ane bantu lanjut copas ya suhu dari tetangga sebelah..Tapi
., aku tekan lagi tombol power TV, Upps
masih On Line ! Aku melihat kak Dewi dengan temannya berbaring miring berhadapan. Aku yakin mereka tanpa busana. Meskipun berselimut, bagian pundak mereka yang tak tertutup menunjukan kalau mereka tak berpakaian. Mereka saling menatap dan tersenyum. Tangan kiri kak Sinta mengelus-elus pundak kak Dewi. Sementara kuperhatikan tangan kak Dewi nampaknya mengelus-elus pinggang kak Sinta, tidak kelihatan memang tapi gerakan-gerakan dari balik selimut menunjukan hal itu. Lama sekali mereka saling pandang dan saling tersenyum. Mungkin mereka juga saling berbicara, tapi aku tak mendengarnya karena aku tidak memasang Mini Camera dengan Mic.
Perlahan kepala kak Sinta mendekat, tangannya menghilang kedalam selimut dan menelusuri punggung kak Dewi. Aku Cemburu ! Mereka berciuman dengan penuh perasaan, perlahan saling mengulum dan melumat. fffpuih ! Ternyata benar-benar ada tugas pria yang dilakukan oleh wanita.
Untuk beberapa saat mereka berciuman dan saling meraba. Aku jadi menahan nafas. Mungkin aku juga ketularan tidak waras, rasanya ada satu gairah yang perlahan bangkit didalam tubuhku. Bahkan, aku mulai mendidih !
Sesaat kak Sinta nampak menelusuri leher kak Dewi dengan bibir dan lidahnya, aku mengusap leherku sendiri. Entah kenapa aku merasa merinding nikmat. Apalagi melihat ekpresi kak Dewi yang pasrah tengadah, sementara kak Sinta dengan lembut bolak-balik menjilat leher, dagu, pangkal telinga. Aku tak tahan melihat kak Dewi diperlakukan seperti itu. Setelah mematikan lampu, aku kemudian beranjak ke atas spring Bad, mendekap bantal guling, sementara mataku tak lepas dari layar TV.
Situasi semakin seru, kak Dewi kini yang beraksi, ia kelihatan agak terlalu terburu-buru. Dengan penuh nafsu ia menjilati dan menciumi leher kak Sinta yang kini terlentang ditindih kak Dewi. Kepala kak Sinta mendongak-dongak, aku yakin ia tengah merasakan gelenyar-gelenyar nikmat dilehernya. Kemudian kak Dewi berpindah menciumi dada kak Sinta, sekarang baru nampak jelas wajah kak Sinta. Ia ternyata cantik sekali, bahkan sedikit lebih cantik dari kak Dewi. Ah aku terangsang. Tonjolan dibalik kain sarung yang kukenakan makin mengeras. Agak ngilu terganjal ujung bantal guling, sehingga perlu kuluruskan.
Kak Dewi benar-benar beraksi, ia menciumi dan melahap payudara kak Sinta. Wajah kak Sinta mengernyit, dan mulutnya terbuka, apalagi ketika kak Dewi mengemut putting susunya. Ia Menggeliat-geliat sementara kedua tangannya mendekap kepala kak Dewi. Bergantian kak Dewi mengerjai kedua payudara kak Sinta. Kak Sinta menggeliat-geliat. Semakin liar, apalgi ketika kak Dewi menyelinap ke dalam selimut. Tiba-tiba kepala Kak Dewi muncul lagi dari balik selimut, tengadah mungkin ia tersenyum atau tengah mengatakan sesuatu, karena kulihat kak Sinta tersenyum, lalu sebuah kecupan mendarat dikening Kak Dewi. Sesaat kemudian kak Dewi menghilang lagi ke dalam selimut. Kak Sinta tampak membetulkan posisi badannya, selimutnya juga dirapihkan, aku tak dapat melihat apa yang tengah dilakukan kak Dewi, tapi menurut perkiraanku kepala kak Dewi tepat diantara selangkangan kak Sinta. Entah apa yang tengah dilakukannya. Namun yang terlihat, kak Sinta mendongak-dongak, kedua tanganya meremas-remas kepala kak Dewi. Kepala kak Sinta bergerak kekanan dan kekiri. Tubuhnya juga menggelinjang kesana sini. Kondisi seperti itu berlalu cukup lama. Aku keringatan. Nafasku memburu. Tanpa sadar kubuka kaus yang kukenakan, lalu kulemparkan kain sarungku. Kemaluanku mengeras, menuntut diperlakukan sebagaimana mestinya. Ah
edan !
