dan aku langsung berlari kedepannya.

"Haloo Bayy" Balik sapanya, dan kini kami berdua berhadapan.

"Kamu ngapain kesini, Han?"

"Gapapah, aku lagi pengen liat keadaan kamu aja" Jawabnya simpel.

Entah kenapa emosiku sedikit terpancing mendengar Hani berkata seperti itu.

"Nggak pengen nanya keadaan aku lewat laporannya Bella lagi?" Tanyaku ketus.

"Hahahahah, ngga ah, aku pengen liat keadaan kamu langsung aja, gimana kamu, sehat kan?"

"Kenapa nggak nanya lewat chat aja?" Ucapku kesal.

"Ih kenapa sih kamu kaya galak banget gitu? Udah benci sama aku, ya?" Jawabnya, dan aku langsung menatap tajam matanya dan kulihat Hani juga seperti takut melihatku.

"Serius, Han. Ada apa?" Tanyaku.

"Ihh aku cuma lagi pengen ngobrol ajaa, emang nggak bolehh??"

"Boong ah"

"Ihh apaan sii, seriuss akuu"

"Bohongg, bilang aja kamu kangen sama aku" Ucapku, dan kulihat Hani tersenyum malu dan tidak menjawab ucapanku.

"Bener, kan?"

"Hehe" Jawabnya tersenyum, dan melihat senyuman di wajahnya tiba-tiba membuat seluruh kegundahan di hatiku menghilang.

"Kamu udah nggak ada kelas kan, Bay?" Tanyanya.

"Nggak sih, ini aku mau pulang"

"Mau makan dulu, nggak? Kamu udah makan belom?"

"Belom sih"

"Yaudahh kita makan yuk, aku juga belom makan ini" Ajaknya, dan aku langsung berpikir ini adalah kesempatan bagiku untuk menjelaskan semuanya.

"Yaudah deh, yaudah kamu naik ke mobil" Jawabku, dan kami berdua langsung memasuki mobilku.

Tentu saja karena kini kami sudah tidak berpacaran dan kami tidak pernah bertemu akhir-akhir ini, rasanya sangat canggung. Bahkan aku saja juga tidak bisa mencari topik pembicaraan, dan kuyakin Hani juga pasti merasakan hal yang sama. Alhasil, terdapat keheningan selama kami berada di dalam mobil. Sampai akhirnya, Hani membuka Sun Vissor mobilku dan melihat masih ada foto kami berdua yang kusangkutkan disitu.

"Masih kamu simpen?" Tanyanya.

"Salah kalo aku simpen, ya?"

"Nggak sih, aku kira bakal kamu buang" Jawabnya, dan Hani langsung menutup Sun Vissornya.

Singkat cerita, kini kami sudah sampai di restoran, dan tanpa lama-lama kami langsung memesan makanan dan setelah itu kami memilih untuk duduk di pojok.

"Gimana kuliah kamu, Bay? Aman kan?" Tanyanya membuka pembicaraan.

"Hmmm, agak berantakan sih"

"Kok begitu? Kenapa?"

"Menurut kamu?" Tanyaku dan Hani sempat terdiam sebentar dan kemudian dia mengangguk paham dengan apa yang kumaksud.

"Kamu gimana? Pasti hepi-hepi ya?" Kembali tanyaku.

"Yaa nggak beda jauh sama kamu, kok"

"Boong"

"Ih kamu nuduh aku boong mulu daritadi, coba aja tanya ke Bella nantii" Ucapnya sebal yang membuatku ingin tertawa.

"Kondisi mas Farhan gimana, Han? Baik-baik aja?" Tanyaku.

"Baik kok, tapi kata mas Farhan lukanya masih perlu diperban, entah karena kamu mukulnya kekencengan atau gimana" Jawabnya dengan nada datar seolah dia ingin menyindirku.

"Han"

"Iya?"

"Kamu beneran nggak percaya sama aku?"

Hani tidak langsung menjawab pertanyaanku, dan setelah dia menyeruput kopi pesanannya, barulah dia menjawab.

"Ini yang mau aku omongin sama kamu, Bay" Ucapnya sambil menaruh gelasnya.

"Aku nggak marah pas kamu mukulin mas Farhan, bukan itu alasan utama aku marah banget sama kamu," Lanjutnya yang membuatku terheran-heran.

"Yaa emang aku kecewa pas aku tau kalo kamu yang mukulin dia, cuma ya itu aku nggak mau ikut campur banyak, toh itu kan urusan kalian berdua," Jelasnya, dan tiba-tiba Hani menggenggam tanganku.

"Cuma, itu semua bisa kejadian karena kamu yang udah ngajakin mas Farhan ketemuan buat nyuruh dia ngejauhin aku, itu yang bikin aku marah sama kamu, Bay" Ucapnya.

"Tapi Han kan kamu tau alesan aku ngelakuin itu..." Potongku.

"Iyaa aku tau kok, cuma kali ini aku rasa nggak masuk akal aja, Bay"

"Nggak masuk akal gimana??"

"Ya nggak mungkin dong Bay tiap ada yang deketin aku berarti dia pengen merkosa aku," Ucapnya.

"Kalo ternyata emang mas Farhan cuma mau temenan sama aku gimana?" Lanjutnya, dan dengan sigap aku langsung bertanya.

"Mas Farhan cerita ke kamu gimana emang kronologi ceritanya? Pas kejadian dia dipukulin" Tanyaku.

"Yaa nggak beda jauh sama yang aku ceritain waktu itu, kamu ngajak ketemuan, kamu minta tolong mas Farhan jauhin aku, dia nggak mau, terus kamu lepas kendali," Ucapnya.

"Terus dia bilangnya kamu yang mulai berantem duluan tapi yang itu udah clear lah ya masalahnya" Lanjutnya.

"Han, ceritanya berkebalikan banget"

"Emang aslinya gimana?"

"Dia yang lepas kendali duluan, karena dia nggak terima aku balik ngehina dia"

"Buktinya?"

"Mau ke kafe nya sekarang? Aku yakin kok baristanya masih inget sama kejadian itu" Ucapku dengan pede hingga akhirnya Hani mulai percaya denganku.

"Jadi kamu udah mau maafin aku sekarang?" Tanyaku.

"Aku udah maafin kamu dari lama, Bay," Ucapnya.

"Cuma entah kenapa, aku rasanya masih kecewa banget sama kamu sampe hati aku rasanya masih sakit banget" Lanjutnya yang membuatku terdiam karena aku tahu, I'm fucked up.

"Apa yang bisa aku lakuin buat nebus kesalahan aku, Han?"

"There's nothing you can do, Bay. Kayaknya aku cuma perlu waktu" Jawabnya yang membuatku terdiam.

Memang benar ucapan Hani, untuk urusan hati tidak pernah bisa se-instan itu. Tapi pikiranku tentang hati Hani yang terluka karena perbuatanku benar-benar membuatku merasakan sakit juga.

"Bay"

"Iya, Han?"

"Maafin aku, yah, kayaknya aku waktu itu kejam banget mutusin kamu tanpa ngasih tau alasan yang jelas" Jelas Hani.

"Gapapa kok, Han. Aku juga udah sedikit lebih lega sekarang" Jawabku dan Hani tersenyum mengangguk.

-----

Setelah selesai makan, aku memutuskan untuk mengantar Hani pulang ke apartemennya. Mungkin aku juga akan mampir sebentar melihat bagaimana kondisi Bella mengerjakan laporan. Aku ingin melihat bagaimana proses pengerjaannya hingga laporan per minggu yang dia kerjakan bisa setebal laporanku selama satu semester.

Singkat cerita, aku dan Hani sudah sampai di apartemen Hani. Sama seperti perjalanan berangkat ke restoran tadi, keheningan mengisi perjalanan pulang kami. Sebelum Hani turun dari mobilku, Hani bertanya kepadaku apakah aku ingin mampir atau tidak.

"Kamu mau mampir dulu nggak, Bay?" Tanyanya.

"Bella udah pulang, kan?" Tanyaku dan Hani mengangguk, dan setelah itu Hani hendak keluar dari mobilku, namun kutahan.

"Kenapa, Bay?"

"Apa aku masih punya kesempatan buat jadi pacar kamu lagi?" Tanyaku yang membuat Hani terdiam cukup lama, sebelum akhirnya Hani membuka mulut.

"Kita liat kedepannya gimana, ya" Jawabnya tersenyum.

"Kalo kedepannya kamu tetep gamau?" Tanyaku, dan tiba-tiba Hani menggenggam tanganku.

"Bay, kamu inget kan yang pertama kali kita ngelakuin 'itu'? Kamu inget nggak aku kita pernah janji kalo meski kita ujung-ujungnya pisah kita harus tetep bisa berhubungan baik?"

"It's easier said than done, Han. Aku rasa aku masih nggak sanggup buat sampe ke tahap itu" Ucapku pelan, dan kurasa genggaman Hani di tanganku makin keras.

"Nggak papa, Bay. Ngga ada yang instan di dunia ini. Lagipula..."

"Lagipula apa?" Potongku.

"Meski kalo nanti ujung-ujungnya kita emang nggak jodoh, aku bakal terus sayang sama kamu, Bay" Jawabnya dengan senyuman termanisnya yang pernah kulihat, dan entah pemikiran dari mana yang masuk ke kepala Hani, Tiba-tiba dia mencium pipiku.

"Ccupphh... Aku sayang kamu, Bay" Ucapnya pelan, dan melihat senyumannya rasanya aku ingin langsung melumat bibirnya, namun dengan sekuat tenaga aku menahan rasa ini.

Setelah Hani mencium pipiku, Hani langsung beranjak turun dari mobil, dan akupun juga langsung bergegas turun dari mobil mengejar Hani. Setelah aku sudah bersebelahan dengan Hani, tiba-tiba Hani menggandeng tanganku. Aku sempat kebingungan dan langsung memandang Hani, dan Hani hanya melihat kearahku dengan senyuman manisnya.

"Kamu kangen banget sama aku, ya?" Tanyaku, namun tidak Hani jawab.

Kami sudah sampai di depan pintu, dan setelah beberapa ketukan pintu, Bella membukakan pintu dengan pakaiannya yang sedikit 'terbuka' karena tidak seperti biasanya, Bella seperti menggunakan daster mini.

"Ehh kak Hani... LOH KAK BAYU?!?" teriaknya kaget melihatku berdua dengan Hani.

"KAKAK UDAH BALIKAN?!?" Tanyanya antusias, namun dengan sigap kami berdua langsung menggeleng-gelengkan kepala, dan Bella langsung terlihat kecewa.

Setelah membukakan pintu, aku dan Hani langsung masuk kedalam dan aku langsung duduk di sofa sementara Hani langsung memasuki kamarnya.

"Aku ganti baju sebentar ya, Bay. Kamu tunggu disitu dulu"

"Kan aku udah pernah liat kamu telanjang, santai aja kkali buka baju disini" Candaku.

"Hahahaha, ngaco kamu ah, sebentar aku ganti baju dulu" Jawabnya, dan Hani langsung menutup pintu kamarnya.

Sambil menunggu Hani, aku memutuskan untuk ke kamar Bella melihat kondisi kamarnya. Baru kubuka pintunya, aku langsung terkejut melihat kamarnya. What a fucking mess. Buku bertebaran dimana-mana, Laptop dan Tab dia gunakan untuk mencari referensi, dan hape digunakan untuk menghitung. Benar-benar mahasiswa teladan.

"Berantakan banget, dek" Ucapku.

"Kan biar bagus nilainya kak" Jawabnya.

"Ya gausah ampe segitunya juga kali, kakak juga pusing ngenilai laporan kamu" Ucapku yang membuatnya tertawa.

"Btw, sejak kapan kamu make daster-daster kayak gitu?" Tanyaku, dan kulihat tiba-tiba raut wajah Bella berubah menjadu sangat terkejut.

"Umm... Kakak nyadar??"

"Kakak udah serumah sama kamu nyaris seumur hidup kakak kali dek, masa kakak ganyadar hahaha, kamu mulai nyaman pake daster?" Tanyaku.

"Umm... Ehee... Iya kak.. Lagi pengen nyoba-nyoba aja" Jawabnya gugup, namun tidak kupedulikan lebih jauh lagi, tapi yang jelas tubuh Bella yang memang lebih semok dari Hani menjadi terlihat sangat menjiplak.

Tidak banyak hal yang kami lakukan di apartemen Hani, hanya bermain-main dan makan malam bersama. Tak terasa, ternyata ini yang kubutuhkan. Ini yang sudah hilang dariku selama beberapa waktu ini. Seperti separuh diriku kini sudah kembali. Hani pun juga sepertinya merasakan hal yang sama ketika kulihat Bella memerhatikan Hani yang terlihat berbahagia juga.

Berhubung sudah mulai malam, aku memutuskan untuk pulang saja karena aku tidak enak jika berlama-lama disini. Hani pun memutuskan untuk mengantarku kebawah sampai ke mobilku.

"Han aku pulang dulu, ya"

"Iyaa, hati-hati ya, Bay"

Akupun langsung beranjak masuk ke mobilku, namun tiba-tiba Hani menarik tanganku, dan setelah itu Hani langsung memeluk tubuhku.

"Kenapa, Han?"

"Aku tunggu perjuangan kamu, ya" Ucapnya sambil mendekapkan kepalanya ke dadaku.

"Kalo kita balikan sekarang aja gimana? Biar aku buktiin kalau aku bisa berubah selama kita masih pacaran" Pintaku.

"Maaf, Bay, tapi aku mau liat usaha kamu dulu buat dapetin aku lagi, gapapa ya? Aku yakin kok kamu pasti bakal berusaha sekuat yang kamu bisa" Jawabnya tanpa melepas pelukannya.

"Hmmm, kalo keputusan kamu udah bulat juga aku udah gabisa apa-apa ya hahahah, yaudah, tungguin aku buat bisa buktiin ya, Han"

"Hahaha, iyaa Bay, pasti aku tunggu kok, tapi inget jangan lupa kuliah kamu juga nggak boleh berantakan yaa" Ucap Hani, dan setelah itu Hani melepas pelukannya dan aku langsung masuk ke mobilku dan beranjak pulang.

-----
(Seminggu kemudian)

"Bay, bangun, Bay" Ucap Sebastian membangunkanku yang sedang tertidur di ruangan UKM sepakbolaku.

"Hmm? Kenape, Bas?" Tanyaku yang masih kebingungan.

"Sindy nelpon lu, tadi. Kayaknya penting" Ucapnya yang membuatku langsung segar, AKU LUPA AKU HARUS MENGECEK LAPORAN!

Dengan cepat, aku langsung loncat berdiri dan berlari menuju motorku, dan aku langsung mengebut beranjak ke gedung fakultasku. Aku sudah sampai di parkiran motor, dan setelah memarkirkan motorku, aku langsung berlari menuju ke laboratorium. Namun, aku langsung melihat Sindy yang ternyata juga baru sampai.

"Sin!!" Teriakku di belakangnya, dan Sindy langsung menengok kearahku tertawa.

"Hhhh... Hhhh...Aku kira kamu udah nungguin, Sin" Ucapku terengah-engah.

"Iyaa tadi aku nelpon minta tolong jemput soalnya motornya Adi bocor, tapi nggak kamu angkat, yaudah aku jalan kaki" Jawabnya, dan tiba-tiba Sindy menyodorkan sebuah jus kepadaku.

"Nih, tadi Hani nitipin ini ke aku buat kamu" Ucapnya, dan langsung kuambil jus itu.

"Kalian udah balikan?" Tanyanya.

"Belom, cuma aku udah lagi berusaha lagi sih" Jawabku, dan Sindy kulihat tersenyum senang.

Kami sudah sampai di depan gedung laboratorium kami, dan kulihat ada sekelompok orang dengan meja yang dipenuhi dengan sekardus A*ua seperti sedang membagi-bagi minuman. Dengan sigap pun, Sindy langsung menghampiri mereka.

"Ada apa ini?" Tanya Sindy.

"Ooh, ini mbak, kita lagi ngadain program bagi-bagi minum buat anak-anak fakultas kita mbak" Ucap salah seorangnya sambil memberikan satu botol minum untuk Sindy.

"Tapi kok kalian ngasih-ngasihnya sore?" Tanyaku.

"Enggak kok, mas. Kita disini udah dari siangan" Ucapnya.

Aneh, tadi sebelum aku ke gedung UKM kan aku lewat sini. Mana mungkin dia sudah lebih dulu berada di sini.

"Tapi tadi saya lewat sini loh, mas. Kalian nggak ada pas saya lewat, itupun saya lewat udah agak sorean" Ucapku.

"Enggak, mas. Kita emang sebenernya udah di spot lain sebelumnya, nah kebetulan tadi jam 3 kita pindah kesini" Jawabnya sambil menyodorkan minum kepadaku, namun kutolak.

"Nggak usah, mas. Saya udah bawa minum sendiri kok" Tolakku.

"Loh gapapa mas, ambil aja, itung-itung nerima sedekah" Jawabnya, namun kembali kutolak.

"Nggak usah mas gapapa, takut nggak keminum, mubazir" Kembali tolakku, dan Sindy langsung menarik tanganku.

"Udahh ayo buruan, Bay, ambil botolnya, nanti kemaleman" Ucapnya, dan akhirnya aku terpaksa mengambil botol itu dan kami berdua pun langsung meninggalkan gerombolan itu.

Sesampainya di koridor, tak terdengar suara siapapun dari dalam gedung ini, mungkin gedung ini benar-benar sudah kosong, toh ini sudah sekitar jam 5.30.

"Sepi banget, ya" Ucapku.

"Iya, kayaknya kita berdua doang yang di gedung sekarang" Jawab Sindy, dan kami terus berjalan menuju laboratorium kami hingga melewati ruangan pak Jarwo. Ketika kami melewati ruangan pak Jarwo, terdengar suara-suara seperti seseorang sedang mendesah. Mungkin Sindy belum tau apa yang sedang terjadi di balik pintu, namun aku sudah mengetahui kalau pak Jarwo dan Zahra pasti sedang ngentot di dalam ruangannya.

Sindy pun terlihat seperti ingin mencari tau lebih dan dia langsung mengambil kursi secara perlahan untuk membantunya melihat dari lubang udara diatas pintu, dan aku yang akhirnya ikut penasaran pun langsung menaiki kursi panjang tersebut diam-diam, dan kami langsung mengintip apa yang terjadi di balik pintu itu.

"Ummhh... Pakk... Teruss yang dalemm pakk... Ahhh..." Desah Zahra yang sudah bugil sepenuhnya dengan berbaring di meja pak Jarwo sementara pak Jarwo mengentoti tubuhnya sambil berdiri.

"Uhh... Iyaa nakk... Murid lontee... Bilangnyaa mau konsull... Taunyaa mau ngentott..." Balas pak Jarwo, dan kulihat wajah Sindy seperti terkejut melihatnya.

"Zahra?" Tanyanya berbisik kepadaku, dan aku hanya bisa mengangguk dan setelah itu kami tertawa cekikikan pelan sebelum akhirnya kami memindahkan kursi itu dan memasuki laboratorium.

-----

Hari sudah mulai menggelap, dan karena aku yang sudah seperti tidak mempunyai beban hidup pun bisa mengoreksi laporan dengan cepat. Tentu saja Bella kusisakan di paling akhir. Kini tinggal laporan Bella yang belom kukoreksi, dan aku langsung menyadari betapa tebalnya laporan Bella dibandingkan dengan yang lain.

"Gila bisa dijadiin pukulan bedug ini" Ucapku dalam hati, dan aku juga langsung menyadari bahwa di bagian lampiran Bella seperti ada sesuatu yang menjanggal.

Akupun langsung membuka bagian lampiran, dan ternyata isinya adalah se halaman penuh yang ditempeli beberapa macam permen dan jajanan. Serta dibagian bawah pojok ada tulisan:

"Biar makin semangat ngoreksinya hehehe -Hani"

Akupun langsung tertawa melihat kelakuan Hani yang seperti ini, dan aku langsung ingin menunjukkannya ke Sindy.

"Sin, Sin, liat de...." Ucapku yang terpotong karena kulihat wajah Sindy memerah, dan seperti Sindy sedang menahan sesuatu.

"Sin kenapa??" Tanyaku khawatir, namun tidak Sindy jawab.

Karena aku panik, akupun langsung beranjak dari kursiku dan menghampiri Sindy karena aku takut dia kenapa-napa.

"Sin kamu sakit? Pusing?" Tanyaku yang tidak Sindy jawab.

Akupun langsung mengelus-elus punggung Sindy berusaha untuk menenangkannya. Baru kusentuh punggungnya, Sindy seperti langsung tersentak kaget sesaat, dan ketika aku mengelus-elus punggungnya pelan, terlihat Sindy juga seperti makin tidak bisa menahan perasaan itu.

"Sinn kenapaa??" Tanyaku yang sudah sangat khawatir.

Sindy pun akhirnya mengangkat kepalanya dan menatapku. Namun tiba-tiba, Sindy langsung menyosor bibirku. Aku yang kaget pun langsung refleks menghindari, namun tangan Sindy langsung menggenggam kepalaku sehingga aku tidak bisa melarikan diri, dan salah satu tangannya mengarahkan tanganku ke payudaranya yang cukup besar.

*Ccupphh... Ccupphh...*

Tak begitu lama kemudian, akupun langsung mencabut ciumanku dan mendorong tubuh Sindy.

"Sinn kenapa sihh???" Tanyaku.

"Nggak tauu Bayy, entah kenapa aku jadi kepikiran teruss ngeliat pak Jarwo sama Zahra tadii" Jawabnya seperti sedang terengah-engah.

"Kamu jadi sange ngeliat mereka?" Tanyaku.

"Nggak tauu, tapi tiba-tiba aku jadi kayak gampang kepancing ginii, tadi kamu ngelus-ngelus aku aku jadi gatahann" Jelasnya, dan akupun terdiam mendengarnya.

Sindy sepertinya sudah sangat terangsang, dan dia seperti ingin meluapkan rasa terangsang itu. Sindy pun dengan cepat langsung merogoh-rogoh kontolku yang sebenarnya juga sudah mulai mengeras.

"Sin, Sin, ngapain si??"

"Please, Bay, bantuin aku, aku nggak fokus ngoreksi laporannya jadinyaa" Pintanya, dan tentu langsung kutolak.

"Ngaco kamu, ngg..." Tolakku yang dipotong oleh Sindy.

"Udah gausah muna, ah! Liat itu kontol kamu aja udah ngaceng!" Potong Sindy dengan agresif.

"Ya gimana ga ngaceng orang dicipok sambil nge-grepe toket" Jawabku.

"Please, Bay, aku udah gatahann" Balasnya sambil membuka kancing kemeja yang sedang dia gunakan.

"Hhhh masa aku nolak yang udah disuguhin" Jawabku bercanda, karena ya memang sebenarnya aku juga ikutan horny berhubung sudah sebulan ini aku tidak mendapatkan jatah.

Sindy pun tertawa, dan setelah dia membuka kemejanya, dia langsung membuka BH nya dan melemparnya entah kemana.

"Sin gila kamu" Bisikku dan kulihat Sindy tertawa.

Karena aku juga takut, akupun langsung menarik Sindy dan membawanya kebalik rak-rak yang berada di bagian pojok ruangan.

"Disini aja, ya, kalo disana keliatan orang" Ucapku, dan Sindy langsung mengangguk dan menunggingkan dirinya membelakangiku.

"Langsung aja, Bay, aku udah gatahan bangett" Ucapnya sambil menaikkan rok mininya, dan Sindy langsung berniat menurunkan legging yang sedang dia kenakan.

"Eh Sin gausah" Ucapku menahannya.

Sindy yang kebingungan pun akhirnya menaruh tangannya di rak sebagai tumpuan, dan dia juga menyingkapkan jilbabnya ke belakang. Sementara aku masih meraba-raba pantat besar Sindy yang masih tertutupi legging tipis.

"Uhh... Bayy.... Buruannn..."

Sebenarnya, tubuh Sindy tidak kurus ataupun tidak gendut, namun tubuh Sindy terlihat sangat bahenol, meski belum bisa dikategorikan sebagai BBW menurutku. Akupun terus meraba-raba pantatnya sampai akhirnya aku gemas dan menampar kencang pantatnya.

*PLAKK...*

"UMMHH... Bayy... Buruann ihh... Aku masih banyakk laporanyaa..." Protes Sindy kepadaku, dan aku hanya tertawa mendengarnya.

Dengan tanganku, aku meraba-raba bagian selangkangannya untuk mencari dimana posisi memeknya, dan ketika sudah ketemu, dengan sigap aku langsung merobek bagian tersebut.

"Bayy kok kamu sobek?!?" Teriaknya meski pelan, namun kuhiraukan.

Ketika sudah terekspos bagian memeknya, akupun langsung mengesampingkan bagian celana dalamnya, dan kulihat memeknya yang bersih tanpa bulubulu sudah sangat basah.

"Basah banget, Sin" Ledekku.

"Ya iyalah, buruan masukinn Bayy" Pintanya, namun alih-alih mengeluarkan kontolku dan langsung memasukkannya ke memek Sindy, aku menggesek-gesek memek Sindy dengan tanganku.

"Ummhh... Bayy... Masukkinn buruann..." Pintanya yang diselingi dengan desahan.

Sambil terus menggesek-gesek memeknya, aku juga berusaha membuka celanaku hingga akhirnya kontolku telah bebas. Namun aku tidak berhenti menggesek-gesekkan memek Sindy.

"Ahhh... Bayy... Masukkinn... Ummhh..." Ucapnya memohon, namun aku tetap tidak berhenti dan aku makin cepat menggesek memeknya.

Sindy pun semakin tidak kuasa menahan gairahnya, dan Sindy sepertinya akan mengalami orgasme pertamanya.

"Uhh... Bayy... Akuu udahh mauu keluarr..." Ucapnya, dan aku langsung menghentikan gerakanku hingga Sindy langsung terlihat sangat kentang.

"Bayy..." ucapnya dengan tatapan tajam kearahku, dan tanpa komando apa-apa, aku langsung memasukkan kontolku ke memek Sindy.

"UMMHH..."

Tanpa babibu, aku langsung menghujam memek Sindy dengan cepat, dan Sindy kulihat seperti tidak bisa menahan tumpuan di lutunya menahan kenikmatan yang sedang dia rasakan.

"Ummhh... Bayy... Anjirr... Nyebelinn bangett si... Terusss... Akuu dikit lagi nyampee..."

Aku langsung meng-grip kedua payudara Sindy, dan sambil menggenjot memeknya, kuremas-remas kencang payudaranya hingga dia makin mendesah kegilaan.

"Ahhh... Bayy... Teruss... Ahhh... Bayy... Teruss... Ummhh... Remess yangg kencengg..." Desahnya yang mulai tak terkontrol.

"Sinn jangan ngacoo... Nanti kedengeran orangg..." Ucapku menyuruhnya diam.

"Ummhh... Iyaa Bayy... Uhh... Kontoll kamuu gedee bangett.... Ahhh... Teruss Bayy... Akuu udahh mauu keluarrr... Ummhh... Akuu... Akuu keluarr... AHHH.." Jeritnya ketika mencapai orgasmenya, dan aku langsung mencabut kontolku dari memeknya.

Setelah cairan orgasmenya mereda, aku langsung mengambil jas laboratorium yang tidak jadi kami pakai, dan aku langsung menggelarkan jas itu di lantai. Setelah itu, aku menyuruh Sindy untuk berbaring disitu.

Sindy pun langsung membaringkan tubuhnya, dan dia langsung membuka pahanya lebar-lebar.

"Montok banget sih kamu, Sin" Ucapku yang takjub melihat kemontokan Sindy.

"Waduh,apa kamu pacaran sama aku aja, nih? Hahahah" Canda Sindy dan aku juga ikut tertawa, sebelum aku mulai memposisikan kontolku di memeknya.

"Kontol kamu lucu gitu, Bay, ngga ada bulunya" Ucapnya melihat kontolku yang memang baru kucukur jembutnya belakangan ini.

Setelah posisi kontolku pas, aku langsung memasukkan kontolku perlahan.

"Ummhh..." Desahnya sambil menggigit jari.

Perlahan kuperdalam kontolku, dan akhirnya seluruh kontolku masuk ke memeknya. Akupun langsung menggenjot memeknya dengan perlahan dahulu.

"Ummhh Bayy... Dalemm bangett...Memekk akuu sampee sesekk..."

"Hhhh... Hhhh... Makanyaa bilanginn ke Adii... Kontolnya suruhh gedeinn..." Jawabku tanpa menghentikan genjotanku.

"Ummhh... Ngga mauu... Ahhh... Maunyaa kontoll kamuu ajaa... Nantii kita ngentottt lagii... Ahhh... didepan praktikann pas praktikumm... Ummhh..." Ucap Sindy yang membuatku sangat terkejut.

"Hhhh... Hhhh... Kamu kalo lagi sange makin ngaco ya pikirannya" Ucapku, dan Sindy hanya tertawa sambil diiringi desahan.

"Hahaha... Ummhh... Bercandaa ya ampunn... Ahhh... Cepetinn Bayy..." Ucapnya, dan akupun langsung mempercepat genjotanku di memeknya.

*Plokk... Plokk.. Plokk..*

"Ummhh... Iyaa gituu Bayy... Ahhh... Enakk bangett anjingg... Uhhh... Ayoo teruss entotinn akuu Bay... Ummhh Anjingg..." Desahnya yang membuatku kaget, karena kalau dilihat dari luar, Sindy terlihat seperti anak alim dan baik-baik, tak kusangka ternyata dia seliar ini kalau sedang dientoti.

Sambil terus menggenjoti memeknya, aku mulai meremas-remas payudaranya yang tergoyang-goyang ketika aku menghentakkan kontolku ke memeknya. Sambil meremas-remas payudaranya juga aku mendekati kepalanya dan kami langsung berciuman liar.

"Ccupphh... Ccupphh... Ummhh Bayuu... Anjirr... Ccupphh... Ccuupphh..."

Aku mulai bosan dengan gaya ini, dan aku langsung mencabut kontolku. Sindy pun terlihat sangat kesal karena aku mencabur kontolku.

"Bayy kok kamu cabutt?? Lagi enakk jugaa"

"Ganti gaya dong, kamu yang diatas" Ucapku, dan aku langsung memindahkan posisiku menyandar di tembok, dan Sindy dengan cepat langsung menunggangiku dan memasukkan kontolku ke memeknya.

"Uhh..."

Sindy langsung mengulek kontolku dengan cepat, dan terasa goyangan Sindy terasa sangat nikmat, mungkin bisa disamakan dengan Ummi yang menurutku saja sudah sangat gila nikmatnya.

"Uhh... Gilaa... jagoo banget goyangnyaa kamu..." Ucapku.

"Ummhh... Iyahh... Ahhh... Nantii kamu malahh ketagihann lagii..." Candanya sambil terus mengulek kontolku.

Aku yang gemas melihat payudaranya pun langsung meremas-remasnya kencang, dan Sindy mulai kembali tidak bisa menahan desahannya.

"AHHH- Ccupphh... Ccupphh..." Jeritnya yang langsung kutahan dengan mulutku, dan kami kembali berciuman liar.

Sindy terus menggoyang kontolku selama ±10 menit, dimana selama itu Sindy sudah orgasme sekali lagi, dan akhirnya aku merasakan pejuku akan segera keluar.

"Ummhh... Sinn... Akuu udahh mau keluarr..." Ucapku.

"Uhhh... Iyaa... Ahhh... Akhirnyaa... Akuu udahh capee... Ummhh..." Jawabnya, dan Sindy makin mempercepat goyangannya, dan Sindy juga kembali menciun bibirku liar.

Kami terus berciuman dan aku kembali meremas-remas payudaranya, dan akhirnya pejuku sudah berada di ujung tanduk. Dengan cepat, aku langsung mengangkat tubuh Sindy, dan aku langsung membaringkan tubuhnya. Akupun langsung mengangkangi perutnya sambil terus mengocok-kocok kontolku.

"Uhh... Sinn... Akuu keluarr... URGHH...." Lenguhku ketika aku ejakulasi.

Berhubung sudah cukup lama semenjak terakhir aku mengeluarkan pejuku, pejuku yang keluar sangat banyak. Pejuku langsung menyemprot payudara Sindy, dan ada beberapa yang mengenai wajahnya.

"Uhh... Banyakk bangett..."

Sindy langsung mengambil semua pejuku menggunakan tangannya, dan setelah semuanya terkumpul Sindy langsung memasukkan pejuku ke mulutnya, dan setelah itu dia menjilati kontolku hingga bersih.

Setelah kontolku bersih, aku langsung memindahkan tubuhku duduk di samping Sindy, dan Sindy masih berbaring seperti sangat terkuras tenaganya. Sekitar 10 menit kami beristirahat, dan setelah itu kami langsung beres-beres.

Tentu saja setelah mengentot tadi, aku dan Sindy sudah membuang banyak tenaga, dan akhirnya Sindy menyudahi pengoreksian laporannya.

"Udah lah, di kosan aja nanti koreksinya" Ucapnya, dan aku juga terpaksa harus membawa laporan Bella dan mengoreksinya di kontrakan.

Setelah kami memastikan semuanya sudah bersih dan rapih, kami langsung keluar dari laboratorium. Ketika kami keluar, ternyata pak Jarwo dan Zahra juga baru saja keluar dari ruangannya. Aku dan Sindy tetap berusaha tenang, namun pak Jarwo dan Zahra terlihat sangat panik.

"Bayu, Sindy, kok kalian disini?" Tanya Zahra.

"Kita abis ngoreksi laporan, Zah" Ucapku.

"Kenapa tidak kalian bawa pulang aja laporannya, nak?" Tanya pak Jarwo.

"Gatau, pak. Saya sih pengennya gitu, tapi Sindy nya ngga mau gara-gara katanya berat, kita udah izin sama yang jaga lab juga kok" Jelasku, dan pak Jarwo dan Zahra mengangguk paham.

"Kalo bapak sama Zahra ngapain? Kok sampe udah malem begini?" Tanya Sindy, dan langsung terlihat kepanikan pada keduanya.

"Ehh... Inii nak Sindy... Jadii... Zahra tadi minta konsultasi masalah PKL buat semester depan... Padahal belom PKL..." Jawab pak Jarwo gugup.

"Oooh konsul, pak?" Tanyaku dengan nada meledek, dan pak Jarwo dan Zahra terlihat sangat malu, dan akhirnya mereka langsung berpamitan dengan kami.

"Lucu dah kalo pak Jarwo lagi panik gitu" Ucap Sindy kepadaku, dan kami berdua tertawa sebentar sebelum akhirnya kami juga langsung beranjak pulang.

-To Be Continued-

Dimana mana klo namanya Jarwo kenapa selalu nakal ya......
mosok mahasiswi sendiri koq dientotin............
 
-Sabotage-

Berhubung sudah malam, aku memutuskan untuk mengantar Sindy meski kosan Sindy cukup dekat dengan kampus. Tidak banyak yang kami bicarakan, namun kulihat Sindy terdiam seperti memikirkan sesuatu.

"Kenapa, Sin?" Tanyaku.

"Aneh ngga sih, Bay?" Balasnya.

"Aneh apanya?"

"Nggak tau, aku ngerasa kaya aneh aja tumben aku ngeliat orang ngentot tiba-tiba sampe sange, padahal biasanya juga kalo aku nonton bokep ngga se-sange itu" Jelasnya.

"Yaa tergantung sih, Sin. Tergantung kondisi kamunya juga lagi gimana. Kamu belom dikasih jatah sama Adi kali" Ledekku, dan Sindy pun sebal mendengar ledekanku dan langsung memukul lenganku.

"Ih kamu tuh, tapi kayaknya masih aneh aja, Bay. Masalahnya kayak se-instan gitu loh, kaya tiba-tiba aku dapet dorongan yang kuat gitu jadi bisa sange" Jawabnya.

"Mungkin karena kamu kaget kali, kan kamu sering ngeliat pak Jarwo jadi dosen, mungkin kamunya kayak kaget ngeliat dia lagi ngentot gitu" Balasku.

"Hmm, mungkin kali ya, yah yaudah lah yang penting udah ngerasain dientot sahabat pacar aku yang kontolnya gede" Ucap Sindy menggodaku, dan aku yang gemas mendengarnya pun langsung mencubit payudara Sindy dari luar baju.

"Ihh Bayu tangannya nakal ya hahaha" Ucapnya, dan setelah itu kami berdua langsung menaiki motorku dan beranjak pulang.

-----
(Meanwhile at some place in the same time...)

"KAK!! KAK!! GAWAT KAK!!" Teriak salah satu dari dua orang yang sedang berlari menuju orang yang mereka panggil kakak.

"Kenape kalian berdua lari-lari?" Tanya kakak itu.

"Rencana kita gagal, kak" Jawab salah satu dari yang tadi berlari.

"Hah? Gagal gimana?" Tanya kakak.

"Airnya ketuker kak" Jawab sang adik.

"HAH?! KOK BISA?! GIMANA SIH KALIAN?!" teriak kakak marah dan kakak langsung menampar keras salah satu juniornya hingga dia terjatuh.

"Aduh... Ampun kak... Kita nggak sengaja..." Ucap sang junior.

"Yaampun dasar bego, kalo airnya malah diambil sama orang-orang penting fakultas sana gimana? Mampus kita" Ucap kakak.

"Nggak, nggak, gini kak, tadi kita mikirnya tuh kan ada cewek yang duluan masuk, terus kita mikirnya itu cewek yang kakak maksud, yaudah kita kasih ke dia, tapi ternyata sekitar setengah jam kemudian, mereka berdua dateng, yaudah kita cuma bisa ngasih satu, itupun kita kasih ke yang ceweknya" Ucap si Junior yang tidak ditampar, namun akhirnya dia menerima tamparan keras juga dari si Kakak.

"LIAT DULU FOTONYA MAKANYAA!!" Teriak kakak.

"Hikss... Hikss... Ampun kak..." Ucap Junior itu terisak.

"GAUSAH NANGIS KAYAK BANCI!! LU COWOK BUKAN?!?" Teriak kakak.

"Kak, kak, tapi tadi..."

"TADI APA?!?" teriak kakak.

"Tadi kita sempet muterin gedungnya, dan kita ngintip di jendela" Jelas si Junior.

"Terus?"

"Kita liat ada yang lagi ngentot disitu, kak"

"Terus kalian rekam, nggak?" Tanya kakak, dan mereka berdua mengangguk sambil menyerahkan sebuah hape.

"Kalian yakin ini target gua?" Tanya sang kakak sebelum membuka hape.

"Kayaknya sih, kak. Soalnya kayaknya itu di dalem lab juga, mukanya kurang keliatan juga si tapi" Jawab si Junior.

Kakak pun langsung membuka hape itu dan langsung membuka galeri, di galeri tersebut terdapat dua video berdurasi kurang lebih 5 menit dengan thumbnail dua orang sedang ngentot. Kakak pun langsung memutar video itu, dan sembari menonton videonya, kakak juga melihat sekitar ruangan yang terrekam di video itu, sampai akhirnya kakak menyadari sesuatu.

"Bego, ini bukan lab, ini ruang dosen" Ucap kakak.

"Waduh, salah dong kita" Tanya si Junior.

"Ya salah, lah, pake segala nanya. Terus kalian liat sekitar dulu ngga? Mungkin mereka juga sebenernya ngentot tapi kalian nggak ngeliat" Tanya kakak, dan kedua junior itu menggelengkan kepalanya.

"Nggak, kak. Kita udah keburu panik takut ada security yang muter. Lagian juga kayaknya ceweknya juga anak baik-baik kak, orang hijaban gitu"Jelas si Junior.

"Nggak bisa langsung gitu kali, korban-korban kita juga banyak yang jilbaban kan?" Bantah kakak.

"Yah terus gimana dong, kak? Apa kita coba besok lagi kali, ya?" Tanya si Junior.

"Jangan, jangan. Bahaya kita udah masuk ke fakultas luar nyari masalah" Tolak kakak.

"Yah terus video ini juga nggak ada gunanya, dong?" Tanya si Junior.

"Kita apus aja videonya, kak?" Tanya junior yang satunya.

"Eh nggak usah, nggak papa, simpen aja videonya. Gua punya rencana lain, makasih ya" Jawab si Kakak dan setelah memberi beberapa lembar uang seratus ribu, kedua junior itu pergi sementara kakak masih memperhatikan video itu.

"Hahaha, sekarang gua udah punya senjata buat ngebikin lu ancur, sekali pencet, masa depan lo bisa ancur," Ucap si kakak tertawa.

"Sekarang, gua yang akan menang, Surya"

-To be Continued-

siapa lagi nih ? penasaran nih
 
-Dropped-

"Gimana, Sin? Udah aman, kan?" Tanyaku sembari membereskan barang-barangku.

"Udah, Bay, anak-anak bisa langsung pengamatan besok pas dateng" Jawab Sindy yang juga sudah siap untuk beranjak pergi.

"Yaudah kalo gitu langsung pulang aja, ya. Masih ada kelas kita kan" Balasku dan setelah kami siap, kami langsung meninggalkan lokasi ini.

"Iyaa, ayo langsung aja aku masih perlu mandi ini, gila ini panas banget disini" Jawabnya dan kami langsung beranjak ke motorku.

Lusa, adik-adik praktikanku dan Sindy serta praktikan yang lainnya akan melakukan sebuah pengamatan lapang, dan kami yang merupakan asisten mereka diminta untuk memastikan semuanya sudah siap sebelum mereka para praktikan tidak perlu banyak melakukan persiapan. Kami pun tidak hanya berdua disini, ada beberapa dosen yang mengawasi kami, serta ada beberapa asisten lain yang ikut serta menyiapkan.

Berhubung kami berdua akan segera kelas, kami harus buru-buru karena jaraknya yang cukup jauh dari kampus, dan terlebih kami harus mandi terlebih dahulu karena kondisi kami yang sudah sangat berkeringat.

"Sin kamu mau mandi di kontrakan aku aja mau, nggak?" Tanyaku.

"Hah? Mandi bareng?"

"Ya nggak lah, aku di Kamar mandi dalem, kanu kamar mandi luar" Bantahku.

"Hahahah, kali aja kan kamu mau mainan sama 'ini' lagi" Ucapnya sambil mendempetkan tubuhnya ke punggungku hingga payudaranya tertekan.

"Ngaco kamu ah, yang kemaren itu karena aku kasian ngeliat kamu udah kaya nggak tahan banget" Balasku.

"Alahh bisa-bisaan kamu ngomong begitu, kamu aja ngaceng-ngaceng juga" Ledeknya, dan aku hanya menyenggol tangannya yang sedang berada di pundakku.

Sebenarnya, aku juga sudah mengetahui kalau aku sudah benar-benar kelewat batas, bahkan kini aku sudah mengentoti perempuan selain pacarku. Ibu dari pacarku, sahabat pacarku, pacar sahabatku, bahkan adik serta ibuku sendiri sudah kunikmati. Aku yakin pasti suatu saat nanti aku akan mendapatkan karmanya, oleh karena itulah aku mulai ingin membangun boundaries-ku kembali, yang sudah hancur dari saat itu. Bahkan terkadang pun aku juga malu kenapa aku sangat gampang terpancing. Aku sudah seperti bocah perjaka saja.

-----

Setelah menemani Sindy mengambil bajunya di kosan, kami langsung beranjak menuju kontrakanku. Akupun langsung beranjak ke kamarku sementara Sindy langsung memasuki kamar Adi dan Rama yang dimana Sindy juga memegang kunci serepnya.

Tak butuh waktu lama bagiku untuk membersihkan tubuhku karena aku hanya menyabuni tubuhku serta keramas sehingga tidak butuh waktu yang lama, namun ternyata Sindy masih lama selesai mandinya sehingga aku hanya bisa diam menunggu Sindy di dalam kamarku. Setelah aku mengenakan pakaian, tiba-tiba muncul notifikasi telfon dari hapeku, dan kulihat ternyata Hani yang meneleponku. Akupun langsung mengangkatnya.

"Halo, Han?"

"Haloo, Bay, kamu udah selesai persiapannya?"

"Udah kok, ini aku udah di kontrakan" Jawabku.

"Okee, kamu udah makan belom?" Tanyanya.

"Belom, hehehe, aku kayaknya makannya nanti pas udah selesai kelas"

"Ihh awas nanti kamu maag loh" Ucapnya.

"Iyaa Han, nanti aku kalo lagi makan aku foto dehh" Jawabku.

"Heheheh, okee, yaudah ini aku juga baru mau jalan kuliah yaa, dadahh Bayuu"

"Iyaa, dadah Hanii" Jawabku dan setelah itu Hani mematikan teleponnya.

Selesai kami teleponan, aku hanya terdiam sambil tersenyum-sentum sendiri membayangkan aku dan Hani sudah kembali berpacaran. Melihat Hani yang sangat peduli seperti itu kepadaku membuat hatiku rasanya seperti meleleh.

Tak lama kemudian, ada yang mengetuk pintuku dan sudah pasti itu Sindy. Akupun langsung beranjak mengambil tasku dan berjalan keluar.

-----

Setelah sampai di parkiran motor, Sindy langsung beranjak turun sementara aku masih harus memarkirkan motorku, dan berhubung ini masih jam 10, parkiran masih dipenuhi dengan anak yang masuk kelas pagi jadi aku agak kesusahan mencari parkir. Setelah aku mendapat spot parkir, aku langsung beranjak bergegas mengejar Sindy yang sudah turun lebih dulu.

Aku pikir Sindy sudah jauh berada di depanku, namun ternyata Sindy masih berada di depan parkiran motor, dan kulihat Sindy sedang memeluk seseorang yang tidak kuketahui siapa. Karena aku takut terjadi sesuatu juga, akupun langsung berlari menuju Sindy.

"Sin, ini kenapa, Sin?" Tanyaku, dan ketika mendengar suaraku, perempuan yang sedang memeluk Sindy langsung mengangkat kepalanya.

"Zahra? Kenapa, Zah?" Tanyaku yang sudah menyadari siapa perempuan itu.

"Hikss... Hikss... Bayy..." Tangis Zahra.

"Gatau ini kenapa, Bay. Tadi tiba-tiba dia lari ke aku terus meluk nangis-nangis" Jelas Sindy.

"Hikss... Bayy... Sinn... Akuu minta maaf yaa..." Ucap Zahra.

"Kenapa, Zah?? Kamu abis ngapain??" Tanyaku sambil berusaha menenangkan Zahra, namun Zahra tetap terus menangis di pelukan Sindy.

"Ssst... Zahh... Ceritaa... Kita juga gatauu kamu abis ngapain..." Lanjut Sindy, namun Zahra malah makin kencang menangis.

"Kenapa, Zah?? Udahh cerita ayoo..." Ucap Sindy, namun tiba-tiba Zahra langsung melepas pelukannya.

"Hikss... Hikss... Maaff... Aku nggak bisa cerita sekarang... Aku duluan, ya, aku ada kelas" Ucap Zahra terisak, dan tiba-tiba dia langsung pergi menjauhi kami.

"Kenapa, sih? Ngga jelas deh" Tanya Sindy kebingungan, sementara aku masih terdiam memikirkan kenapa Zahra bisa sesedih itu sampai menangis tersedu-sedu karena kami berdua.

Kenapa? Apa yang sudah terjadi? aku terus memikirkan kejadian-kejadian yang terjadi selama beberapa hari terakhir ini, dan Sindy pun akhirnya juga bertanya kepadaku.

"Bay, kenapa ya, Bay?" Tanya Sindy kepadaku.

"Sin, kita terakhir ketemu Zahra kapan?" Tanyaku.

"Hmm, kapan ya? tiga hari yang lalu ga sih?"

"Tiga hari yang lalu itu kapan?" Tanyaku.

"Itu loh yang pas kita ngerjain laporan sampe malem itu, kan kita ketemu sama pak Jarwo sama Sindy" Jelas Sindy yang membuatku tersentak.

DEGG!! tiba-tiba sesuatu muncul di kepalaku, apakah mungkin....

"Sin"

"Kenapa, Bay?"

"Kamu pikirin apa yang aku pikirin, nggak?" Tanyaku gemetar ke Sindy, dan baru ketika Sindy ingin menjawab, alarm di hape Sindy berbunyi menandakan sekarang sudah mulai jam kelas.

"Eh udah mau kelas Bay, ayoo buruan takut pak Jarwo udah dateng duluan" Ucap Sindy mengajakku berlari, dan kami langsung bergegas menuju kelas kami.

Setelah kami sampai kelas, ternyata pak Jarwo belum memasuki kelas, dan terlihat kondisi kelas masih terlihat ricuh.

"Lohh tumben-tumbenan ini couple kelas datengnya telat" Ucap salah seorang teman sekelasku.

"Hahahah, iya tadi kita abis ngecek ke tempat pengamatan dulu" Jawabku, dan setelah itu aku dan Sindy langsung duduk di kursi pojok.

Setelah Sindy mengeluarkan bindernya, dia menanyakan hal yang tadi ingin kuberitahu kepadanya

"Bay tadi kamu mau ngasih tau apa?" Tanya Sindy.

"Oh iya, kamu nggak kepikiran emang?" Tanyaku kembali.

"Apaa? Aku udah mentok sumpah" Jawabnya.

"Apa jangan-jangan Zahra sama pak Jarwo..." Ucapku, namun terpotong karena tiba-tiba sekelas dikageti dengan pak Jarwo yang membuka pintu kelas dan menutupnya dengan agresif.

Pak Jarwo terlihat seperti sangat marah, dan pak Jarwo langsung melempar tasnya ke meja, dan dia kembali menuju ke pintu dan membuka pintunya lebar-lebar.

"Bayu Aji dan Sindy, saya beri waktu dua menit untuk keluar dari kelas saya" Ucap pak Jarwo ketus yang membuat se ruangan terkejut, dan Sindy juga terlihat sangat kebingungan.

"Hah kenapa, pak?" Tanya Sindy.

"Tidak usah banyak tanya, cepat keluar!!" Teriak pak Jarwo, dan akupun langsung beranjak berdiri dan membalas perkataan pak Jarwo.

"Apaan sih, pak? Kita juga perlu tau kali alesan bapak nyuruh kita keluar kenapa" Balasku.

"Kalian berdua udah mencermarkan nama baik saya, dan kamu masih mau bicara seperti itu ke saya?!?" Ucap pak Jarwo dengan nada tinggi, dan karena aku dan Sindy tidak bergegas keluar, dia langsung menarik kedua tangan kami dan membawa kami keluar.

"Eh, pak, udah, apaan si? Mencemarin nama baik bapak gimana?" Tanyaku yang mulai kesal juga.

"Gausah pura-pura bodoh di depan saya kamu, Bay! Saya yakin kamu paham apa yang saya maksud!" Balasnya, dan aku langsung paham, pak Jarwo membahas tentang kejadian dia dan Zahra.

"Lah bapak mau ngapain ge sama Zahra itu bukan urusan saya, pak. Hubungannya sama saya apa?" Tanyaku.

"GAUSAH PURA-PURA BODOH!! SAYA TAU KALIAN YANG MEREKAM KEJADIAN ITU!!" Teriak pak Jarwo, dan Sindy pun juga mulai ikut melawan.

"Video apa, pak? Mohon maaf menyanggah tapi kami berdua beneran nggak tau ada apa, pak" Tanya Sindy dengan halus, dan karena pak Jarwo juga sudah mulai gemas pun langsung membuka hapenya menunjukkan kami sesuatu.

"Coba kalian lihat! Kenapa video ini bisa ada di web-web porno! Hanya kalian berdua yang ada di sekitar gedung malam itu!" Ucap pak Jarwo sambil menunjukkan videonya, dan ternyata benar, itu video pak Jarwo dengan Zahra sedang ngentot.

"Wait, wait, nggak bisa gitu juga lah, pak, mas--" Ucapku yang tiba-tiba terpotong oleh tamparan pak Jarwo kepadaku.

*Plakk!!...*

"KAMU MASIH MAU NGEBANTAH?! SAYA LAPORIN KALIAN BERDUA KE PIHAK BERWAJIB!! SEKARANG NGGAK PERLU REPOT-REPOT KALIAN MENJELASKAN KE SAYA DAN MASUK KE KELAS SAYA, SILAHKAN KALIAN BERDUA MENGULANG MATA KULIAH INI TAHUN DEPAN!" Teriak pak Jarwo, dan ketika aku sudah ingin beranjak pergi karena sudah sangat kesal, Sindy yang masih memperhatikan video itupun langsung membantah.

"Mohon maaf pak, izin membantah, tapi nggak mungkin kita yang ngerekam, pak. Dari video ini anglenya itu mengarah ke pintu ruangan bapak, sementara pintu laboratorium dan ruangan bapak kan berseberangan, jelas nggak mungkin kita berdua yang ngerekam" Jelas Sindy.

"Lagian juga buat apa kita ngerekam begituan pak? Kaga ada untungnya juga buat saya" Lanjutku.

"Udah, diam kalian berdua!" Ucap pak Jarwo.

"Saya tidak akan langsung percaya begitu saja dengan kalian berdua, jadi silahkan kalian mencari bukti yang lebih jelas, karena kalau tidak, bukan cuma nilai kalian yang akan bermasalah, tapi akan saya pastikan kalian berdua tidak akan lanjut kuliah disini" Ucap pak Jarwo, dan setelah itu pak Jarwo kembali memasuki kelas.

Aku yang sangat kesal pun melampiaskannya dengan memukul tembok, sementara Sindy hanya diam termenung memikirkan bagaimana kami kedepannya.

"We are fucked" Ucapku pelan, kulihat juga Sindy terlihat sangat emosi.

"Aduhh siapa si yang ngerekam?? Ahhh masa kita harus ngulang matkul ini Bay?? Nggak mauu Bayy" Ucap Sindy kesal, dan kulihat Sindy mulai mengeluarkan air mata.

"Apa ini karma buat kita ya, Sin?" Tanyaku.

"Udah ah, nggak usah mikirin begituan dulu, aku pengen pulang aja" Jawabnya ketus, dan Sindy langsung bergegas keluar gedung.

Aku tidak langsung beranjak keluar dari gedung, dan aku memutuskan untuk pergi ke toilet, dan ketika aku baru beranjak keluar dari kamar mandi, kulihat Adi menghampiriku dengan wajah sangat kesal, dan baru ketika aku mau menyapa Adi, dia langsung melancarkan pukulannya ke wajahku hingga aku terjatuh.

*BUGG...*

Oh, no. Apakah Adi tahu tentang aku dan Sindy yang ngentot di dalam laboratorium?

"Di, lu bener-bener ye, kenape lu tiba-tiba dateng mukul gitu?" Tanyaku yang masih tersungkur.

"Lu sama Sindy abis ngapain, hah?! Kenapa pak Jarwo bilang kalian berdua ngerusak nama baik?!" Tanya Adi dengan nada tinggi.

"Apaan, si? Gua ama Sindy kagak ngapa-ngapain sumpah" Bohongku.

"Kalo lu nggak ngapa-ngapain, kenapa gua kena imbasnya juga?! Gua dikeluarin dari kelas pak Jarwo!!" Balasnya.

"Ya samaa gua sama Sindy juga!! Ini cuma ada salah paham sumpah!" Jawabku, dan aku langsung menjelaskan secara detail apa yang terjadi dengan pak Jarwo.

"Aduh mampus, terus gimana dong?" Tanya Adi.

"Ya gatau, Di. Kita harus bisa nyari bukti yang lebih kuat biar tuh orang bisa percaya" Jawabku, dan ketika emosi Adi sudah mulai menurun dan aku sudah lega Adi tidak tahu tentang apa yang kulakukan dengan Sindy di lab, kami memutuskan untuk beranjak keluar.

Karena aku dan Adi sudah tidak ada kelas, kami memutuskan untuk pulang daripada kami membuang-buang waktu kami disini. Disaat kami melewati pinggir jalan kampus, dari kejauhan kami melihat Rama seperti sedang berargumen tegang dengan dua orang yang menggunakan masker dan mengendarai motor.

"Eh itu Rama kenape?" Tanya Adi, dan kami pun langsung mengendap-endap mendekati Rama sambil mengumpat di mobil-mobil yang terparkir di pinggir jalan ini.

Sambil mendekati Rama, kami terus memperhatikan kondisinya, dan kulihat Rama yang juga sudah ikut emosi langsung menarik lengan kemeja orang yang duduk di belakang. Aku dan Adi yang sudah tahu kalau ini bisa menjadi masalah besar pun langsung berlari menuju Rama, dan tiba-tiba orang yang lengan bajunya ditarik Rama mengeluarkan balok seperti batu bata yang cukup besar dan tebal, dan dia langsung memukul kencang kepala Rama hingga Rama tersungkur dan tak sadarkan diri.

"WOY!!" teriak Adi, namun kedua orang itu langsung kabur, dan kami tidak memperdulikan mereka karena kondisi Rama lebih utama untuk saat ini.

Aku langsung berlari ke Rama, dan terlihat darah mengucur dari kepalanya meski tidak begitu deras, namun tetap saja ini bisa berbahaya.

"DI KEPALA RAMA BOCOR DI!" teriakku yang sudah lebih dulu sampai ke Rama, dan Adi yang sudah sangat panik juga pun langsung membuka jaketnya dan menyuruhku untuk menutup lukanya dengan jaket ini untuk sementara.

"TUTUPIN LUKANYA PAKE JAKET GUA, BAY!" jawabnya melempar jaketnya kepadaku, dan Adi langsung mengabari grup fakultas dan meminta tolong kepada anak-anak yang membawa mobil untuk keluar dan mengantar Rama ke rumah sakit.

-----

Singkat cerita, kini kami sudah berada di rumah sakit, dan dokter sudah berkata Rama hanya mengalami bocor, dan meski Rama tidak sadarkan diri, pukulan itu tidak melukai kepala Rama cukup dalam.

"Berarti Rama udah bisa kita bawa pulang, dok?" Tanyaku.

"Saya sih lebih menganjurkan saudara Rama dirawat inap disini dulu untuk beberapa hari, karena saya juga masih takut kalau ternyata lukanya cukup dalam sampai merusak kerangka kepalanya, dan bahaya jika terluka sampai ke otak" Jelas dokter itu, dan aku hanya bisa pasrah dan mengikuti anjuran dokter.

Setelah berbicara dengan dokter, aku langsung pergi menghampiri Adi dan kulihat Sindy ternyata ada disini juga.

"Gimana, Bay?" Tanya Adi.

"Katanya disuruh dirawat dulu, Di. Takutnya ternyata lukanya cukup dalem kata dokternya" Jelasku, dan baru aku menjelaskan, Tiba-tiba Andre, Hani, Fabio dan Bella datang berlari menuju kami bertiga.

"BAYU, RAMA KONDISINYA GIMANA??" tanya Hani yang langsung berlari menghampiriku.

"Katanya sih lukanya nggak parah, Han, cuma perlu dirawat inap dulu" Jelasku.

"Aduhh kok bisa sihh, kak Rama abis berantem sama siapa??" Tanya Bella.

"Nggak tauu Bell, tadi kita nggak sempet ngejar orangnya karena udah panik Rama kenapa-napa" Jawab Adi, dan setelah itu kami memutuskan untuk membagi jadwal yang menjaga Rama di rumah sakit.

Setelah sudah menentukan, beberapa dari mereka sudah pulang, namun aku dan Andre masih perlu menjaga Rama disini.

"Bay"

"Sebenernya, ada yang pengen gua omongin sama lu dari kemaren, cuma nggak pernah sempet" Ucap Andre.

"Lah lu tinggal ke kamar gua juga bisa langsung ngomong, Ndre. Ada apaan?" Tanyaku.

"Hahaha, gua takutnya lu marah, Bay" Jawabnya.

"Ngomongin apaan emang?" Kembali tanyaku.

"Jadi, sebenernya gua..." Ucap Andre, namun Andre menghentikan pembicaraannya karena tiba-tiba ada perawat yang menepuk pundakku.

"Permisi, pak, ini benar pak Bayu temannya bapak Rama, ya?" Tanya perawat itu.

"Iya, bener, kenapa, sus?" Balasku.

"Ini saya nemu ini tadi, pak Rama ngegenggam ini keras banget, tapi udah saya ambil" Jawabnya sambil menyerahkan sebuah badge kecil.

Aku langsung mengambil badge itu, dan aku langsung memperhatikan badge ini, karena kuyakin Rama pasti sengaja menarik badge ini. Mungkin dari badge ini bisa diketahui siapa yang mencelakai Rama.

"Loh itu kan..." Ucap Andre, dan Andre langsung mengambil badge yang kupegang itu.

Andre langsung memperhatikan badge itu, dan tidak butuh waktu lama bagi Andre untuk mengetahui apa makna dari badge ini.

"ANJIR!!"

"Ngape, Ndre? Jangan teriak gitu, kita lagi di Rumah Sakit" Ucapku.

"Bay, Bay, ini... inii... Ini logo hooligan fakultas gua!"

DEGG!!

"Bay, bahaya ini, Bay, harus kita cepet-cepet selesain ini" Ucapnya.

"Aduh, lu tau tongkrongannya dimana, nggak?" Tanyaku yang mulai panik.

"Tau sih, mereka nongkrongnya di suatu rumah gitu" Jawabnya.

"Yaudah langsung kesana aja nggak, nih?"

"Gabisa berdua doang kita kesana, Bay, nganter nyawa malah kita kesana" Jelasnya.

"Aduh, gimana dong?" Ucapku.

"Bawa mas Surya aja kali, dia kan polisi juga"

"Jangan, Ndre, jangan bawa-bawa mas Surya, gua gamau dia malah terlibat," Tolakku.

"Bilangin ke anak-anak West Ham aja, Ndre" Jelasku dan Andre mengiyakan.

-----

Aku dan Andre langsung berangkat menuju ke 'markas' geng ini. Lokasinya ternyata tidak sejauh dari perkotaan yang kubayangkan, seperti tipikal markas geng di film-film. Setelah kami sampai, terlihat mereka seperti berkumpul di dalam rumah di perumahan yang sebenernya membuatku bingung apakah mereka tidak membuat resah warga sekitar. Rumahnya pun juga tidak terlalu besar, dan kulihat sepertinya berhubung ini masih jam kuliah, terlihat seperti tidak ada orang.

Aku dan Andre terus mengamati situasi, dan kami juga memastikan apakah ada orang atau tidak disini. Pengamatan kami tidak berjalan lama karena tiba-tiba kami melihat ada yang keluar dari pintu utama membawa sampah, dan kurasa wajahnya cukup familiar.

"Kok kayak familiar ya mukanya?" Tanyaku.

"Gatau dah, tapi dia juga keknya sendiri, si" Jawab Andre, dan kami terus mengamati orang ini sampai akhirnya aku mengetahui siapa dia.

"Mas Rizky?" Ucapku pelan.

"Hah? Mas Rizky siapa?" Tanya Andre.

"Mantannya kak Liya, Dre, putus gegara ketauan ngentot ama cewek lain" Jelasku.

"Noh kan, udah kita bawa mas Surya aja dah, dia pasti juga mau tau, kan?"

"Aduh, terserah dah gimana baiknya aja, yaudah ini kita masuk aja?"

"Tapi nanti anak-anak gimana, Bay?" Tanya Andre yang membuatku terdiam sejenak.

"Hmmm, yaudah kalo gitu gua masuk duluan aja, tapi hape lu stand-by, langsung telpon gua kalo misalnya ada yang kesini, gimana?" Tanyaku.

"Yakin lu?"

"Keburu rame, Ndre"

"Aduhh, yaudah dah, jangan aneh-aneh lu di dalem ya, Bay" Jawabnya, dan setelah itu aku langsung bergegas masuk melewati pagar rumah itu.

Aku langsung bergegas menuju ke pintu utamanya, dan tanpa berpikir panjang pintu itu langsung kuketok. Setelah beberapa kali ketokan, akhirnya terdengar suara kunci pintu terbuka, dan tentu saja mas Rizky yang membukakan.

Tanpa berpikir panjang, akupun langsung meluncurkan pukulan keras ke kepala mas Rizky hingga terpental ke belakang, dan aku kembali melancarkan pukulanku ke mas Rizky beberapa kali. Mas Rizky yang kaget pun berusaha kabur, namun langsung kutarik dan kutahan ke tembok. Mas Rizky pun mulai menyadari siapa yang daritadi memukuli dirinya, dan setelah dia sadar, dia tertawa terbahak-bahak.

"Hahahahahaha, gua tau lu pasti bakal dateng ke gua, tapi gua ganyangka bakal secepet ini" Ucap mas Rizky tertawa.

"Apa maksud lu hah? Apa tujuan lu mukulin temen gua ampe dia pingsan?!" Tanyaku, dan tak kusangka mas Rizky terlihat bingung.

"Ngelantur apa sih, lu?!" Tanya mas Rizky kebingungan, dan aku yang sudah kesal pun kembali melancarkan tinjuku ke kepalanya.

"*BUGG!!...* GAUSAH PURA-PURA GATAU LU!! GUA LIAT TEMEN GUA DIPUKUL PAKE BATA, SALAH SATU ORANGNYA MAKE BADGE INI!" Teriakku sambil menunjukkan badge ini.

"Hah? Buat apa gua mukulin temen lu? Lu yang punya masalah sama gua, lu yang udah nge nyebar video ngentot gua ke Alliya, dan sekarang gua bakal ngelakuin hal yang sama ke lu" Jawabnya menceritakan background ceritanya dengan mas Surya, dan sepertinya maksud dari mas Rizky adalah masalah penyebaran video pak Jarwo.

"JADI LU YANG NGEREKAM SKANDAL DOSEN GUA?!?" teriakku.

"Hahahaha, betull seratus, tapi gua juga nggak takut kalo lu mau nyelesain masalah temen lu sekarang, meski gua gatau apa-apa" Jawabnya, namun kali ini aku hanya ingin menyelesaikan masalah Rama, dan sepertinya dia memang tidak tahu apa-apa.

Akupun hendak langsung pergi dan aku kembali memukul mas Rizky dan akan pergi. Setelah mas Rizky, aku memutuskan untuk pergi, namun tiba-tiba mas Rizky menahan kakiku.

"Lu pikir kita bakal biarin lu kabur begitu aja? Lu udah nganter nyawa lu kesini" Ucap mas Rizky sambil menahan kakiku.

Hah? Kita?

Baru aku kepikiran begitu, tiba-tiba Andre meneleponku, pertanda kalau ada yang datang. Akupun berusaha kabur dan aku langsung mengangkat teleponku, namun aku masih tidak bisa pergi karena mas Rizky masih menahan kakiku.

"BAY!! DI DALEM RAME, BAY!! MEREKA MASUKIN MOTOR KE RUMAH LEWAT PINTU SAMPING!! BURUAN KELUAR BAY!!" teriak Andre.

OH FUCK! TERNYATA MEREKA ADA DI DALAM SELAMA INI?!?

Aku langsung mematikan telepon, dan setelah aku mematikan telepon, aku menengok ke belakang dan kulihat sudah ada sekitar 9 orang berada di belakangku.

"Fuck me" Ucapku pelan, dan tidak ada yang bisa kulakukan selain memulai perkelahian disini.

Tanpa berpikir panjang, aku langsung memukul salah satu dari mereka, dan mereka kini juga mulai menyerangku.

Tentu saja aku kewalahan menghadapi 9 orang sekaligus, tiap aku menyerang salah satunya, delapan yang lainnya langsung menyerangku secara babi buta. Tak jarang juga beberapa dari mereka berusaha menahanku supaya aku tidak bisa melawan, namun aku selalu berusaha sekuat mungkin untuk kabur.

Aku menggunakan prinsip 'kill it one-by-one' dimana aku harus membersihkan mereka satu persatu, namun perhitunganku sangat kacau. Ketika aku sudah menghajar 2-3 orang, salah satu dari mereka langsung bangun hingga terasa tidak ada habisnya.

Di satu sisi, aku sudah mulai lelah, dan sejauh ini baru 3 orang yang bisa kupastikan benar-benar tumbang. Fokusku mulai buyar, dan ketika aku masih menyerang mereka, tiba-tiba....

*BUGG!!...*

Seseorang memukul kepalaku dari belakang menggunakan benda keras entah apa, dan efek dari itu membuatku langsung tersungkur. Aku terjatuh, dan kini mereka bisa menyerangku dengan leluasa. Aku berusaha sekuat tenagaku untuk menghindar, namun hasil dari pukulan tadi membuatku sangat lemas sehingga aku hanya bisa menerima serangan dari mereka.

10 menit pengeroyokan ini terasa seperti 10 jam. Aku tidak bisa menghindar, mereka juga menyerangku non-stop. Setelah mereka puas, akhirnya mas Rizky menyuruh mereka berhenti.

"UDAH GUA BILANG, LU UDAH NGANTER NYAWA LU KESINI!! JANGAN HARAP LU BISA KELUAR DARI SINI HIDUP-HIDUP, SURYA!!" Teriak mas Rizky sambil menarik kausku yang masih tersungkur.

Mas Rizky teriak begitu kencang, dan akhirnya terdengar suara pintu terbuka.

"Ada apaan sih ini ribut-ribut?" Ucap orang yang kuduga membuka pintu, namun entah kenapa suara itu terdengar familiar.

"Ini kak, lu inget kan yang gua bilang gua punya masalah sama cowok baru mantan gua? Ini orangnya" Ucap mas Rizky ke orang itu, dan setelah itu mas Rizky menghempaskan tubuhku kembali ke lantai.

Sepertinya ini bisa menjadi barang bukti yang kuat, dan oleh karena itu, dengan sekuat tenaga aku diam-diam merekam percakapan mas Rizky dengan orang itu. Mungkin tidak akan terlihat karena posisiku kini sedang membelakangi mereka.

"Oooh si Surya Surya, itu?" Tanya orang tersebut.

"Iya, kak. Tadi tiba-tiba dia juga dateng kesini, nganter nyawa dia hahaha" Jawabnya, dan terdengar tawa dari orang itu.

"Btw, perkembangan lu sama cewek yang kayak ukhti itu gimana, kak?" Tanya mas Rizky.

"Oooh, si Hani?" Ucap orang itu.

HAH?!? HANI?!?

"Gatau, Ky. Susah lagi ini, dia sama mantannya si Bayu juga" jawab orang itu, dan dengan sekuat tenaga, aku berusaha untuk menengok kearah mereka, dan aku sangat terkejut melihat siapa orang yang sebenarnya berbicara dengan mas Rizky.

"MAS FARHAN?!" ucapku dalam hati.

"Yah, kalo gitu kita juga ketunda dong kita pake rame-ramenya" Ucap mas Rizky.

"Yeh lu ngomong begitu juga lu udah pernah ngerasain remes-remes pantatnya, Ky, Kenneth juga udah pernah ngerasain mulutnya Hani, gua yang beneran ngincer pacaran malah belom ngerasain apa-apa sama sekali" Jawab mas Farhan.

Jadi ternyata mereka berdua merupakan dalang dibalik semua kejadian ini. This is fucking fantastic, bukan hanya aku bisa mengekspos mas Farhan ke Hani, aku juga bisa membuktikan ke Hani kalau dugaanku benar.

"Yah nanti kalo lu pacaran sama dia gua gajadi dapet jatah dong kak" Lanjut jawab mas Rizky.

"Hahaha, urusan itu mah gampang, lagian juga masa gua nggak bagi rejeki gua ke adek gua sendiri" Jawab mas Farhan yang benar-benar mengagetkanku, JADI MEREKA BERDUA KAKAK BERADIK?!?

Sepertinya ini semua sudah cukup untuk barang bukti, akupun memutuskan untuk menyudahi rekaman ini dan langsung ku upload ke Dr*ve ku.

"Tapi kayaknya juga bakal lama sih ini, tadi gua liat temennya si Bayu kayak sempet mergokin kelakuan anak suruhan gua, cuma tadi temennya juga udah kita diemin si, Rama kalo ngga salah namanya" Jelas mas Farhan.

"Hah? Kok kayak aneh, ya? Tadi Surya dateng kesini bilang temennya abis dipukulin sama anak buah kita terus dibawa ke rumah sakit," Jawab mas Rizky.

"Apa jangan-jangan mereka berdua temenan?" Lanjutnya, dan sempat terjadi keheningan diantara mereka berdua, dan kurasakan mas Farhan memerhatikan tubuhku yang sedang berbaring.

"Eh, Ky, balik badannya dah, gua pengen liat mukanya" Suruh mas Farhan, dan dengan cepat mas Rizky langsung membalik badanku.

Akhirnya aku dan mas Farhan pun bertatapan, dan terlihat raut wajah panik di wajah mas Farhan.

"Aduhh, Ky, gawat ini, Ky" Ucap mas Farhan.

"Kenapa, kak?" Tanya mas Rizky.

"Ky, ini bukan Surya, Ky, ini Bayu, mantannya Hani" Ucap mas Farhan.

"Hah, lu tau darimana? masa iya?" Tanyanya.

"Ya jelas lah tau gua, kan gua pernah ketemu sama dia, lagian lu gimana sih, Ky? Kan lu sama dia pernah berantem di stasiun" Jelas mas Farhan.

"Ya mana gua tau, gua waktu itu nyuruh anakan gua nyari info, katanya dia Surya" Balas mas Rizky yang juga ikut panik.

"Aduhh, ribet ini urusan kalo udah kaya gini" Ucap mas Farhan.

"Apa kita biarin pergi aja, kak?" Tanya mas Rizky.

"Bentar dulu, Ky, biar gua ngomong dulu sama dia" Jawabnya, dan mas Farhan langsung menghampiriku.

"Well, well, well, look who we found here," Ucap mas Farhan kepadaku.

"Selamat datang di kandang singa, Bay" Lanjutnya.

"Mas Farhan... Anjing... Hani... Hormat Banget... Sama Mas... Kenapa... Mas Tega..." Ucapku terbata-bata karena aku menahan rasa sakit juga.

"Yaa ini keuntungan bagi saya, kepolosan Hani benar-benar membantu saya menyelesaikan rencana saya, dan kamu sebagai pacarnya juga harus saya singkirkan secepatnya," Ucapnya.

"Dan sekarang, saya harap kamu mau menjauh dari Hani kalau kamu nggak mau Hani berada di kondisi yang sama kayak kamu sekarang" Lanjutnya.

"Persetan... Semuanya... Ujung-ujungnya bakal sama... Saya punya barang bukti..." Ucapku, dan kulihat mas Farhan tersenyum.

"Barang bukti apa?" Tanya mas Farhan, dan dengan sigap mas Farhan langsung mengeluarkan hape yang selama ini kutaruh di kantung jaket.

Setelah itu, mas Farhan langsung membantingkan hapeku ke lantai, dan mas Farhan juga langsung mematahkan hapeku untuk memastikan hapeku benar-benar hancur.

"Sekarang saya ingetin sama kamu, jangan deketin Hani lagi, atau Hani bakal berada di posisi yang sama kayak kamu sekarang" Suruh mas Farhan.

"Dah, Ky, bawa pergi Bayu sekarang, gua mau cabut dulu ada kelas" Lanjutnya, dan setelah itu mas Farhan langsung pergi keluar meninggalkan kami berdua.

Mas Rizky pun langsung mengangkat tubuhku, dan dia langsung menghempaskan tubuhku di sofa.

"Lu inget baik-baik, masalah kita belom selesai, gua gabakal berenti sampe gua bisa nemu Surya yang asli" Ucapnya pelan, dan setelah itu mas Rizky pergi meninggalkanku sejenak.

Kesadaranku sudah mulai buyar, dan rasa sakit di sekujur tubuhku ini sangat menyiksaku. Mungkin ini semua merupakan karma bagiku. Tapi aku tidak bisa berhenti disini, Hani masih harus dijauhkan dari mas Farhan, dan mas Rizky juga pasti akan terus melakukan hal-hal gila sampai dia bisa mendapatkan kak Liya lagi.

Sekitar 10 menit kemudian, mas Rizky kembali bersama beberapa orang yang sudah berpakaian serba hitam dan menggunakan topeng hitam. Aku memerhatikan mereka semua, dan aku mulai mengingat semua yang terjadi. Dari semenjak pertama kali aku diikuti oleh seseorang setelah pulang olimpiade waktu itu, ternyata merekalah orangnya. Mereka juga yang telah nyaris memerkosa Hani.

"Ayo buruan bantuin gua, bawa aja ke rumah sakit atau bikin kejadiannya kayak dia abis kecelakaan" Ucap mas Rizky, dan mereka langsung dengan sigap mengangkat tubuhku.

Mereka langsung membopong tubuhku yang tidak berdaya ini, dan baru saja kami berada di depan pintu, ada yang mendobrak pintu itu.

*BRAK!!...*

Kedua orang yang membopongku pun langsung melemparku ke samping, dan aku langsung terhempas ke sofa dimana kulihat Andre, Fabio, Faisal, Mas Surya, Hani, serta beberapa anak-anak dari komunitas West Ham ku berbondong-bondong memasuki rumah ini. Mas Surya dan yang lain langsung pergi menghajar mas Rizky serta anak buahnya, sementara Hani langsung menghampiriku yang terbaring lemah.

"BAYU KAMU GAPAPA?!?" tanyanya khawatir.

"Urgh... Iyaa... Gapapa kok... Sakit ajaa..." Jawabku sambil berusaha berdiri, dan Hani pun langsung berusaha membopongku.

Kulihat meski kami kalah jumlah, kami masih bisa memorak-morandakan mereka semua. Mungkin mereka juga sudah kelelahan setelah berkelahi denganku tadi.

"YANG MANA YANG NAMANYA RIZKY?!" Teriak mas Surya, dan Andre pun langsung menunjuk kearah mas Rizky yang sudah terkapar di lantai.

"KAMU MAU TAU SIAPA SURYA?! SURYA NYA SUDAH ADA DI HADAPAN KAMU!! APA MAKSUD KAMU NYELAKAIN TEMEN PACAR SAYA, HAH?!" teriak mas Surya di depan mas Rizky, namun mas Rizky tidak menjawab perkataannya.

"JAWAB PERTANYAAN SAYA!!" kembali teriak mas Surya, dan mas Rizky tetap tidak menjawab, sepertinya kesabarannya sudah diambang-ambang.

"Oke, kalau gitu kamu ikut saya ke kantor sekarang" Lanjut mas Surya, dan mas Surya langsung membawa mas Rizky keluar.

"Bay, lu gapapa, kan?" Tanya Andre yang langsung menghampiriku setelah selesai menghajar mereka.

"Urghh... Kayaknyaa... Kita gapunya bakat... Ngamatin keadaan ya..." Candaku yang membuat seisi ruangan tertawa kecuali yang sudah terkapar.

"Kamu lain kali nggak boleh kaya gitu dong, Bayy, liat ini kondisi kamu udah kayak gini sekarang" Ucap Hani sambil mengelus-elus punggungku.

"Nggak, Han, salah gua juga ini gua ngebiarin Bayu masuk sendirian" Ucap Andre, dan Hani langsung menengok kearah Andre dengan tatapan tajam dan ekspresi penuh emosi.

"LAGIAN GIMANA SIH, DRE? KOK BISA-BISANYA LU NGGAK NEMENIN BAYU MASUK?! LIAT NIH BAYU JADI BABAK BELUR GINI!!" teriak Hani memarahi Andre.

"Iya, Han, maaf, tapi tadii..." Jawab Andre yang langsung dipotong oleh Hani.

"TAPI APA?? LO TAKUT?!?" potong Hani.

"Nggak, Han, udah... Tadi Andre... Nungguin kalian di luar... Udahh... Jangan salah-salahan... Yang penting sekarang masalahnya... Udah selesai..." Jawabku terbata-bata, dan Hani akhirnya mulai kembali tenang.

"Aduhh Bayy udahh kamu jangan maksain duluu, yaudah kita pulang yaa sekarang" Ucap Hani sambil berdiri membopongku.

Berhubung sudah tidak ada yang perlu kami lakukan disini, kami memutuskan untuk segera pulang. Dengan membopongku, Hani terus membantuku berjalan karena memang rasanya sangat sakit badanku. Kepalaku pun juga sudah mulai tidak jelas berputar-putar. Penglihatanku juga makin buyar, dan kesadaranku perlahan-lahan sudah mulai hilang. Ketika aku dan Hani menuruni tangga, kurasakan kepalaku makin terasa sakit, dan rasanya tubuhku sudah tidak kuat. Pandanganku makin buyar dan akhirnya aku terjatuh di saat kesadaranku perlahan menghilang.

"Bayu?? Bayu?!? BAYU?!?? SAYANGG?!?!"

-To be Continued-


Tinggal Farhan ya Bay..... segera kejaaarr
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd