alif99
Senpai Semprot
- Daftar
- 30 Jan 2023
- Post
- 815
- Like diterima
- 5.372
Sebelumnya
Page 35
Page 35
Sementara di Riau, Ardi langsung menemui Pak Dedi yang sudah menunggu kedatangan Ardi bersama dokumen yang diminta Pak Dedi sendiri. Tidak lama mereka bertemu di ruangan Pak Dedi, lalu Ardi pun keluar dari ruangan Pak Dedi dan segera menemui Tio.
“Hei. Sampe juga di Riau. Selamat datang ya.” sapa Ardi.
“Tio, gue mau ngomong serius sama loe. Balik kantor gue tunggu di kafetaria ya. Besok pagi kan gue balik ke Jakarta.”
“Sip.. sip. Penting banget ya sepertinya.” balas Tio.
“Pokoknya kabarin gue ya. Oiya gue minta kunci mess sama siapa?” tanya Ardi.
“Minta ke Wati, dia FO disini. Masa loe ngga liat wanita cantik di depan sana.” Jawab Tio.
“Anjir loe, mesum. Udah ah gue mau ke mess. Kabarin gue!” sambung Ardi yang langsung meninggalkan Tio.
Hari itu, memang Ardi di minta Pak Nugi mengantar berkas-berkas untuk Pak Dedi. Jadi Ardi tidak perlu bekerja karena posisi dia cuti sementara. Ardi langsung merebahkan diri di mess karyawan, sama seperti karyawan lainnya yang tinggal di mess karyawan.
“Selamat siang Mama cantik. Lagi makan siang ya?” sapa Ardi melalui ponselnya.
“Apaan sih. Geli dengernya. Iya, lagi makan siang sama Risma. Gimana, udah ketemu sama Tio?” tanya Tami di sebrang teleponnya.
“Udah. Tapi belum cerita. Nanti setelah pulang kantor, aku sama Tio mau ngomongin soal itu. Kamu tenang ya, kita hadapi bersama. Disana juga jaga kesehatan. Aku pulang besok pagi, kemungkinan langsung ke kantor.” jawab Ardi yang menyelipkan rasa perhatiannya.
“Iya. Aku lanjut makan dulu ya. Bye.” sambung Tami yang langsung menutup teleponnya.
“Suaramu Mi, bikin kangen aja. Ngga sabar aku pulang. ohh..” ucap Ardi yang terngiang-ngiang suara Tami di kepala membuat Ardi mengelus-elus penisnya dari balik celana bahannya.
“Oowwhh.. oohhh.. yesss... suck me more baby.. yess.. moree..” suara desahan pemain film dewasa yang tengah Ardi tonton sambil mengocok penisnya yang berdiri tegak.
“Tami.. aaahh.. ngga sabar aku pengen bercumbu sama kamu sayaang.. oohh.. aaahhh...” Ardi membayangi Tami sedang mengoral dirinya.
“Aaahhh... Tami.. sepong kontolku sepuas kamu... oohh.. Tamiii.. ngga kuat sayaang.. aku mau muncrat sayangg... aaaaaahhhh... mangap dong sayang... aku muncraaaatt!!! YEESSSS...“ Ardi pun memuncratkan lahar putih ke ubin mess karyawan dengan sangat lega.
Ardi pun tertidur setelah aktivitasnya yang ternyata dia selalu masturbasi.
Sore hari, jam pulang kerja pun tiba. Ardi sudah menunggu di kafetaria kantor, Ardi mencari tempat duduk yang nyaman untuk bicara hal yang serius dengan Tio. Dengan memesan segelas kopi hangat, siomay dan gorengan kesukaan Tio.
“Waduh, tau aja kesukaan gue.” ucap Tio yang datang langsung mengambil gorengan dan duduk di hadapan Ardi.
“Makan dulu deh, tadi siang ngga sempet makan gue. Ketiduran di mess.” ucap Ardi sambil mencampurkan bumbu kacangnya.
“Kemari cuma numpang tidur? Tami apa kabar? Ponsel gue jatoh, kecemplung di sungai waktu Pak Dedi ajak gue muterin lahan perbatasan. Belum sempet gue beli. Loe tau kan kantor jauh dari kota. Kangen gue sama Tami.” cerita Tio panjang lebar.
“Jadi loe belum bisa balik ke Jakarta?” tanya Ardi sambil mengunyah siomay.
“Nyesel gue tanda tangan transfer pegawai. Tau gitu gue tolak, walau kerjaan gue sama tapi gue ngga tahan sama sikap Pak Dedi. Mending gue punya bos kayak Pak Nugi deh. Asli.. kaga betah disini.” curahan hati Tio selama kerja di Riau.