Tiba-tiba aku lihat kak Sinta mengejang beberapa kali. Pinggulnya mengangkat, kedua pahanya menjepit kepala kak Dewi. Mengejang lagi, sementara kepalanya mendongak kekanan dan kiri. Ia terengah-engah, lalu sesaat kemudian terdiam. Matanya terpejam. Kemudian kak Dewi muncul dari balik selimut, ia nampak mengelap mulutnya dengan selimut. Paha kak Sinta tersingkap karenanya. Kak Sinta kemudian meraih kedua bahu kak Dewi, mendaratkan kecupan dikening, pipi kanan dan kiri kak Dewi, lalu merangkul kak Dewi ke dalam pelukannya. Beberapa saat mereka berpelukan. Aku yang menyaksikan kejadian itu hanya dapat menahan napas, sementara tangan kananku meremas-remas dan mengurut kemaluanku sendiri.
Dan, kemudian mereka nampak berbincang lagi, lalu kak Dewi membaringkan badanya. Terlentang. Kak Sinta menarik selimut, lalu menyingkirkannya jauh-jauh. Kak Dewi kelihatan protes, tapi protes kak Dewi dibalas dengan lumatan bibir kak Sinta. Tubuh kak Sinta menindih tubuh kak Dewi. Aku melihat, dengan mata kepalaku sendiri. Dua wanita cantik, dua tubuh indah dengan kulit putih mulus, tanpa busana, tanpa penutup apapun. Saling menyentuh.
Kak Sinta kini yang bertindak aktif, ia kini menjilati leher, pangkal leher, bahu, dada, payudara kanan dan kiri. Kak Dewi nampak pasrah diperlakukan seperti itu. Kak Sinta nampak lebih terampil dari kak Dewi, hampir setiap inci tubuh kak Dewi dijilati dan dikecupnya. Bahkan kini ia menelusuri pangkal paha kak Dewi dari arah perut dan terus bergerak ke awah. Kak Dewi hendak bangun, kedua tanganya seolah menahan kepala kak Dewi yang terus bergerak ke bawah, entah mungkin karena geli atau nikmat yang teramat sangat. Tapi tangan kak Sinta menahanya, akhirnya kak Dewi menyerah. Dihempaskannya tubuhnya ke atas spring bad.
Kak Sinta kini menciumi paha, lutut, bahkan telapak kaki kak Dewi. Tangan kanan kak Dewi mengusap-usap kemaluannya, sementara jari-jari tangan kirinya dimasukan kedalam mulutnya sendiri. Ia mengeliat-geliat. Tubuh kak Sinta kemudian berubah lagi. Ia kini telah siap berada diantara paha kak Dewi. Kak Sinta menarik bantal dan meletakannya, dibawah pinggul kak Dewi, sehingga tubuh bagian bawah kak Dewi makin terangkat. Kepala kak Dewi terjepit persis diantara selangkangan kak Dewi. Sebelah tangannya meremas-remas payudara kak Dewi. Aku lihat tubuh kak Dewi mengelinjang-gelinjang. Tak sadar aku turut merintih. Semakin kak Dewi menggelinjang, nafasku semakin memburu. Tubuhku kini mendekap dan mengesek-gesek bantal guling, dan batang kemaluanku menggesek-gesek ujungnya. Nikmat, entah apa yang kini berada didalam pikiranku. Yang pasti aku turut larut dalam situasi antara kak Dewi dan kak Sinta.
Kak Dewiii
kak Sinta
, ini Tedy
asssshhh..ahh kak
aku juga..!, aku merintih dan terus merintih.
Semakin lama kak Dewi kulihat semakin liar, badannya bergerak-gerak, naik-turun searah pinggulnya. Kedua tangannya menangkup kepala kak Sinta. Semakin lama gerakan kak Dewi semakin liar, lalu pessss, TV mendadak padam. Sialan ! lampu diluar juga padam. Gelap gulita. PLN sialan ! Brengsekkkkkk !
Aku terengah-engah, dalam kegelapan. Sudah kadung mendidih, aku teruskan aksiku meski tanpa sensasi visual. Aku merintih dan mendesah sendiri dalam kegelapan. Aku yakin disana kak Dewi dan kak Sinta pun tengah merintih dan mendesah, juga dalam kegelapan
.
Dor ! Dor ! Dor !
Tedy
bangun, udah siang !, suara ketukan atau entah gedoran pintu membangunkan aku. Rupanya sudah siang.
Bangun
!, suara kak Dewi kembali terdengar.
Iya..! udah bangun
, teriakku. Lalu terdengar langkah kaki kak Dewi menjauh dari pintu kamarku.
Ya ampun ! aku terkaget. Berantakan sekali tempat tidurku. Dan bantal guling
, bergegas aku buka sarungnya. Wah nembus !
Dengan terburu-buru kurapikan kamarku, jam menunjukan pukul 8 pagi. Kalau tidak khawatir mendengar kembali teriakan kak Dewi yang menyuruh sarapan mungkin aku memilih untuk tidur lagi. Akhirnya aku keluar kamar, mengambil handuk, dan bergegas kekamar mandi.
Didekat ruang makan aku berpapasan dengan kak Dewi yang membawa nasi goreng dari dapur. Namun bukan itu yang menarik perhatianku. Rambut lepek kak Dewi yang belum kering benar jelas terlihat. Aku teringat kejadian tadi malam. abis keramas nih yee !, kataku dalam hati.
Apa senyam-senyum gitu ?, kak Dewi menatapku heran.
Enggak
! Siapa
lagi yang senyam-senyum. Mmm enak !, kataku sambil menyuap sesendok nasi goreng hangat.
Mandi dulu sana, dasar jorok !, kata kak Dewi sambil meletakan piring yang dipegangnya.
Jorokan juga kak Dewi, gituan dijilatin hiiii
., kataku dalam hati, tapi kemudian bergegas mandi, eh keramas juga !
Segar sehabis mandi, hampir aku balik lagi ketika menyadari dimeja makan Kak Dewi tengah sarapan ditemani kak Sinta.
Ikutan Indonesian Idol dong ted !, jangan cuma berani nyanyi dikamar mandi aja !, itu kalimat yang pertama kudengar dari kak Sinta. Cantik. Bener- benar cantik. Sumpah ! tapi matanya itu ! aku merasakan keliaran dimatanya ketika menatapku yang hanya terbungkus handuk sepinggang.
Eh, maaf kirain gak ada kak Sinta, maaf yah
permisi !, kataku sambil berlalu.
Buru-buru aku ganti baju, menyisir rambut. Ah kenapa aku ingin nampak keren. Karena ada kak Sinta yang cantik kali ya ? Pandang dari kiri dan kanan. Sip ! Turun kembali ke lantai bawah, menikmati dua wajah cantik, dan sepiring nasi goreng bertabur SoGood Sozzis.
Nih buruan, sarapan dulu !, kak Dewi yang kemudian menyuruhku sarapan, sementara mereka sendiri telah selesai. Aku lalu sarapan dengan diawasi oleh dua mahluk cantik yang tidak buru-buru beranjak dari meja makan. Mereka berbincang ngalor ngidul seputar dunia kerja. Sesekali aku menimpali meskipun mungkin enggak nyambung. Dasar kuli, hari libur gini masih aja ngurusin kerjaan !, aku membatin.
Tumben dihabisin ?, kata kak Dewi melihat aku makan dengan lahap.
Abis enak sih !,
Biasanya, dia tuh ! susah makannya, di masakin ini-itu
!,
Bohong kak ! jangan dengerin !, kataku menimpali ucapan kak Dewi
Alah
emang biasanya gitu kok !, kak Dewi memotong ucapanku. Kak Sinta hanya tersenyum aja. Manis lagi senyumnya. Mmmuah ! ingin rasanya kusentuh bibirnya itu.
Seminggu berlalu, setiap hari rasanya aku menjadi tambah bejat. Pikiranku kotor terus. Terbayang kak Dewi dan kak Sinta. Namun yang lebih sering menari-nari dalam khayalanku kemudian adalah sosok kak Dewi. Mungkin karena ia yang tiap hari ketemu. Sehingga pikiran kotorku kemudian mengacu kepadanya. Aku merasa bersalah karena kemudian khayalanku semakin kacau. Aku begitu terobsesi dengan kak Dewi. Setiap menjelang tidur, pikiranku melayang-layang membayangkan kak Dewi. Aku ingin merasakan kehangatan tubuh mulusnya, mengecap setiap inci kulit halusnya.
ahhhhhh
..!
Rasanya semua hal yang berkaitan dengan kak Dewi membuatku terangsang. Melihat pakaiannya yang lagi dijemur saja aku terangsang. Bahkan entah berapa kali ketika kak Dewi tidak ada dirumah, aku mempergunakan benda-benda pribadi kak Dewi menjadi objek fantasiku. Dan makin lama aku makin berani, hingga aku melakukan self service, di kamar kak Dewi, ketika tidak ada kak Dewi tentunya. Seperti siang itu, sebotol Hand Body Lotion milik kak Dewi kugenggam erat. Aku terlentang diatas spring bad kak Dewi. Isi lotion telah kukeluarkan sehingga melumuri kemaluanku yang mengacung. Kuurut perlahan, menikmati sensasi yang membuai, sambil sesekali aku menciumi celana dalam pink kak Dewi. Aku benar-benar hanyut dan terbuai dalam kenikmatan. Sehingga aku tak begitu menghiraukan ketika ada suara-suara didepan rumah. Ah
kak Dewi biasanya pulang jam 6.30, sekarang baru jam 2 siang
. Aman..Ach
.shhhh
..
Aku terhanyut dan bergelenyar penuh kenikmatan hingga
.
Jeckrek ! kunci pintu depan dibuka dari luar, lalu pintu terbuka. Seseorang masuk. Ya ampun ! aku sungguh panik. Kak Dewi Pulang !
Dengan gemetar dan penuh ketakutan aku mengenakan celana. Ya ampun, berantakan begini, dan
Hand Body Lotion tumpah
mati gue !
Tak dapat dicegah karena pintu kamar memang tak kukunci. Blak
pintu didorong dari luar
Tedy
! Ngapain kamu ?, mata kak Dewi menatapku tajam.
ng..mmm ini lagi !, aku tak berkutik. Baju yang kugunakan mengelap ceceran Hand Body Lotion di seprai kugenggam erat. Wangi Hand Body Lotion tercium kemana-mana. Keringat dingin membasahi tubuhku yang hanya mengenakan training. Napasku tercekat manakala menyadari tatapan kak Dewi ke atas tempat tidur, celana dalam ka Dewi, langerie kak Dewi, bantal guling, dan celana dalamku yang tak sempat kupakai atau kusembunyikan. Shittttt
.sialan!
Kak Dewi menghela nafas panjang dan berat, tatapannya sungguh menakutkan. Aku menggigil gemeteran. Kak Dewi pastinya dapat menebak kelakuanku.
Kok cepet pulangnya kak ?, dengan susah payah aku bersuara. Tapi kak Dewi tak memperdulikanku. Ia berlalu, langkah kakinya menjauhi kamar. Lalu terdengar dentingan gelas, dan pintu lemari es dibuka.
Bergegas aku membereskan segala yang berantakan, sekedarnya. Lalu buru-buru meninggalkan kamar kak Dewi !
Anjing
!, brengsek , kataku sambil meninju dinding. Bodoh, bodoh !, aku mengutuk diriku sendiri. Aku malu sekali. Dengan penuh ketakutan aku bergegas ganti baju. Pikiranku kacau sekali. Aku dengan mengendap keluar rumah, motorku-pun kudorong keluar halaman. Lalu aku kabur
ketempat kost temanku.
Tiga hari aku aku tak pulang, temanku sampai terheran-heran dengan kelakuanku. Tapi aku simpan rapat-rapat masalah yang sebenarnya. Aku hanya bilang lagi berantem sama kakaku.
Tadinya aku kebingungan juga kelamaan tidak pulang, mau pulang juga rasanya bagaimana. Namun sebuah telpon dari kak Dewi membuat semuanya lebih baik,
Tedy kamu kemana aja ? kamu dimana ?, terdengar suara kak Dewi di HP ku, datar. mm ng
dirumah temen kak ?, kataku sedikit bergetar.
Pulang
nanti kalo mamah nanya gimana ?, suara kak Dewi masih terdengar datar. Tapi setidaknya hal itu membuatku sedikit lega. Iya kak !, lalu tak terdengar lagi suara kak Dewi. Aku tertegun beberapa saat, namun kemudian aku memutuskan untuk pulang.
Tiba dirumah, tatapan kak Dewi menyambutku. Aku tak berani menatap wajahnya. kamu kemana aja ?, suara kak Dewi masih terdengar datar seperti ditelepon. Mmm
dari rumah Wawan kak !,
Makan dulu
tuh kakak udah masak !, terdengar suara kak Dewi dari ruang tengah. Iya kak !, bergegas aku ke meja makan. Melahap makanan yang tersedia dimeja makan, emang gua laperrrr !
Besoknya, suasana masih terasa amat hambar. Kak Dewi tak mengucap sepatah katapun. Ia membuang muka ketika berpapasan dengan aku yang bermaksud ke kamar mandi. Selesai mandi, ganti baju, kembali keruang makan. Aku dan kak Dewi sarapan seperti biasanya, tapi rasanya suasana betul-betul mencekam. Kak Dewi nampak buru-buru menyelesaikan sarapannya. Akupun bergegas menghabiskan sisa makananku.
Kak, maafin Tedy yah !, kataku sambil meletakan gelas yang airnya habis kuteguk.
Kak Dewi tak bersuara, tapi matanya menatapku, penuh keheranan dan tanda tanya, atau mungkin tatapan apa itu artinya. Entahlah.
Beberapa hari kemudian setelah situasi dirumah mulai terasa normal, malam itu kak Dewi diruang tengah nonton TV atau mungkin membaca majalah. Entahlah atau bisa kedua-duanya, soalnya TV dinyalakan tapi ia asyik membaca majalah sambil telungkup dipermadani. Dagunya diganjal dengan bantal guling. Aku kemudian duduk disofa, tepat dibelakangnya. Rasanya badanku gemetar menyaksikan pandangan dihadapanku. Sittttt ! Pikiran gilaku melintas lagi. Pantat kak Dewi yang hanya dilapisi selembar baju tidur tipis begitu indah terlihat. Garis celana dalam yang dikenakanya nampak menggurat. Betisnya itu, alamak. Aku tak tahan ingin mengecapnya dengan lidahku. Dan
Bikin minum dong, haus nih
!, Kak Dewi membalikan badannya, dan melihat kearahku yang tengah menikmati bagian belakang tubuhnya.
Orange, atau susu ?, tanpa sadar aku melirik kearah dadanya.
Kak Dewi merasakan pandangan mataku, ia membetulkan leher bajunya.
Susu deh ! tapi jangan penuh-penuh yah !,
Ok !, lalu aku pergi ke ruang sebelah. Seperti kebiasaannya kalau bikin susu ia pasti hanya minta setengah gelas. Takut gak abis, katanya !
Nih kak !, kataku sambil meletakkan gelas susu disebelah kanan. Lalu aku bergerak kesebelah kiri kak Dewi. Kak Dewi segera mereguk minuman yang kusediakan untuknya itu. Aku sendiri meraih majalah yang tengah dibaca Kak Dewi.
Ih apaan nih, sini ! orang lagi dibaca juga !, kak Dewi berusaha meraih majalahnya kembali. Akhirnya kulepaskan. Aku mengambil remote TV. Sambil tengkurap disamping kak Dewi, aku memindah-mindah chanel.
Kebiasaan Tedy mah, pindah-pindah terus, balikin TransTV !, katanya sambil berusaha meraih remote. Akupun menyerah, kukembalikan channel ke TransTV.
Lalu aku memiringkan badan, sekarang aku menghadap kearah kak Dewi. Menatapnya dalam-dalam. Ah
kakak ku sayang, engkau cantik sekali. Lalu aku mutup kedua mataku rapat-rapat.
Kak mau tanya, boleh ?, kataku sambil tetap memejamkan mata.
Tanya apa sih !, ia menjawab tanpa menoleh.
ng
mmmm kenapa Tedy akhir-akhir jadi aneh yah ?,
Maksudnya apa ?,
Tapi kak Dewi jangan marah yah !,
Akhir-akhir ini, tedy sering error. Pikiranya yang begituuu.. aja. Gak siang gak malem, pusing deh !,
Mikirin apa sih ?,
Ah
kak Dewi ini. Maksud Tedy
mmm jangan marah yah. Rasanya Tedy gampang terangsang deh !, kubuka mataku, keterkejutan nampak diwajah kak Dewi. Lalu ia menghela nafas panjang.
Kebanyakan nonton film jelek kali. Tuh dikomputer hapus-hapusin gambar gambar jelek kayak gitu !,
Bisa juga sih
, kalau masturbasi bahaya enggak sih kak?, aku kembali melontarkan pertanyaan yang mengagetkannya.
Apaan sih gituan di tanya-tanyain ?!, nampak kak Dewi agak gusar menimpali pertanyaanku.
Kalau kata temen tedy sih, mendingan masturbasi daripada main sama cewek nakal, bisa penyakitan !,
Tak terdengar komentar. Waduh aku kehabisan kata-kata.
Sebenarnya gara-gara kak Dewi sih !, dan aku menunggu. Benar saja, kak Dewi bereaksi. Ia menatapku penuh tanya.
Menurut sebuah survai, 60 % wanita lajang melakukan masturbasi, bener kan ?, aku kembali melontarkan pukulan kata-kata.
Kata siapa kamu ?,
Kata koran dannnnn
lubang kunci !,
Maksud Tedy apa sih
? Kakak jadi pusing !,
Tedy tahu rahasia kak Dewi !,
Rahasia apa ?,
Kak Dewi suka menggeliat-geliat ditempat tidur tanpa pakaian dan memeluk bantal guling !, akhirnya. Mata Kak Dewi membeliak kaget. Tatapan matanya menyiratkan rasa marah dan malu, tapi ia berusaha menutupinya.
Kamu ngintip ?,
Gak sengaja sih
!, kubenamkan mukaku dipermadani sambil menunggu efek selanjutnya.
Tapi tenang aja. Rahasia kak Dewi aman kok ditangan Tedy. Dan rahasia Tedy ada ditangan kak Dewi. Sama-sama aman ok ?!, Kak Dewi tak bersuara. Benar-benar terdiam. Ia malah membolak-balikan halaman majalah.
Meskipun ada satu rahasia lagi !, tampak wajah kak Dewi kembali menegang. Pandanganya mengarah kepadaku, yang kini juga menatapnya.
Kak Sinta
!, kataku. Kak Dewi benar-benar terhenyak. Ia bangkit hingga terduduk. Aku membalikan badan, terlentang disamping kak Dewi.
Tenang aja. Tedy gak akan membocorkannya ke siapa-siapa kok !,
Tedy tahu semuanya ?, kata kak Dewi tiba-tiba. Pandangan matanya kini memelas dan penuh ketakutan. Aku menganggukan kepala.
Jangan bilang siapa-siapa, jangan bilang mamah. Please !, kak Dewi mengguncang bahuku.
Tenang
pokoknya aman !,
Kak Dewi nampak gelisah. Aku tidak tega melihatnya. Kak Dewi yang sangat baik padaku telah aku antarkan pada suatu kondisi serba salah dan menakutkan baginya. Tapi sudahlah.
Tiba-tiba terdengar dering telp, bergegas aku bangun dan mengangkat gagang telpon.
Halloo..!, terdengar suara perempuan diseberang sana.
Hallo
!, kataku
Ini tedy yah ?, kak Dewi ada ?, suara itu terdengar lembut.
ng.. ini siapa yah ?, kataku sambil menduga-duga.
Ini Sinta
kak Dewi-nya ada ?,
Ada
sebentar ya kak !, kataku.
Kak
ini kak Sinta !, kataku pada kak Dewi. Kulihat tiba-tiba expresi kak Dewi menegang. Namun tak urung ia mendekatiku, dan menerima gagang telepon yang kusodorkan.
Haloo..,
Aku bergegas pergi, tak ingin mengganggu sepasang kekasih yang telepon-an. Aku naik ke lantai atas, menuju kekamarku sendiri. Kukunci pintu kamar, mematikan lampu, dengan perasaan campur aduk.
Beberapa saat kemudian kudengar langkah kaki kak Dewi di tangga menuju kearah kamarku. Lalu tiba-tiba aku mendengar ketukan dan suara kak Dewi. Aku terdiam, menunggu. Tedy
!, kembali terdengar ketukan. Kunyalakan lampu lalu membuka kunci pintu kamar.
Tanpa kupersilahkan kak Dewi menyeruak masuk lalu duduk dipinggir tempat tidur. Tedy
, kak Dewi tiba-tiba memecahkan keheningan.
Aku yang hendak menyalakan rokok, menoleh.
Kulihat kak Dewi menatapku dalam-dalam. Nampaknya ada sesuatu yang ingin diucapkanya. Tak jadi menyalakan rokok. Aku menarik kursi, dan membalikanya sehingga menghadap kearah kak Dewi. Lalu aku duduk dihadapan kak Dewi. Tedy bisa pegang rahasia kan ?, ia menatapku sungguh-sungguh. Ada ketakutan dimatanya.
Masalah apa ?,
Sinta
!,
Oh
!, aku mengangguk perlahan.
Jangan sampai Mamah tahu !,
Aku hanya menatapnya, lalu tersenyum hambar.
Janji ?!, kak Dewi menatapku dalam-dalam.
Janji !, kataku sambl mengacungkan telunjuk dan jari tengahku.
Tedy boleh minta apa aja, pasti kakak turutin, syaratnya satu, gak boleh bocorin rahasia !,
Tenang
aman !, kataku agak bergetar.
Tedy mau minta apa sama kaka?, nampaknya kak Dewi mencoba bernegosiasi, he he
.
ng
gak minta apa-apa deh
mmm
, sungguh tak terpikir untuk minta sesuatu pada kak Dewi, lagi pula aku sama sekali gak kepirkiran untuk membocorkan rahasianya. Namun tatapan liarku kearah dada ka Dewi sungguh dinterpretasikan oleh kak Dewi.
Kakak tahu kok apa yang Tedy inginkan, sini
!, kak Dewi menepuk spring bad, mungkin maksudnya menyuruhku duduk disampingnya. Aku ragu sesaat.
Sini
.!, katanya mengulang.
Meskipun ragu aku kemudian beranjak, dan dengan bingung aku duduk disebelahnya. Darahku berdesir saat jemari lembut kak Dewi mengusap punggung tanganku. Lalu ia meraih telapak tanganku. Jemari tanganku digenggamnya.
Pasti Tedy sekarang lagi error !, tiba-tiba kak Dewi berkata datar,
Apaan sih kak ?, kataku agak jengah.
Pake pura-pura lagi !, kak Dewi mendorong tubuhku. Karena Kak Dewi mengisyaratkan agar aku terlentang maka aku segera terlentang dengan kakiku menjuntai kelantai.
Tedy pengen ini kan ?, jemari kak Dewi merayapi pahaku. Aku terhenyak menahan nafas. Kemudian kak Dewi tanpa ragu mulai meremas kemaluanku perlahan, ahh
.., kedua lututku terangkat parlahan, lalu kuturunkan lagi.
Kak
, kataku lirih
sst
kakak tahu apa yang Tedy inginkan, tenang aja
, kak Dewi benar-benar meremas-remas kemaluanku. Geletar nikmat perlahan merayap, seiring makin mengerasnya batang kemaluanku. Kuraih bantal, kudekap hingga menutupi mukaku. Rasa jengah dan nikmat membaur menjadi satu.
Pake malu-malu lagi !, kak Dewi memaksaku melepaskan bantal. Akhirnya untuk aku hanya bisa menutup mata dan menikmati gelenyar kenikmatan dari setiap remasan tangan kak Dewi. Ah
shhh..kak
.!,
Tanganku perlahan merayap kearah pinggang kak Dewi, meremasnya perlahan seiring geliat kenikmatan. Aku semakin berani karena kak Dewi tak menolak remasan tanganku dipinggangnya