“Jadi loe masih mau lama disini? Cuma gue mau keputusan dari loe aja soal Tami.” balas Ardi yang mulai mengarah kepermasalahan Tami.
“Ada apa sama Tami? Dia baik-baik aja kan?” bingung Tio.
“Kalau gue nikahin dia, loe rela ngga?” Tio terkejut dengan ucapan Ardi.
“Bercanda loe. Gue kenal loe Di, dari awal kita kerja. Gue tau standart cewek-cewek yang loe suka. Secara keluarga loe masih keturunan ningrat di Jawa.” Tio tertawa dengan sedikit candaan.
“Apa!!!!! Jangan bercanda loe Di.” Tio terkejut mendengar cerita Ardi.
Ardi mengeluarkan hasil pemeriksaan Tami waktu di kuretase dan di tunjukan pada Tio.
“Ini foto janin loe.” tunjuk Ardi membuat Tio shock melihat hasil pemeriksaan dan foto janin.
“Suster, boleh minta tolong. Boleh janin itu saya foto?” pinta Ardi.
“Bapak tidak geli liat darah? Kalau tidak, boleh saja. Janin itu anak Bapak juga. Mari saya antar.” Suster pun mengantar Ardi untuk melihat janin Tami sebelum di bersihkan dan di masukan ke dalam gerabah.
Ardi merasa sedih melihat janin yang mirip kecebong yang sudah membentuk kepalanya.
Tio menangis di depan Ardi, dia merasa kesal apa yang sudah terjadi pada Tami.
“Kenapa harus terjadi Tuhan??” Kesal Tio pada dirinya sendiri sambil menggebrak meja hingga menimbulkan bunyi piring dan sendok terangkat.
“Jadi selama Tami pemulihan, gue ada disamping dia. Gue yang menguatkan dia, gue yang menghapus air mata dia dan gue juga yang mengembalikan semangat dia. Sekarang gue minta keputusan dari loe. Gue siap lahir batin buat nikahin Tami. Gue juga siap jadi ayah dari janin loe. Apapun itu, janin tetaplah ciptaan Tuhan. Tetap harus memiliki ayah.” ucap Ardi.
Tio masih menangis dan ada rasa bersalah dalam diri Tio.
“Kasih gue waktu Di. Gue pengen ketemu Tami. Please.. biar masalah gue dan Tami selesai. Kasih gue waktu.” pinta Tio.
Tio pun meninggalkan Ardi dan membawa foto janin yang Ardi sudah cetak di ukuran 3R.
“Hei. Sampe juga di Riau. Selamat datang ya.” sapa Ardi.
“Tio, gue mau ngomong serius sama loe. Balik kantor gue tunggu di kafetaria ya. Besok pagi kan gue balik ke Jakarta.”
“Sip.. sip. Penting banget ya sepertinya.” balas Tio.
“Pokoknya kabarin gue ya. Oiya gue minta kunci mess sama siapa?” tanya Ardi.
“Minta ke Wati, dia FO disini. Masa loe ngga liat wanita cantik di depan sana.” Jawab Tio.
“Anjir loe, mesum. Udah ah gue mau ke mess. Kabarin gue!” sambung Ardi yang langsung meninggalkan Tio.
Hari itu, memang Ardi di minta Pak Nugi mengantar berkas-berkas untuk Pak Dedi. Jadi Ardi tidak perlu bekerja karena posisi dia cuti sementara. Ardi langsung merebahkan diri di mess karyawan, sama seperti karyawan lainnya yang tinggal di mess karyawan.
“Selamat siang Mama cantik. Lagi makan siang ya?” sapa Ardi melalui ponselnya.
“Apaan sih. Geli dengernya. Iya, lagi makan siang sama Risma. Gimana, udah ketemu sama Tio?” tanya Tami di sebrang teleponnya.
“Udah. Tapi belum cerita. Nanti setelah pulang kantor, aku sama Tio mau ngomongin soal itu. Kamu tenang ya, kita hadapi bersama. Disana juga jaga kesehatan. Aku pulang besok pagi, kemungkinan langsung ke kantor.” jawab Ardi yang menyelipkan rasa perhatiannya.
“Iya. Aku lanjut makan dulu ya. Bye.” sambung Tami yang langsung menutup teleponnya.
“Suaramu Mi, bikin kangen aja. Ngga sabar aku pulang. ohh..” ucap Ardi yang terngiang-ngiang suara Tami di kepala membuat Ardi mengelus-elus penisnya dari balik celana bahannya.
“Oowwhh.. oohhh.. yesss... suck me more baby.. yess.. moree..” suara desahan pemain film dewasa yang tengah Ardi tonton sambil mengocok penisnya yang berdiri tegak.
“Tami.. aaahh.. ngga sabar aku pengen bercumbu sama kamu sayaang.. oohh.. aaahhh...” Ardi membayangi Tami sedang mengoral dirinya.
“Aaahhh... Tami.. sepong kontolku sepuas kamu... oohh.. Tamiii.. ngga kuat sayaang.. aku mau muncrat sayangg... aaaaaahhhh... mangap dong sayang... aku muncraaaatt!!! YEESSSS...“ Ardi pun memuncratkan lahar putih ke ubin mess karyawan dengan sangat lega.
Ardi pun tertidur setelah aktivitasnya yang ternyata dia selalu masturbasi.
Sore hari, jam pulang kerja pun tiba. Ardi sudah menunggu di kafetaria kantor, Ardi mencari tempat duduk yang nyaman untuk bicara hal yang serius dengan Tio. Dengan memesan segelas kopi hangat, siomay dan gorengan kesukaan Tio.
“Waduh, tau aja kesukaan gue.” ucap Tio yang datang langsung mengambil gorengan dan duduk di hadapan Ardi.
“Makan dulu deh, tadi siang ngga sempet makan gue. Ketiduran di mess.” ucap Ardi sambil mencampurkan bumbu kacangnya.
“Kemari cuma numpang tidur? Tami apa kabar? Ponsel gue jatoh, kecemplung di sungai waktu Pak Dedi ajak gue muterin lahan perbatasan. Belum sempet gue beli. Loe tau kan kantor jauh dari kota. Kangen gue sama Tami.” cerita Tio panjang lebar.
“Jadi loe belum bisa balik ke Jakarta?” tanya Ardi sambil mengunyah siomay.
“Nyesel gue tanda tangan transfer pegawai. Tau gitu gue tolak, walau kerjaan gue sama tapi gue ngga tahan sama sikap Pak Dedi. Mending gue punya bos kayak Pak Nugi deh. Asli.. kaga betah disini.” curahan hati Tio selama kerja di Riau.
“Jadi loe masih mau lama disini? Cuma gue mau keputusan dari loe aja soal Tami.” balas Ardi yang mulai mengarah kepermasalahan Tami.
“Ada apa sama Tami? Dia baik-baik aja kan?” bingung Tio.
“Kalau gue nikahin dia, loe rela ngga?” Tio terkejut dengan ucapan Ardi.
“Bercanda loe. Gue kenal loe Di, dari awal kita kerja. Gue tau standart cewek-cewek yang loe suka. Secara keluarga loe masih keturunan ningrat di Jawa.” Tio tertawa dengan sedikit candaan.
“Apa!!!!! Jangan bercanda loe Di.” Tio terkejut mendengar cerita Ardi.
Ardi mengeluarkan hasil pemeriksaan Tami waktu di kuretase dan di tunjukan pada Tio.
“Ini foto janin loe.” tunjuk Ardi membuat Tio shock melihat hasil pemeriksaan dan foto janin.
“Suster, boleh minta tolong. Boleh janin itu saya foto?” pinta Ardi.
“Bapak tidak geli liat darah? Kalau tidak, boleh saja. Janin itu anak Bapak juga. Mari saya antar.” Suster pun mengantar Ardi untuk melihat janin Tami sebelum di bersihkan dan di masukan ke dalam gerabah.
Ardi merasa sedih melihat janin yang mirip kecebong yang sudah membentuk kepalanya.
Tio menangis di depan Ardi, dia merasa kesal apa yang sudah terjadi pada Tami.
“Kenapa harus terjadi Tuhan??” Kesal Tio pada dirinya sendiri sambil menggebrak meja hingga menimbulkan bunyi piring dan sendok terangkat.
“Jadi selama Tami pemulihan, gue ada disamping dia. Gue yang menguatkan dia, gue yang menghapus air mata dia dan gue juga yang mengembalikan semangat dia. Sekarang gue minta keputusan dari loe. Gue siap lahir batin buat nikahin Tami. Gue juga siap jadi ayah dari janin loe. Apapun itu, janin tetaplah ciptaan Tuhan. Tetap harus memiliki ayah.” ucap Ardi.
Tio masih menangis dan ada rasa bersalah dalam diri Tio.
“Kasih gue waktu Di. Gue pengen ketemu Tami. Please.. biar masalah gue dan Tami selesai. Kasih gue waktu.” pinta Tio.
Tio pun meninggalkan Ardi dan membawa foto janin yang Ardi sudah cetak di ukuran 3R.
Terakhir diubah: